• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA (Studi Kasus Jual Beli Batu Bata Di Desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA (Studi Kasus Jual Beli Batu Bata Di Desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)

Oleh:

Suci Hadiyanti NPM.13104514

Jurusan : Ekonomi Syariah (Esy) Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1439/2018

(2)

ii

ii

PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA‟

(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata di Desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)

Oleh:

Suci Hadiyanti NPM.13104514

Pembimbing I : Siti Zulaikha, S.Ag., MH Pembimbing II : Imam Mustofa, M.S.I

Jurusan : Ekonomi Syariah (Esy) Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1439/2018

(3)

iii

(4)

iv

iv

(5)

v

PENERAPAN HAK KHIYAR PADA JUAL BELI ISTISHNA’

(Studi Kasus Jual Beli Batu Bata di Desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah)

ABSTRAK

Oleh

SUCI HADIYANTI

Islam memberikan keleluasan untuk memilih untuk membatalkan akad jual beli atau meneruskan akad jual yaitu dalam bentuk hak khiyar. Begitupun dalam jual beli yang menggunakan sistem istshna‟ atau pemesanan. Diadakannya khiyar oleh syara‟ agar antara penjual dan pembeli dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian hari lantaran merasa tertipu atau rugi. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi, serta teknik analisis data kualitatif dengan menggunakan metode berfikir induktif. Yaitu pengambilan kesimpulan dimulai dari pertanyaan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum. Data dan fakta hasil pengamatan lapangan disusun, diolah, dikaji kemudian ditarik maknanya dalam pernyataan atau kesimpulan yang bersifat umum.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hak khiyar dalam transaksi jual beli batu bata secara umum sudah sesuai dengan konsep istishna‟

meskipun belum maksimal, karena tidak semua penjual memahami arti khiyar.

Dalam praktiknya, penjual akan memberikan ganti rugi kepada pembeli jika batu bata yang dijual terdapat kerusakan setelah terjadi transaksi jual beli. Namun, tidak semua kerusakan batu bata diganti rugi oleh penjual. Hanya sebagian saja dari kerusakan batu bata yang diganti. Hal ini yang menjadikan penerapan khiyar dalam transaksi jual beli batu bata belum maksimal.

(6)

vi

vi

(7)

vii

MOTTO





















Artinya: (Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Imron (3): 76)

(8)

viii

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta berkahnya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:

1. Ayahanda Hadi Sutrisno dan Ibunda Seri yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, membimbing, mendo‟akan juga memberikan dukungan baik moril maupun materil demi keberhasilan studiku. Terimakasih atas cintamu, sayangmu, lelahmu, pesanmu, dukamu dan marahmu adalah jalan yang indah bagiku.

2. Adikku Endah Aulia yang selalu mendukung dan mendoakan dengan tulus sehingga saya mampu untuk melanjutkan pendidikan.

3. Untuk sahabat-sahabatku tersayang khususnya (Umi N.f, Septi, Ro‟is, Azizah, Lilis) yang telah banyak membantu baik dalam mencari ilmu maupun memberi dukungan moril dan senantiasa bersama dalam suka maupun duka selama menuntut ilmu di Kampus tercinta.

4. Rekan-rekan seperjuangan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam angkatan 2013, terutama keluarga besar Ekonomi Syariah kelas B angkatan 2013.

Terimakasih atas persahabatan yang telah kalian tebarkan.

5. Almamaterku tercinta Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penelitian skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program Strata Satu (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E). Selama menyelesaikan skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, selaku Rektor IAIN Metro.

2. Ibu Dr.Widhiya Ninsiana, M.Hum selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

3. Ibu Rina El maza, M.E.Sy selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah.

4. Ibu Siti Zulaikha, S.Ag., MH, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Pembimbing I yang di tengah kesibukannya, beliau masih dengan sabar membimbing dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.

5. Bapak Imam Mustofa, M.S.I, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, motivasi dan petunjuk sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Ekonomi Syariah yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman kepada peneliti.

7. Bapak Marno dan Bapak Dartam selaku pemilik industri batu bata yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.

8. Masyarakat pembeli batu bata yang bersedia memberikan informasi yang peneliti butuhkan sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.

9. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah membentu peneliti sehingga skripsi ini dapat peneliti selesaikan.

(10)

x

x

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Sistematika Penulisan ... 8

E. Penelitian Relevan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Jual Beli Istishna‟ ... 13

1. Pengertian Istishna‟ ... 13

2. Dasar Hukum Istishna‟ ... 14

3. Rukun dan Syarat Istishna‟ ... 16

4. Ketentuan Jual Beli Istishna‟ ... 17

B. Hak Khiyar ... 19

1. Pengertian Khiyar... 19

(12)

xii

xii

2. Macam-Macam Hak Khiyar ... 20

3. Hikmah Disyariatkannya Khiyar ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Sifat Penelitian... 26

B. Sumber Data ... 27

C. Teknik Pengumpulan Data ... 29

D. Teknik Penjamin Keabsahan Data ... 32

E. Teknis Analisa Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 34

1. Sejarah dan Profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah ... 34

2. Visi dan Misi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah ... 38

B. Penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟ di Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah ... 39

C. Analisis penerapan hak khiyar pada jual beli Istishna‟ di Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah ... 45

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keputusan Bimbingan 2. Out Line

3. Alat Pengumpulan Data 4. Surat Izin Research 5. Surat Tugas Research 6. Nota Dinas

7. Kartu Bimbingan Konsultasi Skripsi 8. Dokumentasi

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum mengenai muamalah telah dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur‟an dan dijelaskan pula oleh Rasulullah dalam As-Sunah yang suci. Muamalah inilah yang harus digali manusia dari masa kemasa karena seiring dengan perkembangan hidup manusia yang selalu berubah.1 Pada dasarnya manusia dalam kehidupannya dituntut melakukan suatu usaha untuk mendatangkan hasil dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya untuk mengadakan transaksi ekonomi, salah satunya adalah jual beli.

Jual beli merupakan salah satu aktivitas bisnis yang sudah berlangsung cukup lama dalam masyarakat. Transaksi jual beli yang sudah menjadi kegiatan sehari-hari di masyarakat ini bermacam-macam baik dalam bentuk barang yang telah jadi maupun barang yang belum jadi atau barang mentah yang mulanya harus memesan terlebih dahulu. Ada beberapa jenis transaksi jual beli dalam Islam, salah satunya yaitu transaksi jual beli istishna‟. Istisna‟ yaitu akad jual barang pesanan di

1Mujiatun Ridawati, Konsep Khiyar „Aib Dan Relevansinya Dengan Garansinya dalam Tafaqquh (Lombok: IAI Qamarul Huda Bagu Lombok Tengah) Vol.1, no.1, Juni 2016, h. 58.

(15)

antara dua belah pihak dengan spesifikasi dan pembayaran tertentu.

Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia dipasaran.2 Syarat utama istishna‟ adalah spesifikasi barang dapat ditentukan dengan jelas. Selanjutnya kedua belah pihak harus berakal (cakap bertindak hukum), kerelaan (tidak ingkar janji), menyatakan kesanggupan untuk membuatkan barang tersebut, barang yang dipesan mempunyai kriteria dan ukuran yang jelas, dan barang yang dipesan tidak termasuk barang yang dilarang agama.3

Penjual menerima pesanan dari pembeli. Kemudian penjual berusaha membuat barang pesanan yang dipesan oleh pembeli berdasarkan spesifikasi yang telah disepakati. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.4 Kontrak istishna‟ menciptakan kewajiban moral bagi perusahaan untuk memproduksi barang pesanan pembeli. Sebelum perusahaan mulai memproduksinya, setiap pihak dapat membatalkan kontrak dengan memberitahukan sebelumnya kepada pihak yang lain. Namun, apabila perusahaan sudah memulai produksinya, kontrak istishna‟ tidak dapat diputuskan sepihak.

2 Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna‟, Dalam Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, (Sumut: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumater Utara) vol.13, No.2, September 2013, h. 203

3 Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta:

Kencana, 2012), h. 55

4 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani, 2001), Edisi 1, Cet. Ke-2, h. 113

(16)

3

Meskipun waktu penyerahan tidak harus ditentukan dalam akad istishna‟, pembeli dapat menetapkan waktu penyerahan maksimum yang berarti bahwa jika perusahaan terlambat memenuhinya, pembeli tidak terikat untuk menerima barang dan membayar harganya. Namun, harga dalam istishna‟ dapat dikaitkan dengan waktu penyerahan. Jadi, boleh di sepakati bahwa apabila terjadi keterlambatan penyerahan harga dapat di potong jumlah tertentu perhari keterlambatan.5

Islam memberikan keleluasan untuk memilih untuk membatalkan akad jual beli atau meneruskan akad jual yaitu dalam bentuk hak khiyar.6 Khiyar dibagi menjadi tiga macam:

1. Khiyar Majlis

Khiyar majlis yaitu penjual dan pembeli boleh memilih antara dua pilihan meneruskan atau membatalkan akad jual beli tersebut selama keduanya masih berada di tempat jual beli. Khiyar majlis diperbolehkan dalam semua bentuk jual beli. Hal ini didasarkan pada hadis RasulullahSAW yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim yakni: “Penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum berpisah”.

Dari hadis tersebut diketahui bahwa bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiyar majlis tidak berlaku lagi, batal.

2. Khiyar Syarat

Khiyar syarat ialah penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu baik oleh penjual maupun oleh pembeli seperti seseorang berkata “saya jual rumah ini dengan harga Rp. 100.000.000,00 dengan syarat khiar selama tiga hari. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yaitu: “engkau boleh khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi dan Ibnu Majah).

3. Khiyar „Aib

Khiyar „Aib (cacat) ialah hak memilih di mana pembeli boleh mengembalikan barang yang dibelinya apabila pada barang yang dibeli terdapat cacat pada benda yang diperjualbelikan dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya pada saat akad berlangsung. Seperti yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Dawud dari Aisyah r.a bahwa seseorang

5 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.96

6 Shobirin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dalam Jurnal Bisnis (Kudus: STAIN KUDUS) Vol. 3, No. 2, Desember 2015, h. 256

(17)

membeli budak, kemudian budak tersebut disuruh berdiri di dekatnya, didapatinya pada diri budak itu kecacatan, lalu diadukan kepada Rasul, maka budak itu dikembalikan pada penjual.7

Diadakannya khiyar oleh syara‟ agar kedua orang tersebut dapat memikirkan kemaslahatan masing-masing lebih jauh, supaya tidak terjadi penyesalan dikemudian hari lantaran merasa tertipu atau rugi.

Praktek kegiatan jual beli yang berkembang di masyarakat, penjual sering kurang memperhatikan tingkat kepuasan konsumen. Salah satu contoh jual beli dengan pemesanan terhadap barang yang belum jadi yaitu jual beli dalam bidang industri batu bata. Namun setelah diteliti, tidak sedikit barang yang dikirim mengalami cacat atau rusak ketika sampai ditangan pembeli.8

Penjual memiliki kecenderungan untuk mempersempit tanggung jawabnya. Penjual bertanggung jawab dengan memberikan batasan waktu kepada pembeli, apabila terdapat cacat dari barang yang di pesan. Padahal tidak jarang pembeli baru menemukan cacat barang tersebut setelah masa yang disediakan oleh penjual jatuh tempo. Tentu saja hal tersebut sangat merugikan bagi pembeli karena ia tidak mendapatkan barang dengan kondisi yang semestinya dan tidak senilai dengan harga yang dibayarkan.9

Dilihat dari praktek lapangan yang terjadi di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram, pelaksanaan jual beli batu bata dengan cara dipesan, inilah yang kita kenal dengan jual beli Istishna‟.

7 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) h. 84.

8 Yulia Hafizah, Khiyar Sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan Dalam Bisnis Islam,dalam Jurnal At-Taradhi (Manado: Universitas Sam Ratulangi), Vol. 3/No. 2 /Desember/2012, h. 165.

9 Chandra Dewi Puspitasari, Tanggung Jawab Developer untuk Menanggung Cacat Tersembunyi dalam Perjanjian Jual Beli Rumah Perumahan, dalam Jurnal Penelitian Humaniora(Yogyakarta: FISE UNY), Vol 12, no 2, Oktober 2007, h. 4.

(18)

5

Pelaksanaan jual beli istishna‟ biasanya menunggu waktu beberapa minggu sampai batu bata yang dipesan benar-benar selesai dan dapat digunakan oleh pihak pemesan. Para pemesan tidak hanya yang berdomisili di desa Sumber Agung bahkan banyak pesanan dari berbagai desa-desa tetangga.

Berdasarkan hasil pra-survey penelitian lapangan tepatnya di Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah, peneliti mewawancarai Bapak Marno salah satu penjual batu bata di desa Sumber Agung. Menurut beliau, pelaksanaan jual beli batu bata yang dilakukan oleh masyarakat di desa Sumber Agung adalah menggunakan sistem pemesanan. Batu bata yang di pesan dari pembeli bukan hanya seribu atau dua ribu batu bata saja, biasanya mencapai puluhan ribu batu bata dalam sekali pesan. Batu bata yang di pesan biasanya dikirim dengan menggunakan mobil truk. Batu bata yang dimasukkan ke dalam mobil dibantu oleh kuli yang bekerja di industri tersebut. Dari sekian banyak melakukan pengiriman dan pembuatan pesanan itu, ada juga pembeli yang komplain dengan alasan terjadi ketidaksesuaian yang telah di pesan dengan yang di kirimkan atau dibuatkan oleh penjual kepada si pembeli.

Kesalahan-kesalahan yang terjadi di antaranya dari bentuk batu bata yang rusak ketika dikirim, atau waktu pengiriman yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.10

10 Prasurvey dengan Bapak Marno Selaku Pemilik Industri Batu Bata, 24 September 2017.

(19)

Cacat atau rusaknya batu bata tersebut bisa berupa retaknya batu bata yang sebelumnya tidak diketahui oleh pembeli karena sistem pembelian berupa pemesanan tetapi hal ini tidak diberitahukan penjual.

Bisa juga disebabkan karena bercampurnya batu bata yang mempunyai kualitas bagus dan jelek ketika hendak diangkut ke mobil dan dikirim ke pembeli. Namun terkadang cacat yang ada pada batu bata tersebut disebabkan karena rusak ketika sedang dalam pengiriman ke lokasi atau tempat kediaman pembeli.

Penjual yang mengetahui kerusakan tersebut banyak yang tidak mau mengganti rugi batu bata tersebut dan akhirnya pembeli yang merasa dirugikan. Sedangkan dalam Islam ketika seorang pembeli menemukan adanya cacat barang yang terdapat dalam objek jual beli maka dia mempunyai hak untuk mengembalikan barang tersebut dan mendapat ganti yang sesuai.

Berdasarkan pra-survey dilapangan, Susanto selaku kuli mengatakan bahwa cara jual beli batu bata tersebut dilakukan dengan si pembeli memberikan uang muka kepada penjual agar dibuatkan batu bata.

Kemudian setelah jadi, barulah batu bata tersebut dikirim menggunakan mobil ke kediaman pembeli. Menurut Susanto, dia sudah memasukkan batu bata dengan kualitas bagus, tapi masih ada pembeli yang komplain dengan alasan batu bata itu rusak ketika sampai di lokasi.

Berdasarkan keterangan bapak Dalijo selaku pembeli, beliau merasa dirugikan ketika memesan batu bata kepada penjual dengan

(20)

7

perjanjian hanya dua minggu dan penjualpun menyetujuinya. Akan tetapi setelah waktu tiba, batu bata yang dipesan belum selesai. Dan ketika batu bata itu sampai dirumahnya, terdapat batu bata yang rusak. Namun ketika dia komplain dengan penjual, penjual tidak mau mengganti rugi atas kerusakan tersebut. Dengan alasan bahwa penjual sudah memasukkan batu bata dengan kualitas bagus ketika hendak mengirimnya.11

Berdasarkan kenyataan dan keterangan itulah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai penerapan hak khiyar dalam jual beli pesanan dan membahasnya lebih lanjut dalam bentuk skripsi yang penulis beri judul “Penerapan Hak Khiyar Pada Jual Beli Istishna‟ (Studi Kasus Jual Beli Batu Bata desa Sumber Agung Kec.

Seputih Mataram Lampung Tengah)”.

B. Pertanyaan Penelitian

Melihat permasalahan yang ada dalam latar belakang masalah, maka timbul pertanyaan yaitu: Bagaimana penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam

11Prasurvey dengan dengan beberapa pembeli batu bata Kabupaten Lampung Tengah, 15 Mei 2017.

(21)

jual beli batu bata desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah.

2. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis

Manfaat penelitian ini, secara teoritis adalah sebagai bentuk penerapan terhadap ilmu pengetahuan, terutama terkait peneraan hak khiyar dalam jual beli istishna‟ dan alat pemahaman mendalam mengenai hak khiyar dalam jual beli istishna‟.

b. Secara Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan pengetahuan serta bahan bacaan bagi pihak-pihak yang ingin mengetahui tentang penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dan hal-hal yang terkait dengan hal tersebut.

D. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan bab pertama dari proposal penelitian yang akan menghantarkan pembaca untuk mengetahui apa yang akan diteliti, mengapa diteliti dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Dalam bab ini dipaparkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara teori dengan praktek mengenai penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata yang terjadi di desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata

(22)

9

yang terjadi di desa Sumber Agung Kec. Seputih Mataram Lampung Tengah.

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori merupakan bab kedua dalam proposal ini yang membahas teori-teori yang berhubungan dengan hak khiyar dalam jual beli istishna‟. Pada bab ini peneliti membahas tentang penerapan hak khiyar dan hal-hal yang terkait dengan jual beli istishna‟. Kemudian dilanjutkan dengan konsep umum jual beli istishna‟ yang mencakup pengertian dan dasar hukum jual beli istishna‟, syarat dan rukun jual beli istishna‟, perjanjian jual beli dan hak khiyar.

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan bab yang membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian seperti, sifat dan jenis penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik penjamin keabsahan data dan teknik analisis data. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Dalam penelitian ini sumber data primer adalah penjual, pembeli serta kuli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram, sedangkan sumber data sekunder diperoleh peneliti melalui buku-buku, jurnal-jurnal dan situs internet. Kemudian teknik keabsahan data berupa triangulasi dan teknik analisa deskriptif yang akan memudahkan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(23)

Bab hasil penelitian dan pembahasan berisi tentang temuan peneliti yang diperoleh dari lapangan dengan metode penelitian yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam bab ini dipaparkan tentang penerapan hak khiyar yang terjadi dalam jual beli istisna‟ dalam jual beli batu bata tersebut kemudian diuraikan dengan paparan teori sebelumnya, sehingga diperoleh hasil analisa data.

BAB V PENUTUP

Penutup memuat temuan pokok dan kesimpulan, kesimpulan diambil peneliti dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya. Kesimpulan ini ditarik guna menjawab pertanyaan penelitian.

Dalam bab penutup ini juga terdapat saran-saran serta rekomendasi terhadap penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ yang terjadi di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

E. Penelitian Relevan

Penelitian relevan berisi tentang uraian hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan persoalan yang akan dikaji. Beberapa penelitian relevain ini antara lain:

Penelitian skripsi, Jurnal penelitian Wilda Karima

“Implementasi Prinsip Khiyar E-Commerce Tahun 2010”12. Penelitian ini mengupas permasalahan khiyar E-Commerce dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pelaku usaha atau penjual dengan para konsumen tentang adanya pembatalan perjanjian maupun pengembalian terhadap

12 Wilda Karima, “Jual Beli Melalui Media Elektronik E-Commerce Tahun 2015”, dalam jurnal perpustakaan unsyiah.ac.id, (Banda Aceh: Penerbit Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala), 4/ Desember 2015

(24)

11

suatu barang yang memilliki kerusakan atau cacat tersembunyi.

Kesimpulan yang didapat adalah pelaksanaan hak khiyar dalam praktik perdagangan melalui elektronik (e-commerce). Perbedaannya terletak pada obyek penelitian fokus tentang pelaksanaan hak khiyar dalam praktik perdagangan melalui elektronik (e-commerce).

Penelitian, Laporan akhir Sri Sumaryanih, “Khiyar Dalam Jual Beli Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perdata Tahun 2010”13, khiyar dalam hukum islam dengan hukum perdata memiliki tujuan yang sama yaitu mewujudkan ketertiban, keamanan dan melindungi hak asasi manusia. Perbedaannya yaitu tidak ada penelitian terhadap penerapan khiyar dilapangan.

Penelitian ketiga skripsi Indah Widiyani, “Tinjauan Ekonomi Islam Terhadap Pelaksanaan Hak Khiyar „Aib Dipasar Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015”14. Indah Widiyani, mahasiswa IAIN metro dalam penelitiannya, menerangkan hak khiyar „aib yang terjadi diseputar pasar seputih banyak, menyimpulkan bahwa apabila setelah terima uang dan barang tapi ternyata memiliki aib yang diketahui oleh pembeli maka boleh dilakukan pembatalan (khiyar „aib). Artinya pelaksanaan khiyar aib di pasar Seputih Banyak sudah sesuai dengan tinjauan ekonomi islam.

13 Sri Sumaryanih, “ Khiyar Dalam Jual Beli Menurut Hukum Islam Dan Hukum Perdata Tahun 2010”, Skripsi IAIM NU Metro Tahun 2010.

14 Indah Widiyani, “ Tinjauan Ekonomi Islam Tentang Pelaksanaan Hak Khiyar „Aib Di Pasar Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015 ”, Skripsi IAIN Metro Tahun 2015.

(25)

Dari beberapa hasil penelitian yang dikemukaan di atas, dapat diketahui bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ini memiliki kajian yang berbeda, walaupun memiliki fokus kajian yang sama pada tema-tema tertentu. Akan tetapi dalam penelitian yang akan dikaji oleh peneliti ditekankan pada jual beli batu bata yang kemungkinan tidak ada kejujuran penjual, tanggung jawab penjual, serta belum diterapkannya hak khiyar pada bata yang diperjual belikan di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Jual Beli Istishna’

1. Pengertian Istishna’

Istishna‟ secara etimologis adalah masdar dari sitashna‟

asy-sya‟i, yaitu meminta membuat sesuatu.

1 Istishna‟ secara terminologi berarti memeinta kepada seseorang untuk dibuatkan suatu barang tertentu dengan spesifikasi tertentu. Istishna juga diartikan sebagai akad untuk membeli barang yang akan dibuat dari seseorang. Jadi, dalam akad istishna‟ barang yang menjadi objek adalah barang-barang buatan atau hasil karya.

Bahan dasar yang digunakan untuk membuat barang tersebut berasal dari orang yang membuatnya.2

Ba‟i istishna adalah jual beli antara pemesan dengan penerima pesanan atas sebuah barang atas spesifikasi tertentu.3 Menurut para ulama bai‟ istishna‟ (jual beli dengan pesanan) merupakan suatu jenis khusus dari akad bai‟ as-salam (jual beli salam). Barang yang dipesan belum diproduksi atau tidak tersedia di

1 Mardani, Ayat-Ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2011), h.199

2 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014), h. 78

3 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 136

(27)

pasaran. Pembayarannya dapat secara kontan atau dengan cicilan tergantung kesepakatan kedua belah pihak.4

Istishna‟ merupakan akad kontrak jual beli barang antara dua pihak berdasarkan pesanan dari pihak lain, dan barang pesanan akan diproduksi sesuai dengan peifikai yang telah di sepakati dan menjualnya dengan harga dan cara pembayarannya yang telah disetujui terlebih dahulu.5

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa istishna‟ adalah pemesanan barang kepada pihak lain sebagai pembuat, dimana pemesan memberikan klasifikasi yang akan dipesan. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir.

2. Dasar Hukum Istishna’

Landasan syari‟ah mengenai transaksi istishna‟ terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 282, yang berbunyi:





















6

4 Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam Dan Istisna‟, Dalam Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, (Sumut: Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumater Utara) vol.13, No.2, September 2013, h. 212

5 Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 146

6 QS. Al-Baqarah (2): 282

(28)

15

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (Q.S. Al-Baqarah: 282)

Dari ayat diatas diketahui bahwa ketika hendak melakukan kegiatan bermuamalah dengan waktu yang ditentukan, hendaknya menulis transaksi yang dilakukan.

Landasan hukum persyarikatan akad istishna‟ didasarkan pada hadits Nabi SAW. Diceritakan Nabi SAW pernah memesan agar dibuatkan cincin dari perak, seperti yang dijelaskan pada hadits dibawah ini:

َيِضَر ٍسَوَا ْهَع ْنأ َداَرَا َناَك مهسو ًيهع الله يهص ُ َّالله َّيِبَو َّنَا ًُْىَع ُالله

.ٌمِتاَخ ًِْيَهَع اًباَتِك َّلاِإ َن ْىُهَبْقَي َلا َمَجَعْنا َّنِإ ًَُن َمْيِقَف ِمَجَعْنا ىَنِإ َبُتْكَي ِف ًِِض اَيَب ىَنِإ ُرُظْوُأ ىَّوَأَك َلاَق .ٍةَّضِف ْهِم ًامَتاَخ َعَىَطْصاَف .ِيِذَي ى

7

Artinya: “Dari Anas r.a. sesungguhnya Nabi Saw. Pada suatu hari hendak menuliskan surat kepada raja non Arab. Lalu, dikabarkan kepada beliau “sesungguhnya raja-raja non Arab tidak sudi menerima surat yang tidak distempel”, maka beliau beliaupun memesan agar ia dibuatkan cincin stempel dari bahan perak. Anas mengisahkan

“seakan-akan sekarang ini aku dapat menyaksikan kemilau putih di tangan beliau”.

Maksud dalam hadits di atas yaitu Rasulullah juga melakukan akad dengan cara pemesanan seperti dalam jual beli istishna‟.

7 H.R. Muslim

(29)

Menurut ulama Malikiyah, Syafi‟iyyah, dan Hanabilah, akad jual beli istishna‟ diperbolehkan atau sah dengan landasan akad jual beli salam, dengan catatan terpenuhinya syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam salam. Diantaranya: adanya serah terima modal (pembayaran) di majlis secara tunai.8

Madzhab Hanafi menyetujui kontrak istishna‟ dikarenakan adanya alasan-alasan berikut:

a. Masyarakat telah banyak mempraktikannya secara luas tanpa adanya keberatan sama sekali.

b. Dalam istishna‟ terdapat atas kebutuhan masyarakat. Orang banyak sekali memerlukan barang yang tidak tersedia di pasar sehingga cenderung melalukan kontrak untuk membuatkan barang.

c. Jual beli istishna‟ diperbolehkan atau sah sesuai dengan aturan umum, selama tidak bertentangan dengan aturan syariah.9

3. Rukun dan Syarat Jual Beli Istisna’

a. Rukun Jual Beli Istishna‟

Rukun istishna‟ menurut Hanafiyah adalah ijab dan kabul. Akan tetapi menurut jumhur ulama, rukun istishna‟ ada tiga, yaitu:

1) „Akid (para pihak yang berakad) yaitu: shani‟ (produsen/penjual) dan mustashni‟ (orang yang memesan/konsumen), atau pembeli.

2) Ma‟qud „alaih (objek akad), yaitu „amal (pekerjaan), barang yang dipesan dan harga.

3) Sighat ijab dan qabul.10

8 Dimyauddin Djwaini, Pengantar Fiqh, h. 138

9 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Pers, 200), h. 113

10 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 104

(30)

17

b. Syarat Jual Beli Istishna‟

1) Objek akad (atau produk yang dipesan) harus dinyatakan secara rinci: jenis, ukuran dan sifatnya. Syarat ini sangat penting untuk menghilangkan unsur jihalah dan gharar.

2) Produk yang dipesan berupa hasil pekerjaan atau kerajinan yang mana masyarakat lazim memesannya, seperti sepatu, perabot rumah tangga, dan lain-lain.

3) Waktu pengadaan produk tidak dibatasi. Jika dibatasi dengan waktu tenggang tertentu, maka ia menjadi akad salam.11

4. Ketentuan Jual Beli Istishna’

Ada tiga ketentuan tentang jual beli istishna‟.12 a. Pertama, ketentuan tentang pembayaran:

1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang atau manfaat.

2) Pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.

b. Kedua, ketentuan tentang barang

1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai utang.

2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya 3) Penyerahannya dilakukan kemudian.

11 Gufron A. Mas‟adi, Fiqih Mu‟amalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 149

12 Siti Mujiatun, Jual Beli Dalam Perspektif Islam: Salam dan Istishna‟ dalam Jurnal Riset Akuntansi dan Bisnis, h. 214

(31)

4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

5) Pembeli (mustashni‟) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

7) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau membatalkan akad.

c. Ketiga, penyerahan barang sebelum atau pada waktunya13.

1) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah disepakati.

2) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi penjual tidak boleh meminta tambahan harga.

3) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah dan pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).

4) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat: kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

13 Ibid h. 215

(32)

19

5) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan. Pertama, membatalkan kontrak dan meninta kembali uangnya. Kedua, menunggu sampai barang tersedia.

B. Hak Khiyar

1. Pengertian Khiyar

Kata khiyar berasal dari bahasa arab berarti pilihan.

Pembahasan khiyar dikemukakan ulama fiqih dalam permasalahan menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya masalah ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi tersebut.14 Secara terminologi khiyar adalah mencari kebaikan dari dua perkara, yaitu melangsungkan atau meninggalkan jual beli.

Hak khiyar ditetapkan dalam Islam untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan jual beli. Dari satu segi memang khiyar ini tidak praktis karena mengandung ketidakpastian suatu transaksi, namun dari segi kepuasan pihak yang melakukan transaksi, khiyar ini termasuk jalan yang terbaik.15

Landasan hukum khiyar dalam Al-Qur‟an memang tidak dijelaskan secara rinci. Al-qur‟an hanya menyebutkan secara garis

14 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 129

15 Nizaruddin, Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Idea Press, 2013) h. 122

(33)

besar bahwa dalam pengelolaan harta tidak boleh dengan cara bathil sebagaimana disebutkan dalam AL-Qur‟an Surah AN-Nisa ayat 29:































 :ءاسىنا) 99 )

Artinya: “hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil kecuali dengan jalan perniagaan berlaku dengan suka sama suka diantara kamu...(Qs. An-Nisa‟: 29)16

Yang diperbolehkan dalam memakan harta orang lain adalah dengan jalan perniagaan yang saling “berkeridhaan” (suka sama suka) di antaramu (kedua belah pihak). Walaupun kerelaan adalah sesuatu yang tersembunyi di lubuk hati, tetapi indikator dan tanda-tandanya dapat terlihat. Ijab dan qabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan sebagai serah terima adalah bentuk- bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan kerelaan. Artinya penting dalam bertransaksi itu harus saling ridho. Oleh karena itu Islam memberikan hak khiyar terhadap orang yang melakukan jual beli.

16 QS. AN-Nisa: 29.

(34)

21

2. Macam-Macam Hak Khiyar a. Khiyar Majlis

Khiyar majlis adalah tempat yang dijadikan berlangsungnya transaksi jual beli. Imam Syafi‟i dan Ahmad berpendapat bahwa apabila jual beli telah terjadi, kedua belah pihak mempunyai hak khiyar majlis selama mereka belum berpisah dan menetapkan pilihannya untuk melangsungkan jual belinya.

Alasan Imam Syafi‟i adalah hadis: penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar majlis selama keduanya belum berpisah.17

Terkadang seseorang membeli barang kepada orang lain karena membutuhkannya, tetapi kemudian ia menyesal karena kemahalan harga atau adanya sesuatu yang tidak diharapkan pada barang yang dibelinya. Oleh karena itu Rasulullah menetapkan bagi setiap pihak untuk mempunyai hak khiyar setelah ijab qabul untuk meneruskan atau meninggalkan jual beli selama masih dalam satu majlis. Apabila salah seorang meninggalkan tempat akad, hak khiyar bagi kedua pihak sudah hilang.

b. Khiyar Syarat

Khiyar syarat yaitu jika kedua pihak yang mengadakan transaksi dengan mengajukan syarat adanya khiyar dalam akadnya

17 Siah Khosyi‟ah, Fiqih Muamalah Perbandingan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014) h.

126

(35)

atau setelah akad, yaitu semasa khiyar berlangsung, dalam tempo sama-sama diketahui oleh kedua belah pihak.18

Khiyar syarat batal dengan ucapan dan tindakan pembeli terhadap barang yang dibelinya dengan cara mewakafkan, menghibbahkan atau membayar harga tersebut. Karena tindakannya tersebut menunjukkan keridhaannya atas akad jual beli. Rasulullah bersabda:

َثَلاَث َاهَتْعَتْبِا ٍةَعْهِس ِّمُك يِف ِراَيِخْنِاب َتْوَا ٍلَايَن

)يقهيبنا ياور(

Artinya: “Kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam” (Riwayat Baihaqi).

Dari hadits diatas diketahui bahwa masa khiyar syarat paling lama hanya tiga hari tiga malam terhitung dari waktu akad yang dilakukan.

Khiyar syarat sama halnya dengan khiyar majlis hanya berlaku pada akad-akad yang umum saja, yaitu jenis akad yang dapat dibatalkan oleh kerelaan pihak yang menyelenggarakannya seperti akad jual beli, ijarah (yang bersifat mengikat kedua belah pihak).19

Sebab-sebab berakhirnya khiyar syarat adalah sebagai berikut :

18 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie Al-Kattani,dkk, dengan judul asli Al-Mulakhsul Fiqhi, (Jakarta: Gema Insani, 2005), h. 378

19 Yulia Hafizah, Khiyar Sebagai Upaya Mewujudkan Keadilan Dalam Bisnis Islam, dalam Jurnal At-Taradhi (Manado: Universitas Sam Ratulangi), Vol. 3/No. 2 /Desember/2012, h.

166

(36)

23

1) adanya pembatalan akad.

2) melewati batas waktu khiyar yang telah disepakati/ditetapkan.

Ada perbedaan pendapat tentang batas waktu khiyar, menurut Imam Syafi‟I dan Abu Hanifah berpendapat bahwa jangka waktu khiyar adalah tiga hari, sedangkan menurut Imam Malik jangka waktu khiyar adalah sesuai dengan kebutuhan.

3) terjadi penambahan atau pengembangan dalam penguasaan pihak pembeli baik dari segi jumlah seperti beranak atau mengembang.

4) terjadi kerusakan pada objek akad. Jika kerusakaan tersebut terjadi dalam penguasaan pihak penjual maka akadnya batal dan berkhirlah khiyar. Namun apabila kerusakaan terjadi dalam penguasaan pihak pembeli maka berakhirlah khiyar namun tidak membatalkan akad.20

c. Khiyar „Aib

Khiyar „aib yaitu suatu hak yang diberikan kepada pembeli dalam kontrak jual beli untuk membatalkan atau meneruskan kontrak jika si pembeli menemukan cacat dalam barang yang telah dibelinya sehingga menurunkan nilai barang itu.21 Hak ini telah digariskan oleh hukum, dan pihak-pihak yang terlibat tidak boleh melanggarnya dalam kontrak.

20 Shobirin, Jual Beli Dalam Pandangan Islam, dalam Jurnal Bisnis (Kudus: STAIN KUDUS) Vol. 3, No. 2, Desember 2015, h. 258.

21 Mardani, Ayat-Ayat dan Hadits Ekonomi Syariah, h. 106

(37)

Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya barang pengganti, baik diucapkan secara jelas atau tidak, kecuali ada keridhoan dari yang akad. Sebaliknya, jika tidak tampak adanya kecacatan, barang pengganti tidak diperlukan lagi.22

Apabila akad telah dilakukan dan pembeli telah mengetahui adanya cacat pada barang tersebut dan mereka tidak menganggap kekurangan tersebut suatu cacat yang dapat mengurangi nilai jual atau nilai barang maka akadnya sah dan tidak ada lagi khiyar setelahnya. Alasannya ia telah rela dengan barang tersebut beserta kondisinya.

Namun jika pembeli belum mengetahui cacat barang tersebut dan mengetahuinya setelah akad, maka akad tetap dinyatakan benar dan pihak pembeli berhak melakukan khiyar antara mengembalikan barang atau meminta ganti rugi sesuai dengan adanya cacat.

Khiyar „aib bisa dijalankan dengan syarat sebagai berikut23:

1) Adanya cacat setelah akad atau sebelum diserahkan, yakni cacat tersebut telah lama ada.

2) Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad dan ketika menerima barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahui

22 Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001) h. 116

23 Ibid h.117

(38)

25

adanya cacat ketika menerima barang, maka khiyar tidak berlaku sebab ia dianggap rida.

3) Pemilik barang tidak mensyaratkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat. Dengan demikian, jika penjual mensyaratkannya, tidak ada khiyar. Jika pembeli membebaskannya, maka hak khiyar gugur.

3. Hikmah Disyariatkannya Khiyar

Islam telah memberikan hak memilih bagi pihak yang melakukan akad. Hal itu diharapkan pihak yang mengadakan akad tersebut dapat melakukan urusannya dengan leluasa dan dapat melihat kemaslahatan yang ada di belakang transaksi tersebut. Sehingga, ia dapat mengedepankan hal-hal yang mengandug kebaikan dan menghindari hal-hal yang tidak ada maslahatnya.24

Hikmah disyariatkannya khiyar adalah untuk kemaslahatan bagi pihak-pihak yang melakukan akad itu sendiri, memelihara kerukunan hubungan baik serta menjalin cinta kasih diantara sesama manusia. Adakalanya pembeli barang merasa menyesal membeli barang karena alasan tertentu, maka dia berniat mengurungkannya.

Sekiranya hak khiyar tidak ada, akan menimbulkan penyesalan.25 Dengan disyariatkannya khiyar bertujuan untuk menghindari manusia dari hal-hal demikian, sehingga keharmonisan, kerukunan, dan keselamatan akan terjakin di antara sesama manusia.

24 Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, h. 377

25 Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015) h. 32

(39)

A. Jenis dan Sifat Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan merupakan suatu metode untuk menemukan secara khusus dan realistis apa yang tengah terjadi pada suatu saat di tengah masyarakat.1 Penelitian lapangan biasanya membuat catatan lapangan secara ekstensif yang kemudian dibuatkan kodenya dan dianalisis dalam berbagai cara.2Tujuan penelitian lapangan adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.3 Penelitian lapangan di sini adalah peneliti akan meneliti penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata yang akan dilakukan kepada penjual dan pembeli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

1 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 32.

2Lexy j Moleong, Metodelagi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosadakarya, 2014), h. 26.

3Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, ( Jakarta: Pt Bumi Aksara, 2007), h. 46.

(40)

27

2. Sifat Penelitian

Melihat dari permasalahan yang ada, maka penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekedar berdasarkan data-data, juga menyajikan data menganalisis dan menginterpretasikan.4 Menurut Juliansyah Noor penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian, yang terjadi saat sekarang.5Menurut Husein Umar, deskriptif adalah menggambarkan sifat sesuatu yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memerikasa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.6

Dengan sifat penelitian tersebut, peneliti dapat mengkaji persoalan secara objektif dari objek yang diteliti, dengan data-data yang diperlukan. Sifat penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

B. Sumber Data

Sumber data di dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh. Menurut Lofland sumber data di dalam penelitian utama kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan

4Ibid,

5Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 34.

6Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,2009), h.22.

(41)

seperti dokumen-dokumen, sumber data tertulis, foto, dan lain-lain.7 Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua sumber yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.8 Sumber data primer ini diperoleh melalui penjual dari batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah, kuli dari industri batu bata, dan pembeli batu bata tersebut. Di desa Sumber Agung terdapat lima penjual batu bata yang menjual batu bata siap pakai, namun peneliti hanya melakukan penelitian pada dua penjual saja, yaitu penjual batu bata terbesar di desa Sumber Agung.

Sumber data dari masyarakat dipilih berdasarkan teknik sampling. Teknik sempling yang penulis gunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sempel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Memilih orang sebagai sempel, yaitu dengan memilih orang yang benar-benar mengetahui atau memiliki kompetensi dengan topik penelitian.9 Sesuai dengan purposive sampling dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 10 orang pembeli di desa Sumber Agung maupun luar desa Sumber Agung.

7 Lexy J. Moleong, Metode penelitian Kualitatif, h.157.

8Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 91.

9 Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rajawali Press,2012), h.79.

(42)

29

2. Sumber Data Skunder

Sumber data skunder merupakan data yang diperoleh dari pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penelitian ini, seperti data yang diperoleh dari perpustakaan dan sumber-sumber lain yang tentunya bisa membantu terkumpulnya data yang berguna untuk penelitian ini.10 Dengan demikian sumber data skunder adalah sumber data yang diperoleh dari pihak lain yang tidak terkait dengan sumber primer penelitian. Sumber data skunder yang digunakan peneliti meliputi buku Fikih Ekonomi Syariah karangan Rozalinda, buku Fiqih Mu‟amalah Kontemporer karangan Imam Mustofa, buku Fiqih Muamalah karangan Nizaruddin dan kepustakaan ilmiah lainya yang terkait dengan hak khiyar dan jual beli istishna‟.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.11Teknik kualitatif menghasilkan deskripsi lisan untuk menggambarkan kekayaan dan kompleksitas kejadian yang terjadi dalam rancangan alamiah dari sudut pandang partisipan.12Metode pengumpulan data yang umumnya digunakan dalam kancah penelitian kualitatif adalah wawancara, observasi, dan focus group discusion. Menurut Juliansyah Noor, cara pengumpulan data dapat menggunakan teknik wawancara (interview),

10 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian , ( Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 39.

11Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian,h. 138.

12Uhar Suharsa Putra, Metode Penelitian Kuatitati, Kualitatif, dan Tindakan,(Bandung:

Rafika Aditama, 2012), h. 208.

(43)

angket (questisionnaere), pengamatan (observation), studi dokumentasi dan focus group discussion (FGD).13 Berdasarkan hal tersebut, akan digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.14 Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan. Pengamatan merupakan pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobjektif mungkin.15 Untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan dilapangan, peneliti melakukan observasi nonpartisipan. Observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat langsung dan hanya sebagai pengamat independen.16

Observasi nonpartisipan dilakukan dengan metode observasi tidak terstruktur untuk mengamati tentang penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

13Ibid,

14Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015),h.145

15 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2002) ,h. 116.

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h.145

(44)

31

2. Wawancara

Menurut Moh Nazir, wawancara adalah proses memperoleh keterengan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antar si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).17 Sementara itu menurut W. Gulo berpedapat dalam bukunya metodologi penelitian bahwa wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden.

Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.18

Teknik wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang akurat dari sumber data primer yang dibutuhkan untuk penelitian, wawancara akan dilakukan dengan pemilik atau penjual batu bata. Untuk mendapatkan informasi tentang penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa Sumber Agung, maka peneliti melakukan wawancara kepada bapak Marno dan Dartam sebagai pemilik usaha industri batu batu, Susanto, Edi, dan Irawan sebagai kuli, Dalijo, Yanto, Subandi, Darsono, Muji dan Sutarjo merupakan pembeli yang bertempat tinggal di desa Sumber Agung.

17Moh Nazir, Metode penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h 54.

18 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Grasindo, 2002) h. 119.

(45)

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan dan pemilihan dari dokumen seperti rekaman masa lalu yang ditulis atau dicetak dapat berupa catatan anekdot, surat, buku harian, dan dokumen dokumen.19 Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang terkait hak khiyar dan penerapannya pada jual beli istishna‟. Seperti tanggapan masyarakat mengenai penerapan hak khiyar pada jual beli batu bata di Desa Sumber Agung Seputih Mataram Lampung Tengah.

Dokumentasi ini digunakan untuk memperkuat data yang dikumpulkan sebagai bukti nyata guna mendapatkan data yang diperlukan secara maksimal.

D. Teknik Penjamin Keabsahan Data

Penelitian ini menggunakan teknik penjamin keabsahan data triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap data itu.20 Peneliti dapat menggunakan berbagai sumber data, teori, metode dan investigator agar informasi yang disajikan konsisten.21Kemudian dapat pula membandingkan suatu wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan.

Dengan teknik ini peneliti akan membandingkan data yang diperoleh dari

19Ibid,

20Lexy J Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 330.

21Suraya Murcitaningrum, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam, (Bandar Lampung:

Ta,Lim Press, 2013), h. 40

(46)

33

teknik pengumpulan data sebagai penjamin keabsahan data yang akan digunakan.

E. Teknik Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong mengutip pendapat Bagdon yang dipaparkan dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif, bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 22

Data yang telah terkumpul dianalisis secara induktif dan berlangsung secara terus menerus. Analisis data yang diakukan meliputi mereduksi data, menyajikan data, display data, menarik kesimpulan dan melaksanakan verifikasi.23 Oleh karena itu, di dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode berpikir induktif yaitu analisis yang berangkat dari data-data khusus yang diperoleh dari penjual dan pembeli batu bata, kemudian menarik sebuah kesimpulan umum mengenai penerapan hak khiyar pada jual beli istishna‟ dalam jual beli batu bata di desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah.

22Lexy J Moloeng, Metodelagi Penelitian Kualitatif,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 248.

23Uhar Suharsaputra, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, h.216

(47)

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Dan Profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah

Awal mula terbentuknya kampung Sumber Agung bermula dari pada pertengahan tahun 1963. Jatran mengembangkan proyek transmigrasi di Lampung.1 Bertepatan dengan pengembangan Propinsi pada tahun 1964 disyahkan sebagai Propinsi baru dengan bepusat di Tanjung Karang, meliputi 3 ( Tiga ) daerah Kabupaten yaitu :

a. Kabupaten Lampung Selatan di Tanjung Karang.

b. Kabupaten Lampung Tengah di Metro.

c. Kabupaten Lampung Utara di Kota Bumi.

Keberadaan di kabupaten Lampung Tengah, penduduk asli Lampung dan suku Jawa hasil Koloni 1936. Program transmigrasi ini dlanjutkan masa Pemerintahan Bapak Suharto tahun 1963, diantaranya sebagian ada di Lampung Tengah, termasuk Kampung Sumber Agung, terletak di Jalur Way Seputih. Kemudian Jtran dibentuk dengan desa persiapan berdasarkan Abjad N,O,P,Q,R,S,T,U,V,W, Kampung Sumber

1 Hasil wawancara dengan bapak Supriyanto selaku Kepala Desa Sumber Agung pada tanggal 15 November 2017

(48)

35

Agung, berada di urutan Huruf ”S” kemudian ditetapkan nama Desa

”SUMBER AGUNG”.2

Secara geografis desa Sumber Agung terletak di dataran rendah dengan ketinggian tanah dari permukaan air laut 41 M, banyak curah hujan 2.000 – 3.000 Mm/ Tahun dan suhu udara rata-rata 27-30

oC. Adapun jarak dari pusat pemerintahan kecamatan 3 Km.3

Sedangkan batas wilayah kelurahan desa Sumber Agung yaitu sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kampung Varia Agung.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan kampung Rama Iendra.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan kampung Rejosari Mataram d. Sebelah Barat berbatasan dengan kampung Utama Jaya.

Setelah Sumber Agung menjadi desa definitif sekitar tahun 1964, yang dihuni beberapa rombongan transmigrasi dengan 400 Kepala Keluarga. Setelah itu langsung diadakan pemilihan kepala desa, dengan calon 2 (dua) yaitu Bapak Tukiran dan Bapak Zaini. Kemudian sebagai pemenangnya adalah Bapak Tukiran dan Bapak Zaini ditetapkan sebagai sekretaris desa yang kemudian jabatan itu dikenal dengan sebutan Carik.4

Tabel 1. Sejarah Pemerintahan Desa Nama-Nama /Lurah/Kepala Desa

2 Ibid

3Dokumentasi profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah

4Hasil wawancara dengan bapak Sutino selaku sekretaris desa (carik) di Desa Sumber Agung pada tanggal 17 November 2017

(49)

Kampung Sumber Agung

No Periode Nama Kepala Desa

1 1964-1965 Tukiran

2 1965-1966 Mukiran

3 1966-1971 Enceh

4 1971-1973 Suwono

5 1973-1975 Hasanudin

6 1975-1983 Sakidi

7 1983-1988 Riswanto

8 1988-1999 Sugiharto

9 1999-2007 Sudarno

10 2007 s/d Sekarang Supriyanto

Sumber: Dokumentasi tentang profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah tahun 2016.

a. Data Penduduk

1) Jumlah Penduduk menurut Usia a) Kelompok Pendidikan

NO INDIKATOR JUMLAH

1 00 – 15 Tahun 1.142 Orang

2 15 – 55 Tahun 1.339 Orang

3 Diatas 55 Tahun 954 Orang

TOTAL 3.435 Orang

Sumber: Dokumentasi RPJM Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tenga

b) Kelompok Tenaga Kerja

NO INDIKATOR JUMLAH

(50)

37

1 15 – 20 Tahun 540 Orang

2 20 – 30 Tahun 900 Orang

3 30 – 40 Tahun 1100 Orang

4 40 – 50 Tahun 450 Orang

5 50 Tahun keatas 202 Orang

TOTAL 3.192 Orang

Sumber: Dokumentasi RPJM Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah

2) Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian a) Pegawai Negeri Sipil : 17 Orang b) TNI/POLRI : 2 Orang c) Karyawan Swasta : 310 Orang d) Wiraswasta/Pedagang : 27 Orang

e) T a n i : 1877 Orang

f) Buruh : 142 Orang

g) Pertukangan : 66 Orang h) Pensiunan : 2 Orang i) J a s a : 31 Orang5

2. Visi dan Misi Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah

5Dokumentasi profil Desa Sumber Agung Kecamatan Seputih Mataram Lampung Tengah

Referensi

Dokumen terkait

Akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris adalah suatu perjanjian pengikatan jual beli atas objek tanah yang dibuat antara calon penjual dan calon pembeli

Abstrak: Skripsi ini membahas tentang kesesuaian praktik khiyar yang ada dalam jual beli sprei waterproof di MomsBabyKidz dengan Hukum Ekonomi Syari’ah. Penelitian

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan masyarakat Desa Karangsono, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak yang dalam pelaksanaan praktek jual beli batu bata merah,

Berdasarkan hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa praktik khiyar dalam akad jual beli istisna’ yang terjadi pada perabot UD Rezeki Keluarga ,dimana pihak pembeli

Penyerahan secara nyata dan sah secara hukum pada transaksi jual beli dapat dilakukan melalui penyerahan obyek jual beli dari penjual kepada pembeli, maupun

Subekti menyatakan, bahwa perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan

Khiyar „aib pada jual beli cabai sistem plastikan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah konsumen berhak untuk mengembalikan cabai yang telah dibeli

Pengertian Jual Beli Menurut Islam Menurut Hasan Aedy bahwa jual beli adalah bagian dari kegiatan bisnis yang menyebabkan terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli mengenai