• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Definisi Pencemaran Udara - Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Ser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara 2.1.1. Definisi Pencemaran Udara - Hubungan Karakteristik, Kualitas Udara (SO2 dan Partikel Debu) dengan Keluhan Gangguan Pernapasan Pada Masyarakat Sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) di Kabupaten Deli Ser"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara

2.1.1.Definisi Pencemaran Udara

Pencemaran udara merupakan kondisi terjadinya perubahan (pengurangan atau penambahan komposisi udara) dibandingkan keadaan normal dalam waktu, tempat dan konsentrasi tertentu sedemikian rupa sehingga membahayakan kehidupan dan kesehatan masyarakat. Menurut PP No. 41 Tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

(2)

2.1.2.Sumber Pencemaran Udara

Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami (natural) dan aktivitas manusia (kegiatan antropogenik). Sumber pencemaran alami adalah letusan gunung berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu spora tumbuhan dan lain sebagainya sedangkan pencemaran udara aktivitas manusia secara kuantitatif sering lebih besar seperti transportasi, industri, pertambangan, dari sampah baik akibat dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah tangga (Soedomo, 2001).

Sumber polusi utama berasal dari transportasi di mana hampir 60 % dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15 % terdiri dari hidrokarbon. Sumber – sumber polusi lainnya adalah pembakaran, proses industri, pembuangan limbah dan lain – lain (Fardiaz, 2003).

(3)

Gambar 2.1. Memprakirakan Dampak Lingkungan : Kualitas Udara Sumber : Kemenlh, 2007

(4)

Tabel 2.1. Sumber Bahan Pencemar yang Menghasilkan Bahan Pencemar Udara

Bahan Pencemar Sumber Pencemar

HC CO2 CO SO2 NO NO2

Sumber Stasioner + + + + + +

Proses Industri + + + + + +

Sampah Padat + + + + + +

Pembakaran Sisa Pertanian + + + - + +

Transportasi + + + + + +

Bahan Bakar minyak + + + + + +

Bahan bakar gas alam - + - - - -

Bahan bakar kayu - + - - + +

Insinerator + + + + + +

Kebakaran hutan + + + - + +

Sumber : Urone (1976); NadaKavukaren (1986); Esmem (1989); Graedel & Cratzen (1989); Masters (1991) dalam Mukono (1997)

Keterangan : + = menghasilkan - = tidak menghasilkan

(5)

kejadian tersebut akan mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara ambien sehingga mengubah kualitas udara ambien.

Bahan pencemar udara atau polutan dibagi menjadi dua bagian (Mukono, 1997) :

1. Polutan Primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu dan dapat berupa :

a. Gas, terdiri dari :

• Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi dan karbon oksida (CO atau CO2

• Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida )

• Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak

• Senyawa halogen, yaitu fluor, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi dan bromin.

b. Partikel

(6)

• asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga) dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.

• Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.

• Uap adalah partikel bentuk gas yang merupakan hasil dari proses sublimasi, distilasi atau reaksi kimia

• Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air. 2. Polutan Sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia dari udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2

• Konsentrasi relatif dari bahan reaktan

yang menghasilkan N dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

• Derajat fotoaktivasi • Kondisi iklim

• Topografi lokal dan adanya embun

Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy Acyl Nitrat (PAN) dan Formaldehid.

(7)

bagi kesehatan adalah partikel, diikuti berturut – turut oleh NOx, SOx, Hidrokarbon dan yang paling rendah toksisitasnya adalah Karbon Monoksida (CO).

Tabel 2.2. Toksisitas Polutan Udara

Polutan Level Toleransi Toksisitas Relatif

Ppm µg/m3

CO 32,0 40000 1.00

HC - 19300 2.07

SOx 0.50 1430 28.0

NOx 0.25 514 77.8

Partikel - 375 106.7

Sumber : Babcock (1971) dalam Fardiaz (2003) 2.1.3. Bahan Pencemar dan Dampaknya

Dampak pencemaran udara saat ini merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Negara – Negara Industri. Akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara ternyata sangat merugikan sebab tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia tetapi juga dapat merusak lingkungan seperti hewan, tanaman, bangunan gedung dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Amerika pada tahun 1980, kematian yang disebabkan oleh pencemaran udara mencapai angka kurang lebih 51.000 orang. Menurut para ahli pada sekitar tahun 2000 an kematian yang disebabkan yang disebabkan oleh pencemaran akan mencapai angka 57.000 orang pertahunnya. Selain itu kerugian materi yang disebabkan oleh pencemaran udara apabila dikur dengan uang dapat mencapai sekitar 12 – 16 juta US dolla pertahun (Wardhana, 2004)

(8)

mengingat keduanya dapat membahayakan kesehatan pribadi atau kesehatan flora dan fauna lingkungan, menimbulkan kekhawatiran di antara masyarakat setempat, membahayakan operasi yang aman atau untuk debu, meningkatkan tingkat keausan mesin yang bergerak. Debu serta bau bisa mengganggu dan menimbulkan keluhan.

Kualitas udara dipengaruhi oleh konsentrasi sejumlah besar zat yang mungkin ada, beberapa terjadi secara alami dan lainnya karena kegiatan manusia. Pencemar yang dikeluarkan dari penambangan dan kegiatan terkait terdiri dari gas dan partikel primer (misalnya debu). Partikel sekunder terbentuk di atmosfer karena reaksi yang melibatkan pencemar utama nonpartikel : contohnya pembentukan dalam kepulan dari partikel sulfat dari emisi sulfur dioksida.

Bahan pencemar partikulat di udara berupa partikel padat debu, suspensi, cairan berupa kabut, lahan, debu Pb, debu asbes dan tetesan asam sulfat yang menyebabkan kurangnya daya pandang dan menyerap sinar matahari. Partikulat ini menyebabkan korosi terhadap alat dan mesin dunia industri, terjadinya erosi gedung – gedung dan gangguan saluran pernapasan manusia. Partikulat yang dihasilkan oleh industri kendaraan bermotor dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia seperti bronkhitis(Suharto, 2011).

(9)

jantung dan asma, meningkatkan kasus alergi bagi yang hipersensitif terhadap polutan tertentu dan meningkatkan kasus kanker terutama kanker paru.

Tumbuhan di daerah berkualitas udara buruk dapat mengalami berbagai jenis penyakit. Hujan asam menyebabkan daun memiliki bintik-bintik kuning. Hujan asam akan menurunkan pH air sehingga kemudian meningkatkan kelarutan logam berat misalnya merkuri (Hg) dan seng (Zn). Akibatnya, tingkat bioakumulasi logam berat di hewan air bertambah. Penurunan pH juga akan menyebabkan hilangnya tumbuhan air dan mikroalga yang sensitif terhadap asam.

Beberapa contoh gangguan estetika udara ambien adalah bau tidak enak, debu - debu beterbangan dan udara berkabut. Bau tidak enak dapat ditimbulkan oleh emisi gas-gas sulfida, amoniak, dan lainnya. Udara berasap kabut (asbut) atau smoke and fog (smog) akan mengurangi jarak pandang (visibility) kita. Hal ini sangat membahayakan keselamatan pengendara mobil dan motor, selain juga keselamatan penerbangan. Smog atau asbut umumnya disebabkan oleh adanya reaksi fotokimia dari senyawa organik volatil (VOC atau volatile organic compounds) dengan NOx.

(10)

Dampak terhadap kondisi iklim umumnya digolongkan sebagai dampak skala makro. Jangkauannya mencapai ribuan kilometer lebih. Dampak skala makro umumnya disebabkan oleh unsur-unsur polutan yang relatif stabil, seperti CO2

2.1.3.1. Partikel

, metana, dan CFC. Dampak terhadap kesehatan manusia, aspek estetika, dan keutuhan bangunan umumnya terjadi dalam skala mikro dan skala meso yang jangkauan dampaknya dapat mencapai ratusan kilometer.

a. Sifat dan Karakteristik

(11)

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka partikel meliputi berbagai macam bentuk yang dapat berupa keadaan – keadadan berikut ini (Wardhana, 2004) :

a. Aerosol adalah istilah umum yang menyataka adanya partikel yang terhambur dan melayang di udara

b. Fog atau kabut adalah aerosol yang berupa butiran – butiran air yang berada di udara

c. Smoke atau asap adalah aerosol yang berupa campuran antara butir padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara

d. Dust atau debu adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang di udara karena adanya hembusan angin

e. Mist artinya mirip dengan kabut. Penyebabnya adalah butiran – butiran zat cair yang terhambur dan melayang di udara

f. Fume artinya mirip dengn asap hanya saja penyebabnya adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap panas (khususnya uap logam)

g. Plume adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri (pabrik) h. Haze adalah setiap bentuk aerosol yang menganggu pandangan di udara

(12)

Partikel – partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru – paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena 3 hal penting yaitu :

1) Partikel tersebut mungkin beracun karena sifat – sifat kimia dan fisiknya.

2) Partikel tersebut mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran pernafasan dapat menganggu pembersihan bahan – bahan lain yang berbahaya.

3) Partikel – partikel tersebut mungkin dapat membawa molekul – molekul gas yang berbahaya baik dengan cara mengabsorsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul – molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru – paru yang sensitif. Karbon merupakan partikel yang umum dengan kemampuan yang baik untuk mengabsorbsi molekul – molekul gas pada permukaannya.

Partikel berukuran ≤ 10 mikron menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. PM2,5

Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel masih melayang – laying sebagai pencemar udara sebelum jatuh ke bumi. Waktu hidup partikel berkisar sampai beberapa detik sampai beberapa bulan,

(13)

sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel , massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup (Wardhana, 2004).

b. Dampak terhadap Kesehatan

Ukuran partikel memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan lokasi menetapnya partikel serta dampak yang ditimbulkan saat terhidap ke dalam paru – paru. Partikel yang cukup besar, misalnya yang termasuk pada TSP biasanya akan tersaring di hidung dan tenggorokan serta tidak menimbulkan efek yang berbahaya. Sementara partikel – partikel yang lebih kecil seperti PM10 dan PM2.5

• Meningkatnya gejala gangguan pernapasan seperti iritasi,batuk – batuk dan kesulitan bernapas

akan masuk lebih dalam ke system pernapasan manusia dan menyebabkan gangguan pernapasan. Beberapa penelitian menghubungkan antara paparan pencemar partikulat dan beberapa gangguan seperti berikut :

• Menurunnya fungsi paru – paru • Memperparah penyakit asma • Menimbulkan bronchitis kronis • Serangan jantung ringan

• Kematian dini bagi penderita penyakit jantung dan paru – paru

(14)

dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 µm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru – paru pada anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3

Partikel inhalable juga dapat merupakan partikel sekunder yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas – gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik – kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yyang terbentuk dari gas SO

dapat memperparah kondisi penederita bronchitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya. Partikel yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya.

2

Beberapa dampak yang disebabkan oleh PM

dan NOx. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable karena berukuran kecil serta bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam system pernapasan menimbulkan dampak yang lebih berbahaya (Pussarpedal, 2011).

10 dan PM2.5 • Berkurangnya jarak pandang yang terutama disebabkan oleh PM

diantaranya adalah :

• Timbulnya kerusakan lingkungan akibat mengendapnya partikel yang mengandung asam pada perairan – perairan, tanah serta hutan

2.5

(15)

Beberapa penelitian sebelumnya telah menghubungkan antara paparan polutan partikulat terespirasi dengan beberapa kejadian penyakit saluran pernafasan. Seperti yang dilakukan oleh Mutius et al. di Jerman Timur, bahwa peningkatan konsentrasi partikulat, SO2

2.1.3.2. Sulfur Dioksida (SO

, NOx, serta kombinasi antara ketiganya di udara ambien berhubungan dengan peningkatan risiko anak-anak mengidap penyakit saluran pernafasan bagian atas dan asma.

2

a. Sifat dan Karakteristik )

Sufur Dioksida adalah salah satu spesies dari gas – gas oksida sulfur (SOx). Sulfur Dioksida (SO2) merupakan gas yang sangat mudah terlarut dalam air, gas tidak berwarna, berbau dalam konsentrasi pekat dan tidak mudah terbakar.Sebagaimana O3, pencemar sekunder yang terbentuk dari SO2

SO

seperti partikel sulfat dapat berpindah dan terdeposisi jauh dari sumbernya (Pusarpedal, 2011).

(16)

menghasilkan polutan gas dari emisi gas SO2 adalah industri gula, industri penyulingan minyak, dll. Sumber terbesar dari SO2

b. Dampak Terhadap Kesehatan

adalah pembakaran bahan bakar fosil dari pembangkit listrik (73%) dan kegiatan industri lainnya (20%) (U.S. Environmental Protection Agency, 2010).

Gas SO2 telah lama dikenal sebagai gas yang dapat menyebabkan iritasi pada system pernapasan, seperti pada selapurt lender hidung, tenggorokan dan saluran udara di paru – paru. Efek kesehatan ini menjadi lebih buruk pada penderitas asma. Di samping itu SO2

Aerosol yang dihasilkan sebagai pencemar sekunder umumnya mempunyai ukuran yang sangat halus sehingga dapat terhisap ke dalam system pernapasan bawah. Aerosol sulfat yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan dampak kesehatan yang lebih berat daripada partikel – partikel lainnya karena mempunyai sifat korosif dan karsinogen. Oleh karena gas SO

dapat terkonversi di udara menjadi pencemar sekunder seperti aerosol sulfat.

2 berpotensi untuk menghasilkan aerosol sulfat sebagai pencemar sekunder, kasus peningkatan angka kematian karena kegagalan pernapasan tertutama pada orang tua dan anak – anak sering berhubungan dengan konsentrasi SO2

Dari penelitian diketahui iritasi tenggorokan terjadi pada pajanan SO

dan partikulat secara bersamaan (Harrop, 2002)

(17)

membentuk asam dan turun sebagai hujan asam. Jika terjadi hujan asam, maka akan terjadi kerusakan tanaman dan material. Dampak hujan asam dapat terjadi pada wilayah yang jauh dari sumber pencemar SO2 karena adanya pengaruh meterologi terutama angin. Selain menyebabkan hujan asam, SO2 juga dapat mengurangi jarak pandang karena gas maupun partikel SO2 mampu menyerap cahaya sehingga menimbulkan kabut. SO2

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO

menyebabkan sesak nafas bahkan kematian pada manusia dan hewan, sedangkan pada tumbuhan menghambat fotosintesis, proses asimilasi dan respirasi.

(18)

Tabel 2.3. Pengaruh Kadar SO2 Konsentrasi

(ppm)

terhadap Kesehatan Pengaruh

3 -5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya

8 – 12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan 20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata

20 Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk

20 Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama

50 – 100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontrak singkat (30 menit)

400 – 500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat Sumber : Depkes RI, 2007

Gambar 2.3. menunjukkan efek gas SO2 terhadap saluran pernafasan. Gas SO2 masuk ke dalam tubuh manusia dapat melalui hidung dan mulut dengan cara bernapas dalam. Berhubung dengan kelarutan gas SO2

Laju korosi beberapa jenis logam terutama besi, baja dan seng dirangsang pada kondisi lingkungan yang terkontaminasi SO

cukup tinggi, maka dapat dengan cepat menyebabkan iritasi bronchus, bronchiole dan alveoli sehingga produksi selaput dan lendir (mucosa) meningkat. Hal ini akan menyebabkan resistensi saluran udara pernapasan meningkat dan akan menyebabkan konstriksi bronchus (Mukono, 2005)

(19)

Gas SO

Masuk Melalui Hidung dan Mulut dengan Bernafas Dalam 2

Kelarutan Cukup Tinggi

Iritasi

Dinding Bronchus, Bronchiole dan Alveolus (Selaput Lendir Meningkat)

Resistensi Meningkat

Bronco Konstriksi Gambar 2.2. Efek gas SO2

Sumber : Mukono, 2005

terhadap Saluran Pernapasan

2.1.4. Aspek Klimatologi Pencemaran Udara

(20)

secara parsial menimbulkan perbedaan tekanan udara, dengan demikian akan terjadi aliran udara dari daerah yang bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Gaya gravitasi bumi mempengaruhi jarak yang ditempuh (distribusi) oleh zat pencemar, semakin berat zat pencemar semakin dekat jarak distribusinya.

Menurut Fardiaz (2003) selain oleh tenaga pendorong, dispersi pencemar dalam udara dipengaruhi juga oleh faktor konstribusi yaitu arah dan kecepatan angin, kelembaban dan suhu rendah, curah hujan, inversi dan faktor cuaca lain. Udara di sekeliling kita, atau udara ambien, memiliki kualitas yang mudah berubah. Intensitas perubahannya dipengaruhi oleh interaksi antar berbagai polutan yang dilepas ke udara ambien dengan faktor-faktor meteorologis (angin, suhu, hujan, cahaya matahari). Berikut ini akan dibahas beberapa hal mendasar tentang perubahan kualitas udara. 1. Suhu

Peningkatan suhu dapat menjadi katalisator atau membantu mempercepat reaksi kimia perubahan suatu polutan udara. Suhu yang menurun pada permukaan bumi dapat menyebabkan peningkatan kelembaban udara sehingga akan meningkatkan efek korosif bahan pencemar di daerah yang udaranya tercemar. Pada suhu yang meningkat akan meningkat pula kecepatan reaksi suatu bahan kimia

2. Kelembaban

(21)

udara dan membentuk partikel yang berukuran lebih besar sehingga mudah mengendap ke permukaan bumi oleh gaya tarik bumi.

Kelembaban yang tinggi akan menyebabkan terhalangnya radiasi matahari ke bumi karena terbentuknya awan di atmosfer. Konsentrasi partikel yang tersuspensi yang meningkat di udara juga akan berakibat pada berkurangnya jarak pandang (visibility) karena udara yang berkabut (Oke, 1987).

Kelembaban udara relatif yang rendah (< 60 %) di daerah tercemar, SO2 akan mengurangi efek korosif dari bahan kimia tersebut. Pada kelembaban relatif lebih atau sama dengan 80 % di daerah tercemar SO2 akan terjadi peningkatan efek korosif SO2

3. Sinar Matahari tersebut.

Sinar matahari juga mempengaruhi kadar pencemar udara di udara karena dengan adanya sinar matahari tersebut maka beberapa pencemar di udara dapat dipercepat atau diperlambat reaksinya dengan zat – zat lain di udara sehingga kadarnya dapat berbeda menurut banyaknya sinar matahari yang menyinari bumi. Sinar matahari dapat mempengaruhi bahan oksidan terutama O2

4. Arah dan Kecepatan Angin

di atmosfer. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan/alat bangunan, atau bahan yang terbuat dari karet. Sinar matahari dapat meningkatkan rangsangan untuk merusak bahan.

(22)

kecepatan angin. Semakin tinggi kecepatan angin maka pengenceran dan pencemaran polutan dan sumber emisi di atmosfer semakin besar. Adanya bangunan – bangunan yang tinggi di dalam kota mengakibatkan kecepatan angin berkurang dan arah angin berubah.

2.1.5. Baku Mutu Udara Ambien (BMUA)

Menurut Fardiaz (2003) untuk menghindari pencemaran udara di lingkungan ditetapkan baku mutu udara yang dapat dibedakan atas baku mutu udara ambien dan baku mutu udara emisi. Baku mutu udara ambien adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar terdapat di udara, namun tidak menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh – tumbuhan dan atau benda. Baku mutu emisi adalah batas kadar yang diperbolehkan bagi zat atau bahan pencemar untuk dikelluarkan dari sumber pencemaran ke udara sehingga tidak mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.

(23)

sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak (Drupsteen, Th, G dan L. Woltgens,1996).

Menurut Kristanto (2013), Fungsi Baku Mutu Ambien di dalam pencemaran udara :

1. Sebagai indikator untuk secara dini mengetahui bahwa suatu udara sudah mulai dicemari oleh suatu bahan/zat yang dinyatakan melalui Baku Mutu Ambien. 2. Sebagai parameter untuk menyatakan sampai batasan berupa suatu zat akan

mulai berubah sifatnya dari suatu kontaminan menjadi suatu polutan.

3. Baku mutu ambien digunakan sebagai pedoman di dalam program pengendalian masalah pencemaran udara.

4. Digunakan untuk perlindungan bagi kesehatan masyarakat.

Faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan BMUA meliputi : a. Reseptor sensitif.

b. Kelakuan Polutan di atmosfir. c. Kelakuan Polutan di lingkungan.

d. Level natural dan fluktuasi, level konsentrasi dan fluktuasi pencemar yang terjadi secara alami atau masuk ke dalam atmosfir dari sumber pencemar yang tidak terkontrol atau sumber natural.

e. Teknologi, biaya dan ketersediaan teknologi untuk mengontrol atau mengurangi emisi.

(24)

sumber tidak bergerak spesifik. Sumber bergerak adalah sumber emisi yang bergerak atau tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari kendaraan bermotor.Sumber tidak bergerak adalah sumber emisi yang tetap pada suatu tempat. Baku mutu emisi sumber tidak bergerak adalah batas kadar maksimum dan/atau beban emisi maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara ambien.

Contoh sumber emisi tidak bergerak yang digunakan dalam usaha dan/atau kegiatan tersebut terutama kegiatan industri adalah turbin gas (gas turbine), alat kompresi gas (gas compressor), boiler dan incinerator. Adapun alat yang digunakan sebagai sarana pembuangan emisi adalah cerobong (chimney) dan flare (suar pembakar).

Penentuan baku mutu udara ambien tidak sama bagi setiap negara, berbagai pertimbangan akan bermacam kepentingan ikut mendasari. Biasanya aspek – aspek yang digunakan untuk pertimbangan dalam penentuan adalah sebagai berikut :

1. Aspek proteksi bagi kesehatan masyarakat.

2. Aspek proteksi bagi kepentingan ekonomi (pertumbuhan industry nasional). 3. Aspek kemampuan teknologi dalam hubungannya dengan monitoring masalah

pencemaran itu sendiri.

4. Aspek proteksi lingkungan yang dikaitkan dengan dengan prospek perlindungan sumber daya hayati dan lain – lain (Kristanto, 2013)

(25)

untuk menilai kondisi udara ambient secara umum dan 4 parameter lain yang hanya berlaku untuk menilai kondisi udara ambient di kawasan industri kimia dasar.(Kemenlh, 2007). Adapun 9 parameter tersebut adalah SO2, CO, NO2,O3 HC, PM 10

Pada saat ini sesuai dengan perkembangan pengetahuan mengenai kesehatan, WHO juga telah menetapkan panduan baku mutu ambien yang lebih ketat dibanding waktu lalu dengan lebih memperhatikan segmen masyarakat yang mengidap penyakit kronis terkait dengan ISPA maupun penyakit dalam lainnya. Pada Tabel 2.5 di jelaskan Baku Mutu Udara Ambien untuk 9 Parameter diatas berdasarkan WHO, National Ambient Air Quality Standars – USEPA dan PP No. 41 Tahun 1999.

, PM 2,5, Debu, Timah Hitam (Pb) dan Dust Fall/Debu Jatuh.

Tabel 2.4. Baku Mutu Udara Ambien Berdasarkan WHO, National Ambient Air Quality Standars – USEPA dan PP No. 41 Tahun 1999

No. Parameter Acuan Waktu

Analisis Peralatan

(26)

PP No. 41

Tahun 1999 24 jam 150

Tabel 2.4. (Lanjutan)

No. Parameter Acuan Waktu

Analisis Peralatan

(27)

Standars – Tabel 2.4. (Lanjutan)

No. Parameter Acuan Waktu

Analisis Peralatan

(28)

USEPA

Tabel 2.4. (Lanjutan)

No. Parameter Acuan Waktu

Analisis Peralatan

9. Dust Fall

(Debu Jatuh)

WHO - -

Gravime-tric Cannister

National Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah

2.2.Gangguan Saluran Pernapasan

(29)

terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (Suspended Partikulat Matter) didalam udara ambien. Bila seseorang sepanjang hidupnya atau dalan jangka waktu yang lama terpapar secara kumulatif maka selanjutnya akan menimbulkan dampak gangguan pada kesehatannya. Dampak kesehatan ini tidak tergantung apakah pemaparan kumulatif berasal dari pemaparan level singkat namun tinggi (akut) ataukah pada pemaparan pada level rendah tapi sepanjang waktu. (kronis). Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)

Pencemaran udara dapat mengakibatkan terjadinya radang paru dan jika hal ini berlangsung terus menerus dapat kelainan faal paru obstruktif atau dengan nama lain Penyakit Paru Paru Obstruktif Menahun (PPOM). PPOM merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Penyakit yang tergolong dalam PPOM antara lain adalah bronchitis kronis, emfisema paru dan asma bronkiale (Price & Wilson, 1992).

Faktor etiologi utama dari bronchitis adalah rokok atau polusi udara lain yang biasa terdapat di daerah industri . Polusi udara yang menahun merupakan predisposisi sehingga penderita dapat mengalami serangan berulang. Hal ini dapat terjadi karena polusi udara tersebut dapat memperlambat aktivitas silia dan fagositosis sehingga produksi mucus meningkat.

(30)

bahan polutan gas SO2 dan partikel debu.Beberapa penelitian lain juga telah diperkirakan adanya hubungan antara tingginya kadar bahan polutan gas SO2

Saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneks seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernapasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ – organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 1999)

dan partikel dengan penyakit infeksi saluran pernapasan bagian tas dan Bronkhitis (Pope dkk, 1989)

Gangguan saluran pernapasan menurut Wardhana (2004) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru – paru dan polusi udara lainnya.

2.2.1. Gejala – Gejala Saluran Pernapasan

Penyakit paru atau saluran napas dengan gejala umum maupun gejala pernapasan antara lain batuk, batuk darah, sesak napas dan nyeri dada. Secara terinci yaitu (Surya,1990) :

a. Batuk

(31)

terjadi akibat reflex yang dipacu oleh perangsang laring, trachea atau bronchi yang besar karena hilangnya compliance paru. Batuk merupakan gejala yang paling umum akibat pernapasan. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik dan kimia. Inshalasi debu, asap dan benda – benda asing berukuran kecil merupakan penyebab batuk paling sering (Surya, 1990) b. Batuk Darah

Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran napas, karena batuk yang terlalu kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada penderita TB paru (tuberculosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena dapat menyebabkan kematian dan harus mendapat pertolongan yang cepat. Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika karena TBC maka harus diberikan obat TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk (Surya, 1990). c. Sesak Napas

(32)

sesak napas sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.

Menurut Anwar (2004) gejala – gejala saluran pernapasan adalah : a. Pilek

Pilek adalah sekelompok gejala pada saluran pernpasan atas yang disebabkan oleh sejumlah virus yang berbeda. Pilek biasa menghasilkan gejala ringan yang hanya berlangsung 5 – 10 hari. Keluhan yang paling umum adalah ingusan, bersin, penyumbatan hidung, sakit kepala, sakit tenggorakan dan batuk

b. Asma

Asma adalah penyakit yang menyerang cabang – cabang bronkus yang tidak memiliki kerangka cincin tulang rawan, sehingga terjadi penyempitan mendadak. Akibatnya penderita sesak napas, sehingga untuk membantu pernapasan seluruh otot – otot pernapasan difungsikan secara maksimal. Penyebab asma adalah alergi atau peka terhadap berbagai bahan seperti : butir – butir sari bunga, bulu kucing, spora jamur dan sebagainya.

c. Infeksi Tenggorakan/Faringitis

(33)

Menurut WHO dampak pencemaran udara terhadap kesehatan manusia tergantung kepada jenis bahan pencemar dan efeknya terhadap masing – masing individu berbeda – beda. Secara umum efek dari bahan pencemar adalah gangguan fungsi paru dan system pernapasan. Menurut Chandra (2007) efek pencemaran udara terhadap kesehatan manusia dapat terlihat sebagai berikut :

a. Efek Cepat

Hasil studi epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan mendadak kasus pencemaran udara akan meningkatkan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pernafasan. Pada situasi tertentu, gas CO dapat menyebabkan kematian mendadak karena daya afinitas gas CO terhadap haemoglobin darah (menjadi methahaemoglobin) yang lebih kuat dibanding daya afinitas O2

b. Efek Lambat

sehingga terjadi kekurangan gas oksigen di dalam tubuh.

Pencemaran udara diduga sebagai salah satu penyebab penyakit bronchitis kronis dan kanker paru primer. Penyakit yang disebabkan oleh pencemaran udara antara lain emfisema paru, black lung disease, asbsestosis, silikosis, bisinosis dan pada anak – anak penyakit asma dan eksema.

(34)

1. Iritasi pada saluran pernafasan yang dapat menyebabkan pergerakan silica menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan

2. Peningkatan produksi lender, akibat iritasi oleh bahan pencemar 3. Produksi lender dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan 4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan

5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit

6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lender

7. Akibat dari semua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan

2.3. Industri Gula

Menurut USEPA terdapat 17 kategori industri yang memiliki status sangat berpotensi (toksik) untuk mencemari udara. Kategori industri tersebut dapat dilihat pada tabel 2.6. berikut ini (BPLHD, 2013) :

Tabel 2.5. Kategori Industri yang Sangat Berpotensi Mencemari Udara menurut USEPA

No. Jenis Industri Jenis Industri (Bahasa Inggris) 1. Peleburan Aluminium Aluminium smelting

(35)

3. Pabrik Soda api Caustic Soda 4. Pabrik Semen (200 ton/hari atau

lebih)

Cement (200 tonnes per day (TPD) and above

5 Peleburan Tembaga Copper smelting

6 Pewarna Dyes and dye intermediate

7 Fermentasi (penyulingan) Fermentation (Distillery)

8 Pabrik Pupuk Fertilizer

9 Pabrik Besi dan Baja terintegrasi Integrated iron and steel Tabel 2.5. (Lanjutan)

No. Jenis Industri Jenis Industri (Bahasa Inggris) 10 Pabrik Pengolahan kulit termasuk

penyamakan kulit

Leather processing including tanneries 11 Penyulingan minyak Oil Refinery

12. Pabrik Formulasi dan manufaktur pestisida

Pesticide formulation and manufacturing

13. Pabrik pulp and paper (30 ton/hari atau lebih)

Pulp and paper (30 TPD and above) 14 Pabrik Petrokimia Petrochemical

15 Pabrik Gula Sugar

16 Energi Termal Thermal power

17 Peleburan Seng Zinc smelting

Tebu adalah tanaman yang di tanam untuk bahan baku gula. Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 m di kawasan yang mendukung. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa di panen kurang lebih satu tahun. Tebu dapat di panen dengan cara manual atau menggunakan mesin – mesin pemotong tebu. Daun kemudian dipisahkan dari batang tebu, kemudian di bawa pabrik untuk diproses menjadi gula. Tebu merupakan tanaman sumber pemanis alamiah. Tanaman ini dapat tumbuh di setiap jenis tanaman, dari dataran rendah hingga dataran tinggi pada ketinggian 1.400 m di atas permukaan laut.

(36)

penghilangan warna dan sampai proses pengepakan sehingga sampai ke tangga konsumen. Proses produksi yang terdapat di Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) yang memperoduksi gula GKP1 (Gula Kristal Produk 1) dengan bahan baku utama adalah tebu dan bahan pembantu proses adalah kapur tohor dan belerang. Tebu segar menggambarkan bahwa tebu digiling dalam rentang waktu kurang dari 24 jam setelah ditebang. Tebu yang lambat tergiling biasanya mengandung desktran dalam jumlah banyak sehingga akan menganggu proses pemurnian dan menurunkan perolehan sukrosa. Proses pengolahan tebu di PGSS dilakukan dalam 7 stasiun sebagai berikut ini :

1. Stasiun Gilingan 2. Stasiun Pemurnian 3. Stasiun Penguapan 4. Stasiun Talodura

5. Stasiun Masakan atau Kristalisasi 6. Stasiun Putaran

7. Finishing

(37)

selanjutnya adalah limbah B3 yang terdiri dari oli bekas, aki bekas, lap majun, dan lampu TL yang disimpan di tempat penyimpanan sementara limbah B3. Oli bekas dan aki bekas berasal dari stasiun gilingan, mesin-mesin produksi, genset dan workshop (operasional kendaraan dan alat berat). Lap majun diperoleh dari lap bekas pembersihan mesin, pompa, oli, dan lain-lain. Lampu TL diperoleh dari lampu yang sudah rusak atau mengalami gangguan sehingga tidak bisa digunakan kembali.

Limbah pabrik berupa gas adalah asap buangan dari Boiler yang banyak mengandung abu ketel yang terbawa angin sampai puluhan kilometer dan membuat hitam apa pun yang terkena, sangat mengganggu kesehatan terutama masyarakat yang berada di sekitar pabrik. Upaya yang dilakukan pabrik untuk mengatasinya antara lain dengan pemasangan penangkapan debu (dust collector) dan pemasangan cerobong/stack (PGSS, 2014).

Untuk Pengendalian Pencemaran Udara pada Industri/Sumber tidak Bergerak sebagai berikut :

a. Pemeriksaan terhadap sumber-sumber emisi mulai dari ruang proses produksi, kegiatan utilitas seperti steam boiler, power boiler, boiler oil thermat heater, genset, cogen, power plant, tungku pembakaran.

b. Pemeriksaan kondisi seluruh cerobong, baik dari proses produksi maupun kegiatan utilitas.

(38)

d. Pemeriksaan kegiatan sumber emisi dan karakteristik emisi yang dihasilkan. Sumber emisi dan karakteristik emisi Industri Gula berdasarkan PermenKLH No. 12 Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 2.7 berikut ini :

Tabel 2.6 Sumber Emisi dan Karakteristik Emisi Industri Gula Jenis

Industri

Jenis Kegiatan

Sumber Karakteristik

Industri Gula A.Proses Produksi

a.Total Sulfur Tereduksi (Total Reduce Sulfur – TRS)

b.Sulfur Dioksida (SO2) b. Sulfinasi

Gula Proses Karbonisasi

a. Total Sulfur Tereduksi (Total Reduce Sulfur – TRS)

b. Sulfur Dioksida (SO2) Proses

a.Total Sulfur Tereduksi (Total Reduce Sulfur – TRS)

b.Sulfur Dioksida (SO2) B.Utilitas Botler, Genset a.Total Partikel

b.SO2 c.Opasitas

2.4. Landasan Teori

(39)

berasal dari sumbernya menyebar melalui simpul media atau wahana yang meliputi udara, air, tanah, makanan dan vektor atau manusia itu sendiri.

Setelah agen sampai pada tubuh manusia kemudian bereaksi dan pada akhirnya memberikan dampak sakit mulai dari yang ringan sampai berat. Bibit penyakit yang berasal dari sumbernya (simpul 1) menjalar melalui media yang ada di lingkungan (simpul 2) yang disebut ambien. Selanjutnya sampai di tubuh manusia (simpul 3) kuman terebut melekat (adsorbsi) dan meresap masuk (absorbs) yang akhirnya muncul sakit atau sehat (simpul 4). Perjalanan agen dari sumber sampai muncul penyakit dilukiskan dalam gambar 2.2

Analisis Hubungan Kualitas Udara Ambien dengan keluhan gangguan pernapasan pada masyarakat sekitar Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS) dilakukan mengacu kepada Teori Simpul (Achmadi,2012) yaitu proses kejadian penyakit diuraikan dalam 4 simpul sebagai berikut :

1. Simpul 1 merupakan sumber penyakit

Sumber penyakit adalah titik yang secara konstan maupun sewaktu – waktu mengeluarkan satu atau lebih berbagai agent penyakit. Sumber penyakit dalam penelitian ini yaitu agen penyakit (risk agent) berupa adanya bahan pencemar udara di lingkungan masyarakat yang berasal dari Pabrik Gula Sei Semayang. 2. Simpul 2 merupakan komponen lingkungan yang merupakan media transmisi

(40)

Media Transmisi penyakit dalam penelitian ini yaitu kualitas udara ambien yang tidak sehat yang dipengaruhi oleh emisi udara dari pabrik dan faktor meteorologist

3. Simpul 3 merupakan perilaku pemajanan (host)

Perilaku pemajanan (host) adalah jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang mengandung potensi bahaya penyakit (agen penyakit) . Dalam penelitian ini adalah kontak masyarakat yang berada di sekitar Pabrik Gula Sei Semayang dengan udara ambien.

4. Simpul 4 adalah Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit merupakan outcome hubungan interaktif antara penduduk dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Manifestasi dampak akibat hubungan antara penduduk dengan lingkungan menghasilkan penyakit pada penduduk. Dalam penelitian ini, dampak kesehatan bagi masyarakat adalah keluhan secara subyektif berupa gangguan pernapasan.

(41)

Gambar 2.3. Model Simpul Perjalanan Penyakit Sumber : Achmadi, 2012

2.5. Kerangka Konsep

Kualitas udara di sekitar industri dipengaruhi oleh emisi bahan pencemar yang lepas ke udara melalui cerobong pabrik yang terdiri dari gas dan partikel (debu). Akibat lepasnya bahan pencemar tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran udara sehingga menyebabkan turunnya kualitas udara di sekitar industri tersebut. Pencemaran udara juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti kecepatan dan arah angin serta cuaca. Akibat dari kegiatan industri dapat menimbulkan dampak negatif terhadap manusia dan komponen lingkungan disekitarnya. Dampak negatif yang ditimbulkan pada manusia adalah berupa gangguan pernafasan yang kesemuanya tergantung kepada lama bermukim dan jarak rumah dengan sumber pencemaran itu sendiri yaitu industri.

Variabel lain yang berpengaruh (Variabel Supra Sistem) yaitu

(42)

Berdasarkan landasan teori diatas maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Faktor Meteorologis : • Suhu

• Kelembaban • Kecepatan angin Kualitas Udara Ambien : • SO2

• Partikel Debu

Karakteristik Responden : • Umur

• Pendidikan • Pekerjaan

• Lokasi Bermukim • Jarak Bermukim • Lama Bermukim

• Lama Tinggal di Rumah

Keluhan Gangguan Pernafasan pada masyarakat sekitar

Pabrik Gula Sei Semayang (PGSS)

Memenuhi syarat PP No. 41 Tahun 1999

Tidak Memenuhi syarat PP No. 41

(43)

Gambar

Gambar  2.1.  Memprakirakan Dampak Lingkungan : Kualitas Udara
Tabel 2.1. Sumber Bahan Pencemar yang Menghasilkan Bahan
Tabel  2.2.  Toksisitas Polutan Udara
Tabel 2.3. Pengaruh Kadar SO2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan banyak alat ukur temperatur pada berbagai titik dapat memberikan informasi bidang temperatur field, dimana T = T (x, y, z, t). Temperatur dari sebuah partikel

Achmad Wardi - Badan Wakaf Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Dompet Dhuafa Republika sebagai pengelola RS - Masyarakat dhuafa (gratis disubsidi dana zakat).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh profesionalisme dalam 5 dimensi: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, keyakinan pada profesi dan hubungan

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

 Pada sisi lain, sebelumnya POOL melakukan penerbitan saham baru melalui mekanisme penawaran umum terbatas (PUT) III dengan memesan efek terlebih dahulu (HMETD) dengan raihan

5ada bayi dan anak usia dibaah  atau 6 tahun, jenis pernapasan adalah pernapasan diagragma atau pernapasan abdomen.3olume oksigen yang di ekspirasi oleh bayi dan anak 4

66 Selasa 13.00 TEE536 Operasi Sistem Tenaga Listrik 3 P TE-STL Sasongko Pramono Hadi, Prof... Ruang kuliah R 2.3 di Gedung KPTU