ANALISIS SAD AL DHARI>‘AH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI KNALPOT BRONG DI DESA MERGOSARI KABUPATEN SIDOARJO
SKRIPSI
Oleh Uswatun Hasanah
NIM. C72213174
Universitan Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Ekonomi Islam Prodi Muamalah Surabaya
PERSETUruAI{ PEMBIMBING
Skripsi yang ditulis oleh Uswatun Hasanab Nfrvlc722l3l74 ini sudah diperiksa dan diset ujui trntuk dimuraqasahkan.
Surabay4 14
Jwi20l7
Dosen Pembimbing
Dr. H. Moharnmad Adf, L.C.,M.A.
ABSTRAK
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil judul Analisis Sad al dhari>‘ah terhadap praktikjual beli knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Bagaimana praktik jual beli knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo? (2) Bagaimana analisis Sad al dhari>‘ah terhadap praktik jual beli knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo?
Jenis penelitian ini adalah penelitian field research (penelitan lapangan).Dengan pendekatan deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara beseta dokumentasi secara langsung yakni dengan cara mengumpulkan data dan melakukan pengamatan beserta pencatatan yang secara sistematis terhadap subyek penelitian. Kemudian dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif, yaitu dengan menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal mengenai teori Sad al dhari>‘ahdan konsep jual beli.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam proses jual beli knalpot brong pembeli bisa langsung ke toko atau bengkelnya langsung. Mayoritas pembeli adalah para remaja yang menyukai herex atau sekedar gaya-gayaan saja atau iseng.Penjual knalpot brong meningkat pada bulan tertentu seperti musim panen atau pergantian tahun baru.Dalam hal orang yang berakad, jual beli knalpot brong telah sesuai dengan rukun dann syarat jual beli.Namun dalam hal obyek jual beli (ma’qu>d alaih) perlu dianalisis dengan Sad al dhari>‘ah. Praktik jual beli knnalpot brong yang diperjualbelikan lebih banyak membawa kemud}aratan dari pada kemaslahatannya. Manfaat knalpot bronng hanya sebagai sarana menyalurkann hobby dan sebagai penghasilan tambahan bagi penjualnya.Sedangkan mudharatnya sangat banyak, diantarannya yaitu menganggu masyarakat, mempercepat kerusakan mesin motor, bahan bakar lebih boros, menjadi incaran polisi, dan sebagai ajang taruhan ketika balapan.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM
PERNYATAAN KEASLIAN ... i
PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
MOTTO ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TRANSLITRASI ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10
C.Rumusan Masalah ... 11
D.Kajian Pustaka ... 11
E.Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
G.Definisi Operasional ... 14
H.Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 21
BAB II JUAL BELI DAN SAD AL DHARI>‘AH ... 23
1. Jual Beli ... 23
A. Pengertian jual beli ... 23
B. Dasar Hukum jual beli ... 26
C. Rukun jual beli ... 28
E. Jual beli yang dilarang dalam Islam ... 34
2. Sad Al Dhari>‘Ah ... 40
A. Pengertian ... 40
B. Dasar Hukum Sad Al Dhari>‘Ah ... 43
C. Obyek Sad Al Dhari>‘Ah ... 44
D. Macam-Macam Sad Al Dhari>‘Ah ... 45
E. Kedudukan Sad Al Dhari>‘Ah ... 48
BAB III PRAKTIK JUAL BELI KNALPOT BRONG DI DESA MERGOSARI KABUPATEN SIDOARJO DAN DAMPAK PENGGUNAAN KNALPOT BRONG ... 51
A. Sejarah Praktik Jual Beli Knalpot Brong Di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo 51 B. Praktik beserta dampak jual beli Knalpot Brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo ... 54
... 1. Praktik Jual Beli Knalpot Brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo ... 54
2. Dampak Penggunaan Knalpot Brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo . 62 BAB IV ANALISIS DATA ... 74
A. Analisis Terhadap Praktik Jual Beli Knalpot Brong Di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo ... 74
B. Analisis Jual Beli Knalpot Brong Di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo Dalam Konteks Sad Al Dhari>‘Ah ... 78
BAB V PENUTUP ... 89
A. Kesimpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama adalah pedoman hidup yang diberikan oleh Allah kepada umat
manusia, agar kehidupan mereka di dunia menjadi sejahtera dan mereka
selamat kelak dalam kehidupan akhirat. Pedoman tersebut diturunkan dalam
bentuk wahyu, yang karena berasal dari Allah yang diyakini sebagai dzat yang
Maha Besar, maka para pemeluk agama memperlihatkan ketaatan yang tinggi
terhadap ajaran agama mereka.1
Islam merupakan agama yang universal karena permasalahan yang
dibahas menyeluruh pada sendi kehidupan. Islam adalah agama yang sempurna
(komprehensif) yang mengatur aspek kehidupan manusia, baik akidah, ibadah,
akhlak maupun mu‘a>malah. Salah satu ajaran yang sangat penting adalah
dalam bidang mu‘a>malah/iqtis}a>diyah (ekonomi Islam). Pembahasan dalam
Islam meliputi semua aspek dalam kehidupan manusia. Namun manusia itulah
yang kurang memerhatikan dan kurang mendalami intisari dari al-Qur’an dan
al-Sunah, sehingga beranggapan bahwa Islam hanya terkait dengan masalah
ritual saja.2
2
Beberapa tahun ini sering kita jumpai klub-klub motor seperti klub
motor R15, klub motor Ninja, klub motor Honda dan lain-lainnya ataupun
single rider. Dan fenomena pada zaman sekarang ini banyak masyarakat
khususnya para remaja yang menggunakan knalpot brong, dimana pemakaian
knalpot brong memang sering terlihat di Kota maupun di Desa-desa. Bunyi
yang dikeluarkan dari knalpot brong membuat beberapa masyarakat merasa
terganggu dengan suara bising dari knalpot brong tersebut yang merupakan
polusi suara yang apabila terlalu sering mendengar suara bising dari knalpot
brong dapat merusak telinga atau pendengaran manusia.
Dengan adanya anak-anak remaja yang menggunakan knalpot brong
tersebut apabila berada dijalanan mereka seenaknya sendiri jika mengendari
motor dikarenakan pemakaian knalpot brong dapat meningkatkan kecepatan
dalam berkendara sehingga banyak masyarakat yang khususnya anak-anak
remaja sekarang ini beralih atau mengganti knalpot standarnya dengan knalpot
brong.3 Perilaku meresahkan yang dapat meresahkan selain dapat mengganggu
telinga atau pendengaran (polusi suara) dari knalpot brong, yang mana cara
mengendarainya juga ugal-ugalan, zig-zag, kebut-kebutan seenaknya sendiri
tanpa memperdulikan pengendara motor lainnya padahal hal tersebut dapat
membahayakan pengendara motor lainnya. Disisi lain penggunaan motor
dengan knalpot brong yang bising yang tidak memenuhi standar penggunaan
3
peraturan kepolisian khususnya mengenai LLAJ dapat ditilang oleh pihak
kepolisian.
Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, sehingga di
dalam kehidupan sehari-hari perlu berhubungan dengan manusia lain. Supaya
mereka dapat saling tolong menolong, tukar menukar, kebutuhan dan
keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing baik dengan
jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, bercocok tanam atau dalam hal
yang lain, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan atau
kemanfaatan umum dan kepentingan bersama.4 Setiap kegiatan manusia
tersebut sudah diatur oleh agama Islam yang tertulis dalam kitab suci
al-Qur’an, yang dinamakan dengan fiqh mu‘a>malah.
Fiqh mu‘a>malah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti
dan ditaati oleh manusia dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga
kepentingan manusia.5 Sedangkan definisi lain muamalah adalah aturan-aturan
(hukum-hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan
urusan duniawi dalam pergaulan siosial.6 Satu hal yang harus dicatat, meskipun
bidang muamalah langsung menyangkut pergaulan hidup yang bersifat
duniawi, nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan. Ini berarti bahwa pergaulan
hidup duniawi itu akan mempunyai akibat-akibat di akhirat kelak. Nilai-nilai
agama dalam bidang muamalah itu dicerminkan oleh adanya hukum halal dan
4Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (Terjemah Kamaludin A.Marzuki) Jilid 11 (Bandung: PT.Alma’arif, 1987), 19.
5 Abdul Rahman Ghazaly, Dkk, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 3.
4
haram yang harus diperhatikan. Misalnya, akad jual beli adalah muamalah yang
halal. Akad utang piutang dengan riba adalah mu‘a>malah yang haram dan
sebagainya.7
Seperti yang terjadi pada zaman sekarang ini, peran manusia sebagai
makhluk sosial untuk saling membantu sangatlah dibutuhkan, terutama di
dalam masalah ekonomi masyarakat. Kebutuhan adalah senilai dengan
keinginan. Keinginan ditentukan oleh konsep kepuasan. Dalam perpektif
Islam kebutuhan ditentutkan oleh konsep mas{lahah. Pembahasan konsep
kebutuhan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari kajian perilaku konsumen
dari kerangka maqa>sid al-shari<’ah (tujuan syariah). Tujuan syariah harus dapat
menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam. Tujuan syari’ah Islam
adalah tercapainya kesejahteraan umat manusia (mas{lahat al-‘ib<ad). Oleh
karena itu, semua barang dan jasa yang memiliki mas{lahah akan dikatakan
menjadi kebutuhan manusia.8
Pada prinsipnya segala bentuk mu‘a>malah dilakukan atas dasar
pertimbangan mendatangkan maslahah, sedangkan yang merusak hidup dan
mendatangkan madarat bagi banyak orang dan dibiarkan begitu saja, maka itu
tidak dibenarkan oleh syariah. Hal ini menimbulkan dalil Al-qur’an yang bisa
menghubungkan dengan kejadian ini, yakni terdapat pada surat An-nisa’ 29:
7 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Yogjakarta: UII Yogjakarta, 2004), 13.
5 اَ ُيأٓ َيَ ٱ َ يَِذ ِب ُكَنۡيَب ُكَلَٰوۡمَأ ْآ ُ ُكۡ َت ََ ْا ُنَماَء ٱ ِلِطٰ َبۡل َٰجِت َن ُكَت نَأ َِٓإذ َ ََو ۚۡ ُكنِ م لضاَرَت َع ًةَر ذنِإ ۚۡ ُك َسُفنَأ ْآ ُ ُتۡقَت ٱ َ ذّ ام يِحَر ۡ ُكِب َنََ ٢٩
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela antaramu”.9
Para ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mencukupi kebutuhan dirinya tanpa bantuan
orang lain.10 Namun yang menjadi permasalahan ketika jual beli tersebut
sudah sesuai dengan asas suka sama suka, akan tetapi setelah melakukan jual
beli tersebut ternyata mengandung perbuatan yang mengakibatkan pada
hal-hal yang menuju kerusakan. Seperti yang telah dijelaskan dalam kaidah fiqh:
ِحِل اَصَمْلا ِبْلَج ْنِم ئَل ْو َا ِدِس اَفمْلا ُء ْر َد
َدَسْفمْلا ُحْف َد َم َدَق ُةَحَلْصَم َو ُة َدَسْفَم َض اَعَ ت َذ ِاَف
اًبِل اَغ ِة
Artinya: “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan, dan apabila berlawanan antara mafsadah dan maslahah, makasecara umum didahulukan yang menolakmafsadah.”11
Secara garis besar tujuan syariah adalah untuk kemaslahatan
(kebaikan) umat manusia di dunia dan di akhirat baik dengan menarik
manfaat maupun mencegah adanya kerusakan. Dengan demikian, Sad Al
Dhari>‘ah berarti menutup jalan yang mencapaikan kepada tujuan. Dalam
9 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: PT.Syamil Cipta Media, 2008), 83.
10Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu‘amalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 75.
6
kajian ushul fiqh, sebagaimana dikemukakan Abdul Karim Zaidan, Dalam
firdaus Sad Al Dhari>‘ah adalah menutup jalan yang membawa kepada
kebinasaan atau kejahatan.12 Dan terdapat di Al-Qur’an yang menjelaskan
tentang larangan mengganggu antara sesama kaum muslim yakni terdapat
pada surat Al-Ahzab ayat 58:
َوٱ َ يَِذ َنوُذۡ ُي ٱ َيِنِمۡ ُۡل َو ٱ ِتٰ َنِمۡ ُۡل اَم ِ َۡۡغِب ٱ ْا ُب َسَتۡك ِدَقَف ٱ ْا ُ َ َتۡح امنيِبُم ام ۡثِ امنٰ َتۡ ُب ٥٨
Artinya: “Dan sesungguhnya orang-orang yang mengganggu atau menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan dengan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka mereka telah memikul
kebohongan dosa yang nyata.”13
Seperti halnya ketetapan hukum, ketetapan dzariah khususnya Sad Al
Dhari>‘ah. Menurut Imam Asy-Syatibi mendefinisikanSad al dhari>‘ah:
َسْفَم ََِا ُةَحَلْصَم اَِِ ُلىّص َوَ تلا
ة َد
Artinya:“Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung
kemaslahatan menuju kepada suatu kemafsadatan”.14
Secara umum Sad Al Dhari>‘ah adalah melakukan pekerjaan yang
semula mengandung unsur kemaslahatan untuk menuju suatu kemafsadatan.
Maksudnya adalah seseorang melakukan suatu pekerjaan yang pada dasarnya
diperbolehkan karena mengandung kemaslahatan tetapi tujuan yang akan
dicapai berakhir pada yang mengandung kemafsadatan. Dan salah satu bentuk
muamalat yang disyariatkan oleh Islam adalah jual beli. Jual beli merupakan
12 Firdaus, Ushul Fiqh (Jakarta: Zikrul), 119.
7
salah satu bentuk ibadah dalam mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan
hidup yang tidak akan terlepas dari hubungan sosial.
Bai’adalah suatu pertukaran antara suatu komoditas dengan uang atau
antara komoditas dan komoditas yang lain.15 Sedangkan definisi lain jual beli
adalah tukar menukar harta dengan jalan suka sama suka. Atau memindahkan
kepemilikan dengan jalan adanya perniagaan, dengan prinsip tidak melanggar
syariah.16 Jual beli yang baik sesuai syariat adalah jual beli yang tidak
mengandung unsur penipuan, kekerasan, kesamaran, merugikan salah satu
pihak dan riba. Definisi lain tentang jual beli adalah tukar menukar harta
dengan tujuan kepemilikan secara suka sama suka, menurut cara yang
diperbolehkan oleh syara’.17 Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami
bahwa inti jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan syariah dan disepakati.
Adapun cara-cara jual beli yang dianjurkan dalam Islam agar tidak
merugikan orang lain. Membolehkan sesuatu yang dilarang dan melarang
sesuatu yang dibolehkan dalam jual beli sesuai dengan syariah merupakan hal
yang sangat penting dalam menetapkan hukum bagi Islam, demi menciptakan
berbagai kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan dan keburukan seperti
kaidah fiqh:
15 Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah:Produk-Produk Dan Aspek-Aspek Hukumnya (Jakarta: Prenadamedia Group, 2014), 185.
8
ْو مٌا ر َنْي م لْسٌملا ْو مْحَم
ةَل ئلَع
ة ح صلا
Artinya: “Segala urusan umat Islam harus membawa kepada hal-hal
yang baik”.18
Maka dari kaidah ini dapat disimpulkan bahwa, kepentingan umat
Islam meskipun tujuannya yang baik, jika dampaknya dapat meresahkan
terhadap kepentingan umum yang lebih besar maka hukumnya tidak boleh.
Pelaksanaan jual beli knalpot brong tersebut dengan menyebutkan bahan, jenis,
model tekukan-tekukan las knalpot yang dibentuk, saringan udara, gas buang
atau suara yang dikeluarkan dari knalpot brong tersebut dan biasanya pembeli
bisa menghubungi produsennya atau datang langsung ke toko atau bengkel
yang ada di sekitar daerah Krian, Mojosari, dan Sepanjang Sidoarjo dengan
harga yang murah dan bisa nego atau ditawar langsung pada penjual.
Ada batasan harga yang ditawarkan dari knalpot brong tersebut
tergantung dari bentuk dan gas buangnya yang akan dihasilkan minimal harga
dari knalpot brong tersebut tersebut sekitar Rp.200.000 hingga Rp 800.000.19
Dengan adanya penggunaan knalpot brong yang digunakan pada motor-motor
anak muda zaman sekarang ini sangatlah mengganggu yang pada dasarnya
penggunaan knalpot brong tersebut untuk melampiaskan hobby racingnya atau
sekedar bergaya-gayaan saja, bahkan yang hanya iseng-iseng saja. Masyarakat
yang berumur lanjut usia di Desa Mergosari, mengungkapkan bahwa
keberadaan penggunaan knalpot brong yang digunakan pada motor-motor anak
18 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh 1 (Pamulang Timur: Logos Publishing House, 1996), 161.
9
muda zaman sekarang ini sangatlah mengganggu yang pada dasarnya
penggunaan knalpot brong tersebut untuk melampiaskan hobby racingnya atau
sekedar bergaya-gayaan saja.20 Yang artinya dari penggunaan knalpot brong
tersebut ada yang merasa terganggu dengan suara bising, yang banyak
dirasakan oleh masyarakat yang sudah berumur diatas 55-70 (lansia),
sedangakan masyarakat yang masih muda-muda ada yang merasa terganggu
pula dengan adanya knalpot brong tersebut dan sebaliknya ada yang merasa
suka atau tidak terganggu dengan penggunaan knalpot brong dengan suara
bising yang sangat mengganggu telinga. Akan tetapi mayoritas masyarakat di
Desa Mergosari sangatlah tidak nyaman dengan adanya suara bising yang
ditimbulkan dari knalpot brong tersebut.21 Hal seperti ini patutnya diperhatikan
karena bermuamalat, tidak hanya ketentuan-ketentuan Islam harus terpenuhi,
tetapi juga adanya pemenuhan hak-hak keadilan dengan menciptakan
kenyamanan bagi masyarakat perdesaan.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka penulis tertarik
untuk membahas permasalahan yang terjadi dan diangkat menjadi sebuah
topik penelitian ilmiah, yang berjudul “Analisis Sad Al Dhari>‘Ah Terhadap
Praktik Jual Beli Knalpot Brong Di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo”.
10
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pemaparan yang ada pada latar belakang
masalah di atas, penulis mengidentifikasikan beberapa masalah yang
muncul dari kegiatan jual beli knalpot brong sebagai berikut:
a. Praktik jual beli knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten
Sidoarjo.
b. Analisis Sad al dhari>‘ahterhadap jual beli knalpot brong di Desa
Mergosari Kabupaten Sidoarjo.
2. Batasan Masalah
Agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok
permasalahan yang sebenarnya, maka penulis memberi pembatasan
masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
memberikan batasan yaitu:
a. Praktik jual beli knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten
Sidoarjo.
b. Analisis Sad al dhari>‘ah terhadap jual beli knalpot brong di
Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
11
1. Bagaimana praktik jual beli knalpot brong di Desa Mergosari
Kabupaten Sidoarjo?
2. Bagaimana analisis Sad al dhari>‘ah terhadap praktik jual beli
knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka ini bertujuan untuk memperoleh suatu gambaran
yang memiliki hubungan topik yang akan diteliti dari beberapa penelitian
terdahulu yang sejenis atau memiliki keterkaitan, sehingga tidak ada
pengulangan penelitian atau duplikasi dari kajian penelitian tersebut. Dalam
penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan beberapa penelitian
terkait dengan jual beli knalpot brong. Diantaranya:
Pertama penelitian yang dilakukan oleh saudari Himma tanuriyah,
Hukum Ekonomi Syariah 2016, dengan skripsi yang berjudul Analisis Sadd
Dhari>‘Ah Terhadap Jual Beli Kredit Baju Pada Pedagang Perorangan Di
Desa Patoman Rogojampi Banyuwangi skripsi ini membahas masyarakat
yang melakukan transaksi jual beli pada pedagang perorangan dengan sistem
kredit yang tidak ditentukan jangka waktunya dalam sistem pelunasan
pembayarannya sehingga timbul banyak kesalahpahaman dan dapat
merengganggkan silaturrahmi antar sesama masyarakat.22
Kedua penelitian yang dilakukan oleh saudari Ni’matul Jannah,
Hukum Ekonomi Syariah 2016, dengan skripsi yang berjudul Analisis Sadd
12
Adh-Dhari>‘Ah Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana
Peribadatan Orang Khonghuchu Di Kelurahan Rangkah Kecamatan
Tambaksari Surabaya skripsi ini membahas tentang jual beli kerajinan
tangan yang digunakan sebagai sarana peribadatan orang khonghuchu yang
pembeliannya dapat dilakukan pemesanan terlebih dahulu untuk dengan
mengirim gambar via online kemudian baru membicarakan masalah harga
sesuai apa yang telah dipesan.23
Ketiga penelitian yang dilakukan oleh saudari Nurul Mufidah,
Hukum Ekonomi Syariah 2016, dengan skripsi yang berjudul Tinjauan Sadd
Adh-Dhari>‘Ah Terhadap Praktik Jual Beli Kondom Secara Bebas Di
Alfamart Cabang Bolodewo, dimana skripsi ini membahas barang yang
diperjual belikan tersebut adalah kondom yang dijual secara bebas yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar alfamart cabang Bolodewo secara bebas
atau tanpa adanya batasan-batasan tertentu untuk membeli barang
tersebut.24
Dalam berbagai uraian judul skripsi dan tulisan-tulisan sebelumnya,
dapat dikatakan bahwa pada penelitian ini berbeda dari yang pernah ada.
Dalam penelitian ini fokus dan mengkaji tentang jual beli knalpot brong yang
dapat mengganggu masyarakat pada umumnya dan pada khususnya bagi
lansia (lanjut usia) di desa Mergosari kabupaten Sidoarjo dengan
menggunakan Analisis Sad al dhari>‘ah Terhadap Praktik Jual Beli Knalpot
23Ni’matul Jannah, “Analisis Sadd Adh-Dzari’ah Terhadap Jual Beli Kerajinan Tangan Sebagai Sarana Peribadatan Orang Khonghuchu Di Kelurahan Rangkah Kecamatan Tambaksari
Surabaya”, (skripsi--UIN Sunan Ampel, 2016).
13
Brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo. Dengan menggunakan metode
deskriptif analisis yaitu menjelaskan atau menguaraikan teori jual beli yang
bersifat umum untuk kemudian dianalisis dengan hasil penelitian. Dengan
demikian, maka sudah jelas bahwa penelitian ini bukan merupakan duplikasi
atau pengulangan dari peneliti terdahulu.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka dalam melakukan
penelitian ini penulis memiliki tujuan:
1. Untuk mengetahui praktik jual beli knalpot brong di Desa
Mergosari Kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui analisis sad al dhari>‘ah terhadap praktik jual
beli knalpot brong di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo.
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunanaan, baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara umum, kegunaan penelitian yang
dilakukan penulis ini dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu:
1. Dari Tinjauan Teoritis – Akademis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas
wawasan ilmu pengetahuan di bidang hukum Islam terutama pada
bidang mu‘a>malah terkait dengan transaksi jual beli dalam
14
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi
peneliti berikutnya yang memiliki minat pada tema yang sama dan
dapat digunakan sebagai dasar rujukan dan sebagai upaya
menyelesaikan permasalahan dalam bermuamalat seperti jual beli
knalpot brong.
3. Kegunaan untuk Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
yang lebih mendalam kepada masyarakat dalam melakukan berbagai
macam kegiatan ekonomi yang sesuai dengan syariat Islam.
G. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami beberapa istilah yang
ada di dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan atau definisi
dari beberapa istilah sebagai berikut:
1. Sad al dhari>‘ah adalah menutup jalan atau menghambat jalan.
Maksudnya yaitu menutup jalan atau menyumbat jalan yang mana jalan
itu pada awalnya diperbolehkan, tetapi untuk kedepannya itu
membawa kepada suatu kerusakan. Sehingga dalam hal ini perlu
ditutup atau dicegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
Misalnya jual beli knalpot brong dimana jual beli itu diperbolehkan,
15
telinga atau pendengaran yang dapat mengganggu manusia atau
linkungan disekitar.
2. Jual beli adalah memberikan sesuatu benda atau barang untuk
dimiliki dengan mendapatkan ganti sebagai imbalan, yang
didasarkan saling rela dengan cara yang dibenarkan oleh agama.
Dalam hal ini yang dimaksud benda dalam obyek jual beli adalah
knalpot brong.
3. Knalpot brong adalah salah satu onderdil motor yang digunakan pada
motor-motor racing. Dimana saluran pembuangan pada kendaraan
bermesin yang berfungsi menyalurkan gas buang, namun dirancang
atau didesain khusus untuk mengedepankan performa mesin mulai
dari panjang leher, diameter, dan tekukan-tekukan serta
komponen-komponennya.
H. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu penelitian terhadap
pelaksanaan jual beli knalpot brong. Adapun dalam metode penelitian yang
digunakan yaitu:
1. Data yang dikumpulkan
Data adalah bahan keterangan tentang seuatu objek uraian-uraian,
bahkan dapat berupa cerita pendek.25 Berdasarkan rumusan seperti yang
16
telah dikemukakan di atas, maka data yang akan dikumpulkan adalah
sebagai berikut:
1) Data tentang jual beli knalpot brong.
2) Data tentang dampak negatif pada penggunaan knalpot brong
tersebut.
Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
pendekatan secara kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau
melukiskan keadaan subyek atau obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta
yang nampak sehingga dapat diterima oleh akal sehat manusia.26
2. Sumber Data
Sumber data adalah sumber data yang akan digali oleh penulis baik
secara primer maupun sekunder. Pada dasarnya penelitian ini merupakan
penelitian yang bersumber lapangan yang mana langsung meneliti
ditempat kejadian melalui proses yaitu wawancara. Adapun sumber data
yang dibutuhkan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Sumber primer adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
memperoleh data-data yang berkaitan langsung dengan objek
penelitian, data primer disini diambil dari beberapa informan kunci,
17
sedangkan yang dimaksud informan kunci adalah partisipan yang
karena kedudukannya dalam komunitas memiliki pengetahuan khusus
mengenai orang lain, poses, maupun peristiwa secara lebih luas dan
terinci dibandingkan orang lain.27 Ada dua pihak yang terlibat dalam
penelitian ini antara lain:
1) Pedagang knalpot brong.
2) Pembeli knalpot brong.
3) Para masyarakat yang telah lanjut usia selaku sasaran penelitian
ini.
4) Pihak kepolisian.
5) Kelurahan Mergosari selaku pihak yang berwenang atas wilayah
yang akan dijadikan tempat penelitian.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan bagian yang penting dalam sebuah
penelitian. Subjek dipilih oleh peneliti dan dianggap memiliki kredibilitas
untuk menjawab dan memberikan informasi dan data kepada peneliti yang
sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Adapun
subjek penelitian ini adalah para masyarakat yang telah lanjut usia yang
ada di Desa Mergosari Kabupaten Sidoarjo.
18
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan atau informasi ataupun bukti-bukti yang diperlukan untuk
penelitian dalam rangka pengumpulan data, dalam penelitian ini maka
penulis menggunakan:
a. Observasi
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara
melakukan pengamatan dan pencatatan yang secara sistematis terhadap
subyek penelitian. Dalam hal ini berupa pengamatan yang secara
langsung di lapangan praktik jual beli knalpot brong.
b. Wawancara
Wawancara adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, buku, bukti, surat kabar, dan lain sebagainya.28
Salah satu metode pengumpul data dilakukan melalui wawancara
secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan
kepada responden.29Wawancara akan dilakukan dengan narasumber
para pedagang knalpot brong dengan pihak-pihak yang berkaitan dan
para masyarakat yang telah lanjut usia yang ada di Desa Mergosari
Kabupaten Sidoarjo.
Ada para pihak yang terlibat dalam penelitian ini antara lain:
1) Pedagang knalpot brong.
28 Masruhan, Metodelogi Penelitian Hukum (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 213.
19
2) Pembeli knalpot brong.
3) Para masyarakat yang telah lanjut usia selaku sasaran penelitian
ini.
4) Pihak kepolisian.
5) Kelurahan Mergosari selaku pihak yang berwenang atas wilayah
yang akan dijadikan tempat penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan proses melihat kembali data-data dari
dokumentasi berupa segala macam bentuk informasi yang berhubungan
dengan penelitian yang dimaksud dalam bentuk tertulis atau rekaman
suara. Pengumpulan data dokumen merupakan metode yang digunakan
peneliti untuk menelusuri data historis yang berisi sejumlah fakta yang
berbetuk dokumen, hal ini sebagai pelengkap data penelitian, data
sebagai penunjang dari hasil wawancara dan observasi. Dalam teknik
ini, peneliti mendapatkan data-data yang berupa dokumentasi seperti
foto, video, rekaman hasil wawancara dan dokumen-dokumen yang ada
sebagai kelengkapan penelitian ini.
5. Teknik Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap
sumber-sumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa kembali lengkap atau tidaknya data-data yang
20
meragukan.30 Teknik ini untuk mengetahui data-data yang diperoleh
selama penelitian yang dilakukan oleh penulis.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan rumusan masalah, serta mengelompokkan data yang diperoleh.
Dengan teknik ini penulis dapat memperoleh praktik jual beli knalpot
brong dan dampak negatif yang timbul dari penggunaan knalpot brong.
c. Analyzing, yaitu upaya mencari dan menyusun secara sistemasis hasil
wawancara juga dokumentasi yang disusun secara sistematis dan
dianalisis secara kualitatif untuk memberikan kejelasan pada masalah
yang dibahas dalam skripsi ini terhadap jual beli knalpot brong yang
menganggu dapat mengganggu masyarakat pada umumnya dan pada
khususnya bagi lansia (lanjut usia) menurut Sad al dhari>‘ah.
6. Teknik Analisis Data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamanati dengan metode yang telah ditentukan.
Analisis Deskriptif, yaitu dengan cara menuturkan dan
menguraikan serta menjelaskan data yang terkumpul, metode ini
digunakan untuk mendeskripsikan Sad al dhari>‘ah terhadap jual beli
knalpot brong yang keberadaan penggunaannya tersebut mengganggu
21
masyarakat yang telah lanjut usia yang ada di Desa Mergosari Kabupaten
Sidoarjo.
Pola pikir yang digunakan adalah deduktif yaitu metode yang
mengungkapkan teori-teori diawal dan selanjutnya mengungkapkan
kenyataan yang bersifat khusus dari hasil pengamatan serta penelitian.
Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu berbagai hal mengenai konsep
fiqh jual beli danSad al dhari>‘ah. Setelah menjelaskan konsep-konsep akan
dihubungkan dengan kenyataan-kenyataan yang terjadi di lapangan
kemudian dianalisis menggunakan hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dikelompokkan
menjadi lima bab, yang terdiri dari sub bab-sub bab masing-masing
mempunyai hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian yang
berkaitan. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat tentang latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, defenisi
operasional, serta metode penelitian yang digunakan dalam memperoleh
data yang diperlukan dan sistematika pembahasan.
Bab kedua adalah landasan teori, yang berisikan tentang jual beli dan
Sad al dhari>‘ah. Pembahasan jual beli meliputi pengertian, dasar hukum,
22
teori Sad al dhari>‘ah meliputi pengertian, landasan hukum, obyek,
macam-macam, dan kedudukan dari Sad al dhari>‘ah.
Bab ketiga gambaran umum mengenai praktik jual beli knalpot brong
beserta dampak dari penggunaan knalpot brong, yang ada di Desa Mergosari
Kabupaten Sidoarjo dan praktik jual beli knalpot brong yang sasaran
utamanya pada masyarakat yang telah lanjut usia (lansia) .
Bab keempat mengenai analisis, penulis akan membahas mengenai
Analisis Sad al dhari>‘ah terhadap jual beli knalpot brong terhadap
penggunaannya.
Bab kelima ini merupakan penutup dari keseluruhn isi pembahasan
skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran yang terhadap penelitian yang
BAB II
JUAL BELI DAN
SAD AL DHARI >‘AH
A.
JUAL BELI
1.
Pengertian Jual BeliJual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-ba’ dalam
bahasa arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata
ash-shira’ (beli).1 Dengan demikian, kata al-Bai’ berarti jual tetapi sekaligus juga beli.2
Kata tukar menukar atau “peralihan kepemilikan dengan penggantian”
mengandung maksud yang sama bahwa kegiatan mengalihkan hak dan
kepemilikan itu berlangsung secara timbal balik atas dasar kehendak dan keinginan
bersama. Kata “secara suka sama suka” atau “menurut bentuk yang dibolekan”
mengandung arti bahwa transaksi timbal balik ini berlangsung menurut cara yang
telah ditentukan, yaitu secara suka sama suka.3
شلا ُةَلَ ب َقُم
ي
شا ِاب ِء
ي
ِء
Artinya: “Pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).”4
1
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (PT Mahmud Yunus Wadzuryah: Jakarta, 1989), 46. 2 Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.
24
Jual beli merupakan transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dan
pembeli atas suatu barang dan jasa yang menjadi obyek transaksi jual beli.5
Dalam syariat Islam, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
tertentu dengan harta lain berdasarkan ke ridhaan keduanya.6 Dalam al-Qur’an
telah menjelasakan tentang jual beli, diantaranya dalam surat al-Baqarah ayat
275 yang berbunyi:
܅لَحَأَو ٱ ه ܅ّ ٱ َ݅بيَۡب َع܅َܱحَو ٱ اٰݠَبقكܱ
Artinya: “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”7
Menurut istilah ahli fikih jual beli ialah pemberian harta karna menerima
harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (ij>ab-qabu>l) dengan cara
yang diizinkan. Dan menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli
adalah sebagai berikut:8
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.
2.
يِع
رَش
نن
ذ
اِب
نةَض
َو
اَعُِِ
نة يِل
اَم
ن يَع
ُك يِل ََ
Artinya: “Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang
sesuai dengan aturan shari<’ah.”9
3.
ا
ِه جَو لا
ىَلَع
نل وُ بَ ق
َو
نب
اَ ْ
ِاِب
ِفُرَص تلِل
ِ يَلِب
اَقُةَل
اَب
اَقُم
َ
م ا
وُذ
ِن
ِف
5 Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 135.
6
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4 (Jakarta: Darul Fath, 2004), 120-121.
25
Artinya: “Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola
(tasharuf) dengan ij>ab dan q>abul, dengan cara yang sesuai dengan
shari<’ah.”10
Sedangkan menurut Hasbi Ash Shiddieqy, jual (menjualkan sesuatu) ialah
memilikkan kepada seseorang sesuatu barang dengan padanya harta (harga) atas
dasar keridaan kedua belah pihak (pihak penjual dan pembeli).11 Dengan demikian,
perkataan jual beli menunjukkan adanya perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu
pihak menjual dan pihak lain membeli. Maka dalam hal ini terjadilah peristiwa
hukum jual beli. Adapun dalil Al-Qur’an yang menerangkan perdagangan atau jual
beli terdapat surat Fathir ayat 29:
܅نقإ ٱ َݚيقَ܅ َܜٰ َتقك َنݠهݖبتَي ٱ
ق ܅ّ اݠه ܛَقَأَو ٱ َةٰݠَݖ ܅ص َرݠهܞَ ݚ܅ل مةَٰܱ َ قت َنݠهجبَܱي مܟَيقن َََعَو امك قس بݗهݟٰ َنبقَزَر ܛ܅ݙق اݠهݐَفنَأَو ٢٩
Artinya: “Mereka mengharapkan tija<rah (perdagangan) yang tidak akan rugi” :12
Dari berbagai pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jual beli
adalah memberikan sesuatu benda untuk dimiliki dengan mendapatkan ganti
sebagai imbalan, yang didasarkan saling rela dengan cara yang dibenarkan oleh
agama.
10 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), 68.
26
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan jembatan bagi manusia untuk melakukan sebuah
transaksi serta untuk mendapatkan harta yang dibutuhkan dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Jual beli sangat menolong bagi sesama umat manusia.
Adapun hukum disyariatkannya jual beli dapat dijumpai dalam al-Qur’an, Hadist,
dan Ijma’ diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
Terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang jual beli,
diantaranya dalam surat al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
ٱ َݚيقَ܅ َنݠهݖهكبأَي ٱ اٰݠَبقكܱ هعݠهݐَي ܛَݙَك َقإ َنݠه ݠهݐَي ܅ ََ ٱ يقَ܅ هݝ هط܅ܞَܮَتَي ٱ هݚٰ َطبي ܅ش َݚقم ٱ قكسَݙب ܛَݙ܅نقإ آݠهܛَق بݗهݟ܅نَأقب َݑقَٰ ٱ ه݅بيَۡب هلبثقم ٱ اٰݠَبقكܱ ܅لَحَأَو ٱ ه ܅ّ ٱ َ݅بيَۡب َع܅َܱحَو ٱ اٰݠَبقكܱ ههَءٓܛَج ݚَݙَف ۥ قݝقكب܅ر ݚقكم ٞܟَ݄قعبݠَ ۦ َفٱ ٰ َهَتن هݝَݖَف ۥ هههܱب َأَو َفَݖَس ܛَم ٓۥ َ َقإ ٱ هق܅ّ هܜٰ َ بصَأ َݑقئَٓل وهأَف َل ََ بݚَمَو ٱ قرܛ܅ن َنوه قِٰ َخ ܛَݟيقف بݗهه ٢٧٥
Artinya: “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.13
Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa Allah telah menghalalkan jual
beli kepada hambanya dengan baik dan dilarang mengadakan jual beli yang
mengandung unsur riba atau merugikan orang lain.
Dan surat An-Nisa’ ayat 29:
ܛَݟ܆يأٓ َيَ َݚيقَٱ܅ قب ݗهكَݜبيَب ݗهكَلَٰوبمَأ آݠهݖهكبأَت ََ اݠهݜَماَء قلقطٰ َببلٱ بݗهكݜقكم لضاََܱت ݚَع ًةَٰܱ َ قت َنݠهكَت نَأ َٓقإ܅ ܅نقإ بݗهك َسهفنَأ آݠهݖهتبݐَ ََوَ َ ܅ّٱ ܛمݙيقحَر بݗهكقب َنََ ٢٩
27
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sama suka diantara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S An-Nisa’ ayat 29).14
Dapat diketahui dengan jelas bahwa diharamkannya kepada kita harta
sesame dengan jalan bathil, baik itu dengan cara mencuri, menipu, merampok,
merampas maupun dengan jalan lain yang tidak dibenarkan Allah, kecuali dengan
cara atau jalan perniagaan atau jual beli yang didasarkan atas suka sama suka dan
saling menguntungkan.
b. Hadist
Dasar hukum jual beli dalam sunnah yakni H.R Ahmad yang bersumber
dari Rafi’ ibn Khadi>j :
ِهَللا َل وُس َر اَي َل يِق
ِلُج رل ا ُلَمَع َل اَق ُبَي ط َأ ِب سَك ل ا ُي َأ
َ ب ي
ِد
ِه
َو
ُك
ُل
َ ب ي
نح
َم ب
ُر
نر و
Artinya: Rasulullah SAW pernah ditanya tentang pekerjaan (profesi) yang
paling baik. Rasul SAW menjawab: “usaha tangan (karya) manusia sendiri dan
setiap jual beli yang baik”.15
H.R. Ibn Majah, Al-bayhaqi, dan Ibn Hibban:
ُهَللا ا ىَلَص ِهَللا ا ُل وُس َر َل َاق
نض ا َرَ ت نَع ُح يَ ب لا اَ َ ِإ َمَلَس َو ِه يَلَع
Artinya: Rasul SAW bersabda : “sesungguhnya jual beli itu didasarkan kepada suka sama suka”.16
14Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya…, 390-391. 15Ah}mad Ibn H}ambal, Mausu>’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwatiyah Juz 2 (Kwait: Kementrian Wakaf
dan Urusan Agama Kwait, 1983), 146.
28
Dari hadist tersebut dapat dipahami bahwa usaha yang paling baik adalah
usaha sendiri tanpa menggantungkan diri pada orang lain dan setiap jual beli yang
dilakukan dengan kejujuran tanpa ada kecurangan.
c. Ijma’
Ulama Islam sepakat bahwa jual beli dan penerapannya sudah berlaku sejak
zaman Rasulullah SAW hingga saat ini. Dan umat Islam sendiri pun sepakat
apabila jual beli itu hukumnya boleh dan terdapat hikmah di dalamnya. Pasalnya,
manusia bergantung pada barang yang berada pada orang lain dan tentu orang
tersebut tidak akan memberinya tanpa adanya timbal balik. Oleh karena itu,
dengan diperbolehkannya jual beli maka dapat membantu terpenuhinya kebutuhan
setiap orang dan membayar atas kebutuhan itu. Manusia sendiri adalah makhluk
sosial, sehingga tidak bisa hidup tanpa adanya kerjasama dengan yang lain.
3. Rukun Jual Beli
Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama memiliki perbedaan
pendapat. Menurut Mahzab Hanafi rukun jual beli hanya ij>ab dan q>abul saja.
Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli hanyalah kerelaan antara
kedua belah pihak untuk berjual beli.
Menurut jumhur ulama rukun jual beli ada empat:17
29
a. Bai’ (penjual)18
Ia haruslah memiliki barang yang akan dijualnya atau mendapatkan izin
untuk menjualnya, dan sehat akalnya. Pihak yang memiliki obyek barang yang
akan diperjual belikan.
b. Mushtari> (pembeli)19
Ia diisyaratkan diperbolehkan bertindak, dalam arti ia bukan orang yang
kurang waras atau bukan anak kecil yang tidak mempunyai izin untuk membeli.
Pihak yang ingin memperoleh barang yang diharapkan.
c. Tsaman (Harga)20
Setiap transaksi jual beli harus disebutkan dengan jelas harga jual yang
disepakati antara penjual dan pembeli.
d. Sighat (ij>ab dan q>abul)
Kesepakatan penyerahan barang dan penerimaan barang yang
diperjualbelikan. Ijab qabul harus disampaikan secara jelas atau dituliskan untuk
ditandatangani oleh penjual dan pembeli.21
e. Ma’qu>d ‘alaih (benda-benda yang diperjual belikan)
Barang yang akan digunakan sebagai obyek transaksi jual beli, dimana
obyek ini harus ada fisiknya (bentuk).
f. Kerelaan kedua belah pihak, penjual dan pembeli. Jadi jual beli tidak sah dengan
ketidakrelaan salah satu dari dua pihak tersebut.
18 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), 102.
19
Muhammad Yazid, Hukum Ekonomi Islam (Sidoarjo: UIN Sunan Ampel Press, 2014), 21.
20
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Kencana, 2011), 137.
21
30
Para ulama fiqh sepakat menyatakan bahwa unsure utama dari jual beli
adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari
ijab dan qabul yang dilangsungkan. Apabila ijab dan qabul telah diucapkannya
dalam akad jual beli, maka pemilikan barang atau uang telah berpindah tangan dari
pemilik semula. Barang yang dibeli berpindah tangan menjadi milik pembeli, dan
nilai tukar atau uang telah berpindah tangan menjadi milik penjual.22
4. Syarat-syarat Jual Beli
Adapun syarat-syarat terjadinya akad jual beli, syarat yang telah
ditetapkan syara’. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, maka jual beli tersebut
tidak sah. Dan syaratnya yakni sebagai berikut:
a. Syarat terjadinya transaksi jual beli
1. Syarat orang yang berakad
a) Berakal dan baligh, adapun anak kecil yang sudah mumayyiz, menurut
Ulama Hanfiyah, apabila akad yang dilakukannya membawa
keuntungan bagi dirinya, seperti menerima hibah, sedekah, maka
akadnya sah. Sebaliknya apabila akad itu membawa kerugian bagi
dirinya, maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan.
Apabila transaksi yang dilakukan anak kecil yang telah mumayyiz
mengandung manfaat dan kemudharatan sekaligus, seperti jual beli,
maka transaksi ini hukumnya sah, jika walinya mengizinkan.23
22
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 115.
23
31
b) Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya
seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaa sebagai
penjual sekaligus pembeli.
c) Beragama Islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam
benda-benda tertentu. Misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang
beragama Islam kepada pembeli yang tidak beragama Islam sebab
besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang
beragama Islam.
2. Syarat akad (ij>ab dan q>abul)
a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal
b)Pernyataan q>abul harus sesuai dengan ij>ab
c) Ij>ab dan q>abul dilakukan dalam satu majlis24
d)Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual
menyatakan ij>ab dan sebaliknya
e) Jangan diselingi kata-kata lain antara ij>ab dan q>abul
3. Syarat barang yang dijual belikan
a) Barang harus ada, tidak boleh akad atas barang-barang yang tidak ada atau
dikhawatirkan tidak ada
b) Harta harus kuat, tetap, dan bernilai, yakni benda yang mungkin
dimanfaatkan dan disimpan
24Abdul Djamali, Hukum Islam Asas-Asas Hukum Islam 1 Dan Hukum Islam 2 (Bandung:
32
c) Benda tersebut milik sendiri, atau benda milik orang lain akan tetapi
dengan pengecualian jika benda tersebut sudah mendapatkan izin atau rida
dari pemilik aslinya maka benda atau barang tesebut diperbolehkan
d) Dapat diserahterimakan
e) Bermanfaat25
f) Jangan dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti jika
ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu
g) Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini kepada tuan
selama satu tahun
h) Barang dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau
ukuran-ukuran yang lainnya.26
b. Syarat sah transaksi jual beli
Syarat sah jual beli terbagi menjadi dua macam, yaitu syarat umum dan
syarat khusus:
1. Syarat-syarat umum, adalah syarat-syarat yang harus ada di setiap jenis jual beli
agar transaksi itu dianggap sah secara syar’i. Adapun syarat-syarat secara
umum adalah transaksi harus terhindar dari enam cacat, yaitu ketidakjelasan,
pemaksaan, pembatasan waktu, beresiko atau spekulasi, kerugian, dan
syarat-syarat yang dapat membatalkan transaksi.
2. Syarat-syarat khusus, adalah syarat-syarat yang menyangkut sebagian jenis jual
beli saja, seperti menyangkut jual beli barang yang dapat berpindah, mengatahui
25Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 4…, 123.
33
harga awal jika jual beli itu berupa sistem bagi hasil atau pemberian wewenang,
menyangkut jual beli mata uang, menyangkut jual beli salam, menyangkut
jualbeli barang-barang riba, menyangkut jual beli barang yang berbentuk
piutang.
Persyaratan sifat dalam jual beli itu diperbolehkan. Oleh karena itu,
jika sifat yang disyaratkan itu memang ada maka jual beli sah, dan jika tidak
ada maka tidaklah sah. Seperti misalnya, pembeli buku mensyaratkan
hendaknya buku itu kertasnya kuning. Dan untuk sahnya sebuah transaksi harus
terpenuhi dua syarat, yaitu:27
1. Hak pemilikan dan hak wewenang. Hak milik adalah hak memiliki barang
dimana hanya orang yang memilikinya yang mampu berkuasa penuh atas
barang itu selama tidak ada halangan syar’i. Sedangkan hak wewenang
adalah kekuasaan resmi yang diberikan oleh agama agar bisa melegalkan
ataupun melakukan sebuah transaksi.28
2. Hendaknya pada barang yang dijual tidak ada hak milik selain penjual. Jika
saja pada barang yang dijual itu ada hak orang lain, maka jual beli
tertangguhkan belum terlaksana.
5. Jual Beli yang Dilarang Islam
Jual beli yang dilarang dalam Islam jumlahnya banyak. Menurut jumhur
ulama, tidak ada perbedaan antara jual beli dan fasid dan bathil. Sedangkan ulama
27Wahbah Az Zuhaili, Fikih Islam Jilid 5…, 48.
34
Hanafiyah membedakan keduanya. Adapun empat penyebab kerusakan dalam jual
beli, yaitu:29
a. Jual beli yang dilarang karena ahliyah pelaku akad,
Adapun orang-orang yang tidak sah jual belinya adalah sebagai berikut:
1) Orang gila, jual beli orang gila tidak sah berdasarkan kesepakatan ulama
karena tidak memiliki kemampuan. Disamakan dengan orang yang pingsan,
mabuk dan dibius.
2) Anak kecil, tidak sah jual beli orang yang belum mumayyiz menurut
kesepakatan ulama, kecuali dalam hal yang kecil. Adapun jual beli anak yang
belum mumayyiz maka tidak sah menurut ulama syafi’iyah dan Hanabilah,
karena tidak memiliki sifat ahliyah. Sedangkan menurut ulama Hanafiyah dan
Malikiyah, jual belinya sah jika ada izin walinya atau persetujuannya.
3) Orang buta (tuna netra), jual beli orang buta sah menurut jumhur ulama
jika diterangkan kepadanya sifat barang yang mau dibeli, karena hal itu
menyebabkan adanya rasa rela.30
4) Orang yang dipaksa. Menurut ulama Hanafiyah, jual beli orang yang
dipaksa sifatnya menggantung dan tidak berlaku. Sedangkan menurut ulama
Malikiyah, jual beli orang yang dipaksa adalah tidak mengikat. Sedangkan
menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, jual belinya tidak sah karena tidak
terpenuhinya sifat kerelaan ketika penetapan akad.
29
Wahbah Az Zuhaili, Fikih Islam Jilid 5 …, .
30
35
5) Fudhuli, menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli fudhuli sah dan
pemberlakuannya tergantung pada persetujuan pemilik barang yang sebenarnya.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah jual belinya tidak sah karena ada
larangan jual beli sesuatu yang tidak dimiliki seseorang.
6) Orang yang dilarang membelanjakan harta karena kebodohan, bangkrut,
atau sakit. Orang yang bodoh atau idiot, jual belinya menjadi tergantung
menurut ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah. Sedangkan menurut ulama
Syafi’iyah, jual belinya tidak sah karena tidak adanya sifat ahliyah dank arena
ucapannya tidak dianggap.
7) Mulja, yaitu orang-orang yang terpaksa menjual barangnya guna
menyelamatkan hartanya dari orang yang lalim. Jual beli ini fasid menurut ulama
Hanafiyah dan batil menurut ulama Hanabilah.
b. Jual Beli yang dilarang karena shi>ghat
Jual beli tidak sah dalam beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:31
1) Jual beli dengan tulisan (surat menyurat) atau dengan perantara utusan.
Jual beli ini sah berdasarkan kesepakatan ulama. Yang menjadi tempat
transaksi adalah tempat tersampainya surat dari pelaku akad pertama
kepada pelaku akad kedua. Jika qabulnya terjadi di luar tempat tersebut,
maka akadnya tidak sah.
2) Jual beli orang bisu dengan isyarat yang bisa dipahami atau dengan tulisan
adalah sah karena darurat. Hal itu sama juga seperti ucapan dari orang yang
36
menunjukkan apa yang ada di dalam hatinya. Jika isyaratnya tidak bisa
dipahami dan tidak pandai menulis, maka akadnya tidak sah.
3) Jual beli dengan tidak adanya kesesuaian antara ijab dan qabul adalah tidak
sah menurut kesepakatan ulama. Kecuali jika perbedaanya menunjukkan
pada hal yang baik, seperti pembeli menambah harga yang telah disepakati,
maka akad ini sah menurut ulama Hanafiyah dan tidak sah menurut ulama
Syafi’iyah.
4) Jual beli dengan orang yang tidak hadir di tempat akad adalah tidak sah
menurut kesepakatan ulama, kerena kesatuan tempat merupakan syarat sah
jual beli.
5) Jual beli tidak sempurna, yaitu jual beli yang dikaitkan pada syarat atau
disandarkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini fasid menurut
jumhur ulama Hanafiyah dan bathil menurut jumhur ulama.
c. Jual beli yang dilarang karena ma’uqud alaih (obyek transaksi)
1) Jual beli barang yang tidak ada atau beresiko hilang. Seperti jual beli sperma
dari pejantan, sel telur dari betina, dan anak dari anaknya. Jual beli sperti ini
tidak sah menurut kesepakatan para imam mahzab, karena ada larangan
dalam hadis-hadis shahih.32
2) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan. Seperti burung yang terbang
di udara, dan ikan yang ada di dalam air. Jual beli seperti ini tidak sah
menurut kesepakatan mahzab-mahzab, karena ada larangan dalam sunnah.
37
3) Jual beli utang dengan tidak tunai, yaitu jual beli utang dengan utang. Jual
beli ini bathil menurut kesepakatan para ulama karena dilarang syari’at.
Menjual utang pada orang yang berhutang secara kontan boleh menurut
kesepakatan para ulama, sedangkan menjual utang pada selain orang yang
berhutang secara kontan itu bathil menurut ulama Hanfiyah, Hanabilah, dan
Zhahiriyah serts boleh dalam mahzab-mahzab lainnya.
4) Jual beli yang mengandung unsur penipuan (gharar) yang besar, yaitu
keberadaanya yang tidak pasti. Jual beli ini tidak sah menurut kesepakatan
ulama karena terdapat larangan mengenai hal itu.33
5) Jual beli sesuatu yang najis dan yang terkena najis tidak sah menurut
kesepakatan ulama. Ulama Malikiyah membolehkan memakai lampu dan
membuat sabun dengan minyak yang najis. Sedangkan ulama Hanafiyah
membolehkan jual beli sesuatu yang terkena najis selain makanan.
6) Jual beli sesuatu yang tidak diketahui, mengandung unsur ketidakpastian
baik dalam barang dagangan, harga, waktu, jenis, yang digadaikan adalah
fasid menurut Hanafiyah dan bathil menurut jumhur ulama.
7) Jual beli sesuatu yang tidak ada dalam tempat transaksi atau tidak terlihat.
Menurut ulama Hanafiyah, jual beli sah tanpa melihat dan tanpa
menebutkan sifat, tetapi pembeli diberi hak khiyar ketika melihatnya.
Menurut ulama Malikiyah jual beli ini sah dengan menyebutkan sifat, dan
38
terdapat hak khiyar ketika melihatnya. Menurut ulama Syafi’iyah dan
Hanabilah jual beli ini tidak sah secara mutlak.34
8) Jual beli sesuatu sebelum ada serah terima. Menurut ulama Hanafiyah, tidak
boleh menjual harta bergerak sebelum ada serah terima. Menurut ulama
Suafi’iyah hal itu boleh secara mutlak, karena keumunan larangan yang
terdapat dalam hadis. Sedangkan ulama Malikiyah mengkhususkan larangan
ini dalam makanan,
9) Jual beli buah-buahan atau tanaman adalah tidak sah menurut kesepakatan
ulama jika terjadi sebelum tercipta, karena ia berarti tidak ada. Jual beli ini
sah menurut ulama Hanafiyah jika tidak bersyarat, dan tidak sah menurut
mayoritas ulama (jumhur ulama).
10) Jual beli yang tidak ada kejelasan waktu. Seperti, “Saya jual kepadamu
sampai Zaid datang atau samapai Amir meninggal ”, tapi boleh berkata
“Sampai waktu panen, atau sampai waktu bulan tertentu, dan ditafsirkan
pada pertengahannya”.35
d. Jual beli yang dilarang karena sifat, syarat, atau larangan syara’
1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis atau tidak boleh diperjualbelikan.
Barang yang najis atau haram dimakan haram juga untuk diperjualbelikan.
Seperti babi, berhala, bangkai, dan khamar (minuman yang memabukkan).36
Jual beli seperti ini fasid menurut ulama Hanafiyah tapi dapat sah dengan
memberikan nilainya, dan bathil menurut jumhur ulama.
34Ibid., 129.
35Ibid., 166.
36
39
2) Jual beli ketika adzan sholat Jum’at. Waktunya yaitu sejak imam naik mimbar
sampai selesai sholat. Menurut ulama Hanafiyah, waktunya dari adzan yang
pertama. Jual beli ini makruh tahrim menurut ulama Hanafiyah, sah tetapi
haram menurut ulama Syafi’iyah, dibatalkan (fasakh) menurut ulama
Malikiyah dalam pendapat yang mah}syu>r dan tidak sah sama sekali menurut
ulama Hanabilah.37
3) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar. Maksudnya
adalah menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya
dengan harga murah, sehingga ia kemudian menjual di pasar dengan harga yang
juga lebih murah. Tindakan seperti ini dapat merugikan para pedagang lain,
terutama yang belum mengetahui harga pasar. Jual beli ini dilarang dalam
karena dapat mengganggu kegiatan pasar, meskipun akadnya sah.38
4) Menjual anggur kepada pembuat khamar. Jual beli ini sah secara zhahir serta
makruh tahrim menurut ulama Hanafiyah dan haram menurut ulama
Syafi’iyah. Hal itu karena akadnya telah memenuhi syarat dan rukun jual beli
yang telah ditetapkan syara’ dan dosa disebabkan oleh niat yang salah atau
karena factor lain yang tidak dibenarkan oleh syara’. Segala sesuatu yang dapat
menimbulkan kemudharatan, kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang
untuk diperjualbelikan. Seperti menjual buku-buku bacaan porno, jual beli
patung salib, dan menjual pedang kepada orang yang akan membunuh orang
lain dengan pedang tersebut secara zalim.39 Memperjualbelikan barang-barang
37Wahbah Az Zuhaili, Fikih Islam Jilid 5…, 173.
38Ibid., 170.
39
40
ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebaliknya, dengan
dilarangnya jual beli ini, maka hikmahnya minimal dapat mencegah dan
menjauhkan manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Sebagimana firman
Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2 yaitu:
َ َل اݠهنَوܛَعَ َََو ٱ
قݗبثقۡب َو ٱ قنٰ َوبܯهعبل
….dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.40
B.SAD AL DHARI>‘AH
1. PengertianSad Al Dhari>‘Ah
Secara etimologi Sad Al Dhari>‘Ah ( ةَعْي ر ْلَا دَس) merupakandua
kata, yaitu Sad ) دَس ( dan Al Dhari>‘ah ( ةَعْي ر ْلَا ). Kata Sad merupakan bentuk
masdar dari kata yang berarti دَس د سَي دَس menutup sesuatu yang cacat atau rusak
dan menimbun lobang.41 Sedangkan Al Dhari>‘ah ( ةَعْي ر ْلَا) merupakankata
benda atau isim bentuk tunggal yang berarti perantara (wasilah) atau jalan
jalan ke suatu tujuan.42 Dhari>‘ah menurut istilah ahli hukum Islam ialah,
sesuatu yang menjadi perantara ke arah perbuatan yang diharamkan atau
dihalalkan. Dalam hal ini, ketentuan hukum yang dikenakan pada Dhari>‘ah
selalu mengikuti ketentuan hukum yang terdapat pada perbuatan yang menjadi
sasarannya. Artinya, perbuatan yang membawa pada mubah ialah mubah,
40Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur’an dan Terjemahannya
…, 142.
41Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia…, 200. 42
41
perbuatan yang membawa pada haram ialah haram, dan perbuatan yang
membawa pada wajib ialah wajib.43
Misalnya suatu perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh
seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu yang jelas, tanpa mempersoalkan
apakah perbuatan yang dituju itu baik atau buruk, mendatangkan manfaat
atau menimbulkan mu}dh>arat. Sebelum sampai pada pelaksanaan perbuatan
yang dituju itu ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya yang harus di
lalui. Sedanglan secara terminologi Sad Al Dhari>‘Ah yaitu sesuatu yang
membawa kepada yang dilarang dan menimbulkan kemudharatan.44 Dan ada
beberapa pendapat ulama tentang Sad Al-Dhari>‘ah antara lain:
Menurut Imam Asy-Syatibi mendefinisikanSad al dhari>‘ah:
َو تلا
ىّص
ُةَحَل صَم اَِِ ُل
َلِا
نة َدَس فَم
Artinya:“Melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemaslahatan menuju kepada suatu kemafsadatan”.45
Maksudnya, seseorang melakukan suatu pekerjaan yang pada
dasarnya dibolehkan karena mengandung kemaslahatan, tetapi tujuan yang
akan dicapai berakhir pada suatu kemafsadatan. Contohnya, pada dasarnya
jual beli itu adalah halal, karena jual beli merupakan salah satu sarana tolong
menolong untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti seseorang
43
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2010), 438-439.
42
membeli sebuah kendaraan seharga Rp. 30.000.000’- secara kredit adalah sah
karena pihak penjual memberi keringanan kepada pembeli untuk tidak segera
melunasinya. Akan tetapi, apabila kendaraan itu yang dibeli secara kredit
sebesar Rp. 30.000.000’- dijual kembali kepada penjual (pemberi kredit)
dengan harga tunai sebesar Rp. 15.000.000’- , maka tujuan ini akan membawa
kepada suatu kemafsadatan, karena seakan-akan barang yang diperjualbelikan
tidak ada dan pedagang kendaraan itu tinggal menunggu keuntungan saja.46
Menurut Hasbi Ash Shieddieqy Sad Al-Dhari>‘ahyaitu:
َد
ِحِل اَصَم لا ِب لَج نِم ئَل و َا ِدِس اَفم لا ُء ر
Artinya: “Menolak kerusakan didahulukan atas mendatangkan (menarik)
kemaslahatan”.47
Dalam Rachmat Syafe’i Sad Al Dhari>‘Ah adalah sesuatu yang
menjadi perantara ke arah perbuatan yang diharamkan atau dihalalkan.48 Dari
beberapa pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Sad Al-Dhari>‘ah adalah
perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung
kemaslahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan.49
Tujuan penetapan hukum secara Sad Al Dhari>‘ah ini ialah untuk
memudahkan tercapainya kemaslahatan atau jauhnya kemungkinan terjadi
46Ibid, 161-162.
47M Hasbi As-Siddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam…, 324.
43
kerusakan atau terhindarnya diri dari kemungkinan perbuatan maksiat, mencapai
kemaslahatan dan menjauhi kerusakan. Untuk mencapai ini syariat menetapkan
perintah-perintah dan larangan-larangan dalam memenuhi perintah dan
menghentikan larangan.50
Menurut Imam Al-Syatibi dalam buku karangan Rachmat Syafe’i, ada
kriteria yang menjadikan suatu perbuatan itu dilarang, yaitu:
1. Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan.
2. Kemafsadatan lebih kuat dari kemaslahatan.
3. Perbuatan yang dibolehkan syara’ mengandung banyak unsur
kemafsadatannya.51
2. Landasan Hukum Sad Al Dhari>‘Ah
Pada dasarnya, tidak ada dalil yang jelas tentang boleh atau tidaknya
menggunakan Sad al dhari>‘ah. Namun beberapa na}s yang mengarah kepadanya
baik Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun kaidah fiqh, antara lain:
a. Dalil Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 104:
ܛَݟ܆يَأٓ َي ٱ َݚيقَ܅ اݠه ݠهقَو ܛَݜقعَٰ اݠهݠهݐَ ََ اݠهݜَماَء ٱ
ܛَنبܱ ه݄ن َو ٱ اݠهعَݙبس ٞݗ قَِأ ٌباََܰع َݚيقܱقفَٰكبݖق َو ١و٤
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
katakan(kepada Muhammad): “Raa’ina