Sedikit Mengenai Sumber Daya Air Kita
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki tujuan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) pada Alinea ke-IV. Dimana tujuan tersebut adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam usaha mencapai tujuan tersebut, negara dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai macam upaya dengan melahirkan berbagai macam kebijakan.
Indonesia sebagai negara mempunyai suatu kontrak sosial dengan warga negaranya, yakni pemenuhan kesejahteraan rakyatnya, hal ini sesuai dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state), welfare state sendiri timbul dari pergeseran paradigma terhadap tanggung jawab negara, yakni dari negara penjaga malam (watchman state) menjadi negara kesejahteraan (welfare state).1 Negara kesejahteraan sendiri merupakan suatu bentuk pemerintahan demokratis, dimana negara bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Dapat dikatakan bahwa negara kesejahteraan mengandung unsur sosialisme yang mementingkan kesejahteraan di bidang politik maupun ekonomi.2
Paham negara kesejahteraan yang telah disepakati melalui pembahasan pada rapat-rapat BPUPKI dan PPKI mengandung paham demokrasi politik dan demokrasi ekonomi sebagai paham negara Indonesia. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Pasal 33 UUD NRI 1945 yang merupakan landasan perekonomian bagi Indonesia dimana di dalamnya diakui kepentingan dan hajat hidup orang banyak. Pada Penjelasan UUD NRI
1 Mahfud Marbun. 1987. Pokok Pokok Hukum Administrasi Negara. Yogjakarta: Liberty. Hlm. 42.
1945 Pasal 33 juga tercermin adanya demokrasi ekonomi yang menjadi ciri khas dari negara kesejahteraan, yang berbunyi:
“Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang-seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.3
Selain berpaham negara kesejahteraan, Indonesia juga mendeklarasikan4 diri sebagai negara hukum. Maka dari itu Indonesia menggunakan hukum sebagai salah satu sarana untuk mengatur dan menyelenggarakan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Selanjutnya, diperlukan pembangunan sistem hukum nasional yang akan dipakai untuk mendukung pemenuhan tanggung jawab tersebut.
Sebagaimana dengan sumber daya air yang keberadaannya merupakan amanat dan karunia sang Pencipta untuk dimanfaatkan juga dijaga kelestariannya demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, karena fungsi air itu sendiri yang amat vital bagi kehidupan manusia maka pengelolaan dan penguasaan dan pemilikan atas sumber-sumber air tersebut diatur oleh hukum.
Sumber daya air itu sendiri memiliki fungsi sosial yang mana sumber daya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada sumber daya air untuk kepentingan individu, fungsi ekonomi yang berarti bahwa sumber daya air dapat di daya gunakan untuk menunjang kegiatan usaha, dan fungsi
3 Ibid, hlm. 52.
lingkungan hidup yang berarti sumberdaya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus tempat kelangsungan hidup flora dan fauna.5
Kebutuhan manusia akan sumber daya air yang mencapai berarti 50 – 100 liter dan atau minimal 20 liter per orang per hari membuat Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (the Committee on Economic, Social and Cultural Rights) dalam Komentar Umum (General Comment) No. 15 secara tegas memberikan penafsiran tentang Pasal 11 dan Pasal 12 dari Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights), bahwa hak atas air adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya.6 Dalam argumentasinya, Komite ini menunjukkan jika banyak hak asasi manusia lainnya tidak dapat didapatkan oleh manusia jika sebelumnya tidak dikenal adanya hak atas air. Hak Hidup (the right to life), hak untuk mendapatkan makanan (the right to food), hak untuk mempertahankan kesehatan (the right to maintain health level) adalah hak-hak yang dalam upaya untuk memenuhinya membutuhkan hak atas air (the right to water) – sebagai prasyaratnya.
Berbagai kovenan di PBB juga menyebutkan bahwa bukan hanya air itu sendiri yang merupakan hak, tetapi akses terhadap air bersih itulah yang menjadi hak asasi manusia (HAM). Setelah Indonesia meratifikasi Kovenan ECOSOB( Ekonomi, Sosial, dan Budaya) dengan UU No. 11 Tahun 2005, maka menjadi kewajiban Indonesia untuk menetapkan standar dan norma hukum nasional mengenai akses air bersih sebagai HAM.7
Ketentuan normatif dalam tataran hukum positif Indonesia yang menunjukkan bahwa hak atas air merupakan HAM dan berarti pula bahwa hak atas air termasuk hak absolut dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Pasal 28 A juncto Pasal 28 I ayat (1) UUD NRI 1945. Pasal 28 A berbunyi: “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
5 Rancangan Undang-Undang “Sumber Daya Air”, http://www.hukumonline.com/ Diakses Pada 1 Agustus 2015
mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pasal 28 I ayat (1) berbunyi: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”.
b. Pasal 28 H UUD NRI 1945 berbunyi:
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal ini memberikan dasar bagi diakuinya hak atas air sebagai bagian dari hak hidup sejahtera lahir dan batin yang artinya menjadi substansi dari hak asasi manusia.
Berdasarkan pernyataan dan hukum nasional maupun hukum internasional tersebut, secara eksplisit dapat disimpulkan bahwa hak atas air adalah hak yang bersifat fundamental (melekat pada kodrat manusia) dan berlaku secara universal. Dengan demikian, negara dan pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi, menghargai, dan memenuhi hak tersebut.8 Hak dan kewajiban tersebut dapat dicapai apabila negara menguasai sumber daya air.
Hubungan hukum antara Negara dan BARAKAD (Bumi, Air dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya) dalam UUD 1945 dirumuskan dengan istilah “dikuasai”. Serta telah ditegaskan sifatnya sebagai hubungan hukum publik oleh Undang-Undang Pokok Agraria dalam pasal 2, diberikan rincian kewenangan hak menguasai oleh negara,yakni:
1.) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
2.) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan BARAKAD;
3.) Menentukan hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dengan rincian kewenangan mengatur, menentukan, dan menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam pasal 2 UUPA tersebut, UUPA memberikan suatu interpretasi otentik mengenai hak menguasai dari negara yang dimaksud oleh UUD 1945 sebagai hubungan hukum yang bersifat publik semata. Dengan demikian tidak akan ada penafsiran lain mengenai hak dikuasai dalam pasal UUD 1945 tersebut.9
Konsep penguasaan oleh Negara terhadap sumber daya air dewasa ini dirasa belum optimal hal ini dapat kita lihat dalam pengelolaan sumber daya air masih menemui banyak permasalahan, seperti :
a. Kurangnya pengawasan terhadap pemanfaatan sumber daya air oleh pihak swasta sehingga merugikan rakyat, misalnya irigasi rakyat tidak berfungsi karena pemasangan Brontcaptering dihulu oleh PDAM atau investor swasta.
b. Pengelolaan sumber daya air yang kurang maksimal sehingga pemenuhan kebutuhan air bersih dan berkualitas secara
berkesinambungan dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia belum tercapai sepenuhnya dan masih memerlukan perhatian khusus.10
c. Belum adanya pengaturan yang ketat dan jelas mengenai sistem kerjasama yang memihak rakyat antara Negara dan pihak swasta mengenai pengelolaan sumber daya air .
Hal tersebut tentunya melenceng dari prinsip dasar pengelolaan yang diamanatkan oleh UUD 1945, seperti yang disampaikan Widyo Parwanto bahwa ada 6 prinsip dasar pengelolaan sumber daya air,yaitu11 :
1. Pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu, mengesampingkan, apalagi meniadakan hak rakyat atas air;
2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air. Akses terhadap air adalah salah satu hak asasi tersendiri;
3. Kelestarian lingkungan hidup, sebagai salah satu hak asasi manusia, sesuai dengan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945;
4. Pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak; 5. Prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN
atau BUMD
6. Pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu.
Nilai Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945 yang secara yuridis mempunyai kedudukan sebagai pokok kaidah yang fundamental12 juga memberikan petunjuk bahwa Negara harusmelindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta Negara hendaknya mewujudkan kesejahteraan umum seluruh warga Negara. Dalam sila kelima yakni
10Direktorat Pengkajian Bidang Sosial dan Budaya, 2013, ”Pengelolaan Sumber Daya Air guna Mendukung Pembangunan Nasional dalam Rangka Ketahanan Nasional”, Jurnal Kajian LEMHANNAS RI, Edisi 15, Nomor 6, Mei 2013, hlm. 2.
11 Disampaikan dalam Diskusi Awal Implikasi Pembatalan UU SDA Nomor 7 Tahun 2004 oleh Mahkamah Konstitusi, Tempat di Ruang Satya Tirta, Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik UB, 10 Maret 2015, Pukul 10.00,Peserta Dosen Jurusan Teknik Pengairan FT UB, Mahasiswa S3, Alumni.
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang dijiwai oleh sila pertama-Ke-empat, tersebut jelas bahwa Negara harus mewujudkan keadilan bagi warga negaranya, diantaraanya yakni keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara Negara terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama yang didasarkan atas hak dan kewajiban.13
Meskipun secara nasional sudah ada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun pada permasalahan sumber daya air diperlukan suatu kebijakan nasional dalam langkah strategis untuk menentukan fokus pemerintah dalam hal sumber daya air. Maka perlu adanya Rancangan Undang-Undang tentang Sumber Daya Air sehingga mampu menjalankan amanat yang diberikan oleh UUD 1945 dan juga Pancasila.