• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiskinan Persepsi Sepihak Negara ADMINISTRASI_NEGARA ADMINISTRASI_NEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kemiskinan Persepsi Sepihak Negara ADMINISTRASI_NEGARA ADMINISTRASI_NEGARA "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KEMISKINAN DI DESA YANG DIANGGAP MERUPAKAN MASALAH

NEGARA

Oleh : Ahadi Pradana

1406564244

Diajukan sebagai Makalah UTS untuk mata kuliah Sosiologi Pedesaan

Program Studi Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Indonesia

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Permasalahan di pedesaan jika disebutkan maka banyak yang tidak sesuai standar operasional prosedur negara. Contoh misalnya kemiskinan. Bisa kita lihat dari tingginya tingkat kemiskinan yang ada di pedesaan. Meski kemiskinan dalam artian ini adalah rendahnya tingkat pendapatan jika dibandingkan dengan masyarakat perkotaan, tidak dapat dipungkiri bahwa jika kita mengambil standar di perkotaan dan segala hal yang berhubungan dengan pendapatan per kapita, maupun tingkat pendapatan dan pengeluaran atas segala macam kebutuhan, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat pedesaan mayoritas adalah penduduk miskin.

Maka dari itu dengan menunjukkan bahwa desa sedang dalam lingkup kemiskinan, dibuatlah standar yang menyamai dengan standar perkotaan, yakni pendapatan dan kondisi pendidikan, kesehatan dan aspek dasar lainnya. Negara dalam hal ini membuat desa dikategorikan miskin. Negara juga membuat masyarakat awam berpikir bahwa keadaan di desa adalah miskin. Namun miskin menurut siapa?

Dengan menggunakan standar perkotaan, maka dapat diklasifikasikan pedesaan adalah miskin dalam hal ekonomi-perekonomian. Ini dapat menjadi masalah jika kebijakan pemerintah berupa pemerataan penghasilan dan penghapusan kemiskinan. Penghapusan kemiskinan menjadi kebijakan yang berkutat pada standar perkotaan yang berarti secara tidak langsung pemerintah ingin meng-urbanisasi kan seluruh desa menjadi kota. Ini bertentangan dengan norma dan nilai yang ada di desa. Pedesaan umumnya menganut sistem Gemeinschaft. Menurut teori dari Ferdinand Tonnies, Gemeinschaft dan Gesselschaft adalah perihal keakraban antar individu dalam interaksinya di lingkup masyarakat. Kebanyakan dan secara general (tentu tidak dengan maksud overgeneralisasi) keberadaan pola interaksi antar anggota masyarakat yang berbentuk Gemeinschaft adalah berada di pedesaan.

1.2 Permasalahan

Disini dapat ditelaah permasalahannya adalah di kebijakan pemerintah yakni bagaimana pemerintah dengan secara garis lurus mengklasifikasikan bahwa seluruh desa yang tidak berkecukupan memiliki kemiskinan yang besar yang harus diberantas. Padahal faktanya tidak semua desa membutuhkan bantuan-bantuan yang terlambat dari pemerintah. Namun bagaimanakah pemerintah melihat desa secara keseluruhan yang nyatanya hanya dilihat dari aspek ekonomi. Sehingga menimbulkan permasalahan bahwa apakah memang seluruh desa yang miskin benar-benar miskin atau hanyalah mengikuti standar perkotaan saja sehingga dikategorikan miskin.

1.3 Pertanyaan Makalah

Disini timbul pertanyaan makalah yang dapat disajikan melalui data-data yang ada yakni:

1. Mengapa pemerintah menggunakan standar yang digunakan di perkotaan dalam mengukur kemiskinan untuk pedesaan?

(3)

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana seseorang atau lebih yang memiliki keadaan ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, yakni kebutuhan sandang, kebutuhan pangan dan kebutuhan papan. Dalam definisi yang lebih luas, juga ditambahkan ketidakmampuan seseorang untuk mengakomodasi fasilitas kesehatan, pendidikan dan keamanan. Menurut Soerjono Soekanto (1982) kemiskinan adalah masalah sosial. Masalah sosial ini timbul kata masalah karena menyebabkan konteks ketidaksetaraan yang standar basisnya adalah kesetaraan dalam masyarakat. Kemiskinan disebut masalah karena negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak dasar suatu warga negara. Hak-hak dasar tersebut adalah kebutuhan pokok sandang, pangan, papan, serta pendidikan, kesehatan dan rasa aman.

2.2 Nilai

Nilai, atau disini konteksnya nilai sosial adalah landasan, atau motivasi seseorang melakukan suatu hal, dan dapat dianggap sebagai alasan untuk mengerjakannya, ditambah sifatnya tidak terlalu mengikat kuat seperti norma. Nilai ini dapat berisi baik maupun buruk namun yang menentukan baik dan buruk adalah nilai di masyarakat itu sendiri. Sehingga nilai menjadi relatif baik-buruk nya. Karena nilai dipengaruhi oleh bagaimana aspek-aspek seperti agama, budaya, dan norma menjadi pembentuk nilai. Menurut M.Z. Lawang, nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang patut, dan yang berharga sehingga dapat mempengaruhi perilaku sosial dari penganut nilai tersebut di masyarakat. Berikut ini merupakan ciri-ciri dari nilai sosial :

- Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil dari interaksi antar individu dalam masyarakat

- Terbentuk melalui sosialisasi terus menerus sehingga dianggap sebagai nilai - Mempengaruhi cara berpikir individu, karena dibentuk untuk diberi makna

- Mempengaruhi pengembangan diri individu dan dapat menjadi sekat ataupun jalan pintas bagi individu untuk berkembang.

2.3 Norma

Norma, disini konteksnya adalah norma sosial adalah patokan, panutan perilaku individu dan harus dipatuhi agar tidak dianggap menyimpang. Setidaknya begitulah yang masyarakat awam maksudkan. Norma dibuat untuk dipatuhi. Norma adalah batasan dalam berperilaku, ia mengikat layaknya hukum dan memiliki kuasa yang cukup untuk membuat individu berperilaku sesuai norma yang berlaku. Berdasarkan daya pengikatnya dalam lingkup masyarakat. Norma dibagi menjadi 4 yakni :

(4)

- Kebiasaan (Folkways), adalah norma yang lebih kuat dari Usage. Norma ini merupakan nilai yang dikerjakan berulang-ulang sehingga jika tidak dikerjakan akan terlihat aneh, tau, dan tidak benar. Contoh : Memberi salam saat masuk rumah, atau tidak antre saat berada dalam suatu orang yang sifatnya merugikan pihak lain. Sehingga sanksi sosialnya dapat berupa teguran dan cemoohan dari masyarakat sekitar.

- Tata Kelakuan (Mores), adalah norma yang lebih kuat lagi, yang dapat dibilang berada dalam pengawasan langsung maupun tidak secara langsung. Karena tata kelakuan merupakan seperangkat nilai yang valid yang dibawah masyarakat langsung. Namun tentu saja setiap dari tata kelakuan berbeda tergantung daerahnya. Contoh : Perbedaan pergaulan pada anak Indonesia dan anak Amerika dipengaruhi oleh norma yang berlaku pada masing-masing negara, perbedaan muncul karena nilai yang dianut berbeda.

- Adat Istiadat (Customs), adalah norma paling kuat di masyarakat, begitu mengikat sehingga dapat menjadi dasar hukum yang berlaku di masyarakat. Contoh dari norma custom adalah hukum yang berlaku tidak tertulis di masyarakat dan sanksinya berat. Misalnya pada masyarakat Indonesia yang konservatif, berzina merupakan pelanggaran norma adat istiadat.

2.4 Gemeinschaft

Gemeinschaft dikemukakan oleh Ferdinand Tonnies yang dikutip dalam Sunarto (2004) dan Ely (2014) adalah kehidupan yang intim, pribadi, eksklusif, emosional dan afektif juga suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir.

Ada tiga pembagian gemeinschaft yaitu :

- Gemeinschaft by blood yang mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan. - Gemeinschaft of place yang merupakan ikatan berlandaskan pada kedekatan - Gemeinschaft of mind adalah hubungan persahabatan

2.5 Desa

Menurut Linda Darmanjati dan Starlita, dikutip dari Ely (2014) desa adalah sekumpulan orang dari satu hubungan genealogik (penduduk asli) atau bukan genealogik (pendatang) yang memiliki struktur sosial dan budaya sendiri, sehingga disebut otonom. Juga memiliki wilayah atau lingkungan tempat untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Karena memiliki wilayah atau lingkungan sendiri maka dapat dipastikan masyarakat dan kumpulan individunya berinteraksi satu sama lain.

Dalam Permendes No.2 TA 2015, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(5)

BAB III

DESKRIPSI KEBIJAKAN

3.1 BLT

BLT atau Bantuan Langsung Tunai adalah salah satu kebijakan pemerintah yang dikhususkan untuk mengentaskan kemiskinan di desa. Standar operasional prosedurnya adalah sangat simpel yakni memberikan sejumlah uang kepada suatu desa dan menyebarkannya lewat kepala desa ke kepala keluarga agar nantinya dianggap seluruh desa telah menerima BLT. BLT ini mengasumsikan seluruh penduduk desa adalah kesatuan dari keluarga sehingga mudah untuk menghitung pengeluaran yang terjadi atas BLT kepada kepala desa dari pemerintah.

BLT sendiri dananya bersumber dari APBN yang diatur oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. Yang dimana pemberian Rupiah ini semata-mata untuk mengentaskan kemiskinan. Kemiskinan dianggap sebagai ‘kekurangan dana’ sehingga wajar jika pemerintah mengeluarkan Rupiah untuk warganya dengan harapan warganya tidak miskin lagi.

Kebijakan ini muncul setelah adanya penghapusan kebijakan konversi minyak tanah ke gas tahun 2008. Yang notabenenya dianggap pemerintah dapat menggantikan minyak tanah. BLT pun menjadi jalan tengah dalam menghadapi kemiskinan, karena pemerintah memiliki kewajiban untuk mensejahterakan rakyatnya dalam hal kebutuhan utama.

3.2 Meningkatkan Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Dasar

Kebijakan ini ditujukan untuk masyarakat desa yang memakai standar kesejahteraan perkotaan yang nantinya berdampak pada hasil desa yang tidak memiliki pelayanan yang memadai. Karena itu, kebijakan ini dibuat agar masyarakat desa memiliki akses yang sama dengan masyarakat kota. Pelayanan dasar yang utama adalah penyediaan pusat kesehatan dan juga pasar, serta pendidikan yang menjadi dasar bagi anak-anak. Penyediaan pusat kesehatan saat ini mulai terkoordinasi meski belum dapat dikatakan menyeluruh. Namun hal itu sudah cukup baik karena pelayanan kesehatan adalah hal yang utama bagi masyarakat, karena kesehatan adalah hak bagi seluruh warga negara, yang tinggal di desa maupun kota.

(6)

3.3 Membangun Kredit Usaha Rakyat dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

KUR merupakan Kredit Usaha Rakyat yang diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada November 2007. KUR hakikatnya adalah penjaminan terhadap usaha kecil dan pengusaha-pengusaha kecil di desa yang tidak memiliki modal. Sehingga negara dapat menjamin kredit kepada rakyat hingga 500 juta rupiah karena kreditnya dan bunganya dijamin pemerintah pada waktu itu. Dengan KUR ini diharapkan masyarakat dapat menunjang pertumbuhan ekonomi desa lewat pengusaha-pengusaha kecil dan sektor mikro lainnya.

(7)

BAB IV DESKRIPSI DESA Desa Talang Markisa

Desa Talang Markisa merupakan desa terpencil nan miskin yang terletak di desa Sumber Urip, Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Desa ini berada di kaki bukit. Penghuninya hanya berjumlah 53 keluarga. Desa Talang Markisa ini terkenal akan pariwisatanya yakni Bukit Kaba dimana turis bisa melihat matahari terbenam di desa tersebut. Namun dalam desa tersebut tidak terdapat penginapan dan sebagainya sehingga turis harus bermukim ke kabupaten. Desa ini merupakan desa yang dikategorikan miskin karena tidak ada sama sekali pelayanan kesehatan yang memadai yang terdapat di desa tersebut. Sekolah juga tidak terletak dekat dengan desa sehingga harus berjalan kaki setidaknya 10 menit dari desa.

Karena berada di bukit, desa ini memiliki tanah yang cukup subur, sehingga memudahkan petani untuk bekerja dengan mata pencahariannya. Misalnya bertani kol, kembang kol, daun bawang, dll. Tingkat penggarapan tanahnya juga homogen, bertipe seperti :

- Penggarap dan penyewa tanah - Penggarap dan pemilik tanah - Buruh

Namun tidak terdapat sistem feodalisme yang terlalu merugikan masyarakat Talang Markisa. Data akan desa Talang Markisa hanya tersebar sedikit di Internet sehingga tidak banyak diketahui mengenai hal-hal yang mendetail lainnya. Tingkat pendidikan di desa Talang Markisa adalah setingkat SD dan SMP. Akses menuju dan keluar desa Talang Markisa adalah dengan menggunakan motor atau mobil bak terbuka dimana kondisi jalan yang rusak dan tidak sepenuhnya diaspal membuat medan menjadi sulit bagi kendaraan besar seperti truk maupun mobil biasa. Desa Talang Markisa ini tidak memiliki penerangan yang 24 jam, mereka menggunakan genset, lampu petromax dan lampu-lampu bertenaga minyak tanah maupun lilin yang terbatas jumlahnya.

Aspek Kemiskinan Desa Talang Markisa

Aspek-aspek yang menunjukkan bahwa desa Talang Markisa ini adalah miskin adalah dengan ketidaktersediaannya listrik PLN yang 24 jam dan juga kondisi desa dan letak geografisnya yang terpencil karena media jalan raya rusak dan tidak sepenuhnya teraspal. Kondisi desa tidak begitu dijelaskan dan tidak ada data yang jelas mengenai kondisi desa, namun kondisi geografisnya adalah desa Talang Markisa merupakan desa yang dapat dikategorikan terpencil. Ditambah ketidakberadaan akses pendidikan dan kesehatan dalam jarak dekat, membuat desa ini makin dapat dikategorikan miskin.

(8)

digunakan dalam keadaan darurat. Sehingga menjadikan kualitas akses kesehatan di desa ini dapat dipertanyakan kelayakannya.

Dalam hal pendidikan, masyarakat Talang Markisa memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yakni hanya setingkat SD dan SMP. Akses terhadap gedung persekolahan juga terdapat pada desa Sumber Urip. Sehingga akses para anak-anak ini harus melewati kira-kira 2-3 km dalam jarak tempuh berjalan kaki. Parahnya, pada jenjang SMA dan masyarakat yang ingin melanjutkan ke jenjang SMA, mereka harus pergi ke kecamatan karena mereka tidak memiliki gedung sekolah di desa Sumber Urip dan Talang Markisa. Namun sebenarnya, hal ini bukan merupakan masalah karena sebagian masyarakat Talang Markisa tidak terlalu peduli dengan adanya tingkat pendidikan. Mereka kebanyakan bekerja di pertanian dan yang tidak terlalu membutuhkan materi sekolah terhadap sawah. Sehingga kadang standar pendidikan di seluruh Indonesia pada hakikatnya tidak dapat disatukan dan disetarakan karena, tidak semua menganggapnya setara.

(9)

BAB V

DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP DESA TALANG MARKISA

5.1 Dampak Kebijakan BLT Terhadap Desa Talang Markisa

BLT, yang merupakan Bantuan Langsung Tunai yang dialokasikan untuk desa tertinggal dan dikategorikan miskin. BLT pernah mencapai desa Talang Markisa pada tahun 2011. Bersamaan dengan masuknya program Raskin dan Program Air. Program BLT ini dinilai dapat diterima dengan baik oleh masyarakat karena BLT merupakan pemberian rupiah secara langsung kepada anggota masyarakat. Program-program yang lain juga dapat diterima dengan baik karena secara terang-terangan membantu hak-hak dasar manusia desa Talang Markisa. Program air dan raskin ini masuk pada 2011, dimana keadaan desa jika dibandingkan dengan tahun 2013 tidak jauh berbeda. Desa Talang Markisa masih merupakan desa miskin yang tidak relevan kemiskinannya dengan standar yang dipakai perkotaan.

Tidak pernah ada kasus pencurian yang dilaporkan terjadi di desa Talang Markisa. Karena masyarakat desa Talang Markisa tidak mengenal konsep miskin dan kaya lewat uang. Uang hanya dipakai untuk membeli barang namun tidak seluruh barang. Karena sebagian kebutuhan makan mereka terpenuhi lewat sawah. Raskin juga merupakan tambahan karena secara tidak langsung mereka memiliki padi dan beras meski jarang dan nasi bukan merupakan kebutuhan pokok yang dapat dijadikan sebagai standar kemiskinan individu. Terkecuali adalah air. Di dalam sumber tidak terlalu dijelaskan mengenai mengapa program air masuk ke dalam bantuan terhadap desa Talang Markisa. Menurut saya mungkin program air yang dimaksud bukanlah bantuan air namun bantuan peralatan menuju sumber air, yakni seperti pipa, keran dan pembuatan saluran air yang dikhususkan untuk penyaluran air ke setiap rumah, secara merata.

5.1 Dampak Kebijakan Meningkatkan Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar disini adalah pelayanan pendidikan dan kesehatan yang notabene-nya merupakan pelayanan dasar dalam sistem ke-tatanegara-an. Pendidikan dikhususkan dan dikultuskan sebagai kewajiban dan digalangkan sebagai hak setiap warga negara. Yang tertera dalam UUD 1945 yang didalamnya tercantum bahwa pendidikan adalah hak dalam tulisan tersirat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. Disini kita bicara konteks yang paling awam, ya, paling awam dalam kata mencerdaskan adalah pendidikan dimana pendidikan dianggap sebagai jalan pintas menuju kebahagiaan lewat pekerjaan dan posisi di masyarakat. Namun, masyarakat mana? Kebahagiaan yang mana? Dan pekerjaan yang mana?

(10)

yang rendah menjadikan masyarakat desa Talang Markisa dianggap sebagai berpendidikan rendah dan tidak memiliki kebanggaan terhadap status mereka yang berada di bawah orang-orang berpikiran dan berpangkat tinggi.

Perlu digarisbawahi disini bahwa terdapat perbedaan nilai yang dianut dalam setiap daerah. Termasuk didalamnya nilai pendidikan. Jika masyarakat Talang Markisa memiliki pendidikan yang rendah, akses terhadap sekolah yang minim, dan tidak ada yang dapat menjamin dan mengangkat derajat mereka bukan? Bahkan pemerintah pun butuh agen untuk membangun sekolah secara langsung, dan juga harus ada kesiapan dan niat serta rasa yang tumbuh dalam masyarakat itu sendiri khususnya anak-anak agar dapat mau berpendidikan. Namun tetap saja, standar pendidikan dan pemerataannya tidak berlaku jika ditolak, atau masyarakat tidak tertarik.

5.3 Dampak Kebijakan Membangun Kredit Usaha Rakyat dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(11)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dapat kita lihat sebenarnya bahwa masyarakat Talang Markisa ini termasuk dalam desa miskin yang miskin sekali jika digunakan standar nasional kemiskinan. Dimana kemiskinan adalah ketidakmampuan desa dalam menyediakan sumber pangan, papan dan sandang serta kesehatan dan pendidikan yang memadai. Mungkin akan menjadi benar bahwa kemiskinan adalah masalah negara. Namun disini masyarakat Talang Markisa tidak mempermasalahkan kemiskinan tersebut. Bahkan memang sebenarnya banyak masyarakat desa di luar sana yang tidak memperdulikan miskin atau tidak. Karena yang seharusnya pemerintah canangkan adalah kenyamanan dan keamanan hidup, bukan uang. Uang memag dapat digunakan untuk apa saja namun tidak semua dari masyarakat desa yang mampu mengelolanya dengan efisien, sehingga tidak timbul kemiskinan dalam keluarga di desa-desa di Indonesia.

Saya sungguh menekankan disini bahwa pemerintah terlalu menyederhanakan hakikat kemiskinan dan memukul rata seluruh desa yang tidak memiliki pendapatan yang memadai sebagai miskin. Memang benar faktanya bahwa mereka tidak memiliki akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Namun menurut saya, akses kesehatan lah yang patut diperhatikan begitu penting. Karena sehata adalah hak dan kebutuhan setiap individu. Sementara pendidikan yang notabene-nya dalam jenjang SD, SMP, SMA dan seterusnya adalah pilihan rasional opsional yang dapat diambil ataupun tidak. Hal ini dikarenakan tidak semua orang akan menempuh jalan yang sama yakni lulus sekolah atau kuliah lalu bekerja. Banyak orang di desa yang bisa bertani atau bekerja yang lain tanpa memikirkan sekolah dan bekerja di perkotaan.

6.2 Saran

Saran yang setidaknya dapat saya tulis di makalah ini adalah bahwa pemerintah seharusnya tidak menerapkan konsep kemiskinan yang sama terhdapa seluruh desa. Karena tidak seluruh desa ingin berurbanisasi menjadi kota. Jika menggunakan standar kemiskinan yang sama, maka akan ada banyak desa terpencil yang miskin yang butuh bantuan layaknya anak kecil yang kehilangan ibunya, tanpa tahu bahwa anak tersebut bisa hidup sendiri jika hanya diberi obat dan makanan. Desa merupakan suatu entitas unik yang menjadi badan yang berdiri sendiri. Ia merupakan sesuatu hal yang dianggap tidak mencukupi, jika mengikuti standar negara. Namun pada hakikatnya desa dapat berdiri sendiri jika penopangannya adalah aspek lokal yang dapat dipertimbangkan dan tidak bisa hanya lewat BLT, yakni kesehatan.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Lembaga Penerbit FE-UI

Jayadinata. T. Johara, Pramandika. I.G.P. 2006. Pembangunan Desa Dalam Perencanaan. Bandung. ITB.

Rais, M. Amin. 1995. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia. Yogyakarta : Aditya Media

http://www.jakarta.go.id/web/news/category/tingkat-kemiskinan

http://www.sapa.or.id

Pande Made Kertanegara. 2012. Jurnal Ilmiah, Akses Terhadap Sumber Daya dan Kemiskinan Di Pedesaan Jawa. Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku

Siswa mampu memahami topik yang dibahas Ucapan dan perbuatan tidak sesuai dengan norma Pemantauan 24 Sept 2012 Pulang sekolah (12.30- selesai) Beberapa siswa kelas IX H

pertanian jika diukur menggunakan aplikasi Web Seo Analytics?.. 1) Analisis Website : Pengertian analisis website (situs web) dapat berbeda antara satu orang dengan

Kemampuan diri praktikan dalam kegiatan PPL 2 adalah memberikan layanan bimbingan dan konseling yang sudah terdapat dalam program yang sebelumnya sudah disusun

Praktikan mengadakan permainan sebelum memulai kegiatan untuk mencairkan suasana. Selain itu praktikan juga mencoba mengarahkan topik bahasan jika agak menyimpang.

Mereka terusir dari Tanal l\tinang dan mengungsi ke Kalinantan karcna pengamh budaya dan agama Islam di Minarg- Menurut Auan, kelompok ini menetap di wilayal pedalaman dan

1) Bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 meru- pakan pernyataan kemerdekaan yang terinci, karena terkandung suatu pengakuan tentang nilai hak kod- rat, yaitu hak yang