• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSELING SPIRITUAL DALAM MENGATASI KENAKALAN SEORANG REMAJA DI SMK AGUNG MULIA KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSELING SPIRITUAL DALAM MENGATASI KENAKALAN SEORANG REMAJA DI SMK AGUNG MULIA KECAMATAN SOCAH KABUPATEN BANGKALAN."

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

KONSELING SPIRITUAL DALAM MENGATASI KENAKALAN SEORANG REMAJA DI SMK AGUNG MULIA KECAMATAN SOCAH

KABUPATEN BANGKALAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk

Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh: Nur Fathiyah

B73213097

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Nur Fathiyah (B73213097), Konseling Spiritual Dalam Mengatasi Kenakalan Seorang Remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.

Fokus penelitian adalah (1) bagaimana proses konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan? (2) bagaimana hasil konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan?

Dalam menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa data menggunakan deskriptif yaitu berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka. Disini penulis menjelaskan tentang bagaimana proses konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia yaitu salah satu siswa kelas XI jurusan TSM yang mengalami motivasi belajar yang sangat rendah, karena sering tidak masuk sekolah, sering terlambat dan mengantuk di dalam kelas. Pada dasarnya kenakalan remaja yang dialami oleh salah satu siswa kelas XI dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang timbul dari dalam dirinya sendiri dan faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar seperti kondisi lingkungan. Hasil analisis menunjukkan bahwa klien mengalami motivasi belajar sangat rendah yang dipengaruhi oleh faktor internal yaitu keinginan yang timbul dari dirinya sendiri tanpa ada paksaan dari siapapun untuk melakukan penyimpangan disekolah dan faktor eksternalnya berupa salah pergaulan dengan teman sepermainannya yang mengakibatkan klien memiliki kebiasaan yang buruk. Karena sulit berkonsentrasi atau fokus ketika di dalam kelas dan kurangnya tindakan tegas dari orangtua, maka dampaknya klien sering bolos sekolah, terlambat ke sekolah dan mengantuk di dalam kelas.

Pada proses konseling dengan menggunakan pendekatan konseling spiritual, konselor hanya memberikan motivasi melalui pertanyaan-pertanyaan yang membuat klien menyadari bahwa selama ini perilakunya salah. Selain itu konselor mengajak klien untuk mengaji ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan sikapnya selama ini yang tidak bersungguh-sungguh menuntut ilmu. Setelah dilakukannya proses konseling spiritual dengan menggunakan metode membaca Al-Qur’an serta mengetahui maknanya klien mulai menyadari bahwa perilakunya selama ini sangat merugikan dirinya sendiri. Klien mengatakan bahwa dirinya ingin berubah dan meninggalkan kebiasaan buruknya.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja yang dialami oleh salah satu siswa kelas XI jurusan TSM. Dan hasil akhir dari proses konseling ini dapat dikatakan cukup berhasil karena separuh dari gejala yang dialami mulai ada perubahan yang baik.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

PENGESAHAN... iii

MOTTO... iv

PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI... vii

ABSTRAK... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xi

BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 8

C. Tujuan Penelitian... 8

D. Manfaat Penelitian... 8

E. Definisi Konsep... 9

F. Metode Penelitian... 13

1. Pendekatan dan Jenis penelitian... 13

2. Sasaran dan Lokasi penelitian... 16

3. Jenis dan sumber data... 16

4. Tahap-Tahap Penelitian... 19

5. Teknik Pengumpulan Data... 23

6. Teknik Analisis Data... 27

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data... 30

G. Sistematika Pembahasan... 31

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik... 33

1. Pendekatan Konseling Spiritual... 33

a. Pengertian Konseling Spiritual... 33

b. Tujuan Konseling Spiritual... 35

c. Peran Konselor Islami... 37

d. Intervensi Konseling Spiritual... 41

e. Landasan Teologis Konseling Spiritual... 46

2. Pengertian Remaja... 49

3. Ciri-Ciri Remaja... 52

4. Pengertian Kenakalan Remaja (Juvenile Delinquency) ... 53

5. Jenis-Jenis Kenakalan Remaja... 56

6. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja... 58

7. Sebab-Sebab Kenakalan Remaja... 59

(8)

BAB III : PENYAJIAN DATA

A. Deskripsi Umum Objek Penelitian... 66

1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 66

2. Deskripsi Konselor... 72

3. Deskripsi Klien... 74

4. Deskripsi Masalah... 79

B. Deskripsi Hasil Penelitian... 80

1. Proses konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan... 80

2. Hasil akhir konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan... 97

BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis proses pelaksanaan konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan... 99

B. Analisis hasil dari proses konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan...106

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan...107

B. Saran...108

(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masa remaja, menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur

12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan

22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua

bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja

awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun remaja akhir.

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari

bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk

mencapai kematangan”. Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence

sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental,

emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini didukung oleh piaget yang

mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana

individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia

dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang

yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. 1

Remaja adalah bagian dari masyarakat, yang mempunyai ciri-ciri

psikologis dan tingkah laku atau budaya sendiri. Rasa keingintahuan yang

tinggi mendorong remaja untuk selalu berbuat apa yang diinginkan tanpa

memikirkan akibatnya. Posisi remaja dalam suatu masyarakat sangatlah

penting, karena remaja merupakan generasi penerus dengan kualitas

1

(10)

2

sumber daya manusia yang baik, kreatif, produktif, bermoral tinggi serta

memiliki iman religius yang tinggi.

Bandura berpendapat bahwa masa remaja menjadi suatu masa

pertentangan dan “pemberontakan” karena terlalu menitik beratkan

ungkapan-ungkapan bebas dan ringan dari ketidak patuhan seperti

misalnya model gunting rambut dan pakaian yang nyentrik. Bacaan, film

dan penerangan massa lainnya sering menggambarkan para remaja sebagai

kelompok yang tidak bertanggung jawab, memberontak, melawan dan

perilaku mereka sering dinilai secara umum dengan kemungkinan

berakibat sensasional. Sikap dan pandangan yang negatif terhadap remaja

tidak menunjang pemunculan sifat-sifat lebih baik, lebih dewasa dalam

masa peralihan ini. Menyadari banyaknya tuntutan dan harapan

lingkungan terhadap remaja, E Spanger mengemukakan bahwa pada masa

remaja ini sangat memerlukan pengertian dari orang lain, bantuan dapat

diberikan melalui pemahaman tentang diri remaja.2

Kenakalan remaja merupakan salah satu problem yang senantiasa

muncul di tengah-tengah masyarakat. Masalah tersebut hidup, berkembang

dan membawa akibat-akibat tersendiri sepanjang masa yang sulit dicari

ujung pangkalnya, sebab pada kenyataannya kenakalan remaja telah

merusak nilai-nilai susila, nilai-nilai ajaran serta merusak nilai-nilai

hukum.3 Kenakalan remaja atau juvenile delinquency. Dengan istilah

2

Singgih Gunarsa, Yulia Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Jakarta, Gunung Mulia, 2003)hal, 206

3

(11)

3

kenakalan remaja, sama halnya dengan kenakalan anak-anak. Kenakalan

tersebut mempunyai tujuan a-sosial yakni dengan perbuatan atau tingkah

laku tersebut ia bertentangan dengan nilai atau norma sosial yang ada di

lingkungan hidupnya. Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang

yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui

oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh

petugas hukum ia bisa dikenai hukum.4

Kenakalan remaja dapat digolongkan dalam dua kelompok yang

besar, sesuai dengan kaitannya dengan norma hukum yakni: (1) kenakalan

yang bersifat a-moral dan a-sosial dan tidak diatur dalam undang-undang

sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan pelanggaran hukum (2)

kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai

dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan

melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa. Dari

pengumpulan kasus mengenai kenakalan remaja yang bersifat a-moral dan

a-sosial yang tidak diatur dalam undang-undang maka dapat di

klasifikasikan seperti membohong, memutar balikkan kenyataan dengan

tujuan menipu orang atau menutup kesalahan. Membolos, pergi

meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Kabur,

meninggalkan rumah tanpa izin orangtua atau menentang keinginan

orangtua. Berpakaian tidak pantas dan minum-minuman keras atau

4

(12)

4

mengisap ganja sehingga merusak dirinya maupun orang lain.5 Sedangkan kenakalan yang dianggap melanggar hukum diselesaikan melalui hukum

disebut dengan istilah kejahatan, kejahatan ini dapat diklasifikasikan

sesuai dengan berat ringannya pelanggaran kejahatan tersebut, misalnya.

Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang,

pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan seperti pencopetan,

perampasan, penjambretan, penipuan dan pemalsuan, pelanggaran tata

susila, menjual gambar-gambar porno, pemerkosaan.

Untuk membantu remaja di dalam melalui masa krisis serta masa

kegoncangan yang sangat menentukan keadaan masa depannya diperlukan

tindakan-tindakan yang dapat membantunya mengatasi berbagai masalah

seperti dengan pendidikan agama yang diterima remaja sejak kecilnya dari

orangtua, guru dan lingkungannya, akan menimbulkan dalam diri

pribadinya unsur-unsur agama yang tumbuh dan terjalin dalam diri

pribadinya. Hal itu sangat membantu bagi remaja di dalam menghadapi

berbagai persoalan, kekecewaan dan kegoncangan yang dilaluinya pada

masa remaja itu. 6Perlu di usahakan melalui kegiatan-kegiatan di sekolah, khususnya kegiatan keagamaan yaitu konseling spiritual. Dalam konteks

bimbingan dan konseling, konseling spiritual diartikan sebagai proses

pemberian bantuan kepada individu agar memiliki kemampuan untuk

mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religious),

berperilaku sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan

5

Singgih Gunarsa, Psikologi Remaja, ( Jakarta, PT BPK Gunung Mulia, 2003)hal,20

6

(13)

5

mengatasi masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan

dan praktik-praktik ibadah ritual agama yang di anutnya.7 Krisis spiritual yang ada pada dasarnya disebut sebagai existential illness (penyakit

eksistensi) yang akhirnya berakibat menjadi spiritual emergency (keadaan

darurat secara spiritual). Krisis spiritual juga merupakan akibat dari

hilangnya identitas dan makna hidup, sehingga menjadikan hidup

bimbang. Keberadaan krisis spiritual yang saat ini ada di masyarakat

modern, yang masih merupakan akibat dari arus modernisasi yang

berkembang. Fenomena ini diantaranya dibuktikan dengan banyaknya

permintaan buku-buku yang bersifat religious dan meningkatnya peserta

peminat kajian-kajian yang membahas agama serta banyak tokoh

masyarakat atau guru agama dan guru BK mengajarkan anak didiknya

untuk lebih memperkuat makna dan nilai spiritual.

Terkait dengan permasalahan kenakalan remaja. Seperti halnya

pada fenomena diatas, kasus kenakalan remaja juga terjadi di SMK Agung

Mulia Bangkalan. Adapun kasus yang terjadi pada seorang remaja kelas

XI SMK Agung Mulia seperti bolos sekolah, tidak mengikuti pelajaran,

berpakaian tidak rapi, merokok pada jam istirahat di kantin sekolah. Hal

ini dialami oleh doni (bukan nama sebenarnya) doni merupakan anak

kedua dari keluarganya. Usia doni masih terbilang remaja awal sekitar 18

tahun. Dia berasal dari keluarga sederhana yang ekonominya menengah

kebawah sehingga setiap hari orangtuanya sibuk berkebun. Oleh karena itu

7

(14)

6

Doni ini kurang mendapat perhatian dari keluarganya yang memang setiap

hari sibuk untuk mencari nafkah demi kebutuhan keluarganya dengan

berkebun. Doni ini merupakan siswa kelas XI yang kasusnya sering sekali

bolos sering telat pergi kesekolah, sering keluar kelas dan tidak kembali.

Setelah digali lebih dalam doni ini setiap malamnya sering begadang

bersama teman-temannya sehingga menyebabkan dia sering kesiangan dan

memilih bolos sekolah. Menurut pernyataan salah satu guru di SMK

Agung Mulia Doni ini mulai sejak kelas X sudah sering sekali bolos. Pada

awalnya, kondisi ini belum membawa dampak yang berarti pada diri doni

dalam kehidupan sehari-harinya, karena pada waktu kelas X perilakunya

doni masih dikatakan biasa dan nakalnya pun wajar-wajar saja bolosnya

pun dalam 1 bulan hanya 2 kali sampai 3 kali. Akan tetapi masa remaja

adalah masa perubahan dan masa pencarian jati diri jika tidak ada yang

mengarahkan untuk menuju arah yang benar, maka akan berdampak

negativ bagi remaja tersebut. Dan ini dialami oleh Doni karena kurangnya

perhatian dari orangtua, sehingga salah pergaulan dan sampai kelas XI

kasusnya yang sering bolos justru tambah meningkat. Ketika dipanggil

diruang BK banyak sekali alasan yang dikatakan doni yang membuatnya

sering bolos dan telat pergi ke sekolah. Alasannya yaitu karena tidak ada

yang membangunkan dia untuk sekolah, tidak ada sepeda, tidak punya

uang dan banyak sekali alasan yang sering digunakan doni untuk

(15)

7

Salah satu upaya yang dilakukan oleh konselor di SMK Agung

mulia ini adalah suatu tindakan untuk pengembangan kemandirian seorang

remaja di kelas XI secara optimal dengan cara menginternalisasikan

nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits melalui konseling

spiritual. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar seorang remaja dapat

menciptakan hubungan yang baik dengan Allah., dengan manusia dan

alam semesta sebagai manifestasi dari peranannya sebagai khalifah di

muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada Allah.

Serta memperbaiki akhlak remaja yang seringkali melangggar aturan yang

sudah ditetapkan oleh pihak sekolah. Adapun isi dari kegiatan keagamaan

khususnya untuk siswa yang bermasalah yakni memberi pemahaman

nilai-nilai agama islam melalui Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan

akhlak, mengaji Al Qur’an dengan mengetahui maknanya dan memberikan

motivasi melalui media yang berkaitan dengan akhlak dengan film atau

cerita-cerita keagamaan.

Dari fenomena yang telah dipaparkan diatas dan yang telah ada di

SMK Agung Mulia ini, maka penulis tertarik untuk mengangkat

permasalahan tersebut menjadi sebuah judul “KONSELING SPIRITUAL

DALAM MENGATASI KENAKALAN SEORANG REMAJA DI SMK

AGUNG MULIA KECAMATAN SOCAH KABUPATEN

(16)

8

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pelaksanaan Konseling Spiritual dalam

mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia

Bangkalan?

2. Bagaimana hasil akhir pelaksanaan Konseling Spiritual dalam

mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia

Bangkalan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan Konseling

Spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK

Agung Mulia Bangkalan.

2. Untuk mengetahui bagaimana hasil akhir pelaksanaan Konseling

Spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK

Agung Mulia Bangkalan.

D. Manfaat Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis:

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan

wawasan bagi peneliti selanjutnya pada program strata 1

Bimbingan Dan Konseling Islam Universitas Islam Negeri

(17)

9

b. Bagi penulis dapat menambah khazanah keilmuan dan berfikir

ilmiah, karena dengan susunannya karya ilmiah ini sebagai alat

deskripsi dan implementasi ilmu pengetahuan yang sedang

diperoleh selama ini.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat digunakan masukan pada berbagai

mahasiswa/mahasiswi untuk mengetahui konseling spiritual

dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK Agung

Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.

b. Sebagai gambaran bagi setiap mahasiswa dalam upaya untuk

mengetahui konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan

seorang remaja di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah

Kabupaten Bangkalan.

E. Definisi Konsep

1. Konseling spiritual

Dalam konteks bimbingan dan konseling, konseling spiritual

diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu agar

memiliki kemampuan untuk mengembangkan fitrahnya sebagai

makhluk beragama (homo religious), berperilaku sesuai dengan

nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah

kehidupan melalui pemahaman, keyakinan dan praktik-praktik ibadah

ritual agama yang di anutnya.8

8

(18)

10

Menurut Nasr adalah pendekatan dengan nilai-nilai ilahi yang

tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadis. Al-Qur’an adalah kitab suci

kumpulan wahyu Allah, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia untuk

mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan Hadits

merupakan penjelasan dari Al-Qur’an, Karena Al-qur’an

keterangannya bersifat global maka haditslah yang menjelaskannya

secara terperinci. 9

Oleh karena itu tujuan penulis menggunakan pendekatan konseling

spiritual ini untuk mengembangkan fitrah dari seorang siswa sebagai

makhluk beragama dalam mewujudkan perilaku positif pada diri

seorang siswa yang sering melanggar peraturan disekolah seperti

sering bolos dan tidak mengikuti pelajaran. Dengan melalui

kegiatan-kegiatan keagamaan seperti mengaji Al-Qur’an sebelum jam pelajaran

dimulai, Adapun isi dari kegiatan keagamaan khususnya untuk siswa

yang bermasalah yakni memberi pemahaman nilai-nilai agama islam

melalui Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan akhlak, mengaji

Al Qur’an dengan mengetahui maknanya dan memberikan motivasi

melalui media yang berkaitan dengan akhlak dengan film atau

cerita-cerita keagamaan. Dengan adanya kegiatan tersebut diharapkan

mampu menciptakan perilaku positif bagi seorang siswa sehingga

tercipta pribadi yang berakhlak mulia. Selain itu usaha yang dapat

9

Nurul Kawakib, Dahsyatnya Terapi Spiritual Sebagai Pendekatan Holistic Penyembuhan,

(19)

11

dilakukan pendidik dalam mengatasi kenakalan remaja adalah dengan

menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan

persoalan yang dihadapinya melalui pengajaran agama dan etika.

2. Kenakalan remaja

Juvenile delinquency ialah perilaku jahat (dursila), atau

kejahatan/kenakalan anak-anak muda merupakan gejala sakit

(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan

oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu

mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. Anak-anak

muda yang delinkuen atau jahat itu disebut pula sebagai anak cacat

secara sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh

pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat.

Juvenile berasal dari bahasa latin juvenilis, artinya, anak-anak,

anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada

periode remaja. Delinquent berasal dari kata latin “delinquere” yang

berarti: terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya

menjadi jahat, a- sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut,

pengacau penteror, tidak dapat diperbaiki lagi, durjana,dursila dan

lain-lain. Pengaruh sosial dan cultural memainkan peranan yang besar

dalam pembentukan atau pengkondisian tingkah laku kriminal

anak-anak remaja. Perilaku anak-anak-anak-anak remaja ini menunjukkan tanda-tanda

(20)

12

mayoritas juvenile delinquence berusia dibawah 21 tahun.10 Kenakalan remaja adalah suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan

norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Remaja yang nakal

itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Perilaku remaja saat ini

sangat mencemaskan, berbagai macam perilaku negatif, seperti

perkelahian, penyalahgunaan narkotika, kehilangan semangat belajar,

dan tidak patuh terhadap orangtua dan peraturan yang ada disekolah.

Berbicara mengenai kenakalan remaja yang dimaksud dalam

penelitian ini yaitu mengenai kenakalan remaja yang bersifat a-moral

dan a-sosial yang tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak

digolongkan pelanggaran hukum. Dialami pada salah satu siswa kelas

XI di SMK Agung Mulia Bangkalan yang bermasalah di sekolah.

Perilaku yang sering bolos di waktu jam pelajaran, sering telat, keluar

kelas dan tidak kembali. Peserta didik yang melanggar tata tertib

sekolah akan dikenakan sanksi dalam bentuk poin antara 5-100 sesuai

jenis pelanggarannya. Apabila siswa melakukan pelanggaran dengan

bobot mencapai 100 poin , maka siswa tersebut akan dikeluarkan dari

sekolah. Adapun tata tertib pelanggaran kehadiran, terlambat hadir

atau terlambat masuk kelas tanpa alasan yang jelas 5 poin, ijin keluar

kelas saat proses belajar berlangsung dan tidak kembali 10 poin,

pulang tanpa ijin 10 poin, alpa tidak hadir tanpa keterangan 5 poin.

Seharusnya dalam masa pendidikan seorang remaja memiliki semangat

10

(21)

13

untuk belajar dan mempelajari setiap ilmu yang didapat ketika berada

disekolah, tetapi pada kasus yang dialami oleh seorang siswa kelas XI

SMK Agung Mulia ini merupakan perilaku yang memang harus

dirubah dan diarahkan ke jalan yang benar. Dengan ini peneliti ingin

bekerja sama dengan guru BK dan guru pendidikan agama Islam

dalam memberikan pendekatan konseling spiritual sebagai metode

dalam membantu siswa tersebut menemukan jati dirinya yang lebih

baik.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis penelitian

a. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah

pendekatan kualitatif deskriptif. Karena penelitian ini,

permasalahan belum jelas karena, objek yang diteliti bersifat

dinamis, penuh makna, dan pola pikir induktif atau kualitatif

dan terkadang hasil penelitian lebih menekankan makna dari

generalisasi (proses penalaran yang bertolak dari fenomena

individual menuju kesimpulan umum). 11 Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai proses

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

11

(22)

14

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati.12

Penulis menggunakan penelitian kualitatif karena

mempunyai tiga alasan yaitu: pertama mengadakan

penyesuaian dengan kenyataan yang berdimensi ganda. Kedua,

lebih mudah menyajikan secara langsung hakikat hubungan

antara peneliti dan subjek penelitian. Ketiga, memiliki

kepekaan dan daya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh

yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi.13Sedangkan menggunakan pendekatan deskriptif, karena tidak dimaksudkan

untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan suatu

gejala atau keadaan yang diteliti secara apa adanya, sehingga

diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta, kejadian-kejadian

secara sistematis dan akurat.14 Jadi, melalui penelitian deskriptif ini, agar peneliti dapat mendeskripsikan konseling

spiritual dalam mengatasi kenakalan remaja di SMK Agung

Mulia Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan.

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif,

yaitu penelitian yang bersifat memaparkan situasi dan

12

Azimatul, Ulya, Strategi Kepala Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik Di SRI Hidayatullah semarang. (Semarang, Skripsi, Jurusan Kependiikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010) hal, 33-34

13

Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2006) Hal.41

14

(23)

15

peristiwa, datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau

bagaimana adanya, dengan memaparkan kerja secara

sistematis, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, Sehingga

tidak kehilangan sifat ilmiahnya. Penelitian kualitatif

menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara,

atau penelaah dokumen. Data yang dikumpulkan adalah berupa

kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan

oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua hal

yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap

apa yang sudah diteliti. Dan untuk penelitian ini peneliti

menggunakan jenis penelitian kualitatif karena ingin

mengetahui dan mengenali secara lebih detail berdasarkan hasil

analisis konseling spiritual dalam mengatasi kenakalan remaja

di SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten

Bangkalan.

Menurut Lexy J. moleong yang mengutip pendapat Bagdan

dan Taylor bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

tulisan-tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Sedangkan menurut Kurt dan Miller mendefinisikan

bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam

penelitian ilmu sosial yang secara fundamental bergantung

(24)

16

hubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan

istilahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian jenis

deskriptif adalah pendekatan penelitian yang bertujuan untuk

menggambarkan keadaan atau jenis fenomena. Dalam

pendekatan ini peneliti hanya ingin mengetahui hal-hal yang

berhubungan dengan suatu penelitian deskriptif sehingga dalam

penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.15 2. Sasaran dan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang menjadi pilihan penulis dalam penelitian ini

adalah di SMK Agung Mulia Bangkalan yaitu salah satu siswa kelas

XI di SMK Agung Mulia Bangkalan. Maka dari itu peneliti akan

melakukan beberapa kali kunjungan dalam satu bulan dua kali pada

waktu jam istirahat siang hari sesuai waktu yang diberikan pihak lokasi

penelitian untuk proses pengambilan data hingga data dan waktu

penelitian cukup.

Adapun penelitian memilih lokasi ini, karena dinilai cocok untuk

diteliti karena di dukung oleh kondisi upaya guru dalam merubah

perilaku salah satu siswa bermasalah.

3. Jenis dan Sumber data

a. Jenis data

15

(25)

17

Data adalah pernyataan atau keterangan bahan dasar yang

dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu yang

diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian ini

adalah subyek darimana data dapat diperoleh, berdasarkan

sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu jenis data primer

dan sekunder:16 1) Primer

Sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, atau data yang diperoleh langsung dari

sumbernya, diamati, dicatat, untuk pertama kalinya. 17 Data primer ini diperoleh dari Klien. Dalam hal ini, data

yang dihimpun adalah tentang identitas Klien, pendidikan,

latar belakang keluarga klien, gejala-gejala yang tampak

pada klien.

2) Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber

kedua atau berbagai sumber yang mendukung peroleh data

guna melengkapi data primer.18Data sekunder merupakan data yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya orang lain atau lewat dokumen.

Data sekunder ini diperoleh dari guru klien, teman klien.

16

Arikunto, Suharsimi, Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996)hal.114

17

Marzuki, Metodologi Riset, (Yogyakarta, BPFE, 2002) hal.55

18

(26)

18

b. Sumber data

Untuk mempermudah mengidentifikasi sumber data, penulis

mengklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

1) Klien

Individu yang mempunyai masalah dan memerlukan

bantuan konseling spiritual. Adapun klien yang ditangani

adalah seorang remaja yang berperilaku nakal di SMK

Agung Mulia Bangkalan.

2) Informan

Dimana kami, peneliti membuat, mengajukan sejumlah

pertanyaan kepada responden guru-guru dan teman-teman

klien yang sesuai dengan apa yang akan diteliti, biasanya

pertanyaan itu akan dilakukan secara tatap muka, bahkan

peneliti akan lebih tahu mimik (cara bicara), cara

responden menjawab intonasi pertanyaan yang peneliti

ajukan. Data yang peneliti tanyakan kepada responden

antara lain mengenai sikap, sifat, dan keseharian seorang

remaja yang berperilaku nakal di SMK Agung Mulia

Bangkalan.

Maka untuk pendukung memenuhi sumber data, peneliti

menggali data kepada beberapa informan dibawah ini:

a) Huzairi S.Sos selaku guru BK di SMK Agung

(27)

19

b) Faishol S.Pd selaku wali kelas XI di SMK Agung

Mulia Bangkalan.

c) Ibu Siti Rohmah S.Pd selaku guru agama di SMK

Agung Mulia

3) Aktifitas atau peristiwa

Informasi juga dapat diperoleh dari pengamatan terhadap

peristiwa atau aktifitas yang berkaitan dengan

permasalahan yang diusung oleh peneliti. Dari aktifitas ini

peneliti dapat mengetahui secara langsung bagaimana

proses itu terjadi.

4) Dokumen atau arsip

Dokumen merupakan bahan tertulis atau benda yang

berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu.

Baik itu berupa rekaman, arsip, data base, surat-surat, dan

gambar yang mana itu bisa menghasilkan suatu informasi

terkait dengan judul penelitian ini. Data tertulis yang

diperoleh untuk mengetahui identitas klien.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian, tahap-tahap

yang digunakan peneliti adalah penelitian kualitatif menjadi 3 tahap

tahapan yaitu, 1) Tahap Pra Lapangan 2) Tahap Kegiatan lapangan 3)

[image:27.595.140.515.247.543.2]
(28)

20

a. Tahap Pra Lapangan

1) Menyusun rancangan penelitian

Dalam tahap penyusunan rancangan

penelitian ini peneliti terlebih dahulu mencari dan

menelaah fenomena yang dianggap sangat penting

untuk diteliti, selanjutnya untuk mempelajari

literatur serta penelitian yang lain dan relevan

dengan konseling spiritual dalam mengatasi

kenakalan seorang remaja. Kemudian merumuskan

latar belakang, tujuan, dan merumuskan masalah

serta menyiapkan rancangan yang diperlukan untuk

penelitian yang akan dilaksanakan.

2) Memilih Lapangan penelitian

Langkah selanjutnya yang ditempuh oleh

peneliti adalah memilih dan menentukan lapangan

penelitian yang akan dijadikan sebagai objek

penelitian yakni konseling spiritual dalam

mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK

Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten

Bangkalan.

3) Mengurus perizinan

Dalam hal ini peneliti menyiapkan

(29)

21

pihak yang berwenang untuk memberikan izin

untuk melakukan penelitian tersebut. Kemudian

melaksanakan penelitian dan melakukan

langkah-langkah selanjutnya yang sesuai dengan kaidah

ilmiah.

4) Menilai keadaan lapangan

Pada tahap ini peneliti menilai keadaan

lapangan melalui observasi dan wawancara kepada

seluruh pihak yang bersangkutan di SMK Agung

Mulia Bangkalan.

5) Memilih dan memanfaatkan informan

Informan penelitian adalah orang yang

memberikan informasi dan data-data yang berkaitan

dengan penelitian yang sedang dilakukan. Karena

itulah informan harus benar-benar orang yang

mempunyai pengetahuan atau informasi tentang

hal-hal yang ada dalan penelitian ini, dan yang menjadi

informan disini adalah guru dan teman-teman klien.

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Peneliti menyiapkan perlengkapan penelitian

antara lain berupa pedoman wawancara, peralatan

(30)

22

fasilitas lainnya yang menunjang pelaksanaan

penelitian.

7) Persoalan etika penelitian

Persoalan etika akan timbul apabila peneliti

tidak menghormati, tidak mematuhi, dan tidak

mengindahkan nilai-nilai masyarakat dan pribadi

tersebut.19 Dalam hal ini peneliti harus dapat menyesuaikan norma-norma dan nilai-nilai yang

ada pada objek penelitian.

b. Tahap Kegiatan Lapangan

Setelah pekerjaan pra lapangan dianggap cukup,

maka peneliti bersiap-siap untuk masuk ke lokasi penelitian

dengan membawa pembekalan yang disiapkan sebelumnya.

Agar bisa masuk ke lokasi penelitian dengan mulus, maka

ada beberapa hal yang perlu disiapkan yakni:20 1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri

2) Memasuki lapangan

3) Berperan serta dalam mengumpulkan data

4) Tahap analisa data

c. Tahap Analisis Data

Setelah peneliti mendapatkan data dari lapangan

kemudian peneliti menyajikan data dengan cara

19

Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, PT Rosda Karya, 2009)hal, 134

20

(31)

23

mendeskripsikan data tentang konseling spiritual dalam

mengatasi kenakalan seorang remaja selain itu

mendeskripsikan tentang proses pelaksanaan konseling

spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di

SMK Agung Mulia Kecamatan Socah Kabupaten

Bangkalan.

d. Tahap Penulisan Laporan

Pada tahap ini, peneliti memproses seluruh data

yang telah didapatkan dan mengolahnya, mendeskripsikan

tentang keadaan objek penelitian. Dalam hal ini, peneliti

mengorganisasi data-data yang telah didapatkan dari proses

pendeskripsian konseling spiritual dalam mengatasi

kenakalan seorang remaja di SMK Agung Mulia

Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan. Dan

menyusunnya dengan menggunakan analisis deskriptif.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

yang ditetapkan.

Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai setting,

(32)

24

dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada

laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah dengan berbagai

responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan lain-lain. Bila

dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat

menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer

adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat

oranglain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara

atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat

dilakukan dengan observasi (pengamatan) interview (wawancara),

kuesioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.21

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

sebagai berikut:

a) Observasi (pengamatan)

Observasi merupakan aktifitas seseorang peneliti terhadap

suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan

kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena

berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui

sebelumnya, kalau mendapatkan informasi-informasi yang

dibutuhkan dalam melanjutkan penelitian. Observasi adalah

kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya

21

(33)

25

menggunakan hasil kerja pancaindra mata serta dibantu dengan

panca indra lainnya.22

Macam observasi meliputi, observasi partisipatif, terus

terang dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat memahami

konteks data dalam situasi sosial dll. Dalam observasi

partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,

mendengarkan apa yang mereka lakukan dan berpartisipasi

dalam aktifitas mereka jika diperlukan.

Adapun data-data yang diambil dari metode observasi adalah,

sebagai berikut:

a. Faktor apa saja yang mempengaruhi kenakalan salah satu

remaja di kelas XI SMK Agung Mulia Bangkalan.

b. Bagaimana bentuk kenakalan salah satu remaja kelas XI di

SMK Agung Mulia Bangkalan.

b) Interview (wawancara)

Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan

responden yang mempunyai hubungan dengan obyek yang

diteliti. Merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk

bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Menurut pendapat lain wawancara atau interview yaitu

proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi

22

(34)

26

orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan

sebagainya, yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu:

interview.23 Wawancara yang digunakan yaitu wawancara semi terstruktur yang berpacu pada pedoman namun sifatnya masih

terbuka.

Dalam metode ini penulis mengadakan wawancara

langsung dengan sumber data, yaitu dengan guru BK dan guru

agama yang mengajar di SMK Agung Mulia Bangkalan dan

siswa sebagai data sekunder guna mendapatkan data yang

berkaitan dengan konseling spiritual dalam mengatasi

kenakalan remaja.

Adapun data-data yang diambil dari metode interview atau

wawancara adalah sebagai berikut:

1) Wali kelas XI dan Guru BK yang terkait dengan

nama, usia, dan kondisi kenakalan salah satu remaja

kelas XI yang kasusnya sering bolos dan tidak

mengikuti pelajaran.

2) Klien terkait nama, usia, latar belakang klien, dan

hasil dari proses konseling spiritual.

3) Kegiatan kegiatan keagaaman seperti apa yang

dilakukan oleh konselor dalam meningkatkan

23

(35)

27

akhlakul karimah siswa SMK Agung Mulia

Bangkalan.

4) Informan terkait dengan obyek yang diteliti.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulkan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data

dalam priode tertentu. Miles and Huberman (1984), mengemukakan

bahwa akitivitas dalam analisis data kualitatif di lakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.

Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing/ verification.

a. Data reduction (reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup

banyak, untuk itu maka dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu

perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi

data.mereduksi data berarti merangkum, memiliki hal-hal yang

pokok, menfokuskan pada hal-hal yang penting dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran pengumpulan data selanjutnya, dan

mencarinya bila diperlukan. Dalam hal ini, peneliti

memfokuskan pada usaha guru dalam menggunakan konseling

spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK

(36)

28

b. Data Display (penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan

teks yang bersifat naratif, juga dapat berupa grafik, dan metric.

Dalam perakteknya tidak semudah ilustrasi yang di

berikan, karena fenomena social bersifat kompleks, dan

dinamis, sehingga apa yang ditemukan pada saat memasuki

lapangan dan setelah berlangsung agak lama di lapangan akan

mengalami perkembangan data. Untuk itu maka peneliti harus

selalu menguji apa yang telah ditemukan pada saat memasuki

lapangan yang masih bersifat hipotetik itu berkembang atau

tidak. Bila setelah lama memasuki lapangan ternyata hipotesis

yang di rumuskan selalu didukung oleh data pada saat

dikumpulkan di lapangan, maka hipotesis tersebut terbukti,

dan akan berkembang menjadi teori yang grounded. Teori

grounded adalah teori yang dikemukan secara induktif

berdasarkan data-data yang di temukan di lapangan, dan

selanjutnya di uji melalui pengumpulan data yang terus

menerus. Peneliti mendisplaikan data-data yang diperoleh dari

(37)

29

c. Conlusion Drawing/ Varification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles

and Huberman adalah penarikan kesimpulan dan varifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukan masih bersifat sementara,

dan akan berubah bila tidak di temukan bukti-bukti yang kuat

yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tapi apabila kesimpulan yang dikemukan pada tahap awal, di

dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan menggumpulkan data, maka kesimpulan

yang dikemukan merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat

menjawab rumusan masalah yang di rumuskan sejak awal, tapi

mungkin juga tidak, karena seperti dikemukakan bahwa masal

dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat

sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di

lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan

dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang

sebelumnya masih remang-remang gelap sehingga diteliti

menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,

hipotesis, atau teori. Dalam hal ini, peneliti menyimpulkan

(38)

30

telah dirumuskan, yakni yang berkaitan dengan konseling

spiritual dalam mengatasi kenakalan seorang remaja di SMK

Agung Mulia Bangkalan .

7. Teknik keabsahan data

Ada beberapa teknik keabsahan data, namun peneliti menggunakan

teknik keabsahan data melalui triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di

luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data

tersebut.

Peneliti menggunakan langkah-langkah yang ditempuh dalam tahap

triangulasi sebagai berikut:

a. Triangulasi dengan sumber yakni membandingkan dan

mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode

kualitatif. Peneliti melakukan pengecekan tentang ini dari hasil

membandingkan hasil pengamatan dengan hasil wawancara,

maupun hasil data yang diperoleh dengan cara lain observasi.

Teknik keabsahan data yang dilakukan dengan cara triangulasi

data merupakan upaya yang dilakukan peneliti untuk melihat

keabsahan data. Hal ini dilakukan dengan cara menanyakan

kembali kepada informan-informan tentang data yang sudah di

dapat. Denzin membedakan empat macam triangulasi yang

(39)

31

teori.24 Data penelitian ini digunakan triangulasi sumber yang berarti membandingkan dan memeriksa kembali derajat

kepercayaan informasi yang diperoleh dari waktu dan alat yang

berbeda dalam penelitian. Triangulasi dengan sumber dapat

dicapai dengan cara:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data

hasil wawancara.

2) Membandingkan apa yang dikatakan seseorang di depan

umum dengan apa yang dikatakan seseorang secara

pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan seseorang

mengenai situasi penelitian dengan apa yang dikatakan

sepanjang waktu.

4) Membandingkan pandangan dan perspektif seseorang

dengan pandangan orang lain.

G. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan suatu penelitian diperlukan sistematika

pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian,

langkah-langkah pembahasan sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini terdiri dari sepuluh sub-bab antara lain: Latar

belakang masalah, rumusan masalah, Tujuan penelitian,

24

(40)

32

Manfaat penelitian, Definisi konsep, Metode penelitian,

Sistematika pembahasan, Jadwal penelitian, Pedoman

wawancara.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub-bab, yakni Kajian Teoritik

(beberapa referensi yang digunakan untuk menelaah objek

kajian), dan Penelitian terdahulu yang relevan

BAB III PENYAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini terdiri dari dua sub bab, yakni Deskripsi umum

Objek Penelitian, Deskripsi Hasil Penelitian.

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bab ini berisi pemaparan tentang analisis data.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran, yang menjelaskan hasil simpulan dari data yang dipaparkan dan

saran bisa berupa rekomendasi untuk penelitian lanjutan yang

terkait dengan hasil penelitian, atau disarankan bagi

(41)

33

(42)

33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritik

1. Pendekatan Konseling Spiritual

a. Pengertian konseling spiritual

Spiritualitas (spirituality) berasal dari bahasa latin spiritus

yang berarti breat of life (nafas hidup). Spirit juga bisa diartikan

sebagai yang menghidupkan kekuatan hidup, yang dipresentasikan

melalui berbagai citra, seperti nafas, angin, kekuatan, dan

keberanian. Terdapat banyak pengertian tentang spiritualitas,

diantaranya sebagai berikut:

1) Ekspresi kegiatan spirit manusia

2) Kesadaran transcendental yang ditandai dengan nilai-nilai

tertentu, baik yang terkait dengan diri, orang lain, alam,

kehidupan, dan segala sesuatu yang dipandang menjadi tujuan

akhir.

3) Kecerdasan ketuhanan yang membangun keharmonisan dengan

tuhan dan alam

4) Pengalaman intra, inter dan pengalaman transpersonal yang

dibentuk dan diarahkan oleh pengalaman individu dan

masyarakat, dimana individu tersebut hidup.

(43)

34

5) Proses personal dan sosial yang merujuk pada gagasan, konsep,

sikap, dan tingkah laku yang berasal dari dalam individu

sendiri.1

Sedangkan dalam konteks bimbingan dan konseling,

konseling spiritual diartikan sebagai proses pemberian bantuan

kepada individu agar memiliki kemampuan untuk mengembangkan

fitrahnya sebagai makhluk beragama (homo religious), berperilaku

sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak mulia), dan mengatasi

masalah-masalah kehidupan melalui pemahaman, keyakinan, dan

praktik-praktik ibadah ritual agama yang dianutnya. Konseling

spiritual berbeda dengan konseling sekuler. Dalam konseling

spiritual terdapat intervensi tuhan dalam kehidupan manusia untuk

menolongnya agar dapat mengatasi masalah dan melakukan

perubahan ke arah yang lebih baik.2

Peneliti selanjutnya adalah peneliti yang menemukan

pentingnya spiritual dalam proses terapi dan konseling, pentingnya

nilai agama dijadikan pijakan dalam proses konseling dan

psikoterapi bahkan rohaniawan Kristen (konseling pastoral) yang

menjadi seorang konselor lebih dicari oleh klien yang memiliki

keyakinan agama yang kuat daripada konselor umum. Ketiga garis

besar penelitian ini diungkap oleh peneliti, baik dalam disertasi

mereka maupun jurnal-jurnal penelitian. Inti hasil penelitian pertama

(44)

35

mengisyaratkan pentingnya memahami nilai yang dianut klien. Klien

bukan fanatik nilai atau kepercayaan agama tidak akan menjadi

masalah jika dikonseling dengan teori konseling maupun teori

konseling yang berbasis agama spiritual. Inti hasil penelitian kedua

pentingnya menggali ajaran agama-keyakinan sebagai dasar

konseling. Sementara inti hasil penelitian ketiga mengisyaratkan

dapat dimungkinkan seorang kyai –ustadz atau setidak-tidaknya guru

agama akan lebih efektif mengkonseling klien yang beragama islam

sama halnya seorang pastur mengkonseling klien yang taat agama

Kristen-katolik.3

b. Tujuan konseling spiritual

1) Tujuan umum

Tujuan umum konseling spiritual atau keagamaan adalah

memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan klien untuk

mengembangkan kesadaran beragama atau spiritualitasnya dan

mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya, sehingga dapat

mencapai kehidupan yang bermakna. Kesadaran beragama atau

spiritualitas klien yang baik diyakini akan berpengaruh secara

positif dan fungsional terhadap aspek-aspek kehidupan pribadi

lainnya.

(45)

36

2) Tujuan khusus

Sedangkan tujuan khusus konseling spiritual adalah

a) Pengalaman dan pemantapan identitas spiritual atau

keyakinannya kepada Tuhan.

b) Memperoleh bimbingan dan kekuatan dari Tuhan dalam

mengatasi masalah dan mengembangkan dirinya.

c) Memperoleh dukungan sosial dan emosional, sehingga

memiliki kekuatan untuk mengatasi masalah.

d) Menguji dan memperbaiki keyakinan dan praktik-praktik

spiritualnya yang tidak berfungsi dengan baik

(disfungsional).

e) Menerima tanggung jawab dan memperbaiki kekeliruan

sikap dan perilakunya yang mementingkan diri sendiri.

f) Mengembangkan dirinya dalam kebenaran dan komitmen

terhadap keyakinan, nilai-nilai keyakinan atau

spiritualitasnya.

g) Mengaktualisasikan nilai-nilai keyakinan atau spiritualitas

keagamaan dalam membangun kehidupan bersama yang

sejahtera.4

Kegiatan bimbingan dan konseling merupakan jenis

keterampilan yang pada intinya mengajak, membimbing,

dan mengarahkan klien kembali kepada fitrah, maka siapa

(46)

37

saja yang akan mendalami profesi ini, dia harus memiliki

keimanan, kemakrifatan, dan ketauhidan yang berkualitas.

Karena sudah sangat jelas, bahwa profesi konseling adalah

usaha sadar untuk memahami kondisi klien baik secara

jasmani maupun secara rohani yang kemudian

mengantarkan konseli untuk menemukan solusi.5

c. Peran Konselor Islami

Sebagai pedoman bagaimana kepribadian konselor yang

islami yang tentunya konselor muslim, dibawah ini dijelaskan secara

singkat.6

1) Seorang konselor harus menjadi cermin bagi konseli

Firman Allah :



















“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan-Nya”. (QS, Mumtahanah (60): 4)

Firman Allah :























“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS, Al-Ahzab (33):21).

5 Hamdani Bakran Adz-Dzaki, Konseling dan Psikoterapi Islam, hal, 23

(47)

38

Konselor dalam tugas bimbingannya haruslah merupakan

teladan yang baik bagi anak bimbing (klien). Klien secara psikologis

datang kepada konselor karena beberapa alasan di antaranya

Keyakinan bahwa diri konselor lebih arif, lebih bijaksana, lebih

mengetahui permasalahan, dan dapat dijadikan rujukan bagi

penyelesaian masalah.

Konselor merupakan teladan bagi klien, meskipun demikian

tidak berarti konselor tanpa cacat. Sebagai manusia yang memiliki

berbagai keterbatasan dan kelemahan perilaku yang dapat dilihat

atau dijadikan ukuran kualitas oleh klien. Pada derajat kedekatan

tertentu klien sangat memperhatikan perilaku konselor.

Seringkali konselor menghadapi seorang klien yang tidak

dikenal, kondisi ini tidak menuntut konselor berkepribadian baik

atau tidak, karena pertemuan konselor dengan klien berlangsung

hanya dalam setting sosial lebih luas. Pada konteks ini kualitas

kepribadian konselor tidak cukup harus baik pada setting konseling,

melainkan harus lebih luas dan permanen. Konselor harus bisa

menjadi contoh dan suri teladan dimana pun dan kapanpun berada.

2) Kemampuan bersimpati dan berempati yang melampaui dimensi

(48)

39

Firman Allah :































“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (QS. At-Taubah (9): 128)

Seorang konselor adalah seorang yang tanggap terhadap

persoalan klien. Ia dapat bersimpati pada apa yang terjadi dalam

diri klien serta berempati terhadap apa yang dirasakan oleh

klien. Bagi konselor muslim tentu memiliki sisi yang berbeda

dari konselor pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada

sisi spirit dan motivasi memberikan bantuan lebih berdimensi,

tidak sekedar membantu meringankan beban psikologis klien,

melainkan juga berusaha menyelamatkan totalitas kehidupan

klien.

3) Menjadikan konseling sebagai awal keinginan bertaubat yang

melegakan

Firman Allah :

(49)

40

“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizing Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada allah dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”. (QS. An-Nisa’ (4): 64).

Bagi konselor muslim sebaiknya beranggapan bahwa dosa

harus ditaubati sesuai derajat kesalahan klien, klien tetap harus

bertanggung jawab, tetapi sebaiknya konselor muslim

benar-benar turut mendoakan klien (muslim) segera setelah klien

keluar dari ruang konseling.7

4) Motivasi konselor: konseling adalah suatu bentuk ibadah

Firman Allah :















































Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl (16) : 90).

Setiap konselor memiliki beragam motivasi, mulai dari

alasan yang paling rendah, yakni semata-mata masalah mencari

pekerjaan sampai alasan yang paling elite, dan bergengsi.

Konselor muslim hendaknya memulai segala perbuatan

adalah bagian dari kebajikan hidup, bagian dari ibadah.

Konseling adalah suatu upaya tausiyah menghilangkan

(50)

41

penderitaan adalah suatu upaya pembebasan manusia dari

kekufuran, memperbaiki sifat-sifat negatif klien adalah upaya

menjadikan klien manusia yang sempurna, semua fungsi

konseling pada dasarnya meletakkan segala sesuatu pada

posisinya (adil) sebagaimana fitrah kemanusiaan.

Agar pemberian layanan konseling berlangsung secara

efektif, maka konselor dituntut untuk menampilkan

perananannya sebagai berikut.

1) Mengadopsi sikap ekumenik, yaitu sikap dan pendekatan

konseling yang sesuai dengan latar belakang agama dan afiliasi

klien.

2) Menggunakan “Denominational Therapeutik” yaitu pendekatan

konseling disesuaikan dengan keyakinan klien sebagai anggota

dari kelompok agama tertentu. Hal ini diperlukan agar konselor

dapat melakukan sharing dengan klien, sehingga diperoleh

pemahaman yang mendalam.

3) Membangun hubungan terapeutik melalui beberapa kondisi

yang membantu, seperti menciptakan rapport, kepercayaan

(trust), empati, kehangatan, respek, penerimaan, dan

kredibilitas. Kondisi ini dipandang sebagai faktor yang

memberikan pengaruh terhadap keberhasilan konseling yang

positif.8

(51)

42

d. Intervensi konseling spiritual

Secara umum terdapat beberapa intervensi spiritual yang

dapat digunakan konselor dalam membantu konseling yaitu doa

konselor (counselor prayer), pemberian informasi tentang

konsep-konsep spiritual, merujuk pada kitab suci, doa bersama konselor dan

klien, dorongan untuk memaafkan, penggunaan komunitas atau

kelompok beragama, doa klien, bibliotherapy keagamaan.

1) Intervensi keagamaan dengan spiritualitas

Intervensi keagamaan dengan spiritualitas diartikan sebagai

pemberian layanan yang lebih terstruktur, behavioral,

denominasional, eksternal, kognitif, ritualistik, dan public.

Contoh : penafsiran atau pengajian kitab suci, mendorong klien

untuk mendatangi rumah ibadah, mendorong klien untuk

melakukan ritual keagamaan, dan membaca naskah keagamaan.

2) Intervensi dalam pertemuan konseling dengan pertemuan di luar

konseling

Intervensi dalam pertemuan konseling misalnya berdoa

bersama, memberikan informasi tentang konsep-konsep

spiritual kegamaan, mengkonfrontasi perbedaan antar keyakinan

beragama klien dengan perbuatannya, dan lain-lain.

Sedangkan intervensi diluar pertemuan konseling adalah

berupa kegiatan-kegiatan pekerjaan rumah bagi klien.

(52)

43

hari, membaca dan mempelajari kandungan kitab suci, dan

berdiskusi dengan para ahli agama tentang persoalan-persoalan

kehidupan dalam perspektif agama.9

3) Intervensi dominasional dengan ekumenik

Intervensi dominasional diartikan sebagai pemberian

layanan yang terkait dengan aspek teologis, atau praktik-praktik

keagamaan yang sesuai dengan agama yang dianut oleh klien,

bersifat doktrin. Sedangkan intervensi ekumenik adalah

pemberian layanan yang tidak bersifat doktrin dan tidak terkait

dengan teologis atau praktik-praktik keagamaan yang dianut

klien, tetapi bersifat general atau universal.

4) Intervensi transenden dengan nontrasenden

Intervensi transenden adalah pemberian layanan yang

berlandaskan kepada keyakinan akan pengaruh nilai-nilai

spiritualitas keagamaan atau keyakinan kepada Tuhan terhadap

perubahan sikap dan perilku klien. Adapun intervensi

nontrasenden adalah pemberian layanan yang kognitif, seperti:

diskusi akan pemahaman klien akan kitab suci, konfrontasi

diskrepansi antara keyakinan dengan perbuatan, dan menelaah

kandungan kitab suci.

5) Intervensi afektif, behavioral, kognitif, dan interpersonal

9

(53)

44

a) Intervensi afektif adalah pemberian layanan yang

dirancang untuk membantu klien dalam mengembangkan,

atau mengubah emosi spiritualitas keagamaannya.

b) Intervensi behavioral merupakan pemberian layanan yang

dirancang untuk membantu klien dalam mengubah,

mengembangkan, atau memperbaiki gaya hidup atau

praktik-praktik keagamaan klien.

c) Intervensi kognitif adalah pemberian layanan yang

dirancang untuk meningkatkan, memperbaiki atau

mengubah pemahaman atau keyakinan klien.

Ketika nilai-nilai spiritual ini dimunculkan maka

suasana kebahagiaan dan ketenangan itu akan muncul

dengan sendirinya. Hal ini terjadi karena memang dalam

diri setiap manusia itu terdapat fitrah, fitrah untuk selalu

mengakui akan keberadaan Tuhan. Kondisi ini muncul

karena berlandaskan pada nilai-nilai spiritual. Landasan

nilai-nilai religi yang kuat pada dasarnya merupakan

suasana yang kondusif bagi terciptanya kehidupan.

Suasanan seperti itu akan menumbuhkan kualitas manusia

agamis yang memiliki ketahanan dan keberdayaan yang

lebih baik.

Kondisi seperti itu sebagai “spiritual wellness” yang

(54)

Gambar

gambar yang mana itu bisa menghasilkan suatu informasi
 Tabel 3.1 Bidang Keahlian
 Tabel 3.2 Data Siswa  2007-2016
 Tabel 3.5 Sarana dan prasarana

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Nilai sig value yang kurang dari 0.05 menunjukkan bahwa kecerdasan emosional, pendidikan dan pelatihan serta kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan

Untuk mengetahui tinjauan hukum islam dalam memberikan berkat atau salam tempel pada pelaksanaan akad nikah di rumah kepada penghulu oleh masyarakat desa Babat

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Batik Solo Trans, alat transportasi massal khusus dalam kota Solo yang pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 September 2010 ini merupakan program pemerintah Solo untuk

Dengan demikian, dapatlah diketahui bahwa dalam hal tanggung jawab notaris pengganti dalam pembuatan akta bila terdapat kesalahan atau kelalaian dapat dikenakan sanksi

Menindaklanjuti Surat Kepala Pusdiklat BPS nomor B-001/BPS/2600/1/202, tanggal 12 Januari 2021 tentang Konfirmasi Calon Peserta Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakteristik jumlah kasus HIV dan jumlah kasus AIDS di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 secara