• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pemahaman karakter tokoh pewayangan punakawan bahasa jawa dengan menggunaka media wayang dua dimensi pada siswa kelas V MI Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan pemahaman karakter tokoh pewayangan punakawan bahasa jawa dengan menggunaka media wayang dua dimensi pada siswa kelas V MI Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KRATON KRIAN SIDOARJO

SKRIPSI

Oleh:

MOCH. ISLAQHUDIN BAHARSYAH

D97213118

PROGRAM PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Mochamad Islaqhudin Baharsyah. 2017. Peningkatan Pemahaman Karakter Tokoh

Pewayangan Punakawan Bahasa Jawa Dengan Menggunakan Media

Wayang

Dua Dimensi

Pada Siswa Kelas V Mi Mitahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo.

Drs. H. Munawir, M.Ag.

Kata Kunci: Kemampuan Pemahaman, Bahasa Jawa, Media

Wayang Dua Dimensi

Latar belakang penulisan ini adalah rendahnya pemahaman mata pelajaran

Bahasa Jawa yang dicapai oleh siswa. Kurangnya pengguaan media pembelajaran

dalam menerangkan. Sehingga siswa pasif dalam menerima pembelajaran di tambah

dengan materi pewayangan yang terkesan kuno sehingga siswa kurang tertatik dengan

materi pewangan

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana penggunaan

media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

pada mata pelajaran Bahasa Jawa materi

Wayang Punakawan siswa kelas V Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo? (2)

Bagaimana peningkatan pemahaman siswa setelah digunakan media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

pada mata pelajaran Bahasa Jawa materi Wayang Punakawan

siswa kelas V Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo?.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) model Kurt Lewin dengan subjek penelitian 30 siswa dan tempat penelitian di

MI Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua

siklus pembelajaran yang meliputi 4 tahap. Pada setiap siklus terdiri dari (1)

Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Observasi, dan (4) Refleksi. . Instrumen penelitian

yang digunakan adalah Tes, lembar observasi aktifitas guru dan siswa, dan

dokumentasi. Adapun analisis data yang digunakan adalah analisis data kuantitatif

yang diuraikan secara deskriptif dan analisis data kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penerapan media

wayang dua dimensi

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... v

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR DIAGRAM ... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Identifikasi Masalah ... 8

C.

Rumusan Masalah ... 9

D.

Tujuan Penelitian ... 9

E.

Manfaat Penelitian ... 10

F.

Ruang Lingkup Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN TEORI

A.

Hakikat Pemahaman ... 12

1.

Pengertian Pemahaman ... 12

2.

Strategi Pemahaman ... 14

3.

Tingkatan Pemahaman ... 15

4.

Indikator Pemahaman ... 18

5.

Evaluasi pemahaman ... 20

(8)

B.

Media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

... 27

1.

Pengertian Media Pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

... 27

2.

Jenis-jenis Media Wayang ... 28

3.

Manfaat Media

Wayang Dua Dimensi

... 32

4.

Cara membuat media Wayang Dua Dimensi ... 33

5.

Kekurangan dan Kelebihan Media

Wayang Dua Dimensi

... 34

C.

Pembelajaran Bahasa Jawa ... 35

1.

Pengertian Pembelajaran Bahasa Jawa ... 35

2.

Fungsi dan Tujuan Pembelajran Bahasa Jawa ... 36

3.

Ruang Lingkup Bahasa Jawa ... 37

4.

Kajian Mengenai Materi Wayang Punakawan ... 39

5.

Wayang Punakawan ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.

Metode Penelitian... 46

B.

Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian ... 50

1.

Setting Penelitian... 50

2.

Karakteristik Subyek Penelitian ... 50

C.

Variabel Penelitian ... 50

D.

Rencana Tindakan ... 51

1.

Siklus I... 51

2.

Siklus II ... 53

E.

Sumber Data dan Teknik Pengumpulannya ... 55

1.

Sumber Data ... 55

2.

Teknik Pengumpulannya ... 55

F.

Indikator Kinerja………

... 57

G.

Tim Peneliti dan Tugasnya... 57

(9)

1.

Pra siklus ... 59

2.

Siklus I... 60

3.

Siklus II ... 66

B.

Pembahasan ... 72

Bab V PENUTUP

A.

Kesimpulan ... 77

B.

Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA

……….

... 79

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………..

... 81

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……….

... 82

(10)

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan

pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan

budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat

perlu terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

1

Dalam Undang-Undang Dasar Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 menyatakan bahwa: Pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa, dan negara.

Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu aspek dari proses

pendidikan, karenanya harus didesain sedemikian rupa melalui perencanaan yang

sistematis dan inovatif. Ketika berbicara tentang pembelajaran tidak bisa lepas

1

(11)

dengan peranan guru. Perencanaan pembelajaran dapat diwujudkan manakala

guru mempunyai sejumlah komponen.

2

Bahasa merupakan alat komunikasi verbal di masyarakat untuk saling

berkomunikasi dan mengidentifikasi diri antar individu satu dengan individu yang

lain. Selaras dalam kehidupan nyata, bahwa manusia sebagai makhluk sosial yang

senantiasa berinteraksi dengan sesamanya serta tidak lepas dari adanya sifat saling

bergantung. Tidak sebatas alat komunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai simbol

dan wujud konkret dari penuangan gagasan dan perasaan yang dimiliki oleh

individu, baik secara lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan dan mimik muka.

Sesuai dengan fungsinya, bahasa daerah dan kesenian daerah merupakan

salah satu kebudayaan masyarakat yang perlu dikembangkan. Salah satu cara

mengembangkannya yaitu dengan menghadirkan mata pelajaran bahasa dan

kesenian di kelas. Mata pelajaran tersebut wajib diterapkan pada semua tingkatan

pendidikan yang ada di Indonesia, sebagai contoh daerah Jawa Tengah yang

menerapkan mata pelajaran Bahasa Jawa.

Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan di sebagian pulau

jawa khususnya provinsi Jawa Tengah, DIY, dan provinsi Jawa Timur. bahasa

Jawa memiliki tiga fungsi yaitu sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang

identitas daerah, dan alat berhubungan di dalam keluarga masyarakat daerah.

3

2

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 3

3

Mulyana, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerah dalam Kerangka Budaya (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,

(12)

Mata pelajaran Bahasa Jawa sangat penting dan wajib di terapkan karena

mata pelajaran Bahasa Jawa sangat berperan untuk membentuk masa depan

bangsa, kususnya membentuk karaker budi pekerti siswa. Pembelajaran bahasa

Jawa di tingkat pendidikan dasar/SD atau Madrasah Ibtidaiya memiliki tujuan

untuk mengembangkan apresiasi terhadap budaya Jawa, mengenalkan indentitas

masyarakat Jawa dan menanamkan kencintaannya terhadap budaya dan bahasa

Jawa.

Salah satu tujuan dalam pembelajaran Bahasa Jawa sesuai dengan Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah mengembangkan kemampuan dan

keterampilan berkomunikasi peserta didik dengan menggunakan bahasa daerah,

serta memupuk tanggung jawab untuk melestarikan salah satu unsur kebudayaan.

Melalui pembelajaran Bahasa Jawa di tingakat Sekolah Dasar SD maupun

Madrasah Ibtidaiyah MI diharapkan dapat mengembangkan apresiasi siswa

terhadap budaya dan bahasa serta nilai-nilai budaya sejak dini. Bahasa Jawa

merupakan identitas dan alat komunikasi bagi sebagian masyarakat Jawa.

Sehingga dengan adanya mata pelajaran Bahasa Jawa siswa dapat mengenal

identitas masyarakat Jawa dari nilai-nilai dan norma yang berlaku.

(13)

mulai usia tingkat dasar diharapkan peserta didik akan dapat memahami serta

menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari serta akan menjadi fondasi yang

kuat bagi sikap berbudaya dan menjaga indentitas di masa yang akan mendatang

Salah satu obyek pembahasan materi Bahasa Jawa yang wajib dipelajari

siswa Madrasah Ibtidaiyah yaitu materi pewayangan. Materi pewayangan menjadi

penting untuk diperhatikan dan diberikan kepada peserta didik, karena menurut

pengamatan penulis materi pewayangan adalah materi. Bahasa Jawa yang

materinya banyak dan juga lumayan sulit untuk dipahami, oleh karena itu mulai

dari pendidikan dasar inilah sebagai langkah awal untuk mengajarkan materi

pewayangan untuk dijadikan bekal pada jenjang pendidikan selanjutnya.

Istilah wayang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan

boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan atau kayu dan sebagainya yang

dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan drama

tradisional (Bali, Jawa, Sunda), biasanya dimaikan oleh seorang dalang.

4

Pewayangan adalah suatu boneka tiruan yang dibuat oleh manusia sebagai sarana

hiburan. bahwa wayang sebenarnya berasal dari daratan India yang mereka bawa

pada saat melakukan perdagangan di Nusantara. Mereka menggunankan wayang

sebagai alat atau sarana penyebar agama Hindu-Budha di Nusantara.

5

Wayang tersebut biasanya berceritakan mengenai kisah hidup para tokoh

pewayangan. Dalam cerita tersebut kita dapat mengambil nilai-nilai positif yang

4

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2012), hlm 1010

5

(14)

diajarkan. Pada zaman dahulu wayang juga digunakan untuk media penyebaran

agama, contohnya agama Hindu dan agama Islam. Sebab pada zaman dulu

wayang merupakan sesuatu yang baru dan masih menarik perhatian orang-orang

Indonesia, karena wayang sejatinya bukan dari Indonesia tetapi dibawa oleh

saudagar India yang mengadu nasib di Indonesia.

Seiring kemajuan zaman wayang mulai ditinggalkan, karena kurang

menarik dan terlalu monoton tampilannya. Sehingga ajaran positif yang terdapat

dalam karakter tokoh pewayangan mulai diacuhkan oleh sebagian masyarakat.

Materi pewayangan dalam pembelajaran bahasa jawa sangatlah luas.

Dalam penelitian ini, materi wayang yang dimaksud adalah materi wayang

Punakawan. Punakawan dalam masyarakat luas maupun pelajaran ialah empat

tokoh yang terdiri dari semar, gareng, bagong dan petrhuk.

Yang menjadi permasalahan selanjutnya yaitu bagaimana format

pembelajaran Bahasa Jawa yang efektif dan efisien bagi anak didik. pembelajaran

pada hakekatnya interaksi peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi

perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Pembelajaran merupakan proses yang

diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam kegiatan belajar

untuk memperoleh dan memproses pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan

pembentukan sikap.

(15)

yang kreatif, imajinatif menguasi materi yang akan disampaikan terlebih dalam

hal sejarah dan berbudaya serta mampu membangkitkan minat belajar siswa

dalam KBM. Denagan mengunakan media pembelajaran agar tercipta suasana

belajar menarik dan menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran yang

diinginkan tercapai sesuai dengan harapan.

Pesrta didik Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo memiliki

karakteristik dan intelegensi maupun hasil belajar (ketuntasan) yang berbeda-beda

atara siswa satu dengan yang lainya. Terdapat siswa dengan karakteristik cepat

hafal, minat tinggi dan intelegensi baik, namun ada juga yang sebaliknya.

Sebagian siswa sulit untuk memahami materi dan beberapa orang siswa ada yang

mengalami daya tangkap dan penguasaan materi pelajaran rendah, motivasi

belajar siswa serta minat belajar siswa rendah. Akhirnya mereka tidak paham

beberapa materi pelajaran Bahasa Jawa khususnya pada materi pewayangan

Punakawan.

(16)

dari siswa

6

. Siswa mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi tokoh wayang

seperti halnya, dalam menyebutkan ciri-ciri tokoh wayang punakawan,

menceritakan sejarah tokoh wayang punakawan dan karakter masing-masing

tokoh pewayangan punakawan.

Siswa juga kurang tertarik dengan cerita pewayangan karena, cerita

pewayangan mereka anggap kuno dan kurang menarik. Diperlukannya variasi

dalam pembelajaran agar siswa lebih tertarik dan termotivasi dalam proses

belajar. Kondisi ini diperparah dengan adanya anggapan bahwa mata pelajaran

Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran yang dinomor duakan, dengan alasan tidak

masuk dalam mata pelajaran yang di ujikan secara nasional.

Hal ini dapat diketahui dari beberapa indikator, antara lain: (a) semangat

belajar siswa dan partisipasi siswa dalam memanfaatkan sarana belajar di sekolah

masih relatif rendah; (b) pada ulangan Semester I masih belum mencapai tingkat

ketuntasan. Banyak faktor penyebab “belum” maksimalnya prestasi belajar siswa;

dan (c) rata-rata tingkat ketuntasan belajar siswa setiap KD pada matapelajaran

Bahasa Jawa baru mencapai 50%.

Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan, karena terbatasnya waktu dan

kemampuan peneliti, maka peneliti perlu membatasi masalah yang akan dibahas

dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Pembatasan masalah dilakukan agar

dalam penelitian ini memperoleh hasil yang maksimal. Penelitiaan menfokuskan

pada media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

. Pada penelitian ini untuk

6

(17)

mengetahui apakah penggunaan media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

akan

dapat mengatasi permasalahan khususnya dalam pembelajaran wayang tokoh

Pandhawa yang terjadi di Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo

Media

pembelajaran

Wayang

Dua

Dimensi

diterapkan

untuk

memperbaiki performansi guru. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap

aktivitas belajar siswa yang nantinya akan berpengaruh juga terhadap hasil belajar

siswa serta pemahaman belajar siswa.

Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan tersebut, tidak cukup

dengan sekedar jawaban yang tidak mempunyai alasan kuat, dalam upaya untuk

mencari jawaban tersebut penulis perlu mengadakan penelitian lapangan yang

berjudul:

“Peningkatan

Pemahaman Tokoh Pewayangan Punakawan Bahasa

Jawa dengan Menggunakan Media Wayang Dua Dimensi Pada Siswa Kelas

V MI Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka

dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

1.

Terdapat kesulitan peserta didik dalam memahami pembelajaran Bahasa Jawa

materi pewayangan punakawan.

2.

Rendahnya minat atau motivasi siswa untuk belajar Bahasa jawa materi

pewayangan punakawan.

(18)

C.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dikemukakan

rumusan masalah sebagai berikut:

1.

Bagaimana penggunaan media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

pada

mata pelajaran Bahasa Jawa materi Wayang Punakawan siswa kelas V Mi

Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo?

2.

Bagaimana peningkatan pemahaman siswa setelah digunakan media

pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

pada mata pelajaran Bahasa Jawa

materi Wayang Punakawan siswa kelas V Mi Miftahul Ulum Kraton Krian

Sidoarjo?

D.

Tujuan Penelitian

Setelah rumusan masalah telah dikemukakan di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.

Untuk mengetahui penggunaan media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

pada mata pelajaran Bahasa Jawa materi Wayang Punakawan siswa kelas V

Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo.

(19)

E.

Manfaat Penelitiaan

Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat diantaranya:

1.

Manfaat bagi peserta didik

a.

Meningkatkan keaktifan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar.

b.

Memberikan alternatif kepada peserta didik untuk mempermudah

pemahaman materi-materi dalam mata pelajaran Bahasa Jawa.

c.

Meningkatkan motivasi belajar siswa dengan adanya media pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

.

2.

Manfaat bagi guru

a.

Meningkatkan kreatifitas guru dalam mengajar dengan menggunakan

media wayang dua dimensi

b.

Menambah pengalaman bagi guru dalam menggunakan media

pembelajran wayang dua dimensi

c.

Sebagai motivasi untuk meningkatkan ketrampilan dalam memilih atau

menentukan strategi, model, serta media pembelajaran

d.

Mampu menghidupkan suasana kelas dengan media pembelajaran wayang

dua dimensi.

3.

Manfaat bagi peneliti

a.

Memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman mengajar

(20)

Hasil penelitian ini dapat di gunakan untuk mengidentifikasi permasalahan

dan mencari solusi serta meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam

upaya meningkatkan kualitas ketrampilan pembelajaran.

F.

Ruang Lingkup

Mengingat luasnya permasalahan yang menyangkut pembelajaran pada

anak, maka penelitian ini diberi ruang lingkup sebagai berikut:

1.

Penggunaan Media Pembelajaran

Wayang Dua Dimensi

Materi

Pewayangan di Mi Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo.

(21)

KAJIAN TEORI

A.

Hakikat Pemahaman

1.

Pengertian Pemahaman

Istilah pemahaman berasal dari akar kata paham yang menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengetahuan banyak, pendapat,

aliran, mengerti benar. Adapun istilah pemahaman ini sendiri diartikan dengan

proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Dalam pembelajaran,

pemahaman dimaksudkan sebagai kemampuan siswa untuk dapat mengerti

apa yang telah diajarkan oleh guru. Dengan kata lain, pemahaman merupakan

hasil dari proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa

pemahaaman adalah suatu proses mental terjadinya adaptasi dan transformasi

ilmu pengetahuan.

1

Seorang siswa dikatakan mampu memahami jika siswa tersebut dapat

menarik makna dari suatu pesan-pesan atau petunjuk-petunjuk dalam soal-soal

yang dihadapinya. Petunjuk-petunjuk soal tersebut dapat berupa komunikasi

dalam bentuk lisan, tertulis, dan grafik (gambar) dalam cara penyajian apapun

juga. Para siswa dapat memahami suatu hal jika mereka menghubungkan

1

(22)

pengetahuan baru yang sedang mereka pelajari dengan pengetahuan yang

sebelumnya telah mereka miliki.

2

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi daripada pengetahuan adalah

pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri

sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah

dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan dari kasus lain. Dalam

Taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada

pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu

ditanyakan sebab untuk dapat memahami perlu terlebih dahulu mengetahui

atau mengenal.

3

Pemahaman sendiri dapat berarti kemampuan seseorang untuk

mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.

Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat

melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami

sesuatu apabila dia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang

lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakankata-katanya sendiri.

4

Pemahaman juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk

menyerap arti dari suatu materi yang dipelajari. Kemampuan memahami dapat

dilihat dari beberapa aspek yaitu seberapa jauh siswa dapat menerima,

menyerap, dan mengingat materi yang telah disampaikan oleh guru maupun ia

2

Suwarto, Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.19 3

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2012), hlm. 24

4

(23)

baca. Siswa akan lebih faham apabila siswa melihat, merasakan maupun

mengalaminya sendiri.

5

Dari pengertian pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa

pemahaman adalah ketika siswa mampu menangkap arti serta mampu

menjelaskan konsep-konsep dari sebuah materi yang telah diajarkan oleh guru

dengan bahasa mereka sendiri tanpa mengubah konteks dari arti yang

sesungguhnya.

Belajar dengan pemahaman

(understanding)

adalah lebih permanen

(menetap) dan lebih memungkinkan untuk ditransferkan, dibandingkan

dengan

rote learning

atau belajar dengan formula. Berbeda dengan teori

Stimulus Respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan

dalam belajar dan mengingat

(retention)

.

6

2.

Strategi Pemahaman

Strategi-strategi

pemahaman

berusaha

membangkitkan

dan

mengembangkan kapasitas-kapasitas para murid menalar serta menggunakan

bukti dan logika. Strategi-strategi ini memotivasi dengan membangkitkan

keingintahuan melalui misteri, masalah/soal, petunjuk, dan kesempatan untuk

menganalisis dan berdebat.

5

Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 6

6

(24)

Bab-bab strategi pemahaman diantaranya:

a.

Membandingkan dan Mengontrakan

(Compare and Contrast)

adalah

sebuah strategi yang digunakan oleh para murid untuk melakukan analisis

komparatif, dengan menggunakan kriteria-kriteria dalam menarik

simpulan-simpulan dan menduga kemungkinankemungkinan sebab dan

akibat.

b.

Membaca untuk Mendapatkan Makna

(Reading for Meaning)

merupakan

sebuah strategi membaca yang menggunakan pernyataan-pernyataan

sederhana dalam rangka membantu para murid menemukan dan

mengevaluasi bukti serta menyusun interpretasi yang saksama.

c.

Pemerolehan konsep

(Concept Attainment)

merupakan suatu “pendekatan

belajar-

mengajar konsep” yang mendalam yang didasarkan pada

pemeriksaan seksama terhadap contoh dan noncontoh.

Misteri

(Mystery)

adalah sebuah strategi yang di dalamnya para murid

menginterpretasikan dari mengorganisasikan petunjuk-petunjuk dalam rangka

menjelaskan situasi penuh teka-teki atau menjawab pertanyaan yang

menantang.

7

3.

Tingkatan Pemahaman

Pemahaman dapat dibedakan kedalam tiga kategori. Tingkat terendah

adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya,

misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, mengartikan

7

(25)

Bhineka Tunggal Ika, mengartikan Merah Putih, menerapkan prinsip-prinsip

listrik dalam memasang sakelar.

8

Tingkat kedua adalah pemahaman tafsiran, yakni menghubungkan

bagian-bagian

terdahulu

dengan

yang

diketahui

berikutnya,

atau

menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan

yang pokok dan yang bukan pokok. Menghubungkan pengetahuan tentang

konjugasi kata kerja, subjek, dan possesive pronoun sehingga tahu menyusun

kalimat

“My friend is

studying,”

bukan

“My friend studying,”

merupakan

contoh pemahaman penafsiran.

Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman

ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat

dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentaang konsekuensi atau dapat

memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas,

perlu disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah

mudah. Penyusun tes dapat membedakan item yang susunanya termasuk

sub-kategori tersebut, tetapi tidak perlu terlarut-larut mempermasalahkan ketiga

perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan anatara pemahaman

terjemahan, pemahaman penafsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk

kepentingan penyusunan soal tes hasil belajar.

9

8

Nana Sudjana, Penilaian..., hlm. 24

9

(26)

Menurut Daryanto dalam buku kemampuan pemahaman berdasarkan

tingkat kepekaan dan derajat penyerapan materi dapat dijabarkan ke dalam

tiga tingkatan, yaitu:

10

a. Menerjemahkan

(translation)

Pengertian menerjemahkan bisa diartikan sebagai pengalihan arti dari

bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Dapat juga dari konsepsi

abstrak menjadi suatu model simbolik untuk mempermudah orang

mempelajarinya. Contohnya dalam menerjemahkan

Bhineka Tunggal Ika

menjadi berbeda-beda tapi tetap satu

.

b. Menafsirkan

(interpretation)

Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah

kemampuan untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan dapat dilakukan

dengan cara menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan

yang diperoleh berikutnya, menghubungkan antara grafik dengan kondisi

yang dijabarkan sebenarnya, serta membedakan yang pokok dan tidak pokok

dalam pembahasan.

c. Mengekstrapolasi

(extrapolation)

Ekstrapolasi menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi

karena seseorang dituntut untuk bisa melihat sesuatu diblik yang tertulis.

Membuat ramalan tentang konsekuensi atau memperluas persepsi dalam arti

waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

10

(27)

4.

Indikator Pemahaman

Instrumen penilaian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep

mengacu pada indikator pencapaian pemahaman konsep. Menurut Depdiknas

menjelaskan bahwa penelitian perkembangan anak didik dicantumkan dalam

indikator dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar. Indikator

tersebut adalah sebagai berikut:

a.

Menyatukan ulang konsep

b.

Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu

c.

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d.

Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

e.

Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep

f.

Mengunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur operasi tertentu

g.

Mengaplikasikan konsep

11

Sebagai Indikator bahwa siswa dapat dikatakan paham terhadap

konsep, dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam beberapa hal. Indikator

tersebut adalah sebagai berikut:

a.

Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan.

b.

Membuat contoh dan noncontoh

c.

Mempresentasikan suatu konsep dengan model, diagram, dan simbol.

11

(28)

d.

Mengubah suatu bentuk representasi ke bentuk lain.

e.

Mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep.

f.

Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syaratsyarat yang

menentukan suatu konsep.

g.

Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

12

Karakteristik soal-soal pemahaman sangat mudah dikenal. Misalnya

mengungkapkan tema, topik, atau masalah yang sama dengan yang pernah

dipelajari atau diajarkan, tetapi materinya, berbeda. Mengungkapkan tentang

sesuatu dengan bahasa sendiri dengan simbol tertentu termasuk ke dalam

pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan hubungan antar unsur dari

keseluruhan pesan suatu karangan termasuk ke dalam pemahaman penafsiran.

Item ekstrapolasi mengungkapkan kemampuan di balik pesan yang tertulis

dalam suatu keterangan atau tulisan.

Membuatkan contoh item pemahaman tidaklah mudah. Cukup banyak

contoh item pemahaman yang harus diberi catatan atau perbaikan sebab

terjebak ke dalam item pengetahuan. Sebagian item pemahaman dapat

disajikan dalam gambar, denah, diagram, atau grafik. Dalam tes objektif, tipe

pilihan ganda dan tipe benar-salah banyak mengungkapkan aspek

pemahaman.

13

12

Ahmad Susanto, Teori..., hlm. 209

13

(29)

5.

Evaluasi Pemahaman

Pembelajaran sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk membuat

siswa belajar, tentu menuntut adanya kegiatan evaluasi. Penilaian dilakukan

untuk mengetahui tingkat keberhasilan (pemahaman) siswa dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan dalam pembelajaran. Penilaian pada proses menjadi

hal yang seyogyanya diprioritaskan oleh seorang guru. Agar penilaian tidak

hanya berorientasi pada hasil, maka evaluasi hasil belajar memiliki sasaran

ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan yang diklasifikasikan menjadi tiga

ranah, yaitu:

14

a.

Cognitive Domain

(Ranah Kognitif), berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan , pengertian, dan

keterampilan berpikir.

b.

Affective Domain

(Ranah Afektif), berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi,

dan cara penyesuaian diri.

c.

Psychomotor Domain

(Ranah Psikomotor), berisi perilaku-perilaku yang

menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan,

mengetik,berenang, dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan

ketiga domain tersebut diantaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar

14

(30)

Dewantoro, yaitu: cipta, rasa, dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah:

penalaran, penghayatan, dan pengamalan. Dari setiap ranah tersebut dibagi

kembali menjadi beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara

hirarkis (bertingkat), mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah

laku yang paling kompleks.

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang

berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan

informasi serta pengembangan keterampilan intelektual. Menurut Taksonomi

Bloom (penggolongan) ranah kognitif ada enam tingkatan, yaitu:

15

1) Pengetahuan, merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif. Menekankan

pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali

informasi-informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan

apa yang telah mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud

berkaitan dengan simbol-simbol, terminologi dan peristilahan, fakta-

fakta, keterampilan dan prinsip-prinsip.

2) Pemahaman

(Comprehension)

, berisikan kemampuan untuk memaknai

dengan tepat apa yang telah dipelajari tanpa harus menerapkannya.

3) Aplikasi

(Application)

, pada tingkat ini seseorang memiliki kemampuan

untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, teori sesuai dengan

situasi konkrit.

15

(31)

4) Analisis

(Analysis)

, seseorang akan mampu menganalisis informasi yang

masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian

yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu

mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah

kondisi yang rumit.

5) Sintesis

(Synthesis)

, seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan

struktur atau pola dari sebuah kondisi yang sebelumnya tidak terlihat, dan

mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk

menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

6) Evaluasi

(Evaluation)

, kemampuan untuk memberikan penilaian berupa

solusi, gagasan, metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok

atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

Ranah afektif berkenaan dengan sikap, terdiri dari lima aspek yaitu

penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.

Sedangkan ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak, ada enam aspek yakni gerakan reflek, keterampilan

gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan

keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

6.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman

(32)

siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajar ketika mereka dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang ditentukan, baik melalui tes-tes yang diberikan guru

secara langsung dengan tanya jawab atau melalui tes sumatif dan tes formatif

yang diadakan oleh lembaga pendidikan dengan baik. Kategori baik ini dilihat

dengan tingkat ketercapaian KKM. Untuk itu pasti terdapat hal-hal yang

melatarbelakangi keberhasilan belajar siswa.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman sekaligus

keberhasilan belajar siswa ditinjau dari segi kemampuan pendidikan adalah

sebagai berikut:

a. Tujuan

Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai

dalam kegiatan belajar mengajar. Perumusan tujuan akan mempengaruhi

kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru sekaligus mempengaruhi

kegiatan belajar siswa. Dalam hal ini tujuan yang dimaksud adalah pembuatan

Tujuan Intruksional Khusus (TIK) oleh guru yang berpedoman pada Tujuan

Intruksional Umum (TIU).

b. Guru

(33)

Dalam keadaan yang demikian ini seorang guru dituntut untuk

memberikan suatu pendekatan atau belajar yang sesuai dengan keadaan

peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mencapai tujuan

pembelajaran yang diharapkan

16

c. Peserta didik

Peserta didik adalah orang yang dengan sengaja datang ke sekolah

untuk belajar bersama guru dan teman sebayanya. Mereka memiliki latar

belakang yang berbeda, bakat, minat dan potensi yang berbeda pula. Sehingga

dalam satu kelas pasti terdiri dari peserta didik yang bervariasi karakteristik

dan kepribadiannya.

17

Hal ini berakibat pada berbeda pula cara penyerapan materi atau

tingkat pemahaman setiap peserta didik. Dengan demikian dapat diketahui

bahwa peserta didik adalah unsur manusiawi yang mempengaruhi kegiatan

belajar mengajar sekaligus hasil belajar atau pemahaman peserta didik.12

d. Kegiatan pengajaran

Kegiatan pengajaran adalah proses terjadinya interaksi antara guru

dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan pengajaran

ini merujuk pada proses pembelajaran yang diciptakan guru dan sangat

dipengaruhi oleh bagaimana keterampilan guru dalam mengolah kelas.

Komponen-komponen tersebut meliputi; pemilihan strategi pembelajaran,

16

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zaini. Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996). Hlm: 126.

17

(34)

penggunaan media dan sumber belajar, pembawaan guru, dan sarana

prasarana pendukung. Kesemuanya itu akan sangat menentukan kualitas

belajar siswa. Dimana hal-hal tersebut jika dipilih dan digunakan secara tepat,

maka akan menciptakan suasana belajar yang PAKEMI (Pembelajaran Aktif

Kreatif Efektif Menyenangkan dan Inovatif).

e. Suasana evaluasi

Keadaan kelas yang tenang, aman dan disiplin juga berpengaruh

terhadap tingkat pemahaman peserta didik pada materi (soal) ujian yang

sedang mereka kerjakan. Hal itu berkaitan dengan konsentrasi dan

kenyamanan siswa. Mempengaruhi bagaimana siswa memahami soal berarti

pula mempengaruhi jawaban yang diberikan siswa. Jika hasil belajar siswa

tinggi, maka tingkat keberhasilan proses belajar mengajar akan tinggi pula.

f. Bahan dan alat evaluasi

Bahan dan alat evaluasi adalah salah satu komponen yang terdapat

dalam kurikulum yang digunakan untuk mengukur pemahaman siswa. Alat

evaluasi meliputi cara-cara dalam menyajikan bahan evaluasi, misalnya

dengan memberikan butir soal bentuk benar-salah

(true-false)

, pilihan ganda

(multiple-choice)

, menjodohkan

(matching)

, melengkapi

(completation)

, dan

essay

. Dalam penggunaannya, guru tidak harus memilih hanya satu alat

(35)

Penguasaan secara penuh (pemahaman) siswa tergantung pula pada

bahan evaluasi atau soal yang di berikan guru kepada siswa. Jika siswa telah

mampu mengerjakan atau menjawab bahan evaluasi dengan baik, maka siswa

dapat dikatakana paham terhadap materi yang telah diberikan.

Faktor lain yang mempengaruhi pemahaman atau keberhasilan belajar

siswa adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal (dari diri sendiri)

1. Faktor jasmaniah (fisiologi) meliputi: keadaan panca indera yang sehat

tidak mengalami cacat (gangguan) tubuh, sakit atau perkembangan yang

tidak sempurna.

2. Faktor psikologis, meliputi: keintelektualan (kecerdasan), minat, bakat,

dan potensi prestasi yang di miliki.

3. Faktor pematangan fisik atau psikis.

b. Faktor eksternal (dari luar diri)

a)

Faktor social meliputi: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

lingkungan kelompok, dan lingkungan masyarakat.

b)

Faktor budaya meliputi: adat istiadat, ilmu pengetahuan,

teknologi,dan kesenian.

(36)

B.

Media Pembelajaran Wayang Dua Dimensi

1.

Pengertian Media Wayang Dua Dimensi

Kata

media

berasal dari bahasa Latin

medius

yang secara harafiah

berarti

tengah

,

perantara

atau „pengantar‟

. Media adalah segala sesuatu

yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima

sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta

perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

18

Salah satu media visual yang sederhana dan dapat digunakan dalam

pembelajaran di SD/MI ialah Wayang. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, merupakan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan atau

kayu dan sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh

dalam pertunjukan drama tradisional (Bali, Jawa, Sunda), biasanya dimaikan

oleh seorang dalang.

19

Dan dua dimensi atau biasa disingkat dengan 2D

adalah bentuk dari benda yang memiliki panjang dan lebar, istilah ini biasanya

di gunakan dalam bidang seni, animasi dan komputer

Media wayang merupakan jenis media visual dua dimensi. Jadi dapat

di simpulkan media wayang dua dimensi adalah boneka tiruan yang terbuat

dari kertas karton atau kulit hewan dan di bentuk sesuai gambar tokoh dalam

18

Azhar Arsyad, Media Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo,2009), hlm. 3 19

(37)

pertunjukan drama tradisional, digunakan untuk meningkatkan kemampuan

memahami siswa dan memperkaya pengetahuan terhadap budaya.

2.

Jenis-Jenis Media Wayang

Dalam bahasa Jawa, wayang berarti „bayangan‟

. Dalam bahasa

Melayu disebut bayang-bayang. Dalam bahasa Aceh: bayeng. Dalam bahasa

Bugis: wayang atau bayang. Dalam bahasa Bikol dikenal kata: baying artinya

„barang‟

, yai

tu „apa yang dapat dilihat dengan nyata‟

. Akar kata dari wayang

adalah yang. Akar kata ini bervariasi dengan yung, yong, antara lain terdapat

dalam kata layang

„terbang‟

, doyong

„miring‟

, tidak stabil; royong

selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain; Poyang-

payingan „berjalan

sempoyongan, tidak tenang

dan sebagainya. Selanjutnya diartikan sebagai

„tidak stabil, tidak pasti, tidak tenang, terbang, bergerak kian

-kemari

. Jadi

wayang dalam bahasa Jawa mengandung pengertian „berjalan kian

-kemari,

tidak tetap, sayup-sayup (bagi substansi bayang-bayang).

Oleh karena boneka-boneka yang digunakan dalam pertunjukkan itu

berbayang atau memberi bayang-bayang, maka dinamakan wayang.

Awayang atau hawayang pada waktu itu berarti „bergaul dengan wayang,

(38)

wayang akhrnya menyebar luas sehingga berarti “pertunjukan pentas atau

pentas dalam arti umu

m

20

Ragam wayang di nusantara menurut S. Haryanto dalam sejarah

pekembangan wayang. Wayang dapat dibagi menjadi 8 jenis yang terdiri dari

beberapa ragam, yaitu

21

:

1. Wayang Beber

Termasuk bentuk wayang yang paling tua usianya dan berasal dari

masa akhir zaman Majapahit di Jawa. Wayang dilukiskan pada gulungan

kertas beserta kejadian-kejadian atau adegan-adegan penting dalam cerita

dimaksud. Pertunjukkannya dilakukan dengan pembacaan cerita dan

peragaan gambar-gambar yang telah dilukiskan

2. Wayang Purwa

Wujudnya berupa wayang kulit, wayang golek, atau wayang wong

(orang) dengan mempergelarkan cerita yang bersumber pada kitab

Mahabaratha atau Ramayana. Istilah purwa itu sendiri dari pendapat para ahli

dinyatakan berasal dari kata „parwa‟

yang merupakan bagian dari cerita

Mahabharata atau Ramayana. Selain itu, di kalangan masyarakat Jawa, kata

purwa sering diartikan pula dengan purba (jaman dahulu). Oleh karena itu,

wayang purwa diartikan pula sebagai wayang yang menyajikan cerita-cerita

jaman dahulu (purwa).

20

Sri Mulyono. Wayang: Asal-usul, Filsafat dan Masa Depannya. (Jakarta: Gunung Agung. 1982) hlm 9.

21

(39)

3. Wayang Madya

Berusaha menggabungkan semua jenis wayang yang ada menjadi

satu kesatuan yang berangkai serta disesuaikan dengan sejarah Jawa sejak

beberapa abad yang lalu sampai masuknya agama Islam di Jawa dan diolah

secara kronologis. Penggabungan tersebut mengakibatkan terciptanya jenis

wayang baru yang menggambarkan dari badan tengah ke atas berwujud

wayang purwa, sedangkan dari badan tengah ke bawah berwujud wayang

gedog. Wayang Madya ini memakai keris dan dibuat dari kulit, ditatah dan

disungging.

4. Wayang Gedog

(40)

5. Wayang Menak

Wayang Menak ini terbuat dari kulit yang ditatah dan disungging

sama halnya seperti wayang kulit purwa. Sedangkan wayang Menak yang

dibuat dari kayu dan merupakan wayang golek disebut Wayang Tengul.

Dalam pementasan wayang menak dijumpai dua macam bentuk wayang,

antara lain yang berupa wayang golek dan kulit.

Bentuk wayang kulit menak ini secara keseluruhan dapat dikatakan

serupa dengan wayang purwa, hanya raut muka wayang-wayang ini hampir

menyerupai raut muka manusia biasa. Tokoh-tokoh wayang dalam cerita

tersebut mengenakan sepatu dan menyandang klewang, sedangkan

tokoh-tokoh raja memakai baju dan keris.

6. Wayang Babad

Merupakan penciptaan wayang baru setalah wayang Purwa, Madya

dan Gedog yang pementasannya bersumber pada cerita-cerita babad

(sejarah) setelah masuknya agama Islam di Indonesia antara lain kisah-kisah

kepahlawanan dalam masa kerajaan Demak dan Pajang. Wayang ini disebut

sebagai wayang Babad atau wayang Sejarah.

7. Wayang Modern

(41)

diciptakanlah wayang baru lagi yang dapat memadai faktor-faktor

komunikasi tersebut

8. Wayang Topeng

Wayang ini ditampilkan oleh seorang penari yang mengenakan

topeng yang diciptakan mirip dengan wayang purwa dengan corak tersendiri

yang disesuaikan sebutan nama daerah tempat topeng tersebut

berkembang.

22

wayang yang digunakan dalam penelitian ini menggunkan wayang dua

dimensi dan tergolong dalam wayang purwa yang berbentuk tokoh

pewayangan punkawan yang merupakn tokoh pewayangan asli dari jawa.

Wayang ini menggunakan bahan karton atau kardus yang ditempeli gambar

tokoh ceritawayang punakawan. Gambar tokoh yang ada dalam cerita

ditempelkan dalam karton atau kardus kemudian dibentuk sesuai dengan

gambar tokoh dalam cerita dan diberi tangkai atau gagang bambu untuk

menggerakkannya.

3.

Manfaat Media Wayang Dua Dimensi

Peran media dalam pembelajaran sangat penting terutama bagi siswa.

Minat dan motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan dengan menggunakan

media pembelajaran yang menarik. salah satu alternatif yang dapat digunakan

adalah wayang. Wayang adalah alat peraga atau alat pembelajaran yang

22

[image:41.612.137.532.235.547.2]
(42)

digunakan guru dalam menyampaiakan materi dongeng yang digerakakan

dengan tangan dan berbentuk gambar.

Media wayang dapat membantu mengembangkan analisis siswa dan

membawanya ke konsep yang abstrak. wayang yang bentuknya menyerupai

tokoh dongeng memudahkan siswa dalam mengetahui watak para tokoh dan

memahami peran setiap tokoh dalam dongeng. selain itu mempermudah siswa

dalam memahami isi dongeng yang telah didengarnya.

23

4.

Cara Membuat Media

Wayang Dua Dimensi

Cara pembuatan media wayang:

1. Siapkan kardus bekas. boleh kardus apa saja asalkan tidak terlalu tebal agar

mudah dipotong;

2. Siapkan kertas karton/ HVS putih. buatlah gambar yang diinginkan

tergantung tema yang diangkat;

[image:42.612.136.531.277.552.2]

3. Warnai gambar sesuai selera, kalau bisa disesuaikan dengan warna objek

gambar aslinya;

4. Potonglah gambar yang telah dibuat;

5. Tempel gambar yang telah dipotong ke kardus yang telah disediakan tadi;

6. Potonglah kardus sesuai bentuk gambar yang dibuat;

7. Terakhir, beri penyanggah gambar bisa berupa kayu sehingga memudahkan

untuk dipegang dan digerakkan.

23

(43)

5.

Kekurangan dan Kelebihan Media Wayang Dua Dimensi

Media wayang merupkan media

yang

dapat membantu

mengembangkan analisis siswa dan membawanya ke konsep yang abstrak.

wayang yang bentuknya menyerupai tokoh dongeng memudahkan siswa

dalam mengetahui watak para tokoh dan memahami peran setiap tokoh dalam

dongeng. selain itu mempermudah siswa dalam memahami isi dongeng yang

telah didengarnya, sehingga penggunaan wayang sebagai media pembelajaran

memiliki beberapa kelebihan. kelebihan tersebut antara lain:

1. Mampu meningkatkan ketrampilan menyimak dongeng.

2. Efesien terhadap waktu, tempat, biaya, dan persiapan.

3. Dapat mengembangkan imajinasi dan aktivitas siswa dalam suasana

gembira.

4. Penggunaan simbol yang sesuai langsung mengenai sasaran serta dapat

mengembangkan suatu ide atau pesan peristiwa secara etis.12

5. Wayang bersifat acceptable artinya, wayang sendiri merupakan bagian

khasanah kebudayaan bangsa.

6. Media yang mudah dibuat, murah dan praktis.

7. Bentuknya unik dan menarik.

8. Mudah penggunaanya.

9. Mengasah kreativitas guru.

(44)

1. Bagi guru yang tidak bisa bersuara keras, hal ini akan menghambat

penyampaian pesan yang ingin disampaikan

2. Menuntut guru untuk lebih kreatif dalam menciptakan bentuk-bentuk

wayang, sehingga bagi guru yang tidak mau mencurahkan kreativitasnya,

hal ini tentu akan menjadi sulit.

3. Menuntut guru untuk bisa totalitas dalam menyampaikan dongeng

4. Guru harus bisa mengendalikan siswa yang ribut disamping menyelesaikan

tugasnya dalam mendongeng, hal ini memerlukan keahlian khusus dan

pribadi guru yang sabar.

C.

Pembelajaran Bahasa Jawa

1.

Pengertian pembelajaran bahasa jawa

Proses pelaksanaan pembelajaran merupakan salah satu peranan

penting bagi keberhasilan pembelajaran. Menurut UU Sisdiknas nomor 20

tahun 2003, pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan guru

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pengajaran

merupakan suatu kegiatan melaksanakan kurikulum suatu lembaga

pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan

yang telah ditetapkan

24

Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan di sebagian

pulau jawa khususnya provinsi Jawa Tengah, DIY, dan provinsi Jawa Timur.

bahasa Jawa memiliki tiga fungsi yaitu sebagai lambang kebanggaan daerah,

24

(45)

lambang identitas daerah, dan alat berhubungan di dalam keluarga masyarakat

daerah.

25

Bahasa Jawa merupakan identitas dan alat komunikasi bagi sebagian

masyarakat Jawa. Sehingga dengan adanya mata pelajaran Bahasa Jawa siswa

dapat mengenal identitas masyarakat Jawa dari nilai-nilai dan norma yang

berlaku.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran bahasa Jawa adalah proses interaksi antara siswa dengan guru

dan sumber belajar dalam suatu lingkungan belajar (sekolah) untuk mencapai

tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan dalam kurikulum muatan lokal bahasa

Jawa. Bahasa Jawa mulai diajarkan di kelas I hingga kelas VI sekolah dasar

dijenjang sekolah dasar.

2.

Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Bahasa Jawa

Terdapat

empat

fungsi

bahasa

yaitu

fungsi

kebudayaan,

kemasyarakatan, perorangan, dan pendidikan. Bahasa Jawa merupakan bagian

dari bahasa daerah yaitu bahasa yang dimiliki dan digunakan di daerah

tertentu atau oleh masyarakat tertentu pula. Bagi pemiliknya, bahasa daerah

dikatakan sebagai bahasa ibu, yaitu bahasa yang diajarkan, dituturkan dan

dikuasai pertama kali sejak lahir.

26

25

Mulyana, Pembelajaran Bahasa dan Sastra Daerah dalam Kerangka Budaya (Yogyakarta: PT Tiara Wacana,

2010), hlm. 233 26

(46)

Salah satu tujuan dalam pembelajaran Bahasa Jawa sesuai dengan

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah mengembangkan

kemampuan dan keterampilan berkomunikasi peserta didik dengan

menggunakan bahasa daerah, serta memupuk tanggung jawab untuk

melestarikan salah satu unsur kebudayaan. Selain itu, siswa mampu

mengapresiasi dan bangga akan potensi daerah yang dimiliki sehingga

tercermin dari sikap spiritual serta karakternya.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Jawa dalam mata

pelajaran Bahasa, sastra, dan Budaya Jawa mempunyai fungsi untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta dapat mengapresiasi

budaya supaya tetap lestari, sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai

kepentingan dalam bermasyarakat. Pembelajaran Bahasa Jawa bertujuan

memperoleh keterampilan dan kemampuan dalam berbahasa, Sastra, dan

Budaya Jawa.

3.

Ruang Lingkup Bahasa Jawa

(47)

Mengacu pada UU Nomor 32 Tahun 2004 pasal 22 berisi tentang

peran Pemerintah untuk melestarikan nilai sosial budaya daerah.

27

Dengan

adanya Undang-undang tersebut salah satu dari potensi lokal etnis Jawa

khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur adalah wayang.

Ruang lingkup materi yang harus dipelajari siswa dalam mata

pelajaran bahasa Jawa di sekolah dasar diantaranya adalah:

(1) cerita wayang;

(2) dongeng hewan;

(3) tembang dolanan;

(4) permaianan tradisional;

(5) unggah-ungguh;

(6) aksara jawa,

(7) cangkriman;

(8) tembang macapat;

(9) geguritan.

Dalam penelitian ini, ruang lingkup yang akan dijadikan fokus penelitian

ialah materi wayang, meliputi: memahami wayang dan menceritakan wayang

(cerita wayang dan silsilah wayang)

27

(48)

4.

Kajian Mengenai Materi Wayang Punakawan

Pada tahun 2003, UNESCO mengumumkan bahwa wayang

merupakan warisan budaya tak benda Indonesia. Hal ini dapat dijadikan

alasan kuat sehingga kurikulum muatan lokal bahasa Jawa DIY memuat cerita

wayang. Cerita wayang mulai diajarkan dari kelas I hingga kelas VI sekolah

dasar dengan materi Punakawan, Pandawa, Ramayana dan Baratayuda.

Keluasan materi yang diajarkan disesuaikan dengan tingkat pemahaman siswa

disetiap jenjang kelas.

Penelitian ini difokuskan pada materi wayang punakawan di kelas V

yang meliputi nama tokoh punakawan, orang tua tokoh punakawan, serta

watak tokoh. Adapun materi wayang punakawan tersebut

5.

Wayang Punakawan

Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka

melambangkan orang rakyat jelata kebanyakan. Karakternya mengindikasikan

bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial,

badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter

Punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk.

1. Semar

(49)

Semar disegani oleh kawan maupun lawan. Semar merupakan tokoh

pewayangan dewa yang berubah wujud menjadi manusia di alam dunia, pada

dasarnya semar adalah putra pertama dari sang hyang tungal dengan istri dewi

rekatawati, atas kehendak sang hyang tunggal yang di jadikan raja tribuwana

adalah putra bungsu bukan putra pertama.

Semar yang tidak terima dan iri hati karena tidak dijadikan raja semar

memiliki pikiran untuk memebunuh saudra bungsunya akan tetapi rencana

tersebut diketahui oleh sang yang tunggal dan semar di turunkan ke bumi

untuk menjadi pamomong manusia di bumi. Semar menjadi tokoh yang

dihormati, namun tetap rendah hati, tidak sombong, jujur, dan tetap mengasihi

sesama. Penuh kelebihan tetapi tidak lupa diri karena kelebihan yang dimiliki.

filosofi: berambut kuncung warna putih, wajahnya seperti bayi namun tua,

tersenyum dan jari tlujuk seperti menunjuk. Sifatnya yang memberi nasihat,

ditak sombong , rendah hati, di hormati dan jujur

2. Nala Gareng

(50)

manusia harus berhati-hati dalam menjalani kehidupan. Tangan yang cacat

menggambarkan manusia bisa berusaha tetapi Tuhan yang menentukan hasil

akhirnya. Mata yang cacat menunjukkan manusia harus memahami realitas

kehidupan

Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di Paranggumi

wayang dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan Prabu

Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari

saudaranya sendiri yaitu Petruk.

Dulunya, Gareng berujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi

dari pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga

selalu menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja

menyelesaikan tapanya, ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang

Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari

hasil perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka

berdua rusak.

(51)

Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta

mengabdi dan minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel, titisan dewa

(Batara Ismaya) itu. Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima

mereka, asal kedua satria itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria

berbudi luhur (Pandawa), dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng

kemudian diangkat menjadi anak tertua (sulung) dari Semar.

Filosofi: Anak pertama Semar, dengan tangan yang cacat, kaki yang

pincang,mata yg juling, melambangkan CIPTA. Bahwa menciptakan sesuatu,

dan tidak sempurna, kita tidak boleh menyerah. bagaimanapun kita sudah

berusaha.apapun hasilnya, pasrahkan padaNya.

3. Petruk

Petruk adalah tokoh punakawan dalam pewayangan Jawa, di pihak

keturunan/trah Witaradya. Petruk tidak disebutkan dalam kitab Mahabarata.

Jadi jelas bahwa kehadirannya dalam dunia pewayangan merupakan gubahan

asli Jawa.

(52)

kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna

menguji kekuatan dan kesaktiannya.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan

Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit, untuk mencoba

kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang

tanding. hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud

aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Smarasanta

(Semar) dan Bagong yang mengiringi Batara Ismaya.

Filosofi: Anak kedua Semar. Dari kegagalan menciptakan Gareng, lahirlah

Petruk. dengan tangan dan kaki yg panjang, tubuh tinggi langsing, hidung

mancung,wujud dari CIPTA, yang kemudian diberi RASA, sehingga terlihat

lebih indah dengan begitu banyak kelebihan

4. Bagong

(53)

Bagong bukan anak kandung Semar. Dikisahkan Semar merupakan

penjelmaan seorang dewa bernama Batara Ismaya yang diturunkan ke dunia

bersama kakaknya, yaitu Togog atau Batara Antaga untuk mengasuh

keturunan adik mereka, yaitu Batara Guru.Togog dan Semar sama-sama

mengajukan permohonan kepada ayah mereka, yaitu Sanghyang Tunggal,

supaya masing-masing diberi teman. Sanghyang Tunggal ganti mengajukan

pertanyaan berbunyi, siapa kawan sejati manusia. Togog menjawab “hasrat”,

sedangkan Semar menjawab “bayangan”.

Dari jawaban tersebut, Sanghyang Tunggal pun mencipta hasrat Togog

menjadi manusia kerdil bernama Bilung, sedangkan bayangan Semar dicipta

menjadi manusia bertubuh bulat, bernama Bagong

(54)

kita, dan memaksimalkan kelebihan kita. karena bagaimanapun kekurangan

dan kelebihan itu tidak bisa kita buang atau kita hilangkan.

28

28

(55)

PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN KELAS

A.

Metode Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara yang dilakukan dalam penyelidikan

suatu masalah untuk mencari bukti dalam penelitian tersebut. Seperti yang

dijelaskan oleh Sumadi Suyabrata, penelitian dilakukan karena ada hasrat ingin

tahu manusia yang berawal dari kekaguman manusia akan alam yang

dihadapinya baik alam besar maupun kecil

1

Dari pengertian tersebut, sudah jelas bahwasanya media penelitian

senantiasa dibutuhkan di dalam suatu penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Tujuan penelitian sendiri

secara umum ada tiga macam, yaitu yang bersifat penemuan, pembuktian, dan

pengembangan.Sedangkan kegunaanya adalah untuk memahami, memecahkan,

dan mengantisipasi masalah.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikemukakan bahwa, media

penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan

data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan

suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk

1

(56)

memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang

pendidikan.

2

Media penelitian yang digunakan adalah

classroom action researc

h atau

penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini memadukan antara

penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau

perspektif partisipan Sedangkan penelitian kuantitatif menggunakan data berupa

angka-angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang ingin

kita ketahui.

odel penelitian tindakan kelas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah model Kurt Lewin yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: a) perencanaan

(

planning

), b) tindakan

(acting)

, c) pengamatan

(observing)

, dan d) refleksi

(

reflecting

). Hubungan keempat tahapan tersebut dipandang sebagai siklus yang

dapat digambarkan sebagai berikut:

2

(57)

PTK Model Kurt Lewin

Secara keseluruhan, empat tahapan dalam bentuk PTK tersebut

membentuk suatu siklus PTK. Untuk mengatasi suatu masalah, mungkin

diperlukan lebih dari satu siklus. Siklus-siklus tersebut saling terkait dan

berkelanjutan. Siklus kedua, dilaksanakan bila masih ada hal-hal yang kurang

berhasil di siklus pertama. Siklus ketiga, dilaksanakan karena siklus kedua belum

mengatasi masalah, begitu juga silkus-siklus berikutnya.

Sebelum melakukan PTK, peneliti melakukan observasi awal untuk

melakukan identifikasi masalah. Setelah judul perencanaan kegiatan

Refleksi

Perencanaan

Planning

Tindakan

Acting

Pengamatan

Refleksi

Reflecting

Perencanaan

Tindakan

Acting

Pengamatan

(58)

pembelajaran berbasi PTK di rumuskan dilanjutkan dengan langkah-langkah

berikut yang sesuai dengan model Kurt Lewin.

3

1. Menyusun perencanaan (

Planning

). Pada tahap ini, kegiatan yang harus

dilakukan adalah [1] membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); [2]

mempersiapkan fasilitas dari sarana pendukung yang diperlukan di kelas; [3]

mempersiapkan instrumen untuk merekam dan menganalisis data mengenai

proses dan hasil tindakan.

2. Melaksanakan tindakan (

Acting

). Pada tahap ini yaitu melaksanakan tindakan

yang telah dirumuskan pada RPP dalam situasi yang aktual, meliputi kegiatan

awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup.

3. Melaksanakan pengamatan (

Observing

). Pada tahap ini yang harus dilakukan

adalah [1] mengamati perilaku peserta didik dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran; [2] memantau kegiatan diskusi/ kerja sama anta peserta didik

dalam kelompok; [3] mengamati pemahaman setiap peserta didik terhadap

penguasaan materi pelajaran yang telah dirancang sesuai tujuan PTK.

4. Melakukan refleksi (

Reflecting

). Pada tahap ini yang harus dilakukan adalah

[1] mencatat hasil observasi; [2] mengevaluasi hasil observasi; [3]

menganalisis hasil pembelajaran; [4] mencatat kelemahan-kelemahan untuk

dijadikan bahan penyusunan rancangan siklus berikutnya, sampai tujuan PTK

dapat tercapai.

3

(59)

B.

Setting Penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian dilakukan di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum pada kelas

V. Penelitian ini terletak di Desa kraton, Kecamatan krian Sidoarjo Jawa

Timur.

2. Karakteristik Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah MI

Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo Tahun Pelajaran 2016-2017 dengan

jumlah siswa sebanyak 19 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 10

siswa perempuan. Adapun lingkungan fisik dan sosial di Madrasah Ibtidaiyah

Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo adalah menengah kebawah. Dalam

kemampuan akademik siswa cukup. Latar belakang ekonomi wali murid

kebanyakan lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah

Menengah Atas) yang sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik dan

pegawai swasta. Siswa di kelas V cenderung pasif dalam proses belajar

mengajar.

C.

Variabel Yang Di Teliti

(60)

1. Variabel Input : Siswa Kelas V MI Miftahul Ulum Kraton Krian Sidoarjo

2. Variabel Proses : Penggunaan Media

Wayang Dua Dimensi

3. Variabel Output: Peningkatan Pemahaman Materi Tokoh pewayangan

D.

Rencana Tindakan

Pada rencana tindakan penelitian, peneliti memilih dan menggunakan

model Kurt Lewin yakni, 1) pelaksanaan, 2) perencanaan, 3) pengamatan, 4)

refleksi, karena pada penggunaan media

Wayang Dua Dimensi

masih terdapat

kekurangan, maka dilakukan pengulangan kembali dan diadakannya

perbaikan-perbaikan pada siklus siklus selanjutnya sampai tujuan yang diinginkan peneliti

tercapai.

Jika pada penerapan media

Wayang Dua Dimensi

pada siklus pertama

dan siklus kedua belum berhasil, maka peneliti akan melanjutkan dengan

siklus-siklus selanjutnya.

Siklus 1

1. Perencanaan

(61)

2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, peneliti melaksanakan pembelajaran dengan

penerapan media

Wayang Dua Dimensi

. Pada tahap

Gambar

gambar tokoh dalam cerita dan diberi tangkai atau gagang bambu untuk
gambar aslinya;
TABEL 4.1 NILAI SISWA SIKLUS I
TABEL 4.2 NILAI SISWA SIKLUS II
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari data di atas menunjukkan bahwa hipotesis dapat diterima karena telah terbukti bahwa adanya analisis yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan

Pengendalian gulma di piringan secara manual di Gunung Kemasan Estate dilakukan dengan menggaruk piringan untuk membersihkan piringan dari anakan sawit, brondolan busuk,

Hasil Wawancara dengan Ibu Nur Azizah Selaku pembeli atau pelangan hasil budidaya ikan tambak, wawancara dilakukan tgl.. Indramanyu, Subang, Sumedang, Bandung, Sukabumi, Bogor

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Hubungan Caregiver Self-efficacy dengan

Identifikasi natrium alginat secara kualitatif memberikan hasil yang positif terhadap semua perlakuan, rendemen natrium alginat tertingi adalah 16,63% dengan konsentrasi pemutih

Hasil pelaksanaan Kegiatan PPM ini menghasilkan (1) Pemahaman guru- guru bahasa Prancis terhadap Lesson Study meningkat dari sebelum pelatihan LS dan sesudah mereka

Menurut Gagne, Wager, Goal, & Keller [6] menyatakan bahwa terdapat enam asusmsi dasar dalam desain instruksional. Keenam asumsi dasar tersebut dapat dijelaskan