• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI JANGKRIK DENGAN SISTEM PERKIRAAN DI DESA KACANGAN KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TINJAUAN MASLAHAH MURSALAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI JANGKRIK DENGAN SISTEM PERKIRAAN DI DESA KACANGAN KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP

PRAKTIK JUAL BELI JANGKRIK DENGAN SISTEM PERKIRAAN

DI DESA KACANGAN KECAMATAN ANDONG

KABUPATEN BOYOLALI

SKRIPSI

Oleh:

NIZAR ARIFIN

NIM: C52212108

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Progam Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan yang dilakukan di Desa

Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, dengan judul ‚Tinjauan

Ma}slah}ah Mursalah terhadap Praktik Jual Beli Jangkrik dengan Sistem Perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali‛. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dituangkan dalan dua rumusan masalah yaitu: bagaimana praktik jual beli jangkrik dengan sistem perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali? dan bagaimana

tinjauan ma}slah}ah mursalah terhadap praktik jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali?

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya menggunakan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan terakhir dengan telaah pustaka kemudian diolah dengan cara editing, dan organizing, dan serta menganalisis dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan teknik deskriptif analisis.

Hasil penelitian menemukan bahwa jual beli jangkrik di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, penjual jangkrik melayani pembeli dengan sistem perkiraan yaitu jumlah jangkrik dikiira-kira sesuai dengan harga permintaan dari pembeli lalu jangkrik dimasukkan kedalam kantong plastik. Dalam permintaan dengan harga yang sama selanjutnya, tidak bisa dipastikan jumlah jangkrik akan sama seperti perkiraan sebelumnya. Praktik seperti ini dilatarbelakangi karena pada awalnya penjual jangkrik melayani pembeli dengan hitungan ekor perekor jangkrik yang membuat penjual kesulitan dalam perhitungannya, sedangkan penanganan jangkrik memerlukan waktu yang cepat demi kemaslahatan nyawa jangkrik, di sisi lain pembeli sudah banyak yang mengantri. Untuk lebih efektif maka diubahlah cara penjualannya dengan sistem perkiraan dimana pihak penjual dan pembeli sepakat dengan cara itu. Ditinjau

berlandaskan analisis mas}lah}ah mursalah, praktik penjualan jangkrik seperti ini

sejalan dengan kehendak syariat yaitu untuk menjaga nyawa (Hifz an-Nafs) bagi jangkrik, kemaslahatan seperti ini bersifat rasional dapat diterima oleh akal berdampak pada kemudahan penjual dalam pelayanan dan keefektifan waktu bagi penjual dan pembeli. Dari hasil penelitian di lapangan dengan tinjauan ma}slah}ah mursalah, penulis menyimpulkan bahwa praktik jual beli jangkrik dengan sistem perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali perlu dilakukan demi kemaslahatan bersama.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Kajian Pustaka ... 10

F. Tujuan Penelitian ... 12

G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13

H. Definisi Operasional ... 13

I. Metode Penelitian ... 14

J. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II KONSEP JUAL BELI DAN TEORI MAS}LAH}AH MURSALAH A. Pengertian Jual Beli ... 21

1. Definisi Jual Beli ... 21

2. Rukun dan Syarat Sahnya Jual Beli ... 22

3. Jual Beli yang dilarang ... 25

(8)

B. Pengertian Mas{lah{ah Mursalah ... 28

1. Pengertian Ma}slah}ah ... 28

2. Pengertian Ma}slah}ah Mursalah ... 31

3. Syarat-Syarat Ma}slah}ah Mursalah ... 32

4. Landasan Hukum Ma}slah}ah Mursalah ... 35

5. Macam-Macam Ma}slah}ah... 38

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG DESA DAN PRAKTIK JUAL BELI JANGKRIK DI DESA KACANGAN KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI A. Gambaran Umum Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 44

1. Sejarah Singkat Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 44

2. Kondisi Geografis ... 45

3. Keadaan Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 46

a. Keadaan Sosial ... 46

b. Keadaan Ekonomi ... 47

c. Keadaan Pendidikan ... 48

d. Keadaan Keagamaan ... 49

B. Praktik Jual Beli Beli Jangkrik Dengan Sistem Perkiraan ... 50

1. Pengertian dan Manfaat Jangkrik Secara Ilmiah ... 50

2. Sejarah Awal Mula Adanya Pedagang Jangkrik di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 51

3. Proses Pemesanan Jangkrik dari Peternak Jangkrik ... 54

4. Akad yang dilakukan dalam Transaksi Jual Beli Jangkrik ... 57

5. Proses Jual Beli Jangkrik dari Pedagang kepada Pembeli ... 58

(9)

BAB IV ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PRAKTIK

JUAL BELI JANGKRIK DENGAN SISTEM PERKIRAAN DI DESA KACANGAN KECAMATAN ANDONG KABUPATEN BOYOLALI

A. Analisis Hukum Islam terhadap Jual Beli Jangkrik di Desa

Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 64

1. Ijab dan Qabul secara Jelas ... 65

2. Zat Barang yang diperjualbelikan ... 66

3. Cara Transaksi yang dilakukan ... 68

B. Analisis Mas{lah{ah Mursalah terhadap Sistem Perkiraan dalam Jual Beli Jangkrik di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali ... 70

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN ... 76

B. SARAN ... 77

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak akan terlepas dari suatu

hubungan, baik itu hubungan kepada Allah Swt maupun hubungan kepada

manusia. Hubungan manusia sesama manusia biasa disebut dengan

muamalah. Muamalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan

antara sesama manusia, baik yang seagama maupun lain agama, antara

manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya.1

Dalam bermuamalah manusia harus mentaati aturan-aturan hukum yang telah

ditetapkan Allah Swt kepada manusia, dalam artian manusia tidak bisa

semena-mena melakukan aktifitas di dunia semaunya sendiri tanpa ada

batasan-batasan yang mengaturnya. Semua sudah diatur dalam hukum Allah

Swt agar dalam aktivitas kehidupan manusia bisa berjalan dengan baik dan

benar. Hal ini dimaksudkan agar manusia selalu ingat kepada Penciptanya

dan senantiasa mengabdikan diri untuk Allah Swt semata.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia melakukan banyak

interaksi sosial kepada yang lainnya, salah satunya yaitu dengan jual beli.

Jual beli artinya menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang,

dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya

(11)

2

atas dasar kerelaan kedua belah pihak.2 Manusia tidak akan bisa hidup

sendirian, maka dari itu manusia memerlukan bantuan orang lain dalam

kelancaran hidup. Dalam perekonomian harus ada kegiatan produksi,

distribusi dan konsumsi yang kesemua itu tidak bisa dilakukan dengan

sendiri. Maka peran manusia untuk saling tolong menolong sangat

dibutuhkan dalam kehidupan karena setiap manusia mempunyai kelebihan

dan kekurangan tersendiri.

Jual beli merupakan upaya manusia untuk mencari nafkah bagi dirinya

sendiri dan keluarganya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam hal ini

hukum Islam menghalalkan jual beli sebagaimana Allah Swt berfirman dalam

surat al-Baqarah ayat 275:

                                                                              

‚Orang-orang yang makan (mengambil) riba> tidak dapat berdiri melainkan

seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat) sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka

kekal di dalamnya.‛3

2Ibnu Mas’ud dkk, Fiqih Madzhab Syafi’i, buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, (Bandung:

CV Pustaka Setia, 2007), 22.

(12)

3

Jika membahas tentang jual beli, maka seseorang harus mengetahui

hukum-hukum jual beli, apakah jual beli yang dilakukan telah sesuai dengan

syariah atau belum. Jika belum maka harus membenahinya agar sesuai

dengan syariah. Dalam jual beli dibutuhkan berbagai pertimbangan agar

dalam kegiatan jual beli tidak ada pihak yang dirugikan baik itu dari penjual

maupun pembeli. Keduanya harus mendapatkan manfaat dari apa yang telah

dilakukan dalam jual beli.

Dalam muamalah hak dan kewajiban harus dilaksanakan, keduanya

sudah menjadi ketentuan umum dan tidak bisa dipisahkan. Ketika manusia

melakukan jual beli dengan yang lainnya maka akan berlaku hak dan

kewajiban yang akan mengikat keduanya, yaitu hak pembeli adalah menerima

barang dan kewajiban penjual adalah menyerahkan barang yang dimiliki atau

bisa juga kewajiban pembeli adalah menyerahkan barang yang berupa uang

dan hak penjual adalah menerima uang tersebut.

Hukum Islam telah mengatur ketentuan-ketentuan yang berlaku

dalam jual beli yang sesuai dengan syariat. Perkembangan pada zaman

modern seperti saat ini selalu ada hal-hal baru dalam permasalahan muamalat,

jual beli juga semakin berkembang mengikuti zaman. Jika ada suatu masalah

dalam muamalat pada zaman sekarang ini dan tidak ditemukan pada zaman

dahulu maka seseorang harus merujuk pada istinbat hukum Islam yaitu

al-Qur’a>n, as-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Pada dasarnya hukum islam itu hanya

bersumber dari al-Qur’a>n dan al-Hadits. Setelah Islam semakin berkembang,

(13)

4

yang dimunculkan oleh para mujtahid, sehingga dikenal istilah sebagai

hukum primer dan hukum sekunder.

Hukum primer yaitu hukum-hukum yang telah disepakati oleh para

jumhur ulama (al-Qur’a>n, as-Sunnah, al-Ijma, dan al-Qiyas) dan hukum

sekunder yaitu sumber-sumber hukum yang masih diperselisihkan

pemakaiannya dalam menetapkan hukum Islam oleh para ulama (al-Istih{sa>n,

al-Mas{lah{ah al-Mursalah, al-Istish{a>b). Salah satu dari sumber hukum

sekunder dalam Islam akan dibahas secara detail, yaitu Mas{lah{ah Mursalah.

Secara umum Mas{lah{ah Mursalah adalah suatu kemaslahatan yang

tidak ada nash juz’i (dalil rinci) yang mendukungnya, dan tidak ada pula yang

menolaknya dan tidak ada pula ijma’ yang mendukungnya, tetapi

kemaslahatan ini didukung oleh sejumlah nash melalui cara istiqr>a’ (induksi

dari sejumlah nash).4

Hukum-hukum yang berkaitan dengan muamalat hanya dijelaskan di

dalam Alquran dalam prinsip-prinsip dasar dan umum, kalaupun ada Sunnah

yang memperincinya tetapi jumlahnya tidak banyak. Ini dilatarbelakangi

pada realita bahwa hukum-hukum yang demikian banyak terkait dengan

perubahan lingkungan dan kondisi serta kemaslahatan yang berkembang

dalam masyarakat.

Perkembangan zaman selalu berubah-ubah setiap tahun ke tahun

mengikuti situasi dan kondisi. Manusia merasa kesulitan untuk memecahkan

suatu masalah yang terjadi pada zaman ini jika tidak terdapat masalah yang

(14)

5

serupa pada zaman dahulu. Maka manusia diberi kebebasan untuk mengatur

kehidupannya sesuai situasi dan kondisi yang dialami dengan syarat tidak

bertentangan dengan nash maupun maksud syara’.

Para ulama merumuskan bahwa asal sesuatu yang bermanfaat boleh

dilakukan selama belum ada dalil yang menunjukkan keharamannya. Kaidah

usul fikih dalam hal ini berbunyi:

اَهِِْْ ََْ ىَ َع ُلْ ِاَدا َلُدَي َََح ُ َحاَب ِا ِءاَ ْشَأ ِِ ُلْصَأ

Hukum asal segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang

mengharamkannya‛.5

Dalil ini sejalan dengan firma Allah Swt dalam surat Al-Baqarah ayat 29:

                             

‚Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan

Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.‛ 6

Ayat ini menjelaskan bahwa semua yang diciptakan Allah SWT di

bumi adalah untuk manusia. Manusia boleh memanfaatkannya untuk

kepentingan hidupnya, seperti untuk dimakan dan diminum. Selama tidak ada

larangan yang menjelaskan kepada manusia untuk mengkonsumsi suatu

makanan dan minuman atau melakukan suatu tindakan, berarti hal tersebut

halal dan dibolehkan. Namun jika ada nash yang melarangnya, berarti pada

makanan dan minuman serta tindakan itu mengandung mad{harat dan bahaya

5

Firdaus, Usul Fiqih, (Jakarta: Zikrul, 2004), 108

6

(15)

6

bagi kehidupan manusia sehingga harus di tinggalkan.7 Begitu juga dalam hal

jual beli, apabila ada suatu praktik jual beli yang belum diketahui hukumnya,

maka boleh dilakukan asalkan hal itu menghasilkan manfaat dan tidak

bertentangan dengan nash dan maksud syara’.

Prinsip yang harus ada dalam jual beli adalah kejujuran, kepercayaan,

dan saling rela. Prinsip ini dibuat agar dalam jual beli tidak ada pihak yang

dirugikan, kedua belah pihak mendapatkan kemanfaatan dari apa yang telah

dilakukannya. Jika kedua belah pihak mempunyai i’tikad yang baik maka

tidak akan terjadi kecurangan yang bisa merugikan salah satu pihak seperti

adanya jual beli yang mengandung unsur maisir, riba>, dan gharar.

Sebagai contoh yang terjadi, di desa Kacangan Kecamatan Andong

kabupaten Boyolali terdapat beberapa penjual makanan burung seperti sentrat

burung/vour, jangkrik, kroto dll. Lokasi toko tidak jauh dari pasar Kacangan,

jadi toko makanan burung itu termasuk ramai pembeli. Di Kecamatan

Andong terdapat beberapa desa yang mana masyarakatnya suka mencari

burung di perkebunan untuk dijual maupun dipelihara sendiri, ada juga yang

langsung membeli burung lalu memeliharanya. Mayoritas makanan pokok

burung yang dipelihara masyarakat adalah jangkrik, melihat situasi yang

seperti ini maka ada beberapa masyarakat yang berwirausaha menjual

makanan burung seperti jangkrik.

Biasanya masyarakat memberi makan burung peliharaan dengan

mencari jangkrik sendiri di perkebunan dan sawah. Namun setelah ada

(16)

7

penjual jangkrik mereka lebih memilih untuk membeli jangkrik dari pada

mencari sendiri dengan susah payah. Setiap harinya penjual jangkrik

mendapatkan jangkrik dari peternak jangkrik untuk dijual kembali kepada

pecinta burung. Jual beli jangkrik yang terjadi di desa Kacangan kecamatan

Andong kabupaten Boyolali mengalami perkembangan yang bisa dibilang

cepat.

Pada tahun 2000 pedagang pakan burung mulai menambah

dagangannya berupa jangkrik, pada saat itu praktiknya jual beli jangkrik yang

terjadi di desa Kacangan kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, penjual

melayani pembeli jangkrik dengan hitungan harga perekor jangkrik, penjual

menghitung jangkrik yang akan dibeli satu persatu dan ini membutuhkan

penanganan yang lama, terkadang juga saat proses menghitung jangkrik

penjual lupa jumlah jangkrik yang sudah dimasukkan ke kantong plastik

sehingga penjual harus memulai menghitung dari awal lagi.8

Dua tahun kemudian setelah bisnis jualan jangkrik ini berkembang,

sudah mempunyai banyak pelanggan, dan tokonya menjadi ramai, laris, dan

mulai berkembang cara penjualan jangkrik diubah menjadi sistem timbangan

dimana jangkrik di timbang per-ons dengan harga sedemikian. Akan tetapi

jika seorang pembeli hendak membeli jangkrik dengan jumlah sedikit,

misalkan hanya membeli sebesar Rp 1.000,00 – Rp 5.000,00, maka penjual

melayani pembeliannya dengan sistem perkiraan. Penjual jangkrik

memperkirakan jumlah jangkrik yang diwadahi ke dalam kantong plastik

(17)

8

bening tanpa menghitungnya ekor perekor. Cara memperkirakannya yaitu

dengan melihat jangkrik yang sudah dimasukkan kedalam kantong plastik

bening, jika dikira sudah cukup maka jangkrik diberikan kepada pembeli. Hal

ini disebabkan karena jika pembeli membeli jangkrik dengan jumlah sedikit

maka ketika ditimbang kedalam timbangan yang terjadi adalah berat jangkrik

kurang dari 1 ons, dan jika dihitung dengan harga perekor jangkrik akan

menyulitkan penjual dalam penghitungannya karena pengambilan jangkrik

memerlukan penanganan yang lama.9

Adanya penjualan jangkrik dengan sistem perkiraan ini menyebabkan

ketidakpastian jumlah jangkrik yang dibeli, bahkan terkadang pembeli satu

dengan pembeli lainnya membanding-bandingkan banyaknya jangkrik yang

dibeli dengan harga yang sama namun jumlahnya berbeda. Sistem jual beli

jangkrik dengan perkiraan seperti ini sudah lama diterapkan oleh para penjual

jangkrik di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, dan

sampai saat ini masih menggunakan cara seperti yang dipaparkan diatas.

Berangkat dari latar belakang ini penulis tertarik untuk meneliti

tentang masalah tersebut di atas, penulis ingin membahasnya melalui skripsi

dengan judul: ‚Tinjauan Mas{la{hah Mursalah terhadap Praktik Jual Beli

Jangkrik dengan Sistem Perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali.‛

(18)

9

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian tentang latar belakang di atas mengenai praktik jual beli

jangkrik dengan sistem perkiraan di desa Kacangan kecamatan Andong

kabupaten Boyolali, maka teridentifikasi beberapa masalah, diantaranya

adalah:

1. Adanya perbedaan cara dalam melayani pembeli jangkrik yaitu dengan

timbangan dan perkiraan.

2. Pembeli jangkrik saling membandingkan jumlah jangkrik yang diperoleh

dari harga yang sama tetapi jumlahnya berbeda.

3. Ketidakpastian jumlah jangkrik yang diterima pembeli.

4. Tinjuan mas{lah{ah mursalah terhadap jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan.

5. Terdapat perbedaan perkiraan antara penjual jangkrik yang satu dengan

lainnya.

C. Batasan Masalah

Pokok masalah pelaksanaan di atas meliputi berbagai aspek bahasan

yang masih bersifat umum sehingga terdapat berbagai macam masalah dan

pemikiran yang berkaitan dengan itu, agar lebih praktis dan khusus

diperlukan batasan masalah yang meliputi:

1. Praktik jual beli jangkrik dengan sistem perkiraan di Desa Kacangan

(19)

10

2. Tinjauan mas{lah{ah mursalah terhadap jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

D. Rumusan Masalah

Bermula dari latar belakang dan dari identifikasi masalah yang telah

ditemukan, maka penulis dapat memberikan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana praktik jual beli jangkrik dengan sistem perkiraan di Desa

Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali?

2. Bagaimana tinjauan mas{lah{ah mursalah terhadap jual beli jangkrik

dengan sistem perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali?

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian

yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga

terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan

pengulangan atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada. Berdasarkan

deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus jelas.10 Kajian

pustaka ini intinya adalah untuk mendapatkan gambaran umum, hubungan

10 Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi Dekan Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan

(20)

11

topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis yang pernah dilakukan

oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak ada lagi pengulangan.

Dari beberapa penelitian dan pembahasan terdahulu yang telah penulis

telusuri, penulis menemukan beberapa penelitian tentang jual beli dengan

sistem perkiraan atau takaran dalam objek yang berbeda-beda, di antaranya

adalah:

Pertama, Muhammad Kurniawan jurusan Muamalah Fakultas Syariah

Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya tahun 2013, dengan

judul skripsi ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Bibit Lele dengan

Sistem Hitungan dan Takaran di Desa Tulungrejo Kec. Sumberrejo Kab.

Bojonegoro.11 Skripsi ini menjelaskan bahwa dalam praktik jual beli bibit

lele, pihak penjual dan pembeli sepakat dengan menggunakan sistem

hitungan dan takaran yang mana takaran pertama dijadikan sebagai acuan

untuk takaran-takaran selanjutnya walaupun takaran selanjutnya tidak bisa

dipastikan jumlahnya. Kesimpulannya yaitu membolehkan jual beli bibit lele

dengan sistem hitungan dan takaran karena praktiknya sudah memenuhi

syarat dan rukun jual beli, tidak ada tipu menipu dan saling rela.

Kedua, Anna Dwi Cahyani jurusan Mu’amalat Fakultas Syari’ah UIN

Sunan Kalijaga 2010, dengan judul skripsi ‚Jual Beli Bawang Merah dengan

Sistem Tebasan di Desa Sidapurna Kec. Dukuh Turi Tegal (Sebuah Tinjauan

11 Muhammad Kurniawan, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Bibit Lele Dengan Sistem

(21)

12

Sosiologi Hukum Islam).‛12 Skripsi ini membahas tentang jual beli bawang

dengan cara tebasan. Dalam judul ini penulis menyatakan bahwa jual beli

yang seperti ini seharusnya tidak dilakukan, karena jual beli macam ini

memungkinkan terjadinya spekulasi dari pedagang dan pembeli karena

kualitas dan kuantitas bawang merah belum tentu jelas keadaan dan

kebenaran sempurna.

Adapun penelitian yang berjudul ‚Tinjauan Mas{lah{ah Mursalah

Terhadap Jual Beli Jangkrik dengan Sistem Perkiraan di Desa Kacangan

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali‛, ini difokuskan pada tinjauan

mas{lah{ah mursalah terhadap prektek jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan. Apabila dilihat dari obyek penelitian yang telah penulis telusuri di

atas, adanya perbedaan obyek penelitian dan perbedaan analisis yang

digunakan maka permasalahan yang muncul juga akan berbeda.

F. Tujuan Penelitian

Agar suatu langkah penulisan pembahasan masalah ini dapat diketahui

tujuannya, maka penulis membuat tujuan yang ingin dicapai dalam

penelilitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui praktik jual beli jangkrik dengan sistem perkiraan di

Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupten Boyolali.

12

Anna Dwi Cahyani, Jual Beli Bawang Merah Dengan Sistem Tebasan Di Desa Sidapurna Kec.

Dukuh Turi Tegal (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam), (Skripsi pada progam Strata satu

(22)

13

2. Untuk memahami bagaimana tinjauan mas{lah{ah mursalah terhadap

praktik jual beli jangkrik dengan sistem perkiraan di Desa Kacangan

Kecamatan Andong Kabupten Boyolali.

G. Kegunaan Hasil Penelitian

Sebuah penelitian dilakukan agar bisa mendatangkan kemanfaatan

dan berguna bagi siapa saja yang membaca. Dengan judul yang penulis pilih

yaitu tentang tinjauan mas{lah{ah mursalah terhadap praktik jual beli jangkrik

di desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali, semoga dapat

dipergunakan untuk:

1. Secara teoritis : menambah hazanah keilmuan serta dapat dijadikan

acuan lagi bagi peneliti-peneliti atau kalangan yang ingin mengkaji

masalah ini pada suatu saat nanti.

2. Secara praktis:

a. Untuk mengetahui secara langsung praktik terjadinya jual beli

jangkrik dengan sistem perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan

Andong Kabupten Boyolali.

b. Dapat dijadikan acuan bagi masyarakat umum apabila menjumpai

permasalahan seperti praktik terjadinya jual beli jangkrik dengan

sistem perkiraan.

H. Definisi Operasional

Untuk memahami judul sebuah skripsi perlu adanya pendefinisian

(23)

14

penulis bahas dalam skripsi ini ‚Tinjauan Mas{lah{ah Mursalah terhadap Jual

Beli Jangkrik dengan Sistem Takaran di Desa Kacangan Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali‛, dan untuk menghindari kesalahpahaman dalam

pengertian maksud dari judul di atas, maka penulis memberikan definisi yang

menunjukkan ke arah pembahasan sesuai dengan maksud yang dikehendaki

dengan judul tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mas{lah{ah Mursalah : Kemaslahatan yang sejalan dengan maqa>sid

al-syari’ah, tetapi tidak ada nash secara khusus yang

memerintahkannya atau melarangnya.13

2. Jual Beli Jangkrik : Serangga kecil yang didapatkan dari peternak untuk

diperjualbelikan, jangkrik ini dimanfaatkan sebagai

pakan untuk burung peliharaan setiap harinya.

3. Sistem Perkiraan : Menentukan jumlah jangkrik dengan cara

mengira-ngira sesuai yang dikehendaki dengan merujuk pada

harga jangkrik yang diminta oleh pembeli.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reseach) yang

memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan (Desa Kacangan

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali) dengan tetap merujuk pada

konsep-konsep yang ada. Penulis memilih penelitian ini karena penulis

13

(24)

15

mendapatkan permasalahan dalam jual beli jangkrik di desa Kacangan

Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali yang dikira kurang sesuai dengan

aturan jual beli dalam ajaran Islam namun di dalamnya mengandung

kemaslahatan. Keseluruhan obyek penelitian yang berupa orang,

perusahaan, kasus, tingkah laku, alat-alat penyelenggaraan dan lain

sebagainya akan penulis kaji dalam pembahasan selanjutnya.

2. Pengumpulan Data

Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka dalam

penelitian ini data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

a. Praktek jual beli jangkrik dengan melihat langsung di lokasi tentang

bagaimana proses jual beli jangkrik itu berlangsung.

b. Proses terjadinya pelayanan penjual jangkrik kepada pembeli dengan

sistem perkiraan yang membuat pembeli saling membandingkan hasil

beliannya.

c. Data tentang ketentuan yang berlaku terkait dengan proses terjadinya

jual beli jangkrik di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten

Boyolali.

3. Sumber Data

Adapun sumber-sumber dalam penelitian ini diperoleh dari

(25)

16

a. Sumber Data Primer

Sumber primer yaitu sumber yang langsung berkaitan dengan

obyek penelitian.14 Sumber data primer yang berasal dari responden

antara lain: Pembeli dan penjual jangkrik yang merupakan masyarakat

wilayah Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali yang

diambil secara acak dalam proses jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber sekunder yaitu sumber yang mendukung atau

melengkapi dari sumber primer.15 Sumber data sekunder merupakan

sumber pelengkap yang penulis ambil untuk mendukung data primer

antara lain:

1. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat.

2. Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah.

3. Suqiyah Musafa’aah dkk, Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I.

4. Nasrun Haroen, Fiqih Mua'malah dan Us}u>l Fiqh 1.

5. Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam.

6. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2.

7. Asmawi, Perbandingan Us}u>l Fiqh.

8. A. Syafi’I Karim, Us}u>l Fiqih.

9. Abdul Wahab Khallaf, Qa>’idah-qa>’idah Hukum Islam

14 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),

31.

(26)

17

10.Moh Abu Zahrah, Us{ul Fiqih.

11. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam.

12. Muhammad Mushthafa al-Syalabi, Ta’li>l al-Ahka>m.

4. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan beberapa teknik antara

lain:

a. Observasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara

mengadakan pengamatan langsung pada objek yang diteliti dengan

jalan pengamatan dan pencatatan.16 Melihat bagaimana pelaksanaan

penjualan jangkrik dengan sistem perkiraan bagi pembeli yang

membeli dengan harga yang rendah sehingga tidak memungkinkan

untuk di timbang karena beratnya kurang dari 1ons dan hal-hal lain

yang terkait dengannya.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan

untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang

dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti.17 Penulis akan

mewawancarai antara penjual dan pembeli jangkrik untuk

mendapatkan pengetahuan tentang pelaksanaan proses pelayanan

pembeli jangkrik dengan sistem perkiraan tanpa ditimbang.

Wawancara akan dilakukan dengan cara sistematis yaitu

16 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 213.

(27)

18

mempergunakan daftar wawancara yang telah dipersiapkan secara

cermat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah

penelitian.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.18

Dengan adanya dokumentasi ini maka dapat meningkatkan keabsahan

dan penelitian akan terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan

penelitian kelapangan secara langsung.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah pengumpulan data yang diperoleh secara kualitatif, maka

tahap berikutnya adalah teknik pengelolaan data sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa kembali data yang diperoleh dari proses jual

beli jangkrik dengan sistem perkiraan di Kecamatan Andong

Kabupaten Boyolali dari segi kelengkapan dan kesesuaian antara data

yang satu dengan yang lainnya.

b. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data yang diperoleh

dalam kerangka yang sudah direncanakan sebelumnya dan kerangka

tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan sistematika

pertanyaan dalam rumusan masalah.

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, (Jakarta: PT

(28)

19

6. Analisis Data

Data yang diperoleh dari lapangan akan dianalisis dengan

menggunakan deskriptif analisis, yaitu memaparkan data yang terkait

dengan masalah yang dibahas yang ditemukan dalam berbagai literatur dan

kesimpulannya diambil logika deduktif yaitu memaparkan masalah–

masalah yang bersifat umum kemudian ditarik suatu kesimpulan yang

bersifat khusus.

J. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini dibagi dalam lima bab yang masing-masing mengandung

sub-sub antara yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Adapun

sistematikanya sistematika sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat tentang tentang

latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan

masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi

operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua akan membahas tentang kajian pustaka yang menguraikan

teori-teori yang berkaitan dengan praktik jual beli, dalam hal ini mencakup

bahasan tentang konsep jual beli dalam islam yang di antaranya mengenai

pengertian, landasan hukum, rukun dan syarat, macam-macam, dan hikmah

jual beli. Selanjutnya adalah teori mas}lah}ah mursalah yang memuat tentang

(29)

20

Bab ketiga merupakan penyajian data hasil penelitian yang telah

dikumpulkan kemudian dideskripsikan secara objektif mengenai gambaran

umum tentang lokasi penelitian dan praktik jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan.

Bab keempat memuat tentang analisis, menggunakan analisis jual beli

dan mas{lah{ah mursalah terhadap praktik jual beli jangkrik dengan sistem

perkiraan di Desa Kacangan Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali.

Bab kelima merupakan penutup, yang di dalamnya memuat tentang

(30)

BAB II

KONSEP JUAL BELI DAN TEORI MAS{LAH{AH MURSALAH

A. Pengertian Jual Beli

1. Definisi jual beli

Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-bai’ yang

menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily

mengartikannya secara bahasa dengan ‚menukar sesuatu dengan sesuatu

yang lain‛. Kata al-bai’ dalam bahasa arab terkadang digunakan untuk

pengertian lawannya, yaitu kata al-syira’ (beli).1

Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu ‚jual dan beli‛.

Kata ‚jual‛ dan ‚beli‛ mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak

belakang. Kata jual menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual,

sedangkan beli adalah adanya perbuatan membeli.2

Secara terminologi terdapat beberapa definisi jual beli yang

dikemukakan ulama fiqh:

a. Menurut ulama Hanafiyah:

ىٍ ْ ُ َْ ىٍ ْ َ ى َ َ ى ٍا َِ ى ٍا َ ىُ َ َا َ ُ

‚Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu‛; atau

ىٍ ْ ُ َْ ىٍ َ ُ ىٍ ْ َ ى َ َ ىِ ْ ِِ ىِ ْ ِ ى ٍ ْ ُ ْ َ ىٍ ْ َ ىُ َ َا َ ُ

‚Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.‛3

1 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 67.

2 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar

Grafika, 1994). 33

(31)

22

b. Menurut Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah:

ىُ َ َا َ ُ

ىْا

ىِا َ

ىْا ِ ى

ىً ََ َ ىً ْ ِ َْ ى ِا َ

‚Saling tukar menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan‛.4

c. Menurut Menurut Sayyid Sabiq:

ىُ َ َا َ ُ

ىٍا َ

ىِا َِ

َ َ

ىِ ْ ِ َ

ِض َ ت

,

ىْ َ

ىُ ْ َ

ىٍ ْ ِ

ىٍ َ ِ ِ

َ َ

ىِ ْ َ

ىْ

َ

ا

ىِ ْ ِ ىِ ْ ُ

.

‛Pertukaran harta dengan harta atas dasar saling merelakan‛. Atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan‛.5

Dengan demikian perkataan jual beli menunjukkan adanya dua

perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan dipihak

yang lain memberi, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual

beli.6

2. Rukun dan Syarat Sahnya Jual Beli

Jual beli merupakan suatu akad, yaitu suatu persetujuan atau

perikatan. Jual beli dipandang sah apabila telah memenuhi rukun dan

syaratnya. Menurut jumhur Ulama’ rukun jual beli ada empat:

a. Orang yang berakad

b. S}igat (Lafal Ija>b dan qabu>l).

c. Ada barang yang dibeli

d. Ada nilai tukar pengganti barang.7

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang

dikemukakan jumhur ulama adalah sebagai berikut:

4 Ibid., 112.

5 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah..., 67.

6 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam..., 33.

7 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

(32)

23

a. Syarat-syarat orang yang berakad.

1) Berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan anak kecil yang

belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak

kecil yang telah mumayiz, menurut ulama Hanafiyah, apabila akad

yang dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya, seperti

menerima hibah, wasiat dan sedekah, maka akadnya sah.

Sebaliknya, apabila akad itu membawa kerugian bagi dirinya,

seperti meminjamkan hartanya kepada orang lain, mewaqafkan atau

menghibahkannya, maka tindakan hukumnya tidak boleh

dilaksanakan.8

2) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Artinya,

seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan

sebagai penjual sekaligus pembeli. Misalnya, Ahmad menjual

sekaligus membeli barangnya sendiri, maka jual belinya tidak sah.

b. Syarat-syarat yang terkait dengan ijab qabul.

1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

2) Qabul sesuai dengan ijab. Misalnya, penjual mengatakan: ‚Saya jual

buku ini seharga Rp. 20.000, lalu pembeli menjawab: ‛Saya beli

buku ini dengan harga Rp.20.000. Apabila antara ijab dan qabul

tidak sesuai maka jual beli tidak sah.9

3) Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis.

8 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah …, 72.

(33)

24

Di zaman modern, perwujudan ijab dan qabul tidak lagi

diucapkan, tetapi dilakukan dengan sikap mengambil barang dan

membayar uang oleh pembeli, serta menerima uang dan menyerahkan

barang oleh penjual tanpa mengucapkan apapun. Dalam Islam jual beli

seperti ini disebut dengan ba’i al-mu’at{hah.

Dalam kasus perwujudan ijab dan qabul melalui sikap ini (ba’i al

-mu’at{hah) terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama fiqh. Jumhur

ulama berpendapat bahwa jual beli seperti ini hukumnya boleh, apabila

hal ini merupakan kebiasaan masyarakat di suatu daerah, karena hal ini

telah menunjukkan unsur saling rela dari kedua belah pihak.10

Akan tetapi, ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa transaksi jual

beli harus dilakukan dengan ucapan yang jelas atau sindiran melalui

ijab dan qabul. Oleh sebab itu, menurut mereka jual beli seperti kasus

di atas (ba’i al-mu’at{hah) hukumnya tidak sah, baik jual beli itu dalam

partai besar maupun kecil. Unsur kerelaan adalah masalah tersembunyi

dalam hati, karenanya perlu diungkapkan dengan kata-kata ijab dan

qabul.11

c. Syarat-syarat barang yang dijualbelikan (Ma’qud alaihi).

1) Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual

menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.

2) Dapat dimanfaatkan dan dapat bermanfaat bagi manusia. Oleh

sebab itu, bangkai, khamar, dan darah tidak sah menjadi objek jual

10 Ibid, 117.

(34)

25

beli, karena dalam pandangan syara’ benda-benda seperti itu tidak

bermanfaat bagi muslim.

3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang

tidak boleh dijualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan di laut

atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas ini belum dimiliki

penjual.

4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang

disepakati bersama ketika transaksi berlansung. 12

3. Jual Beli yang dilarang.

Berkaitan denga jual beli yang dilarang oleh Islam, para ulama

menjabarkannya sebagai berikut:

a. Terlarang sebab Ahliyah (Orang yang berakad).13

1) Jual beli oleh orang gila.

2) Jual beli oleh anak kecil, ulama fiqih sepakat bahwa jual beli

anak kecil dipandang tidak sah, kecuali dalam perkara-perkara

yang ringan.

3) Jual beli oleh orang buta, jumhur ulama mengkategorikan s}a>h{ih

jika barang-barang yang dibelinya diterangkan sifat-sifatnya.

4) Jual beli terpaksa.

5) Jual beli fud}ul, yaitu jual beli milik orang lain tanpa seizin

pemiliknya.

12 Ibid., 118.

13Suqiyah Musafa’aah dkk, Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam I, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel

(35)

26

6) Jual beli orang yang terhalang, maksudnya adalah terhalang

karena kebodohan, bangkrut (taflis), ataupun sakit.

7) Jual beli malja>’, yaitu jual beli orang yang sedang dalam bahaya,

yakni untuk menghindari perbuatan zalim.

b. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun.

1) Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh

diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan haram

juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai, dan

khamar (minuman yang memabukkan).14

2) Jual beli yang bersifat spekulasi atau samar-samar, karena dapat

merugikan salah satu pihak. Yang dimaksud samar-samar adalah

tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa

pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang lainnya.

3) Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan

dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual

beli atau ada unsur yang merugikan dilarang oleh agama.

4) Jual beli yang menimbulkan kemudaratan, yaitu segala sesuatu

yang dapat menimbulkan kemudaratan, kemaksiatan, bahkan

kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan, seperti jual beli

patung, salib, dan buku-buku bacaan porno.

5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya, yaitu segala bentuk jual

beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti

14

(36)

27

menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung)

kepada induknya.

6) Jual beli muh{alaqah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di

ladang atau di sawah.15

7) Jual beli mukhdara>t, yaitu menjual buah-buahan yang masih hijau

(belum pantas dipanen).

8) Jual beli mula>masah, yaitu jual beli secara sentuh-menyentuh.

9) Jual beli muna>badhah, yaitu jual beli secara lempar-melempar.

Seperti orang berkata: ‚Lemparkan kepadaku apa yang ada

padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku‛.

Setelah terjadi lempar-melempar terjadilah jual beli.

10)Jual beli muza>banah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah

yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi

basah sedang ukurannya dengan ditimbang sehingga merugikan

pemilik padi kering.16

c. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak

terkait. Jual beli ini antara lain:

1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar.

2) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar.

3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun.

4) Jual beli barang rampasan atau curian.17

15

Hendi Suhendi, Fiqih Mua’malah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), 79.

16

Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalah …, 85.

17

(37)

28

4. Hikmah Jual Beli

Allah SWT mensyariatkan jual beli sebagai keluangan dan

keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara

pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan papan. Dalam

hubungan ini, tak ada satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling

tukar, dimana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia

memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan

kebutuhannya masing-masing.18

Berikut ini terdapat pendapat ulama tentang hikmah jual beli:19

a. Menurut Al Jazairi, hikmah disyariatkannya jual beli ialah seorang

muslim bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan dengan sesuatu yang

ada ditangan saudaranya tanpa kesulitan yang berarti.

b. Menurut As Shan’ani adalah bahwa kebutuhan manusia tergantung

dengan apa yang ada pada orang lain (temannya); sedangkan

temannya itu terkadang tidak mau memberikannya kepada orang lain.

Maka dalam syariat jual beli itu terdapat sarana untuk sampai kepada

maksud itu, tanpa dosa.

B. Pengertian Mas}lah}ah Mursalah

1. Pengertian Mas}lah{ah

Kata mas}lah}ah merupakan bentuk masdar dari kata kerja s}alah{a

dan s{aluh{a. Secara etimologis, kata ‚ةحلصملا‛, jamaknya ‚حل صملا‛ berarti

18 Ibid.

(38)

29

sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah dan guna. Sesuatu yang

bermanfaat dan ia merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan

‚ اوصلاو ريخلا‚.20 Maslahat secara etimologi didefinisikan sebagai upaya

mengambil manfaat dan menghilangkan mafsadat/madharat.21

Mas}lah}ah dalam bahasa Arab berarti perbuatan-perbuatan yang

mendorong kepada kebaikan manusia. Mas}lah}ah dalam arti yang umum

yaitu setiap segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam

arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau

kesenangan dalam arti menolak atau menghindarkan dari mad}arat.

Segala sesuatu yang mengandung kebaikan dan manfaat di dalamnya

disebut dengan mas}lah}ah. 22

Ada beberapa pendapat dari para ulama’ tentang pengertian

mas}lah}ah secara terminologi, antara lain:

a. Imam Ghazali (madzab syafi’i), mengemukakan bahwa: al-mas}lah}ah

pada dasarnya adalah mengambil manfaat dan menolak kemudaratan

dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syariat. Yang dimaksud Imam

Al-Ghazali manfaat dalam tujuan syariat yang harus dipelihara

terdapat lima bentuk yakni: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan

dan harta. Dengan demikian yang dimaksud mafsadah adalah sesuatu

yang merusak dari salah satu diantara lima hal tujuan syariat yang

20 Asmawi, Perbandingan Us}u>l Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2011), 128.

21 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 Cetakan ke-1 (Jakarta: Logowacana, 1999),323

22

(39)

30

disebut dengan istilah al-Maqās}id al-Shari‘ah menurut al-Syatibi.

Imam Ghazali mendefinisikan mas{lah{ah sebagai berikut :

ىة ض ىع ا ى فن ىب ىن ى صأ ىيىةر ىيه ى ح ا

ُ

ت ير ض ىح ا

َ

‚Maslahat pada dasarnya ialah berusaha meraih dan mewujudkan

manfaat atau menolak kemudaratan.23

b. Jalaluddin Abdurrahman secara tegas menyebutkan bahwa mas}lah}ah

dengan pengertian yang lebih umum dan yang dibutuhkan itu ialah

semua apa yang bermanfaat bagi manusia baik yang bermafaat untuk

meraih kebaikan dan kesenangan maupun bermanfaat untuk

menghilangkan kesulitan dan kesusahan. Serta memelihara maksud

hukum syariat terhadap berbagai kebaikan yang telah digariskan dan

ditetapkan batas-batasnya, bukan berdasarkan keinginan dan hawa

nafsu manusia belaka.24

c. Al-Kawarizmi, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-

mas}lah}ah adalah memelihara tujuan syariat dengan cara

menghindarkan kemafsadahan dari manusia. Dari pengertian tersebut,

beliau memandang mas}lah}ah hanya dari satu sisi, yaitu

menghindarkan mafsadat semata, padahal kemaslahatan mempunyai

sisi lain yang justru lebih penting, yaitu meraih manfaat.25

23 Nasrun Haroen, Us}u>l Fiqh 1, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), 114.

24 Romli, Muqaranah Mazahib fil Us}u>l ,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), 158.

(40)

31

d. Menurut Al-Thufi mas}lah}ah merupakan dalil paling kuat yang secara

mendiri dapat dijadikan alasan dalam menentukan hukum syariat.26

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa mas}lah}ah

merupakan tujuan dari adanya syariat Islam, yakni dengan memelihara

agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan, serta

memelihara harta.

2. Pengertian Maṣlaḥah Mursalah

Mas}lah}ah mursalah merupakan salah satu metode yang

dikembangkan ulama Us}ul Fiqh dalam mengistinbatkan hukum dari nas{.

Menurut Abdul Wahhab Khallaf mas}lah}ah mursalah yaitu suatu yang

dianggap maslahat namun tidak ada ketegasan hukum untuk

merealisasikannya dan tidak pula ada dalil tertentu baik yang mendukung

maupun menolaknya, sehingga disebut mas}lah}ah mursalah (mas}lah}ah

yang lepas dari dalil secara khusus).27 Untuk menghukumi sesuatu yang

tidak dijelaskan oleh syariat perlu dipertimbangkan faktor manfaat dan

mudaratnya. Bila mudaratnya lebih banyak maka dilarang oleh agama,

atau sebaliknya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah:

‚berubahnya suatu hukum menjadi haram atau bergantung mafsadah atau

mas}lah}ah-nya‛.28

Dengan demikian mas}lah}ah mursalah ini merupakan maslahat

yang sejalan dengan tujuan syariat yang dapat dijadikan dasar pijakan

26 Nasrun Harun, Us}u>l Fiqh 1, 125.

27 Satria Effendi, Us}u>l Fiqh, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 149.

(41)

32

dalam mewujudkan kebaikan yang dibutuhkan oleh manusia serta

terhindar dari kemudaratan. Dalam kehidupan nyata kemaslahatan

menjadi tolak ukur dalam menetapkan hukum seiring tumbuh dan

berkembangnya kehidupan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh

perbedaan kondisi dan tempat.

ىُ َ َ ْ ُ ْ ىْ َ ىُ َ َ ْ ُ ْ ىُ َحَ ْ َ ْ َ

,

ىَْ ِ ْ ُصُ ْ ىِ َ ِ ْص ى ِ ى

:

ىَْ ى ِ ىُ َحَ ْ َ ْ ى

ىُ ِ ْ َي

ى

ىُ ِر

ى

ً ْ ُح

ى

َهِ ْ ِ ْحَتِ

ى

ىَْ َ ى

ىاُ َي

ى

ىٌ ْ ِ َا

ى

ىٌيِ ْ َ

ى

َ َ

ى

َِر َ ِتْ

ى

َهِئ َغْ ِإْ َ

ىْ َ َ

ى

ىً َ َ ْ ُ

ى

هَِأ

ى

ىَْ ى

ىْ َ ُ

ى

ىِ ْ ِ َ ِ

ى

ىٍر َ ِتْ

ى

ىِ ْ ِ َاْ َ

ى

ىٍا َغْ ِ

‚Al-Mas}lah}ah mursalah ialah yang mutlak. Menurut istilah ahli

usu>l, kemaslahatan yang tidak disyri’atkan oleh syar’a dalam wujud

hukum didalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak

terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya,

Maslahah Mursalah itu disebut mutlak, lantaran tidak terdapat dalil yang

menyatakan benar dan salah‛.29

Berdasarkan pada pengertian tersebut pembentukan hukum itu

tidak dimaksudkan untuk kecuali merealisir kemaslahatan umat manusia

bagi mereka dan menolak mad}aratan serta menghilangkan kesulitan dari

padanya.

3. Syarat-Syarat Maṣlaḥah Mursalah

Dalam menggunakan mas}lah}ah mursalah sebagai hujjah, para

ulama bersikap sangat hati-hati, sehingga tidak menimbulkan

pembentukan syariat berdasarkan nafsu dan keinginan tertentu. Maka dari

29 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Masdar Helmy, cet ke-2 (Bandung: Gema risalah

(42)

33

itu, para ulama menyusun syarat-syarat mas}lah}ah mursalah yang dipakai

sebagai dasar pembentukan hukum.

Imam Maliki memberikan sedikitnya tiga syarat utama agar

mas}lah}ah mursalah dapat dijadikan H{ujjah.

a. Adanya persesuaian antara mas}lah}ah yang dipandang sebagai sumber

dalil yang berdiri sendiri dengan tujuan-tujuan syara’(Maqa>sid

asy-Syari’ah).

b. Mas}lah}ah itu harus masuk akal, mempunyai sifat-sifat yang sesuai

dengan pemikiran rasional.

c. Penggunaan dalil mas}lah}ah ini dalam rangka menghilangkan

kesulitan yang terjadi (raf’u h}ara>d lazim). Artinya manusia akan

mengalami kesulitan jika mas}lah}ah yang diambil tidak diterima oleh

akal.

Imam Gazali memberikan beberapa persyaratan agar istilah

(Mas}lah}ah) dapat dijadikan h}ujjah dalam istimbat hukum. 30

a. Mas}lah}ah itu sejalan dengan jenis tindakan-tindakan syara>’.

b. Mas}lah}ah itu tidak meninggalkan atau bertentangan dengan nash

syara’.

c. Mas}lah}ah itu termasuk dalam kategori mas}lah}ah yang d}aru>ri, baik

menyangkut kemaslahatan pribadi maupun kemaslahatan universal

artinya berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.

(43)

34

Untuk terakhir ini al-Gazali juga mengatakan bahwa yang

H{ajjiyah, apabila menyangkut kepentingan orang banyak bisa jadi

d}aru>riyah.

Sedangkan Abdul Wahhab Khalla>f menyebutkan bahwa

syarat-syrat mas}lah}ah mursalah untuk bisa dijadikan sebagai h}ujjah, yaitu:31

a. Mas}lah}ah Harus benar-benar membuahkan mas}lah}ah atau tidak

didasarkan dengan mengada-ngada, Maksudnya ialah agar bisa

diwujudkan pembentukan didasarkan atas peristiwa yang memberikan

kemanfaatan bukan didasari atas peristiwa yang banyak menimbulkan

kemadaratan. Jika mas}lah}ah itu berdasarkan dugaan, atau hukum itu

mendatangkan kemanfaatan tanpa pertimbangan apakah masalah itu

bisa lahir dengan cara pembentukan tersebut. Misalnya, mas}lah}ah

dalam hal pengambilan hak seorang suami dalam menceraikan

istrinya.

b. Mas}lah}ah itu sifatnya umum, bukan bersifat perorangan. Maksudnya

ialah bahwa dengan kaitannya dengan pembentukan hukum terhadap

suatu kejadian atau masalah dapat melahirkan kemanfaatan bagi

kebanyakan umat manusia, yang benar-benar dapat terwujud.

c. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan ini tidak

berlawanan dengan tata hukum atau dasar ketetapan nash dan ijma’.

Seperti hal tuntutan kemaslahatan untuk mempersmakan hak waris

antara anak laki-laki dengan perempuan, merupakan kemaslahatan

31 Abdul Wahha>b Khalla>f, Ilmu Us}ul Fiqh, Cetakan ke-1 (Jakarta: Pustaka Amani, 2003),

(44)

35

yang tidak dibenarkan, sebab bertentangan dengan nash yang telah

ada.

d. Pembentukan mas}lah}ah itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang

ditetapkan oleh hukum-hukum Islam, karena jika bertentangan maka

mas}lahah tersebut tidah dapat dikatakan sebagai mas}lah}ah.

e. Mas}lah}ah itu bukan bukan mas}lah}ah yang tidak benar, dimana nash

yang ada tidak menganggap salah dan tidak pula membenarkannya.

4. Landasan Hukum Maṣlaḥah Mursalah

a. Al-Qur’a>n

Berdasarkan istiqra’ (penelitian empiris) dan nas}-nas{

al-Qur’a>n maupun hadis diketahui bahwa hukum-hukum syari’at Islam

mencakup diantaranya pertimbangan kemaslahatan manusia.32

Sebagaimana firman Allah dalam surat Yu@nus (10) ayat 57.

 ى  ى  ى  ى   ى  ى   ى   ى  ى  ى  ى  ى   ى   ىى

‚Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman‛.33

Hasil induksi terhadap ayat dan hadis menunjukan bahwa

setiap hukum mengandung kemaslahatan bagi umat manusia, dalam

hubungan ini, Allah berfirman dalam surat al-Anbiya>’ (21) ayat 107:

32 Muhammad Abu Zahrah, Us}u>l Fiqih, (Mesir: Darul Araby, 1985), 423.

(45)

36   ى   ى   ى   ى   ىى

‚Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam‛.34

Redaksi ayat di atas sangat singkat, namun ayat tersebut

mengandung makna yang sangat luas. Di antara empat hal pokok,

yang terkandung dalam ayat ini adalah: Allah mengutus Nabi

Muhammad (al-‘A>lamīn), serta risalah, yang kesemuanya

mengisyaratkan sifat-sifatnya, yakni rahmat yang sifatnya sangat

besar. Firman Allah dalam surat al-Baqarah (2) ayat 185:

 ى   ى   ى   ى   ى  ى   ى   ى . . . ى

‚Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…‚35

Ayat tersebut terdapat kaidah yang besar, di dalam

tugas-tugas yang dibebankan akidah Islam secara keseluruhan, yaitu

‚memberikan kemudahan dan tidak mempersulit‛. Hal ini

memberikan kesan kepada kita yang merasakan kemudahan di dalam

menjalankan kehidupan ini secara keseluruhan dan mencetak jiwa

orang muslim berupa kelapangan jiwa, tidak memberatkan, dan tidak

mempersukar.36

34 Ibid., 331.

35 Ibid., 28.

36Miftachul Choiroh, ‚Analisis Mas}lah}ah Mursalah terhadap Pengharum Ruangan yang Terbuat

dari Kotoran Sapi (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 1 Babat Kabupaten Lamongan)‛

(46)

37

b. Hadis

Najmuddi>n Sulaiman bin Abd Qawiy bin Abd Karim

al-T{ufi al-Hanbaly (al-T}ufi) menggunakan hadits riwayat Ibn Ma>jah dan

Da>r al-Qut}ni, Ima>m Mali>k al-Hakim dan al-Baihaqi, yang

dikategorikan dalam hadis hasan sebagai dasar hukum mas}lah}ah,

landasan utama pendapatnya adalah mendahulukan nas{ dan ijma>’.

ىْنَ

ىِ َ

ىٍ ِ َ

ىْ َ َ

ىْنِ

ىِ ِ َ

ى ِرْ ْا

ىَيِضَر

ىُا

ىُ ْنَ

ى َ

ىَاْ ُ َر

ىِا

َص

ىِا

ىِ َ َ

ىَ

ىَم َ

ىَا َ

:

ىَ

ىَ َض

ىَر

ىَ َ

ىَر َ ِض

.

ىُ ْيِ َح

ىٌنَ َح

ىُا َ َر

ىُنْ ِ

َ

ىْ َ

.

ىُر َ

ىِ ْ ُ

ىَ َ َ

َُُ

ً َنْ ُ

.

ىُا َ َرَ

ىِ ِ َ

ىِ

ىِاَ ّا َ ُ ْ

.

ىْنَ

ىِنْ ُ َ

ىَيَْ

ىْنَ

ىِ ِ َ

ىْنَ

ىِ َن

َص

ىُا

ىِ َ َ

ىَم َ َ َ

ىَ َ ْ ُ

ىُ َ ْ َ

َ َ

ىٍ ِ َ

‚Diriwayatkan dari Aby Sa’id Sa>ad bin Mali>k al-khudzi>y, r.a sesungguhnya Rasulullah saw bersabda ‚tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain‚ hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Ma>jah dan dari Quthni dan selain keduanya adalah masnad, dan

meriwayatkan Ima>m Mali>k dalam al-Muwa>t}o’, dari Amr bin Yahya

dari ayahnya dari Nabi saw dinilai sebagai hadis mursal terputus pada Aba> Sa’id‛.37

Al-Thufi berpendapat bahwa hadis tersebut mengandung

makna bahwa hukum Islam melarang segala bentuk kemudaratan dari

manusia. Pendapatnya ini didasarkan pada pemahamnnya terhadap

ayat al-Qur’a>n maupun hadis yang menggambarkan bahwa Allah

memelihara dan memprioritaskan kemaslahatan hambanya.38

37 Abi Husain Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairi an-Naisaburi>, S{ahi>h Muslim, Jilid VII (Beirut:

Da>r al-Kutub, 2010), 1334.

(47)

38

5. Macam-macam Mas}lah{ah

Para Ahli ushul fiqh mengemukakan beberapa pembagian mas}lah}ah.

a. Mas}lah}ah berdasarkan segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan.39

1) Mas}lahah D{aru>riyyah, yaitu kemaslahatan yang berhubungan

dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat.

Kemaslahatan seperti ini ada lima macam, yaitu:

a) Melindungi Agama (al-Di>n). Untuk persoalan al-Di>n

berhubungan dengan ibadah-ibadah yang dilakukan seseorang

muslim dan muslimah, membela Islam dari ajaran-ajaran yang

sesat, membela Islam dari serangan-serangan orang-orang

yang beriman kepada agama lain.

b) Melindungi nyawa (al-Nafs), dalam Agama Islam nyawa

manusia adalah sesuatu yang sangat berharga bagi orang lain

atau dirinya sendiri.

c) Melindungi akal (al-‘Aql), yang membedakan manusia dengan

hewan adalah akal, oleh karena itu kita wajib menjaga dan

melindunginya. Islam menyarankan kita untuk menuntut ilmu

sampai keujung dunia manapun dan melarang kita untuk

merusak akal sehat kita, seperti meminim alkohol.

d) Melindungi keluarga/garis keturunan (al-Nasl). Menjaga

keturunan dengan menikah secara Agama dan Negara. Punya

anak diluar nikah, misalnya akan berdampak pada warisan dan

(48)

39

kekacauan dalam keluarga dengan tidak jelasnya status anak

tersebut.

e) Melindungi harta (al-Ma>l). Harta adalah hal yang sangat

penting dan berharga, namun Islam melarang untuk

mendapatkan harta dengan cara ilegal seperti mencuri korupsi

dan lain sebagainya.

Kelima hal yang penting di atas didapat dari syari’ah

eksensi dari pada exstensi manusia. Oleh karenanya itu semua

golongan sosial sudah selayaknya melindungi, karena jika tidak,

maka manusia di dunia akan menjadi rusak, kacau, miskin dan

menderita baik dunia maupun akhirat.

2) Mas}lah}ah H{a>jiyah, yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam

menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya

yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan

memelihara kebutuhan mendasar manusia.40 Suatu pelengkap dari

lima dasar kebutuhan hidup yang bertujuan untuk menfasilitasi

praktek dan penerapannya.

3) Mas}lah}ah Tahs}iniyyah (kepentingan pelengkap) untuk

memperindah kepentingan dari kebutuhan hidup (d}aru>riyyah) dan

pelengkapnya (H{a>jiyyat) yang bila diabaikan tidak mengganggu

kehidupan kita, hanya mungkin kurang menyenangkan sedikit.

40

(49)

40

b. Mas}lah}ah berdasarkan cakupannya (jangkauannya).

Bila ditinjau dari segi cakupan, Jumhur Ulama membagi

mas}lah}ah kepada tiga tingkatan, yaitu:41

1) Al-Mas}lah}ah al-‘Āmmah (mas}laḥah umum), yang berkaitan dengan

semua orang seperti mencetak mata uang untuk kemaslahatan

suatu negara.

2) Al-Mas}lah}ah al-Gha>libah (mas}lah}ah mayoritas), yang berkaitan

dengan mayoritas (kebanyakan) orang, tetapi tidak bagi semua

orang. Contohnya orang yang mengerjakan bahan baku pesanan

orang lain untuk dijadikan barang jadi, maka apabila orang tersebut

membuat kesalahan (kerusakan) wajib menggantinya.

3) Al-Mas}lah}ah al-Kha>s{s{ah (mas}laḥah khusus/pribadi), yang

berkenaan dengan orang-orang tertentu. Seperti adanya

kemaslahatan bagi seorang istri agar hakim menetapkan keputusan

fasah }karena suaminya dinyatakan hilang.

c. Mas}lah}ah dilihat dari segi keberadaan maṣlaḥah menurut syariat

Sedangkan mas}lah}ah dilihat dari segi keberadaan mas}laḥah

menurut syariat, menurut Muhammad Mushthafa al-Syalabi dibagi

menjadi tiga, yaitu:42

1) Al-Mas}lah}ah al-Mu’tabarah, yaitu mas}lah}ah yang secara tegas

diakui syariat dan telah ditetapkan ketentuan-ketentuan hukum

41 Ibid.

42 Muhammad Mushthafa al-Syalabi, Ta’li>l al-Ahka>m, (Mesir: Da>r al Nahd>oh al-‘Arabiyyah, tt),

(50)

41

untuk merealisasikannya guna untuk melindungi agama, jiwa,

akal, harta, dan keturunan.

2) Al- Mas}lah}ah al-Mulghā, yaitu sesuatu yang dianggap maṣlaḥah

oleh akal pikiran, tetapi dianggap palsu karena kenyataannya

bertentangan dengan ketentuan syariat. Misalnya, penambahan

harta melalui riba dianggap mas}lah}ah. Kesimpulan seperti itu

bertentangan dengan naṣ al-Qur’a>n surat al-Baqarah (2) ayat 275:

  ى   ى   ى   ى   ى   ى  ى   ى  ى   ى   ى   ى  ى  ى   ى   ى   ى  ى  ى   ى   ى  ى   ى   ى   ى   ى   ى  ى  ى  ى   ى  ى  ى   ى  ى  ى   ى   ى  ى   ى  ى   ى   ى   ى  ى  ى  ى   ى  ى  

‚Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdiri

Gambar

  Gambar 3.1  Jangkrik sebagai pakan burung
 Gambar 3.2  Pesananan jangkrik yang diwadahi dalam karung.
Gambar 3.3  Pelayanan pembelian jangkrik dengan sistem timbangan.
Gambar 3.4  Pelayanan pembelian jangkrik dengan sistem perkiraan.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perjanjian jual beli antara penjual dengan pembeli itu dibuat oleh salah satu pihak dengan cara menyiapkan syarat-syarat baku pada formulir perjanjian yang sudah

Dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap kedua belah pihak yaitu penjual dan pembeli yang melakukan praktik jual beli Ikan didalam lebung dengan

Collection Desa Singosaren Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo dengan sistem kredit mengenai perihalperspektif penjual mengarahkan ke jual beli kredit, perspektif

Akad yang digunakan sesuai dengan alur transaksi jual beli di situs Bukalapak, pembeli melihat barang dan harga barang lalu memesan dengan membayar terlebih dahulu, baru

Dalam skripsi ini subyek penelitian adalah pembeli dan penjual sedangkan obyeknya adalah jual beli ikan dalam kolam sedangkan subyek penulis pembeli dan penjual

Dengan penjual memberikan ganti rugi atau menerapkan khiyar, maka pembeli pun akan berlangganan kepada penjual tersebut. Setelah menelusuri kegiatan jual beli batu bata di

Dalam skripsi ini subyek penelitian adalah pembeli dan penjual sedangkan obyeknya adalah jual beli ikan dalam kolam sedangkan subyek penulis pembeli dan penjual

Pada transaksi jual-beli secara elektronik, khususnya melalui website, biasanya calon pembeli akan memilih barang tertentu yang ditawarkan oleh penjual atau pelaku usaha, dan