• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN MAHASISWA MELAKUKAN REFLEKSI D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMAMPUAN MAHASISWA MELAKUKAN REFLEKSI D"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

KEMAMPUAN MAHASISWA MELAKUKAN REFLEKSI

DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH SOSIAL

1

Indah Wahyu Puji Utami

Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang

indahwahyu.p.u@um.ac.id

Abstrak: Refleksi merupakan unsur penting dalam pembelajaran sejarah sosial. Pembelajaran sejarah sosial diarahkan untuk menum-buhkembangkan kemampuan refleksi mahasiswa agar mereka bisa mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi di masa lalu. Hal ter-sebut dilakukan melalui kegiatan studi pembelajaran yang meliputi tahapan plan, do, dan see. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi yang digunakan untuk menumbuhkan mampuan mahasiswa melakukan refleksi dan mendeskripsikan ke-mampuan refleksi mahasiswa dalam pembelajaran sejarah sosial. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan strategi pembelajaran se-jarah yang reflektif menumbuhkembangkan kemampuan maha-siswa dalam melakukan refleksi. Mahamaha-siswa sudah mampu mengaitkan pengetahuan dan pengalaman baru yang didapatkan da-lam pembelajaran di kelas dengan realitas kesehariannya dan me-rencanakan masa depan yang lebih baik. Mereka merasa lebih ber-makna dalam belajar sejarah sosial.

Kata-kata kunci: kemampuan refleksi mahasiswa, studi pembela-jaran, sejarah sosial.

Manusia dan sejarah merupakan dua hal yang tak terpisahkan. Berbeda dengan bi-natang, manusia lebih bergantung pada pengalaman daripada instingnya (Tosh, 2010). Pengalaman tersebut merupakan bagian dari masa lalu yang telah dilewati manusia. Secara sadar atau tidak, manusia pasti belajar dari pengalaman di masa lalu tersebut.

Sejarah adalah pengalaman manusia dan ingatan tentang pengalaman yang dic-eritakan tersebut (Ali, 2005). Manusia merupakan obyek sekaligus subyek dalam jarah. Segala pengalaman manusia di masa lalu bisa menjadi bahan kajian dalam se-jarah, dan hanya manusia yang dapat menuliskan dan mewariskan pengalamannya di

1

(2)

masa lalu dalam bentuk sejarah (Wijaya, 2015). Namun sayangnya, tidak semua manu-sia mau dan mampu belajar dari sejarah.

Ketidakmauan dan ketidakmampuan manusia belajar dari sejarah terjadi salah satunya karena adanya berbagai pandangan negatif terhadap sejarah. Sejarah dipan-dang sebagai bagian dari masa lalu dan tidak perlu diingat lagi sehingga muncul pameo “biarlah yang lalu tetap berlalu”. Sejarah juga dipandang tidak memiliki guna praktis bagi manusia yang hidup di masa kini dan masa depan karena yang membahas peri-stiwa yang telah berlalu. Hal ini tidak lepas dari zeitgeist (jiwa zaman) yang lebih berorientasi kepada kepentingan praktis di masa kini. Nampaknya banyak manusia yang lupa bahwa dirinya bisa menjadi seperti sekarang tidak lepas dari pengalaman dirinya di masa lalu. Cara manusia berpikir dan bertindak sangat dipengaruhi oleh pen-galamannya di masa lalu. Pengalaman tersbut merupakan bagian dari sejarah dirinya. Ironisnya, alasan sebagian besar orang enggan belajar dari sejarah adalah pen-galamannya di masa lalu saat belajar sejarah, terutama di sekolah. Citra yang berkem-bang di kalangan masyarakat selama ini memandang pembelajaran sejarah secara negatif. Sejarah merupakan pelajaran yang dipenuhi hafalan, tidak penting dan mem-bosankan (Sayono, 2013). Hal ini tentu saja sangat jauh dari harapan tentang pembela-jaran sejarah yang bertujuan untuk menjadikan seseorang bijaksana. Lebih jauh Sayono (2013: 12) mengungkapkan sebagai berikut.

Belajar sejarah merupakan pintu untuk memelajari dan menemukan hikmah terhadap apa yang sudah terjadi. Belajar sejarah adalah belajar ten-tang kemanusiaan dalam segala aspeknya. Belajar sejarah akan melahirkan kesadaran tentang hakekat perkembangan budaya dan peradaban manusia. Hasil belajar inilah yang kemudian dikenal sebagai kesadaran sejarah ( his-torical consciousness). Jadi tujuan belajar sejarah salah satunya adalah me-lahirkan kesadaran sejarah. Dengan demikian, proses pembelajaran sejarah juga harus didorong untuk menciptakan situasi yang dapat menumbuhkem-bangkan kesadaran sejarah.

(3)

pe-3 serta didiknya dapat menghadapi tantangan masa depan dengan baik. Peserta didik da-lam mempelajari peristiwa dan atau tema sejarah perlu diajak mengambil hikmah me-lalui suatu proses refleksi yang terus menerus. Dengan demikian maka otak peserta didik tidak diposisikan sebagai gudang informasi, melainkan sebagai sarana untuk me-mahami dan menganalisis sejarah.

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini juga membuat manusia semakin kehilangan daya refleksinya karena ia dijejali dengan gempuran in-formasi yang berlangsung dengan sangat cepat sehingga tidak sempat mempertan-yakannya. Akibatnya manusia cenderung merespon masalah yang dihadapi secara re-flek dan bukannya melalui proses rere-fleksi. Oleh karenanya rere-fleksi dalam pembelaja-ran semakin dibutuhkan.

John Dewey (dalam Tilaar, 2015:236) merumuskan refleksi sebagai “active, and careful consideration of any belief or supposed form of knowlekge in light of the ground

that support it in the further conclution toward which it tends”. Lebih lanjut Dewey (1933) mengungkapkan bahwa refleksi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembelajaran. Baginya, manusia tidak akan belajar banyak dari pengalamannya kecuali ia mau merefleksikan pengalaman tersebut. Pengalaman tersebut tidak hanya dijadikan tumpukan pengetahuan, namun selalu didialogkan dengan pengalaman atau pengetahuan yang ada sebelumnya. Pengalaman dan pengetahuan yang telah ada da-lam diri manusia mempengaruhi cara ia merespon dan mengolah pengada-laman baru. Begitu pula pengalaman baru dapat mengubah pandangan manusia tentang pengala-man dan pengetahuan yang telah ia miliki sebelumnya. Semua itu berjalan dalam proses dialogis yang saling bertaut. Hal ini oleh W. Dilthey disebut sebagai pengala-man sejati atau erlebnis yaitu pengalaman baru ditentukan oleh pengalaman yang kita miliki sebelumnya, dan pengalaman baru memberi arti serta penafsiran baru terhadap pengalaman-pengalaman lama (Ankersmit, 1987). Refleksi mengajak manusia untuk berhenti sejenak dan merenungkan serta mempertanyakan pengetahuan atau pengala-man yang baru dengan berbekal pengetahuan atau pengalapengala-man yang telah dimiliki.

(4)

didik perlu diajak untuk melakukan refleksi terhadap pelbagai topik sejarah yang telah ada sehingga mereka mampu mengubah mindsetnya menjadi mindset berkembang. Pe-serta didik diajak untuk tidak menerima begitu saja materi yang disajikan namun diajak untuk mengkritisinya. Mereka pun diajak untuk mengambil pelajaran dari sejarah un-tuk kehidupannya seperti yang ungkapan Sir Charles Firth (dalam Rowse, 2015:19) “sejarah bukan hanya cabang ilmu yang harus dipelajari, melainkan juga pengetahuan yang berguna bagi manusia di kehidupan sehari-hari.” Oleh karenanya menurut Taufik Abdullah (1996) sejarah harus diajarkan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang selalu relevan dengan perkembangan jaman.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan strategi yang digunakan untuk menumbuhkan kemampuan maha-siswa melakukan refleksi dan mendeskripsikan kemampuan refleksi mahamaha-siswa dalam pembelajaran sejarah sosial. Melalui strategi pembejaran yang reflektif diharapkan ma-hasiswa dapat mengambil makna dan hikmah dari peristiwa dan atau tema sejarah so-sial. Belajar sejarah tidak hanya diarahkan untuk belajar sejarah, namun juga belajar dari sejarah sehingga kegiatan pembelajaran sejarah akan lebih dirasakan gunanya bagi mereka.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Subyek yang merupakan sumber data dalam penelitian ini adalah mahasiswa offering C angkatan 2012. Data yang dikumpulkan meliputi berbagai aktivitas mereka dalam pembelajaran Sejarah Sosial. Data dikumpulkan dengan observasi, diskusi terfokus, dan dokumentasi yang dibantu dengan pedoman observasi, kamera, dan perekam video. Sementara ana-lisis data dilakukan dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huberman (2007) yang terdiri dari reduksi, penyajian dan penarikan kesimpulan.

Studi pembelajaran di Jurusan Sejarah FIS UM pada semester Genap 2014/2015 dirancang dan dilaksanakan dalam empat siklus. Penulis menjadi dosen model dalam setiap siklus tersebut dengan dibantu beberapa rekan dosen sebagai ob-server. Setiap siklus studi pembelajaran meliputi tahapan plan, do dan see . Kegiatan

(5)

5 13 Maret 2015 yang merancang garis besar pelaksanaan tiap siklus. Rencana yang dis-iapkan bersifat tentatif dan selalu diperbaruhi setelah tahap see setiap siklus untuk me-nyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan serta melakukan perbaikan.

Siklus pertama kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2015 dengan observer Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd. Siklus pertama ini membahas materi sejarah masyarakat pendukung kebudayaan Indis dengan topik perempuan bumiputera sebagai jembatan kebudayaan Timur dan Barat. Fokus topik ini dipilih untuk mengajak mahasiswa merefleksikan peran perempuan bumiputera dalam pembentukan ke-budayaan Indis yang sering terlupakan padahal mereka inilah yang menjembatani per-temuan budaya Timur dan Barat yang melahirkan kebudayaan Indies.

Siklus kedua kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 2 April 2015 dengan observer Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd., Daya Negri Wijaya, S.Pd., M.A., Khoirul Huda, dan Nurina Setya L. Materi yang dibahas dalam siklus kedua adalah sejarah per-empuan dengan topik peran perper-empuan dalam sejarah sebagai subyek, obyek, atau pelengkap. Topik ini dipilih untuk memperkuat kemampuan mahasiswa merefleksikan peran perempuan dalam sejarah. Hal ini bertujuan agar mahasiswa menyadari bahwa perempuan yang selama ini sering dianggap sebagai obyek atau hanya sekedar pelengkap dalam sejarah sebenarnya juga punya peranan yang besar sebagai subyek dalam sejarah. See pada siklus ini menyarankan perbaikan metode pembelajaran dan

(6)

lembar kerja mahasiswa agar tujuan refleksi yang diharapkan dapat tercapai secara lebih baik.

Siklus ketiga kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 9 April 2015 dengan observer Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd., Daya Negri Wijaya, S.Pd., M.A., Khoirul Huda, dan Seongmin Nam. Tema yang dibahas dalam siklus ketiga adalah sejarah kriminalitas dengan fokus resistensi dan perbanditan sosial. Fokus ini dipilih agar ma-hasiswa mampu merefleksikan bahwa perbanditan yang dianggap sebagai tindakan kriminal oleh pemerintah kolonial sebenarnya merupakan bentuk perlawanan dan re-sistensi terhadap kekuasaan kolonial yang represif. Para pelaku perbanditan sosial dapat dianggap sebagai pahlawan dan penjahat. Mahasiswa diharapkan mampu mere-fleksikan bahwa ada banyak perspektif dalam persoalan kriminalitas, namun yang lebih penting lagi sebenarnya upaya perlawanan atau keinginan baik untuk menolong orang lain tidak seharusnya dilakukan melalui tindakan kriminal.

Siklus keempat kegiatan do dan see dilaksanakan pada tanggal 16 April 2015 dengan observer Drs. Mashuri, M.Hum., Ulfatun Nafi’ah, S.Pd., M.Pd., dan Daya Negri Wijaya, S.Pd., M.A. Tema yang dibahas dalam siklus keempat adalah sejarah kuliner dengan melibatkan Chef Anom dari Hotel Harris dalam tahap apersepsi. Menghadirkan ahli dalam pembelajaran diharapkan akan mendorong mahasiswa untuk lebih baik dalam merefleksikan tema sejarah kuliner yang belum banyak diungkap da-lam sejarah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menumbuhkan Kemampuan Mahasiswa Melakukan Refleksi dalam

Pembela-jaran Sejarah Sosial Melalui Studi PembelaPembela-jaran

(7)

7 Pembelajaran sejarah sosial diarahkan untuk menumbuhkembangkan kemam-puan refleksi mahasiswa. Secara garis besar strategi yang direncanakan pada tiap siklus pembelajaran mengikuti tahap-tahap berikut. Pertama, mendorong mahasiswa untuk menemukan permasalahan yang menarik dari peristiwa sejarah sosial. Hal ini telah dil-akukan sejak awal semester dengan cara memberi tugas mahasiswa untuk menulis esai dan laporan bacaan tentang peristiwa sejarah sosial yang menarik. Pada bagian akhir esai maupun laporan bacaan, mahasiswa diminta untuk menuliskan pelajaran berharga yang didapatkan dari peristiwa sejarah sosial yang telah dibahas. Kedua, mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan berbagai sumber sejarah sebagai bahan untuk menu-lis esai dan laporan bacaan. Sumber-sumber sejarah tersebut dapat berupa arsip, sumber lisan, buku refensi, artikel, laporan penelitian, dan sebagainya. Ketiga, menghadirkan berbagai permasalahan dalam sejarah sosial sesuai dengan tema pada tiap pertemuan. Permasalahan sejarah sosial yang dibahas selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari mahasiswa, misalnya masalah kriminalitas dalam sejarah, kedudukan dan peran perempuan dalam sejarah, dan sebagainya. Keempat, mendorong mahasiswa untuk melakukan analisis dan pemecahan masalah melalui diskusi kelompok dan diskusi ke-las. Dalam kegiatan diskusi tersebut, mahasiswa didorong untuk saling belajar satu sama lain. Kelima, pemberian penguatan dan klarifikasi oleh dosen. Keenam, penarikan simpulan oleh mahasiswa. Ketujuh, penulisan refleksi dari seluruh kegiatan pembela-jaran yang dilakukan pada satu pertemuan dalam lembar kerja mahasiswa. Mahasiswa juga diminta untuk menyampaikannya secara lisan. Kedelapan, apresiasi terhadap re-fleksi yang dilakukan oleh mahasiswa.

Langkah-langkah di atas sesuai dengan pendekatan konstruktivistik. Dalam pendekatan ini, mahasiswa belajar untuk mengonstruksi makna dengan mengaitkan pengalaman dan pengetahuan yang didapat dalam pembejaran dengan konteks dan ke-hidupan mereka sehari-hari (Umasih, 2010). Semua hal di atas dilaksanakan dalam kerangka studi pembelajaran yang meliputi kegiatan plan, do, dan see. Pelaksanaan

Lesson Study semester Genap 2014/2015 dimulai dengan kegiatan “Workshop Lesson Study Fakultas Ilmu Sosial UM” tanggal 13 Maret 2015. Pada kegiatan tersebut dihasilkan garis besar rancangan studi pembelajaran.

(8)

Sosial sejak pertemuan pertama selalu dilakukan refleksi pada akhir perkuliahan, na-mun hanya secara lisan, tidak secara tertulis sehingga hanya beberapa orang mahasiswa saja yang berani meyampaikan refleksi pembelajaran. Seminggu sebelum pelaksanaan

open class, penulis meminta mahasiswa untuk melakukan refleksi dan menuliskannya baru kemudian menyampaikan secara lisan. Namun sayangnya belum semua maha-siswa mampu mengambil pelajaran dari pembelajaran yang dilaksanakan pada per-temuan tersebut. Refleksi yang dituliskan terkesan asal-asalan dan sekedar memenuhi tugas dari dosen.

Pada siklus pertama, kelas dibagi menjadi empat kelompok yang berdiskusi da-lam kelompok kecil. Sebelum tiap kelompok memulai diskusi, dosen menyampaikan apersepsi terkait dengan tema yang akan dibahas dengan menggunakan media berupa foto dan video yang dirangkai dalam prezi. Pada tahap ini dosen sudah mulai mengarahkan mahasiswa untuk mengaitkan tema yang akan dibahas dengan kehidupan mahasiswa di masa kini yang diharapkan akan membantu mahasiswa melakukan re-fleksi. Penggunaan media interaktif dan apersepsi yang kontekstual mampu membuat mahasiswa lebih fokus dan siap mengikuti pembelajaran. Observer yang mencatat bahwa sebagian besar mahasiswa sudah bisa fokus mengikuti pembelajaran pada tahap apersepsi. Hal ini terjadi karena mereka sudah membaca dan membuat laporan bacaan sebelumnya. Mereka bisa menjawab berbagai pertanyaan pada tahap apersepsi dan mengaitkan dengan laporan bacaan yang telah mereka buat. Meskipun demikian ob-server mencatat 1 orang mahasiswa yang belum bisa fokus dan malah bermain HP. Namun saat diskusi dalam kelompok kecil dimulai, mahasiswa tersebut mau memper-hatikan temannya yang presentasi meskipun ia belum aktif. Dosen berusaha men-dorong mahasiswa yang kurang aktif untuk terlibat dalam pembelajaran dengan mem-berikan arahan dan pertanyaan kepada teman-teman di kelompoknya dan juga maha-siswa tersebut. Langkah berikutnya perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusinya ke forum diskusi kelas yang dilanjutkan dengan tanya jawab serta penarikan simpulan bersama. Pada tahap ini sebagian besar mahasiswa sudah bisa fokus dan ter-libat dalam diskusi.

(9)

9 adanya LKM ini mahasiswa lebih fokus dan berkonsentrasi dalam menyelesaikan per-masalahan serta melakukan refleksi. Selanjutnya dosen sengaja menunjuk mahasiswa yang tampak kurang aktif selama proses diskusi kelompok kecil maupun kelompok besar untuk membacakan hasil refleksinya baru kemudian memberikan kesempatan pada mahasiswa yang lain. Ternyata mahasiswa yang terlihat diam atau kurang aktif tidak selalu berarti tidak belajar karena mereka juga bisa menarik pelajaran berharga dalam pembelajaran tersebut. Mereka hanya perlu didorong untuk lebih berani mengemukakan pendapat dan pemikirannya di depan umum.

Kegiatan see pada siklus pertama dilaksanakan langsung setelah kegiatan open class. Ada beberapa kesimpulan penting yang diambil dalam kegiatan tersebut. Per-tama, sebagian besar mahasiswa telah belajar dengan baik karena sebelumnya telah ditugasi untuk menulis laporan bacaan. Dengan demikian saat di kelas mereka lebih mudah untuk memahami materi pembelajaran dan berdiskusi dengan teman-temannya.

Kedua, masih ada tiga orang mahasiswa yang kurang berpartisipasi aktif dalam pem-belajaran yang terindikasi dari ada mahasiswa yang bermain HP, melamun dan mengantuk. Ketiga, pembelajaran dalam kelompok kecil lebih efektif. Keempat, ma-hasiswa sudah mampu melakukan refleksi dengan baik. Kelima, mahasiswa yang diam bukan berarti tidak belajar.

Siklus kedua dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 2 April 2015 dengan tema “Sejarah Perempuan”. Pada tahap apersepsi dosen mengajak mahasiswa untuk menge-nang jasa dan perjuangan ibu mereka masing-masing lalu meminta beberapa maha-siswa menyampaikan kisah tentang ibunya. Ada seorang mahamaha-siswa yang menyam-paikan kisah perjuangan ibunya dengan penuh emosi hingga membuatnya menangis yang diikuti oleh tangisan beberapa mahasiswa lain karena mengingatkan mereka dengan ibunya sendiri. Selanjutnya mahasiswa diberi pertanyaan tentang sejarah peringatan hari ibu di Indonesia. Ternyata hanya beberapa orang saja yang mengetahui sejarah peringatan hari ibu yang berkaitan dengan Kongres Perempuan Pertama tang-gal 22 Desember 1928 yang merupakan tonggak perjuangan pergerakan perempuan di Indonesia. Pada tahap ini semua mahasiswa sudah bisa fokus dan belajar.

(10)

yang diberikan. Namun pada tahap ini ternyata fokus beberapa mahasiswa menurun yang terindikasi dengan adanya beberapa mahasiswa yang melamun bahkan tidur. Ada pula mahasiswa yang membuat forum dalam forum dan tidak mau ikut mendiskusikan esai yang disampaikan temannya. Selain itu ada pula pemateri yang terlalu banyak ber-canda dalam menyampaikan esainya yang sebenarnya agak menyimpang dari tema yang telah ditentukan. Selain itu ada pula mahasiswa yang lebih berkonsentrasi mengerjakan LKM daripada terlibat dalam diskusi kelompok. Akibatnya situasi kelas menjadi tidak kondusif. Melihat kondisi demikian, penulis selaku dosen model memu-tuskan untuk tidak melanjutkan kegiatan diskusi kelompok. Kegiatan pembelajaran dilanjutkan dengan permainanyang ternyata mampu membuat mahasiswa tertarik dan kembali fokus belajar. Tahap akhir siklus kedua merupakan penarikan kesimpulan ber-sama oleh mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa diminta untuk menyampaikan re-fleksinya. Sebagian besar mahasiswa sudah dapat menarik pelajaran berharga dan lebih menghargai peran perempuan dalam sejarah.

Kegiatan see pada siklus kedua dilaksanakan langsung setelah kegiatan open class. Ada beberapa kesimpulan penting yang diambil dalam kegiatan tersebut. Per-tama, sebagian besar mahasiswa telah belajar dengan baik karena sebelumnya telah ditugasi untuk menulis laporan bacaan. Kedua, masih ada dua orang mahasiswa yang kurang berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang terindikasi dari ada mahasiswa yang bermain HP, clometan, bahkan tidur . Ketiga, mahasiswa yang pada pertemuan sebelumnya tidak aktif justru terlihat lebih aktif. Keempat, mahasiswa bosan jika dit-erapkan pola pembelajaran yang sama. Kelima, mahasiswa perlu diberi tanggung ja-wab lebih besar dalam pembelajaran. Keenam, tidak semua mahasiwa mampu melakukan refleksi yang positif dari pembelajaran. Ketujuh, perlu dilakukan revisi plan

untuk siklus berikutnya.

(11)

11 Dosen model juga menyampaikan apersepsi melalui pengaitan materi tentang sejarah kriminalitas dengan permasalahan kriminal yang sedang trend pada bulan April 2015 yaitu tentang pembegalan. Pembegalan sebagai fenomena historis sudah muncul sejak lama, bahkan pada masa kolonial menjadi problem tersendiri. Tindak kriminal lain yang menjadi problem bagi pemerintah kolonial adalah perbanditan, terutama dengan motif sosial. Perbanditan sosial tersebut merupakan problem yang sulit diatasi karena biasanya para bandit membantu masyarakat lokal dan bekerja sama dengan pen-guasa lokal sehingga sulit diberantas. Pada satu sisi, mereka adalah pahlawan yang membantu masyarakat kecil, sementara pada sisi yang lain mereka adalah penjahat yang meresahkan. Topik itu dituangkan oleh dosen dalam tulisan singkat yang dilengkapi dengan LKM. Mahasiswa diminta untuk melakukan analisis dan refleksi. Dengan demikian mahasiswa bisa lebih fokus dalam pembelajaran seperti yang dicatat oleh para observer.

Langkah berikutnya, mahasiswa dibagi menjadi empat kelompok dan ber-diskusi dalam kelompok tersebut. Mereka diminta untuk mencatat poin-poin penting hasil diskusi. Selanjutnya dosen model membentuk kelompok ahli dan meminta maha-siswa berdiskusi dalam kelompok ahli yang lebih kecil. Tujuannya adalah agar tiap mahasiswa lebih serius dan merasa punya tanggung jawab dalam diskusi kelompok. Dengan cara ini, mahasiswa yang biasanya kurang aktif dalam pembelajaran pun men-jadi lebih aktif. Observer mencatat perubahan yang cukup signifikan pada mahasiswa-mahasiswa yang biasanya kurang aktif menjadi jauh lebih aktif dan terlibat dalam proses pemmbelajaran.

Guna memberikan variasi pada pembelajaran dan agar pembelajaran lebih me-nyenangkan maka pada sesi berikutnya dilakukan permainan dengan mengadopsi

snowball throwing. Mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok besar dan saling berk-ompetisi untuk melempar pertanyaan ke kelompok lawan serta menjawab pertanyaan dari kelompok lawan. Strategi ini cukup efektif dalam membuat mahasiswa bermain sambil belajar.

(12)

menarik dan sangat kontekstual, misalnya “Niat baik harus diikuti dengan perbuatan yang baik. Menolong orang itu baik, tapi tidak perlu dengan jalan melakukan tindakan kejahatan. Seorang koruptor yang menyumbang bagi anak yatim, membantu orang miskin, bahkan membangun masjid tetap saja tidak mendapat pahala karena yang ia pakai adalah uang hasil korupsi yang merupakan tindak kejahatan”.

Kegiatan see ketiga dilakukan setelah open class. Ada beberapa kesimpulan penting yang diambil dalam kegiatan ini. Pertama, penulisan peta konsep di papan tulis membantu mahasiswa untuk fokus belajar. Kedua, siswa memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda dan tidak bisa dipaksakan untuk sama. Ketiga, terjadi peningkatan partisipasi aktif mahasiswa yang pada pertemuan sebelumnya cenderung kurang aktif.

Keempat, diskusi dalam kelompok yang lebih kecil dengan pemberian tanggung jawab pada masing-masing individu mampu mendorong mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Kelima, semua mahasiswa mampu melakukan refleksi dan mengambil pelajaran yang positif dari peristiwa sejarah.

Siklus keempat dilaksanakan tanggal 16 April 2015. Pada pembelajaran terse-but dihadirkan Chef Anom dari Hotel Harris sebagai ahli kuliner. Kehadiran ahli dalam kelas ternyata mampu memotivasi mahasiswa untuk lebih fokus dalam belajar. Begitu pula makanan yang dihadirkan sebagai media untuk menjelaskan sejarah kuliner juga membantu mahasiswa dalam belajar.

Langkah berikutnya adalah mahasiswa dibagi dalam empat kelompok dan ber-diskusi dalam kelompok kecil. Masing-masing mahasiswa diminta untuk mencatat poin-poin penting dalam diskusi. Dengan cara ini semua mahasiswa dapat fokus dan berpartisipasi dalam diskusi. Selanjutnya dosen membagi salinan beberapa sumber se-jarah kuliner berupa prasasti dan serat serta meminta mahasiswa untuk mengidentifi-kasi kuliner yang disebutkan dalam sumber tersebut secara berkelompok. Tiap ke-lompok kecil kemudian diminta untuk memilih dan menuliskan 10 (sepuluh) warisan kuliner yang unik serta masih bertahan hingga saat ini beserta sumber sejarahnya dalam

(13)

13 Mahasiswa tampak sangat bersemangat untuk mengerjakan tugas ini. Langkah beri-kutnya mahasiswa diminta untuk mengisi LKM yang berisi pertanyaan analitis dan re-flektif.

Tahap akhir dari pembelajaran dilakukan dengan pemberian penguatan oleh dosen dan penarikan kesimpulan bersama-sama. Selain itu mahasiswa juga diajak un-tuk menyampaikan refleksinya. Salah seorang mahasiswa menyampaikan “Kita adalah bangsa yang kaya, tidak hanya kekayaan alam tapi juga kuliner. Kita harus menjaga dan melestarikan warisan kuliner kita agar tidak diklaim oleh bangsa lain. Jangan sam-pai kita baru rebut melakukan pelestarian setelah ada klaim dari bangsa lain”.

Kegiatan see keempat dilakukan setelah open class. Beberepa kesimpulan penting dalam refleksi sebagai berikut. Pertama, sinergi antara praktisi dan akademisi dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif di kalangan mahasiswa.

Kedua, sumber belajar sejarah sangat beragam, termasuk praktisi di dalamnya. Ketiga, menghadirkan sumber sejarah ke dalam kelas memudahkan mahasiswa untuk belajar dan berfikir historis. Penarikan kesimpulan dan konstruksi pengetahuan dilakukan dengan mengikuti prosedur ilmiah. Keempat, motivasi mahasiswa untuk belajar se-makin meningkat. Beberapa mahasiswa yang sebelumnya harus didorong dulu agar berpartisipasi aktif dalam pembelajaran sudah mau bertanya maupun mengungkapkan argumennya di depan kelas. Kelima, semua mahasiswa sudah mampu merefleksikan pembelajaran dengan baik.

Kemampuan Refleksi Mahasiswa dalam Pembelajaran Sejarah Sosial

Refleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran sejarah sosial. Oleh ka-renanya sejak awal perkuliahan, mahasiswa sudah diajak dan dibiasakan untuk melakukan refleksi. Mahasiswa diminta untuk membuat esai dan laporan bacaan yang pada bagian akhirnya memuat unsur refleksi. Namun sayangnya belum semua maha-siswa menuliskannya sehingga perlu didorong dan difasilitasi melalui pembelajaran yang reflektif di dalam kelas.

(14)

melakukan refleksi meskipun belum semuanya terkait langsung dengan fokus pem-belajaran. 45,5% mahasiswa mengambil pelajaran yang tidak terkait langsung dengan fokus topik pembelajaran sementara sisanya sudah sesuai. Meskipun demikian, refleksi yang mahasiswa sudah cukup bagus. Secara garis besar mahasiswa memandang bahwa perempuan memiliki peran yang penting dalam sejarah masyarakat pendukung ke-budayaan Indis dan menentukan masa depan generasi berikutnya sehingga harus di-hargai.

Kemampuan mahasiswa melakukan refleksi menunjukkan peningkatan pada si-klus kedua. Sebanyak 58% mahasiswa sudah menuliskan refleksi pada esai dan laporan bacaan. Pembelajaran yang dilakukan di kelas diarahkan untuk mengajak mahasiswa melakukan refleksi secara lebih baik. Di akhir pembelajaran, semua mahasiswa sudah mampu mengambil pelajaran yang berharga dari tema sejarah perempuan bagi ke-hidupan mereka di masa kini maupun masa depan. 80% refleksi yang ditulis oleh ma-hasiswa pada akhir perkuliahan sudah terarah pada fokus topik pembelajaran tentang peran perempuan dalam sejarah. 78% mahasiswa memandang perempuan memiliki peranan yang penting dalam sejarah dan pembentukan karakter generasi berikutnya. Mereka cenderung menempatkan perempuan sebagai subyek dalam sejarah yang harus dihargai. Perempuan dan laki-laki memiliki peran yang sama pentingnya dalam se-jarah. Refleksi yang dituliskan oleh mahasiswa bukan hanya terkait dengan ke-hidupannya di masa kini, namun juga di masa depan. Secara garis besar refleksi yang ditulis oleh mahasiswa sudah semakin baik dan mengandung nilai-nilai yang positif. Sementara itu masih ada juga mahasiswa yang menempatkan perempuan dalam posisi sebagai obyek atau pelengkap dalam sejarah, perempuan dipandang hanya sebagai pen-damping bagi laki-laki.

(15)

15 pada masalah perbanditan sosial pada masa kolonial yang merupakan bentuk protes dan perlawanan terhadap eksploitasi dan ekspansi ekonomi kolonial. Bagia sebagian orang, para bandit sosial ini adalah pahlawan, sementara bagi yang lain para bandit ini adalah pejahat. Meskipun topik yang dibahas adalah sejarah kriminalitas yang sering-kali berada di wilayah abu-abu, namun mahasiswa bisa mengambil pelajaran yang pos-itif. Secara garis besar mahasiswa beranggapan bahwa niat baik harus didukung dengan perbuatan baik. Meskipun tujuannya baik jika dilakukan dengan jalan yang tidak baik tetap saja tidak baik, misalnya seseorang membangun masjid atau menyantuni anak yatim tapi uang yang digunakan dari hasil korupsi tetap saja tidak baik.

(16)

Berdasarkan paparan di atas dapat dilihat bahwa refleksi yang dilakukan oleh mahasiswa dalam pembelajaran sejarah sosial mengalami peningkatan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Refleksi yang ditulis oleh mahasiswa pada akhir perkulia-han cenderung lebih baik daripada yang ditulis pada esai/laporan bacaan sebelum pem-belajaran di kelas. Tugas penulisan esai dan laporan bacaan mendorong mahasiswa un-tuk belajar tentang tema yang akan didiskusikan di kelas sehingga mereka lebih siap. Penerapan strategi pembelajaran yang reflektif dalam siklus-siklus studi pem-belajaran mengajak mahasiswa untuk saling belajar dengan sesama mahasiswa dan juga dengan dosen. Pembelajaran tidak sekedar diarahkan agar mahasiswa mengusasi materi. Mereka diajak untuk melakukan analisis dan refleksi terhadap permasalahan atau topik sejarah sosial secara kolaboratif. Strategi pembelajaran yang diterapkan da-lam tiap siklus studi pembelajaran ini berakar dari konstruktivisme. Hal ini sejalan dengan pendapat Weimer (2013: 21-23) sebagai berikut.

“constructivist approaches emphasize learners’ actively constructing their

own knowledge rathet than passively receiving information transmitted th them from teachers and textbooks. Students must construct their own

mean-ings….constructing knowledge does not mean the learner makes up the knowledge –it’s something much closer to positioning the new knowledge so that it connects with something already known and therefore makes

sense to the learner…”

0 20 40 60 80 100 120

Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4

Tabel 1. Persentase Refleksi Mahasiwa

(17)

17 Pembelajaran yang diterapkan mengajak mahasiswa untuk mengosntruksi penge-tahuan dan mengambil makna darinya untuk masa kini dan masa depan yang lebih baik. Pengetahuan yang dikonstruksi sendiri oleh mahasiswa lebih bermakna bagi mereka. Strategi yang diterapkan tersebut tenyata berhasil untuk menumbuhkem-bangkan kemampuan refleksi mahasiswa.

SIMPULAN

Beberapa simpulan penting dalam penelitian ini sebagai berikut. Pertama, re-fleksi merupakan bagian penting dalam pembelajaran sejarah. Strategi pembelajaran yang diterapkan dalam tiap siklus studi pembelajaran mengarahkan mahasiswa untuk melakukan analisis dan refleksi terhadap peristiwa sejarah bagi kehidupan mahasiswa di masa kini dan yang akan datang. Strategi pembelajaran sejarah yang reflektif tidak hanya dirancang untuk pembelajaran di kelas saja, namun juga penugasan penulisan esai dan laporan bacaan yang reflektif. Kontribusi tugas ini dalam pembelajaran adalah mahasiswa didorong untuk belajar terlebih dahulu dan melakukan refleksi berdasarkan bacaannya tersebut sehingga lebih siap untuk belajar di kelas dan terbiasa melakukan refleksi. Kedua, penerapan strategi pembelajaran sejarah yang reflektif dalam studi pembelajaran ini mampu menumbuhkembangkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan refleksi. Mahasiswa tidak hanya mampu mengaitkan pengetahuan dan pen-galaman baru yang didapatkan dalam pembelajaran di kelas dengan realitas kesehari-annya tapi juga merencanakan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian pem-belajaran sejarah sosial menjadi lebih bermakna dan berguna bagi mahasiswa.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, T. 1996. Di Sekitar Pengajaran Sejarah yang Reflektif dan Inspiratif. Se-jarah: Pemikiran, Rekonstruksi, Persepsi, 6 (1): 1-16.

Ali, M. 2005. Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia. Yogyakarta: LKiS

Ankersmit, F. R. 1987. Refleksi tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern tentang Filsafat Sejarah. Jakarta: Gramedia.

(18)

Hariyono. 2014. Kekuasaan dalam Proses Pembelajaran Sejarah: Membangun Kuasa Diri dan Harapan dalam Dunia yang Terus Berubah. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pembelajaran Sejarah di tengah Perubahan, Juru-san Sejarah FIS UM Bekerja Sama dengan APPS, Malang, 27-28 Septem-ber 2014.

Rowse, A.L. 2015. Apa Guna Sejarah?. Depok: Komunitas Bambu.

Sayono, J. 2013. Pembelajaran Sejarah di Sekolah: dari Pragmatis ke Idealis. Jurnal Sejarah dan Budaya, 7 (1): 9-17.

Tilaar, H.A.R. 2015. Pedagogik Teoretis untuk Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Tosh, J. 2010. The Pursuit of History. London: Routledge

Umasih. 2010. History Learning in Indonesia During the New Order. Historia, 9 (2): 89-98

Weimer, M. 2013. Learner-Centered Teaching: Five Key Changes to Practice. San Fransisco: Jossey Bass

Gambar

Tabel 1. Persentase Refleksi Mahasiwa

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah kurikulum yang telah dikembangkan tidak akan berarti (menjadi kenyataan) jika tidak dimplementasikan, dalam artian digunakan secara aktual diPondok Pesantren dan

Besaran-besaran seperti tegangan dan arus listrik perlu diukur, juga yang terjadi di instalasi-instalasi listrik seperti pusat-pusat pembangkit dan gardu-gardu

Namun ada beberapa hal yang sangat menguntungkan dari penggunaan biobriket yaitu besarnya potensi biomassa di Indonesia yang merupakan sumber bahan baku, untuk

Kelompok pengukuran jarak horizontal memperlihatkan perbedaan dimensi yang tidak signifikan, artinya tidak ada perbedaan yang bermakna antara ukuran awal model master dengan

- Produk tabungan pendidikan, yang memiliki segmentasi pasar di beberapa sekolah yang sebelumnya sudah bekerja sama dengan BPR Syariah BDW Yogyakarta untuk

Selain itu, bentonit memiliki dua lapisan interlayer yang berbeda sehingga bentonit mempunyai kemampuan tukar kation yang tinggi, karena bentonit merupakan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti yaitu ada hubungan positif yang signifikan antara kecerdasan emosional