• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam peraturan pemerintah nomor. 61 tahun 2014 pasal 31 tentang kesehatan reproduksi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam peraturan pemerintah nomor. 61 tahun 2014 pasal 31 tentang kesehatan reproduksi."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI Oleh: Ahmad M.Syakir NIM. C01211007

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam ProdiAhwal al- Syakhsiyyah

SURABAYA 2017

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “analisis hasil bahtsul masail musyawarah nasional nahdatul ulama tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi.” merupakan hasil penelitian pustaka yang bertujuan menjawab pertanyaan tentang hasil bahtsul masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama Tahun 2014 terhadap hukum aborsi terhadap Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduki, dan analisis hukum Islam terhadap hasil bahtsul masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama Tahun 2014 terhadap hukum aborsi terhadap Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduki

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doctrinal, dengan data primer berasal dari salinan penetapan hasil bahtsul masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum aborsi, selain salinan penetapan penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari buku – buku hukum dengan tujuan menunjang penjelasan data primer, dengan menggunakan analisis induktif kemudian ditarik pada yang umum, mengenai hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Proses penelitian yang dilakukan menemukan bahwa Berdasarkan hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama Tahun 2014, menyatakan hukum aborsi pada dasarnya hukumnya haram, akan tetapi aborsi boleh dilakukan sesuai dengan ketentuan, anatara lain usia kandungan, janin tersebut membahayakan nyawa sang ibu dan rekomendasi dari tim doker spesialis tentang korban pemerkosaan, jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka praktek aborsi tidak boleh dilakukan hukumnya haram.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN…….. ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN……….. vii KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi masalah ... 9

C. Batasan Masalah………10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Kajian Pustaka ... 11

F. Tujuan Hasil Penelitian ... 12

G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

H. Definisi Oprasional ... 13

I. Metode Penelitian ... 15

J. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II KONTRUKSI HUKUM ABORSI MENURUT HUKUM DI INDONESIA ……….. ... 20

A. Pengertian Aborsi ... 20

(8)

1. Aborsi dalam kontruksi hukum Islam ... 21 2. Aborsi dalam kontruksi hukum Positif ... 30 C. Sebab – Sebab Terjadinya Aborsi……… 33

D. Faktor – faktor yang memperbolehkan Aborsi…………..……… 35

BAB III HASIL BAHTSUL MASAIL MUSYAWARAH NASIONAL

NAHDATUL ULAMA TAHUN 2014 TERHADAP

KETENTUAN HUKUM ABORSI ... 37

A. Profil Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama...37

1. Lembaga Bahstul Masail ……….………. 37

2. Metode Istimbat Hukum Lembaga Bahstul Masail

Nahdlatul Ulama ………..…… 38 3. Metode Ijtihad Hukum Majelis Lembaga Bahstul Masail NahdlatulUlama’ ………. 38 4. Kerangka metodelogi Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama………..…. 39

5. Sistem Pengambilan Keputusan Hukum………..40

B. Hasil Ketetapan Bahsul Masail Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014, Terhadap Hukum Aborsi dalam Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Pasal 31

Tentang Kesehatan Reproduksi………. 41

BAB IV ANALISIS TERHADAP HASIL BAHSUL MASAIL

MUSYAWARAH NASIONAL NAHDATUL ULAMA TAHUN

2014 TERHADAP HUKUM ABORSI MENURUT

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 61 TAHUN 2014 PASAL 31 TENTANG KE SEHATAN REPRODUKSI ... 54

A. Hasil Bahtsul Masail Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 terhadap Hukum Aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi ... 54

(9)

BAB V PENUTUP ... 68 A. Kesimpulan ... 68 B. Saran... 69

DAFTAR PUSTAKA ...

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah Swt menciptakan mahluk hidup di dunia ini dengan segala

kesempurnaanya. Setiap mahluk satu dengan mahluk lainnya saling

melengkapi, tumbuh, dan berkembang. Sehingga terjadi keteraturan dalam

siklus kehidupan. Manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diantara

mahluk hidup yang lainnyadiberi bekal akal pikiran sehingga terbentuklah ilmu

pengetahuan.

Perkembangan zaman dengan berbagai macam persoalan menyebabkan

manusia berpikir untuk memberikan solusi yang terbaik dalam setiap

permasalahan. Ilmu pengetahuan berperan sangat penting dalam kehidupan

manusia khususnya ilmu kedoteran, dimana perkembangannya selalu

beriringan dengan kehidupan manusia. Namun disisi lain, penyalah gunaan

ilmu kedokteran akan merusak tatanan kehidupan masyarakat.

Negara bertugas untuk menciptakan keadaan yang aman dan sehat dalam

masyarakat, sehingga para warganya tidak terancam akan di bunuh atau

dilukai, dan dapat menikmati kesehatan yang optimal. Tugas melindungi

kesehatan kehidupan itu mencakup juga kehidupan yang belum lahir.1 Negara

akan menaruh perhatian khusus kepada kondisi kesehatan ibu-ibu hamil, antara

(11)

lain dengan mengakui hak cuti hamil, dalam rangka tugas ini Undang-undang

aborsi dapat dibenarkan, walaupun secara historis Undang-undang

anti-aborsi yang kita kenal sekarang tidak selalu berasal dari motivasi melindungi

kehidupan begitu saja, tetapi sering kali mempunyai motivasi yang lebih luas,

seperti kebijakan kependudukan.

Indonesia merupakan negara hukum yang melarang praktek aborsi,

ketentuan tersebut tertuang dalam hukum positif, diantaranya Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 346 “seorang wanita yang sengaja

menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk

itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.2 Namun, ada

pengecualian yang membolehkan tindak aborsi yang disebutkan dalam

Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, Undang-undang Nomor 23

Tahun 1992, dan Peraturan Pemerintah 61 Tahun 2014 yang menjadi aturan

kongkrit pelaksanaannya.

Aborsi merupakan cara pengendalian kelahiran yang tertua dan paling

luas di dunia, dengan resiko terhadap kesehatan perempuan, karena

kebanyakan aborsi dilakukan secara ilegal dan dibawah setandart sehingga

menimbulkan resiko kesehatan dan kematian yang tinggi.3 Berikut ini berbagai

macam cara melakukan aborsi yang sering di lakukan ditengah – tengah

masyarakat:

2 Pasal 347 KHUP.

(12)

1. Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim agar

janin terlepas dari rahim.

2. Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim.

3. Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak seteril sehingga dapat

mengakibatkan inferksi.

Gambar: Beberapa metode aborsi (Sbr: Utomo, B., 2000)

Aborsi merupakan permasalahan yang begitu kompleks, seperti yang kita

lihat dalam analisis sampai sekarang, perdebatan antar agama dan ilmu

pengetahuan khususnya kedokteran, diantaranya, pendapat ulama NU yang

menyatakan bahwa Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 2009 tidak

sesuai dengan landasan filosofi bangsa yang menjunjung tinggi norma agama4.

4 Muhtamar Nahdhatul Ulama’, Ahkamul Fuqoha, (Surabaya: PT. Khalista, 2011),938. 37%

25% 13%

8% 5% 4%

8%

Aborsi yang dilakukan di

tempat-tempat pelayanan, 2000

Aspirasi vakum atau D&K

Medikasi oral dan pijatan

Medikasi aborsi yang disuntikkan

Benda asing yg dimasukkan dalam vagina/rahim

Jamu-jamuan/Ramuan lain dimasukkan dalam vagina/rahim

Akupuntur

(13)

Berdasarkan Firman Allah Swt dalam Al qur’an yang yang tertuang

dalam Surat al- Israa’ Ayat 31 terhadap larangan aborsi sebagai berikut :





Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut

kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa

yang besar”. (Al- Israa’: 31).5

Selain itu juga Allah Swt, berfirman dalam Al- qur’an mengenai

melarang membunuh jiwa yang hukumnya haram, hal tersebut terdapat dalam

surat Al- Israa’ Ayat 33 sebagai berikut :















Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar[853]. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah

orang yang mendapat pertolongan”.(Al-Israa’’: 33).6

Berdasarkan kitab fiqih juga dijelaskan bahwa membunuh janin tanpa

sebab merupakan tindak kejahatan, yang menimpa ibunya baik secara sengaja

atau tidak sengaja, dan sang ibunya tidak mati, maka wajib diat untuknya,

(14)

meskipun mati setelah keluar dari kandungannya atau mati di dalam perut

ibunya, jika janin laki-laki diatnya 100 (seratus ekor unta) sedangkan

perempuan 50 (lima puluh) ekor unta7.

Banyaknya penolakan dari masyarakat terhadap praktek aborsi membuat

praktek aborsi semakin sulit dilaksanakan, meskipun pada kasus tertentu

sangat dibutuhkan. Sehingga banyak terjadi tindak aborsi secara ilegal di

masyarakat, untuk mengurangi hal tersebut pemerintah membuat payung

hukum bagi pelaksanaan aborsi dengan mengeluarkan Undang-undang

kesehatan dan Peraturan Pemerintah tentang Reproduksi kesehatan tertuang

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014.

Menurut istilah, abortus atau aborsi secara bebas berarti keguguran

kandungan, pengguguran kandungan atau membuang janin,8 Sedangkan secara

medis, aborsi mempunyai definisi yang berubah-rubah, mula-mula aborsi

didefinisikan sebagai pembatalan kehamilan sebelum usia 28 minggu (patokan

yang di pakai oleh medis adalah mampu tidaknya janin hidup diluar janin),

setelah itu ternyata kemajuan teknologi kedokteran telah memungkinkan janin

dapat hidup sebelum usia 26 minggu sehingga dibuat kesepakatan aborsi

adalah 20 minggu.9

7 Sayyid Sabiq, Terjemah Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma’rif, 1980), 117.

8 Budi Utomo, Hendartini Absjah dkk, Insiden Dan Aspek Psiko-Sosial Aborsi Di Indonesia,. (Jakarta: pkk ui dan UNFPA, 2001), 31.

(15)

Aborsi dipahami sebagai penghentian kehamilan selama janin belum hidup (viable) dan belum dapat hidup mandiri di luar rahim, akan tetapi dalam

hal ini usia janin tidak merupakan kriteria yang paling menentukan, karena

yang tidak kalah penting adalah berat dan panjang janin.

Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam

kalangan kedokteran dan hukum.10 Maksudnya adalah dengan sengaja

mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim seorang perempuan hamil.

Sehinggga dapat dipahami bahwa yang di maksud dengan pengguran dalam

kedokteran dan hukum adalah yang secara sengaja.

Oleh karena itu, abortus provocatus harus dibedakan dengan abortus spontaneus, di mana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan

gugur. Jadi, perlu dibedakan antara “abortus yang disengaja” dan “abortus

spontan”, dalam bahasa Indonesia, yang pertama kita sebut “pengguguran

kandungan”, sedangkan yang kedua dinamai “keguguran”. Untuk menunjukkan

pengguguran kandungan, istilah yang paling populer sekarang adalah “aborsi”,

yang tentunya dibentuk berdasarkan kata Inggris abortion.11

Peraturan Pemerintah ini merupakan aturan - aturan umum untuk

melaksanakan Undang-undang.12 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

tentang Kesehatan Reproduksi merupakan aturan teknis dari pelaksanaan

10 K. Bertens, Aborsi Sebagai Masalah Etika, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), 1. 11 Ibid.,2.

(16)

Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

Kontroversi dikalangan masyarakat dengan adanya Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, membuat ormas

masyarakat salah satunya Nahdatul Ulama menentukan sikap dengan

menggelar musyawarah nasional untuk membahas hukum aborsi menurut

hukum Islam.

Nahdatul Ulama juga memiliki pandangan yang berbeda dalam

penyelesaian masalah fiqih hukum keluarga, karena mereka memiliki

keyakinan bahwa berpegang teguh pada mazhab yang empat terdapat manfaat

yang mulia. Sedangkan mengabaikannya akan menyebabkan kerusakan yang

amat besar.13 Sehingga istimbat hukumnya lebih bersifat tekstual.

Nahdhatul Ulama’ dalam struktur organisasinya memiliki Lembaga

Bahtsul Masail, yang secara harfiah berarti pembahasan berbagai masalah yang

berfungsi sebagai forum resmi untuk membicarakan al-masailud-diniyah

(masalah-masalah agama) terutama berkaitan dengan al-masailul-fiqiyah

(masalah-masalah fiqh), dari prespektif ini al-masailul-fiqiyah termasuk

masalah-masalah yang khilafiah (kontroversial) karena jawabannya bisa

berbeda pendapat.

Lembaga bahtsul masail berfungsi sebagai forum pengkajian hukum yang

membahas berbagai masalah keagamaan. Tugas dari Lembaga bahtsul masail

(17)

adalah menghimpun, membahas dan memecahkan masalah-masalah yang

menuntut kepastian hukum. oleh karena itu lembaga ini merupakan bagian

penting dalam organisasi Nahdatul Ulama, sebagai forum diskusi alim ulama (syuriah) dalam menetapkan hukum suatu masalah yang keputusannya

merupakan fatwa dan berfungsi sebagai bimbingan warga Nahdatul Ulama dalam mengamalkan agama sesuai dengan ahlussunnah waljamaah.

Pada penelitian ini peneliti akan membahas aborsi dari sudut pandang

Organisani Masyarakat (ormas) Islam salah satunya Nahdatul Ulama yang dituangkan dalam hasil putusan musyawarah nasional (munas) lembaga

Bahtsul Masail yang dilaksanakan pada tanggal 1 - 2 Nopember 2014, di

Jakarta dimana musyawarah tersebut merupakan reaksi dari munculnya

legalisasi aborsi yang meresahkan masyarakat, hal tersebut berkaitan dengan

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang

kesehatan reproduksi yang menuai reaksi beragam. Pasalnya, dalam Peraturan

Pemerintah tersebut disebutkan pula bahwa aborsi bisa di lakukan oleh

perempuan dengan alasan darurat medis maupun alasan pemerkosaan.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih

lanjut untuk itu penelitian ini diberi judul “Analisis Hasil Bahtsul Masail

Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 Terhadap Hukum Aborsi

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 Tentang

(18)

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasikan

permasalahan sebagai berikut:

1. Hukum aborsi di Indonesia.

2. Legalisasi aborsi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

Pasal 31 ayat 1 tentang Kesehatan Reproduksi.

3. Dasar pertimbangan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

4. Prespektif hukum Islam terhadap legalitas aborsi.

5. Batas usia janin yang diperbolehkan melakukan aborsi dalam pandangan

lembaga bahtsul masail.

6. Ketetapan hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’

2014 terhadap hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61

Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi.

7. Analisis hukum Islam terhadap ketetapan hasil Bahtsul Masail

musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum

aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31

(19)

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini terbatas

pada permasalahan :

1. Dasar pertimbangan hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul

Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum Aborsi menurut Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi.

2. Analisis hukum Islam terhadap ketetapan hasil bahtsul masail musyawarah

Nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan

Reproduksi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi, dan batasan

masalah yang telah dipaparkan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketetapan hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul

Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi ?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap ketetapan hasil Bahtsul Masail

musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum aborsi

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 Pasal 31 tentang

(20)

D. Kajian Pustaka

Permasalahan yang dikaji dalam skripsi ini mengenai aborsi

sebenarnya sudah ada yang membahas, akan tetapi dari pandangan

masing-masing penulis mempunyai pendekatan dan titik tolak pembahasan yang

berbeda, diantaranya sebagai berikut :

Muhamad Ansor, dengan judul skripsi “Analisis hukum terhadap akibat

aborsi dalam membina keutuhan rumah tangga (analisis hukum Islam dan

undang-undang kesehatan)”, pada skripsi diatas meneliti dampak aborsi

terhadap keutuhan rumah tangga.14

Dalam skripsi ini Muhamad Ansor meneliti dampak aborsi yang

dilakukan oleh pasangan yang sudah terikat dalam perkawinan. Bagaimana

aborsi yang sesuai dengan hukum islam dan undang undang kesehatan

sehingga tindakan yang dilakukan tidak menyalahi hukum dan aturan yang

berlaku. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah peraturan

pemerintah yang merupakan alat pelaksana untuk melakukan aborsi yang

dikeluarkan pada tahun 2014. Sehingga terdapat perbedaan objek penillitian

antara penulis dan skripsi Muhmad Ansor.

Nasilah, dengan skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Pasal 15 UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (Analisis Tindakan

(21)

Aborsi Bagi Penginap HIV/AIDS)”, pada skripsi diatas meneliti tentang

konsep perlindungan jiwa manusia dalam pasal 15 UU Nomor 23 Tahun 1992

tentang kesehatan yang berkaitan dengan tindakan aborsi bagi pengidap

HIV/AIDS.15 Aborsi yang dilakukan ibu hamil pengidap HIV/AIDS

merupakan objek yang diteliti oleh Nasilah. Apakah dalam hukum islam

diperbolehkan melakukan aborsi, karena ibu yang terjangkit virus HIV bisa

menularakan pada janin yang dikandung. Penilitian yang dilakukan Nasilah

fokus pada pasal 15 UU nomer 23 tahun 1992 terhadap hukum islam.

Aries Kurniawan, dengan skripsi yang berjudul “Aborsi Korban Pemerkosaan

Ditinjau Dari Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang

Kesehatan Dan Relevansinya Dengan Hukum Islam”, pada skripsi di atas

adalah membandingkan tindak aborsi yang ditinjau dari Undang-undang

kesehatan pasal 15 Nomor 23 Tahun 1992 dan ditinjau dengan hukum

Islam.16Dalam skripsi ini tidak dijelaskan dalam hukum islam ada perbedaan

teknik pengambilam hukum islam di Indonesia antara ormas besar seper

Muhamadiyah dan Nahdatul Ulama.

Berdasarkan penelitian yang sudah ditemukan menunjukan, bahwa

belum ada penelitian yang secara khusus membahas tentang analisis hasil

15 Nasilah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pasal 15 UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (Analisis Tindakan Aborsi Bagi Penginap HIV/AIDS)” (Skripsi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2005).

(22)

Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ tahun 2014 terhadap

hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 pasal 31

tentang kesehatan reproduksi, serta dasar pertimbangan Bahtsul Masail dalam

memutus perkara tersebut.

E. Tujuan penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian yang ingin

dicapai oleh penelitian dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pertimbangan dari ketetapan hasil Bahtsul Masail musyawarah

nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 terhadap hukum aborsi dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan

Reproduksi.

2. Mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap ketetapan hasil Bahtsul Masail

terhadap hukum aborsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

berguna dalam beberapa hal sebagai berikut :

1. Secara Teoritis, hasil peneitian ini sebagai sumbangan pemikiran dan

pengembangan ilmu hukum keluarga khususnya terkait dengan Aborsi,

(23)

itu juga dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti-peneliti

berikutnya khususnya yang berhubungan dengan pelaksanaan Aborsi.

2. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan literatur atau referensi untuk

memahami secara mendalam bagi masyarakat dalam pelaksanaan Aborsi.

G. Definisi operasioal

Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang diangkat,

maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan

menguraikan sebagai berikut:

Analisis : Punguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan

penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara

bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan

pemahaman arti keseluruhan.17 Dimana pada penelitian

ini menggunakan hukum islam sebagai Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul

tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan

diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat

beragama Islam.18 Dalam hal ini hukum Islam yang

digunakan adalah hukum yang terkait dengan aborsi.

17Kamus Besar Bahasa Indonesia, jilid 3(Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 43.

(24)

Bahtsul Masail NU : Salah satu lajnah (lembaga) dalam jami’yyah Nahdatul

Ulama‘ yang berfungsi sebagai suatu forum pengkajian

yang membahas berbagai masalah keagamaaan (Islam).19

Sedangkan Nahdatul Ulama‘ merupakan organisasi

masyarakat yang menekankan pada tiga prinsip yaitu

mengikuti faham Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam

bidang teologi, mengikuti salah satu dari mazhab empat

dalam bidang fikih, dan mengikuti faham al-Junaid

dalam bidang tasawuf.20

Aborsi : Suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan

dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum tiba

masa kehamilan.21

H. Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

pustaka, karena data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa hasil

musyawarah nasional Bahtsul masail Nahdatul Ulama Tahun 2014 agar

penelitian ini tersusun dengan benar, maka penelitian ini menggunakan motode

sebagai berikut :

19 Ahmad Zahro, tradisi intelektual NU, (Yogyakarta: LKIS, 2004), 5.

20 Abdurrahman Wahid, “Nahdlatul Ulama dan Islam di Indonesia Dewasa ini”. (Jombang: Prisma,1984),4,

21 Saifullah, Abortus Dan permasalahannya Suatu Kajian Hukum Islam. (Dalam Probematika Hukum

(25)

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai dengan permasalahn yang dirumuskan di atas, maka dalam

penelitian ini data yang dikumpulkan adalah:

a. Hasil ketetapan Bahtsul Masail dalam menentukan hukum aborsi pada

musyawarah nasional Nahdatul Ulama Tahun 2014.

b. Analisis dasar pertimbangan Bahtsul Masail dalam menentukan hukum

aborsi terhadap Ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61

Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

2. Sumber Data

sumber data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah subjek dari mana

data diperoleh.22 untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian

ini, maka digunakan dua sumber data antara lain sebagai berikut:

a. Sumber primer yaitu sumber data yang sifatnya penting dan

memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berkaitan

dengan penelitian.23 Sumber primer penelitian ini di antaranya adalah:

1) Hasil musyawarah nasional Bahtsul masail Nahdatul Ulama Tahun

2014.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Reproduksi.

b. Sumber sekunder

(26)

Sumber sekunder yaitu sember data yang diperoleh atau dikumpulkan

oleh peneliti yang merupakan hasil penelitian dari sumber – sumber yang telah

ada.24 dengan tujuan menunjang penjelasan data primer antara lain :

1) UU Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.

2) UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

3) Kode etik kedokteran Indonesia (kodeki).

4) Maria Ulfa Anshor, Fiqih Aborsi.

5) Buku – buku yang lain yang berhubungan dengan hukum aborsi untuk menunjang dalam penelitian ini.

3. Teknik Pengambilan Data

Dalam pengambilan data penelitian ini menggunakan teknik Non

Random sampling di mana objek yang diteliti merupakan pilihan yang

dikhususkan pada sebuah hal. Pada skripsi ini non random sampling yang

digunakan merupakan Purposif sampling dimana teknik pengambilan sampel

berdasarkan keinginan atau sesuai dengan apa yang dikehendaki. Karean,

pada saat penilitian ini dilakukan terdapat fonomena kegaduhan masyarakat

terhadap peraturan yang dilakukan pemerintah. Atas kejadian ini salah satu

ormas islam mengambil sikap dan pernyataan untuk meredam gejolak

dimasyarakat.

(27)

4. Teknik Pengambilan Data

Dalam sebuah penelian juga membutuhkan data yang akurat dan relevan

dengan tujuan agar penelitiannya terarah sesuai dengan tujuan yang

diharapkan, sedangkan dalam mendapatkan data tersebut perlu juga

menggunakan metode yang sesuai dengan data yang di butuhkan, teknik

pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematika dan standart untuk

mendapatkan data yang di perlukan dalam penelitian.25 dalam penelitian ini

teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dengan menelusuri dan

mempelajari data berupa dokumen tertulis.26 peneliti menggunakan penelaan

bacaan yang sesuai dengan objek penelitian yakni hukum aborsi menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi,

secara umum, serta secara khusus Hasil Bahtsul Masail Nahdatul Ulama Tahun

2014 .

5. Teknik analisis data

Merupakan upaya untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang

Hasil musyawarah nasional Bahtsul masail Nahdatul Ulama Tahun 2014

tentang Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan

Reproduksi.

(28)

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis

menggunakan analisis induktif yaitu kerangka berfikir yang diawali dari fakta

– fakta yang khusus kemudian ditarik pada yang umum.27 Mengenai Hasil

Musyawarah Nasional Bahtsul masail Nahdatul Ulama Tahun 2014 tentang

Ketentuan Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Reproduksi.

Kemudian dianalis apakah Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

tentang Kesehatan Reproduksi, tersebut sudah sesuai dengan hasil

musyawarah nasional Bahtsul masail Nahdatul Ulama Tahun 2014 dan apakah

hasil musyawarah nasional Bahtsul masail Nahdatul Ulama Tahun 2014 sudah

sesuai dengan hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam setiap pembahasan suatu masalah sistematika pembahasan

merupakan aspek terpenting karena sistematika pembahasan ini dimaksud

untuk mempermudah bagi pembaca dalam mengetahui alur pembahasan yang

terkandung dalam skripsi ini. adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini

terdiri dari lima bab. Adalah sebagai berikut:

Bab pertama, Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, identifikasi

dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian,

(29)

kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian serta

sistematika pembahasan.

Bab kedua, memaparkan kontruksi hukum aborsi menurut hukum di

Indonesia yang meliputi: pengertian aborsi, dasar hukum aborsi, sebab – sebab

terjadinya aborsi dan factor – factor yang memperbolehkan aborsi.

Bab ketiga, pada bab ini membahas terhadap hasil Bahtsul Masail

Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama’ Tahun 2014 mengenai ketentuan

hukum aborsi menurut Bahtsul Masail dan menanggapi terhadap ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan

Reproduksi.

Bab keempat, Pada bab ini merupakan analisis terhadap hasil penelitian kepustakaan (library research) yang memuat isi pokok dari permasalahan yaitu

analis hasil Bahtsul Masail musyawarah nasional Nahdatul Ulama’ 2014

terhadap hukum Aborsi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014

Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi.

Bab kelima, Pada bab ini merupakan bab terakhir dalam skripsi ini yang

(30)

21 BAB II

KONTRUKSI HUKUM ABORSI MENURUT HUKUM DI INDONESIA

A. Pengertian Aborsi

Kata Aborsi berasal dari bahasa latin yaitu a bortus, yang berarti gugur

kandungan atau keguguran, dalam bahasa Arab aborsi ialah isqatu al-hamli atau

al-ijhad.1 Kata aborsi juga diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang

berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan atau keguguran.2

Menurut inklopedia bahasa Indonesia, pengertian aborsi dapat diartikan

sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa genetasi 28 minggu atau sebelum

janin mencapai berat 1000 gram. Sedangkan secara medis aborsi dapat diartikan

sebagai penghentian dan pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum janin

bisa hidup di luar kandungan (viabiliti).3

Menurut Nani Soendo mengartikan aborsi sebagai pengeluaran buah

kehamilan, pada waktu janin masih demikian kecilnya, sehingga tidak dapat

hidup.4 Lebih lanjut pengertian aborsi menurut Abul Mohsin Ebrahim

mengemukakan bahwa aborsi adalah pengakhiran kehamilan, baik secara tidak

sengaja, spontan akibat kelainan fisik wanita, atau akibat penyakit biomedical

internal, maupun dengan cara yang disengaja melalui campur tangan manusia,

1 Elga Sarapung, Masruchah, M. Imam Aziz, Agama dan Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1999), 162.

2 Maria Ulfa Anshor, Fiqih Aborsi, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2006), 32. 3 CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, (Jakarta: PT. Grasindo, Cetakan kedua 2004), 11.

(31)

seperti meminum obat-obatan tertentu, atau mengunjungi dukun atau dokter

praktek aborsi.5 Hal senada juga diungkapkan oleh Mardjono Reksodiputro

mengenai pengertian aborsi ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum

hasil konsepsi dapat lahir secara alamiah dengan adanya kehendak merusak

hasil konsepsi tersebut.6

Berdasarkan pengertian mengenai makna aborsi dapat disimpulkan

bahwa aborsi merupakan pengguguran kandungan sebelum lahir secara

alamiah, dengan berbagai cara seperti meminum obat-obatan tertentu, atau

mengunjungi dukun atau dokter praktek aborsi.

B. Dasar Hukum Aborsi

1. Aborsi dalam kontruksi Hukum Islam

Setiap makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati hidup, baik

hewan, tumbuh-tumbuhan, apalagi manusia yang menyandang gelar

khalifatullah dipermukaan bumi. Oleh karena itu dalam ajaran Islam sangat

mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu agama, jiwa, akal,

keturunan, dan harta. Pemeliharaan terhadap kelima hal tersebut tergolong ke

dalam al-mashalih al-haqiqiyat.7

5 Abu Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan, (Bandung: Mizan,

1997), 125.

6 Mardhono Reksodiputro, Pembaharuan Hukum Pengguguran Kandungan,(Yogyakarta: Perpustakaan

Departemen Kesehatan RI, 1974), 9.

(32)

Secara kodrati manusia diciptakan Allah Swt dalam bentuk laki-laki dan

perempuan. Penciptaan manusia yang berpasang-pasangan membuat mereka

cenderung untuk melakukan hubungan biologis berguna untuk melahirkan

keturunan yang akan meneruskan kelangsungan eksistensi umat manusia

dimuka bumi.

Pengguguran kandungan bertentangan dengan ketentuan Allah Swt. yang

sering kali disebut dengan istilah aborsi, berarti merusak dan menghancurkan

janin calon manusia yang dimuliakan oleh-Nya, karena Ia berhak lahir dalam

keadaan hidup sekalipun dari hubungan gelap. Allah Swt berfirman dalam Al-

qur’an surat Al-Isra’ ayat 31 sebagai berikut;





Artinya: “dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”8

Berdasarkan keterangan surat Al-Isra ayat 31, menjelakan bahwa

kemiskinan itu belum terjadi, baru dalam bentuk kekhawatiran. Karena itu

dalam ayat tersebut ada penambahan kata “khasyyat”, yakni takut.

Kemiskinan yang dikhawatirkan itu adalah kemiskinan yang boleh jadi akan

dialami anak. Maka untuk menyingkirkan kekhawatiran sang ayah, ayat itu

8

(33)

segera menyampaikan bahwa “Kami-lah yang akan memberi rezeki kepada

mereka” yakni anak-anak yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan

mengalami kemiskinan. Setelah jaminan ketersedian rezeki itu, barulah

disusulkan jaminan serupa kepada ayah dengan adanya kalimat “dan juga

kepadamu”. Penggalan ayat di atas dapat juga dipahami sebagai sanggahan

bagi mereka yang menjadikan kemiskinan apapun sebabnya sebagai dalih

untuk membunuh anak.9

Berdasarkan keterangan ayat diatas menimbulkan pendapat-pendapat

tentang membatasi kelahiran keluarga berencana. Ulama-ulama Islam ada yang

berpendapat boleh asal, yaitu menggelicikkan mani keluar dari faraj

perempuan supaya jangan jadi anak. Tetapi kebanyakan ulama pula

mengatakan perbuatan itu makruh. Boleh, tetapi dibenci. Atau tercela,

meskipun tidak terlarang. Ada juga ulama modern berpendapat bahwa untuk

menjaga kesehatan perempuan yang karena banyak melahirkan anak, sehingga

badannya sudah lemah, boleh diadakan operasi pada rahimnya, hingga tidak

beranak lagi.

Akan tetapi tidak ada ulama yang berijtihad untuk membolehkan

membunuh anak. Ijtihad hanya berlaku pada perkara-perkara yang tidak jelas

nashnya. Ulama mujtahid pun sependapat bahwa menggugurkan anak yang

dalam kandungan, yang telah bernyawa, sama dengan membunuh. Nyawa

9

(34)

mulai ditiupkan setelah dikandung 3 x 40 hari yaitu berusia 120 hari atau

dalam kandungan berusia empat bulan.

Berdasarkan berpadunya antara mani seorang laki-laki dengan sel telur

seorang perempuan menunjukkan bahwa di waktu yang ada dalam kandung itu

merupakan awal mulai ada hidup manusia. Sebab itu mulai anak di dalam

kandung sudah wajib kita memeliharanya sampai lahir.10

Berdasarkan Al- qur’an surat Al-Isra’ ayat 33, Allah Swt berfirman

terhadap larangan membunuh jiwa sebagai berikut:















Artinya: “dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang

yang mendapat pertolongan”.11

Beberapa mazhab fiqih berselisih pendapat tentang hukum

menggugurkan janin dalam kandungan tersebut, yang disebabkan tidak adanya

nash-nash syariat secara langsung membahas masalah tersebut, adapun

beberapa mazhab fiqih itu diantaranya sebagai berikut:

10

Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1984), 55.

11

(35)

1. Madhab hanafi

Berdasarkan madhab hanafi aborsi hanya diizinkan apabila sebelum

kandungan berusia 120 hari, akan tetapi sebagian yang memandangnya

hukumnya makruh tanpa adanya alasan yang sah, karena janin begitu

dikandung berpotensi untuk hidup, Ibnu Abidin salah satu pelopor madzhab

hanafi mengatakan bahwa aborsi hanya diizinkan terhadap keabsahan alasan

tertentu. Selanjutnya dia memperjelas bahwa alasan yang sah untuk melakukan

aborsi yaitu sebelum usia janin atau usia kehamilan menginjak bulan keempat,

dalam kasus adanya bayi yang sedang disusui, kehamilan baru menyebabkan

berakhirnya masa menyusui bayi ini.12

Aborsi dibolehkan menurut madzhab hanafi, jika ada indikasi yang

dibenarkan menurut syara’. Indikasi yang banyak dikutip dalam madzhab

hanafi ialah bilamana perempuan hamil dalam keadaan menyusui anaknya,

dikhawatirkan air susunya berhenti sementara si ayah tidak mempunyai

sumber pendapatan untuk menyediakan susu pengganti. Indikasi lain ialah

kesehatan yang buruk dari si ibu, atau apabila ada suatu resiko melahirkan

yang sulit sehingga membutuhkan pembedahan Caesar, terutama apabila

kondisi tersebut terjadi pada kehamilan sebelumnya. Dalam hal ini nyawa si

ibu didahulukan atas nyawa janin, karena si ibu adalah sumber asalnya.13

12

Mohammad Amin Ibnu Abidin, Hashuyah Raad Al-Muhtar, Jilid 3, (Beirut: Daar Al-Fikr, 1979), 176.

(36)

2. Madzhab Maliki

Menurut pengikut Imam Malik, Al-Lakhmi, proses al-takhaluq terjadi

sebelum janin berumur empat puluh hari, ada juga pendapat yang mengatakan,

bahwa hukum menggugurkan kandungan sebelum ruh ditiupkan ke dalam janin

adalah haram. Pendapat ini merupakan pendapat otentik (al-mu‟tamad)

madzhab Maliki. Al-Dardir mengatakan, “tidak boleh mengeluarkan sperma

yang sudah terbentuk di dalam rahim meski sebelum empat puluh hari.”

Al-Dasuqi menambahkan, pernyataan ini adalah al-mu’tamad.14

Ada pula pendapat yang menyatakan, bahwa hukum menggugurkan

kandungan sebelum ruh ditiupkan ke dalam janin adalah makruh, yang dalam

bahasa Al-dardir adalah haram. Ibnu Rusyd mengutip pernyataan Imam Malik,

“Setiap sesuatu yang digugurkan oleh seorang perempuan, baik berupa

segumpal daging maupun segumpal darah yang secara jelas diketahui sebagai

cikal bakal seorang anak, adalah sebuah tindak kejahatan, adapun hukuman

untuk itu adalah memerdekakan budak (al-gurrah).” Ibnu Rusyd lalu

mengatakan bahwa Imam Malik menambahkan kafarat (denda) di samping

al-gurrah.15

3. Madzhab Syafi‟i

Pengikut madzhab Syafi’i terpecah menjadi beberapa pendapat, seperti

Imam Al-Ghazali, salah seorang pemikir terpenting dari madzhab syafi’i, dalam

14 Abdul Qadir Manshur, Buku Pintar Fikih Wanita, (Jakarta: Zaman, 2012),114-115. 15

(37)

Ihya Ulum Al-Din mengatakan bahwa kontrasepsi tidak sama dengan aborsi

atau wa’d (mengubur bayi wanita hidup-hidup). Karena aborsi adalah kejahatan

terhadap makhluk hidup. Kehidupan makhluk memiliki tahapan-tahapan. Tahap

pertama adalah masuknya air mani dalam rahim dan bercampur dengan sel telur

wanita. Kemudian siaplah ia menerima kehidupan Mengganggunya merupakan

kejahatan. Bila ia memperoleh ruh dan telah sempurna bentuknya, maka

kejahatannya menjadi lebih berat. Kejahatan mencapai tingkat yang paling

serius bila aborsi dilakukan setelah janin terpisah (dari ibu) dalam keadaan

hidup.16

Muhammad Ibnu Abi Said menyatakan bahwa dalam batas 80 hari

mengizinkan karena janin masih dalam bentuk nuthfah dan alaqah. Sementara

itu Ibnu Hajar menyatakan bahwa aborsi dibolehkan sebelum kandungan

berusia 42 hari, lebih dari itu dilarang. 17

Sedangkan menurut Maria Ulfa dalam bukunya yang berjudul Fiqih

Aborsi, menyatakan bahwa aborsi dapat digolongkan menjadi lima macam

diantaranya sebagai berikut:18

a. Aborsi spontan, artinya janin gugur secara alamiah tanpa adanya

pengaruh dari luar atau gugur dengan sendirinya. Kebanyakan aborsi

16 Abu Fadl Mohsin Ebrahim, Aborsi Kontrasepsi dan Mengatasi Kemandulan, (Bandung: Mizan,

1997), 157 . 17

Maria Ulfah Anshor, Aborsi dalam Perspektif Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2002),163.

(38)

spontan disebabkan oleh kelainan kromosom, hanya sebagian kecil yang

disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim serta kelainan hormon.

b. Aborsi karena darurat atau pengobatan (al- isqath al- dharury/al-‘ilajy),

aborsi karena darurat atau pengobatan, misalnya dilakukan karena

indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu bila kehamilannya dilanjutkan.

c. Aborsi karena khilaf atau tidak sengaja (Khata’) yaitu, aborsi yang

dilakukan karena khilaf atau tidak sengaja, misalnya seorang petugas

kepolisian tengah memburu pelaku tindak kriminal disuatu tempat yang

ramai pengunjung,. Karena takut kehilangan jejak, polisi berusaha

menembak penjahat tersebut, tetapi pelurunya nyasar ketubuh ibu hamil.

d. Aborsi yang menyerupai kesengajaan (syibh’ amal), aborsi dilakukan

dengan cara menyerupai sengaja, misalnya seorang suami menyerang

istrinya yang sedang hamil muda hingga mengakibatkan ia kegugguran.

e. Aborsi sengaja dan terencana (al-‘amd ), aborsi dilakukan dengan sengaja

dan terencana, misalnya seorang ibu sengaja meminum obat dengan

maksud kandungannya gugur, atau ia sengaja menyuruh orang lain

(dokter, dukun, dan sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya.

Aborsi jenis ini dianggap berdosa dan pelakunya dihukum pidana

(39)

Berdasarkan Fase kehidupan asal mula manusia yakni fase unsur awal

janin, fase ini pasti akan dilalui oleh janin setiap manusia, Allah Swt berfirman

dalam Al-qur'an surat al-Insan ayat 2 telah dijalaskan sebagai berikut :











Artinya :Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat.19

Kemudian fase berikutnya dari percampuran antara sel sperma dengan sel

telur , Allah Swt berfirman dalam surat al-Alaq ayat 2 telah dijalaskan sebagai

berikut :





Artinya:Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.20

Berdasarkan keterangan dua ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia

adalah makhluk yang sempurna, bukan hanya sperma, segumpal darah, maupun

segumpal daging, fase tersebut disiapkan agar janin siap untuk ditiupkan ruh

dan tumbuh sebagai manusia, Allah Swt telah menerangkan fase tersebut dalam

surat al-Qiyamah Ayat 38-39 sebagai berikut:







Artinya: kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan menyempurnakannya, lalu Allah menjadikan dari

padanya sepasang: laki-laki dan perempuan.21

19

Dapartemen Agama RI, Al-Qur'an dan terjemah, . 578.

20

(40)

Berdasarkan penjelasan ayat tersebut di atas bahwa fase terbentuknya

manusia terbentuk dari berbagai fase, ini bisa dibagi menjadi dua bagian

diantaranya sebagai berikut:

1. masa sebelum empat puluh hari yaitu marhalah sperma.

2. masa setelah empat puluh hari ketika dimulainya penciptaan, yaitu saat

masih menjadi segumpal darah dan segumpal daging.

Berdasarkan fase kedua fase berikutnya fase janin siap untuk ditiupi ruh,

hal ini janin berusia seratus dua puluh hari kemudian Allah Swt, menciptakan

dan menyempurnakannya lalu dijadikan dari mereka laki-laki dan perempuan,

inilah yang dimaksud dengan fase penyempurnaan.

2. Aborsi dalam kontruksi hukum Positif

Menurut kontruksi hukum positif Indonesia mengenai hukum aborsi

dapat dibagi menjadi menjadi 2 macam diantaranya sebagai berikut:22

a. Abortus Spontaneus aborsi yang terjadi dengan tidak didahului

faktor-faktor mekanis ataupun medicinalis semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor

alamiah, diantaranya yaitu:

1) Abortus Completes (kegugguran lengkap) artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan sehingga rongga rahim kosong.

2) Aborsi inklopetus (bersisa) artinya hanya ada sebagian hasil konsepsi yang dikeluarkan yang tertinggal adalah deci dua dan plasenta.

21

Dapartemen Agama RI, Al-Qur'an dan terjemah, . 577.

22

(41)

3) Aborsi insipien (keguguran sedang berlangsung) artinya abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang

teraba, dimana kehamilan ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi.

4) Abortus iminen yaitu keguguran yang membakat akan terjadi dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan

obat-obat hormonal dan anti pasmidica.

5) Missed abortion yaitu keadaan dimana janin sudah mati tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama dua bulan atau lebih.

6) Abortus habitulis atau keguguran berulang adalah keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 x atau lebih.

7) Abortus infeksiousdan abortus septic adalah abortus yang disertai

genital.23 Kehilangan janin tidak sengaja biasanya terjadi pada

kehamilan usia muda (satu sampai tiga bulan). Ini dapat terjadi karena

penyakit antara lain: demam, ginjal, TBC, sipilis atau karena kesalahan

genetik.24

b. Abortus Provokatus (indoset abortion) adalah aborsi yang disengaja baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat, ini terbagi menjadi dua,

yaitu:25

23 Mochtar, Rustam, Obstretri Obstreti Fisiologi Obsterti Patologi, Buku Kedokteran, Jilid 1, EGC,

212-213.

24 Elga Sarapung, Masrucah, M. Imam Aziz, Agama dan Kesehatan Reproduksi, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1999), 162.

25

(42)

1) Aborsi Aficialis Thearapicus adalah aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, dengan tindakan mengeluarkan janin dari

rahim sebelum lahir secara alami untuk menyelamatkan jiwa si ibu

kelangsungan kehamilan dipertahankan menurut pemeriksaan medis.

2) Abortus provokatus criminalis adalah pengguguran yang dilakukan tanpa indikasi medis untuk meniadakan hasil hubungan seks diluar

perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak

dikehendaki.26

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

Reproduksi kesehatan, menyatakan bahwa dalam ketentuan tersebut terdapat

dalam pasal 31 yang dapat melakukan aborsi diantaranya dijelaskan sebagai

berikut:

Pasal 31

1. Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis; atau

b. kehamilan akibat perkosaan

2. Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukanapabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.27

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

Reproduksi kesehatan, tentang tindakan aborsi hanya dapat dilakukan

berdasarkan ketentuanya yang terdapat dalam pasal 31, apabila hal tersebut

26Elga Sarapung, Masruchah, M. Imam Aziz, Op., Cit,.162.

(43)

tidak dapat dibuktikan maka menurut KHUP Pidana dapat diancam hukuman

sebagai berikut :

1. Barang siapa yang sengaja memberi obat kepada wanita atau menyuruh

untuk menggugurkan kandungannya maka akan dijerat dengan hukuman

maksimal 4 tahun penjara. 28

2. Wanita yang sengaja merampas nyawa anaknya setelah melahirkan maka

akan dijerat dengan hukuman maksimal 7 tahun pejara.29

3. Wanita yang sengaja menggugurkan kandungannya, mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain melakuknanya akan dijerat dengan hukuman 4 tahun penjara.

4. Seorang yang menggugurkan kandungan tanpa seizing wanita tersebut

akan dijerat hukuman maksimal 12 tahun penjara dan jika wanita terebut

meninggal akan dijerat dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.30

5. Seorang yang menggugurkan kandunganya dengan seizin wanita tersebut

akan dijerat dengan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan, dan jika wanita

tersebut meninggal akan dijerat hukuman maksimal 7 tahun penjara.31

6. Dokter, bidan yang melakukan kejahatan tersebut akan ditambah dengan

sepertiga hukumanya dan pencabutan hak kerja.

7. Barang siapa melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan pasal 75 Ayat 2

Undang – undang kesehatan No. 36 tahun 2009 maka akan di jerat

hukuman 10 tahun penjara atau setidaknya denda sebesar Rp.

10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliyar).32

C. Sebab-sebab Terjadinya Aborsi

Sesuai dengan tuntunan agama Islam, bahwa hukum aborsi hukumnya

haram, tidak boleh dilakukan kecuali dengan alasan yang diperbolehkan

syari’at, yaitu apabila Allah Swt belum meniupkan ruh pada janin dan jika ia

dibiarkan bertahan akan mengancam nyawa ibunya, maka dengan kondisi

yang seperti itu seorang wanita hamil boleh melakukan aborsi. Selain itu juga

28 KUHP, Pasal 229.

29 Ibid, Pasal 341. 30 Ibid, Pasal 347. 31 Ibid, Pasal 348.

(44)

apabila janin sudah berumur 120 hari maka ia boleh diaborsi ketika lajnah

(lembaga) kedokteran yang bisa dipercaya memutuskan bahwa

mempertahankan janin tersebut akan membahayakan nyawa ibunya.33 adapun

yang melatar belakangi terjadinya praktek aborsi yang sering terjadi

dikalangan masyaratat antara lain sebagai berikut :

a. Kehamilan yang tidak diinginkan, dalam sebuah perkawinan, misalnya

karena jumlah anak sudah cukup, karena anak terakhir masih kecil atau

belum siap punya anak.

b. Kehamilan yang dilakukan suka sama suka yaitu oleh para remaja diluar

nikah tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi.

c. Kehamilan menggunakan alat kontrasepsi yang gagal.

d. Kehamilan yang disebabkan karena pemerkosaan.

e. Kehamilan atas dasar indikasi medis, karena jika kehamilan diteruskan

bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena terkena penyakit-penyakit

berat, misalnya sakit TBC yang berat dan penyakit ginjal yang berat.34

Berdasarkan keterangan yang melatar belakangi terjadinya aborsi yang

sering terjadi di masyarakat, aborsi juga mempunyai dampak buruk atau

resiko yang akan dihadapi seorang wanita yang melakukan aborsi, yaitu

dampak pada kesehatan wanita dan dampak psikologis bagi wanita, dampat

tersebut diantaranya sebagai berikut :

33 Al- Mashry, Abu Abdurrahman dan Yusuf Sayid bin Ahmad Abu, Kumpulan Fatwa Kesehatan Wanita, (Surakarta : Gazzamedia, 2009) 12.

(45)

1. Kerusakan leher rahim, Hal ini terjadi karena leher rahim robek akibat

penggunaan alat aborsi.

2. Infeksi, Penggunaan peralatan medis yang tidak steril kemudian

dimasukkan ke dalam rahim bisa menyebabkan infeksi, selain itu infeksi

juga disebabkan jika masih ada bagian janin yang tersisa di dalam rahim

3. Pendarahan Hebat, Ini adalah resiko yang sering dialami oleh wanita yang

melakukan aborsi, pendarahan terjadi karena leher rahim robek dan

terbuka lebar. Tentunya hal ini sangat membahayakan jika tidak ditangani

dengan cepat

4. Kematian, Kehabisan banyak darah akibat pendarahan dan infeksi bisa

membuat sang ibu meninggal

5. Resiko Kanker, Karena leher rahim yang robek dan rusak bisa

mengakibatkan resiko kanker serviks, kanker payudara, indung telur dan

hati.

D. Faktor-faktor yang memperbolehkan aborsi

Kehamilan adalah sebuah proses fisiologis meskipun demikian dapat

pula mencelakai atau menggangu kelangsungan kesehatan perempuan yang

mengalaminya, oleh karena kehamilan dapat menimbulkan tekanan darah yang

tinggi, pendarahan, dan bahkan kematian, bila kehamilan timbul dalam keadaan darurat misalnya berdasarkan pemeriksaan medis, jika keberadaan

(46)

kandungan semata-mata untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu, atas

tindakan seorang dokter yang terpercaya, maka dalam hal ini diperbolehkan

dalam hukum Islam, dengan berdasarkan pertimbangan bahwa ibulah yang

lebih berhak hidup dari pada janinya.35

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Reproduksi, menyatakan bahwa aborsi dapat dilakukan berdasarkan

indikasi darurat ketuntuan tersebut tertuang dalam pasal 32 samapi dengan

pasal 33 menyatakan sebagai berikut :

Indikasi Kedaruratan Medis

Pasal 32

1. Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf a meliputi:

a) kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/atau b) kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan janin, termasuk

yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.

2. Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar.

Pasal 33

1. Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan oleh tim kelayakan aborsi.

2. Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang tenaga kesehatan yang diketuai oleh dokter yang memiliki kompetensi dan kewenangan.

3. Dalam menentukan indikasi kedaruratan medis, tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar.

4. Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat surat keterangan kelayakan aborsi.36

35 Hoediyanto, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, (Surabaya: Fakultas Kedokteran

Universitas Airlangga, 2010), 293.

36

(47)

Sedangkan aborsi yang dibolehkan salah satunya dikarenakan korban

pemerkosaan, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 34 PP No. 61 Tahun

2014 Tentang Reproduksi, wanita yang menjadi korban pemerkosaan harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Indikasi Perkosaan

Pasal 34

1. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:

a. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan

(48)

BAB III

HASIL BAHSTUL MASAIL MUSYAWARAH NASIONAL NAHDATUL ULAMA TAHUN 2014

TERHADAP KETENTUAN HUKUM ABORSI

A. Profil Bahtsul Masail Nahdatul Ulama’

1. Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama’

Nahdlatul Ulama’ didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 oleh K.H.

Hasyim Asy’ari di Surabaya. Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama’

berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia

Islam kala itu, dalam anggaran dasarnya yang pertama Tahun 1927 dinyatakan

bahwa Nahdlatul Ulama’ bertujuan untuk memperkuat kesetiaan kaum

muslimin.

Nahdlatul Ulama’ dalam stuktur organisasinya memiliki suatu Lembaga

Bahtsul Masail, Bahtsul Masail secara harfiah berarti pembahasan berbagai

masalah yang berfungsi sebagai forum resmi untuk membicarakan tentang

masalah al masa’ilad-diniyah (masalah - masalah keagamaan) terutama

berkaitan dengan al-masa’il al-fiqhiyah (masalah - masalah fiqh), dari

perspektif ini al-masa’il al-fiqhiyah termasuk masalah - masalah yang khilafiah

(kontroversial) karena jawabannya bisa berbeda pendapat.

Lembaga Bahtsul Masail mempunyai tugas dan fungsi sebagai

(49)

kepastian hukum.1 oleh karena itu lembaga ini merupakan bagian terpenting

dalam organisasi Nahdlatul Ulama’, sebagai forum diskusi alim Ulama

(Syuri’ah) dalam menetapkan hukum suatu masalah yang keputusannya

merupakan fatwa dan berfungsi sebagai bimbingan warga Nahdlatul Ulama’

dalam mengamalkan agama sesuai dengan paham ahlusunnah wal jamaah

sebagai dasarnya.

2. Metode Istimbat Hukum Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama’

Pengertian istimbat hukum (menggali dan menetapkan hukum)

dikalangan ulama Nahdlatul Ulama’ bukan mengambil hukum secara langsung

dari sumber aslinya yaitu Al qur’an dan hadist, akan tetapi penggali hukum

dilakukan dengan mentatbiiqkan (menyelaraskan) secara dinamis nas nas

fuqaha (teks-teks yang tersurat dalam kitab) dalam konteks permasalahan yang

dicari hukumnya. Istimbath langsung dari sumber , yaitu Al qur’an dan Hadist

yang cenderung pada pengertian ijtihad, bagi Ulama Nahdlatul Ulama’ masih

sangat sulit dilakukankarena keterbatasan ilmu terutama di bidang ilmu-ilmu

penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh para mujtahid.2

3. Metode Ijtihad Hukum Majelis Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama’

Metode Ijtihad hukum yang diterapkan Lembaga Bahtsul Masail

Nahdlatul Ulama diantaranya sebagai berikut :

1Kata Pengantar Rais’Am PB NU

Bahtsul Masail dan Istimbath Hukum NU pendek oleh Dr. KH. Muhammad Sahal Mahfudh (keputusan mukhtamar, Munas, dan Konbes NU Tahun 1926-1999 M)

(50)

a. Metode Qouly adalah suatu cara istimbath hukum yang dipergunakan

oleh ulama intelektual Nahdlatul Ulama’ dalam Lembaga Bahtsul Masail

dengan mempelajari masalah yang dihadapi, kemudian mencari

jawabannya pada kitab-kitab fiqh dari madzhab empat, dengan mengacu

dan merujuk secara langsung bunyi teks, atau dengan kata lain mengikuti

pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup madhab tertentu.3

b. Metode Ilhaqi (analogi) merupakan menyamakan hukum suatu kasus atau

masalah yang belum dijawab oleh kitab (belum ada ketetapan hukumnya)

dengan kasus atau masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab (telah

ada ketetapan hukumnya) atau menyamakan dengan pendapat yang sudah

ada hukumnya.4

c. Metode Manhajiy (bermazhab) adalah suatu cara menyelesaikan masalah

keagamaan yang ditempuh oleh Lembaga Bahtsul Masail dengan

mengikuti jalan fikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun

oleh imam madzhab.5

4. Kerangka metodelogi Lembaga Bahstul Masail Nahdlatul Ulama.

Kerangka metodologi pemikiran Islam yang dilakukan oleh Lembaga

Bahstul Masail Nahdlatul Ulama adalah dengan menggunakan metodologi-

metodologi sebagai berikut :

3 Ahmad, Zahro. Tradisi Intelektual NU:Lajnah Bahtsul Masail 1926-1999 (Yogyakarta: LKis,

2004), 118

(51)

a. Dalam kasus yang ditemukan jawabannya dalam ibarat kitab dan hanya

satu qaul (pendapat), maka qaul itu yang diambil.

b. Dalam kas

Referensi

Dokumen terkait

Batas Maksimum Residu pestisida pada hasil pertanian yang tercantum dalam Rancangan standar Nasional Indonesia (RSNI 2) yang masih mengadopsi dari Codex Alimentaris Commision

Hasil regresi data panel pendekatan fixed effect model with assume All coefficients (intercept as well as slope) vary over individuals untuk mengkaji peranan investasi publik dan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penambahan lumpur sawit segar dan lumpur sawit fermentasi dalam ransum tidak berpengaruh

diversifikasi produk untuk olahan ikan bandeng antara lain bandeng goreng cabut duri, bandeng kentucky, otak-otak bandeng, abon ikan bandeng, abon duri ikan

Penelitian ini di harapkan memberikan sumbangan pemikiran serta informasi bagi semua pihak terutama masyarakat dan juga sebagai bahan evaluasi kinerja manajemen oleh UKM

Pada unit pengawasan mutu pabrik teh hitam yang direncanakan, total kebutuhan air yang digunakan untuk sanitasi karyawan, peralatan, dan ruangan laboratorium setiap bulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Danga Kecamatan Aesesa Kabupaten Nagekeo Tahun 2016, dapat disimpulkan bahwa terdapat

Hal yang melatar belakangi perancangan interior restoran Ikan Bakar Makassar adalah pesatnya perputaran roda ekonomi di Yogyakarta khususnya bidang kuliner.. Restoran