• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan diseminasi makassar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "laporan diseminasi makassar"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

Gedung IKM Baru Sayap Utara

Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 5528 email: chpm@ugm.ac.id

Telp/Fax (hunting) (+62274) 549425

www.kebijakanaidsindonesia.net Kebijakan AIDS Indonesia @KebijakanAIDS

PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS

dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Diseminasi Hasil Penelitian

(2)

1

LAPORAN KEGIATAN

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS

dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM

bekerja sama dengan

Universitas Hasanuddin – Makassar

(3)
(4)

3

Daftar Isi

Daftar Isi ... 3

A. Pengantar ... 5

B. Tujuan ... 6

C. Peserta ... 6

D. Waktu ... 6

E. Pelaksanaan Kegiatan ... 7

1. Diseminasi Hasil Penelitian ... 7

2. Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS ... 9

F. Tindak Lanjut Diskusi ... 14

(5)
(6)

5

A.

Pengantar

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM atas

pendanaan DFAT (Department of Foreign Affairs and Trade), Pemerintah Australia sejak bulan

Agustus 2013 melaksanakan penelitian multi-centered yang melibatkan 9 universitas dari 8

provinsi. Penelitian kebijakan dan program HIV & AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia

dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS

dalam sistem kesehatan di Indonesia saat ini dan sejauh mana sistem kesehatan ini adaptif

dalam merespon dinamika epidemi HIV dan AIDS. Harapannya, rekomendasi dari penelitian

ini akan membantu pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah dalam

mengembangkan strategi program penanggulangan HIV dan AIDS di masa mendatang, serta

diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan kebijakan dan program HIV dan

AIDS dalam konteks desentralisasi.

Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan penelitian yang saling terkait dan dilaksanakan di

tingkat nasional dan daerah. Penelitian tahap I untuk melihat tingkat integrasi upaya

penanggulangan HIV dan AIDS selama ini dalam sistem kesehatan. Penelitian tahap II

merupakan studi kasus tentang intervensi spesifik (pencegahan dan perawatan, dukungan,

dan pengobatan) guna menilai kontribusi berbagai tingkatan integrasi tersebut terhadap

efektivitas intervensi serta faktor eksternal yang mempengaruhi integrasi tersebut.

Sedangkan penelitian tahap III dimaksudkan untuk menyusun model kebijakan

penanggulangan HIV dan AIDS yang mempertimbangkan integrasinya ke dalam sistem

kesehatan sebagai strategi untuk memperkuat efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan

HIV dan AIDS di Indonesia. Penelitian tahap I dan II telah selesai dilaksanakan dan dalam

pelaksanaannya bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih (Papua); Universitas Negeri

Papua (Papua Barat); Universitas Nusa Cendana (Nusa Tenggara Timur); Universitas Udayana

(Bali); Universitas Hasanuddin (Sulawesi Selatan); Universitas Airlangga (Jawa Timur);

Universitas Indonesia dan Universitas Atma Jaya (DKI Jakarta); Universitas Sumatera Utara.

Sebagai pertanggungjawaban publik dan untuk mendiseminasikan temuan-temuan pokok

serta rekomendasi dari kedua penelitian tersebut, maka diselenggarakan pertemuan yang

mengundang pihak-pihak yang terkait serta para informan kunci yang terlibat dalam

(7)

6

Terkait dengan penelitian tahap III yaitu pengembangan model kebijakan, pada pertemuan

ini sekaligus dipergunakan untuk mendiskusikan model kebijakan yang dikembangkan oleh

Tim Kebijakan HIV dan AIDS PKMK FK UGM. Model kebijakan yang dikembangkan pada

penelitian tahap III ini secara khusus berfokus pada model integrasi kebijakan dan program

pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. Model ini

dikembangkan sebagai model untuk mengembangkan program layanan terintegrasi yang bisa

digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi seksual

(PMTS) di pelayanan kesehatan dasar. Dalam uji coba model ini, melibatkan kembali para

informan yang sebelumnya telah terlibat dalam penelitian tahap I dan II. Diskusi mengenai

model ini dimaksudkan untuk mendapatkan input dan konsensus terhadap model kebijakan

PMTS sebagai bentuk upaya untuk melihat kelayakan atau kemungkinan perlaksanaannya

dan kemungkinan adopsinya dalam pelaksanaan penanggulangan AIDS di tingkat daerah.

B.

Tujuan

1. Memaparkan temuan-temuan pokok dan rekomendasi penelitian.

2. Diskusi tentang kelayakan dan penerimaan model integrasi kebijakan dan program

pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan.

C.

Peserta

Dari 39 undangan yang disebarkan, yang hadir di hari pertama sebanyak 36 orang dan di hari

kedua dihadiri oleh 33 orang. Peserta pertemuan ini berasal dari Bappeda, Dinkes,

Puskesmas, Biro Napza dan HIV Kota Makassar, KPA Kabupaten Pare-pare, LSM, Tokoh

Agama, Rumah Sakit, KDS.

D.

Waktu

Kegiatan ini dilaksanakan pada :

Hari / Tanggal : Senin – Selasa, 11 – 12 April 2016 Waktu : 09.00 – 15.00 WIB

Tempat : Yayasan BaKTI

(8)

7

E.

Pelaksanaan Kegiatan

Ada dua agenda utama dalam pertemuan ini, yaitu diseminasi hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti dari Universitas Hasanuddin Makassar dan uji coba model kebijakan

yang sedang dikembangkan oleh PKMK FK UGM terkait dengan model integrasi kebijakan

program PMTS. Secara detail pelaksanaan kegiatan ini diuraikan sebagai berikut :

1. Diseminasi Hasil Penelitian

Dalam sesi ini ada dua hasil penelitian yang disampaikan. Penelitian yang pertama dengan

judul Pisau bermata dua; personalisasi dalam pelaksanaan program HIV-AIDS di Kota

Makassar. Sedangkan hasil penelitian yang kedua berjudul Hubungan antara integrasi

penerapan pengobatan ARV ke dalam sistem kesehatan terhadap efektifitas pengobatan

HIV dan AIDS di Kota Makassar.

Beberapa poin diskusi yang muncul pada sesi tanya jawab untuk menanggapi kedua hasil

penelitian tersebut, antara lain :

1. Peserta dari KPA Kabupaten Pare-pare mengharapkan bahwa semua hasil penelitian

tersebut perlu untuk dikembangkan dan disampaikan ke pihak-pihak yang lebih luas

(9)

8

Kemenag, Kementerian PP dan PA, Kementerian Perhubungan, terkait dengan situasi

epidemi yang ada saat ini dan hasil analisis stakeholder yang ada dalam penelitian.

Selain itu, perlu kiranya untuk mulai menggandeng pihak swasta (CSR) dalam upaya

penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Salah satu peserta meminta klarifikasi dari peneliti terkait dengan salah satu hasil

penelitian yang menyatakan bahwa pada aspek pencegahan dan PDP mengapa hanya

terintegrasi sebagian. Klarifikasi yang diberikan oleh peneliti mengenai hal ini adalah

memang benar bahwa pada aspek pencegahan dan PDP hanya terintegrasi sebagian

dalam sistem kesehatan, oleh karena ada program rutin pada kedua aspek tersebut.

Sedangkan pada aspek mitigasi dampak, terlihat masih sangat sporadis.

3. Menurut salah satu peserta, upaya penanggulangan HIV dan AIDS perlu diperjuangkan

menjadi satu dengan isu disabilitas, sehingga bisa menjadi upaya bersama.

4. Terkait dengan JKN, sebenarnya secara peraturan sudah ada, yaitu PP Mensos, UU No.

23/2014 tentang jaminan sosial. Sudah dijelaskan dalam peraturan tersebut peran

daerah dalam penanggulangan HIV dan AIDS, termasuk aturan mainnya. Dengan

demikian, hal ini tentu dapat menjadi salah satu faktor yang memudahkan dalam

memengaruhi pimpinan dan DPR, apalagi didukung dengan data hasil penelitian ini.

5. Komentar dari salah satu peserta bahwa integrasi di layanan kesehatan konteksnya

sangat luas, penelitian ini melihatnya dari perspektif mana? Apakah melihat juga dari

perspektif otonomi daerah? Realitasnya yang ada saat ini bahwa hampir semua

kebijakan dari Jakarta (pusat), belum ada inovasi dari daerah. Penjelasan yang

diberikan dari peneliti terkait dengan hal ini adalah adanya integrasi ini dikarenakan

adanya upaya secara personal belum terlembaga. Dengan demikian, maka

kesimpulannya adalah masih terintegrasi sebagian. Relasi secara personal ini akan

menemui tantangan ketika person tersebut dimutasi ke bagian atau daerah lain.

6. Info yang disampaikan oleh KPA Kabupaten Pare-pare dalam upaya penanggulangan

HIV dan AIDS, saat ini di Pare-pare sedang menggarap perda penanggulangan HIV &

AIDS. Inovasi dari Pare-pare, dalam perda tersebut ada nomenklatur untuk

perlindungan perempuan di tempat kerja, terkait dengan isu HIV dan AIDS. Layanan

di puskesmas, forum koordinasi daerah dan musrenbang, perlu untuk dimanfaatkan.

7. Inovasi ternyata juga dilakukan oleh Biro Napza dan HIV, bahwa isu HIV hendaknya

(10)

9

Adanya program Stop with me ternyata cukup bagus untuk diterapkan. Tahapan

rehabilitasi juga penting untuk dilakukan, dengan model partisipasi keterlibatan

semua pihak. LSM Balata selama ini yang mendukung program ini. Rencananya,

pendanaan akan mengakses dana CSR. Untuk itu, perlu menggerakkan massa untuk

dapat beraudiensi dengan DPR. Pengerahan komunitas ini, perlu membangun dulu

koalisi dengan lembaga atau komunitas yang lain lagi. Goalnya akan sampai pada

pendanaan. Untuk merealisasikan hal tersebut, perlu menyiapkan nomenklatur atau

institusi, perlu terobosan (rehabilitasi partisipasi berbasis komunitas), perlu

membangun jaringan yang strategis dengan media. Dengan demikian, integrasi perlu

dibangun dengan adanya interkoneksitas.

8. Terkait dengan membangun jaringan dengan pihak media, peserta dari RRI

menyatakan bahwa pengalaman beliau selama ini telah membawa isu disabilitasi

dalam program siaran yang dilakukan oleh RRI. Untuk itu, dari hasil pertemuan ini,

akan diupayakan untuk mendekatkan isu penanggulangan HIV dan AIDS kepada

pimpinan RRI agar menjadi perhatian.

9. Salah satu peserta memberikan apresiasianya atas penelitian yang telah dilakukan ini,

karena hasil penelitian ini bisa sebagai materi advokasi bagi para LSM. Keberadaan

buddies, KDS, keberadaan pendamping untuk menutup gap akses di layanan.

Sebenarnya sudah ada komitmen dari pemerintah kepada para pendamping ini,

meskipun masih kecil, baru kepada 12 orang saja. Pendamping ini dimaksudkan untuk

meminimalisir loss of follow up, melakukan konseling, dll. Akan tetapi kendala yang

masih dihadapi adalah isu stock out obat ARV dari pusat. Menurut informasi, baru

pada bulan Juni stok tersedia.

2. Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS

Sesi ini terkait dengan pelaksanaan penelitian tahap 3 dari beberapa tahapan penelitian

kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia. Tujuan utama dari

sesi ini adalah untuk mendapatkan konsensus dari para peserta sebagai perwakilan dari

praktisi terkait dengan model integrasi kebijakan dan program PMTS. Konsensus atas

permodelan yang telah dikembangkan, dilakukan dengan metode delphi dalam dua putaran.

(11)

10

informan terhadap program PMTS selama ini dan putaran kedua dilakukan setelah model

dipaparkan oleh peneliti. Hasil dari dua putaran delphi tersebut, dianalisis untuk melihat

sejauh mana dan kemungkinannya model yang dikembangkan tersebut dapat

diimplementasikan pada tingkat layanan primer.

Diskusi atas model ini kemudian dilakukan pada hari kedua, namun hasil diskusi ini tidak

memengaruhi konsensus yang telah tercapai pada hari pertama. Dalam kesempatan ini

diawali dahulu dengan penyajian hasil pengisian kuesioner yang telah dilakukan pada hari

sebelumnya. Hasil analisis ini yang menjadi materi pemantik diskusi bersama dengan para

peserta yang telah hadir kembali pada hari kedua. Beberapa poin diskusi yang muncul pada

sesi ini, antara lain :

1. Pokja PMTS sudah di set up mulai dari tingkat kota hingga ke tingkat kecamatan, sudah

ada SK nya tapi tidak pernah ada pertemuan. Perlu dievaluasi kinerjanya selama ini.

Di Pare-pare, Pokja PMTS belum melibatkan para pemangku kepentingan setempat.

Pembentukan pokja sebenarnya perlu ada kesepemahaman dulu antar beberapa

pihak, bukan pada ada atau tidaknya SK.

2. Di Makassar tidak ada lokalisasi tapi lokasi, tempat transaksi seks dengan WPSL

maupun WPSTL. Belum pernah ada pembubaran lokasi, baru sekedar rencana tapi

belum terealisir. Kalau memang hal ini terjadi, maka memang pasti akan

membubarkan pokja PMTS.

3. Terkait dengan pernyataan bahwa pengadaan dan distribusi kondom yang dikoordinir

oleh KPAN tidak akan berkelanjutan, pernyataan ini mendapatkan konsensus dari para

peserta. Menurut mereka, mandat utama KPA tidak sesuai untuk ikut tender

pengadaan kondom. Mandat KPA lebih kepada mempersiapkan sumber dayanya,

misalnya pengelola logistik. Tetapi faktanya selama ini peran tersebut

digabung-gabung, sehingga tidak berkelanjutan kalau tidak ada dana donor.

4. Dalam hal distribusi kondom, selama ini tidak ada SOP yang sama sebagai acuan untuk

KPA, LSM dan Dinkes, sehingga pelaporan distribusi kondom seringkali masih menjadi

kendala tersendiri. Selain itu, pengelola outlet di bawah tidak pernah diapresiasi.

Tetapi ketika ada masalah, merekalah yang paling sering didatangi untuk menanyakan

apa masalahnya. Dengan demikian, perlu kiranya untuk dilihat permasalahan ini

(12)

11

5. Menurut peserta dari Bappeda, dalam hal penganggaran untuk pengadaan kondom,

Dinkes tidak pernah menganggarkan, hanya dari BKKN tetapi tidak secara specifik

untuk pencegahan HIV dan AIDS, tetapi untuk kontrasepsi.

6. Menurut DKK Makassar, selama ini distribusi kondom oleh BKKBN memang sebagai

alat kontrasepsi, tetapi ada beberapa puskesmas yang sudah ada MoU dengan BKKBN,

menerima kondom dari BKKBN untuk KIA. Dan dalam pelaporannya, distribusi

kondom yang dari BKKBN ini tidak bisa dilaporkan sebagai program pencegahan HIV.

7. Dari Puskesmas Makassar menambahkan bahwa sebenarnya kondom dari BKKBN

jumlahnya cukup banyak, tetapi aseptor kondomnya kurang, daripada kadaluarsa

kemudian dibagi-bagikan ke panti pijat atau lokalisasi. Pelaporannya hanya cukup

disampaikan ke pengawas BKKBN.

8. Lain halnya dengan pengalaman di Pare-pare, jika ketersediaan kondom kurang, ada

inisiatif dari LSM untuk bersurat ke BKKBN meminta kondom, tetapi ternyata ada isu

terkait dengan kualitas kondom yang berasal dari BKKBN.

9. Karena kondom yang ada di BKKBN difokuskan bagi aseptor KB, maka ketika ada

permintaan dari LSM atau puskesmas untuk program pencegahan HIV, tidak masuk

dalam rencana BKKBN.

10.Tidak adanya SDM yang khusus untuk distribusi kondom, mencapai konsensus dari

para peserta. Kondom hanya sampai di outlet saja. Bahkan, BKKBN pun masih

mempergunakan tangan puskesmas untuk pendistribusiannya. Distribusi kondom ke

populasi kunci masih sangat bergantung pada petugas lapangan LSM

11.Semua peserta setuju bahwa selama ini masih ada hambatan sosial, budaya, agama

dalam pendistribusian kondom, bahkan di populasi kunci juga masih ada, khususnya

LSL karena mereka biasanya masih tertutup, tetapi kalau di WPS sudah cukup terbuka.

Pengalaman dari Pare-pare terkait dengan kampanye kondom, ketika ada program

dari KPAN dan DKT untuk memberikan papan nama outlet, ada penolakan karena

tidak perlu memakai cara yang terlalu terbuka, karena pasti akan ada penolakan dari

sekitar. Padahal apa bedanya outlet kondom dengan apotik, alfamart, dll. Hal ini

terkait dengan ketidakadilan publik dalam memberikan perspektif tentang kondom.

Pengelola outlet tidak perlu ditonjol-tonjolkan.

12.Distribusi kondom di dalam gedung puskesmas sudah dapat dilakukan dan tidak ada

(13)

12

13.Menurut para peserta, harga kondom yang dijual bebas di pasaran tidak terlalu mahal

bagi masyarakat Indonesia dan populasi kunci, yang mahal adalah nilai sosialnya,

seringkali masih ada perasaan malu-malu pada saat membelinya.

14.Para peserta menyatakan persetujuannya, bahwa kondom bisa menjadi barang bukti

prostitusi sehingga dapat menghambat pencegahan melalui transmisi seksual. Di

Sulawesi Selatan, hal ini memang sering terjadi.

15.Peserta menyatakan ketidakyakinannya bahwa kebutuhan kondom dipenuhi melalui

jalur BKKBN, tidak ada nomenklaturnya di BKKBN, kecuali memang ada

permintaan-permintaan.

16.Menurut puskesmas, penggunaan dana BOK sudah ada ketentuannya, jadi tidak bisa

seenaknya dipergunakan untuk keperluan lainnya selain yang ada di dalam

ketentuan-ketentuan tersebut. Saat ini, karena kondom belum dianggap prioritas maka

dipergunakan untuk kegiatan lain yang lebih prioritas.

17.Sama halnya yang dinyatakan oleh Bappeda bahwa dana BOK sudah ada ketentuan

penggunaannya (Permenkes No. 21). DAK non fisik dipergunakan untuk dana

transport, sosialisasi, PMT dan dibatasi per posyandu. Pengadaan kondom atau spuit

sebenarnya merupakan tanggung jawab Dinkes karena bisa dimasukkan dalam

belanja daerah. Puskesmas tidak boleh belanja bahan, ada perda yang mengatur hal

ini. Ada kebijakan buffer stock untuk diberikan ke kabupaten-kabupaten lain yang

membutuhkan.

18.Peserta juga tidak yakin bahwa puskesmas dapat mengadakan kondom dan lubrikan

dengan dana kapitasi JKN, karena puskesmas memerlukan dana ini untuk operasional

puskesmas.

19.Di Sulawesi Selatan, belum ada puskesmas yang BLUD, hanya rumah sakit (Balai

Layanan Daerah).

20.Di puskesmas belum ada alokasi untuk gaji petugas lapangan, yang ada adalah

anggaran rutin untuk pendamping ODHA dan penjangkuan ke layanan. Selama ini

program HIV sebatas reagen dan masih nyangkut di YanFar termasuk kondom. Ada

juga kondom di binkesmas, bagian KIA tetapi tidak tahu apakah dianggarkan untuk

pengadaannya atau tidak.

21.Peserta menyatakan ketidaksetujuannya pada pernyataan pengobatan presumtif

(14)

13

dihentikan. Pengalaman di Pare-pare, PPB dilanjutkan dengan pemakaian kondom

secara konsisten dapat menurunkan kasus IMS dengan cukup signifikan.

22.Peserta setuju bahwa layanan IMS pada kelompok LSL belum dilakukan secara

maksimal oleh puskesmas, karena masih ada puskesmas yang favorit yang diakses

oleh LSL. Di Sulawesi Selatan belum ada klinik khusus LSL. Pernah ada petugas khusus

LSL ketika ada donor, tetapi sekarang semua sudah diarahkan ke puskesmas. Sudah

ada upaya pelibatan klinik / dokter swasta dalam upaya penanggulangan HIV dan

AIDS, tetapi terkadang setelah diundang tidak semua mau datang, apalagi untuk

pelaporan. Sudah pernah ada pelatihan SIHA tapi belum terealisir sampai ke

pelaporan. Pengalaman Dinkes Pare-pare, upaya ini juga sudah dilakukan, misalnya

dengan RS Fatima. Mereka pernah diundang di pelatihan tetapi kemudian tidak ada

inisiatif lebih lanjut. Namun, adanya akreditasi rumah sakit, sekarang mulai mengarah

ke situ.

23.Peserta merasa kurang yakin atas pernyataan : akses langsung populasi kunci ke

layanan tes HIV di dalam gedung puskesmas masih belum optimal. Hal ini lebih

disebabkan karena keterbatasan jam layanan puskesmas. Jam layanan puskesmas

mulai pagi sampai siang. Untuk mengatasi hal ini, puskesmas melakukan mobile klinik

di sore atau malam. Tetapi yang datang secara langsung ke puskesmas bersama

dengan penjangkau sebenarnya sudah banyak.

24.Terkait dengan pendanaan, Dinkes Pare-pare menyatakan bahwa anggarannya justru

berasal dari dana APBD dan BOK. Tetapi memang secara proporsi jumlah, masih lebih

banyak / besar dana dari donor. Namun, secara frekuensi lebih banyak yang dari dana

APBD atau BOK, 60 kali per tahun untuk 6 puskesmas di Pare-pare. GF hanya

menanggung 2 puskesmas saja. Potensi sumber pendanaan lain adalah dari CSR, di

Pare-pare sudah ada Forum Pendanaan CSR Daerah tetapi masih nyangkut di bagian

ekonomi.

25.Pengalaman di Pare-pare, perlu ada one day one service, khususnya ketika ditemukan

kasus di mobile klinik, sering kali susah melacaknya kembali karena WPS sering

berpindah. Menurut Dinkes Pare-pare, konseling dilakukan pasca tes oleh konselor

kemudian dilanjutkan oleh penjangkau. Protabnya demikian.

26.Sudah pernah ada dana BLM dari Kemsos, melalui provinsi dalam bentuk UEP (Usaha

(15)

14

F.

Tindak Lanjut Diskusi

Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dalam kegiatan selama dua hari tersebut, beberapa

hal yang merupakan saran dari para peserta untuk tindak lanjut hasil penelitian ini adalah :

1. Di dalam tabel / matriks penyajian hasil delphi perlu ditambahkan satu kolom untuk

catatan solusinya, sehingga penelitian ini tidak hanya menyajikan masalah saja tanpa

solusi.

2. Penelitian ini diharapkan juga bisa menyoroti mengenai format SIHA yang dirasa perlu

untuk diperbaiki / disesuaikan karena format yang kurang sesuai ini menyebabkan

pelaporan tidak beres. Misalnya ketika ada data lain-lain, ternyata setelah dipilah ada

kelompok ibu hamil yang dimasukkan dalam kelompok lain-lain. Dengan demikian,

ketika data disajikan, seolah-olah kasus pada katergori lain-lain sangat tinggi. Untuk

itu, perlu pemilahan kategori yang lebih jelas dan berdasarkan daerah asal.

3. Dalam laporan penelitian ini perlu ada bab khusus yang membahas mengenai data.

Perlu ada data terpilah yang dilihat dari ketimpangan kemiskinan, ketimpangan

gender dan ketimpangan sosial. Hal penting dan diperlukan sebagai bahan advokasi

ke pihak CSR.

G.

Penutup

Pertemuan ditutup oleh peneliti Unhas, dengan ucapan terima kasih kepada para peserta

yang telah secara aktif berpartisipasi dan berkontribusi dalam pertemuan selama 2 hari ini.

Dengan berakhirnya kegiatan diseminasi penelitian ini, maka berakhir sudah penelitian

kerjasama ini. Harapannya dari 2 hasil penelitian yang sudah ada akan dapat dimanfaatkan

untuk perubahan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi Sulawesi Selatan yang

lebih baik lagi.

Sementara itu, untuk pengembangan model kebijakan program PMTS masih akan berjalan

sebagai rangkaian kegiatan penelitian tahap III yang akan dilakukan di 7 kota yang merupakan

lokasi penelitian. Hasil akhirnya diharapkan akan bisa diperoleh pada akhir Mei. Hasil dari

penelitian tahap III tersebut akan berupa permodelan integrasi kebijakan penanggulangan

(16)

15

konsensus bersama, baik dari para praktisi dan para pakar. Model ini akan menjadi

rekomendasi yang akan disampaikan kepada para pemangku kepentingan untuk upaya

penanggulangan HIV dan AIDS khususnya program PMTS agar lebih baik lagi.

H.

Lampiran

1. Kerangka acuan

2. Materi presentasi :

a. Dekskripsi projek penelitian – PKMK FK UGM

b. Hasil penelitian 1

c. Hasil penelitian 2

d. Model PMTS

(17)
(18)

Lampiran 1

for

Better

(19)
(20)

1

KERANGKA ACUAN

Diseminasi Hasil Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam

Sistem Kesehatan

dan

Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program Pencegahan Melalui

Transmisi Seksual (PMTS) dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan

(21)
(22)

3

PENGANTAR

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM atas

pendanaan DFAT, Pemerintah Australia sejak bulan Agustus 2013 melaksanakan penelitian

multi-centered yang melibatkan 9 universitas dari 8 provinsi. Penelitian kebijakan dan

program HIV & AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui

perkembangan dan pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di

Indonesia saat ini dan sejauh mana sistem kesehatan ini adaptif dalam merespon dinamika

epidemi HIV dan AIDS. Harapannya, rekomendasi dari penelitian ini akan membantu

pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah dalam mengembangkan strategi

program penanggulangan HIV dan AIDS di masa mendatang, serta diharapkan dapat

memberikan kontribusi pengembangan kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam konteks

desentralisasi.

Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan penelitian yang saling terkait dan dilaksanakan di tingkat

nasional dan daerah. Penelitian tahap 1 untuk melihat tingkat integrasi upaya

penanggulangan HIV dan AIDS selama ini dalam sistem kesehatan. Penelitian tahap 2

merupakan studi kasus tentang intervensi spesifik (pencegahan dan perawatan, dukungan,

dan pengobatan) guna menilai kontribusi berbagai tingkatan integrasi tersebut terhadap

efektivitas intervensi serta faktor eksternal yang mempengaruhi integrasi tersebut.

Sedangkan penelitian tahap 3 dimaksudkan untuk menyusun model kebijakan

penanggulangan HIV dan AIDS yang mempertimbangkan integrasinya ke dalam sistem

kesehatan sebagai strategi untuk memperkuat efektivitas dan keberlanjutan

penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Penelitian tahap 1 dan 2 telah selesai

dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih

(Papua); Universitas Negeri Papua (Papua Barat); Universitas Nusa Cendana (Nusa Tenggara

Timur); Universitas Udayana (Bali); Universitas Hasanuddin (Sulawesi Selatan); Universitas

Airlangga (Jawa Timur); Universitas Indonesia dan Universitas Atma Jaya (DKI Jakarta);

Universitas Sumatera Utara. Sebagai pertanggungjawaban publik dan untuk

mendiseminasikan temuan-temuan pokok serta rekomendasi dari kedua penelitian

tersebut, maka diselenggarakan pertemuan yang mengundang pihak-pihak yang terkait

(23)

4 Terkait dengan penelitian tahap 3 yaitu pengembangan model kebijakan, pada pertemuan

ini sekaligus dipergunakan untuk mendiskusikan model kebijakan yang dikembangkan oleh

Tim Kebijakan HIV dan AIDS PKMK FK UGM. Model kebijakan yang dikembangkan pada

penelitian tahap 3 ini secara khusus berfokus pada model integrasi kebijakan dan program

pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. Model ini

dikembangkan sebagai model untuk mengembangkan program layanan terintegrasi yang

bisa digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi

seksual (PMTS) di pelayanan kesehatan dasar. Diskusi mengenai model ini dimaksudkan

untuk mendapatkan input dan konsensus terhadap model kebijakan PMTS sebagai bentuk

upaya untuk melihat kelayakan atau kemungkinan perlaksanaannya dan kemungkinakn

adopsinya dalam pelaksanaan penanggulangan AIDS ditingkat daerah.

TUJUAN

1. Memaparkan temuan-temuan pokok dan rekomendasi penelitian.

2. Diskusi tentang kelayakan dan penerimaan model integrasi kebijakan dan program

pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan.

PESERTA

1. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota

2. KPA Provinsi/Kabupaten/Kota

3. Informan kunci penelitian tahap 1 dan tahap 2

WAKTU

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :

Hari / Tanggal : Kamis – Jumat / 7 – 8 April 2016

Waktu : 09.00 – 15.00 WIB

Tempat : Yayasan BaKTI

Jl. Andi Mappanyukki No.32/62A, Kota Makassar

(24)

5

AGENDA KEGIATAN

No Waktu Materi Fasilitator

Hari I

09.00 – 09.20 Pembukaan Sekretaris KPA Provinsi 09.20 – 10.00 Pengantar projek penelitian kebijakan dan

program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia

Tim PKMK FK UGM

10.00 – 10.30 Pemaparan hasil penelitian dan rekomendasi Tim peneliti universitas 10.30 – 12.00 Diskusi

12.00 – 13.00 Istirahat

13.00 – 15.00 Diskusi model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem Kesehatan

Tim PKMK FK UGM

15.00 – selesai Penutup

Hari II

09.00 – 12.00 Lanjutan diskusi model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan

Tim PKMK FK UGM

12.00 – selesai Penutup

PENDANAAN

Kegiatan ini terselenggara atas pendanaan dari projek penelitian kebijakan dan program HIV

dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia, kerjasama antara PKMK FK UGM dan DFAT,

Pemerintah Australia.

(25)
(26)

Lampiran 2a

for

Better

(27)
(28)

PENELITIAN

Ke ijaka  da Progra  HIV AIDS dala

Siste Kesehata di I do esia

Kerjasa a:

Pusat Ke ijaka  da  Ma aje e  Kesehata   PKMK  FK UGM &

Depart e t of Foreig  Affairs a d Trade  DFAT , Pe eri tah  Australia

Siste atika:

. Latar  elaka g 

. Lokasi pe elitia

. I ple e tasi pe elitia

a. Cluster  : A alisis Ke ijaka  HIV da  AIDS 

. Cluster  : Model Ke ijaka  HIV & AIDS 

. Cluster  : Pe ge a ga  Si pul Pe getahua

(29)

Latar Belaka g Pe elitia

Do i asi I isiatif Kesehata  Glo al  elalui  a tua  

luar  egeri  ilateral da   ultilateral  dala  

pe a ggula ga  AIDS di I do esia

Hasil Positif:  e i gkatka   akupa  da  efekti itas respo   epide i

Hasil Negatif: upaya kesehata  ya g teri tegrasi dala   siste  kesehata  tidak  erjala  kare a ada re‐

vertikalisasi dala  pere a aa , pe ga ggara ,  o itori g da  e aluasi progra

Tantangan: penanggulangan HIV & AIDS dapat lebih efektif dan berkelanjutan jika diintegrasikan secara sistematik ke dalam sistem

kesehatan yang ada

Tujua Pe elitia

• Me ga alisis progra da i ple e tasi ke ijaka

pe a ggula ga  HIV da  AIDS  da  keterkaita ya de ga   siste kesehata di I do esia. 

• Me ilai ti gkat i tegrasi ke ijaka  da  progra   pe a ggula ga  AIDS ke dala  siste kesehata dala ko teks pe eri taha  ya g terdese tralisasi

(30)

Proses pe elitia  & kegiata

Cluster  :A alisis Ke ijaka  HIV da  AIDS 

Desk Re ie : Ke ijaka  HIV & AIDS da  Siste  Kesehata  di I do esia

Pe elitia  I: I tegrasi Upaya Pe a ggula ga  HIV & AIDS Dala  Siste  Kesehata  

Cluster  : Model Ke ijaka  HIV & AIDS 

Pe elitia  II: Studi Kasus  I tegrasi Pe a ggula ga  HIV da  AIDS ke dala  Siste   Kesehata  da  Efekti itas Pe a ggula ga  HIV & AIDS di Daerah

Pe elitia  III: Pe ge a ga   odel i tegrasi ke ijaka  da  progra  pe egaha   elalui tra s isi seksual  PMTS  ke dala  Siste  Kesehata  Nasio al da  Daerah 

Cluster  : Pe ge a ga  Si pul Pe getahua  

We site .ke ijaka aidsi do esia. et  

Ble ded Lear i g I ‐ III

Diskusi Kultural

(31)

I ple e tasi kegiata

Cluster 

Desk Re ie  : 

Ke ijaka  HIV & AIDS da  Siste  

Kesehata  di I do esia

Okto er   – Septe er 

Fokus: Kajia  progra  da  ke ijaka  pe a ggula ga  HIV da  AIDS di  I do esia  progra  pe egaha , PDP,  itigasi da pak  de ga  

e pergu aka  perspektif sejarah, di le el  asio al  aupu  daerah. 

(32)

Pe elitia  I: I tegrasi Upaya Pe a ggula ga  HIV & 

AIDS Dala  Siste  Kesehata

Ja uari – Dese

er 

 

Me ga alisis ti gkat i tegrasi ke ijaka pe a ggula ga HIV da AIDS dala siste  kesehata di  I do esia, u tuk  pe ge a ga   reko e dasi agar ki erja

pe a ggula ga HIV da AIDS ya g  le ih  aik lagi. 

http://www.ke ijaka aidsi do esia. et/id/hasil‐pe elitia

I ple e tasi kegiata

(33)

Pe elitia  II : Studi Kasus ‐ I tegrasi Pe a ggula ga  HIV da   AIDS dala  Siste  Kesehata  da  Efekti itas Pe a ggula ga  

HIV & AIDS di Daerah ‐ April   – Fe ruari 

Respo   AIDS PMTS WPS PMTS  LSL Li k to  Care ART LASS Fokus: 

• e ggali ko tri usi i tegrasi  pe a ggula ga HIV da   AIDS ke dala  siste   kesehata  terhadap  efekti itas pe a ggula ga AIDS di ti gkat 

ka upate /kota

• e gide tifikasi eka is e i tegrasi ya g  a pu

e erika ko tri usi terhadap efekti itas pe a ggula ga AIDS.

Pe elitia  III : Pe ge a ga odel i tegrasi ke ijaka da

Progra Pe egaha Melalui Tra s isi Seksual PMTS  ke dala siste kesehata asio al da daerah

Ja uari – April 

Fokus:

– Model laya a ya g teri tegrasi seperti apakah ya g  isa digu aka u tuk

e ja i ke erla gsu ga progra   pe egaha elalui tra s isi seksual

PMTS  di pelaya a kesehata dasar pri ary health care?

– Model ke ijaka operasio al seperti apakah ya g di utuhka u tuk

e ja i terlaksa a ya i tegrasi progra  PMTS di ti gkat laya a dasar?

Model

(34)

Tahapa Pe elitia

•u tuk e yusu odel  i tegrasi di ti gkat laya a delivery of  health care progra   PMTS

Kajia  Hasil  Pe elitia   Se elu ya

•u tuk e dapatka ko se sus odel pelaya a kesehata progra  PMTS da ke ijaka pe duku g ya ya g ideal da   ko prehe sif 

Me a gu   Kesepakata  

Delphi •Model pelaya akesehata dala

progra  PMTS da ke ijaka pe duku g ya ya g teri tegrasi dala SKN 

Model Ke ijaka

I ple e tasi kegiata

(35)

Si pul Pe getahua Ke ijaka  AIDS I do esia

Kno ledge Hub

Tujua :

a e i gkatka  akses  i for asi ke ijaka  HIV  da  AIDS, 

e agika  da   e erapka  

pe getahua  terkait  ke ijaka  HIV da  AIDS, 

e erje ahka   pe getahua   e jadi  ke ijaka  HIV da  AIDS  ya g le ih  aik. 

Pe ge

a ga  si pul pe getahua

Me ge a g ka  Jari ga   Ke ijaka  

AIDS  I do esia &  Me a gu  

We site  ke ijaka aidsi

do esia. et

Me ggali,  e gide tifikasi 

da   e gu pulka   pe getahua

Me perkuat  kapasitas 

dala   e aha i 

siste   kesehata  da  

ke ijaka  HIV  da  AIDS

Me erje ahka   pe getahua  

e jadi  ke ijaka  HIV 

(36)

We site : 

.ke ijaka aidsi do esia. et

Ku ju ga da Artikel

Ku ju ga

Hi gga Maret : 

 ora g pela gga   ewsletter

  artikel te atik

  doku e  ke ijaka   regulasi, pedo a  da  data epide iologi

(37)

KEBIJAKAN AIDS DAN 

SISTEM KESEHATAN

Maret   – Maret    Tujua :

e ga alisis da   e ge aluasi  ko po e  da  fu gsi siste   kesehata  ya g diperluka  u tuk  pe guata  respo  HIV da  AIDS, 

e gide tifikasi,  e ga alisis da   e ggu aka  kese pata  u tuk  elakuka  pera  ad okasi ya g le ih  esar, 

se ara kritis  e ga alisis 

kese ja ga  laya a  kesehata   agi  kelo pok ya g terda pak oleh HIV  da  AIDS da   a pu  e yediaka   reko e dasi u tuk  e per aiki  akses terhadap laya a  terse ut,  serta 

elakuka  riset ke ijaka  AIDS.

Modul Pe elajara

. Siste  Kesehata  da  Dese tralisasi  Politik

. Orga isasi Siste  Kesehata  da   Pe iayaa  Kesehata

. Perluasa  Respo  AIDS da  Siste   Kesehata , dala  ko teks Jari ga   Kesehata

. Siste  Pe guata  Masyarakat Sipil . Laya a  HIV, aksesi ilitas da  

Artikulasi Kepe ti ga  kelo pok  Populasi Ku i da  Masyarakat . Pe elitia  Ke ijaka  AIDS da   Pe ulisa  Paper Ke ijaka  AIDS

Peserta :

I. Gelo a g   :  8 ora g U e , U ipa, U da a, U ud,  U has, U air, UI, At a   Jaya Jakarta, USU   II. Gelo a g   :   ora g 

KPA Kota Matara , Di as  Kesehata  Ka upate   Ba jar aru, Puskes as,  Ke e sos, Sekolah Ti ggi Sai t  CarolusJakarta, Poltekes,  Ke e kes da  LSM   III. Gelo a g   :   ora g 

(38)

Diskusi Kultural 

No e er   – Maret 

Tujua  : u tuk  e a gu  da   e perkuatka  dialog dia tara pegiat  AIDS di  asi g‐ asi g daerah. 

Proses

• Sudah terlaksa a se a yak   kali  diskusi di Yogyakarta.

• Sudah tersele ggara   kali diskusi  di Jakarta, Meda , Sura aya,  De pasar, Papua, Kupa g,  Makassar.

Ti dak La jut: Reko e dasi Ke ijaka • KPAN

• Bappe as • Ke e dagri • Ke e kes  P JK

Mendorong Agenda Perubahan Kebijakan

Dise i asi hasil pe elitia  : KPAN,  Ke kes, Ke e dagri, Bappe as,  Se i ar, JKKI.

Se i ar ter uka : Close The Gap,  Mo e  Dala  Fast TrackOutlook

Ke ijaka  HIV & AIDS  . Perte ua  ti gkat  asio al : JKKI 

Kupa g, Ba du g, Pada g , Per as  AIDS V Makassar.

(39)

Pe ja i a  Kualitas

• Perte ua  ruti  de ga  DFAT da   ko sulta  ya g ditu juk setiap   

ula  sekali atau jika diperluka • Dewa  pe asehat pe elitia  

asio al  NAB  

• Peli ata  stakeholder da  

i for a  pada perte ua   alidasi  dala  proses pe gu pula  data • Peli ata  i depe de t re iewer 

u tuk se ua doku e  ya g  dihasilka  dari pe elitia  i i. 

(40)

Lampiran 2c

for

Better

(41)
(42)

S H A N TI R IS KIY A N I, S UD IR M A N N A S IR , S ITTI S A LM A H , EKA S A R I R ID W A N

PISA U BERMA TA DUA; PERSO NALISASI DALAM PELAKSANAAN PRO G RAM HIV-AIDS

DI KO TA MAKASSAR

PKMK-Unive rista s G a d ja h Ma d a d a n Unive rsita s Ha sa nud d in d e ng a n d ukung a n d a ri

De p a rte me nt o f Fo re ig n Affa ir a nd Tra d e

LATAR BELAKANG

Up a ya p e na ng g ula n

g a n HIV d i Ind o ne sia

G F,IPF

HC PI

(43)

LATAR BELAKANG

Pe re nc a na a n SKPD

Im p e le m e nta si

Pe la p o ra n

Le m b a g a No

n-Pe m e rinta h

Mo ne v

M

a

s

ih

L

e

m

a

h

LATAR BELAKANG

• se jum la h p e ne litia n d a n re ko m e nd a si d ip e rluka n untuk m e ning ka tka n inte g ra si p ro g ra m -p ro g ra m HIV

d a n AIDS (p e nc e g a ha n, Pe ra w a ta Dukung a n-Pe ng o b a ta n/ PDP d a n m itig a si d a m p a k) ke d a la m

(44)

TUJUAN

• Se b e ra p a ja uh inte g ra si up a ya -up a ya

p e na ng g ula ng a n HIV d a n AIDS d i Ko ta Ma ka ssa r d a n Ko ta Pa re -Pa re ke d a la m siste m ke se ha ta n ?

Me me ta ka n b e rb a g a i ke kua ta n d a n ke le ma ha n siste m ke se ha ta n d i Ind o ne sia (te rma suk d i Ko ta Ma ka ssa r d a n Ko ta Pa re -Pa re ) d a la m me nd ukung a ta u me na ng g a p i

p e rma sa la ha n HIV d a n AIDS.

METODE

Da ta p rim e r

• FG D d e ng a n sta ke ho ld e r; KPAP,KPAK,Dinke sp ro v, Dinke s ko ta , Ba p p e d a p ro v, Dinso s ko ta , Dinso s p ro v, Disna ke rtra ns, RSWS, Pe nye d ia la ya na n (PKM), LSM (YPKDS,G a ya C e le b e s, PKNM, YMH)

(45)

C ultura l Me e ting; Ko m unita s (O DHA, p a sa ng a n O DHA, w a ria , Pe c a nd u na rko b a )

Pe rte mua n va lid a si; KPAP, KPAK, Dinke sp ro v, Dinke s Ko ta , Dinso s, PKM.

Da ta se kund e r; Dinke sp ro v, Dinke sko ta , BAPPEDA p ro v, BAPPEDA ko ta , Disna ke rtra ns, PKM

METODE

HASIL

Pe nc e g a ha n;

• RS. Wa hid in Sud iro huso d o , RS.Da ya , RS.La b ua ng Ba ji,RSKD Da d i,RS.Bha ya ng ka ra ,RS

Pe la m o nia ,PKM.Jum p a nd a ng Ba ru,PKM.Ka ssi-ka ssi, PKM.And a la s,PKM. Ma kka sa u, Klinik Pro f.Ha lim , La p a s Pe re m p ua n,La p a s G unung Sa ri,

(46)

PENCEGAHAN & PDP

Ala t d ia g no stik

HIV

Ko nd o m d a n p e lic in

LASS

Me tha d o ne

INTEGRASI (1)

• Te rd a p a t p e rb e d a a n ting ka t ke rutina n la ya na n-la ya na n d i a ta s,

• La ya na n ya ng b e ro p e ra si p a ling te ra tur rutin

a d a la h ya ng la ya na n-la ya na n p e nc e g a ha n ya ng d ila kuka n te ruta m a o le h te na g a -te na g a

(47)

• La ya na n-la ya na n p e nc e g a ha n se b e na rnya jug a d ila kuka n b e b e ra p a le m b a g a a ta u SKPD d i lua r ke se ha ta ; Dina s Te na g a Ke rja Ko ta Ma ka ssa r d a n Dina s Pe nd id ika n d a n Ke b ud a ya a n Ko ta Ma ka ssa r na m un le b ih b e rsifa t sp o ra d is.

INTEGRASI (2)

INTEGRASI (3)

• Ko m unika si a nta r le m b a g a te la h b e rja la n d e ng a n b a ik.

• Na m un p a d a p ra kte knya le b ih b e ke rja se nd iri-se nd iri.

(48)

PERSONALISASI (1)

• Be b e ra p a a ng g o ta LSM d a n p o p ula si kunc i m e ng a ta ka n b a hw a ke m a jua n-ke m a jua n ya ng a d a sa a t ini te rka it d e ng a n la ya na n PDP m a sih le b ih b a nya k ka re na ke b a ika n p e rso na l

(p e rso na lisa si) o ra ng o ra ng te rte ntu d i le m b a g a -le m b a g a te rse b ut, b e lum m e rup a ka n ha sil se b ua h siste m ya ng te rle m b a g a ka n.

PERSONALISASI (2)

• Me skip un te la h b a nya k p e la tiha n b a ik ting ka t

Pro vinsi m a up un na sio na l ya ng d iikuti o le h se b a g ia n b e sa r p e tug a s ke se ha ta n, na m un ke p e d ulia n d a n

e m p a tite ta p m e nja d i fa kto r ya ng p e nting d a la m

m e m b e rika n la ya na n.

• Be lum te rb e ntuknya ke sa d a ra n d a ri p e tug a s a ka n

p e nting nya ko nse ling ARV m e m b ua t b e b e ra p a

O DHA ya ng b a ru m e m ula i te ra p i m e m utuska n untuk d ro p o ut. Tim b ulnya e fe k sa m p ing o b a t ya ng te rka d a ng m e m b ua t m e nurunnya ko nd isi tub uh, m e nja d i a la sa n uta m a m e re ka untuk tid a k

(49)

BUDDIES

• Pe ra n b ud d ie s d ia ng g a p m e nja d i p e nting untuk m e nutup i ‘ ke kura ng a n’ p a d a p ro se s ko nse ling d a n p e la ya na n d i institusi m e d is.

• Be ra sa l d a ri ko m unita s a ta up un ‘ p unya hub ung a n p e rso na l’ d g n ko m unita s m e nim b ulka n ke p e d ulia n d a n e m p a ti ya ng kua t d a ri klp k ini.

TANTANGAN

• Kua tnya fa kto r p e rso na lisa si p a d a

p e na ng g ula ng a n HIV d i ko ta Ma ka ssa r m e rup a ka n d a ya ung kit b a g i ke b e rha sila n p ro g ra m .

(50)
(51)
(52)

Lampiran 2c

for

Better

(53)
(54)

Hubungan antara Integrasi Penerapan Pengobatan ARV ke dalam Sistem Kesehatan

terhadap Efektivitas Pengobatan HIV-AIDS di Kota Makassar

Shanti Riskiyani Sudirman Nasir

Kerjasama

DFAT Australia – PKMK UGM - UNHAS

Latar belakang (1)

• Peningkatan kasus baru HIV sebanyak 25-30 tiap tahun (KPAK)

• Kedudukan Kota Makassar sebagai pusat persinggahan sebelum ke wilayah timur maupun sebaliknya, juga mendatangkan dampak-dampak negatif. Di antaranya adalah cukup luasnya industri seks dan peredaran

narkotika yang disertai dengan dampak-dampak buruknya seperti infeksi HIV (Ford et.al, 1996; Nasir dan

(55)

• Peran inisiatif global dlm penanggulangan HIV memunculkan konsekuensi positif dan negatif dalam sistem kesehatan (Atun et al., 2010a; b; Conseil et al., 2013)

• Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa strategi yang berpotensi untuk meningkatkan efektivitas dan menjamin keberlanjutan intervensisetelah berakhirnya dukungan dana

dan teknis dari lembaga donor adalah dengan

mengintegrasikan intervensi spesifik tersebut ke dalam sistem kesehatan (Cash-Gibson and Rosenmoller, 2014; Grepin and

Reich, 2008)

Latar belakang (2)

• Sulawesi Selatan khususnya Kota Makassar sejak 2014 menjadi wilayah pelaksanaan inisiatif penggunaan ARV untuk pengobatan dan pencegahan yang dikenal dengan

Strategic Use of ARV(SUFA)

• Jumlah kumulatif yang telah menjalani terapi ARV sampai tahun 2015 sebanyak 1.598 orang (Dinkes 2015).

(56)

Tuj uan

• Untuk melihat secara sistematik kontribusi integrasi penerapan pengobatan ARV ke dalam sistem kesehatan terhadap efektivitas respon AIDS di Kota Makassar dan mengidentifikasi tentang mekanisme yang

memungkinkan integrasi tersebut bisa berkontribusi terhadap efektivitas respon HIV dan AIDS

Metode Penelitian (1)

• Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi kasus.

• Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi tentang:

Kebijakaan dan sistem serta pengalaman implementasi

program

hal-hal teknis dalam penanggulangan AIDS khususnya program ARV

• Data sekunder diperoleh di berbagai instansi yang menjalankan program HIV baik pada tingkat implementasi maupun

(57)

Informan

• Dipilih secara sengaja (purposive sampling)berdasarkan

pengetahuan mereka tentang sistem kesehatan dan program HIV dan AIDS

• Untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif maka informan berasal dari berbagai organisasi, posisi, dan spesialis pada sistem kesehatan dan program HIV dan AIDS

Metode Penelitian (2)

• Sebanyak 35 informan berhasil diwawancarai yang terdiri dari:

13 informan pada level sistem

18 informan pada level program dan 4 informan penerima manfaat

Informan

(58)

Instansi penyedia data sekunder

Metode Penelitian (4)

Pertemuan Validasi

• Pertemuan ini dilakukan dengan tujuan mencocokkan informasi yang sudah dikumpulkan dengan perwakilan informan pada berbagai level (sistem,program dan penerima manfaat). Selain itu, informasi tambahan juga diperoleh setelah diskusi antar informan terjadi pada pertemuan ini.

(59)

Analisis Data

• Data yang telah dikumpulkan melalui wawancara ditranskip secara verbatim, kemudian dikode dan dianalisis.

• Analisis data menggunakan Framework Approachyang

merupakan metode analisis data yang biasa digunakan dalam penelitian kebijakan kesehatan dan sosial yang tujuan penelitiannya telah ditentukan sebelumnya (Pope et al., 2000).

• Analisis Kontekstual

• Analisis Tingkat Integrasi

• Kontribusi Integrasi terhadap Efektifitas.

(60)

Analisis Kontekstual

Program HIV dan AIDS belum menjadi prioritas kebijakan

pembangunan Kota Makassar. Karena tidak disebutkan secara eksplisit dalam RPJMD mengenai program spesifik seperti PMTS, PPIA ataupun LASS.

Namun secara umum cukup baik, terlihat dari sektor kesehatan yang berada pada peringkat ke-4 penerima anggaran terbesar di

Pemerintah Kota Makassar.

Selain itu masih ada anggapan bahwa masalah HIV tidak begitu mendesak dibandingkan penyalahgunaan narkoba karena laju jumlah kasusnya yang cepat tidak seperti kasus AIDS

Komitmen Politik

• Dari fakta-fakta yang ada khusus untuk program HIV, keberadaan program HIV pada RPJM tidak datang dari kebutuhan/inisiatif daerah melainkan karena sudah menjadi program nasional.

• Inisiasi untuk mendukung pengadaan ARV masih menemui hambatan selama program HIV masih mendapatkan dukungan dari MPI .

• Kerjasama lintas sektor masih mengalami tantangan karena masih ada ego sektoral pada masing-masing instansi. Ini terjadi disebabkan oleh adanya anggapan bahwa masalah penanggulangan HIV merupakan tanggungjawab sektor kesehatan.

• Tetapi pada APBD tahun 2015, upaya mitigasi dampak terkait HIV dan AIDS sebenarnya juga telah diinisiasi oleh SKPD lain seperti Dinas Sosial dan BagianKesra dan Pemberdayaan.

Komitmen Politik

(61)

• Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar, menunjukan bahwa sektor kesehatan menjadi prioritas pada pembangunan daerah.

• Kegiatan pencegahan HIV sudah mulai dianggarkan oleh Puskesmas untuk diusulkan dalam APBD dan disalurkan melalui dana BOK (Biaya Operasional Khusus).

• Selain itu Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo sebagai rumah rujukan Indonesia Timur juga memperoleh dukungan dana dari Kementrian Kesehatan terutama untuk pengobatan HIV-AIDS.

Ekonomi

Analisis Kontekstual

• Meski telah memperoleh dukungan namun jika diproporsikan, maka dana program HIV sekitar 75 persen masih berasal dari Global Fund.

• Namun terdapat komitmen dari Puskesmas untuk

memaksimalkan penggunaan dana BOK untuk menunjang jalannya program HIV.

• Sumber dana lain adalah jasa medik yang berasal dari dana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

• Sedangkan dana operasional kesekretariatan dan kegiatan yang dilakukan oleh KPA Kota Makassar juga dibiayai oleh GF serta APBD.

Ekonomi

(62)

• Adanya kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Sulawesi Selatan Nomor 4 tahun 2010 mengenai Penanggulangan HIV dan AIDS dan Perda Pemerintah Kota Makassar Nomor 7 tahun 2009 mengenai Pelayanan Kesehatan.

• Namun regulasi-regulasi itu tidak selalu terdiseminasi dengan optimalsehingga

tidak selalu luas diketahui banyak pihak, termasuk oleh lembaga-lembaga yang terkait dengan program penanggulangan HIV dan AIDS di Propinsi Sulawesi Selatan dan di Kota Makassar.

• Regulasi-regulasi yang kurang terdiseminasi dan kurang dipahami oleh banyak lembaga ini yang antara lain menghambat atau mengurangi keberhasilan upaya pembiayaan dari sumber-sumber lokal seperi Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD).

• Diseminasi yang tidak optimal itu juga menghambat koordinasi antar lembaga-lembaga, terutama pada instansi non kesehatan baik di tingkat pencegahan, perawatan-dukungan-pengobatan/PDP maupun mitigasi dampak (Nasir dan Riskiyani, 2015)

Analisis Kontekstual

Hukum dan Regulasi (1)

• Adanya kebijakan tidak tertulis di tingkat Puskesmas, bahwa ODHA didahulukan dari pasien umum dgn alasan ODHA memiliki data yang lebih lengkap.

• Persyaratan memiliki kartu identitas masih menjadi hambatan bagi ODHA yang ingin menjadi peserta BPJS

Analisis Kontekstual

(63)

• Merujuk dari alokasi dana APBD tahun 2015 maka yang menjadi prioritas adalah DBD, TB serta HIV.

• Data dari Dinas Kesehatan Kota Makassar sampai bulan September 2015 menunjukkan terdapat 7.106 kasus HIV-AIDS.

Permasalahan Kesehatan (1)

Analisis Kontekstual

Analisis Kontekstual

(64)

• Analisis Kontekstual

• Analisis Tingkat Integrasi

Catatan:

• Pengelolaan sumber pembiayaan(terintegrasi penuh);

Sumber pembiayaan baik itu APBD maupun dana dari GF dikelola sepenuhnya oleh pemerintah (Dinkes Prov), kemudian mengorganisasikan pada layanan

penyelenggara program HIV-AIDS. Tetapidana yang

bersumber dari non pemerintah, sepenuhnya di luar wewenang pemerintah. Demikian pula dengan model

(65)

• Kebijakan dan sistem manajemen(terintegrasi sebagian);

Mekanisme perekrutan SDM pada program HIV menjadi wewenang DINKES tanpa ada aturan yang pasti.

Kerjasama dengan LSM tidak sepenuhnya mensyaratkan keberadaan MoU dalam mengatur kinerja dan kerja staf yang dipekerjakan pada Fasyankes.

Adapun pengembangan kapasitas staf program merujuk pada ketersediaan pelatihan dari KemKes ataupun lembaga pendukung program.

Personifikasi menjadi hal yang sangat berperan dalam subsistem sumberdaya. Kepedulian dan kreatifitas personal yang terlibat menjadi pendukung keberhasilan percepatan pencapaian target program

• Informasi strategis(terintegasi penuh); sifat program

yang masih sentralistik dan adanya pemanfaatan SIHA.

• Pada kondisi ideal, maka ini akan berdampak langsung terhadap efektifitas, tetapi tidak demikian…..

Keterbatasan SDM, ketergantungan pengelolaan data serta pemanfaatannya masih sangat bergantung pada kebijakan

(66)

Kontribusi Integrasi terhadap Efektifitas (1)

Efektifitas kinerja Program dilihat dari cakupan jumlah orang yang melakukan test, jumlah positif yang memenuhi syarat yang memulai ART dan kualitas

layanan.  ‐ 

 5,000   10,000   15,000   20,000   25,000   30,000   35,000   40,000   45,000 

2014 2015

 36,197 

 40,713 

 35,543 

 40,702 

 705 (2%) 

 665 (1,6%) 

KUNJUNGAN KE LAYANAN KT TESTING HIV HIV POSITIF

Sum

ber: Data

SIHA

RS dan

PKM

 ‐   1,000   2,000   3,000   4,000   5,000   6,000  Kumulatif yang on ARV

Meninggal Stop ARV Lost Follow up Kumulatif yang pernah memulai ARV Kumulatif memenuhi syarat ARV (eligible) Kumulatif masuk perawatan

 1,598 

 479   70 

 406 

 3,006   4,195 

 5,673 

(67)

• Kualitas layanan khususnya menyangkut pemberian informasi dan konseling yg memadai mengenai dampak samping (toksisitas) dan juga mengenai perlunya kepatuhan menjalani pengobatan ARV masih belum optimal dan masih harus ditingkatkan (lost follow up dan

drop out).

• Minimnya data yang merekam hal-hal yang mendasar seperti kualitas hidup ODHA membuat kita masih sulit secara spesifik mengukur kinerja pengobatan ARV.

Kontribusi Integrasi terhadap Efektifitas (2)

Kesimpulan (1)

Terjadi tingkat Integrasi Sebagian

>60% ODHA yg memenuhi syarat

telah mendapatkan

pengobatan

(68)

• Program SIHA meningkatkan kualitas informasi dan data terkait ODHA dan penggunaan ARV sehingga membantu pelaporan yang digunakan untuk peyediaan dan

pendistribusian ARV.

• Program Puskesmas LKB dan SUFA membuat jumlah orang yang menjalani tes HIV (VCT maupun PITC) bertambah termasuk orang-orang yang telah memulai pengobatan ARV.

(ini masih program pemerintah pusat)

Kesimpulan (2)

• Peran partisipasi masyarakat khususnya tenaga

penjangkau untuk mendorong kalangan berisiko tinggi bersedia menjalani tes HIV dan kemudian memulai serta mempertahankan pengobatan ARV menjadi sangat krusial.

(69)

Rekomendasi (1)

• Lembaga-lembaga strategis di daerah ini perlu diyakinkan mengenai pentingnya pendanaan yang berkesinambungan bagi tenaga penjangkau dan program penjangkauan untuk

meningkatkan jumlah kalangan berisiko yang bersedia

melakukan tes HIV, memulai dan mempertahankan pengobatan ARV. Adanya dukungan dari lembaga-lembaga strategis

tersebut juga berpeluang meningkatkan integrasi layanan ARV dalam sistem kesehatan daerahyang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas layanan khususnya dalam aspek peningkatan jangkauan layanan ARV (accessibility) dan kepatuhan menjalani layanan ARV (adherence to ARV treatment).

• Pihak-pihak seperti Dinkes Kota Makassar, KPAK, ODHA dan populasi kunci seharusnya memberikan

pemahaman dan tekanan kepada pihak atau lembaga

yang berwenang dalam mengatur alokasi anggaran (Bappeda dan DPRD Kota Makassar) mengenai

pentingnya peran tenaga dan program penjangkauan ini untuk mendukung layanan ARV, menekan kesakitan dan kematian terkait HIV dan AIDS serta dalam

meningkatkan kualitas hidup ODHA. Pemberian pemahanan tersebut merupakan langkah awalupaya

advokasi.

(70)

• Adanya komitmen pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan dan BPJS) untuk meningkatkan pembiayaan program-program

pencegahan dan promosi kesehatan.

• Pengobatan ARV sebenarnya bukan hanya menekankan aspek

pengobatantetapi juga merupakan kegiatan pencegahan

penularan HIV kepada pihak lain seperti pasangan seksual ODHA. Pihak Dinas Kesehatan dan Puskesmas LKB di Kota Makassar dapat memanfaatkan keberadaan pembiayaan program pencegahan dan promosi kesehatan ini untuk mendukung pendanaan program-program pendukung layanan ARV yaitu pendampingan dan konseling mengenai pentingnya kepatuhan ARV.

Rekomendasi (3)

Terima Kasih

• KPA Provinsi Sulsel

• Dinkes Provinsi Sulsel

• KPA Kota Makassar

• Bappeda Kota Makassar

• Dinkes Kota Makassar dan

(71)
(72)

Lampiran 2d

for

Better

(73)
(74)

Studi Model Pelaya a

Kesehata Dala Proga PMTS

Latar Belaka g

Perse tase faktor risiko kasus AIDS ya g dilaporka  hi gga akhir 

 

yaitu  % heteroseksual,  % ho oseksual  LSL ,  % I u positif HIV ke 

a ak ya, da   % Pe asu

Esti asi da  proyeksi epide i HIV  e u juka   % dari  ,

 –

,

 i feksi  aru HIV per tahu  pada tahu  

 ‐

 terjadi 

elalui hu u ga  seks

Se agia   esar upaya pe egaha  pe ulara  HIV  asih dida ai hi ah 

asi g ya g se aki   e uru  ju lah ya

Laya a  pe egaha  pe ulara  HIV ya g teri tegrasi dala  

(75)

Tujua  Model

Me ja arka  laya a  da  kegiata  pe egaha   elalui tra s isi 

seksual ya g dapat dilaksa aka  di ti gkat laya a  pri er serta 

ti gkata  i tegrasi ya de ga  laya a  u u ya di Puskes as

Me ja arka   odel ke ijaka  operasio al ya g di utuhka  u tuk 

e ja i  terlaksa a ya laya a  atau kegiata  pe egaha   elalui 

tra s isi seksual di ti gkat laya a  pri er

Tahapa  Pe ge

a ga  Model

Studi literatur u tuk  e ghasilka  kertas kerja  odel laya a  da  

kegiata  PMTS di ti gkat laya a  pri er 

Studi Delphi  Praktisi di   kota & Pakar di ti gkat  asio al  u tuk 

e e tuk ko se sus  odel laya a  da  kegiata  PMTS di ti gkat 

laya a  pri er

Pe yusu a  doku e   odel laya a  da  kegiata  PMTS di ti gkat 

laya a  pri er

(76)

Model Progra  Pe egaha Melalui Tra s isi Seksual

Pedo a PMTS KPAN  PMK   –  &

Pedo a LKB  Reko e dasi WHO  9

Populasi WPS Lokalisasi Se ua Populasi ku i daMasyarakat u u Se ua Populasi ku i

Pelaya a Ko do , IPP, IMS

IPP, Ko do , IMS

KT‐HIV, ART s g pe egaha ,  PEP

Sirku sisi Medis Sukarela Laki‐ laki

KIE asyarakat u u

IPP, Ko do , IMS

KT‐HIV, ART s g pe egaha ,  PEP, PrEP

Sirku sisi Medis Sukarela Laki‐laki

(77)

Pe yediaa da Distri usi Ko do

Duku ga regulasi: 

PMK  ‐ , PMK  ‐ , PMK  ‐ , SE Me kes ‐

, Pedo a LKB‐ , Pedo a PMTS‐

Kegiata ya g saat i i tersedia di ti gkat laya a pri er:

• Pe yediaa ko do da distri usi ko do di Puskes as da kli ik IMS swasta,  outlet‐outlet ko do di lokasi da hotspot

• Distri usi ko do lewat petugas lapa ga da peer educator

• Pe juala  ko do di  er agai toko o at, apotik da er agai je is toko atau art  lai ya

Masalah di ti gkat siste , orga isasi, da laya a : 

• Pe yediaa da distri usi ko do pada populasi ku i ersu er do or • Ko do dari BKKBN ter atas u tuk aseptor KB

• Ta ta ga sosial,  udaya, politik da aga a  asih e jadi

Ma aje e IMS & Sirku sisi Laki‐laki

Duku ga regulasi: 

PMK  ‐ , SE Me kes ‐ , Pedo a IMS‐ , SE 

Dirje P PL  ‐

Kegiata ya g saat i i tersedia di ti gkat laya a pri er:

• Pelaya a kesehata perora ga pri er  erupa pe eriksaa da pe go ata IMS  aik di dala gedu g aupu de ga o ile kli ik,  egitu juga de ga  sirku sisi

• Pelaya a kesehata asyarakat pri er  erupa skri i g IMS pada pekerja seks da   elu  ada progra  sirku sisi se agai UKM

Masalah di ti gkat siste , orga isasi, da laya a :

• Laya a  sudah teri tegrasi ke ijaka ,  a aje e pe gelolaa da tek is pelaya a kedala pelaya a kesehata perora ga pri er  PKPP

• Belu ada ke ijaka , siste da eka is e pelaya a IMS dala pelaya a kesehata asyarakat pri er  PKMP   ‐ Pe apisa , Pe go ata  Presu tif, da  Sirku sisi

(78)

Pe egaha   er asis ART ter asuk di dala

ya 

perluasa  tes HIV

Duku ga  regulasi:

PMK  ‐ , Pedo a  LKB‐ , SE Dirje  P PL  ‐ , 

PerPres  ‐ , PMK  ‐ , Kepe e kes  ‐ , SE Me kes  ‐ , Pedo a   ART‐

Kegiata  ya g saat i i tersedia di ti gkat laya a  pri er:

• Tes HIV dala   e tuk VCT  o ile da  dala  gedu g , PITC, PMTCT • Pe go ata  ARV

Masalah di ti gkat siste , orga isasi, da  laya a :

• Laya a  tes HIV da  ART  ukup teri tegrasi  aik se ara ke ijaka , orga isasi  aupu   tek is pelaya a  kedala  PKPP 

• Pe yediaa   % sara a laya a  tes da  ART sudah disediaka  oleh pe eri tah  • Model pe iayaa  se agia   esar operasio al laya a   o ile se agai laya a  KT 

HIV ya g efektif  e ja gkau populasi ku i,  asih  erasal dari da a GF‐ATM 

Ko u ikasi Peru aha Perilaku

• Duku ga  regulasi: PMK  ‐ , SKB  ‐ , SE Me kes  ‐

• Kegiata  ya g saat i i tersedia di ti gkat laya a  pri er:

• Ha pir se ua KPP pada populasi ku i dilakuka  oleh Petugas Lapa ga

• Fokus KPP pada populasi ku i  ulai  eralih dari  e gura gi perilaku  erisiko  e jadi upaya  e pro osika  laya a  testi g HIV da  IMS

• Pe yediaa   edia pe didika  kesehata   asyarakat di Puskes as da  kli ik IMS  lai ya da  Progra  Kesehata  Peduli Re aja de ga  pe e tuka  kader siswa  peduli AIDS da   arko a  KSPAN

• Masalah di ti gkat siste , orga isasi, da  laya a :

• LSM  asih  e ga dalka   a tua  da a le aga i ter asio al u tuk  elakuka   pe ja gkaua  di ka to g‐ka to g lokasi populasi ku i

(79)
(80)

Lampiran 2e

for

Better

(81)
(82)

TabelSkoringDelphidanCatatanDiskusi

R R R R R

 &   & 

Pe egaha   elalui tra s isi seksual  PMTS  adalah ku i 

ke erhasila  pe a ggula ga  HIV‐AIDS di I do esia % % %

Ko sep PMTS ya g dika pa yeka  saat i i  asih terfokus ha ya pada 

pelaya a  pe egaha   er asis lokasi/lokalisasi pada kelo pok WPSL % % % Ko sep PMTS ya g  erlaku sekara g perlu diperluas pe defi isia  da  

operasio alisasi ya ke populasi ku i lai ya teruta a WPSTL, LSL da   aria da  pria risiko ti ggi

% % %

Pe yele ggaraa  kegiata  PMTS  asih sa gat  erga tu g pada 

duku ga  da a do or % % %

Pe dekata  kelo pok kerja  pokja  pe egaha   elalui tra s isi  seksual se agai a a diuraika  dala   er agai peratura  da   pedo a  terkait PMTS ha ya efektif di lokalisasi

% % %

 Pokja PMTS sudah di set up  ulai dari ti gkat kota hi gga ke ti gkat ke a ata , sudah ada SK  ya  tapi tidak per ah ada perte ua . Perlu die aluasi ki erja ya sela a i i. 

 Di Makassar tidak ada lokalisasi tapi lokasi, te pat tra saksi seks de ga  WPSL  aupu  WPSTL.   Di Pare‐pare Pokja PMTS  l   eli atka  pe a gku kepe ti ga  sete pat. Seharus ya pe e tuka   pokja perlu ada kesepe aha a  dulu  uka  ada atau tidak ya SK. Defi isi pokja juga perlu dia u.

Pe u ara  lokalisasi  e i u pe u ara  pokja da   e gha at  upaya pe egaha   elalui tra s isi seksual khusus ya pada WPS  la gsu g

% % % i i terjadi,  aka  e a g pasti aka   e Belu  per ah ada pe u ara  lokasi,  aru sekedar re a a tapi  elu  terealisir. Kalau  e a g hal u arka  pokja PMTS. 

Pe eri pelaya a  kesehata  pri er puskes as telah  erpera  

opti al dala  pokja PMTS di lokalisasi % % %

Pe gadaa  da  distri usi ko do  u tuk populasi ku i  asih 

dikoordi ir oleh KPAN % % %

Pe gadaa  da  distri usi ko do  ya g dikoordi ir oleh KPAN tidak 

aka   erkela juta % % %

 Setuju, kare a se e ar ya  a dat uta a KPA tidak sesuai u tuk ikut te der pe gadaa  ko do .  Kalau Ke kes da  LSM  oleh. Ma dat KPA le ih kepada  e persiapka  su er daya ya,  isal ya  pe gelola logistik. Tetapi fakta ya sela a i i pera  terse ut diga u g‐ga u g, sehi gga tidak 

erkela juta  kalau tidak ada da a do or.  

 Sela a i i tidak ada SOP ya g sa a se agai a ua  u tuk KPA, LSM da  Di kes, sehi gga pelapora   jadi  asalah. 

 Bappeda : dal

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini adalah rancangan dan implementasi sistem informasi geografis manajemen aset wakaf (e-wakaf) yang dapat digunakan untuk menghimpun,

Dari hasil perbandigan nilai pembacaan sensor LM35 sebagai sensor suhu dan termodigital yang digunakan sebagai nilai pembanding memiliki nilai yang sama dalam artian alat yang

Dengan berakhirnya siklus I, kemudian mengadakan refleksi, terbukti bahwa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan media grafis dapat meningkatkan hasil

` Perkembangan dalam teknologi basis data dan tool terotomasi ` Perkembangan dalam teknologi basis data dan tool terotomasi untuk pengumpulan data telah mengakibatkan

peristiwa yang terjadi berdampak pada perubahan kehidupan seseorang maka peristiwa tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sebuah berita ; kedua adalah aktualitas

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan data atau eksperimen. Pertama dalam persiapan pengujian adalah memastikan bahwa mekanisme PLTGL dapat

Dalam tinjauan ekonomi Islam bahwa usaha ternak ayam potong yang berada di Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis dari segi produksi telah sesuai dengan syariat Islam, sedangkan

- Menimbang, bahwa selanjutnya dalam mempertimbangkan suatu perbuatan pidana, sebelum menjatuhkan pidana terhadap diri Para Terdakwa, maka dalam hukum pidana terdapat dua hal