• Tidak ada hasil yang ditemukan

peran bimbingan karir bimbingan karir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "peran bimbingan karir bimbingan karir"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Pemahaman Bimbingan Karir dan Prestasi Belajar Pelajaran Kejuruan terhadap Kesiapan Mental Memasuki Dunia Kerja Siswa Kelas III Jur. T. Otomotif SMKN 2 Wonosari

PENGEMBANGAN MODEL

PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

BERBASIS PORTOFOLIO UNTUK

MENINGKATKAN SIKAP DAN

KOMPETENSI WIRAUSAHA SISWA SMK

(SMEA) DI KOTA MALANG

MOHAMMAD . Maskan

Abstrak

ABSTRAK

Maskan, Mohammad*. 2009.

Pengembangan Model Pembelajaran Kewirausahaan Berbasis

Portofolio untuk Meningkatkan Sikap dan Kompetensi Wirausaha Siswa SMK (SMEA) di

Kota Malang,

Program Pascasarjana,

Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Prof.

Dr. Salladien, (II) Prof. Dr. Wahjoedi, ME, dan (III) Prof. Dr. Armanu Thayib, SE, M.Sc.

Kata kunci

: pengembangan model pembelajaran, kewirausahaan, model pembelajaran berbasis

portofolio, sikap wirausaha, kompetensi wirausaha.

(2)

pembelajaran ini menggunakan pendekatan siswa aktif, multi metode pengajaran dan multi

sumber pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk menemukan model mata pelajaran Kewirausahaan

berbasis portofolio yang bercirikan siswa aktif, kooperatif, partisipatif, demokratis, reaktif dan

menyenangkan. (2) untuk meningkatkan pencapaian domain afektif dan psikomotorik dalam

pembelajaran kewirausahaan siswa SMK di Kota Malang.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pengembangan yang

mengadaptasi pendapat Dick and Carey (1990) yang terdiri atas lima tahap. Populasi penelitian

ini adalah seluruh SMK (SMEA) Jurusan Manajemen dan Administrasi Bisnis di Kota Malang,

sample penelitian ini adalah berasal dari siswa SMK dari SMK Negeri 1 Kota Malang, SMK

PGRI 02 Malang dan SMK Wisnu Wardhana dengan jumlah keseluruhan sampel sebanyak 102

orang. Desain uji coba menggunakan

Randomized Subject, Pre-Test-Post test Control Group

Design

. Jenis data berupa data primer berupa angket, yang berasal dari guru, ahli media

pembelajaran, ahli rancangan dan siswa yang berupa tanggapan, saran dan masukan. Sedangkan

data sekunder berupa SAP, silabus, jumlah kelas, jumlah siswa dan guru kewirausahaan di SMK

yang digunakan sebagai subyek penelitian. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah:

a) Analisis Isi, yang digunakan untuk mengolah data dari wawancara dan diskusi dari para ahli,

guru, siswa serta hasil uji coba perorangan dan kelompok kecil, b) Analisis Deskriptif digunakan

untuk mengetahui tanggapan dari guru, ahli media pembelajaran, ahli rancangan pembelajaran

dan siswa tentang kualitas hasil produk pengembangan model pembelajaran kewirausahaan

berbasis portofolio dan c) Analisis Komparatif, yang digunakan untuk mengetahui perbedaan

sikap dan kompetensi wirausaha siswa antara model pembelajaran kewirausahaan berbasis

portofolio dan klasikal.

(3)

pembelajaran klasikal, yaitu sebesar 3,503. Demikian juga pada pembentukan kompetensi

wirausaha siswa, ternyata model pembelajaran kewirausahaan berbasis portofolio hasilnya lebih

tinggi, yaitu sebesar 3,619 daripada model pembelajaran klasikal, yaitu sebesar 3,005. Namun

demikian, berdasarkan kajian statistik, apabila dilihat berdasarkan kemampuan akademis siswa

ternyata model pembelajaran kewirausahaan berbasis portofolio ini hasilnya akan optimal

apabila diterapkan pada siswa berkemampuan akademis menengah ke atas.

(4)

Pendahuluan ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. Persaingan global di segala bidang ini tidak hanya melanda negara-negara ASEAN tetapi juga negara-negara di seluruh penjuru dunia. Bagi negara maju, mungkin adanya persaingan global hanya menuntut mereka untuk menyesuaikan diri dengan negara-negara yang lain. Tetapi bagi negara berkembang seperti Indonesia, adanya persaingan global menuntut untuk meningkatkan segala sektor negara, baik politik, ekonomi, pendidikan, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan semua sektor tentunya dilaksanakan melalui pembangunan bangsa. Dalam upaya pembangunan bangsa, tampaknya pengembangan sumber daya manusia adalah yang paling penting dan utama jika dibandingkan dengan pengembangan sumber daya alam. Masalah SDM tidak bisa lepas dari masalah tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja sangat bergantung pada kualitas SDM. Oleh karena itu, kualitas SDM harus mendapatkan prioritas utama untuk ditingkatkan dan dikembangkan guna mendapatkan kualitas tenaga kerja yang baik. Peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi generasi muda calon tenaga kerja merupakan tanggung jawab dunia pendidikan, baik pendidikan formal maupun nonformal. Pendidikan merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses

penyiapan SDM yang berkualitas, tangguh, dan terampil. Dengan kata lain, melalui pendidikan akan diperoleh calon tenaga kerja yang berkualitas sehingga lebih produktif dan mampu bersaing dengan rekan mereka dari negara lain. Dalam hal ini, pertambahan penduduk yang tidak memiliki

(5)

menyiapkan peserta didik agar sukses menempuh kehidupannya di masa depan. Kemampuan untuk menghadapi masa depan itulah yang perlu ditumbuhkembangkan dalam proses pendidikan. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem pendidikan nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan tenaga kerja nasional yang terampil. Lulusan SMK diharapkan menjadi sumber daya manusia yang siap pakai, dalam arti ketika mereka telah

menyelesaikan sekolahnya dapat menerapkan ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di sekolah.

Kenyataan di lapangan kerja menunjukkan bahwa daya serap lulusan SMK masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa Jumlah tenaga kerja Indonesia per Agustus 2014 mencapai 182,99 juta orang. Dari jumlah itu, 7,24 juta orang di antaranya berstatus pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran terbuka paling banyak adalah lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK), diploma, dan universitas. Jumlah pengangguran lulusan SMK adalah 11,24 persen dari total jumlah pengangguran. Pengangguran lulusan SMK ini naik tipis dibandingkan Agustus 2013 yang mencapai 11,21 persen. Jumlah lulusan SMK yang menganggur ini persentasenya lebih besar dibanding persentase lulusan SMA biasa yang mencapai 9,55 persen. Berturut-turut kemudian lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 7,15%, dan lulusan Diploma sebesar 6,14%. Kepala BPS Suryamin (dalam tempo.com, Rabu (5/11/2014)) menengarai, belum adanya link and match antara pendidikan kejuruan dengan industri

menyebabkan lulusan SMK yang paling banyak menganggur. Lulusan SMK seharusnya langsung dapat kerja karena memiliki keahlian sesai dengan kompetensi keahlian. Salah satu penyebab daya serap rendah ini adalah belum ada link and match antara kompetensi lulusan SMK dengan

kualifikasi keahlian yng dibutuhkan unia industri. Link and match adalah kebijakan sejak zaman Orde Baru, yang dibuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu Wardiman Djojonegoro. Salah satu upaya yang dilakukan SMK dalam kebijakan ini adalah penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). PSG dalam Kurikulun Pendidikan Berbasis Kompetensi siswa dapat beriteraksi baik di dalam maupun diluar, yaitu di dalam berarti di sekolah melalui praktek di bengkel dan di luar artinya belajar di perusahan atau dunia industri melalui magang atau praktek kerja industri (prakerin). Siswa diharapkan mengetahui lingkungan kerja berdasarkan bidang yang dia kuasai, selain itu juga akan mengerti tata cara kerja yang baik dan mengerti akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Kondisi nyata di lapangan menunjukkan bahwa terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah dengan dunia industri. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar SMK memiliki peralatan praktik yang jauh tertinggal dibandingkan dengan peralatan dan teknologi yang diterapkan dunia industri sehingga ilmu yang dipelajari oleh siswa SMK hari ini tidak sinkron dengan tuntutan dunia industri. Praktik kerja indstri (prakerin) yang dilaksanakan dalam tiga sampai dengan enam bulan di dunia industri kadang menjadi sia-sia ketika siswa magang pada perusahaan atau industri kecil sebagai akibat dari keterbatasan kuota dari perusahaan besar dalam menerima siswa magang. Hal ini terjadi karena jumlah siswa yang belajar di SMK dengan jumlah industri yang bersedia menerima siswa melaksankan praktik kerja industri tidak seimbang dimana jumlah siswa jauh lebih banyak dibandingkan dengan kuota yang disediakan industri untuk siswa magang. Guru produktif sebagai instruktur yang mengajar mata pelajaran kejuruan juga mempunyai peran dalam kesenjangan lulusan SMK dengan tuntutan dan kebutuhan dunia industri. Hal ini terjadi dikarenakan sebagian besar guru produktif mandek (stagnan) dalam keilmuan mutakhir

(6)

seringkali memiliki keterbatasan pengetahuan akan teknologi mutakhir, banyak guru produktif yang tidak mampu mengimbangi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disebabkan banyak

keterbatasan dari guru sendiri. Dengan demikian faktor guru produktif dan profesionalisme juga merupakan variabel yang perlu diperhatikan ketika membahas link and match lulusan SMK dengan dunia kerja. Kritik atas Kegagalan SMK? Secara konseptual sesungguhnya tidak ada yang salah dengan SMK. Direktorat Pendidikan Mengah Kejuruan (2003) menyatakan bahwa tujuan Sekolah Menengah Kejuruan memiliki tujuan umum, yaitu: (1) menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak, (2) meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, (3) menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab, (4) menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan (5) menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni. Tujuan khusus SMK, adalah: (1) menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati, (2) membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan (3) membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kenyataan di lapangan saat ini menunjukkan bahwa slogan SMK yang santer terdengar “SMK Bisa!” mulai nampak loyo dan kuyu melihat fakta BPS menyoal jumlah pengangguran. SMK yang sejatinya mempersiapkan generasi sekolah menengah untuk siap terjun ke dunia kerja nampaknya ironi semata. Sloga di atas sepertinya hanya membara saat generasi muda menempuh di jenjang sekolah. Sedang di dunia kerja, penyerapan baik yang diharapkan nampak belum optimal. Seperti termaktub dalam salah satu poin Sekolah Menengah Kejuruan dalam website www.ditpsmk.net yaitu Mendidik Sumber Daya Manusia yang mempunyai etos kerja dan kompetensi berstandar internasional belum terwujud. Etos kerja yang digadang-gadang mampu mempersiapkan siswa di dunia kerja nampaknya belum optimal. Hal ini terkendala pengelolaan setengah hati SMK.

Pemerintah memberikan keleluasaan dalam pengembangan sekolah menengah kejuruan. Namun, saat ini belum ada peningkatan mutu pendidikan SMK dan pemetaan mobilisasi lulusan SMK. Kebijakan pemerintah ini justru ditanggapi dengan euforia, yaitu munculnya SMK-SMK baru. Apabila tidak ada peningkatan kualitas SMK, maka industri akan kesulitan menyerap lulusan SMK yang jumlahnya cukup besar. Kegagalan pendidikan SMK selama ini yang berimplikasi terhadap rendahnya daya serap lulusan dan dicapnya SMK sebagai sekolah yang mencetak pengangguran dan kuli tidak lepas dari banyak faktor yang saling terkait, baik menyangkut kebijakan pemerintah, pengelola SMK termasuk kepala sekolah dan guru, sarana dan prasarana, serta dunia

usaha/industri selaku mitra SMK. Penulis menginventarisasi kegagalan pendidikan SMK, sebagai berikut: 1. Kebijakan Setengah Hati Pemerintah Pemerintah dalam kebijakan pendidikan

menengah kejuruan melalui Provinsi Vokasi, Kabupaten Vokasi bahkan sampai dengan

(7)

sampai sejauh mana penguasaan keahlian setelah selama 3 tahun belajar sebagai persyaratan kelulusan. Lulusan siswa SMK dikatakan setelah lulusan siap masuk di dunia kerja. Kebijakan hebat ini mendapatkan respons yang luar biasa dari masyarakat yang diitunjukkan dengan semakin bertambahnya jumlah-jumlah SMK dan juga minat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya ke SMK. Banyak SMK swasta yang didirikan menyambut antusiasme masyarakat atas kebijakan pemerintah ini. Selanjutnya yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa banyaknya pendirian SMK ini tidak diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana praktik yang memadai dan guru-guru yang kompeten. SMK negeri dan swasta yang ada selama ini ada belum secara optimal

mendapatkan bantuan upgrading alat-alat praktik maupun pelatihan kompetensi bagi guru produktif sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir. Kuantitas SMK yang semakin besar yang tidak diimbangi dengan kualitas baik sarana dan prasarana, guru yang

kompeten, dan nihil mendapatkan mitra dunia usaha/industri menjadkan semakin banyaknya SMK sastra yang kurang praktik sehingga lulusanpun menjadi tidak berkualitas dan akibatnya sulit untuk masuk dunia kerja. Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis dalam implementasi pendidikan SMK disebabkan ketidakseimbangan antara produk hukum dengan perencanaan dan implementasi kebijakan yang ditetapkan. Sebagai contoh dalam pelaksanaan pendidikan sistem ganda dan kemitraan sekolah dengan industri, pemerintah seharusnya tidak setengah-setengah dalam membantu SMK dalam meningkatkan kualitas lulusannya. Perlu langkah konkrit bagaimana mengatur dunia usaha dan industri agar membantu SMK dalam melaksanakan program bersama dalam upaya menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Penyiapan aturan atau bahkan undang-undang yang mengikat semua dunia usaha dan industri dalam merealisasikan kerjasama ini. Nasionalisme DUDI dibangun dengan dimulai dari membuat aturan dan undang-undang dan aturan yang mengikat mereka menuju ke arah pembangunan bangsa yang kuat. 2. Rendahnya Visi Kepala SMK Kepala SMK hendaknya memiliki visi jauh ke depan karena lulusannya berhubungan langsung dengan masalah ketenagakerjaan dan kebutuhan dunia usaha serta industri. Kebanyakan kepala SMK yang memandang bahwa SMK tidak ubahnya dengan sekolah-sekolah lain menyebabkan proses

(8)

pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang secara pesat. 4. Sarana dan Prasarana Praktik yang Tertinggal Dunia industri berkembang pesat seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ini tidak mampu diimbangi oleh sebagian besar SMK. Sarana dan prasarana praktik SMK banyak yang sudah ketinggalan jaman dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi yang diterapkan dunia industri. SMK yang kurang atau tidak memiliki fasilitas praktik, membuat lulusannya tidak terampil. Masyarakat sering menyebut dengan SMK Sastra. Lulusan seperti itu kalah dalam persaingan masuk dunia kerja. Tes akademik kalah dengan lulusan SMA, sementara tes keterampilan selalu gagal. Mereka juga sulit memilih pekerjaan di luar jurusannya di SMK. Lengkaplah kemeranaan lulusan SMK Sastra itu. 5. Kurikulum SMK yang Membingungkan Kurikulum merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum berfungsi sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan ajar serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan

(9)

dalam negeri dan beberapa perusahaan lokal dan nasional. Kandungan komponen lokal (dalam negeri) berkisar antara 50%-90%. Namun faktanya, mobnas Esemka terengah-engah mencoba menghirup nafas dalam gempuran mobil Jepang. Esemka yang digadang-gadang oleh Jokowi menjadi serupa Timor nampak mangkrak. Lebih lagi pemerintah nampak masa bodoh. Dengan dikeluarkannya kebijakan mobil murah, seperti menikam mati produksi hasil tangan-tangan siswa SMK. Sudah empat hari mobil Esemka buatan PT Solo Manufaktur Kreasi dipamerkan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat. Hingga hari ini baru 3 unit mobil Esemka yang berhasil terjual di acara Pameran Produk Dalam Negeri 2013. Marketing PT Solo Manufaktur Kreasi Tri Yuli Puspitarini mengatakan sejak mengikuti pameran di JCC, 4 hari lalu sampai saat ini baru 3 unit mobil Esemka yang laku terjual (berita: finance.detik.com). Menuju SMK Bisa! yang Unggul Membangun sekolah unggul sebagaimana slogan SMK Bisa ! dan unggul dalam segala hal

termasuk menghasilkan lulusan yang kompeten yang kompetetif dalam persaingan global dan dunia kerja bahkan mencetak wirausahawa muda adalah sebuah kalimat yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dicapai. Tetapi kata sulit belum tentu tidak bisa bahkan sangat mungkin dicapai jika direncanakan secara matang dan direalisasikan dengan penuh dedikasi dan loyalitas demi

mewujudkan generasi penerus yang tangguh. Sesuai dengan pengertian dasarnya, sekolah unggul (effective school) berarti sekolah yang memiliki kelebihan, kebaikan, keutamaan jika dibandingkan dengan yang lain, maka dalam konteks ini sekolah unggul mengandung makna sekolah model yang dapat dirujuk sebagai contoh bagi kebanyakan sekolah lain karena kelebihan, kebaikan dan

keutamaan serta kualtas yang dimilikinya baik secara akademik maupun non akademik.

(10)

produk yang dihasilkan akan diterima dan dapat berkembang semakin baik yang berimplikasi pada pengembangan diri siswa. Nilai lebih sekolah unggul terletak pada perlakuan tamban di luar kurikulum nasional melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan perluasan,

pengajaran remedial, pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan kreatifitas dan disiplin. Di samping kesembilan kriteria sekolah unggul dari Departemen Pendidikan Nasional yang menjadi acuan maka SMK Bisa yang benar-benar unggul juga harus mempunyai nilai lebih yang ditunjukkan dalam integrasi kecerdasan inteletual, emosional, dan spiriual, serta bagaimana membangun paradigma pembelajaran unggul, pembelajaran berbasis kewirausahaan sebaai dasar mencetak wirausahawan, menjajadkan UPJ sebagai perusahaan sekolah, dan membangun secara kuat jaringan mitra industi yang handal. Masing-masing aspek untuk mewujudkan SMK Bisa yang unggul dijelaskan sebagai berikut. 1. Integrasi Kecerdasan Intelektual, Emosional dan Spiritual Mencermati sekolah unggul yang diajukan di atas, secara eksplisit masih mengarah pada aspek-aspek bersifat tangible, atau berada pada ranah kognitif sehingga sulit diharapkan mampu

menciptakan manusia utuh yang sesungguhnya (insan kamil). Manusia utuh yang diharapkan lahir dari sekolah unggul adalah manusia yang menampilkan citra sebagai sosok makhluk tuhan yang di dalam dirinya terdapat potensi rasional (nalar), potensi (emosi) dan potensi spiritual. Tiga dimensi keunggulan (cerdas intelek, cerdas emosional dan serdas spiritual)dalamperspektif Islam

mencitrakan sosok manusia utuh. Lembaga pendidikan yang terlalu banyak menekankan

pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak atau IQ saja, mengabaikan kecerdasan emosi yanga mengajarkan: integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri atau sinergi menjadikan pendidikan kehilangan ruhnya. Aspek emosional sebagai salah satu unsur yang menandai ke- diri-an manusia

(11)

ajang pemaksaan budaya dominan, yaitu prestise dan popularitas sesaat para shateholders

sehingga siswanya tidak lagi dipandang sebagai “people who can transform knowledge and society”, tetapi sebagi makhluk semi mati yang bisa direkayasa untuk kepentingan-kepentingan pragmatis pula. Sekolah yang idealnya merupakan sebuah proses humanisasi dan liberalisasi (amr bil ma’ruf wa hany ‘an almungkar) menjadi keilangan relevansi dan jati dirinya bagi pemecahan permasalahan dalam pembangunan manusia seutuhnya. Lembaga pendidikan unggul idealnya berkepentingan untuk menempatkan manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi multidimensi seperti dikemukakaan di atas, tidak untuk menjadikan manusiasebagai makhluk tuna dimensi. Dengan demikian output lembaga pendidikan unggul mampu hidup serasi bukan hanya dengan habitat ekologinya (lingkungan keluarga, manusia dengan anggota masyarakat, manusia dengan alam) tetapi juga manusia dengan Tuhan. 2. Paradigma Pembelajaran SMK Unggul Pembelajaran pada SMK unggul memandang bahwa semua siswa mempunyai potensi untuk berkembang sehingga kata kunci yang dipegang adalah tidak ada produk gagal. Hal ini berarti bahwa semua siswa dididik dengan berorientasi pada tujuan SMK dengan berbasis kompetensi kerja sesuai kebutuhan tenaga kerja dan berbasis proyek. Dengan demikian lulusan SMK diharapkan merupakan tenaga kerja terampil yang siap pakai. Pembelajaran SMK unggul dapat dicapai dengan baik jika didukung oleh beberapa faktor, diantaranya: Kepemimpinan kepala sekolah visioner dan berwawasan luas; Guru profesional dan kompeten; Sarana dan prasarana serta peralatan praktik yang memadai sesuai dengan dunia usaha/industri; Pendekatan pembelajaran yang digunakan berpusat pada siswa (student centered learning); Pembelajaran mata pelajaran kejuruan/produktif berbasis kompetensi dan proyek sesui dengan standar industri dengan memperhatikan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik; Pembiasaan budaya kerja unggul baik disiplin, kejujuran, ketertiban, kerja sama dan tanggung jawab; Pelaksanaan praktik kerja industri (prakerin)/pendidikan sistem ganda yang efektif pada dunia usaha/industri yang relevan dengan kompetensi keahlian yang dipelajari untuk

memberikan gambaran nyata dunia kerja; Dukungan profesonal/praktisi dunia usaha/industri dalam pembelajaran sebagai guru tamu yang memberikan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir sesuai tuntutan dan kebutuhan dunia kerja. Ada 5 (lima) indikator yang menunjukkan pembelajaran pada SMK unggul, yaitu: 1. Pembentukan Karakter (Charater Building) Manusia pada hakikatnya terdiri dari 2 sisi, yaitu; jasmani & rohani. Kedua sisi tersebut, selayaknya harus tersentuh proses pembelajaran dalam hidup manusia. Apabila porsi pendidikan terhadap 2 sisi tersebut tidak seimbang (terutama pada sisi rohani), maka akan terjadi krisis akhlak yang didalamnya tidak ada lagi kejujuran, kepedulian, tanggung jawab, saling menghargai dll.Character Building adalah bidang studi yang memenuhi kebutuhan rohani setiap manusia. Tapi pada saat ini, kenyataannya

pendidikan/materi akhlak menjadi satu dengan materi akidah, yaitu dalam bidang studi agama. 2. Agen Perubahan (Agent of Change) Sekolah semestinya menjadi agen perubahan. Roh ini

(12)

adalah proses pembelajaran yang terbaik. Proses pembelajaran ini harus mengandung kekuatan emosi positif dari proses awal hingga akhir pembelajaran harus benar-benar menyentuh perasaan siswa. Jika hal ini terjadi, maka akan menimbulkan penjiwaan dari siswa tersebut dan pelajaran tersebut akan terekam dalam memory jangka panjang. 4. Guru Terbaik (The Best Teacher) Ada 3 hal yang menentukan untuk menjadi guru terbaik yang dapat memberikan pembelajaran optimal bagi siswanya sehingga dihasilkan lulusan berkualitas dan paripurna, yaitu: (1) guru sebagai fasilitator, memfasilitasi dengan memberi porsi yang besar kepada siswa dalam proses

pembelajaran sehingga pemikiran siswa dapat tumbuh kembang dengan optimal; (2) guru sebagai katalisator, akan terus memantik kemampuan siswa termasuk bakatnya, terutama pada siswa yang lamban dalam memahami pelajaran; dan (3) guru harus dapat menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa, apabila proses teaching style dengan learning style sesuai maka akan muncul kondisi sebenarnya dimana tidak ada pelajaran yang sulit dan semua siswa dapat menerima pelajaran dari guru. 5. Manajamen Sekolah (School Management) Manajemen sekolah adalah manajemen pemberdayaan SDM tingkat tinggi, sangat kompleks dan dibutuhkan orang-orang profesional untuk mengelolanya. Manajemen sekolah ibarat kedua kaki kita yang melangkah menuju satu tujuan kehidupan yang mulia. Kaki kanan ibarat context system, yaitu penyelenggara

pendidikan dan kaki kiri ibarat content system, yaitu kepala sekolah dan guru. Jadi alangkah padunya bila langkah kedua kaki ini melangkah dengan harmonis. 3. Pembelajaran Berbasis Kewirausahaan sebagai Dasar Mencetak Wirausahawan Pembelajaran pada SMK unggul di samping berbasis kompetensi dan proyek yang menunjukkan keutuhan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi juga berbasis kewirusahaan sebagai dasar mencetak wirausahawan muda. Lulusan SMK seharusnya mampu menciptakan lapangan pekerjaan minimal bagi dirinya sendiri bahkan pada tataran yang lebih luas dapat membuka lowongan pekerjaan untuk orang lain. Nilai-nilai dan jiwa kewirausahaan dapat ditanamkan sejak dini dan yang paling efektif adalah melalui pendidikan. Dengan demikian pembelajaran produktif sangat strategis jika dilakukan dengan berbasis kewirausahaan. Pembelajaran produktif merupakan mata pelajaran yang mengajarkan kompetensi keahlian sesuai bakat dan minat peserta didik sesuai dengan kejuruan (vokasional) yang dipilih dan membekali peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap (attitude) untuk memasuki dunia kerja. Perlu dikaji dan diteliti secara mendalam dengan pendekatan kualitatif tentang model implementasi pembelajaran produktif berbasis kewirausahaan pada SMK yang dapat menanamkan dan menginternalisasi nilai-nilai dan jiwa kewirausahaan bagi siswa SMK sehingga pada saatnya nanti lulusan SMK dapat menjadi wirausahawan-wirausahawan muda yang dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan, bagi diri, keluarga dan masyarakatnya. Wibowo (2011) menyatakan bahwa pembelajaran produktif akan lebih bermakna jika diajarkan dengan berbasis kewirausahaan karena dapat menginternalisasikan jiwa dan mental kewirausahaan kepada peserta didik. Pendidikan berbasis kewirausahaan akan membentuk kurikulum berbasis kewirausahaan yang sangat sesuai dengan karakter Sekolah Menengah Kejuruan yang lulusannya dipersiapkan memasuki dunia kerja. Pembelajaran produktif berbasis kewirausahaan dalam praktiknya dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai dan jiwa kewirausahaan pada peserta didik yang dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya dengan cara mengintegrasikan pendidikan

(13)

kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar menjadikan peserta didik menguasai kompetensi

produktif yang ditargetkan tetapi juga mengenal, menyadari dan peduli, serta menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku dalam kehidupannya. Hasil penelitian Samsudi (2014) tentang pengembangan model pembelajaran program produktif SMK untuk membentuk karakter kewirausahaan lulusan menunjukkan hasil bahwa pembelajaran program produktif SMK memiliki posisi strategis dalam pengembangan kompetensi siswa, baik kompetensi teknis (hard competence) maupun kecakapan kewirausahaan (soft competence). Materi pembelajaran perlu didesain dengan memfokuskan pada kegiatan produktif (membuat atau menciptakan produk baik barang maupun jasa) yang menekankan karakter kewirausahaan, metode pembelajaran bersifat penugasan atau project work, dan evaluasi hasil pembelajaran perlu menerapkan teknik evaluasi unjuk kerja dengan menekankan evaluasi proses dan produk. Pembelajaran produktif berbasis kewiarusahaan sangat efektif diterapkan pada SMK agar lulusan siap memasuki dunia kerja bukan hanya sebagai pencari kerja tetapi juga sebagai pencipta lapangan pekerjaan. Pendidikan produktif berbasis kewirausahaan akan efektif jika materi pembelajaran produktif didesain dengan baik memuat nilai-nilai kewirausahaan dengan pendekatan yang tepat dan evaluasi unjuk kerja maka siswa akan lebih termotivasi untuk belajar lebih baik dan nilai-nilai kewirausahaan terinternalisasi secara lebih bermakna. 4. UPJ sebagai Dunia Usaha/Industri di Sekolah Unit produksi adalah unit usaha yang memiliki keseimbangan antara aspek komersial dan aspek akademik, yang

diselenggarakan dalam lingkup organisasi sekolah dengan memanfaatkan fasilitas yang dimiliki sekolah yang bersangkutan. Keuntungan itu dimanfaatkan untuk membantu pembiayaan pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan bagi warga sekolah, termasuk siswa dan pengelola yang

bersangkutan. Unit produksi pada umumnya bekerja dalam lingkup unit usaha sekolah, aktivitasnya tidak mengganggu program intrakurikuler. Berdasarkan pedoman pelaksanaan unit produksi

(Dikmenjur, 2007), tujuan penyelenggaraan kegiatan tersebut adalah: (1) wahana pelatihan berbasis produksi/jasa bagi siswa; (2) wahana menumbuhkan dan mengembangkan jiwa wirausaha guru dan siswa pada SMK/MAK; (3) sarana praktik produktif secara langsung bagi siswa; (4) membantu pendanaan untuk pemeliharaan, penambahan fasilitas dan biaya-biaya operasional pendidikan lainnya; (5) menambah semangat kebersamaan, karena dapat menjadi wahana peningkatan aktivitas produktif guru dan siswa serta memberikan income dan peningkatan kesejahteraan warga sekolah; dan (6) mengembangkan sikap mandiri dan percaya diri dalam pelaksanaan kegiatan praktik siswa. Unit produksi SMK sejak awal diharapkan menjadi salah satu alternatif dan

pendekatan melahirkan dunia usaha di lingkungan SMK, dengan memberdayakan seluruh aset dan potensi yang dimiliki SMK. Profil unit produksi SMK meliputi: (1) struktur organisasi: adanya struktur organisasi yang terintegrasi dengan struktur organisasi sekolah; (2)sumber permodalan: sistem permodalan melibatkan warga sekolah/stake holder termasuk siswa; (3) program: perencanaan kegiatan unit produksi dengan: (a) menerapkan konsep-konsep manajemen produksi, manajemen SDM, akuntansi keuangan, dan pemasaran, (b) kegiatan produksi terintegrasi dengan proses belajar mengajar, (c) kegiatan unit produksi menjadi alternatif pelaksanaan praktik kerja industri dan

sebagai proses pelatihan kewirausahaan, (d) pemasaran produk melibatkan seluruh warga sekolah dan stake holder, termasuk alumni; (4) pengelolaan profit: profit terdistribusi dengan persentase yang disepakati bersama warga sekolah, mendukung dana operasional sekolah, pengembangan SDM, kegiatan sosial kemasyarakatan; (5) pembukuan dan pertanggungjawaban keuangan

(14)

oleh tim audit yang dibentuk bersama warga sekolah, laporan pertanggungjawaban keuangan unit produksi dilakukan minimal setiap akhir tahun akademik. 5. Jaringan Mitra Industri yang Handal Karakteristik pendidikan kejuruan menurut Djohar (2007:1295-1297) adalah sebagai berikut: Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang memiliki sifat untuk menyiapkan penyediaan tenaga kerja. Oleh karena itu orientasi pendidikannya tertuju pada lulusan yang dapat dipasarkan di pasar kerja. Justifikasi pendidikan kejuruan adalah adanya kebutuhan nyata tenaga kerja di dunia usaha dan industri. Pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup domain afektif, kognitif, dan psikomotorik yang diaplikasikan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mengajar, maupun situasi kerja yang sebenarnya. Keberhasilan pendidikan kejuruan diukur dari dua kriteria, yaitu keberhasilan siswa di sekolah (in-school success), dan keberhasilan siswa di luar sekolah (out-of school success). Kriteria pertama meliputi keberhasilan siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler, sedangkan kriteria kedua diindikasikan oleh

keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang sebenarnya. Pendidikan kejuruan memiliki kepekaan/daya suai (responsiveness) terhadap perkembangan dunia kerja. Oleh karena itu pendidikan kejuruan harus bersifat responsif dan proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi, dengan menekankan kepada upaya adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir anak didik dalam jangka panjang. Bengkel kerja dan laboratorium merupakan

kelengkapan utama dalam pendidikan kejuruan, untuk dapat mewujudkan situasi belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif. Hubungan kerjasama antara

(15)

memahami budaya kerja, sikap profesional yang diperlukan, budaya mutu, dan pelayanan

konsumen; dan (3) industri sebagai tempat belajar manajemen industri dan wawasan dunia kerja. Dunia usaha/industri dimanfaatkan oleh sekolah sebagai tempat pembelajaran tentang manajemen dan organisasi produksi. Siswa SMK kadang-kadang melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang dihasilkan dengan secara tidak langsung belajar tentang mutu dan efisiensi produk. Selain itu siswa juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha, sehingga mereka memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar manajemen dan organisasi ini juga bisa menambah wawasan siswa pada dunia wirausaha. Penutup SMK sudah saatnya menjawab tantangan globalisasi dan AFTA serta menjawab cap negarif masarakat sebagai Sekolah Mencetak Kuli dan pengangguran dengan bukti nyata, yaitu menghasilkan lulusan paripurna yang berkualitas dan kompetiif dalam dunia kerja dapat terserap secara signifikan sehingga tidak ada lagi berita lulusan SMK menjadi pengangguran. SMK Unggul bukan hanya menghasilkan lulusan yang kompeten dan siap kerja tetapi juga

wirausahawan yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain sehingga harapan melalui SMK dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran. Konsep sekolah unggul bagi SMK bukanlah hal yang sulit direalisasikan jika segenap komponen penyelenggara pendidikan SMK dan stakeholder bekerja secara serius memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas dan mendapat dukungan dari masyarakat dan dunia usaha/industri sehingga ke depan SMK bukan lagi sekolah pilihan kedua tetapi sekolah utama dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, kompeten dan kompetitif serta mampu mengatasi tantangan jaman yang selalu

berubah. Pengembangan kelembagaan SMK di arahkan melalui jalan: (1) memasukkan pendidikan kejuruan ke dalam perencanaan pembangunan ekonomi, sosial, dan pengembangan industri; (2) meningkatkan investasi dalam pendidikan kejuruan; (3) mendukung mekanisme multichannel investasi SMK; (4) memfasilitasi pelatihan dan kualitas guru; (5) meningkatkan standar kualifikasi berbasis KKNI; (6) membangun sistem penjaminan mutu lulusan SMK; dan (7) menggandeng industri yang dapat terlibat dalam evaluasi kualitas pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan akan efektif jika: (a) tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja, (b) melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir, dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri, dan (c) sekolah sebagai lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja. SMK dapat membangun kemitraan (partnership) dengan dunia usaha/industri melalui beberapa jalan, di antaranya: (1) membuat mekanisme pembelajaran di SMK yang didukung oleh dunia usaha/industri; (2) mempromosikan kerja sama skeolah dengan dunia usaha/industri dalam penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan kejuruan; (3) mendorong dunia usaha/indsutri menjalankan SMK; dan (4) mendorong SMK terlibat dalam pelatihan bagi calon tenaga kerja dan teknisi di dunia

usaha/industri. PUSTAKA Brown, L. B. 1998. Applyng Constructivism in Vocational and Career Education. Columbus: ERIC. Djohar, A. (2007). Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Dalam Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Pedagogiana Press. Hal. 1285-1300. Djojonegoro, Wardiman.1998. Pengembangan Sumberdaya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Balai Pustaka. Hamalik, O. 1990. Pendidikan Tenaga Kerja Nasional: Kejuruan, Kewirausahaan dan Manajemen. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Helmut Nolker & Eberhard Schoenfeldt. 1983.Pendidikan Kejuruan. Jakarta : PT Gramedia. Herminarto Sofyan, dkk.2013.Paradigma Baru Pendidikan Vokasi.

(16)

action in the worksplace. San Francisco: Jossey-Bass. Stein, D. 1998. Situated Learning and Adult Education. ERIC Digest No. 195. Columbus: ERIC Clearinghouse on Adult, Career, and Vocational Education, Center on Education and Training for Employment, the Ohio State University. ERIC No. EJ. 461 126). Tedjasutisna, Ating. 2004. Memahami Kewirausahaan SMK. Bandung: CV. Armico. Trilling, Bernie. and Fadel, Charles. 2009. 21st Century Skill: Learning for Life in Our Times. San Faransisco: Jossey Bass Pub.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/agussaefudin/smk-sekolah-mencetak-kuli_55c818f5187b6183048b4567

RGENSI PENERAPAN STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TERHADAP KUALITAS LULUSAN SMK

(17)

Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia di masa depan, yang dimulai sejak manusia mulai dilahirkan sampai akhir hayat. Sumber daya manusia berkualitas merupakan modal pembangunan. Oleh sebab itu, kemajuan pembangunan bidang pendidikan menjadi penting. Berbagai hal berkaitan dengan pembangunan pendidikan sebagai salah satu aspek peningkatan mutu sumber daya manusia perlu dipersiapkan agar jendela kesempatan (Window of Opportunity) dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Kemajuan pembangunan pendidikan juga ditunjukkan oleh tinggi rendahnya kualitas lulusan yang banyak dipengaruhi oleh kualitas tenaga pengajar. Bukan hanya kualifikasi pengajar namun juga kesesuaian bidang keahlian yang diajarkan. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mencapai kemajuan pembangunan pendidikan semakin bertambah dengan kualifikasi para pendidik atau tenaga pengajar yang dinilai masih rendah. Sebagian guru bahkan mengajar di luar bidang keahliannya. Rendahnya kualitas tenaga pengajar akan berdampak pada rendahnya mutu lulusan yang dihasilkan. Selain itu, sistem penilaian dan pengujian serta akreditasi, ditambah dengan kurikulum turut menentukan mutu anak didik.

Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan salah satunya seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya mencakup dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk wajib belajar, penjamin kualitas pendidikan serta peran serta masyarakat dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan tersebut dibuat untuk menghasilkan Pendidikan Indonesia yang baik dan lulusan berkualitas di sektor jenjang pendidikan. Untuk mendukung hal tersebut terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka untuk itu pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dibentuk pula Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) sebagai badan yang menentukan 8 (delapan) standar dan kriteria pencapaian penyelenggraaan pendidikan. Adapun standar-standar yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tersebut yaitu: 1) Standar Isi, 2) Standar Proses, 3) Standar Kompetensi Lulusan, 4) Standar Pendidik dan Tenaga

Kependidikan, 5) Standar Sarana dan Prasarana, 6) Standar Pengelolaan, 7) Standar Pembiayaan dan, 8) Standar Penilaian Pendidikan. Namun, pada tulisan ini yang menjadi bahasan penulis adalah standar isi (kurikulum), Standar Pendidik dan Tenaga Pendidik (guru) dan standar sarana dan prasarana, yang diterapkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem Pendidikan Nasional memainkan peran yang sangat strategis bagi terwujudnya angkatan tenaga kerja nasional yang terampil. Karena setiap lulusan SMK memang ditempah untuk menjadi sumber daya manusia yang siap pakai, dalam arti ketika mereka telah menyelesaikan sekolahnya lulusan SMK tersebut dapat menerapkan ilmu yang telah mereka dapat sewaktu di sekolah.

Tantangan era globalisasi saat ini menuntut adanya kesiapan tenaga kerja yang memiliki kualifikasi yang berbeda dengan keaadaan sebelumnya. Dengan jumlah angkatan tenaga kerja yang besar, diharapkan benar-benar mampu menyesuaikan diri agar dapat memiliki keunggulan yang kompetitif.

(18)

pendidikan kita lebih cenderung meminta pekerjaan (job seeker) daripada berinisiatif menciptakan pekerjaan atau kegiatan baru (job creator).

Untuk itu, pemerintah terus mengusahakan peningkatan jumlah siswa SMK sehingga mencapai perbandingan 70% SMK dan 30% adalah siswa SMU. Oleh karena itu, kurikulum yang ditekankan pada Sekolah Kejuruan tersebut adalah mata pelajaran yang akan berguna untuk mencari pekerjaan. Kurikulum SMK harus lebih mengutamakan mata pelajaran yang berkaitan dengan pekerjaan dan lapangan pekerjaan atau yang sering disebut dengan Model Link and Match yaitu memilih mata pelajaran dan jurusan yang dapat menunjang pekerjaan.

Untuk menghasilkan tamatan SMK yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha (du) dan dunia industri (di), yang secara nyata terus berkembang dari waktu ke waktu, maka kurikulum SMK harus dirancang dan dilaksanakan untuk menyesuaikan dengan kompetensi yang sedang berkembang, khususnya di era pasar bebas.

Menurut Tilaar (2006: 167), dalam proses belajar dan mengajar walaupun kurikulum yang telah ditetapkan bagus dengan menentukan standar isi yang tinggi, tetapi apabila tidak tersedia guru yang profesional maka tujuan kurikulum tersebut akan sia-sia, begitu juga dengan sarana dan prasarana yang mencukupi tetapi tenaga guru tidak profesional, maka akan sia-sia juga.

Selain kurikulum, guru juga sangat berperan sekali dalam menciptakan lulusan yang berkualitas sehingga dituntut profesionalnya dalam mengajar. Profesionalisme guru sangat dibutuhkan karena merosotnya mutu pendidikan nasional yang disebabkan keberadaan guru yang tidak profesional. Untuk itu kualifikasi akademik seorang guru harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan, karena bagaimana mungkin seorang guru mengajarkan ilmu yang tidak dikuasainya. Tidak jarang kita lihat munculnya guru-guru baru yang sebenarnya jiwa dan talentanya bukan sebagai seorang pendidik. Namun karena tuntutan zaman dan sulitnya mencari pekerjaan tidak ada pilihan selain menjadi guru sebagai lapangan pekerjaan, karena profesi ini lebih besar peluangnya dibandingkan profesi yang lain. Jika kondisi seperti ini yang terjadi bagaimana mungkin guru dapat bekerja secara profesional, sebab kemampuan guru SMK dituntut untuk memiliki kompetensi yang tidak hanya menguasai materi-materi teoritis saja, namun juga harus ahli dalam praktek di lapangan.

Menurut Kunandar (2007: 55), kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif. Kompetensi guru yang dimaksud di sini yaitu kompetensi yang sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang tercantum dalam Pasal 28 ayat (3), meliputi: 1) Kompetensi pedagogik; 2) Kompetensi kepribadian; 3) Kompetensi profesional dan; 4) Kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan dijelaskan secara rinci dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

(19)
(20)

universitas.

Jumlah pengangguran lulusan SMK adalah 11,24 persen dari total jumlah pengangguran.

Pengangguran lulusan SMK ini naik tipis dibandingkan Agustus 2013 yang mencapai 11,21

persen. Jumlah lulusan SMK yang menganggur ini persentasenya lebih besar dibanding

persentase lulusan SMA biasa yang mencapai 9,55 persen.

"Ini merupakan informasi bagi pemerintah, agar bisa dilihat

link and match

-nya," kata

Suryamin pada wartawan di kantornya, Rabu, 5 November 2014. (Baca juga:

Mulai 2015,

Lulusan

SMK

Sudah Tersertifikasi

)

Sedangkan penggangguran bertitel diploma jumlahnya 6,14 persen dari total

pengangguran, naik dari Agustus 2013 5,95 persen. Begitu juga pengangguran bergelar

sarjana mencapai 5,65 persen dari total pengangguran, naik dari Agustus 2013 sebesar

5,39 persen.

Selain itu, pengangguran lulusan SD ke bawah hanya sebesar 3,04 persen. Terus menurun

dibandingkan Agustus 2013 yang sebesar 3,44 persen. Pengangguran lulusan SMP

sebanyak 7,15 persen atau turun dari periode sebelumnya 7,59 persen.

(21)

diharapkan nampak belum optimal. Melihat rilisan BPS tentang jumlah pengangguran di Indonesia, lulusan SMK masih menjadi nomor wahid penyumbang pengangguran. Sekitar 11,19% dari total tersebut atau sekitar 814 ribu orang, merupakan tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Kepala BPS Suryamin, mengatakan angka tersebut meningkat dibanding Agustus 2012 yang sebesar 9,87%. Artinya tamatan SMK lebih banyak menjadi pengangguran dibanding yang lainnya. "Tingkat penggangguran terbuka pada Agustus 2013 untuk pendidikan, SMK menempati posisi tertinggi, yaitu sebesar 11,19%," ungkapnya di Gedung BPS, Jakarta, Rabu (6/11/2013). Sementara posisi kedua terbanyak adalah tamatan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan 9,74% dari total pengangguran. Pengangguran dari tamatan ini terus meningkat dibandingkan Agustus 2012 yang sebesar 9,6%. (berita: finance. detik.com) Apa Yang Terjadi? Seperti termaktub dalam salah satu poin Sekolah Menengah Kejuruan dalam website ditpsmk.net yaitu Mendidik Sumber Daya Manusia yang mempunyai etos kerja dan kompetensi berstandar internasional belum terwujud. Etos kerja yang digadang-gadang mampu mempersiapkan siswa di dunia kerja nampaknya belum optimal. Hal ini terkendala pengelolaan setengah hati SMK. Pemerintah memberikan keleluasaan dalam

pengembangan sekolah menengah kejuruan atau SMK. Namun, saat ini belum ada peningkatan mutu pendidikan SMK dan pemetaan mobilisasi lulusan SMK. Kebijakan pemerintah ini justru ditanggapi dengan euforia, yaitu munculnya SMK-SMK baru. Apabila tidak ada peningkatan kualitas SMK, maka industri akan kesulitan menyerap lulusan SMK yang jumlahnya cukup besar. Tutur Samsudi di UNNES Semarang (berita: kompas.com) Proyek Negri Awung-Awung Mobnas Esemka Esemka adalah produk mobil nasional hasil rakitan siswa-siswa Sekolah Menengah Kejuruan yang bekerja sama dengan institusi dalam negeri dan beberapa perusahaan lokal dan nasional.

Kandungan komponen lokal (dalam negeri) berkisar antara 50%-90%. Namun faktanya, mobnas Esemka terengah-engah mencoba menghirup nafas dalam gempuran mobil Jepang. Esemka yang digadang-gdang oleh Jokowi menjadi serupa Timor nampak mangkrak. Lebih lagi pemerintah nampak masa bodoh. Dengan dikeluarkannya kebijakan mobil murah, seperti menikam mati produksi hasil tangan-tangan siswa SMK. Sudah empat hari mobil Esemka buatan PT Solo Manufaktur Kreasi dipamerkan di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat. Hingga hari ini baru 3 unit mobil Esemka yang berhasil terjual di acara Pameran Produk Dalam Negeri 2013. Marketing PT Solo Manufaktur Kreasi Tri Yuli Puspitarini mengatakan sejak mengikuti pameran di JCC, 4 hari lalu sampai saat ini baru 3 unit mobil Esemka yang laku terjual. "Sudah ada 3 orang pesan, mereka sudah mau, sudah nanya nomor rekening dan sudah DP (uang muka)," kata Rini saat ditemui di acara Pameran Produk Dalam Negeri 2013, di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Minggu (6/10/2013). (berita: finance.detik.com) Salam, Solo, 06 November 2013 03:55 pm

(22)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis kebutuhan air 25 tahun mendatang, pada kebutuhan air irigasi mengalami penurunan dari tahun ke tahun sedangkan untuk kebutuhan air PDAM untuk

Kromatogram lapisan tipis ekstrak pekat lapisan kloroform daun tumbuhan Jambu Air (Syzygium quea (Burm.f.) Alston.) sebelum Kromatografi Kolom..

CMS adalah suatu metode mudah dan baru untuk administrasi frontend dan backend situs untuk mengelola content, tampilan yang berbasis web memberi kemudahan bagi para

Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat, rahmat dan karunia Nya, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul : “ Pengaruh Intellectual Capital terhadap

yang bertujuan untuk melihat hubungan variable X dan variable Y.Uji linieritas data menunjukkan signifikansi 0,305 lebih besar dari 0,05, berdasarkan hasil

“Koherensi Antarkalimat dalam Paragraf Rubrik “Arena Kecil’ Majalah Bobo Edisi 2005.” Skripsi Strata 1 (S-1). Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas

Praktik pengalaman lapangan I (PPL I) merupakan kegiatan wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa program kependidikan di Universitas Negeri Semarang. PPL I

Rendahnya hasil belajar tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar tersebut antara lain: kurangnya motivasi siswa pada