• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mitologi Kedung Wali dan Perbedaan Sikap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Mitologi Kedung Wali dan Perbedaan Sikap"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MITOLOGI DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KEDUNG WALI (AIR BERTUAH) DI DESA KESENENG KECAMATAN SUMOWONO

Laporan Kegiatan Live-in ini Disusun

untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Sosial 2 Semester Genap 2015

Dosen Pengampu:

Drs. Sugiyarta Stanislaus, M.Si., dan Abdul Haris Fitrianto, S.Psi. Dosen Pendamping Lapangan: Abdul Haris Fitrianto, S.Psi.

Disusun Oleh: Yunita Nurzainina

NIM: 1511413088 Rombel: 03

(2)
(3)

ABSTRAK

Mitologi dan sikap masyarakat Desa Keseneng terhadap Kedung Wali (Air Bertuah) penulis anggap penting untuk diangkat karena merupakan fenomena yang unik yang tidak ditemukan oleh semua Desa. Selain itu, Kedung wali merupakan tema yang jarang diangkat jika mengkaji Desa Keseneng. Tema yang sudah sering dikaji yaitu Curug Tujuh Bidadari. Mitologi merupakan ilmu yang memperlajari tentang mite, dalam hal ini mempelajari tentang mite Kedung Wali. Sikap masyarakat terhadap Kedung Wali merupakan penilaian positif atau negatif masyarakat terhadap Kedung Wali.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa observasi partisipan, wawancara tak terstruktur dan dokumentasi. Observasi partisipan dan wawancara dilakukan seiring dengan kegiatan yang dilakukan selama sembilan hari, yaitu live in.

Mitologi Kedung Wali mencakup kepercayaan masyarakat terhadap khasiat Air Bertuah yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit, memperlancar rezeki, keselamatan dalam hidup, kelancaran jodoh, dan lain-lain. Kesaktian Air Bertuah ini tidak terlepas dari peran Mbah Mandung yang merupakan sesepuh Desa Keseneng yang memiliki kesaktian melebihi manusia biasa. Berbagai pengalaman mistis pernah dialami oleh pengelola dan pengunjung Kedung Wali.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmatnya kegiatan Live in Jurusan Psikologi tahun 2015 di Desa Keseneng Kecamatan Sumowono dapat berjalan dengan lancar. Teriring syukur penulis sampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan mendukung program Live in serta telah mendukung terselesaikannya laporan ini, sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Fakhrudin, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan dukungan dan memperlancar perijinan dalam terlaksananya program live in Psikologi 2015.

2. Dr. Edy Purwanto, M.Si. selaku Kepala Jurusan Psikologi yang telah mendukung dan menjadi penanggung jawab program live in Psikologi 2015. 3. Abdul Haris Fitrianto, S. Psi. selaku dosen pendamping live in di Kecamatan

Sumowono yang telah memberikan bimbingannya kepada kami.

4. Bapak Supriyanto selaku Camat Sumowono yang telah mengijinkan kami live in di Kecamatan Sumowono dan memberikan perlindungannya kepada kami selama live in di Kecamatan Sumowono.

5. Bapak Maskuri selaku Kepala Desa Keseneng yang telah mengijinkan kemi

live in di Desa Keseneng.

6. Bapak Basuki dan Ibu Tonah yang telah menjadi orang tua kami selama live in. Terimakasih atas sambutannya kepada kami yang begitu tulus.

7. Masyarakat Dusun Keseneng yang telah menyambut kami dan berbagi pengalaman hidup dengan kami selama live in.

8. Asri yang telah menemani hari-hari saya selama live in.

9. Achmad Nurochman selaku Koordinator Kecamatan Sumowono yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu kelancaran acar live in kami. 10. Semua teman-teman yang peserta live in Sumowono, terimakasih atas

kebersamaannya.

Semarang, 02 Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI

(5)

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

ABSTRAK...iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI...v

BAB 1 PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...3

C. Profil Kondisi Sosial, Budaya Dan Psikologis Masyarakat Desa Keseneng. 3 D. Profil Keluarga Basuki...5

BAB 2 KAJIAN TEORITIK...7

A. MITOLOGI...7

1. Definisi Mitologi...7

2. Mitologi Hindu tentang Air...8

3. Mitologi dan Psikologi...9

B. SIKAP...10

1. Definisi Sikap...10

2. Komponen Sikap...11

3. Karakteristik Sikap...11

4. Pembentukan Sikap...12

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap...13

6. Hubungan Sikap dan Tingkah Laku...15

BAB 3 DATA DAN PEMBAHASAN...17

A. TEMUAN DATA...17

1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah)...17

2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)...20

B. PEMBAHASAN...21

1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah)...21

2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)...24

(6)

A. KESIMPULAN...29

B. SARAN...30

DAFTAR ISI...31

(7)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kedung wali atau yang dikenal dengan air bertuah merupakan salah satu objek wisata di Dusun Keseneng. Kedung wali terletak di sekitar wisata alam Curug Tujuh Bidadari (C7B). Kedung wali menjadi salah satu objek yang dapat dikunjungi ketika berwisata ke Curug Tujuh Bidadari. Kedung wali ditemukan ketika warga sedang melakukan kerjabakti pada saat pembukaan Curug Tujuh Bidadari. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti kapan kedung wali itu terbentuk.

Kedung wali berupa sumur kecil yang menghasilkan air. Selanjutnya air dari kedung wali disebut sebagai air bertuah. Air di kedung wali tidak pernah surut meski musim panas datang. Ketika musim hujan pun air di kedung wali tidak tampak meluap, tetapi tetap berada pada volume yang ideal. Air di kedung wali keluar dari celah-celah bebatuan dan tidak dari mata air langsung.

Konon katanya air bertuah ini memiliki banyak manfaat. Banyak warga yang berdatangan untuk menikmati manfaat dari air bertuah ini.berbagai alasan melatarbelakangi kedatangan mereka. Diantaranya adalah untuk pelarisan dalam perdagangan, mendapatkan keturunan, menyembuhkan penyakit, mencari jodoh dan untuk keselamatan.

Kemampuan air bertuah mendatangkan menfaat ini dipercaya karena letaknya yang tidak jauh berada di sekitar makam Mbah Mandung. Mbah mandung merupakan sesepuh Desa Keseneng. Beliau merupakan pengikut Pangeran Diponegoro yang kemudian membuka daerah baru yang sekarang dikenal dengan Desa Keseneng. Mbah Mandung dipercaya sebagai seorang yang sakti mandraguna. Bahkan terbentuknya Curug Tujuh Bidadari pun dipercaya tidak terlepas dari berkah yang didapatkan dari Mbah Mandung.

(8)

jarang dibahas dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Kebanyakan penelitian di Desa Keseneng tertuju pada objek Curug Tujuh Bidadari. Berdasarkan data yang penulis temukan di lapangan Kedung Wali memiliki nilai historis yang lebih mendalam dibandingkan dengan Curug Tujuh Bidadari dan menimbulkan efek kepercayaan tertentu di kalangan masyarakat. Hal ini menjadi penting untuk dikaji mengingat belum banyak tulisan mengenai Kedung Wali.

Sikap masyarakat Desa Keseneng terhadap Kedung Wali antara satu orang dengan orang yang lain berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa hal yang berkaitan dengan keterlibatan orang tersebut di dalam pengelolaan dan manfaat yang dirasakan dari Kedung Wali. Sementara itu masyarakat dari daerah lain justru lebih antusias untuk merasakan manfaat dari Kedung Wali. Hal ini berbeda dengan masyarakat di Desa Keseneng yang cenderung tidak begitu antusias dengan Kedung Wali. Ada beberapa hal yang menyebabkan perbedaan sikap ini. Tulisan ini akan membahas lebih dalam mengapa perbedaan ini dapat terjadi dan perbedaan seperti apa yang sesungguhnya terjadi di masyarakat Desa Keseneng.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena yang penulis temukan di lapangan, maka rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mitologi Kedung Wali atau Air Bertuah?

2. Bagaimana sikap masyarakat terhadap Kedung Wali atau air bertuah? 3. Apa yang menyebabkan perbedaan sikap masyarakat terhadap Kedung

Wali atau Air Bertuah?

C. Profil Kondisi Sosial, Budaya dan Psikologis Masyarakat Desa Keseneng Kecamatan Sumowono

(9)

komoditas yang tidak hanya menghasilkan satu produk saja. Di Dusun Keseneng aren dimanfaatkan bijinya untuk diolah menjadi kolang-kaling dan sari bunganya untuk diolah menjadi gula aren.

Secara ekonomi sebagian besar masyarakat Dusun Keseneng berada pada tataran menengah ke bawah. Tidak ada kesenjangan sosial yang berarti di kalangan masyarakat. Hal ini terlihat dari bangunan rumah yang tidak berbeda jauh keadaanya, mata pencaharian yang cenderung homogen dan kepemilikan aset lain yang jumlahnya hampir seimbang.

Homogenitas ini yang menjadikan masyarakat Dusun Keseneng memiliki kohesivitas yang tinggi sehingga aman terkendali dan memiliki kekeluargaan yang erat. Kohesivitas warga menimbukan rasa memiliki dan loyalitas terhadap dusun. Keadaan ini terlihat ketika ada banyak warga yang datang untuk menghadiri pertemuan warga di rumah kepala dusun. Keamanan yang terjamin ini diungkapkan pula oleh Kepala Dusun Keseneng yang menyatakan bahwa Dusun Keseneng merupakan wilayah yang aman, jauh dari konflik sosial. Kekeluargaan ini terlihat dari keadaan masyarakat yang saling mengenal satu sama lain. Iklim prososial pun terlihat di sini dengan adanya budaya saling memberi antar warga, seperti ibu-ibu yang saling bertukar bumbu dan sayuran unruk memasak.

Masyarakat Dusun Keseneng merupakan masyarakat yang religius. Kegiatan-kegiatan keagamaan berjalan dengan baik. Kegiatan itu berupa shalat berjamaah dan tadzarus Al-Qur’an baik oleh ibu-ibu maupun anak-anak. Tadzarus Al-Qur’an pada bulan Ramadhan ini dilaksanakan setelah shalat subuh dan setelah shalat ashar. Namun demikian pelaksana kegiatan keagamaan ini didominasi oleh orang tua dan anak-anak. Tidak tampak adanya pemuda yang turut serta mengikuti kegiatan keagamaan.

(10)

terhadap Air Bertuah. Perbedaan ini disebabkan salah satunya oleh pemahaman mereka terhadap nilai-nilai spiritualitas.

Keadaan psikologis masyarakat Dusun Keseneng cukup baik. Interaksi antar warga berjalan dengan lancar sehingga menimbulkan hubungan sosial yang hangat. Budaya saling menyapa masih berkembang dengan baik. Selain itu juga adanya budaya saling mengunjungi ke rumah warga yang lain ketika tidak ada kegiatan di rumah. Tidak jarang juga penulis melihat tetangga datang ke rumah Pak Bas untuk meminta bumbu masak, sayuran, atau sekedar menimbang benda. Keadaan ini membuat masyarakat lebih sejahtera baik secara psikologis maupun secara sosial ekonomi.

Masalah psikologis yang berkembang di Dusun Keseneng yaitu berupa

empty nest syndrome. Dari 168 kepala keluarga Dusun Keseneng 8 diantaranya hanya tinggal berdua dalam satu rumah, istri dan suami yang berusia senja. Ditambah 8 warga usia senja yang lain hidup sendiri di dalam rumahnya. Keadaan ini terjadi karena mereka ditinggal pergi oleh anak-anaknya dan bahkan ada yang sudah ditinggal pergi oleh pasangannya. Sebagian besar anak mereka sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri. Kondisi ini menimbulkan kekosongan dalam diri individu yang ditinggal, dimana sebelumnya tempat ini terisi. Dalam perkembangannya individu akan berusaha memnuhi kekosongan ini. Untuk mengisi kekosongan ini sering kali seorang ibu yang sudah senja bermain-main dengan anak tetangga bahkan tidak jarang anak itu dibawa ke rumahnya. Subjective wellbeing mereka dapat dikatakan kurang terpenuhi karena adanya sarang yang kosong ini.

D. Profil Keluarga Basuki

(11)

Bapak Basuki memiliki dua orang anak yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kedua anak Pak Basuki telah menikah dan tinggal di rumahnya masing-masing. Anak pertama Pak Basuki berjenis kelamin laki-laki. Saat ini anak pertama Pak Basuki berprofesi sebagai tentara yang bertugas di Papua. Sedangkan anak kedua yang berjenis kelamin perempuan adalah seorang pemilik toko di sebuah perumahan di daerah Banyumanik, Semarang. Keluarga Pak Basuki memiliki dua orang cucu, masing-masing satu cucu dari keluarga anaknya. Keberadaan cucu ini yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan semakin menambah lengkap keanggotaan keluarga Pak Basuki.

Kepala dusun Keseneng merupakan jabatan yang sudah Pak Basuki emban selama 26 tahun. Jabatan ini akan berakhir seiring berjalannya usia, tepatnya ketika Pak Basuki memasuki usia 60 tahun. Selama menjalani tugasnya sebagai kepala dusun, Pak Bas begitu ia biasa disapa mendapat kepercayaan yang penuh dari warganya. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan kepada warga Dusun Keseneng, mereka mengungkapkan bahwa Pak Bas merupakan pemimpin yang sigap memenuhi tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, Pak Bas juga mampu mengayomi masyarakat sehingga sampai dengan saat ini Pak Bas masih diberikan kepercayaan oleh warga untuk memimpin mereka.

Selain sebagai kepala dusun, Pak Bas kerap kali melakoni pekerjaanya sebagai petani. Pak Bas memiliki ladang dan sawah yang menghasilkan banyak hasil alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan keluarganya. Salah satu hasil alam itu adalah kopi yang dipanen dalam waktu dua tahun sekali. Sering kali Pak Bas dan Bu Tonah melakukan pekerjaan di ladang atau di sawah secara bersama-sama.

(12)

Bidadari ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Semarang. Dilihat dari jasa beliau maka tidak mengherankan jika saat ini Pak Bas dipercaya sebagai pengelola objek wisata Curug Tujuh Bidadari.

Keluarga Pak Bas secara ekonomi termasuk dalam ekonomi menengah. Berbagai profesi yang dijalani Pak Bas membuat penghasilannya seimbang dengan pengeluarannya. Apalagi sekarang Pak Bas sudah tidak memiliki tanggungan anak yang harus dibiayai membuat ekonomi keluarga ini cukup stabil. Kadangkala ketika ada lebihan Pak Bas membelanjakan uangnya untuk membeli barang-barang untuk cucunya.

(13)

BAB 2

KAJIAN TEORITIK A. MITOLOGI

1. Definisi Mitologi

Kata mitologi secara etimologi berasal dari kata myth. Myth berasal dari kata mitos dalam bahasa Yunani yang bermakna cerita atau sejarah yang dibentuk dan diriwayatkan sejak dan tentang masa lampau (Zeffry dalam Hayyu, 2009). Di samping itu, mitologi juga dapat dilihat dari perpaduan dua kata yaitu mythos dan logos. Mythos adalah hal-hal yang berhubungan dengan asal-usul kejadian gejala alam yang belum diberikan bobot pengetahuan dan pemahaman yang bersifat rasional. Sedangkan

logos adalah ilmu pengetahuan. Maka mitologi juga berarti ilmu yang mempelajari tentang mitos. Pengertian lain juga menyebutkan bahwa mitologi merupakan ilmu yang mempelajari mite-mite, asal-usulnya dan refleksi tentang realitas di dalamnya (Hayyu, 2009).

Istilah mitologi berarti kajian tentang mitos (misalnya mitologi per-bandingan), maupun sebuah himpunan atau koleksi mitos-mitos. Dalam

folkloristika, suatu mitos adalah kisahsuci yang biasanya menjelaskan bagaimana dunia maupun manusia dapat terbentuk seperti sekarang ini, meskipun, dalam pengertian yang sangat luas, istilah tersebut dapat mengacu kepada cerita tradisional (https://id.wikipedia.org).

(14)

yang sengaja dikembangkan untuk pengesahan dan pengukuhan ideologi, kekuasaaan, dan kewibawaan termasuk ke dalamnya ideologi nilai-nilai budaya yang berlaku.

Di Indonesia, berdasarkan asal-usulnya, ada dua macam mite yang tersebar di kalangan masyarakat. Yang pertama adalah mite yang asli berasal dari Indonesia sendiri. Mite Indonesia biasanya mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, susunan para dewa, dunia dewata, terjadinya manusia pertama, dan tokoh pembawa kebudayaan, serta terjadinya makanan pokok seperti beras. Contohnya, Dewi Sri, Nyai Roro Kidul, Joko Tarub, dan Dewi Nawangwulan. Yang kedua adalah mite yang berasal dari luar negeri, terutama dari India, Arab, dan negara sekitar Laut Tengah. Mite yang berasal dari luar negeri biasanya sudah diolah, sehingga mite itu tidak lagi terasa asing. Contohnya Ramayana, Mahabarata, Oedipus, dan Romulus. (https://anakaseliindonesia.word press.com).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa mitologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang mitos. Mitos sendiri merupakan cerita-cerita mengenai kejadian alam, asal-usul, dan proyeksi sosial yang belum disertai unsur-unsur rasional.

2. Mitologi Hindhu tentang Air

Ajaran agama Hindhu memandang air sebagai unsur alam yang maha besar peranan dan arti pentingnya bagi kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya. Pandangan tersebut sesungguhnya bersifat universal, sebab dalam budaya dan agama apapun air menjadi kebutuhan pokok dan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia serta segala aktivitasnya.

(15)

Ponimin (2005) menambahkan bahwa air membersihkan manusia dari kotor dan dosa. Dalam suatu upacara pembabtisan (permandian) air memegang peranan penting. Seorang pendeta utama, dalam menyatakan penghapusan dosa dengan menyiramkan air suci dari tangannya. (E. Washburn Hopkins, dalam Ponimin, 2005).

3. Mitologi dan Psikologi

Mitologi sendiri berasal dari kata mitos (mitos, cerita lisan yang sakral) dan logos (ilmu) atau Ilmu yang mempelajari tentang mitos-mitos. Pada tahun 1867, Max Muller, seorang philologist (ahli bahasa-bahasa), memperkenalkan apa yang disebut dengan “Mitologi Kom-paratif” dimana menggunakan kajian mitologi sebagai pendekatan situasi. Psikologi sebagai ilmu berkembang pesat pada akhir abad 19 juga mengadopsinya. Salah satu penggunaan pendekatan mitologi ini per-tamakali adalah dalam buku “Tafsir Mimpi” Freud. Selain itu tokoh Psikoanalisa lain, yakni Carl Jung, juga membuat pendekatan ini semakin dikenal, menurutnya “Pembentukan mitos merupakan struktur paling sederhana dalam alam ketidaksadaran jiwa.” (www.muslimpsikologi. blogspot.com)

Lebih dari itu peran mitologi sebagaimana dikatakan Jung, merupakan representasi pikiran manusia terhadap sebuah karakter atau sifat yang tidak disadari ada pada diri manusia.

Di Indonesia sendiri kita mengenal wayang, wayang merupakan bayang-bayang, bayangan atau cermin manusia, karena itu ada karakter baik, buruk, bijak, curang maupun patriotik, dsb. Di Jawa orang zaman dulu sering menggambarkan perilaku atau sosok manusia dengan pepindhan (pengandaian) karakter wayang. Misalnya, Gagah prakosa koyo Raden Werkudara (gagah perkasa seperti Bima), Pethakilan koyo Buta Cakil (banyak tingkah/ polah seperti Cakil), atau Mbranyake kaya Dewi Srikandhi (wanita orang yang tangkas cekatan seperti Srikandi).

(16)

bersifat hiburan semata, tapi juga dijadikan cermin nilai moral, sosial dan relgiusitas.

B. SIKAP

1. Definisi Sikap

Myers (1996) mendefinisikan sikap sebagai suatu reaksi nilai yang bisa disukai atau tidak disukai untuk melindungi sesuatu atau seseorang, yang ditunjukkan dalam perasaan atau keinginan bersikap. Sementara itu Azjen (1998) menyatakan bahwa sikap adalah sebuah kecenderungan utnuk merespon secara suka atau tidak suka kepada sebuah objek, orang, lembaga atau kejadian. Definisi lain diungkapkan oleh Eagly dan Chaiken (1997) bahwa sikap adalah sebuah kecenderungan prikologi yang diekspresikan dengan penilaian sebuah identitas tertentu dengan beberapa tingkatan yang disukai atau tidak disukai.

Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (dalam Azwar, 2007). Ditambahkan oleh LaPierre yang mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty & Cacioppo secara lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu (dalam Azwar, 2007). (http://repository.usu.ac.id)

Berdasarkan definisi yang diungkapkan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kecenderungan psikologi untuk menilai objek secara positif atau negatif, merujuk pada dimensi suka atau tidak suka yang ditunjukkan dengan pola perilaku dalam rangka menyesuaikan diri dalam situasi sosial.

2. Komponen Sikap

Azwar (2007) menyatakan bahwa sikap memiliki 3 komponen yaitu:

(17)

Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

(http://repository.usu.ac.id) 3. Karakteristik Sikap

Menurut Brigham (dalam Dayakisni dan Hudiah, 2003) ada beberapa ciri atau karakteristik dasar dari sikap, yaitu :

a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku.

b. Sikap ditujukan mengarah kepada objekpsikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan. c. Sikap dipelajari.

d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada objek itu dengan suatu cara tertentu.

4. Pembentukan Sikap

Sikap dibentuk oleh beberapa proses yang dialami individu sepanjang hidupnya melalui beberapa cara. Cara-cara pembentukan sikap adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran sosial

Pembelajaran sosial merupakan proses dimana kita mengadopsi informasi baru, bentuk tingkah laku, atau sikap dari orang lain. pembelajaran sosial terjadi melalui beberapa proses sebagai berikut:

(18)

kapasitas untuk membangkitkan reaksi melalui pemasangan yang berulang kali dengan stimulus lain. Dengan kata lain, satu stimulus menjadi sebuah tanda bagi kehadiran atau terjadinya stimulus yang lain.

2. Instrumental conditioning merupakan bentuk dasar dari pem-belajaran dimana respons yang menimbulkan hasil positif atau mengurangi hasil negatif diperkuat.

3. Pembelajaran melalui observasi merupakan salah satu bentuk dasar belajar dimana individu mempelajari tingkah laku atau pemikiran baru melalui observasi terhadap orang lain.

4. Perbandingan sosial merupakan proses dimana kita membandingkan diri kita dengan orang lain untuk menentukan apakah pandangan kita terhadap kenyataan sosial benar atau salah.

b. Faktor Genetik

Berdasarkan beberapa penemuan menghasilkan kesimpulan bahwa faktor genetic dapat berperan dalam pembentukan sikap, walaupun sedikit (Arvey dkk.; Keller dkk., dalam Baron & Byrne, 2003). Sikap kembar identic berkorelasi lebih tinggi daripada sikap pada kembar nonidentik (Keller, dkk., dalam Baron & Byrne, 2003). Hal ini bahkan terjadi pada kembar yang dipisahkan pada awal kehidupannya dan dibesarkan dalam lingkungan yang sangat berbeda satu sama lain. Sikap yang cenderung diturunkan ini lebih sulit diubah daripada sikap yang tidak diturunkan. 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2007) menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu.

a. Pengalaman Pribadi

(19)

seseorang terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan lebih lama membekas.

b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

c. Pengaruh Kebudayaan

Burrhus Frederic Skinner, seperti yang dikutip Azwar sangat menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami (Hergenhan dalam Azwar, 2007). Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.

d. Media Massa

Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan individu. Media massamemberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

(20)

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi determinan tunggal yang menentukan sikap.

f. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Menurut Bimo Walgito (2003), pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak.

b. Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaanyang ada di luar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.

Sementara itu Mednick, Higgins dan Kirschenbaum (dalam Dayakisni & Hudaniah, 2003) menyebutkan bahwa pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a. Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan. b. Karakter kepribadian individu

c. Informasi yang selama ini diterima individu

(21)

Sikap tidak memiliki korelasi yang tinggi dengan tingkah laku. Ada beberapa faktor yang menentukan sejauh mana sikap mempengaruhi tingkah laku, diantaranya sebagai berikut:

a. Aspek situasi, hambatan situasi (situational constraint) menengahi hubungan antara sikap dan tingkah laku, situasi ini mencegah sikap diekspresikan dalam tingkah laku yang tampak (Ajzen & Fishbein; Fazio & Roskos-Ewoldsen, dalam Baron & Byrne, 2003). Secara umum, kita cenderung lebih menyukai situasi yang memungkinkan kita untuk mengekspresikan sikap kita dalam tingkah laku. Dengan kata lain, kita sering kali memilih tempat dimana apa ynag ingin kita katakana dan lakukan dapat sejalan (Snyder &Ickes dalam Baron & Byrne, 2003).

b. Aspek dari sikap itu sendiri. Aspek-aspek dari sikap yang mem pengaruhi adalah sebagai berikut:

 Sumber suatu sikap (attitude origins). Sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman langsung sering kali memberikan pengaruh yang lebih kuat pada tingkah laku daripada sikap yang terbentuk berdasarkan pengalaman tidak langsung atau pengalaman orang lain.

 Kekuatan sikap (attitude strength). Semakin kuat sikap terse-but, semakin kuat pula dampaknya pada tingkah laku. Kata kekuatan melibatkan beberapa faktor: kesktreman atau intensitas, kepentingan, pengetahuan, dan kemudahan diakses.  Kekhususan sikap (attitude specificity) yaitu sejauh mana sikap

(22)

BAB 3

DATA DAN PEMBAHASAN A. TEMUAN DATA

Data yang penulis gunakan merupakan data yang dihimpun dari hasil wawancara dengan beberapa narasumber. Salah satunya merupakan Kepala Pengelola Objek Wisata Curug Tujuh Bidadari sekaligus penemu Kedung Wali, beliau adalah Pak Basuki. Beliau juga termasuk salah satu tokoh masyarakat Dusun Keseneng, saat ini beliau menjabat sebagai Kepala Dusun Keseneng. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara kepada tokoh agama dusun setempat yang merupakan salah satu pengelola Kedung Wali. Pedagang di Objek Wisata Curug Tujuh Bidadari dan Kedung Wali pun menjadi salah satu interviewee. Sebagai pelengkap, penulis melakukan wawancara kepada beberapa warga mulai dari yang berusia dewasa muda hingga manula.

1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah)

Kedung wali merupakan sebuah sumur kecil yang terletak di sekitar objek wisata Curug Tujuh Bidadari. Sumur ini berupa cekungan yang terisi air yang keluar dari celah-celah bebatuan. Cekungan pada sumur Kedung Wali memiliki kedalaman sekitar 45 cm dan berdiameter 50 cm. Air yang keluar dari sumur Kedung Wali dikenal dengan nama Air Bertuah. Ketika Kedung wali ini ditemukan terdapat 9 buah batu kecil warna-warni yang bertuliskan kalimat berbahasa Arab.

Volume Air Bertuah selalu stabil dalam segala musim. Menurut keterangan Pak Bas, Air Bertuah tidak pernah surut meskipun pada musim panas. Begitu pula ketika musim hujan melanda, Air Bertuah tidak pernah meluap ke permukaan.

(23)

Kedung wali tanpa pernah tahu jika di tempat tersebut memang ada sebuah kedung yang didalamnya terdapat Air Bertuah.

Konon keberadaan Air Bertuah ini salah satunya karena faktor keberadaan makam Mbah Mandung. Mbah Mandung merupakan sesepuh Desa Keseneng. Beliau merupakan orang yang pertama kali membuka hutan untuk dijadikan pemukiman yang kini diberi nama Keseneng. Mbah Mandung berasal dari Mojokerto dan memiliki seorang istri yang merupakan orang Minang. Mbah Mandung merupakan salah satu pengikut Pangeran Diponegoro yang kemudian membuka daerah pemukiman sendiri. Mbah Mandung dipercaya sebagai wali yang memiliki kekuatan sakti mandraguna.

Di daerah sekitar Kedung Wali terdapat makam Mbah Mandung. Banyak peziarah dari luar daerah berdatangan untuk menziarahi makam Mbah Mandung ini. Sebelum daerah ini dibuka sebagai Objek Wisata Curug Tujuh Bidadari pun sudah banyak peziarah yang mendatangi tempat itu. Rangkaian acara ziarah yang dilakukan tidak terlepas dari kunjungan ke Kedung Wali. Peziarah inilah yang mengungkapkan bahwa Kedung Wali ini memiliki air yang bermanfaat dan kemudian diberi nama Air Bertuah. Hal ini dipercaya oleh warga setempat dan informasinya menyebar ke warga di beberapa daerah.

Berbagai kepentingan melatarbelakangi hadirnya wisatawan dari daerah lain ke Kedung Wali. Air Bertuah memiliki daya tarik yang luar biasa sehingga memancing wisatawan untuk berkunjung ke sana dan menikmati manfaatnya. Wisatawan yang pernah datang ke sana diantaranya berasal dari Bali, Lampung, Aceh, dan Sumatera. Diantara kepentingan yang melatar-belakangi hadirnya mereka adalah pelarisan untuk dagang, penyembuhan penyakit, mendapatkan keturunan, memperlancar jodoh dan untuk keselamatan dalam hidup.

(24)

Bertuah. Kisah lain terjadi pada warga Kendal, Jawa Tegah yang mengalami stroke kemudian meminum Air Bertuah, setelah beberapa kali meminum air bertuah kemudian penyakit itu sembuh. Adapun kisah mengenai kelancaran jodoh dialami oleh warga Desa Lanjan Kecamatan Sumowono. Warga Keseneng sendiri pernah mengalami kisah terkait khasiat yang dirasakan dari Air Bertuah. Kisah ini terjadi pada warga yang tidak dapat berjalan karena mengalami kelumpuhan. Setelah beberapa kali dimandikan di Kedung Wali dan meminum Air Bertuah keadaanya mulai membaik.

Berbagai cara ritualisasi dilakukan di Kedung Wali atau Air Bertuah ini. Ritual itu salah satunya dilakukan dengan mandi menggunakan Air Bertuah pada pukul 00.00 WIB. Kabarnya malam tangga 15 Bulan Ramadhan ini pejabat Polda Semarang akan melakukan ritual ini. Acara yang paling sederhana adalah dengan meminum air tersebut.

(25)

2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)

Warga Dusun Keseneng memiliki sikap yang beragam terhadap Kedung Wali. Perbedaan ini dapat digolongkan antara warga yang berusia tua dan usia muda. Perbedaan lain dapat digolongkan pada warga yang terlibat langsung dalam pengelolaan Kedung Wali dan tidak. Manfaat yang dirasakan pun turut menyebabkan perbedaan sikap warga.

Informasi yang didapatkan dari Kadus Keseneng, Pak Bas menunjukkan sikap positif terhadap Kedung Wali. Beliau sendiri mengajak penulis untuk ke Kedung Wali dan mengambil airnya guna kebaikan hidup penulis di kemudian hari. Pak Bas juga pernah menjadi salah satu penjaga di Kedung Wali dan menyaksikan langsung warga yang merasakan manfaat Air Bertuah. Adapun terhadap sosok Mbah Mandung, Pak Bas percaya bahwa Mbah Mandung sampai saat ini menjadi penjaga Dusun Keseneng sehingga Dusun Keseneng menjadi dusun yang damai. Selain itu, adanya rezeki yang tak terhingga yang bersumber dari pemasukan Curug Tujuh Bidadari pun dipercaya oleh Pak Bas tidak terlepas dari peran Mbah Mandung.

Sebagai tambahan informasi, air yang didapatkan dari Curug Tujuh Bidadari sebagian besar digunakan untuk membangun masjid di Dusun Keseneng. Ini merupakan sumber pendapatan yang tidak terduga sebelumnya oleh masyarakat Dusun Keseneng. Konon sesepuh Desa Keseneng pernah berbicara bahwa suatu saat aka nada rezeki tak terduga untuk masyarakat Desa Keseneng.

Hal yang sama diungkapkan oleh tokoh agama Dusun Keseneng. Beliau mengatakan bahwa beliau percaya dengan adanya khasiat yang terkandung dalam Air Bertuah. Kepercayaan itu bukan berarti beliau musyrik, tetapi beiau percaya bahwa semua kesembuhan dan keberhasilan itu sumbernya dari Allah. Air Bertuah merupakan perantara dari Allah dalam kesembuhan dan keberhasilan yang dirasakan warga.

(26)

lagi karena merasa tidak ada manfaat yang didapatkan dari Air Bertuah. Manfaat yang diceritakan orang-orang tidak dirasakan pula oleh Ibu Usliyati. Ia menambahkan bahwa kemurnian Air Bertuah sekarang sudah berkurang, tidak lagi seperti waktu pertama ditemukan.

Selain itu, secara kepengurusan sudah tidak sebagus dulu. Diceritakan oleh Ibu Usliyati bahwa dalam kepengurusan Kedung Wali pernah ada penyalahgunaan wewenang oleh pengurus. Waktu itu dana yang didapat dari wisatawan Kedung Wali tidak sepenuhnya dimasukkan ke dalam uang pemasukan, tetapi sebagian besar diambil oleh pengelola. Hal yang sama juga diungkapkan oleh tokoh agama Dusun Keseneng yang menyatakan bahwa pernah ada penyalahgunaan kekuasaan pada pengelola sebelumnya. Saat ini pengelolaan Kedung Wali sudah diserahkan kepada pengurus masjid. Penyerahan kekuasaan ini dilatarbelakangi oleh rasa tidak enak yang dirasa-kan oleh pengelola sebelumnya karena kelemahannya sudah diketahui oleh orang lain. Kejadian ini membuat kepercayaan masyarakat terhadap Kedung Wali berkurang, terutama bagi warga yang masih muda seperti Ibu Usliyati.

Dua wanita berusia senja mengungkapkan sikapnya terkait Kedung Wali dan Air Bertuah. Salah satu diantara mereka adalah pedagang di Objek Wisata Curug Tujuh Bidadari. Pada dasarnya mereka percaya dengan Kedung Wali dan segala manfaat yang konon ada meskipun mereka sendiri tidak merasakan manfaatnya secara langsung. Mereka tidak merasakan manfaatnya secara langsung karena memang mereka tidak pernah mengalami sakit yang parah sehingga harus meminum Air Bertuah. Air Bertuah tetap mereka manfaatkan untuk keperluan sehari-hari seperti minum dan memasak.

B. PEMBAHASAN

1. Mitologi Kedung Wali (Air Bertuah)

(27)

ketrunan, kelancaran rezeki dan kemudahan dalam urusan tertentu. Selain itu, warga percaya bahwa ada sosok yang kerap kali muncul di Kedung Wali. Sosok itu diantaranya adaah Sunan Kalijaga dan Nyai Ratu Kidul. Penampakan sosok ini kerap kali disertai dengan cahaya yang menyala terang di saat malam hari. Kondisi pengunjung pun tidak lepas dari objek mitos, bahwa jika pengunjung yang dinilai bersih jiwanya akan mendapatkan kebaikan tetapi jika pengunjung dinilai kotor jiwanya maka kesialan yang akan didapat.

Hal ini sejalan dengan mitologi Hindu mengenai air. Dalam mitologi Hindu, air dipercaya dapat membersihakan manusia dari kotor dan dosa. Dalam suatu upacara pembabtisan (permandian) air memegang peranan penting. Seorang pendeta utama, dalam menyatakan penghapusan dosa dengan menyiramkan air suci dari tangannya. (E. Washburn Hopkins, dalam Ponimin, 2005). Ritual mandi pada jam-jam tertentu di Kedung Wali merupakan salah satu upaya pembersihan manusia dari kotor dan dosa. Ritual ini dilakukan oleh orang-orang yang ingin sembuh dari penyakit, mendapat keturunan, mendapat kewibawaan dan keberhasilan dalam hidup.

Cerita ini tidak mempunyai bobot pengetahuan dan pemahaman rasional. Kepercayaan yang berkembang merupakan jenis kepercayaan dinamisme, dimana benda atau objek tertentu dipercaya memiliki kemampuan magis. Dalam cerita Kedung Wali warga percaya bahwa Kedung wali memiliki manfaat dalam berbagai kepentingan. Objek kepercayaan warga dalam hal ini yaitu sumur kecil. Kepercayaan ini diperkuat dengan adanya makam Mbah Mandung yang merupakan sesepuh Desa Keseneng.

(28)

dengan datang langsung ke Kedung Wali untuk menikmati manfaat Air Bertuah.

Dilihat dari macamnya mite tentang Kedung Wali termasuk ke dalam jenis mite yang berasal dari Indonesia sendiri. Mite yang berasal dari Indonesia mengisahkan tentang terjadinya alam semesta, susunan para dewa, dunia dewata, terjadinya manusia pertama, dan tokoh pembawa kebudayaan, serta terjadinya makanan pokok seperti beras. Mite Kedung Wali mengisahkan tentang terjadinya alam semesta dan tokoh pembawa kebudayaan. Alam semesta yang dikisahkan ialah Kedung Wali itu sendiri. Sedangkan tokoh pembawa kebudayaan yang dimaksud ialah Mbah Mandung yang dipercaya sebagai pendiri Desa Keseneng.

Keagamaan orang-orang desa (yang masih melestarikan budaya primitif) ditentukan oleh kepercayaan bahwa apa saja yang ada berhayat dan berjiwa, kekuatan-kuatan rohani; kepercayaan terhadap eksistensinya jiwa pribadi manusia yang sesudah kematiannya tetap tinggal di dekat desa dan tetap memperhatikan kehidupannya. Oleh karenanya penghormatan terhadap nenek moyang mempunyai kedudukan penting dalam kehidupan masyarakat desa (Bernhard H.M. Vlekke, dalam Ponimin, 2005). Warga Desa Keseneng percaya bahwa sosok Mbah Mandung meskipun telah tiada namun ia masih melindungi dan menjaga Desa Keseneng. Hal ini dibuktikan dengan ketenteraman yang dirasakan warga Desa Keseneng karena Desa Keseneng jauh dari masalah sosial, baik konflik antar warga, tindak kriminal, dan lain-lain. Selain itu, warga juga percaya bahwa adanya Curug Tujuh Bidadari yang memberikan rezeki berlimpah tidak terlepas dari peran Mbah Mandung.

(29)

Sebaliknya sifat yang tidak baik membuat menusia terhambat dalam urusan hidupnya.

2. Sikap Masyarakat terhadap Kedung Wali (Air Bertuah)

Sikap yang merupakan dimensi evaluatif suka dan tidak suka terhadap suatu objek ditemukan berbeda-beda kadarnya di kalangan warga Keseneng. Warga yang berusia tua cenderung memberikan sikap yang positif sedangkan warga yang berusia muda cenderung menilai negatif atau netral. Kadar kesukaan ini juga bermacam-macam. Ada warga yang memang menilai sangat positif tetapi ada pula yang menilai positif saja. Sementara jika dilihat dari asal daerah, warga di luar Keseneng cenderung menunjukkan sikap yang lebih positif dibandingkan dengan warga Keseneng.

Perbedaan sikap ini tentunya diikuti oleh perbedaan komponen sikap. Komponen kognitif warga yang memiliki sikap positif berupa kepercayaan penuh akan adanya manfaat yang terkandung dalam Air Bertuah. Sementara komponen afeksinya ditunjukkan dengan keadaan emosi yang positif atau bahagia karena keberadaan Kedung Wali dianggap memiliki manfaat. Komponen konasinya ditunjukkan dengan berbagai macam perilaku yang sejalan dengan mitos-mitos yang ada. Perilaku itu diantaranya dengan melakukan ritual mandi pada jam 00.00 WIB dan meminum airnya.

Sikap positif dengan kadar tinggi ditunjukkan dengan turut melakukan segala ritual yang ada. Sedangkan sikap positif yang tidak terlalu tinggi ditunjukkan dengan kepercayaan pada kognisinya tanpa melakukan tingkah laku yang sesuai mitos. Tingkah laku yang mereka lakukan sekedar mengambil air untuk keperluan sehari-hari tanpa. Sikap positif dengan kadar tinggi dimiliki oleh pengelola Kedung Wali dan pengunjung. Sedangkan sikap positif dengan kadar sedang atau rendah dimiliki oleh warga Keseneng yang berusia senja.

(30)

sudah tercemar dan tidak sejernih ketika pertama kali ditemukan. Selain itu dengan adanya kasus penyalahgunaan kekuasaan yang pernah terjadi di kalangan pengelola juga menjadikan sikapnya terhadap Kedung Wali negatif. Sedangkan secara afeksi beliau netral, artinya tidak terlalu menyukai tetapi tidak pula membenci. Perilaku yang ditunjukkan yaitu tidak pernah datang ke Kedung Wali kecuali ada acara-acara tertantu. Tujuan kedatangannya pun hanya untuk menyaksikan acara tersebut, bukan untuk datang ke Kedung Wali.

Pembentukan sikap terhadap Kedung Wali dalah satunya melalui

classical conditioning yang merupakan pembentukan sikap dimana stimulus diasosiasikan dengan suatu kajadian yang menyertainya. Sikap positif berkaitan dengan asosiasi individu mengenai Air Bertuah mengenai manfaatnya seperti kesembuhan pada penderita stroke, keberhasilan mendapat keturunan dan kejadian lain. Keberhasilan ini diasosiasikan dengan Air Bertuah sehingga individu menganggap Air Bertuah merupakan air yang sakti dan memunculkan sikap positif pada individu tersebut.

Classical conditioning juga membentuk sikap ngatif pada masyarakat Keseneng. Hal ini karena Air Bertuah diasosiasikan dengan kepengurusan yang bermasalah. Selain itu, adanya pencemaran air juga membuat warga mengasosiasikan Air Bertuah dengan air kotor yang tidak baik jika dijadikan sarana pengobatan atau yang lainnya.

(31)

Perbandingan sosial terjadi pada warga yang memiliki sikap positif dengan kadar sedang. Prosesnya terjadi ketika warga membandingkan sikap yang dimilikinya dengan sikap orang yang berpengaruh, dalam hal ini tokoh masyarakat yang menjadi pengelola Kedung Wali. Sebenarnya ia memiliki sikap yang netral. Sikap netral ini bisa saja berubah menjadi sikap negatif. Tetapi pada proses ini ia membandingkan sikapnya dengan orang lain yang menceritakan dan mengalami langsung khasiat Kedung Wali. Hal ini menjadi penguatan tersendiri bagi warga yang bersikap netral untuk memiliki sikap yang cenderung positif.

Faktor yang membentuk sikap salah satunya adalah adanya pengalaman pribadi. Sikap positif terbentuk ketika individu mengalami sendiri suatu kejadian disertai dengan pengalaman emosional. Sebaliknya jika individu tidak mengalami sendiri suatu kejadian maka sikapnya akan cenderung negatif. Hal ini terjadi pada pengelola dan pengunjung yang mandapat manfaat langsung dari keberadaan Air Bertuah yang menyebabkan mereka memiliki sikap positif terhadap objek tersebut. Sedangkan bagi warga yang tidak merasakan sendiri manfaat dari Air Bertuah cenderung memiliki sikap yang negatif. Sikap negatif itu terjadi karena memang warga tidak memiliki keluhan sehingga mengharuskan ia datang ke Kedung Wali.

(32)

Menurut Bimo Walgito (2003) pembentukan dan perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan warga memiliki sikap positif terhadap Air Bertuah dapat digeneralisasikan karena mereka memaknai nilai-nilai spiritual dengan lebih baik. Nilai spiritual di sini tidak hanya yang berkaitan dengan agama, tetapi juga dengan kepercayaan. Kepercayaan dalam hal ini yaitu kepercayaan bahwa objek tertentu memiliki kekuatan atau daya magis (dinamisme). Kepercayaan seperti ini dimiliki oleh orang-orang tua karena mereka memiliki pemaknaan spiritualitas yang lebih dalam dibandingkan dengan pemuda.

Faktor eksternal yang mendukung adanya sikap positif atau negatif terhadap Kedung Wali adalah kebudayaan dan arus informasi yang berkembang. Kebudayaan warga Keseneng pada zaman dahulu masih relative primitive dan mempercayai hal-hal magis. Keadaan ini berbeda dengan kebudayaan pada zaman sekarang yang cenderung menganut nilai-nilai rasionalitas. Kebudayaan ini menjadi salah satu pendorong warga untuk memiliki sikap positif atau negatif terhadap Kedung Wali. Kebudayaan zaman dahulu yang masih menganut nilai-nilai magis membuat masyarakat yang hidup pada zaman itu mudah percaya dengan hal-hal yang bersifat magis dan sekarang hal itu ditunjukkan dengan sikap positif terhadap Kedung Wali. Berbeda dengan masyarakat yang hidup di zaman sekarang dimana arus informasi yang berkembang membuat masyarakatnya lebih rasional dalam berfikir sehingga tidak mudah percaya dengan hal magis. Hal ini menyebabkan masyarakat yang hidup di zaman ini cenderung memiliki sikap negatif terhadap Kedung Wali dan Air Negatif.

(33)
(34)

BAB 4

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Mitologi Kedung Wali merupakan kisah yang secara turun temurun diceritakan oleh warga dari mulut ke mulut. Cerita itu berawal dari tokoh yang bernama Mbah Mandung yang merupakan sesepuh Desa Keseneng. Dipercaya oleh masyarakat bahwa Mbah Mandung memiliki andil yang besar terhadap ketenteraman Desa Keseneng. Selain itu dipercaya juga adanya Air Bertuah tidak terlepas dari peran Mbah Mandung. Mbah Mandung menjadikan air yang keluar dari Kedung Wali memiliki bermacam-macam manfaat. Manfaat itu diantaranya untuk penyembuhan penyakit, kelancaran rezeki, pelaris dalam usaha dan lain-lain. Adapun ritual-ritual yang dilakukan diantaranya mandi di Kedung Wali pada pukul 00.00 WIB untuk mendapatkan keselamatan dalam hidup. Ritual lain yang dilakukan berupa meminum Air Bertuah untuk bermacam-macam keperluan seperti yang telah disebutkan di atas.

Sikap masyarakat terhadap Kedung Wali berbeda-beda. Masyarakat usia senja cenderung memiliki sikap positif terhadap Air Bertuah. Sedangkan masyarakat usia muda cenderung memiliki pengalaman yang negatif terhadap Air Bertuah. Sikap ini tidak mutlak positif atau negatif. Beberapa warga juga memiliki sikap netral. Sikap netral ini berpotensi menjadi positif apabila mendapat penguatan. Sebaliknya apabila yang didapatkan penguatan negatif maka sikapnya akan berkembang ke arah negatif.

(35)

B. SARAN

Berdasarkan data yang terkumpul dan kajian pustaka yang dilakukan, penulis mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi pengelola Kedung Wali agar mampu menjadi pengelola yang kredibel agar mendapatkan kepercayaan penuh dari masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan juga perlu ditingkatkan. Salah satu caranya dengan menjaga kebersihan lingkungan Kedung Wali sehingga Air Bertuah tetap menjadi air yang jernih dan aman untuk dikonsumsi langsung.

2. Bagi peneliti berikutnya agar mengkaji perkembangan sikap masyarakat terhadap Kedung Wali dan mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap masyarakat. Berdasarkan penemuan penulis, sikap masayarakat mengalami perubahan dari waktu ke waktu.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Baron, Robert A. dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial Edisi Kesepuluh.

Penerjemah: Ratna Djuwita. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hayyu, Pradnya. 2009. Mitos dalam Masyarakat Cina. FIB Universitas Indonesia.

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127457-RB06P361d-Dewa%20dapur-Analisis.pdf. Diunduh pada 30 Juni 2015, 13.23 WIB.

Landasan Teori: Sikap. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19289/4/Cha pter%20II.pdf diunduh pada 29 Juni 2015 pkl. 11.23 WIB.

Mitologi dan Penggambaran Jiwa Manusia. http://muslimpsikologi.blogspot. com/2013/05/mitologi-dan-penggambaran-jiwa-manusia.html. Diakses pada 30 Juni 2015, 13.12 WIB.

Pengertian Mitologi. https://anakaseliindonesia.wordpress.com/2013/02/08/jejak-sejarah-dalam-mitologi/. Diakses pada 30 Juni 2015, pkl 13.41 WIB.

Pengertian Mitologi. (https://id.wikipedia.org/wiki/Mitologi). Diakses pada 30 Juni 2015, pkl 13.34 WIB.

Ponimin. 2005. Konsep Mitologi Hindu dalam Kesenirupaan Wayang Kulit Purwa.

Bahasa dan Seni. 33, 02, Agustus 2005.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Supriatin, Yeni Mulyani. 2010. Pembangunan Waduk Jatigede dan Mitos-Mitosnya dalam Sastra Lisan Sunda. Jurnal Sosioteknologi. Edisi 20 Tahun 9, Agustus 2010.

(37)

LAMPIRAN

Gambar 1. Kedung Wali

(38)

Gambar 3. Curug Tujuh Bidadari

Gambar

Gambar 1. Kedung Wali
Gambar 3. Curug Tujuh Bidadari

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan teori Pro- gram Dinamik perhitungan mundur maka jumlah jam kerja efektif 573.460 jam dapat dioptimalkan menjadi 468.714,27 jam dengan jumlah tenaga kerja (orang)

Sikap gereja/Kristen yang anti pada kebudayaan karena kebudayaan berasal dari dunia yang.. penuh dosa, merupakan sikap

Percobaan reaktor alir kontinyu bertujuan untuk menghitung harga konstanta reaksi penyabunan (k) etil asetat dengan NaOH, mengetahui pengaruh pengadukan terhadap konstanta

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah well logging yaitu log gamma ray dan log densitas untuk mengetahui profil bawah permukaan dengan titik pengeboran sebanyak

Kalau rasa keimanan telah meresap ke dalam jiwa seseorang manusia, walaupun dengan kekuatan senjata apa saja, keimanan itu tidak akan dapat dicabut keluar, Tidak ada

Perlakuan mekanis umum dipergunakan untuk memecahkan dormansi benih yang disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji baik terhadap air atau gas, resistensi mekanis kulit

Dana Alokasi Umum merupakan dana yang berasal dari Pemerintah Pusat yang diambil dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah game dapat meningkatkan perilaku jujur siswa SMPS Babul Maghfirah Aceh