• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tetehosi Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tetehosi Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah terpenting saat ini di

Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

Masalah kemiskinan ini sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana

berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan

terus menjadi masalah fenomenal dibelahan dunia, khususnya Indonesia yang

merupakan Negara berkembang. Kemiskinan telah membuat jutaan anak tidak bisa

mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan &

investasi, dan masalah lainnya yang menjurus ke arah tindakan kekerasan dan

kejahatan.

Kemiskinan mempunyai berbagai wujud, termasuk kurangnya pendapatan

dan sumber daya produktif yang memadai untuk menjamin kelangsungan hidup;

kelaparan, dan kekurangan gizi; kesehatan yang buruk; keterbatasan akses

pendidikan dan pelayanan dasar lainnya; peningkatan kematian akibat penyakit;

tunawisma dan perumahan yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; dan

diskriminasi sosial dan pengucilan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

menambahkan kemiskinan dicirikan oleh kurangnya partisipasi dalam pengambilan

keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial, dan budaya seperti pengangguran,

tindakan kriminalitas, kelaparan, kematian, dan lain-lain (Barrientos, 2010.

www.bappenas.go.id).

Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai

(2)

masyarakat indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat yang

mengalami pengangguran dalam hal bekerja. Pengangguran yang dialami sebagian

masyarakat inilah yang membuat sulitnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,

sehingga angka kemiskinan selalu ada di Negara Indonesia maupun diseluruh Dunia.

Angka statistik selalu memberikan informasi bahwa masih banyaknya jumlah

penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia yang di kategorikan

supermiskin oleh World Bank pada tahun 2007 mencapai 39 juta orang atau 17,75

persen dari total populasi. Badan pusat statistik (BPS) mencatat, bahwa pada tahun

2007 jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 37,17 juta dari seluruh penduduk

Indonesia. Dan pada tahun 2008 jumlah orang miskin mencapai 34,96 juta atau 15

persen dari total penduduk Indonesia, pada tahun 2009 jumlah orang miskin

mencapai 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia.

Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa atau

13,33 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2011 BPS

menghitung, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 30,02

juta orang atau 12,49 persen dari total seluruh penduduk di Indonesia. Jumlah ini

mengalami penurunan 1 juta orang atau 3,2% dibandingkan dengan penduduk miskin

pada tahun lalu yang mencapai 31,02 juta orang. Jumlah penduduk miskin di

Indonesia pada tahun 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89

juta orang (0,53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011

yang sebesar 30,02 juta orang atau 12,49 persen dari jumlah penduduk di Indonesia.

Pada tahun 2013 kemarin BPS mengumumkan bahwa jumlah penduduk miskin di

Indonesia mencapai 28,07 juta orang atau 11,66 persen dari jumlah keseluruhan

(3)

pengentasan kemiskinan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah berhasil secara

maksimal karena angka kemiskinan sering bergerak secara fluktuatif dari tahun ke

tahun (http://myaminpancasetia.wordpress.comdiakses pada tanggal 17 maret 2014).

Dalam buku karangan Remi dan Tjiptoherijanto (2002) yang berjudul

Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia disebutkan bahwa penyebab utama

kemiskinan suatu rumah tangga adalah rendahnya pendapatan yang mereka terima,

sedangkan karakteristik penduduk miskin tersebut antara lain adalah memiliki

rata-rata jumlah tanggungan yang banyak. Jumlah anggota rumah tangga adalah indikasi

yang dominan dalam menentukan miskin atau ketidakmiskinannya rumah tangga.

Tingkat pendidikan juga jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan rumah tangga

bukan miskin.

Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi

semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini

cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Peran dunia usaha dan masyarakat pada

umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan masyarakat yang

dapat menjadi sumber penting pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan

kemiskinan juga mulai luntur. Untuk itu diperlukannya perubahan yang bersifat

sistemik dan menyeluruh dalam upaya penanggulangan kemiskinan

(http://www.pnpm-mandiri.or.id,kemiskinan-di-indonesia-html diakses pada tanggal

13 maret 2014).

Program-program pengentasan kemiskinan sudah banyak dilakukan di

berbagai negara. Di Negara Indonesia sendiri sudah banyak program-program

penanggulangan kemiskinan dilaksanakan, seperti Inpres desa tertinggal, pemberian

BLT, raskin, kompensasi BBM dalam pengembangan desa tertinggal, perbaikan

(4)

memulai melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai salah satu

program pengentasan kemiskinan. Akan tetapi, hingga saat ini bangsa Indonesia

belum juga benar-benar terlepas dari kemiskinan sejak krisis berkepanjangan.

Kemiskinan merupakan bagaikan mimpi di surga, karena kemiskinan tidak dapat

dihilangkan namun hanya dapat dikurangi.

Peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.

Kerelawanan sosial dalam kehidupan masyarakat yang dapat menjadi sumber penting

dari pemberdayaan dan pemecahan akar permasalahan kemiskinan juga mulai luntur.

Masalah kesejahteraan sosial tidak bisa ditangani oleh sepihak dan tanpa terorganisir

secara jelas kondisi sosial yang dialami masyarakat. Perubahn sosial yang secara

dinamis menyebabkan penanganan masalah sosial ini harus direncanakan dengan

matang dan berkesinambungan. Karena masalah sosial akan selalu ada dan muncul

selama pemerintahan masih berjalan dan kehidupan manusia masih ada.

Kesejahteraan sosial mencakup penyediaan pertolongan dan proses-proses

yang secara langsung berkenaan dengan penyembuhan dan pencegahan

masalah-masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia, dan perbaikan kualitas hidup

ini meliputi pelayanan-pelayanan sosial bagi individu-individu dan keluarga-keluarga

juga usaha-usaha untuk memperkuat atau memperbaiki lembaga-lembaga.

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi yang dapat dari rumusan

Undang-Undang No.11 Tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial,

Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan

keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasusilaan, bencana alam,

dan bencana sosial.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan motor penggerak

(5)

dibutuhkan SDM yang berkualitas untuk membangun bangsa agar bisa bersaing

dengan negara lain baik dalam sektor ekonomi, sosial, politik maupun pertahanan

dan keamanan. SDM Indonesia boleh dikatakan masih tertinggal dengan negara

lainn, hal ini dikarenakan tingkat pendidikan dan kesehatan di Indonesia yang masih

rendah. Oleh karena itu, peningkatan pembangunan kesehatan dan pendidikan

sangatlah penting untuk mendorong pembentukan SDM Indonesia yang berkualitas.

Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan seharusnya menempati posisi penting

dalam setiap rancangan pembangunan nasional.

Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan perlu diupayakan melalui

peningkatan kualitas dan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan diseluruh

pelosok Indonesia. Saat ini permasalahan yang dihadapi terkait pendidikan di

Indonesia diantaranya belum meratanya kesempatan memperoleh pendidikan, belum

meratanya jumlah guru dan tenaga pengajar, masih terbatasnya kualitas sarana dan

prasarana pendidikan dan belum terwujudnya pembiayaan pendidikan yang adil bagi

masyarakat. Sementara itu permasalahan yang dihadapi terkait kesehatan di

Indonesia diantaranya masih rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas

pelayanan kesehatan yang berkualitas, belum optimalnya upaya pengendalian

penyakit di beberapa daerah, masih rendahnya profesionalisme dan pendayagunaan

tenaga kesehatan yang merata ke pelosok nusantara serta masih terbatasnya

pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan perlindungan kesehatan bagi

seluruh masyarakat. ( http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/27/perbaikan-kualitas-pendidikan-kesehatan -yang-lebih-baik-untuk-indonesia-523353.html di akses pada tanggal 20 mei 2014 pukul 12.30 WIB).

Jumlah sumber daya manusia di Indonesia memang melimpah. Namun tidak

(6)

membuat negara Indonesia masih harus bekerja keras untuk mencapai tangga

kesuksesan. Sejatinya pendidikan merupakan hak seluruh warga negara.

Pada kenyataannya, pendidikan yang digadang-gadangkan oleh pemerintah

dapat diperoleh oleh seluruh kalangan masyarakat hanya menjadi sebatas mimpi

karena permasalahan yang kompleks dalam dunia pendidikan di Indonesia. Banyak

anak-anak usia sekolah di Indonesia yang justru harus putus sekolah dan tidak bisa

melanjutkan pendidikannya. Jumlah anak putus sekolah dan berpendidikan rendah di

Indonesia bisa terbilang relatif tinggi. Berdasarkan laporan dari departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, setiap menit ada empat anak yang harus putus sekolah.

Sementara itu, pada tahun 2010 tercatat 1,3 juta anak usia 7-15 tahun di Indonesia

terancam putus sekolah. Tingginya angka putus sekolah ini, salah satunya akibat

mahalnya biaya pendidikan. Tentu saja kondisi ini sangatlah memprihatinkan,

mengingat bahwa seluruh anak di Indonesia harus memperoleh pendidikan dasar

minimal 12 tahun (jenjang SD-SMA).

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, Pada tahun 2010 jumlah

penduduk miskin di Indonesia mencapai 31,02 juta jiwa atau 13,33 persen dari total

seluruh penduduk Indonesia. 31,02 juta jiwa penduduk Indonesia ini mengkonsumsi

makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus kurang gizi dan

lebih dari 100 juta penduduk beresiko terhadap berbagai masalah gizi buruk.

Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mencegah

bertambahnya jumlah kasus gizi buruk. Jika berpijak pada data Unicef (2006),

jumlah balita penderita gizi buruk merupakan kandidat busung lapar di Indonesia

sudah mencapai 2,3 juta jiwa. Ini berarti naik sekitar 500.000 jiwa dibandingkan

dengan data tahun 2005 sejumlah 1,8 juta jiwa. Jumlah tersebut belum termasuk

(7)

yang menyebabkan kekeringan selaput ikat mata. Maslah gizi buruk masih dialami

oleh anak-anak di berbagai daerah di Indonesia dari tahun ke tahun. Hal ini menjadi

potret buruk pemenuhan kebutuhan mendasar bagi masyarakat Indonesia.

Gizi adalah elemen yang terdapat didalam makanan dan dapat dimanfaatkan

secara langsung oleh tubuh seperti halnya karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

mineral, dan air. Gizi yang seimbang dibutuhkan oleh tubuh, terlebih pada balita

yang masih dalam masa pertumbuhan. Dimasa tumbuh kembang balita yang

berlangsung secara cepat dibutuhkan makanan dengan kualitas yang tepat dan

seimbang.

Gizi buruk menjadi perhatian masyarakat ketika media mengangkat

kasus-kasus meninggalnya anak-anak dibanyak daerah karena malnutrisi. Pada awal tahun

2008 ini, kasus gizi buruk kembali mengemuka. Media massa merilis angka yang

disebutkan sebagai jumlah temuan kasus gizi buruk pada anak dari tahun 2004-2007.

Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang perlu

mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia sudah terikat

dengan kesepakatan global untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs)

dengan mengurangi jumlah penduduk miskin dan kelaparan serta menurunkan angka

kematian balita.

Pada tahun 2012, Indonesia adalah Negara kekurangan gizi nomor 5 di dunia.

Peringkat kelima karena jumlah penduduk Indonesia juga diurutan empat terbesar

dunia. Jumlah balita yang kekurangan gizi di Indonesia saat ini sekitar 900 ribu jiwa.

Jumlah tersebut merupakan 4,5 persen dari jumlah balita di Indonesia, yakni 23 juta

jiwa. Daerah yang kekurangan gizi tersebar diseluruh Indonesia, tidak hanya di

(8)

http://jumielvia.wordpress.com/2013/01/25/gizi-buruk-di-negara-kesatuan-republik-indonesia-selamat-hari-gizi-indonesiaku/ diakses tanggal 21 Mei 2014 Pukul 00.30 WIB).

Dalam rangka melaksanakan kewajiban negara, Sebagaimana tertuang dalam

UUD 1945 pasal 34 ayat 1 yang berbunyi, “fakir miskin dan anak-anak terlantar

dipelihara oleh Negara”. Dan ayat 2 berbunyi “Negara mengembangkan sistem

jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan

kurang mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”, maka Pemerintah Indonesia

haruslah memberikan perhatian serius dalam menanggulangi masalah kemiskinan

dan perlu membuat suatu kebijakan atau program nasional yang berkaitan dengan

pertumbuhan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata dengan tujuan agar

masyarakat miskin dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menjadi lebih baik.

Program Keluarga Harapan (PKH) sendiri telah dilaksanakan oleh

Pemerintah Indonesia sejak tahun 2007 di Tujuh provinsi yaitu: Gorontalo, Sumatera

Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara

Timur. Dimana program ini dilaksanakan dalam rangka percepatan penanggulangan

kemiskinan, sekaligus pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial.

Tujuan umum program ini adalah untuk meningkatkan jangkauan atau aksesibilitas

masyarakat miskin terhadap pelayanan publik, khususnya pendidikan dan kesehatan.

Sedangkan tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan

kualitas sumber daya manusia (SDM) pada kelompok masyarakat sangat miskin.

PKH lebih dimaksudkan kepada upaya membangun sistem perlindungan sosial

kepada masyarakat miskin. Berdasarkan pengalaman negara-negara lain, program

seperti ini memiliki manfaat yang besar bagi keluarga atau masyarakat yang sangat

miskin. Program Keluarga Harapan (PKH) bukanlah kelanjutan dari Bantuan

(9)

dampak akibat kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dirancang

hanya untuk 1 tahun.

Program Keluarga Harapan (PKH) dilaksanakan di Provinsi Sumatera Utara

yang meliputi tiga Kabupaten/Kota yakni Medan, Nias dan Tapanuli Tengah sebagai

daerah percontohan dengan total 33 kecamatan. Di Kabupaten Nias sendiri, program

PKH dimulai pada tahun 2008. Desa Tetehosi, Kecamatan Idanogawo yang

merupakan fokus lokasi pada penelitian ini, dikarenakan masih begitu banyak

masyarakat Desa Tetehosi, Kecamatan Idanogawo yang terjerat kemiskinan, bahkan

kualitas pendidikan dan kesehatan juga masih tergolong buruk. Sementara program

PKH di desa tersebut sudah berlangsung hampir enam tahun tetapi dampak dari

adanya program tersebut sama sekali belum terlihat. Hal ini menarik perhatian

peneliti untuk mengevaluasi pelaksanaan program PKH di Desa Tetehosi,

Kecamatan Idanogowo dan mencari tahu penyebab dari permasalahan yang terjadi

untuk selanjutnya diteliti dan dikaji lebih dalam. Untuk itu, adapun yang menjadi

judul dalam penelitian ini yakni “Evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga

(10)

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah sangatlah penting dalam suatu penelitian agar diketahui

arah jalannya penelitian tersebut. Arikunto (1993:17) menguraikan bahwa agar

penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka penulis harus

merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana memulai, kemana harus pergi,

dan dengan apa ia melakukan penelitian.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Evaluasi Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Tetetehosi Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias?’’.

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai tujuan yang hendak

dicapai dalam proses penyelenggaraannya. Adapun yang menjadi tujuan dari

penelitian ini adalah Untuk mengetahui pelaksanaan Program Keluarga Harapan

(PKH) di Desa Tetehosi Kecamatan Idanogawo Kabupaten Nias.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi diri

sendiri maupun pihak yang lain yang berkepentingan. Adapun manfaat dari

penelitian ini yakni :

1. Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk Mengembangkan teori yang diperoleh selama perkuliahan.

2. Untuk mengetahui relevansi kebijakan publik terhadap implementasinya

(11)

2. Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau sumbangan

pemikiran bagi semua pihak yang berperan baik itu pemerintah sebagai pemangku

kepentingan ataupun lembaga lainnya yang terkait dalam pelaksanaan Program

Keluarga Harapan di tahun berikutnya, terutama di wilayah masyarakat Kabupaten

Nias dan juga bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya bagi warga Rumah

Tangga Sangat Miskin (RTSM) penerima Program Keluarga Harapan (PKH) agar

dapat melaksanakan kewajibannya sebagai salah satu peserta Program Keluarga

Harapan (PKH).

3. Manfaat akademis dari penelitian ini yaitu :

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik

itu secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu

(12)

1.5. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan secara garisbesarnya dikelompokkan dalam enam bab,

dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam Bab ini meliputi latar belakang masalah , perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitan dan disertai dengan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan

masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka penelitian, defenisi konsep

dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti menggambarkan tentang metode penelitian yang

digunakan di dalam penelitian ini, lokasi penelitian, instrumen penelitian,

populasi dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, serta teknik

analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pada bab ini berisikan tentang gambaran umum tentang lokasi dimana penulis

melakukan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Dalam bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

(13)

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian secara singkat,

jelas dan sesuai dengan permasalahan penelitian. Bab ini juga memaparkan

mengenai saran yang berisikan berupa masukan dari peneliti terhadap bidang

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemuka sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah pada tugas akhir ini adalah bagaimana mengembangkan bahan ajar berbasis

yang akan dilakukan adalah pengukuran aktivitas antioksidan sebagai salah satu parameter yang mewakili keadaan teh daun kersen Muntingia calabura L., total asam dan pH medium

Tingkat Agresivitas Santri Pondok Pesantren Anwarul Huda Malang Berdasarkan hasil analisis di atas dapat diketahui bahwasannya tingkat agresivitas pada santri pondok pesantren

Body image yang positif atau sehat akan mempunyai sebuah persepsi yang baik akan ukuran dan bentuk tubuh mereka dan merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya yang akan

Belum diketahuinya tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan paving desa pada program kegiatan Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) di Desa Campurejo

Berbagai kegiatan marketing public relations telah dilakukan oleh Citilink demi meningkatkan kesadaran publik terutama target pasar yang salah satunya adalah kalangan anak

Dari 3 orang lansia-lansia yang mendapatkan dukungan emosional tersebut, sebanyak 66% lansia merasa bahwa dengan perhatian maupun dorongan yang diberikan dari orang lain,

121 3.28 Biologi Farmasi Fmkologi dan Fm Klinik Yasmiwar Susilawati, M.Si., Apt.. Ajeng Diantini,