• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMISKINAN kasus pada 4 (4)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KEMISKINAN kasus pada 4 (4)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

KEMISKINAN

PAPER

UNTUK MEMENUHI TUGAS UTS Mata Kuliah Perekonomian Indonesia

Yang dibina oleh Bapak Aji Purba Trapsila, SE.I., ME.I.

Disusun Oleh :

Ahmad Hikam Hidayaturrahman 135020300111038

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

(2)

PENDAHULUAN

Seperti yang dipahami selama ini, persoalan kemiskinan telah sedemikian

peliknya untuk diurai dan dipecahkan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan

pendapat dari makna kemiskinan, sehingga definisi dan pengukurannya tidak

mudah dituntaskan dalam satu pengertian saja. Secara konseptual, perdebatan

yang muncul selama ini mengambil tempat yang bisa dipetakan dalam dua sisi

yang kerap bertabrakan, yakni memposisikan kemiskinan dalam aspek ekonomi

semata dan yang memposisikan kemiskinan sebagai isu sosial.

Jika kemiskinan dianggap sebagai soal ekonomi, maka biasanya

kemiskinan disederhanakan sebagai kekurangan pendapatan (per kapita) atau

jumlah kalori yang dikonsumsi oleh individu. Sebaliknya, pendekatan sosial

memandang kemiskinan merupakan keterbatasan individu untuk terlibat dalam

partisipasi pembangunan, baik akibat ketidakcukupan ketrampilan / pendidikan

maupun pengucilan sosial (social exclusion), sehingga membuat individu tersebut

tidak mampu memperoleh kesejahteraan. Ketegangan dua pandangan itu sampai

sekarang belum sepenuhnya bisa dicairkan, baik karena alasan sosiologis maupun

(3)

PEMBAHASAN

A. Kemiskinan

Jumlah orang miskin di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Lepas dari

kontroversi mengenai parameter untuk menghitung kemiskinan, terlihat bahwa

jumlah orang miskin pada era Orde Baru sebenarnya terus menurun dari tahun ke

tahun. Pada tahun 1976 ketika awal-awal pembangunan jumlah orang miskin

mencapai 54,2 juta (40,08%), tahun 1987 menurun menjadi 30 juta (17,42%), dan

pada tahun 1996 sebelum krisis tinggal 22,5 juta (11,3%). Tetapi, semenjak krisis

sampai pertengahan 1998 jumlah orang misin mencapai 79,8 juta (BPS,1998).

Jumlah penduduk miskin tersebut sebetulnya sempat turun pada tahun 2003-2005.

Namun, pemerintah kembali membuat kebijakan yang fatal dengan menaikkan

harga BBM secara berlebihan (sekitar 100%) pada bulan Oktober 2005 sehingga

berdampak kepada peningkatan jumlah penduduk miskin. Tercatat pada bulan

Maret 2006 penduduk miskin melonjak menjadi 39,05 juta, padahal bulan

Februari 2005 ‘hanya’ sebesar 35,1 juta jiwa dan terakhir pada tahun 2009 sedikit

menurun menjadi sebesar 32,53 juta jiwa (14,15%). Angka ini masih lebih kecil

ketimbang perhitungan Bank Dunia yang mencatat penduduk miskin di Indonesia

sekitar 100 juta jiwa (dengan patokan pendapatan kurang dari 2 dolar / hari). Selain itu, masih banyak penduduk yang pendapatannya hanya sedikit sekali

diatas batas garis kemiskinan. Kelompok “nyaris miskin” ini sangat rawan

terhadap perubahan-perubahan keadaan ekonomi seperti kenaikan harga

komoditi-komoditi utama atau turunnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu

masalah kemiskinan masih tetap perlu diperhatikan secara serius karena tujuan

(4)

Sementara itu di dunia ilmiah masalah kemiskinan ini telah banyak ditelaah

oleh para ilmuwan sosial dari latar belakang disiplin ilmu dengan menggunakan

berbagai konsep dan ukuran untuk menandai berbagai aspek permasalahan

tersebut. Sosiolog maupun ekonom telah banyak menulis tentang kemiskinan,

tetapi istilah seperti “standar hidup”, “pendapatan”, dan “distribusi pendapatan”

lebih sering digunakan dalam ilmu ekonomi, sedangkan istilah

“kelas”,”stratifikasi”, dan “marginalitas” digunakan oleh para sosiolog (Hardiman

& Midgley, 1982). Bagi yang memperhatikan konsep masalah-masalah kebijakan

sosial secara lebih luas biasanya lebih memperhatikan konsep “tingkat hidup”,

yakni tidak hanya menekankan tingkat pendapatan saja tetapi juga masalah

pendidikan, perumahan, kesehatan, dan kondisi-kondisi sosial lainnya dari

masyarakat. Namun demikian, sampai saat ini belum ada definisi-definisi yang

baku dan bisa diterima secara umum dari berbagai macam istilah tersebut. Hal ini

menunjukkan bahwa masalah kemiskinan itu sangat kompleks dan pemecahannya

tidak mudah.

Menurut para ahli (antara lain Andre Bayo Ala, 1981), kemiskinan itu bersifat

multi dimensional. Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacam-macam,

maka kemiskinan pun memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka

kemiskinan meliputi aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial

politik, dan pengetahuan serta keterampilan; dan aspek sekunder yang berupa

miskin akan jaringan sosial, sumber-sumber keuangan dan informasi.

Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, air,

perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan tingkat

(5)

Selain itu, dimensi dimensi kemiskinan salaing berkaitan, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan dan atau

kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau

kemunduran pada aspek lainnya. Dan aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah

bahwa yang miskin itu adalah manusianya, baik secara individual maupun

kolektif.

Oleh karena itu, masalah kemiskinan ini masih tetap relevan dan penting

untuk dikaji dan diupayakan penanggulangannya, kalau tujuan pembangunan

nasional yang adil dan merata serta terbentukknya manusia Indonesia seutuhnya

ingin dicapai.

B. Penyebab Kemisikinan

Para pembuat kebijakan pembangunan selalu berupaya agar alokasi

sumberdaya dapat dinikmati oleh sebagian besar anggota masyarakat. Namun

demikian, karena ciri dan keadaan masyarakat amat beragam dan ditambah pula

dengan tingkat kemajuan ekonomi Negara yang bersangkutan yang masih lemah,

maka kebijakan nasional umumnya diarahkan untuk memecahkan permasalahan

jangka pendek. Sehingga kebijakan pemerintah belum berhasil memecahkan

persoalan ekonomi di tingkat bawah (Swapna Mukhopodhay, 1985). Selain itu,

kebijakan dalam negeri seringkali tidak terlepas dengan keadaan yang ada di luar

negeri yang secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan antara lain dari segi

pendanaan pembangunan (Fredericks, 1985).

Dalam konteks ekonomi Indonesia, harus diakui bahwa penyebab utama dari

munculnya kemiskinan adalah malpraktik pembangunan akibat formulasi

(6)

yang diproduksi oleh pemerintah sejak dulu cenderung mendahulukan

kepentingan pemilik modal dan sektor industri / jasa ketimbang pelaku ekonomi

skala kecil dan sektor pertanian. Bahkan, kerapkali pelaku ekonomi kecil, yang

banyak digeluti masyarakat, seperti sektor informal, banyak digusur untuk

digantikan kegiatan ekonomi yang lebih modern, seperti pembuatan pabrik, pusat

perbelanjaan, dan sentra-sentra perdagangan / industri. Pola semacam ini terjadi

setiap tahun sehingga ruang bagi pelaku ekonomi skala kecil untuk mengerjakan

kegiatan ekonomi makin sempit. Hal itu juga bisa dilihat dari keberadaan pasar

tradisional yang kian lama makin terpinggir karena digusur oleh kepentingan

Kemiskinan absolut adalah mereka yang berada dibawah garis kemiskinan

(apabila yang digunakan adalah pendekatan moneter). Sedangkan kemiskinan

relatif merupakan kondisi dimana sebagian kelompok masyarakat memperoleh

tingkat kesejahteraan (pendapatan) di bawah kelompok masyarakat yang lain.

Oleh karena itu, konsep kemiskinan relatif dekat dengan istilah ketimpangan

pendapatan. Biasanya, program-program penganan kemiskinan dikonsentrasikan

untuk mengangkat masyarakat yang tergolong ke dalam kemiskinan absolut.

(7)

Indonesia dalam menentukan standar kemiskinan penduduknya diantaranya

mengacu pada standar berikut (BPS,2010) :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang

2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu

murahan.

3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu

berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

bakar/arang/minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

(8)

12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas

lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan,

atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per

bulan.

13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak

tamat SD/hanya SD.

14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.

500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal

motor, atau barang modal lainnya

E. Kelemahan Kebijakan dalam Mengurangi Kemiskinan

Sebetulnya telah banyak kebijakan yang diluncurkan oleh pemerintah untuk

mengatasi kemiskinan, namun secara umum masih terdapat banyak kelemahan

dari kebijakan kemiskinan tersebut. Jika dipetakan, kelemahan itu dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Kebijakan kemiskinan dilakukan secara seragam (gemeral) tanpa

mengaitkan dengan konteks sosial. Ekonomi, dan budaya di setiap wilayah

(komunitas). Akibatnya, kebijakan sering tidak relevan di suatu tempat

(komunitas) walaupun di tempat (komunitas) lain program itu berhasil. 2. Definisi dan pengukuran kemiskinan lebih banayk dipasok dari pihak luar

(external imposed) dan memakai parameter yang terlalu ekonomis

(moneter). Implikasinya, konsep penanganan kemiskinan mengalami bias

(9)

3. Penanganan program kemiskinan mengalami birokratisasi yang terlampau

dalam, sehingga banyak yang gagal akibat belitan prosedur yang

terlampau panjang.

4. Kebijakan kemiskinan sering diboncengi dengan motif politik yang sangat

kental, sehingga tidak memiliki makna bagi penguatan sosial ekonomi

kelompok miskin.

5. Kebijakan kemiskinan kurang mempertimbangkan aspek ekonomi

kelembagaan sebagai prinsip yang harus dikedapankan, sehingga sebagian

kebijakan tidak berhasil karena aturan main yang didesain tidak sesuai

(10)

KESIMPULAN

1. masalah kemiskinan masih tetap perlu diperhatikan secara serius karena

tujuan pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya.

2. penyebab utama dari munculnya kemiskinan adalah malpraktik

pembangunan akibat formulasi kebijakan ekonomi (sosial dan politik)

yang salah.

3. program-program penganan kemiskinan dikonsentrasikan untuk

mengangkat masyarakat yang tergolong ke dalam kemiskinan absolut 4. Secara umum masih terdapat banyak kelemahan dari kebijakan

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, http://www.bps.go.id, 2010

Arsyad, Lincolin, Ekonomi Pembangunan, STIE, Yogyakarta, 2004.

Erani Yustika, Ahmad, Perekonomian Indonesia : Satu Dekade Pascakrisis

Referensi

Dokumen terkait

Nilai NDVI digunakan sebagai parameter yang dipilih menggunakan beberapa titik sampel pada lokasi penelitian yang juga mengambil fitur parameter lainnya untuk

Pada penelitian sebelumnya mengenai hubungan obesitas dengan penurunan aktivitas fisik dan oksidasi lemak pada anak usia 2 sampai 5 tahun dengan indeks massa

Misal: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), usaha sepi. b) Nasabah memindahtangankan atau jual beli bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank. Hal ini sering terjadi saat

4 https://www.pikiran-rakyat.com/hidup-gaya-/2019/01/17/sinopsis-preman- pensiun-tragedi-perang-saudara-spoiler-alernt.. terhadap realitas solidaritas sosial yang hari ini

Dalam menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional Indonesia memiliki kepentingan nasional yang ingin menaikan citra Indonesia di dunia

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menghasilkan pergerakan NPC agar dapat menghindari hambatan statis berupa benda diam, tidak saling bertabrakan antar

Setelah peneliti mengadakan penelitian tentang Manajemen Program Evaluasi Kinerja Guru di MTs Ma‟arif Mandiraja dengan mengumpulkan data melalui berbagai sumber,

Berbanding terbalik dengan fenomena yang terdapat pada agenda setting, fenomena yang peneliti lihat pada variabel ini adalah proses formulasi kebijakan pencegahan