• Tidak ada hasil yang ditemukan

koherensi budaya dengan norma Alquran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "koherensi budaya dengan norma Alquran"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Koherensi Norma Alquran dengan Kebudayaan Jawa Oleh:

Zainab (13010113)

Prodi Ilmu Alquran dan Tafsir

Sekolah Tinggi Agama Islam Sunan Pandanaran

A. Pendahuluan

Alquran merupakan objek utama yang tak pernah kering untuk dikaji oleh para cendekiawan yang di dalamnya terkandung norma atau aturan-aturan berdasarkan syariat Islam. Dalam upaya memahami kandungan Alquran para pakar ahli tafsir menafsirkan ayat demi ayat bahkan ribuan pakar ahli tafsir yang menafsirkan Alquran tuntas hingga selesai sampai ayat akhir diturunkannya Alquran. Dalam proses menafsirkan, ‘kebudayaan’ merupakan mekanisme yang sangat penting dalam memproduksi suatu pengetahuan baik langsung maupun tidak langsung. Melalui upaya-upaya penafsiran yang dilakukan oleh ahli tafsir pesan-pesan wahyu Tuhan yang termuat di dalam Alquran dapat ditransformasikan kepada masyarakat dari generasi ke generasi. Pandangan bahwa tafsir merupakan sebuah mekanisme kebudayaan, berarti Alquran diposisikan sebagai sesuatu yang has insani. Keberadaan tafsir Alquran tidak bisa lepas dari peran akal, potensi dasar terpenting yang dimiliki manusia sebagai pembentuk kebudayaan. Jika segala sesuatu yang dihasilkan atau diperbuat manusia disebut kebudayaan maka tafsir Alquran sebagai hasil kerja akal manusia pada dasarnya merupakan fenomena kebudayaan.1 Pemahaman tersebut didasarkan pada konsepsi

kebudayaan sebagai cipta, rasa dan karsa manusia.2

Pada saat manusia melakukan penafsiran terhadap Alquran maka dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya yang telah melekat dalam diri penafsir. Hal ini kemudian terjadi pertautan antara agama dengan realitas budaya sebagaimana apabila mengingkari pertautan tersebut berarti mengingkari realitas agama itu sendiri yang selalu berhubungan dengan manusia yang pasti dilingkari oleh kebudayaan.3

Salah satu tafsir Alquran yang lahir dari proses dialog antara pesan-pesan wahyu Tuhan dengan kebudayaan antara lahir Tafsir Kuran Jawen, Tafsir Alquran Suci Bahasa Jawi karya Mohammad Adnan, dan Kuran Jawi karya Bagus Ngarpah. Hal ini penulis

1 Imam Muhsin, AlQuran dan Budaya Jawa: Dalam TAFsir al-Huda Karya Bakri Syahid (Yogyakarta: ElsaQ Press, 2013) hlm. 3-4.

(2)

akan membahas dalam makalah ini terkait beberapa penafsiran terdahulu sampai dengan penafsiran dalam kebudayaan Jawa besera analisisnya.

B. Alquran sebagai Pedoman

Semua umat Islam meyakini bahwa Alquran sebagai sumber ajaran Islam, syariat terakhir yang bertugas memberi arah petunjuk perjalanan hidup manusia dari dunia hingga akhirat. Dalam rangka mendapatkan petunjuknya umat Islam berlomba-lomba hendak menjalankan ajaran Islam ke dalam perilaku hidup manusia di dunia.4

Pengertian Alquran sebagai petunjuk, pedoman manusia baik itu berupa hukum, aturan, norma dan lain sebagainya didasakan oleh pengertian Alquran menurut Ahli Ushul dan Fuqaha yaitu Alquran merupakan kalam Allah yang bertujuan untuk menggali hukum (aturan-aturan/norma) dan mengeluarkan hukum.5 Dengan hal ini Alquran memiliki

signifikansi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. norma-norma yang berasaskan Alquran tentu terkandung suatu kebaikan. Karena Alquran memiliki tujuan untuk digali hukumnya pastinya tidak mungkin tidak terlepas dari sosial budaya dari manusia itu sendiri. Dengan demikian untuk menggali suatu aturan tentu tergantung dengan manusia itu berbudaya dan bersosial.

C. Mengenal kebudayaan Jawa

Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Jawa dengan beberapa variasi dan heterogenitas masyarakat yang berkembang baik di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun di Jawa Timur. Sub budaya Jawa telah berakulturasi dengan budaya Sunda di Jawa Tengah bagian barat dan berakulturasi dengan budaya Madura untuk Jawa Timur di sebelah timur. Sub budaya Jawa juga berkembang di lingkungan masyarakat Jawa yang bermigrasi ke luar Jawa atau luar negeri. Mereka mengembangkan budaya Jawanya yang kemudian berkembang memiliki karakteristik tersendiri dan khas. Secara sosiologis, kebudayaan berdialog dengan individu dan kelompok sosial di mana individu akan memberi kontribusi terhadap perkembangan kebudayaan sebagaimana orang lain secara individual maupun kelompok selain memberikan saham untuk pengembangan dan perubahan terhadap budayanya. Keniscayaan berakulturasi seperti ini memberikan pemahaman bahwa budaya itu hidup

(3)

dan berkembang sesuai dengan dinamika masyarakatnya. Berpegang pada budaya berarti berpegang pula pada pergerakannya yang dinamis.6

Dengan terjadinya akulturasi tersebut maka tentu terjadi interaksi antar budaya yang menyebabkan budaya menjadi beragam. hal ini tampak dalam beramacam-macam logat bahasa Jawa, bermacam-macam makanan khas, serta seni rup dan kesenian rakyat. Pemahaman tentang keanekaragaman kebudayaan itu sangatlah penting dalam studi kebudayaan Jawa. Meskipun keragaman budaya Jawa ini begitu banyak, tetapi kebudayaan Jawa pada hakikatnya berakar di Kraton dan berkembang di Yogyakarta dan Solo. Kedua wilayah ini seakan menjadi barometer dan referensi budaya Jawa yang paling bergengsi. Hal ini maka tak jarang apabila perwatakan dari orang-orang jawa tergambar dari sebuah ilustrasi-ilustrasi, yang dalam budaya Jawa disebut dengan Pewayangan. Hal ini ditemukan dalam cerita Dewa Suci kepada Sang Bima yang patut untuk dijadikan literatur daam kehidupan orang Jawa, bahwa untuk mencapai kesempurnaan hidup hendak bersemedi/ berdoa sambil mengatur pernafasan, pemusatan pikiran, mematikan pancaindera yang menimbulkan citarasa. Sang Bima harus menyadari 10 watak yang harus dimiliki:

1. Kasih sayang kepada sesama manusia dan makhluk hidup sepenuh hatimu 2. Tidak berhasrat jahat

3. Senantiasa bersikap ramah

4. Tidak boleh membunuh apapun juga 5. Tidak boleh ingkar janji

6. Tidak mencela ataupun menceritakan keburukan kepada orang lain 7. Tidak boleh menghujat Hyang Widhi

8. Tidak boleh mengumpat siapapun 9. Senantiasa berani karena benar

10. Tidak boleh menentang kebijakan pemerintah7

Dengan penjelasan tersebut terlihat bahwa masyarakat Jawa lebih mementingkan kehidupan sosial yang harmoni dan rukun. Meskipun terkadang hanya sebatas lahiriyah. Masyarakat Jawa terlihat tunduk dan diam meski hati berkobar dengan kemarahan yang membara. Namun karena lama terpendam tanpa disalurkan kemarahan dan dendam itu bisa meledak sehingga mengejutkan semua pihak. Apalagi ada pihak yang mampu mengeksploitasi kepercayaan ini. oleh karena itu, muncullah suatu paradoks, masyarakat Jawa sering dikenal dengan masyarakat yang ramah murah senyum, berperangi halus tetapi bertindak seakan tidak mengenal kemanusiaan dan peradaban.8

6 Moh. Roqib, Harmoni dalam Budaya Jawa: Dimensi Edukasi dan Keadilan Gender (Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2007) hlm. 36.

(4)

D. Penafsiran-Penafsiran

Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

(5)

Tafsir Alquran

Dari beberapa penafsiran diatas tampak perbedaan dari tafsir yang notabene nya adalah memahami agama Islam secara normatif yakni Alquran itu sendiri dengan tafsir

9 Adapun penafsirannya adalah sebagai berikut:

Datengipun manna lan salwa wau mboten pot-pot sadinten-dinten masthi dateng cekap kangge tedanipun titiyang bani israil wau ing satuwukipun. Ananging kadawuhaken supados sami katedhoho satuwukipun kemawon mboten kenging nyimpeni. Yen ngantos nyimpeni badhe nemahi (nemoni) kirang prayogi. Nampi bebenduning Allah. Ewodene titiyang bani israil nampi wawaler ingkang makaten wau, mboten ngestoaken inggih puniko sami purun nyimpeni tetedhan wau, temahan lajeng angsal bebenduning pangeran. Lihat Dara Masyitah, Tafsir Kuran Jawen (Solo: Siti Syamsiyah, 1930), hlm. 294. 10 Ibn Jarir Al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayy al-Qur’an, Juz , edisi syakir (Kairo: Dar ar-Rayyan li at-turats, 1987), hlm. 710-711.

11 Adapun ptongan dari penafsiran tersebut adalah:

Mara padha mangana peparing ingsun rejeki kang enak (yaiku manna lan salwa. Nanging pada dipacuhi ora keno nandho manna). Lihat Mohammad Adnan, Tafsir Alquran Suci Basa Jawi (Surakarta: al-Ma’arif, 1981) hlm. 23.

12Muhammad bin Yusuf asy-Syahid bin Hayyan Al-Andalusy, Bahr al-Muhith,

Juz I, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993), hlm. 678.

13 Adapun ptongan dari penafsiran tersebut adalah menurut penulis sama dengan apa yang

ditafsirkan oleh Muhammad Adnan, hal ini tafsir Bagus Ngarpah lebih dahulu lahir daripada Tafsir Alquran Suci Basa Jawi. Lihat Bagus Ngarpah, Kuran Jawi, (Museum Radyapustaka dan Yayasan Sastra, Surakarta, 2005) hlm. 22.

(6)

yang terlahir dari kebudayaan Jawa. Apabila tafsir yang terlahir dan memahami Alquran secara normatif disana akan tampak bahwa makanan yang disebut adalah yang halal dan enak serta menggugah selera. Apabila dalam kebudayaan Jawa meskipun makan tersebut uga dicantumkan namun perlu digaris bawahi akan etika yang terbangun bahwa seseorang tiak diperbolehkan menyimpan makanan tersebut. Dari ketiga tafsir Jawa tersebut sangat jelas disebutkan.

E. Kesimpulan

Penafsiran-penafsiran terhadap Alquran yang terbangun meskipun ada beberapa hal yang berbeda namun memiliki satu titik temu, dan memiliki makna yang sama. Hal ini menjelaskan bahwa Dialog antara Alquran dan Kebudayaan Jawa membuahkan kearifan lokal atau suatu kearifan tradisional, yaitu sebuah wawasan yang bersumber dari Alquran namun dengan bertemu kebudayaan Jawa yang memuat kebijaksanaan-kebijaksanaan hal ini akan menjadikan antara nilai-nilai dalam Alquran dan Jawa saling bersinggungan.

DAFTAR PUSTAKA

Aksin Wijaya, Arah Baru Studi Ulum Alquran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009

Bagus Ngarpah, Kuran Jawi, (Museum Radyapustaka dan Yayasan Sastra, Surakarta, 2005.

Dara Masyitah, Tafsir Kuran Jawen (Solo: Siti Syamsiyah, 1930.

Hasanuddin AF, Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Alquran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.

Ibn Jarir Al-Thabari, Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil ayy al-Qur’an, Juz , edisi syakir

(7)

Imam Muhsin, AlQuran dan Budaya Jawa: Dalam TAFsir al-Huda Karya Bakri Syahid

(Yogyakarta: ElsaQ Press, 2013.

Kontjaraningrat, Ilmu Antropologi (Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Moh. Roqib, Harmoni dalam Budaya Jawa: Dimensi Edukasi dan Keadilan Gender

(Purwokerto: STAIN Purwokerto Press, 2007.

Mohammad Adnan, Tafsir Alquran Suci Basa Jawi (Surakarta: al-Ma’arif, 1981.

Muhammad bin Yusuf asy-Syahid bin Hayyan Al-Andalusy, Bahr al-Muhith, Juz I,

Referensi

Dokumen terkait

5) Pembatalan perkawinan adalah pembatalan terhadap perkawinan yang telah dilangsungkan akan tetapi tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang diatur dalam

internal siswa dapat mempengaruhi kedisiplinan dalam mematuhi tata tertib sekolah baik dengan pengaruh yang tinggi maupun

Penelitian Kleftaras dan Didaskalou (2006) pada siswa SD memperlihatkan hampir 30% siswa di sekolah yang mereka teliti mengalami simptom depresi yang tinggi namun

Berdasarkan hasil penelitian di Kelas A2 RA. Dari 20 jumlah siswa ada 12 orang anak laki-laki dan 8 orang anak perempuan tentunya lebih berpotensi menimbulkan agresifitas

Hal ini menunjukkan bahwa teh kompos dapat menekan perkembangan penyakit pustul bakteri pada tanaman kedelai dan kemampuan penekanannya lebih tinggi dibandinkan

SEBELUM KASIH BABY MINUM SUSU HARUS DI PERHATIKAN PANAS ATAU DINGIN DI COBA TETESKAN PADA TANGAN MU, KALAU TIDAK PANAS BOLEH KASIH BABY

menghargai satu sama lain.Dan prinsip yang saya pegang teguh ketengah masyarakat segaligus ini adalah pepatah lama tapi sangat bermakna yaitu “ DIMANA BUMI DI PIJAK DISITULAH

Adapun tujuan penelitian adalah membangun system simulasi tata surya planet Bima Sakti sebagai media pembelajaran iteraktif bagi Siswa menggunkan teknologi