• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL HUKUM FORMULASI IDEAL BANTUAN KE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL HUKUM FORMULASI IDEAL BANTUAN KE"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

FORMULASI IDEAL BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI

POLITIK

Isharyanto1 Maria Madalina2, Muhammad Luthfi Aldila3

Abstract

This research aims to find the ideal formulation financial grant for political parties in Indonesia. This research is a doctrinal or normative legal research with legislation approach, comparative approach, and a conceptual approach. Collecting source of legal information by literature method. The analysis techniques is the method of deduction. This work concluded that first, formulation of the financial subsidies to political parties must be raised. Second, Law Nr 2 Year 2008 and Law Nr 2 Year 2011 as umbrella act regulation of grant for parties has not been good controlling about who the competent institution to supervising party. Regulation of political parties also not force party to more transparent and more accountable for managing parties fund.

Keywords: political parties, financial grant

Abstrak

Penelitian hukum ini bertujuan untuk memformulasikan bantuan keuangan

secara ideal kepada partai politik di Indonesia. Penelitian ini adalah

penelitian hukum doktrinal atau normatif dengan pendekatan

undang-undang, pendekatan perbandingan, dan pendekatan konseptual. Teknik

pengumpulan bahan hukum adalah studi pustaka. Teknik analisa bahan

hukum dalam penelitian ini adalah metode deduksi. Hasil penelitian

menghasilkan simpulan yaitu pertama formulasi mengenai besaran

bantuan keuangan kepada partai politik harus ditambah. Dan kedua,

Undang-Undang 2 Tahun 2008 Jo. Undang-Undang 2 Tahun 2011 tentang

sebagai

umbrella act pengaturan bantuan keuangan kepada partai politik

belum mengatur dengan baik siapa lembaga yang berwenang mengawasi

partai politik. Undang-Undang Partai politik juga belum memaksa partai

untuk bersikap transparan dan akuntabel untuk mengelola keuangan

partai.

Kata Kunci: partai politik, bantuan keuangan.

(2)

1 A. PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol)

menegaskan bahwa partai politik memiliki satu tujuan penting dalam hal

membangun sistem demokrasi di Indonesia, yakni: mewujudkan sistem politik

yang demokratis guna mendukung sistem presidensiil yang efektif. Guna

memperkuat dan mengefektifkan sistem presidensiil, UU Parpol mensyaratkan

partai politik melakukan 4 (empat) hal, yaitu (i) mengkondisikan terbentuknya

sistem multi partai sederhana; (ii) mendorong terciptanya pelembagaan partai

yang demokratis dan akuntabel; (iii) mengkondisikan terbentuknya

kepemimpinan partai yang demokratis dan akuntabel; dan (iv) mendorong

penguatan basis struktur kepartaian pada tingkat masyarakat.

Dalam kaitannya dengan penyempurnaan kelembagaan partai, pengelolaan

keuangan merupakan instrumen mendasar terpenting yang harus diatur. Sebab

partai politik kini berada pada situasi sulit. Kepercayaan publik terhadap institusi

ini terus menurun sehubungan dengan maraknya elit partai politik yang terbelit

kasus-kasus korupsi. Ini diperkuat dengan melonjaknya jumlah masyarakat yang

memberi persepsi dan penilaian negatif atas kinerja partai politik. Kasus-kasus

korupsi tersebut bukan saja menunjukkan rendahnya standar moral politik politisi,

tetapi juga terbentuk dari sistem yang memaksa mereka mengambil uang yang

bukan haknya (Didik Supriyanto dan Lia Wulandari. 2012: v).

Pada area dan dalam skala berbeda, ketergantungan partai politik akan dana

yang besar untuk membiayai beroperasinya mesin partai telah membutakan

organisasi untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan

partai. Pengelolaan dan penerapan standar yang buruk, terutama terjadi pada

bagian yang berkenaan dengan sumber pendanaan partai politik dan laporan

pertanggungjawaban keuangan telah menyebabkan timbulnya bibit-bibit penyakit

di tubuh partai politik. Terlebih, buruknya pengelolaan keuangan partai politik

tersebut ternyata koheren dengan lemahnya pengaturan keuangan partai politik

sebagaimana diatur di dalam UU Parpol beserta peraturan pelaksananya.

Akibatnya, celah terjadinya korupsi politik di tubuh partai politik dan atau yang

melibatkan anggota partai politik kemudian terbuka lebar

Konsekuensi partai politik sebagai organisasi vital penghubung antara rakyat

dengan negara telah membuat posisi partai politik serba dilematis. Pada satu sisi,

(3)

3 bantuan keuangan kepada partai tidak dapat mencukupi kebutuhan belanja partai

setiap tahun. Sementara pada sisi lain, penyumbang gelap yang sudah sejak

lama mensponsori partai telah membuat partai politik kehilangan arah untuk

membela kepentingan rakyat. Oleh karena itu, diperlukan formulasi instrumen

penataan keuangan partai politik melalui bantuan keuangan dalam rangka

membuka peluang intervensi negara kepada partai politik, menciptakan

perbaikan organisasi partai politik, mencegah timbulnya korupsi politik, serta

demi menemukan momentum mengangkat kembali harkat dan martabat partai

politik. Karena pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel diawali dari

partai politik yang juga bersih, transparan dan akuntabel. Berdasarkan uraian

tersebut, maka tulisan ini hendak mengkaji tentang formulasi ideal bantuan

keuangan kepada partai politik.

B. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif atau

penelitian hukum doctrinal. Penulis mengkaji Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011

tentang Partai Politik sebagai umbrella act partai politik beserta peraturan

pelaksana dan peraturan teknisnya yang mengatur keuangan partai politik di

Indonesia termasuk di dalamnya adalah instrumen bantuan keuangan kepada

partai politik yang bertujuan untuk menopang pendanaan politik organisasi partai.

Pendekatan yang digunakan didalam sebuah penelitian hukum adalah

pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan perbandingan

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).(Peter Mahmud Marzuki, 2014:133).

Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer

merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai

otoritas.Bahan hukum primer terdiri dari perundang - undangan dan putusan

hakim. Adapun bahan-bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum

(4)

4 C. Hasil Penelitian Dan Pembahasan

1. Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik

a. Formulasi Perhitungan Bantuan Keuangan Menurut Peraturan

Perundangan Tentang Partai Politik

Bantuan keuangan dari negara kepada partai politik merupakan

suatu hal yang wajar dalam era demokrasi modern. Keuangan partai

politik merupakan salah satu indikator yang menentukan

berkualitasnya demokrasi. Sumber keuangan yang cukup tersedia

selain dapat mensponsori kegiatan partai politik agar berjalan dengan

baik, juga dapat berguna bagi kandidat yang akan bertarung pada

kompetisi dalam pemilihan umum. Pembahasan mengenai partai

politik khususnya dalam kaitannya dengan keuangan partai

merupakan topik pembahasan yang banyak dikaji di seluruh dunia.

Terlebih, topik mengenai money in politics atau keuangan dalam

politik merupakan isu politik yang sangat sensitif di seluruh dunia.

Sebab, terdapat significant knowledge gap (kesenjangan

pengetahuan yang besar) terkait pengaturan keuangan partai politik

secara akademik dengan praktik yang berlangsung saat ini di era

politik modern (Marcin Walecki dkk, 2014 :8).

Terdapat 3 (tiga) sumber pendanaan yang sah menurut UU

Parpol, yakni (a) iuran anggota; (b) sumbangan perseorangan dan

badan usaha; serta (c) bantuan keuangan negara. Semakin

memudarnya ideologi partai dengan anggota telah berpengaruh pada

menipisnya pemasukan dari iuran anggota. Sementara bantuan

keuangan yang diharapkan dapat menopang operasional partai pada

faktanya tidak dapat berbuat banyak. Sejak pengundangan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, bantuan

keuangan dibatasi hanya diperuntukkan bagi biaya sekretariat dan

pendidikan politik. Pengaturan ini tetap dipertahankan hingga

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik diUndang-undangkan.

Pengaturan tersebut berbeda dengan pengaturan dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik yang tidak

(5)

5 bantuan keuangan dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk

menopang kegiatan politik partai.

Tingginya kebutuhan partai akan dana operasional politik

merupakan satu alasan mutlak yang menyebabkan partai politik

bermanuver dalam mencari sumber pendanaan. Mengenai besaran

bantuan keuangan, Didik Supriyanto dan Wulandari (2012: 29)

berpendapat bahwa tidak ada angka ideal yang berlaku umum di

semua negara untuk menetapkan batas ideal bantuan keuangan yang

dapat diberikan negara kepada partai politik. Partai-partai politik di

Eropa Barat dan Amerika Utara misalnya. Sudah lama mengalami

dilema atas besarnya pengaruh sumbangan dana. Sejak memudarnya

pengaruh ideologi pada 1960-an dan diikuti oleh meredupnya model

partai politik berbasis massa. Maka pengaruh sumbangan

perseorangan dan badan usaha yang tidak terkontrol pun semakin

nyata merusak kehidupan organisasi partai politik. Oleh karena itu,

berbagai peraturan kemudian mulai dirumuskan guna menjaga partai

politik kembali pada khittahnya yakni: memperjuangkan rakyat.

Di Eropa Barat, aturan dibuat sedemikian rupa agar sumbangan

perseorangan dan badan usaha dibatasi, sedangkan subsidi dari

negara diperbesar; sebaliknya, di Amerika Utara sumbangan

perseorangan dan badan usaha tidak dibatasi, sedangkan subsidi

negara dibatasi. Yang menarik, baik negara di Eropa Barat maupun

Amerika Utara, aturan pengelolaan keuangan mewajibkan partai

untuk mempublikasikan keuangan partai (Ingrid Van biezen. 2003).

Indonesia menerapkan konsep yang persis dengan aturan yang ada

pada negara-negara di Eropa Barat, yakni sumbangan perseorangan

dan badan usaha dibatasi. Namun, bantuan keuangan tidak

diperbesar. Sementara yang cukup disayangkan, UU Parpol Nomor 2

tahun 2008 Jo. UU Parpol Nomor 2 tahun 2011 sama sekali tidak

mencantumkan aturan yang bersifat memaksa kepada partai politik

untuk mengelola keuangan partai dengan terbuka. Satu-satunya

aturan yang ada hanya bersifat ‘pemberitahuan’, seperti aturan pada

Pasal 38 yang menyebutkan: “Hasil pemeriksaan laporan

(6)

6 Politik terbuka untuk diketahui masyarakat”. Klausul “terbuka untuk diketahui masyarakat” sendiri bukan merupakan bentuk penegasan dan rawan multitafsir. Atas dasar demikian, partai politik pun menjadi bertingkah ‘seadanya’ dalam mengelola keuangan partai.

Formulasi perhitungan bantuan keuangan telah diatur dalam

kerangka peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan bantuan

keuangan partai politik. UU Parpol Nomor 2 tahun 2008 melahirkan

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Bantuan

Keuangan Kepada Partai Politik Sementara UU Parpol Nomor 2

Tahun 2011 melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2012

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009

Tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik. Sebagai peraturan

pelaksana, peraturan pemerintah telah memperjelas

ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang dan merumuskan ketentuan-ketentuan

sifatnya pelaksanaan dari ketentuan undang-undang yakni formulasi

perhitungan bantuan keuangan kepada partai politik.

Merujuk pada pengaturan pasal 5 Peraturan Pemerintah

mengenai Bantuan Keuangan, formula perhitungan besaran bantuan

keuangan dapat dihitung melalui dua tahap penetapan besaran

bantuan keuangan kepada partai politik, yaitu:

1) Menentukan nilai subsidi per suara dengan formula: membagi

jumlah subsidi APBN/APBD tahun anggaran sebelumnya dengan

jumlah perolehan suara dalam pemilu partai politik yang

mendapatkan kursi periode sebelumnya; kemudian

2) Mengkalikan nilai subsidi per suara tersebut dengan jumlah

perolehan suara yang diperoleh oleh partai politik pada pemilu

periode terakhir.

Merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (1) dan

(2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 tahun 2009

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 26 Tahun 2013 tentang Pedoman Tata Cara Penghitungan,

Penganggaran dalam APBD, Pengajuan, Penyaluran, dan Laporan

(7)

7 yang merupakan petunjuk teknis bagi Pemerintah daerah dalam

kaitannya terhadap penghitungan, penganggaran, pengajuan,

penyaluran, dan laporan pertanggungjawaban bantuan keuangan

partai politik.

Bahwa yang dimaksud “APBN / APBD tahun anggaran sebelumnya” sebagaimana dijelaskan pada tahap pertama perhitungan besaran bantuan keuangan adalah APBN/ APBD tahun

anggaran 2008. Sementara yang dimaksud dengan “Perolehan suara hasil pemilu periode sebelumnya” adalah perolehan suara hasil pemilu DPR/ DPRD Provinsi/ Kabupaten/ Kota tahun 2004. Kedua

ketentuan teknis ini digunakan untuk penghitungan bantuan keuangan

kepada partai politik yang mendapatkan kursi pada pemilu tahun

2009, 2014 dan seterusnya.

Gambar 1. Formula Perhitungan Besaran Bantuan Keuangan Partai

Politik

Setelah nilai subsidi didapatkan melalui formula jumlah subsidi

APBN/APBD tahun anggaran 2008 dibagi dengan jumlah suara hasil

pemilu 2004. Nilai subsidi a quo kemudian dikalikan dengan jumlah

suara yang diperoleh pada pemilu terakhir. Guna mengetahui nilai

subsidi per suara tersebut, sejak pemilu tahun 2009 sampai pemilu

terakhir pada 2014 lalu, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri

masih menggunakan nilai subsidi per suara yang didasarkan pada

putusan dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 212 tahun

2009 tentang tata pemberian bantuan keuangan kepada partai politik

sebesar Rp 108,- (seratus delapan rupiah) per suara partai politik

yang mendapatkan kursi di DPR. Jika dikalikan perolehan suara

(

a

÷

b

)

х

y

=

n

Keterangan:

a = jumlah subsidi APBN/APBD tahun anggaran 2008

b =perolehan suara hasil pemilu 2004

y = perolehan suara hasil pemilu partai politik pada pemilu periode terakhir

(8)

8 masing-masing partai politik, maka jumlah bantuan yang diterima

setiap partai politik pada hasil pemilu 2014 tampak pada tabel 5 dan

tabel 1 berikut dibawah ini.

Tabel 1. Jumlah Subsidi APBN Kepada Partai Politik Hasil Pemilu

2014 (formula PP No 5/2009 = Rp 108 per suara)

Partai Politik Kursi Suara Sah Jumlah Subsidi (Rp)

PDIP 109 23.681.471 2.557.598.868

P. Golkar 91 18.432.312 1.990.689.696

P. Gerindra 73 14.760.371 1.594.120.068

P. Demokrat 61 12.728.913 1.374.772.604

PKB 49 11.298.957 1.220.287.356

PAN 47 9.481.621 1.024.015.068

PKS 40 8.480.204 915.862.032

P. Nasdem 39 8.402.812 907.503.696

PPP 35 8.157.488 881.008.704

P. Hanura 16 6.579.498 710.585.784

Total 560 124.972.291 13.176.393.876

Sumber: Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri

b. Implikasi Terhadap Pengaturan Pengelolaan Keuangan Partai Politik

Besarnya kebutuhan belanja partai setiap tahun dan ditambah

dengan tidak mampunya bantuan keuangan untuk menutupi biaya

belanja partai telah membuat partai politik kehilangan kendali. Fungsi

utamanya sebagai jembatan antara aspirasi rakyat dengan negara

tergantikan dengan fungsi sampingan berupa pencarian dana ilegal

untuk menutupi kebutuhan partai setiap tahun.

Padahal untuk mengetahui seberapa persentase bantuan

keuangan partai politik dari APBN terhadap kebutuhan partai politik

setiap tahun, tentu harus diketahui terlebih dahulu berapa jumlah

belanja partai politik setiap tahun. Terlebih ini bukan pekerjaan

mudah, sebab partai politik tidak membuat laporan keuangan tahunan

yang terperinci dengan baik dan valid. Jika pun ada beberapa partai

(9)

9 bisa diakses oleh publik; dan kalaupun bisa diakses, maka tidak

mudah juga untuk mengecek kebenaran (validity) isi laporan tersebut

(Didik Supriyanto dan Wulandari, 2012: 31).

Oleh karena itu, untuk mengetahui jumlah belanja partai politik

setiap tahun, yang bisa dilakukan adalah memperkiraan berdasarkan

data-data yang telah ada. Penyajian data yang paling sering menjadi

rujukan penelitian mengenai jumlah belanja partai politik setiap tahun

pernah dilakukan oleh Veri Junaidi (2011) dengan didasarkan pada

perhitungan total bantuan keuangan pada pemilu terakhir sebelum

pemilu 2014 yakni pemilu periode 2009. Perkiraan yang dilakukan

oleh Veri Junaidi dkk (2011) terjabar pada tabel 2 dibawah.

Tabel 2: perkiraan pendapatan dan belanja partai politik sekelas PAN per tahun

Pendanaan Jumlah Belanja Jumlah

Iuran anggota Rp 0 Operasional

sekretariat Rp 1,4 Miliar

badan usaha Rp (tak diketahui) Unjuk publik Rp 6,7 Miliar

Subsidi negara Rp 0,677 Miliar Perjalanan

dinas Rp. 1,2 Miliar Jumlah

(yang diketahui) Rp 1,2 Miliar Jumlah Rp 51,2 Miliar Sumber: Veri Junaidi dkk (2011)

Merujuk pada penyajian data diatas dimana bantuan keuangan

hanya sebesar 1,2% dari Rp 51,2 Miliar, maka patut untuk ditegaskan

bahwa jumlah bantuan partai politik dari APBN yang sangat kecil

tersebut tidak dapat mengakomodir kebutuhan partai politik secara

menyeluruh. Bantuan keuangan yang sebelumnya diharapkan dapat

mereformasi partai politik faktanya mutlak tidak dapat menopang

(10)

10 penerapan standar yang buruk oleh partai politik, terutama terjadi

pada bagian yang berkenaan dengan sumber pendanaan partai politik

ternyata koheren dengan berbagai masalah yang timbul pada titik

yang lain seperti partai politik masih dikuasai oleh Oligarki, Minimnya

Political Will dari internal partai, lemahnya peraturan perundangan,

dan tidak profesionalnya partai untuk membatasi belanja partai.

Tidak mampunya bantuan keuangan menopang roda organisasi

partai telah sedikit banyak memberikan implikasi bagi roda

keberjalanan organisasi partai politik. Implikasi tersebut yakni sebagai

berikut:

1) Semakin tidak terkendalinya partai politik.

Lemahnya pengaturan, menjadi satu alasan utama dibalik tidak

terkontrolnya organisasi partai politik. Pada sisi lain, minimnya

inisiasi (political will) dari partai politik untuk

mempertanggungjawabkan kegiatan serta ketiadaan niat untuk

membuka pintu informasi sebesar-besarnya kepada publik

semakin menambah panjang daftar permasalahan yang membuat

kredibilitas partai politik jatuh di hati publik. Sebab, pelembagaan

partai politik pada intinya sangat dipengaruhi oleh the nature of the

party law. Sebagai lembaga demokrasi yang bentuk, operasi, dan

eksistensinya diatur oleh undang-undang, partai politik seringkali

tidak memiliki banyak pilihan atau mempunyai insentif sistemik

untuk memperkuat pelembagaan organisasionalnya. Ini

disebabkan oleh perangkat hukum yang tidak memadai.

2) Politik Uang

Istilah politik uang dalam perjalanannya memang sering

disubstitusikan secara bergantian dengan istilah korupsi politik,

sehingga seolah-olah keduanya sama secara konsepsi, padahal

tidak. Menurut Faisal Basri (Toni Andrianus Pito, dkk. 2013: 283)

politik uang atau money politics merupakan pemberian bantuan,

baik dalam bentuk uang maupun non-uang yang diduga atau patut

diduga dapat mempengaruhi keputusan dalam pemilu. Kolaborasi

dengan uang sebagai perekat, dapat terjadi antara sesama

(11)

11 massa paling bawah. Namun, hal ini hanya berlaku pada waktu

yang singkat, oleh karena kadar loyalitas yang rendah dari

pemberi uang, sehingga tidak efektif dipakai sebagai jual-beli

pengaruh dalam jangka panjang.

3) Korupsi politik.

Berbeda dengan politik uang, korupsi politik terjadi ketika

kekuasaan dan kepentingan bertemu. Sementara faktor primer

yang membentuk fenomena ini terjadi ialah politik uang. Oleh

karena itu dikatakan, bahwa korupsi politik merupakan evolusi

atau tahap lanjutan dari politik uang. Korupsi jenis ini merupakan

korupsi yang berkaitan erat dengan jual-beli kewenangan.

Utamanya ketika persilangan pertemuan kepentingan antara satu

pihak dengan kepentingan pihak lain bertemu. Kondisi ini persis

seperti yang dikatakan oleh Haryatmoko (2003: 124), bahwa

korupsi politik merupakan upaya menggunakan kemampuan

campur tangan karena posisinya untuk menyalahgunakan

informasi, keputusan, pengaruh, uang atau kekayaan demi

kepentingan keuntungan dirinya.

4) Ideologi Partai Memudar

Berbagai studi membuktikkan bahwa perkembangan organisasi

kepartaian dunia menunjukkan fakta dari ketiga sumber

pendanaan partai politik, sumber pendanaan yang masih

diharapkan membantu penyelenggaraan organisasi kepartaian

selain iuran anggota adalah subsidi negara dan sumbangan

perorangan/ badan usaha. Namun, realita di lapangan membuat

impian tersebut sirna. Sebab, terjadi ketimpangan yang nyata

antara nominal subsidi dan sumbangan. Ideologi partai politik

dengan anggota partai yang memudar tentu saja berdampak pada

rapuhnya jaringan organisasi. Hal ini tentu saja juga berdampak

pada menurunnya kinerja organisasi partai politik dalam

mendulang dukungan pendukung, utamanya terkait pendanaan.

5) Kartelisasi Politik

(12)

12 2016 pukul 18.32 WIB), kartelisasi atau cartel memiliki definisi

yakni perjanjian antara dua kekuatan atau lebih untuk satu

kepentingan. Sementara jika dikaitkan dengan definisi politik yakni

kekuasaan, kartelisasi politik merupakan kesepakatan untuk

menggapai kekuasaan antar partai politik. Kecenderungan

mengamankan kekuasaan dapat dilihat misalnya pada saat pemilu

berlangsung. Kartel sendiri merupakan embrio sekelompok elite

yang telah menjadi satu organ dengan memiliki power dalam

monopoli kekuasaan. Istilah kartel merupakan istilah baru dalam

lanskap sosial dan politik di indonesia karena kartel berasal dari

bahasa ekonomi yang mengindikasikan adanya politisasi

kekuasaan ekonomi dalam satu kelompok berikut dengan

regulatornya.

2. Formulasi Ideal Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik

Mengacu pada implikasi dari kecilnya bantuan keuangan kepada

partai politik diatas. Maka perlu ditelaah kembali apakah upaya preventif

melalui intervensi bantuan keuangan dapat dilakukan. Merujuk pada

angka-angka sebagaimana telah penulis paparkan mengenai besaran

bantuan keuangan kepada partai politik pada pemilu tahun 2014 di atas

(vide Tabel 1), sesungguhnya ruang menaikkan bantuan keuangan partai

politik masih sangat terbuka. Masalahnya, adalah berapa persentase

ideal belanja partai politik yang harus ditutupi oleh bantuan negara.

Memperhatikan bantuan negara untuk PAN sebesar Rp 0,677 miliar

(vide Tabel 2), maka nilai bantuan partai politik itu tentu tampak sangat

kecil. Merujuk pada formulasi perhitungan (a ÷ b) х y = n, dimana a

(APBN/APBD tahun anggaran 2008) dibagi dengan b (Perolehan suara

hasil pemilu legislatif periode 2004) untuk mendapatkan perhitungan awal

bantuan keuangan yang mendapat kursi pada pemilu tahun 2009, 2014

dan pemilu seterusnya; adalah merupakan perhitungan yang sudah tidak

relevan dengan perkembangan zaman. Perkembangan zaman dalam

kaitannya dengan kebutuhan perekonomian semakin berkembang pesat

dan cepat. Tentu perhitungan tersebut tidak akan bisa menyesuaikan

(13)

13 Atas dasar demikian, perubahan formulasi menjadi patut untuk

dilakukan. Penulis berpendapat, idealnya harga nominal awal setiap

suara sebesar Rp 108.- harus dinaikkan dinaikkan 94% dari nominal awal

menjadi sekurang-kurangnya sebesar Rp 1.000.- (seribu rupiah).

Kenaikan dari nominal awal sebesar 94% atau setara dengan Rp 1.000.-

bagi penulis merupakan nominal yang tepat dengan menyesuaikan

kebutuhan ekonomi partai politik saat ini. Nominal tersebut akan

mengganti rumus awal penetapan besaran keuangan dalam (a ÷ b) yang

sebelumnya didasarkan pada perolehan suara dan total APBN/APBD

2004 menjadi rumus (Rp 1000.-) х y = n atau Rp 1.000.-. dikalikan dengan

suara sah tiap partai politik pada pemilu terakhir.

Gambar 2. Formula Ideal Besaran Bantuan Keuangan Partai Politik

Mengenai bagaimana teknis pemberian bantuan keuangan kepada

partai politik masih menjadi pertanyaan selanjutnya. Sebab, penulis yakin

menaikkan besaran bantuan keuangan partai politik sebesar 94% secara

tiba-tiba tentu merupakan gagasan yang tidak bertanggungjawab, sebab

partai politik jelas-jelas belum siap untuk mengelola secara transparan

dan akuntabel dana sebesar tersebut. Oleh karena itu, diperlukan dua

rencana untuk mengantisipasi ketidaksiapan dari organisasi partai politik

yakni melalui rencana (a) jangka pendek; dan rencana (b) jangka

panjang.

a. Rencana jangka pendek.

Sebagai langkah awal, meningkatkan besaran bantuan keuangan

dapat dilakukan melalui pemberian sebesar 20% pertahun selama

empat tahun awal hingga mencapai persentase 80%, kemudian pada

tahun keempat diberikan kenaikan 14% sebagai penyempurnaan dari

a

х

y

=

n

Keterangan:

a = Rp 1000.-

y = perolehan suara hasil pemilu partai politik pada pemilu periode terakhir

(14)

14 nominal kenaikan 94%. Peningkatan tersebut terjabar dalam Tabel 3

di bawah ini.

Tabel 3. Rancangan mekanisme sistem pengetatan pemberian

kenaikan bantuan keuangan kepada partai politik

Tahun

pertama kedua ketiga keempat kelima

20% 20% 20% 20% 14%

Langkah Ini merupakan langkah yang tepat karena tambahan

bantuan sebesar 20% pada awal pemberian bantuan dapat

menstimulasi serta dapat melatih organisasi partai politik bersikap

transparan dan akuntabel. Contohnya, partai sekelas PAN yang

menerima bantuan keuangan pada 2016 sebesar Rp 1,2 Miliar.

Apabila ditambah 20% maka di tahun 2017 PAN akan mendapat

bantuan keuangan sebesar Rp 3 Miliar.

b. Rencana jangka panjang

Apabila rencana jangka pendek mendapat respon positif dari

partai politik melalui rutinitas transparansi dan akuntabilitas yang

terukur dan bertanggungjawab, maka bantuan keuangan dari tahun

awal sebesar dapat dinaikkan konstan berdasarkan kelipatan sebesar

20% selama empat tahun awal hingga mencapai 80%, kemudian

diakhiri dengan kenaikan persentase 14% pada tahun ke lima sebagai

angka penyempurnaan dari 94%.

(15)

15 D. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan sebagai

berikut:

1. Pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik belum

terwujud. Ketidakmampuan regulasi dalam menetapkan standar

transparansi dan akuntabilitas telah membuat pengelolaan keuangan

partai politik menjadi tidak transparan.

2. Formulasi perhitungan besaran bantuan keuangan kepada partai politik

sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Ketidakmampuan

peraturan perundangan telah memaksa partai politik bermanuver, mencari

dana ilegal dengan menghalalkan berbagai cara untuk menghidupi mesin

partai.

E. Saran

1. Formulasi mengenai besaran bantuan keuangan kepada partai politik

harus dinaikkan dengan menyesuaikan dengan perkiraan nominal yang

ideal untuk menopang roda organisasi partai politik. Hal ini dilakukan

karena iuran anggota semakin tidak dapat diharapkan dan sumber

pendanaan lain berupa sumbangan terbukti telah merusak visi misi

kelembagaan partai politik dalam membela kepentingan rakyat.

2. Undang-Undang 2 Tahun 2008 Jo. Undang-Undang 2 Tahun 2011

tentang Partai Politik sebagai umbrella act pengaturan bantuan keuangan

kepada partai politik belum mengatur siapa lembaga yang berwenang

melaksanaan kewenangan supervisi-proaktif. Undang-Undang Partai

politik juga belum memaksa partai untuk bersikap transparan dan

akuntabel dalam mengelola keuangan partai. Alangkah lebih baik jika

aturan dibuat secara jelas dan gamblang terkait batasan-batasan

(16)

16 Daftar Pustaka

Black’s Law Dictionary 2nd Edition. http://thelawdictionary.org/, diakses pada 6 Januari 2016 pukul 18.32 WIB.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kementerian Hukum dan HAM RI, 2014, Penelitian Hukum Tentang Akuntabilitas Pendanaan Partai Politik Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, Jakarta: BPHN

Didik Supriyanto dan Lia Wulandari. 2012. Bantuan Keuangan Partai Politik: Metode Penetapan Besaran, Transparansi, Dan Akuntabilitas Pengelolaan, jakarta: yayasan perludem;

Ekamara Ananami Putra. 2015, Reformasi Keuangan Partai Politik: Peluang Mencegah Korupsi Politik Di Era Revolusi Mental. Makalah. Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada;

Haryatmoko. 2003. Etika politik dan kekuasaan. Jakarta: kompas

Ichlasul Amal. 2012, Teori-Teori Muktakhir Partai Politik, yogyakarta: Tiara Wacana,

Ingrid Van Biezen. Financing Political Parties and Elections Campaigns, Strasbourg: Council of Europe Publishing, 2003.

Marcin Walecki. dkk. 2014. Public Funding Solutions for Political Parties in Muslim-Majority Societies, Washington, D.C: International Foundation for Electrolar Systems (IFES)

Peter Mahmud Marzuki. 2014. Penelitian Hukum. Edisi revisi. Jakarta: kencana prenada media group.

Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto. 2011, Pengendalian Keuangan Partai Politik, jakarta: kemitraan.

Ramlan Surbakti. 2010, Memahami Ilmu Politik, jakarta: Grasindo.

______________. 2015. Permasalahan Keuangan Partai Politik Di Indonesia. jakarta: kemitraan;

______________. 2015. Roadmap Pengendalian Keuangan Partai Politik Peserta Pemilu. jakarta: kemitraan;

Gambar

Tabel  1. Jumlah Subsidi APBN Kepada Partai Politik Hasil Pemilu
Tabel 2: perkiraan pendapatan dan belanja partai politik sekelas PAN per tahun
Tabel 3. Rancangan mekanisme sistem pengetatan pemberian

Referensi

Dokumen terkait

Karena sebuah bujursangkar (persegi) mempunyai 4 sudut siku-siku yang sama besar maka bujursangkar adalah sebuah empat-persegi panjang.. Oleh karena itu, S Q (S subhimpunan

- kegiatan pelatihan khatib dan mubaligh muda se-kanagarian Tanjung Betung Rao ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada para pemuda-pemuda nagari akan pentingnya

Data koordinat X,Y, dan Z diperoleh dari hasil pengukuran terestris menggunakan Total Station Leica FlexLine kemudian data tersebut diolah menggunakan Software

Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh mitra, maka tim dosen fakultas ekonomi melakukan pengabdian dengan memberikan pelatihan pengelolaan BUMDes yang baik serta

Menurut Sonny (2011: 2), pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu (UU.No 32 Tahun

Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2012, dengan kami ini minta kepada Saudara Direktur untuk hadir dalam melakukan Pembuktian Kualifikasi dengan membawa berkas asli data perusahaan pada

PENGARUH PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PT DJARUM TERHADAP REPUTASI PERUSAHAAN.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Seluruh kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki BP3K, dan keseluruhannya tentu menjalankan tugas serta fungsinya mengacu pada peraturan yang berlaku