TINJAUAN PUSTAKA Tanah Inceptisol
Inceptisol merupakan ordo tanah yang belum berkembang lanjut dengan
ciri - ciri bersolum tebal antara 1.5-10 meter di atas bahan induk, bereaksi masam
dengan pH 4.5-6.5, bila mengalami perkembangan lebih lanjut pH naik menjadi
kurang dari 5.0, dan kejenuhan basa dari rendah sampai sedang. Tekstur seluruh
solum iniumumnya adalah liat, sedang strukturnya remah dan konsistensi adalah
gembur. Secara umum, kesuburan dan sifat kimia Inceptisol relatif rendah, akan
tetapi masih dapat diupayakan untuk ditingkatkan dengan penanganan dan
teknologi yang tepat (Sudirja, 2007).
Sebagian besar Inceptisol menunjukkan kelas besar butir berliat dengan
kandungan liat cukup tinggi (35-78%), tetapi sebagian termasuk berlempung halus
dengan kandungan liat lebih rendah (18-35%). Reaksi tanah masam sampai agak
masam (4.6-5.5), sebagian khususnya pada Eutrudepts reaksi tanahmya lebiih
tinggi, agak masam sampai netral (5.6-6.8). Kandungan bahan organik sebagian
rendah sampai sedang dan sebagian lagi sedang sampai tinggi. Kandungann
lapisan atas selalu lebih tinggi daripada lapisan bawah, dengan rasio C/N
tergolong rendah (5-10) sampai sedang (10-18) (Puslittanak, 2000).
Ada kecenderungan bahwa nilai KTK tanah tidak dipengaruhi oleh
kandungan bahan organiknya. Inceptisol yang diteliti kandungan fraksi liatnya
tergolong tinggi dan didominasi oleh mineral smektit yang mempunyai KTK
tinggi. Dengan demikian pengaruh bahan organik terhadap nilai KTK Inceptisol
Hal ini relatif sama dengan pola hubungan antara pH tanah dengan C-Organik
(Nurdin, 2012)
Pengelolaan tanah yang rasional salah satunya harus didasarkan pada
sifat-sifat inherent tanah tersebut. Dengan demikian maka sifat morfologi dan kimia
tanah dapat dijadikan acuan dalam pengeloaan tanahnya. Tanah Inceptisol ini
dicirikan oleh teksturnya yang berlempung, reaksi tanah agak masam hingga agak
alkali, kandungan dan cadangan hara relatif sedang, dan kapasitas tukar kation
tanah sedang sampai tinggi. Sifat-sifat tersebut mencirikan bahwa tanah ini cukup
potensial untuk pengembangan tanaman pertanian terutama tanaman pangan.
(Nurdin, 2012)
Unsur N
Mempertahankan kondisi tanaman dalam keadaan cukup hara N namun
tidak berlebihan merupakan salah satu alternatif meningkatkan efisiensi pupuk N.
Pupuk diberikan berdasarkan kandungan N dalam daun tanaman yang ditunjukkan
oleh penampakan warna daun. Penentuan kondisi tanaman kritis terhadap N
dilakukan dengan menggunakan chlorophyll meter (SPAD) yang dapat
mendeteksi kandungan hara tanaman (Wahid, 2003).
Upaya untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan
dengan menanam varietas unggul yang tanggap terhadap pemberian N serta
memperbaiki cara budi daya tanaman, yang mencakup pengaturan kepadatan
tanaman, pengairan yang tepat, serta pemberian pupuk N secara tepat baik
takaran, cara dan waktu pemberian maupun sumber N
Terserapnya N oleh tanaman dipengaruhi beberapa faktor internal, seperti
kondisi fisiologi tanaman, jenis tanaman dan pertumbuhannya, sehingga
dimungkinkan kelebihan N akibat pemberian pupuk urea yang berlebih akan
terbuang ke lingkungan (Triadiat, 2012 ).
Warna pucat pada tanaman yang kekurangan N berasal dari terlambatnya
pembentukan klorofil, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan dengan lambat
karena klorofil dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat pada proses
fotosintesis. Warna pucat yang disebabkan kahat N ini terjadi lebih dahulu pada
daun-daun tua, sepanjang tulang daun. Hal ini terjadi karena N bersifat mobil di
dalam tanaman (Damanik dkk, 2010).
Serapan N selama pertumbuhan tanaman tidak selalu sama pada tingkat
kesuburan yang sama. Banyaknya N yang diserap tanaman setiap hari per satuan
berat tanaman adalah maksimum pada saat tanaman masih muda dan berangsur
menurun dengan bertambahnya umur tanaman (Damanik dkk, 2010).
Ancaman kehilangan hara N dari aplikasi pupuk sangat besar, sehingga
sekitar 50 - 90 % dari total hara N yang dibutuhkan oleh tanaman jagung
diaplikasikan dalam bentuk pupuk secara sidedress ketika tanaman jagung sudah
tumbuh tingginya mencapai 10 - 20 inci (Soemarno, 2011).
Hasil penelitian Hartoyo data menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif
seperti tinggi tanaman dipupuk kandang menjadi lebih baik.Hal ini disebabkan
karena pada pupuk kandang disamping mengandung unsur hara makro meskipun
terbatas juga mengandung unsur hara mikro dan juga unsur pemacu petumbuhan
yang mempengaruhi pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman. Tetapi antar
kandungan hara pada masing-masing pupuk kandang selisihnya tidak mencolok
sekali atau beda sedikit sehingga kurang menghasilkan perbedaan tinggi tanaman
(Hartoyo, 2008).
Berat brangkasan kering dipengaruhi oleh biomassa yang tersusun oleh
unsur makro dan mikro dan unsur-unsur tersebut terdapat pada pupuk urea
terutama unsur N dan unsur makro serta mikro yang terdapat pada pupuk kandang
meskipun kadarnya relatif kecil. Keduanya mempunyai sinergi untuk
bersamasama membangun biomasa tanaman jagung Sehingga interaksinya
signifikan ( Hartoyo, 2008).
Kandungan N total yang paling tinggi juga bisa mempengaruhi hasil ini
karena nitrogen komponen pembentuk klorofil yang merupukan sumber proses
fotosintesis. Dari proses fotosintesis ini tanaman menghasilkan karbohidrat dan
energi yang merupakan pembentuk tubuh tanaman termasuk bunga dan buah.
Selain itu nitrogen mampu meregulator fungsi dari kalium dan pospor (
Lutfi, 2007 ).
Urea lebih cepat tersedia bagi tanaman dan juga dapat cepat hilang yang
disebabkan karena penguapan dan pencucian, sedangkan N sendiri bersifat mobil.
Banyaknya ketersediaan N mineral di dalam tanah mempengaruhi produksi
biomassa tanaman jagung. Pada ketersediaan N yang mencukupi pertumbuhan
jagung juga akan lebih baik ( Zakariah, 2012).
Tingkat serapan N pada tanaman jagung sangat dipengaruhi umur, kondisi
saat aplikasi dan proses fotosintesis tanaman. Respon pemberian pupuk N pada
tanaman juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan bentuk/jenis pupuk (
tinggi tanaman dan bobot biomas tanaman. Semakin besar pemberian N, tinggi
dan bobot biomas tanaman semakin besar ( Suwardi, 2009).
Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh
tanaman jagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari
langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah
pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk
budidayajagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak
cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu
diperlukan tambahan hara N ( Suwardi, 2009).
Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan kebutuhan tanaman baik
jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan kehilangan N dalam
tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada akhirnya menyebabkan
rendahnya efisiensi penggunaan N ( Suwardi, 2009).
Umumnya tanah-tanah di daerah tropis basah kekurangan N untuk
pertumbuhan tanaman jagung, sehingga pupuk N perlu diberikan. Agar efisien,
pemupukan N pada jagung dilakukan dua atau tiga tahap selama pertumbuhan
tanaman, yaitu pada awal tanam. Karena itu pemantauan kecukupan N pada
tanaman jagung berdasarkan nilai SPAD untuk pemupukan susulan (aplikasi
pupuk kedua atau ketiga) Pemupukan N pada awal tanam (5-7 hari setelah tanam)
dengan takaran 50 kg N/ha, membuat tanaman tidak kekurangan N pada awal
pertumbuhan (Syafruddin, 2008).
Pupuk organik seperti pupuk kadang kambing dapat meningkatkan
kegiatan jasad renik tanah untuk merombak secara bertahap. Hasil rombakan
bahan organik oleh jasad renik akan menghasilkan hara yang dibutuhkan oleh
tanaman. Konseksuensinya respons tanaman per satu satuan waktu priode yang
panjang terhadap pemberian pupuk organik meningkat. Oleh karena itu pemberian
pupuk organik sangat perlu untuk mempertahankan tingkat kesuburan tanah dan
meningkatkan produksi tanaman (Mathius, 1994).
Unsur N yang dominan terkandung dalam pupuk kandang berfungsi dalam
meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman terutama untuk memacu
pertumbuhan daun. Diasumsikan semakin besar luas daun maka makin tinggi
fotosintat yang dihasilkan, sehingga semakin tinggi pula fotosintat yang
ditranslokasikan. Fotosintat tersebut digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, antara lain pertambahan ukuran panjang atau tinggi
tanaman, pembentukan cabang dan daun baru (Nurshanti, 2009).
Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian lebih banyak urea belum
tentu dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena
urea lebih cepat tersedia bagi tanaman dan juga dapat cepat hilang yang
disebabkan karena penguapan dan pencucian, sedangkan N sendiri bersifat mobil.
Banyaknya ketersediaan N mineral di dalam tanah mempengaruhi produksi
biomassa tanaman jagung. Pada ketersediaan N yang mencukupi pertumbuhan
jagung juga akan lebih baik (Zakariah, 2012).
Pemberian pupuk organik kotoran kambing, kotoran sapi dan kotoran
ayam berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun dan berat
kotoran kambing berpengaruh nyata apabila dibandingkan dengan pemberian
pupuk kotoran sapi, dan kotoran ayam. Tanaman akan lebih banyak memperoleh
unsur hara melalui kotoran kambing, karena mengan dung unsur hara yang lebih
banyak dan bervariasi dibandingkan dengan kotoran sapi dan ayam
(Nurshanti, 2009).
Dampak positif lain yang diakibatkan oleh pupuk kandang adalah
meningkatnya sifat fisik dan kimia tanah terutama dalam hal kemampuan
menyerap dan mengikat air tanah. Pemberian pupuk domba/kambing dapat
meningkatkan (21 %) rataan hasil pipilan jagung jika dibandingkan dengan
produksi jagung pipilan yang umumnya diperoleh dengan menggunakan pupuk
anorganik (Mathius, 1994).
Serapan adalah jumlah kadar N (dalam %) di dalam jaringan tanaman
dikalikan berat brangkasan kering pada tanaman jagung umur 40 hari. pupuk
kandang yang kaya akan mikrobia tanah berada pada tanah dan beraerasi baik
sehingga kaya akan oksigen yang berakibat bakteri nitrobakter lebih aktif dan
banyak mengubah nitrit menjadi nitrat (NO3 - ) yang akhirnya mudah diserap oleh
akar tanaman jagung ( Hartoyo, 2008).
Serapan N makin besar seiring dengan bertambahnya rata rata dosis
penambahan urea.Hal ini disebabkan makin besar dosis urea maka makin besar
jumlah unsur N yang diserap oleh tanaman, disamping itu pupuk urea mudah larut
sehingga cepat diserap oleh perakaran tanaman jagung serapan N yang paling
besar terdapat pada pupuk kandang kambing yang menunjukkan bahwa proses
nitrifikasi pada pupuk kandang kambing yang paling baik prosesnya, sehingga
Perbedaan dalam proses hetrotrofik pada reaksi aminisasi dan nitrifikasi
pada pupuk kandang ayam dan pupuk kandang kambing. Hal ini tidak lepas dari
proses kematangan pupuk kandang dimana pupuk kandang kambing lebih matang.
Sehingga jumlah N yang dihasilkan dari proses aminisasi dan nitrifikasi pada
pupuk kandang kambing relatif lebih cepat dan lebih besar (
Hartoyo, 2008).
Berdasarkan hasil analisis statistik, peningkatan takaran pemberian pupuk
N pada pemupukan pertama berpengaruh nyata terhadap hasil jagung. Hasil
jagung dengan pemberian 50 kg N/ha hanya 1,69 t/ha, kemudian meningkat
menjadi 2,10 dan 2,04 t/ha bila takaran pupuk N dinaikkan menjadi 75 dan 100 kg
N/ha (Efendi, 2009).
Pemberian pupuk nitrogen dengan cara pemberian dua kali memberikan
hasil lebih tinggi dibanding hanya pemberian satu kali dengan takaran 100 kg/ha.
Pada pemberian dua kali hasil jagung mencapai 2,82 t/ha dibandingkan
pemberian satu kali yang hanya 2,04 t/ha (Efendi, 2009).
Berdasarkan hasil analisis statistik, peningkatan takaran pemberian pupuk
N pada pemupukan kedua berpengaruh nyata terhadap peningkatan hasil jagung.
Penambahan takaran N bertingkat sampai 150 kg/ha pada pemupukan kedua,
menunjukan hasil terus meningkatkan dan paling tinggi bila takaran pemupukan
pertama juga diberikan 100 kg/ha yaitu 5,75 t/ha (Efendi, 2009).
Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan
tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh
tanaman jagung. Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari
pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk budidaya
jagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak cukup untuk
menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu diperlukan
tambahan hara N. Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan kebutuhan
tanaman baik jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan kehilangan
N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada akhirnya
menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N (Efendi, 2009).
Unsur hara N sangat diperlukan terutama untuk pertumbuhan vegetatif
tanaman. Proses immobilisasi N menunjukkan bahwa unsur hara N belum tersedia
dalam jumlah yang cukup di dalam tanah sehingga menghambat pertumbuhan
vegetatif tanaman dan selanjutnya berpengaruh pada produksi tanaman jagung (
Marvelia, 2006 ).
Rasio C/N yang tinggi menyebabkan immobilisasi N sehingga
mikroorganisme dan tanaman memperebutkan unsur hara khususnya N tersedia
pada tanah. Namun demikian, kandungan N total sesudah perlakuan semakin
meningkat, disajikan pada. Hal ini dimungkinkan terjadi karena N tanah sudah
tersedia kembali, artinya proses dekomposisi masih terus berlangsung selama
pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga pada akhirnya didapati unsur N
tersedia di dalam tanah ( Marvelia, 2006 ).
Ada hubungan tertentu antara pH di satu pihak dan kejenuhan basa serta
tekstur di pihak yang lain. Secara bersama sama tekstur, struktur, mineralogi
lempung dan bahan organik menentukan dinamika legas tanah. Unsur hara makro
kalau ditaksir dengan cara pertama. Pada tanaman yang hasil panennya berupa
vegetatif unsur hara N tentu mempunyai efesiensi pemupukan lebih tinggi (
Notohadiprawiro, 2006 ).
Kekurangan air dalam tanah menghambat pelarutan pupuk dan pelepasan
ion haranya serta aliran massa dan difusi larutan hara dari tanah ke akar.
Kekeringan tanah juga memkatkan larutan pupuk yang dapat merusakkan jaringan
tanaman karena plasmolisis. Perkolasi cepat dalam jumlah banyak akan melindi
banyak bahan pupuk yang terlarutkan. Pupuk juga dapat hilang karena terbawa
aliran permukaan. Pelindian unsur hara pupuk meningkat dalam tanah bertekstur
kasar karena daya tambat lengas dan haranya kecil. Daya tambat juga ditentukan
oleh struktur tanah. Struktur dan konsistentsi tanah menentukan kerapatan akar
dan jangkauan penjalarannya. Struktur mampat atau konsistensi berat
menyebabkan kerapatan akar rendah dan jangkauan penjalarannya terbatas
( Notohadiprawiro, 2006 ).
Pemupukan N pada tanah yang rentan akan ketumpahan air, seperti yang
berada di dataran banjir, cekungan, delta, dan rawa dan pada tanah yang sengaja
dibuat tergenang selama waktu lama (sawah)., hendaknya menggunakan N dalam
bentuk amonium atau dalam bentuk yang mengurangi menjadi amonium (urea).
Hal ini untuk menghindari terjadinya denitrifikasi. Kemungkinan nitrifikasi
amonium dapat dicegah, berarti mencegah kemungkinan denitrifikasi nitrat,
dengan menambahkan pada tanah suatu senyawa pencegah nitrifikasi (
Notohadiprawiro, 2006 ).
Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis
kemungkinan munculnya cabang anakan pada beberapa genotipe dan lingkungan
tertentu. Batang jagung terdiri atas buku dan ruas. Daun jagung tumbuh pada
setiap buku, berhadapan satu sama lain. Bunga jantan terletak pada bagian
terpisah pada satu tanaman sehingga lazim terjadi penyerbukan silang. Jagung
merupakan tanaman hari pendek, jumlah daunnya ditentukan pada saat inisiasi
bunga jantan, dan dikendalikan oleh genotipe, lama penyinaran, dan suhu
(Subekti, 2008).
Pemahaman morfologi dan fase pertumbuhanjagung sangat membantu
dalam mengidentifikasi pertumbuhan tanaman, terkait dengan optimasi
perlakukan agronomis. Cekaman air (kelebihan dan kekurangan), cekaman hara
(defisiensi dan keracunan), terkena herbisida atau serangan hama dan penyakit
akan menyebabkan tanaman tumbuh tidak normal, atau tidak sesuai dengan
morfologi tanaman (Subekti, 2008).
Hasil dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika
pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan
tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan
(waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus
sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (Subekti, 2008).
Jagung dapat tumbuh di daratan rendah sampai dengan ketinggian 1800
m diatas permukaan laut, pada semua jenis tanah asalkan gembur, subur, aerasi
dan draenase yang baik. Tekstur yang paling baik untuk tanaman jagung adalah
lempung berdebu dengan tingkat kemasaman 5 – 7 kekeringan di bawah 8 %.
Tanaman jagung sangat efisien dalam penggunan energi matahari, membutuhkan
Kekurangan atau ketidak tepatan pemberian pupuk N sangat merugikan
bagi tanaman dan lingkungan. Secara umum pupuk N dapat meningkatkan
produksi jagung. N diperlukan oleh tanaman jagung sepanjang pertumbuhannya.
Pada awal pertumbuhannya akumulasi N dalam tanaman relatif lambat dan setelah
tanaman berumur 4 minggu akumulasi N berlangsung sangat cepat. Pada saat
pembungaan (bunga jantan muncul) tanaman jagung telah mengabsorbsi N
sebanyak 50% dari seluruh kebutuhannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh
hasil jagung yang baik, unsur hara N dalam tanah harus cukup tersedia pada fase
pertumbuhan tersebut (Sutoro, dkk, 1988).
Tingkat serapan N pada tanaman jagung sangat dipengaruhi umur, kondisi
saat aplikasi dan proses fotosintesis tanaman. Respon pemberian pupuk N pada
tanaman juga tergantung pada tingkat kesuburan tanah dan bentuk/jenis pupuk
(padat atau cair) yang diberikan (Effendi, 2009).
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar
seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah
akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan
melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar
seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula
berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif
berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku,
semuanya di bawah permukaan tanah (Subekti, 2008).
Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya
sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam
seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang
muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar
penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang.
Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Subekti, 2008).
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk
silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat
tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi
tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith)
(Subekti, 2008).
Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan
bundles yang tinggi, dan lingkaranlingkaran menuju perikarp dekat epidermis.
Kepadatan bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles
vaskuler yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah
(Subekti, 2008).
Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat,
bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul (Gambar 2). Berdasarkan letak posisi daun
(sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung
(pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola
helai daun bisa lurus atau bengkok (Subekti, 2008).
Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun
bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect
Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi
pula (Subekti, 2008).
Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8 cm. Bila
kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelah tanam.
Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas
permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan
berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering,
pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau
lebih (Subekti, 2008).
Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil
yang tinggi. Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah.
Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan
tanaman, akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya
relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam
(Subekti, 2008).
Efek Pupuk Organik Terhadap Sifat Tanah
Pupuk padat dapat memberikan kerapatan isi tanah lebih rendah dan
kandungan C organik yang lebih tinggi sehingga struktur tanah menjadi lebih
baik dan akar tanaman akan mudah berkembang sehingga perkembangan tanaman
menjadi lebih baik dan berlangsungnya proses pertambahan jumlah daun. Unsur
hara N yang berasal dari kotoran ternak padat yang dimanfaatkan sebagai bahan
organik, periode pertumbuhan tanaman akan diperpanjang hingga pada akhirnya
setiap ketiak daun akan terakumulasi sejumlah zat hasil fotosintesis yang akan
Pupuk padat kotoran ternak memberikan kerapatan isi yang rendah,
C-organik, jumlah daun dan yang lebih bagus sehingga dengan jumlah bahan
organik banyak dapat memperbaiki struktur tanah dan persen pori tanah akan
lebih tinggi menyebabkan perkembangan akar menjadi lebih panjang. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah aerasi tanah, apabila tanah memiliki konsentrasi
oksigen yang tinggi (aerasi yang baik) akan membantu perkembangan akar dan
juga pasokan air dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Sedangkan pupuk
cair memiliki kerapatan isi, C-organik, jumlah daun dan bobot segar yang lebih
rendah dibandingkan pupuk padat. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan unsur N
dan perkembangan akar tanaman yang cenderung kurang meningkat dibandingkan
dengan pupuk padat. Unsur N yang tidak tersedia dalam jumlah yang banyak akan
mempengaruhi serapan hara yang tersedia untuk mendukung pertumbuhan dan
hasil tanaman (Duaja, 2012).
Unsur hara yang diperlukan tanaman sudah mulai tersedia, di mana pupuk
hayati mengandung mikroba yang mampu menghasilkan senyawa aktif yang
berperan dalam menyediakan/menguraikan unsur hara. Aktivitas mikroorganisme
juga dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menyimpan air, sehingga
unsur hara lebih mudah diserap oleh tanaman (Asroh, 2010).
Penambahan kompos, pupuk kandang, dan custom-bio tidak berpengaruh
nyata terhadap kandungan N-total tanah dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Meskipun demikian terjadi peningkatan kandungan N-total tanah setelah diberi
bahan organik. Hasil ini terbukti dari aplikasi kompos mampu meningkatkan
aplikasi kompos . Perlakuan pupuk kandang menghasilkan rerata kadar N tanah
yang tertinggi (Zulkarnain, 2013).
Aplikasi bahan organik mampu meningkatkan nilai kemantapan agregat.
Bahan organik yang ditambahkan ke tanah mengalami proses dekomposisi dan
menghasilkan substansi organik yang berperan sebagai “perekat” dalam dalam
proses agregasi tanah. Humus mempunyai gugus fungsional yang bermuatan
negatif dan dapat berikatan dengan partikel tanah yang bermuatan positif,
membentuk agregat tanah dan menjadikan agregat tanah menjadi semakin mantap
(Zulkarnain, 2013).
Aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap porositas total, terjadi
peningkatan total ruang pori setelah aplikasi pupuk organik. Hal tersebut karena
kompos dan pupuk kandang mengalami proses dekomposisi dan berangsur-angsur
menghasilkan humus. Interaksi humus dengan partikel tanah akan menciptakan
struktur tanah yang lebih mantap dan memperbesar ruang pori (Zulkarnain,
2013).
Pupuk kandang kambing yang memiliki kandungan N total, bahan
organik, Ca tersedia, S tersedia, dan K tersedia yang tinggi, sehingga diharapkan
dengan adanya penambahan pupuk kandang kambing tersebut dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan unsur hara cukup tersedia bagi tanaman.
Pupuk kandang kambing selain memiliki kandungan unsur hara yang penting
tersebut juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah (Sarsini, 2008).
Pada penelitian Sarsini pada perlakuan pengolahan tanah, pupuk kandang
kambing dan pupuk N serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap pH
kambing yang dapat meningkatkan pH tanah tetapi dosisnya belum mampu
mengimbangi dosis pupuk N yang diberikan sesuai perlakuan yaitu pupuk urea 50
kg/ha, mengingat pupuk urea merupakan pupuk yang bereaksi masam sehingga
dapat menambah kemasaman tanah yang diberi pupuk urea tersebut
(Sarsini, 2008).
Unsur hara merupakan komponen penting yang sangat dibutuhkan oleh
tanaman . Persediaan unsur hara asal tanah sangat terbatas, sehingga penambahan
dari luar dirasakan sangat perlu . Penambahan unsur hara umumnya diketahui
sebagai pemberian pupuk. Penambahan unsur hara secara murni atau lebih, yang
diketahui sebagai pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan produksi
tanaman, terutama untuk masa panen pada tahun berjalan/tersebut . Dilaporkan
juga pemberian pupuk anorganik yang berkelanjutan setiap tahun akan berdampak
negatif terhadap struktur, sifat fisik dan kimiawi tanah . Sebagai akibatnya maka
produksi tanaman pada tahun-tahun berikutnya akan cenderung menurun
(Mathius, 1994).
Untuk mencegah kerusakan tanah, maka perlu diupayakan konservasi
lahan garapan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pupuk organik
atau kompos yang pada umumnya merupakan campuran kotoran ternak, limbah
pasar dan rumah tangga. Ternak yang cukup berpotensi pada tingkat pedesaan
untuk dapat menyediakan kotoran/ limbah adalah kambing-domba. Jumlah bahan
kering kompos yang dihasilkan kambing-domba berbeda tergantung pada skala
pemilikan dan berat badan ternak kambing-domba yang dipelihara
Di daerah tropika tingkat pelapukan bahan organik sangat tinggi sehingga
turn over C-organik dalam tanah berlangsung singkat akibatnya kadar bahan organik tanah rendah. Mengingat peranannya yang begitu besar terhadap
perbaikan fisik, kimia, dan biologi tanah, maka bahan organik (pupuk kandang
dan atau pupuk hijau) perlu ditambahkan dalam jumlah banyak