• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Bidan Desa Mensosialisasikan Persalinan Sehat Pada Masyarakat Tradisional Melalui Program Jaminan Persalinan” (Studi Kasus Mayarakat Lae Soraya Desa Gunung Bakti, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam),

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peran Bidan Desa Mensosialisasikan Persalinan Sehat Pada Masyarakat Tradisional Melalui Program Jaminan Persalinan” (Studi Kasus Mayarakat Lae Soraya Desa Gunung Bakti, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam),"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Bidan Desa Agen Peningkatan Kesehatan Masyarakat

Dalam globalisasi ekonomi masyarakat Indonesia dihadapakan pada persaingan global yang semakin ketat yang menuntut masyarakat serta semua lapisannya untuk menyiapkan individu yang berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus dipersiapkan sebaik mungkin secara terencana,terpadu dan berkesinambungan. Tindakan tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yang bekerja yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, sampai dewasa. Di era sekarang ini, keberadaan seorang bidan sangat diperlukan. Bidan diakui sebagai tenaga kesehatan professional yang bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan. Misalnya asuhan dan nasihat selama kehamilan, periode persalinan dan post partum, melakukan pertolongan persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri, dan memberikan asuhan pada bayi baru lahir. Ruang lingkup asuhan yang diberikan oleh seorang bidan dan telah ditetapkan sebagai wilayah kompetensi bidan di Indonesia.

(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3111)

(2)

untuk membangun kesehatan masyarakat. Bersama komponen lain bidan berada di barisan paling depan untuk membantu masyarakat. Terutama bidan yang berada di desa, terlebih mereka yang bertugas didaerah terpencil dan jauh dari sarana pelayanan kesehatan.

Bidan desa adalah bidan yang ditempatkan, diwajibkan tinggal serta bertugas melayani masyarakat di wilayah kerjanya, yang meliputi satu atau dua desa yang dalam melaksanakan tugas pelayanan medik baik di dalam maupun di luar jam kerjanya bertanggung jawab langsung kepada kepala Puskesmas dan bekerjasama dengan perangkat desa. Salah satu program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah menurunkan kematian dan kejadian sakit di kalangan ibu, dan untuk mempercepat penurunan angka Kematian Ibu dan Anak adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan perinatal. Dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kebidanan dan kesehatan anak terutama di desa maka tenaga kesehatan (medis) seperti bidan harus menjalin kerjasama yang baik dengan tenaga non-medis seperti dukun dengan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat:

1. Meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan

(3)

Selain bekerja sama dengan tenaga non-medis seperti dukun, bidan desa juga bekerjasama dengan masyarakat yang secara sukarela membantu dan melaksanakan posyandu. Biasanya masyarakat tersebut telah mendapat pelatihan dalam menjalankan tugasnya tersebut sebagai kader. Tugas dan fungsi bidan utama bidan desa adalah memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, sebagaimana tertuang dalam SE Dirjen Binkesmas No. 492/Binkesmas/Dj/89 yang menyatakan penempatan bidan desa adalah memberikan pelayanan ibu dan anak serta KB dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta kelahiran. Kehadiran bidan di desa diharapkan mampu memperluas jangkauan pelayanan yang telah ada sekaligus dapat meningkatkan cakupan program pelayanan KIA melalui: (Kemenkes, 2007)

a. Peningkatan pemeriksaan kesehatan ibu hamil yang bermutu b. Pertolongan persalinan

c. Deteksi dini faktor kehamilan dan peningkatan pelayanan neonatal. d. Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi

e. Serta bekerja sama dengan kader posyandu mencari sasaran ibu hamil

(4)

2.2 Sosialisasi Pemanfaatan Program Kesehatan Masyarakat

Proses pembentukan nilai-nilai dan norma sosial secara garis besar dibedakan dalam dua bagian, yaitu: (1) nilai-nilai dan norma sosial terbentuk secara alamiah akibat dari interaksi sosial, dan (2) nilai-nilai dan norma sosial terbentuk melalui unsur kesengajaan, dalam arti terbentuknya nilai-nilai dan norma sosial memang merupakan kebutuhan pada saat tertentu akibat dari berbagai pelanggaran yang dilakukan sebagian anggota masyarakat. Perwujudan dari proses terbentuknya nilai-nilai dan norma sosial secara disengaja dapat dilihat dari berbagai bentuk peraturan-peraturan sosial secara formal. Peraturan sosial ini disebut norma sosial. Norma sosial dibentuk dalam satu kesatuan sistem yang relatif tertib, tidak saling bertentangan, sehingga karena perwujudan keadaanya sering disebut tertib normatif. Akan tetapi, bagaimanakah wujud dari tata aturan tersebut maka masyarakat perlu mengetahui dan memahaminya, sebab tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat akan nilai-nilai dan norma sosial bukanlah terjadi secara adikodrati, melainkan harus dikenalkan melaui berbagai proses pemahaman dan pembelajaran. Dengan demikian, para anggota masyarakat menguasai sejumlah tata aturan melalui sebuah proses, yaitu proses belajar atau dalam terminasi sosiologi disebut sosialisasi (Elly dan Usman, 2011:151-152).

(5)

harus dijalankan oleh individu. Dalam hal ini dengan adanya sosialisasi, masyarakat ditanamkan nilai dan norma serta diajarkan peran-peran bagaimana dalam memanfaatkan Program Jaminan Persalinan. Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). (Kamanto Sunarto, 1993:23).

Sesuai dengan lanjutan teori sosialisasi, teori peran sangat berkaitan erat dengan yang namanya sosialisasi.Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Teori peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa yang di tetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Sosialisasi primer didefenisikan Peter L. Berger dan Luckman sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Dalam hal ini masyarakat perlu diberikan sosialisasi yang baik dan benar oleh pihak yang berkewajiban, apalagi program tersebut adalah salah satu program pertama kalinya didirikan di perdesaan sehingga secara bertahap masyarakat mampu dalam menerima bagaimana fasilitas program tersebut bisa didirikan. Oleh karena itu dengan adanya sosialisasi primer masyarakat mengetahui dengan sendirinya bagaimana memanfaatkan Program Jaminan Persalinan.

Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu kedalam kelompok tertentu dalam masyarakat. Dalam hal ini masyarakat diperkenalkan dengan sesuatu hal yang baru yang selama ini mungkin tidak akan pernah dirasakan oleh masyarakat perdesaan dalam meningkatkan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat baik dari segi pembangunan infrastruktur, ekonomi dan tingkat kesehatan masyarakat dalam hal mereduksi angka kematian bayi dan angka kematian ibu. (Kamanto Sunarto, 1993:31).

(7)

yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi dalam menjalankan persalinan sehat kepada masyarakat desa melalui pemanfaatan Program Jaminan Persalinan adalah Tim Pelaksana Kegiatan seperti tenaga kesehatan professional, Kepala Desa (Kades) serta tokoh-tokoh masyarakat yang mengambil andil dalam mensukseskan program tersebut.

Agar sosialisasi dapat berjalan dengan lancar tertib dan berlangsung terus menerus maka terdapat dua tipe sosialisasi yaitu sosialisasi formal dan sosialisasi informal. Sosialisasi formal adalah sosialisasi yang terbentuk melalui lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dan masyarakat yang memiliki tugas khusus dalam mensosialisasikan nilai, norma dan peranan-peranan yang harus dipelajari oleh masyarakat. Artinya adalah dalam menjalankan sebuah peningkatan kesehatan di masyarakat perlu ada yang namanya lembaga yang memiliki aktor sebagai pensosialisasi terhadap masyarakat, dan aktor tersebut berfungsi untuk mengajarkan kepada masyarakat bagaimana dalam menjalankan nilai dan norma dalam pemanfaatan program jaminan persalinan tersebut, dan memberitahu kapada masyarakat seperti apa peranan dari pada pembangunan program tersebut. Sosialisasi informal adalah sosialisasi yang terdapat dalam pergaulan sehari-hari yang bersifat kekeluargaan. Artinya adalah bahwasanya sosialisasi informal ini bisa terjalin dalam sesama masyarakat, yang melakukan diskusi tentang bagaimana pemanfaatan program jaminan persalinan tersebut.

(8)

2.3Interaksi Sosial Bidan Desa dengan Masyarakat

Perubahan dan perkembagan masyarakat yang mewujudkan segi dinamikanya, disebabkan karena para warganya mengadakan hubungan satu dengan lainnya, baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok sosial. Sebelum hubungan-hubungan itu memiliki bentuk yang konkrit, maka akan dialami suatu proses sosial ke arah bentuk yang konkrit yang sesuia dengan nilai-nilai sosial dan budaya dalam masyarakat (Badrujaman, 2008: 32).

Bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga dapat dinamakan proses sosial) karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Bentuk lain proses sosial hanya merupakan bentuk-bentuk khusus dari interaksi sosial (Soerjono Soekanto, 2005: 55).

Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat atau seseorang terkait dengan sisi dinamis dan sisi statis masyarakat. Struktur sosial (misalnya jenis kelamin, usia, atau warna kulit) merupakan aspek statis masyarakat. Sedangkan proses sosial atau interaksi sosial merupakan aspek dinamis masyarakat (Soerjono Soekanto, 2005: 59).

(9)

balik antara berbagai segi kehidupan bersama dan antara berbagai komponen yang terkait. Bentuk umum proses sosial tersebut adalah interaksi sosial yang merupakan prasyarat terjadinya aktivitas-aktivitas sosial yang lainnya. Interaksi sosial terjadi dalam pola yang beraneka ragam misalnya interaksi antar-individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.

Beberapa komponen yang membentuk terjadinya interksi sosial adalah sebagai berikut:

a. Adanya kontak sosial (sosial contact)

Kontak sosial dapat terjadi antar perorangan, anatar kelompok, atau anatara kelompok dengan perorangan. Kontak yang positif terjadi bila melahirkan sebuah kerja sama, sedangkan kontak yang negatif terjadi bila melahirkan penolakan untuk terjadinya kerja sama.

Kontak sosial dapat bersifat primer (langsung) dan sekunder (tidak langsung). Kontak sosial primer misalnya perawat bertemu pasien di ruang inap. Pada sisi yang lain, ada pula kontak sosial yang bersifat sekunder misalnya seorang dokter bertanya kepada perawat mengenai kondisi kesehatan pasien.

b. Adanya komunikasi

(10)

Interaksi sosial terdiri atas dua unsur, yaitu tindakan sosoial dan keterikatan antar tidakan sosial. Tindakan sosial merupakan (social action) merupakan unsur pembentuk interaksi sosial. Menurut pandangan Max Weber tindakan sosial merupakan tindakan yang bermakna, yakni tindakan yang dilakukan seseorang dengan memperhitungkan keberadaan orang lain (Badrujaman, 2008: 36).

Tindakan sosial apapun yang dilakukan seseorang cendrung berhubungan dengan tindakan individu lainnya. Hubungan anatartindakan sosial tidak terjadi secara otomatis, karena kekuatan alam, atau kekutan supra alami. Keterkaitan antartindakan sosial terjadi karena ada manusia, manusialah yang melakukan tindakan dan menjalinnya dengan tidakan yang lain (Badrujaman, 2008: 40).

Untuk mempelajari interaksi sosial digunakan pendekatan yang dikenal dengan nama symbolic interactionism (interaksionisme simbolis). Pendekatan ini bersunber pada pemikiran George Herbert Mead. Dari kata interaksionisme sudah nampak bahwa sasaran pendektan ini adalah interaksi sosial, kata simbolis mengacu pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi.

(11)

1. Manusia bertindak (act) terhadap sesuatu (thing) atas dasar makna (meaning) yang dipunyai sesuatu tersebut baginya.

2. Makna yang dipunyai sesuatu tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya.

3. Makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran (interpretative proces), yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya.

Interaksionisme simbolis yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah root images atau ide-ide dasar, yang dapat diringkas sebagai berikut: (Margaret M. Poloma, 2000: 264-265)

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi.

2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain.

3. Obyek-obyek, tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lebuh merupakan produk interaksi-simbolis. Obyek-obyek dapat diklasifika-sikan kedalam tiga kategori yang luas seperti; obyek fisik, obyek sosial dan obyek abstrak.

4. Manusia tidak mengenal obyek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagai obyek.

(12)

6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota-anggota kelompok.

2.4 Kerja Sama

Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk dan pola-pola kerja sama dapat dijumpai pada semua kelompok manusia. Kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap demikian dimulai sejak masa kanak-kanak di dalam kehidupan keluarga atau kelompok-kelompok kekerabatan. Atas dasar itu, anak tersebut akan menggambarkan bermacam-macam pola kerja sama setelah dia menjadi dewasa. Bentuk kerja sama tersebut berkembang apabila orang dapat digerakkan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi semua (Soerjono Soekanto, 2005: 59).

(13)

karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut dapat menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif dalam kebudayaan (Soerjono Soekanto, 2005: 59).

2.5 Masyarakat Tradisional

Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosialnya. Jadi, masyarakat tradisional di dalam melangsungkan kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaan-kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya. Kehidupan mereka belum terlalu dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang berasal dari luar lingkungan sosialnya. Kebudayaan masyarakat tradisional merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan alam dan sosial sekitarnya tanpa menerima pengaruh luar. Jadi, kebudayaan masyarakat tradisional tidak mengalami perubahan mendasar. Karena peranan adat-istiadat sangat kuat menguasai kehidupan mereka.

(14)

secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam. Istilah desa dapat merujuk pada arti yang berbeda-beda, tergantung dari sudut pandangnya. Secara umum desa memiliki 3 unsur, yaitu :

1. Daerah dan letak, yang diartikan sebagai tanah yang meliputi luas, lokasi dan batas-batasnya yang merupakan lingkungan geografis; 2. Penduduk; meliputi jumlah, struktur umur, struktur mata pencaharian

yang sebagian besar bertani, serta pertumbuhannya.

3. Tata kehidupan; meliputi corak atau pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan warga desa.

(15)

Namun demikian, perlu untuk pahami bahwa tidak semua masyarakat desa dapat di sebut sebagai masyarakat tradisional, sebab ada desa yang sedang meng-alami perubahan ke arah kemajuan dengan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama. Karakteristik yang paling pokok dalam kehidupan masyarakat tradisional adalah ketergantungan mereka terhadap lingkungan alam sekitarnya. Faktor ketergantungan masyarakat tradisional terhadap alam ditandai dengan proses penyesuaian terhadap lingkungan alam itu. Jadi, masyarakat tradisional, hubungan terhadap lingkungan alam secara khusus dapat dibedakan dalam dua hal, yaitu :

1. Hubungan langsung dengan alam, dan 2. Kehidupan dalam konteks yang agraris.

Dengan demikian pola kehidupan masyarakat tradisional tersebut ditentu-kan oleh tiga faktor, yaitu :

a. Ketergantungan terhadap alam.

b. Derajat kemajuan teknis dalam hal penguasaan dan penggunaan alam.

c. Struktur sosial yang berkaitan dengan dua faktor ini, yaitu struktur sosial geografis serta struktur pemilikan dan penggunaan tanah.

2.6 Jaminan Persalinan Sebagai Wujud Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

(16)

penduduknya agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Secara keseluruhan tujuan adanya jaminan sosial nasional adalah untuk dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian.

(17)

Dengan kebijakan baru dari pemerintah yakni Jaminan Persalinan, diharapkan angka kematian ibu dan anak dapat diturunkan. Hal ini pula yang mendorong Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih akhirnya mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) mengenai Jaminan Persalinan. Juknis ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 631/Menkes/per/iii/2011 Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.

Jaminan Persalinan bertujuan untuk memberikan acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pihak terkait yang menyelenggarakan Jaminan Persalinan. Adapun tujuan dari Jaminan Persalian ini adalah:

1. Tujuan Umum

(18)

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan yang kompeten.

b. Meningkatnya cakupan pelayanan: 1. Bayi baru lahir.

2. Keluarga Berencana pasca persalinan.

3. Penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir, KB pasca persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. c. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien,efektif,

transparan dan akuntabel.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan juga dukungan anggaran yang sesuai dengan keadaan dilapangan. Besar anggaran juga mempengaruhi kesuksessan Jampersal dan juga harus diirngin peran dari birokrat, petugas di lapangan dan Masyarakat. Anggaran Jampersal berasal dari APBN yang di kawal oleh Kementrian Kesehatan. Pemerintah menganggarkan Rp 1,5 triliun untuk program Jaminan Persalinan tahun 2012. Tahun 2011, dana yang dikucurkan Rp 1,2 triliun. Peningkatan dana diharapkan mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

(19)

Sesuai dengan tujuan Jaminan Persalinan yakni untuk menurunkan AKI dan AKB, maka sasaran Jaminan Persalinan dikaitkan dengan pencapaian tujuan tersebut. Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah :

1. Ibu hamil 2. Ibu bersalin

3. Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan) 4. Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)

Referensi

Dokumen terkait

Bapak Slamet Riyadi, selaku ketua Persatuan Tunanetra Indonesia cabang Surabaya yang sudah memberikan izin dan mengenalkan peneliti pada informan sehingga peneliti

Dalam era globalisasi persaingan bisnis menjadi sangat tajam, baik dalam pasar domestik (nasional) maupun dimasa internasional untuk memenangkan persaingan

Skenario : Aplikasi Pembelajaran Interaktif akan menerima inputan dari user berupa perintah untuk memilih materi (MTK, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris) yang

DUNIA MAYA ( CYBERSPACE CYBERSPACE ) ) MELALUI MEDIA INTERNET.. MELALUI

Dimana dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian responden yang tidak mendapatkan informasi dengan tidak adanya pelaksanaan Desa siaga, maka diperlukan berbagai

Iklan Baris Iklan Baris JAKARTA UTARA JAKARTA UTARA Serba Serbi JAKARTA BARAT RUPA-RUPA SABLON SEKOLAH Rumah Dikontrakan JAKARTA PUSAT JAKARTA PUSAT JAKARTA SELATAN JAKARTA

Dari hasil trianggulasi sumber data yang sudah peneliti lakukan terkait 4 fokus lapangan yaitu (1) Masalah/ kendala apa saja yang biasa muncul terkait