RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN …
TENTANG
PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2), Pasal 59 ayat (7), dan Pasal 61 ayat (3) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN.
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
2. Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang dihasilkan di dalam negeri atau diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didasarkan pada kajian atau evaluasi terhadap manfaat, kesehatan dan lingkungan hidup.
3. Penyimpanan B3 adalah kegiatan penempatan B3 untuk menjaga kualitas, kuantitas, mencegah kontaminasi dan/atau bereaksi dengan bahan kimia lain, dan/atau dampak negatif B3 terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
4. Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi, atau memasukkan B3 ke dalam suatu wadah dan/atau kemasan, menutup dan/atau menyegelnya.
5. Kemasan B3 adalah bahan atau benda yang bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung yang digunakan untuk membungkus B3.
6. Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik B3.
7. Label B3 adalah setiap keterangan mengenai B3 yang berbentuk simbol atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang berisi informasi karakteristik B3.
8. Simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3.
9. Label limbah B3 adalah setiap keterangan mengenai limbah B3 yang berbentuk simbol atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang berisi informasi karakteristik limbah B3.
10. Pelabelan B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dan pada kemasan luar dari suatu B3.
11. Pelabelan limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dari suatu limbah B3. 12. Lembaran Data Keselamatan, yang selanjutnya disingkat LDK, adalah
lembaran petunjuk yang berisi informasi B3 tentang sifat fisika, kimia, jenis bahaya dan racun yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan khusus dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan.
13. Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan sarana angkutan.
14. Ekspor B3 dan/atau limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan B3 dan/atau limbah B3 dari daerah pabean Indonesia.
15. Notifikasi B3 untuk ekspor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir ke otoritas negara penerima apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dipergunakan. 16. Notifikasi B3 untuk impor adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari
otoritas negara eksportir apabila akan dilaksanakan perpindahan lintas batas untuk B3 yang terbatas dipergunakan.
17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
18. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 19. Limbah bahan berbahaya dan beracun dari sumber spesifik khusus, yang
20. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
21. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
22. Pengurangan limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari limbah B3 tersebut, sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan.
23. Penghasil limbah B3 adalah setiap orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3 atau setiap orang yang memiliki limbah B3.
24. Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3.
25. Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3.
26. Pemanfaat limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3.
27. Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3.
28. Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang berbadan hukum yang melakukan kegiatan penimbunan limbah B3.
29. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH adalah pejabat fungsional yang pembinaannya berada pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.
30. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat PPLHD adalah pegawai negeri sipil yang pembinaannya berada pada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di provinsi atau kabupaten/kota yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan pengawasan.
31. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.
32. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3. 33. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3
34. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan/atau perolehan kembali (recovery) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan, sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang harus aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 35. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengubah karakteristik
limbah B3 yang bertujuan untuk menghilangkan dan/atau mengurangi sifat bahaya, sifat racun, komposisi, dan/atau jumlah limbah B3, dan/atau mengoperasikan sarana pengolahan limbah B3 yang harus aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
36. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
37. Setiap orang adalah orang perseorangan, badan hukum yang tidak berbadan usaha, atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
38. Badan usaha yang berbadan hukum adalah subyek hukum yang merupakan perwujudan dari perusahaan yang terorganisir yang mempunyai wadah kerja, cara kerja, pengurus dan tanggungjawab, mendapatkan keuntungan dari hasil pemasaran barang dan/atau jasa yang dihasilkan perusahaannya dan mempunyai bentuk usaha serta mempunyai harta kekayaan yang terpisah dari para pengurus/anggotanya.
39. Izin lingkungan adalah izin yang dimiliki oleh setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKLUPL untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
40. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
41. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
42. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
43. Penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup adalah cara atau proses untuk mengatasi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
44. Pemulihan fungsi lingkungan hidup adalah cara atau proses mengembalikan seperti semula fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
45. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
47. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai: a. pengelolaan B3;
b. pengelolaan limbah B3; c. dumping limbah B3;
d. penanggulangan pencemaran, perusakan, dan pemulihan fungsi lingkungan hidup akibat B3 dan limbah B3;
e. sistem tanggap darurat dalam pengelolaan B3 dan limbah B3;
f. pembinaan dan pengawasan dalam pengelolaan B3 dan limbah B3; g. ketentuan lainlain; dan
h. sanksi administratif.
BAB II
PENGELOLAAN B3 Bagian Kesatu
Umum Pasal 3
(1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.
(2) B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi B3 dalam bentuk: a. senyawa tunggal;
b. senyawa campuran; dan c. preparat.
(3) B3 yang dikecualikan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. narkotika, psikotropika, dan/atau prekursornya serta zat adiktif lainnya.
b. zat radioaktif;
c. B3 yang digunakan untuk senjata kimia;
d. B3 yang digunakan untuk bahan farmasi untuk kosmetik dan obat; e. B3 yang digunakan untuk bahan tambahan pangan; dan
f. B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup untuk analisis di laboratorium dan penelitian.
(4) Pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kategorisasi B3;
d. pelabelan dan simbol B3; e. notifikasi B3;
f. registrasi B3; g. pelaporan; dan
h. penatalaksanaan penyimpanan B3; i. penatalaksanaan pengangkutan B3; dan j. pengolahan kemasan B3.
Bagian Kedua Kategorisasi B3
Pasal 4
(1) B3 dikategorisasikan menjadi 3 (tiga) kategori: a. B3 yang dapat dimanfaatkan;
b. B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan; dan c. B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan.
(2) B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(4) B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5
(1) Dalam hal penghasil dan importir B3 akan memproduksi B3 atau memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk pertama kali dan B3 tersebut tidak tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini, wajib mengajukan permohonan penetapan kategori B3 kepada Menteri.
(2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui tim teknis B3 yang dibentuk oleh Menteri.
(3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan lembaran data keselamatan.
(4) Lembaran data keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat oleh:
a. penghasil B3, sebelum B3 diproduksi untuk pertama kali; atau
b. penghasil B3 di luar negeri, pada saat B3 dimasukkan pertama kali ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Lembaran data keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat berdasarkan hasil uji karakteristik dan:
b. dokumen lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan klasifikasi dan pelabelan B3.
Pasal 6
(1) Lembaran data keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling sedikit memuat informasi mengenai:
a. identitas B3;
b. identitas penghasil B3; c. komposisi B3;
d. identifikasi bahaya sesuai dengan karakteristik B3; e. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan; f. tindakan penanggulangan kebakaran;
g. tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan; h. penyimpanan dan penanganan B3;
i. pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri; j. sifat fisika dan kimia B3;
k. stabilitas dan reaktivitas B3; l. informasi toksikologi;
m. informasi ekologi; n. pembuangan limbah; o. pengangkutan B3; dan
p. informasi lain yang diperlukan.
(2) Ketentuan mengenai format lembaran data keselamatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 7
(1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melakukan evaluasi terhadap lembaran data keselamatan yang disampaikan oleh pemohon yang mengajukan penetapan kategori B3.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima oleh tim teknis B3. (3) Tim teknis B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada
Menteri.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. kategori B3; dan b. karakteristik B3.
(5) Dalam hal B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan B3 yang akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk pertama kali, rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan nomor chemical abstract service.
(6) Menteri, berdasarkan rekomendasi tim teknis B3 menetapkan kategori B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(1) Uji karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) dilaksanakan untuk menentukan klasifikasi B3.
(2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. berbahaya secara fisik;
b. berbahaya terhadap kesehatan manusia; dan c. berbahaya terhadap lingkungan.
(3) B3 diklasifikasikan berbahaya secara fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a apabila memiliki karakteristik:
a. eksplosif;
b. gas mudah menyala; c. aerosol mudah menyala; d. cairan mudah menyala; e. padatan mudah menyala;
f. bahan atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan gas mudah menyala;
g. bahan atau campuran swapanas; h. gas oksidator;
i. cairan oksidator; j. padatan oksidator; k. oksidator organik;
l. bahan atau campuran swareaktif; m. cairan piroforik;
n. padatan piroforik;
o. gas bertekanan; dan/atau p. korosif pada logam.
(4) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap kesehatan manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b apabila memiliki karakteristik:
a. beracun akut;
b. korosi atau iritasi kulit;
c. kerusakan atau iritasi serius pada mata; d. sensitivitas pernafasan atau kulit;
e. mutagenasi sel induk; f. karsinogenisitas;
g. beracun terhadap sistem reproduksi;
h. beracun secara sistemik terhadap organ sasaran secara spesifik setelah paparan tunggal;
i. beracun secara sistemik pada organ sasaran spesifik setelah paparan berulang; dan/atau
j. bahaya aspirasi.
(5) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c apabila memiliki karakteristik:
a. bahaya terhadap lingkungan akuatik; dan/atau b. bahaya terhadap lapisan ozon.
Pasal 9
Pasal 10
(1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas: a. ketua;
b. sekretaris; dan c. anggota.
(2) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur: a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup;
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
e. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
g. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan;
h. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi;
i. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
j. perguruan tinggi;
k. organisasi lingkungan hidup; dan
l. unsur lain yang ditentukan oleh Menteri.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim teknis B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 11
(1) B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini dapat dievaluasi setiap 2 (dua) tahun sekali untuk menetapkan perubahan kategori B3 apabila diperlukan perubahan.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim teknis B3.
(3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim teknis B3 harus mempertimbangkan usulan dari menteri, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian yang bidang tugasnya terkait dengan pengelolaan B3, dan/atau pihak lain.
(4) Perubahan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga Pengemasan B3
Pasal 12
(1) B3 yang dihasilkan, dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, diedarkan, disimpan, dan dimanfaatkan oleh setiap orang wajib dikemas sesuai dengan karakteristik B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan mampu:
a. mempertahankan mutu B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan b. mengungkung B3 untuk tetap berada di dalam kemasan.
(3) Apabila kemasan B3 tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau kemasan B3 rusak, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
a. mengemas kembali B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan
b. melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan/atau kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain apabila berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 13
(1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memastikan kemasan B3 yang akan diangkut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2).
(2) Dalam hal kemasan B3 yang akan diangkut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang mengangkut B3 wajib mengembalikan kemasan B3 kepada pengirim.
Pasal 14
(1) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pembuatan kemasan dan pengemasan B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Bagian Kelima Pelabelan dan Simbol B3
Pasal 15
(1) Kemasan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) wajib dilekati dengan label dan simbol B3.
(2) Label B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat keterangan mengenai:
d. pernyataan bahaya; e. identitas penghasil; dan f. pernyataan kehatihatian.
(3) Simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan karakteristik B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(4) Label dan simbol pada kemasan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan Bahasa Indonesia.
Pasal 16
(1) Setiap orang yang mengangkut atau mengedarkan B3 wajib memastikan setiap kemasan B3 telah dilekati label dan simbol B3.
(2) Dalam hal label dan simbol pada kemasan B3 rusak, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengganti label dan simbol B3.
Pasal 17
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan dan pemasangan label dan simbol B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
(2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Bagian Keenam Notifikasi B3
Pasal 18
(1) Dalam hal B3 yang masuk kategori terbatas untuk dimanfaatkan akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, importir B3 melalui negara eksportir B3 wajib mengajukan permohonan notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri.
(2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan keterangan mengenai:
a. identitas B3;
b. identitas importir B3;
c. jumlah B3 yang dimasukkan; dan d. tujuan pemanfaatan B3.
Pasal 19
(1) Menteri memberikan jawaban berupa persetujuan atau penolakan atas permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. identitas B3;
b. identitas importir B3;
(3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 20
(1) Setiap orang yang akan mengeluarkan B3 yang masuk kategori terbatas untuk dimanfaatkan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib:
a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri; b. mengisi formulir notifikasi dari Menteri.
(2) Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh
otoritas negara tujuan, Menteri menerbitkan rekomendasi ekspor B3. (4) Rekomendasi ekspor B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi
dasar penerbitan izin ekspor yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Bagian Ketujuh Registrasi B3
Pasal 21
(1) Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib mengajukan permohonan registrasi secara tertulis kepada Menteri.
(2) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilakukan sebanyak:
a. 1 (satu) kali setiap 2 (dua) tahun; dan
b. 1 (satu) kali untuk B3 yang dimasukkan pertama kali ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh importir yang juga bertindak sebagai penghasil B3.
(3) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan setelah terbitnya persetujuan untuk memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Pasal 22
(1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilengkapi dengan:
a. lembaran data keselamatan; b. angka pengenal importir; c. nomor pokok wajib pajak; dan
d. perencanaan pemanfaatan dan rantai distribusi.
(2) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan registrasi.
(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas B3 dan pemohon;
(4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Pasal 23
(1) Setiap orang yang menghasilkan B3 wajib mengajukan permohonan registrasi secara tertulis kepada Menteri.
(2) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilakukan sebanyak 1 (satu) kali pada saat B3 pertama kali dihasilkan.
(3) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ayat b dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Pasal 24
(1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilengkapi dengan:
a. lembaran data keselamatan; b. nomor pokok wajib pajak; dan c. akta pendirian perusahaan.
(2) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan registrasi.
(3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas B3 dan pemohon;
b. nomor dan tanggal registrasi; dan c. masa berlaku registrasi.
(4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Pasal 25
Menteri menolak permohonan registrasi B3 yang mengandung B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan.
Bagian Kedelapan Pelaporan
Pasal 26
(1) Pelaporan wajib dilakukan oleh setiap orang yang:
a. menghasilkan B3, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 sejak B3 pertama kali dihasilkan;
c. memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang juga bertindak sebagai penghasil B3, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 yang dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk
pertama kali paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak registrasi diterbitkan oleh Menteri.
(3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada Menteri.
(4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan;
b. jenis dan karakteristik B3; dan
c. jumlah B3 yang dihasilkan dan/atau dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan format pelaporan diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesembilan
Penatalaksanaan Penyimpanan B3 Pasal 27
(1) Setiap orang yang menyimpan B3 wajib melakukan penatalaksanaan penyimpanan B3 dengan memenuhi persyaratan:
a. lokasi; b. fasilitas;
c. pelabelan dan simbol B3; d. kemasan dan wadah;
e. penempatan sesuai dengan karakteristik B3; dan f. peralatan keselamatan dan penanganan B3.
(2) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus: a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau
b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan bencana alam.
(3) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi persyaratan yang paling sedikit terdiri atas:
a. desain dan konstruksi sesuai karakteristik B3 dan mampu melindungi B3 dari hujan dan sinar matahari;
b. memiliki penerangan dan ventilasi; dan
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung.
(4) Pelabelan dan simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelabelan dan simbol B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17.
(5) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan paling sedikit dengan cara:
b. memenuhi persyaratan jarak penempatan antar B3 sesuai karakteristik B3;
c. memenuhi persyaratan keselamatan dan penanganan B3.
(6) Peralatan keselamatan dan penanganan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling sedikit terdiri atas:
a. alat pemadam api ringan; dan b. cadangan air untuk menyiram.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kesepuluh
Penatalakasanaan Pengangkutan B3 Pasal 28
(1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memiliki izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari Menteri.
(3) Untuk memperoleh rekomendasi dari Menteri, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan permohonan tertulis yang dilengkapi dengan:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. bukti kepemilikan alat angkut; dan d. dokumen pengangkutan B3;
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan evaluasi dan penerbitan rekomendasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima.
(5) Rekomendasi dari Menteri paling sedikit memuat: a. identitas alat angkut;
b. jenis B3 yang akan diangkut; dan c. kewajiban pengangkut.
(6) Kewajiban pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c paling sedikit meliputi:
a. mengangkut B3 sesuai lingkup rekomendasi yang diberikan; dan b. melaporkan pelaksanaan pengangkutan B3 paling sedikit 6 (enam)
bulan sekali sejak izin diterbitkan.
c. menggunakan alat angkut yang memiliki izin pengangkutan B3; dan d. melaksanakan pengangkutan B3 sesuai persyaratan dalam izin
pengangkutan B3.
Bagian Kesebelas
Pengolahan Kemasan B3 Bekas Pasal 29
(1) Pengolahan kemasan B3 bekas wajib dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan B3.
(2) Pengolahan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang menghasilkan dan mengedarkan B3 paling sedikit dilakukan dengan:
a. penarikan kembali kemasan B3 bekas; atau
b. penggunaan kembali kemasan B3 bekas untuk penggunaan yang sama.
(3) Penarikan kembali kemasan B3 bekas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain.
(4) Pengolahan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang memanfaatkan B3 paling sedikit dilakukan dengan:
a. penyimpanan kemasan B3 bekas di tempat penyimpanan limbah B3; atau
b. penyerahan kembali kemasan B3 bekas kepada orang yang menghasilkan atau mengedarkan B3.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan penggunaan kembali kemasan B3 bekas diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 30
Dalam hal kemasan B3 bekas tidak dapat digunakan kembali untuk penggunaan yang sama, setiap orang yang menghasilkan B3 wajib melakukan pengolahan kemasan B3 bekas sesuai dengan pengelolaan limbah B3.
BAB III
PENGELOLAAN LIMBAH B3 Bagian Kesatu
Umum Pasal 31
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. limbah B3 dari sumber tidak spesifik;
b. limbah B3 dari sumber spesifik; c. B3 kadaluwarsa; dan
d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak memenuhi spesifikasi.
(3) Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
(4) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(5) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebagaimana tercantum dalam:
a. Lampiran V Tabel 1 untuk limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan
b. Lampiran V Tabel 2 untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (6) Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(7) Pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. pengurangan limbah B3; b. penyimpanan limbah B3; c. pengumpulan limbah B3; d. pengangkutan limbah B3; e. pemanfaatan limbah B3; f. pengolahan limbah B3; dan g. penimbunan limbah B3.
Pasal 32
(1) Dalam hal terdapat limbah yang tidak termasuk dalam daftar limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), setiap orang yang menghasilkan limbah wajib melakukan uji karakteristik limbah B3 terhadap limbah tersebut.
(2) Karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. eksplosif, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif; dan b. beracun.
(3) Karakteristik beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditentukan melalui uji karakteristik yang dilakukan secara bertahap, meliputi:
a. penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure);
b. uji LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty);
c. uji subkronis; dan d. uji kronis.
(4) Karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan melalui uji karakteristik.
(5) Uji karakteristik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan terhadap parameter uji karakteristik sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 33
(1) Uji karakteristik limbah B3 dapat dilakukan oleh:
a. setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); atau
b. pihak lain yang ditunjuk oleh setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(2) Dalam melakukan uji karakteristik limbah B3, setiap orang atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan laboratorium yang terakreditasi untuk masingmasing uji.
(3) Parameter uji untuk masingmasing karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Pemerintah ini.
(4) Dalam hal belum terdapat laboratorium yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), uji karakteristik limbah B3 dilakukan dengan menggunakan laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia mengenai tata cara berlaboratorium yang baik.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji karakteristik limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 34
(1) Limbah yang telah dilakukan uji karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 wajib memperoleh penetapan hasil identifikasi limbah dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh penetapan hasil identifikasi limbah dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri melalui tim ahli limbah B3.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; dan
b. hasil uji karakteristik limbah B3. Pasal 35
(1) Menteri setelah menerima permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan tersebut.
(2) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Menteri.
(3) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. ketua;
b. sekretaris; dan c. anggota.
(4) Susunan tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi;
d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
e. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan;
f. perguruan tinggi;
g. organisasi lingkungan hidup; dan
h. unsur lain yang ditentukan oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim ahli limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 36
(1) Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 meliputi identifikasi dan analisis terhadap:
a. hasil uji karakteristik limbah B3 yang diajukan;
b. proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); dan
c. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi sebagaimana dimaksud pada huruf b.
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan diterima.
(3) Tim ahli limbah B3 menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hasil evaluasi diketahui. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat:
a. identitas limbah dan pemohon;
b. dasar pertimbangan rekomendasi; dan
c. kesimpulan hasil evaluasi terhadap hasil uji karakteristik limbah B3. (5) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah menunjukkan adanya
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah B3. (6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah tidak menunjukkan adanya
karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah nonB3.
Pasal 37
Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli limbah B3 menetapkan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sebagai:
a. limbah B3; atau b. limbah nonB3.
Pengurangan Limbah B3 Pasal 38
(1) Pengurangan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7) huruf a dilakukan melalui:
a. penyimpanan B3; b. substitusi bahan;
c. modifikasi proses; dan/atau
d. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
(2) Penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penatalaksanaan penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
(3) Substitusi bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung B3.
(4) Modifikasi proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses yang lebih efisien. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan rincian pengurangan
limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 39
(1) Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI Peraturan Pemerintah ini dapat dinyatakan sebagai limbah nonB3 dengan penetapan Menteri.
(2) Untuk memperoleh penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengajukan permohonan penetapan secara tertulis kepada Menteri melalui tim ahli limbah B3.
(3) Sebelum mengajukan permohonan penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan:
a. uji karakteristik limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33; dan
b. pengurangan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
(4) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon; b. nama limbah B3;
c. hasil uji karakteritik limbah B3;
d. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan limbah B3;
e. proses produksi yang menghasilkan limbah B3 yang diajukan untuk ditetapkan sebagai limbah non B3; dan
Pasal 40
(1) Menteri setelah menerima permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan tersebut.
(2) Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak permohonan diterima.
(3) Tim ahli limbah B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Menteri.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:
a. identitas pemohon; b. nama limbah B3;
c. dasar pertimbangan rekomendasi; dan d. kesimpulan hasil evaluasi.
(5) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 menunjukan bahwa limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya tidak menunjukan karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah B3 tersebut merupakan limbah non B3.
(6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya menunjukan adanya karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah B3 tersebut merupakan limbah B3.
Pasal 41
(1) Menteri berdasarkan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 menerbitkan penetapan yang memuat:
a. limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya merupakan limbah non B3; atau
b. penolakan permohonan penetapan.
(2) Penolakan permohonan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
Bagian Ketiga Penyimpanan Limbah B3
Pasal 42
(1) Penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7) huruf b wajib memiliki izin penyimpanan limbah B3.
(2) Sebelum memperoleh izin penyimpanan limbah B3, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib memiliki izin lingkungan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(1) Untuk memperoleh izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin penyimpanan limbah B3 secara tertulis kepada bupati/walikota.
(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang akan disimpan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3; dan
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3.
(3) Kelengkapan permohonan izin penyimpanan limbah B3 berupa dokumen mengenai pengemasan limbah limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak berlaku untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 44
(1) Tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan:
a. lokasi penyimpanan limbah B3;
b. fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah, karakteristik limbah B3, dan dilengkapi dengan upaya pengendalian pencemaran lingkungan; dan
c. ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat.
(2) Persyaratan berupa ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 45
(1) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf a harus:
a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau
b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan bencana alam.
(2) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus lokasi yang berada di dalam penguasaan setiap orang yang menghasilkan limbah B3.
Pasal 46
(1) Fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf b paling sedikit memenuhi persyaratan:
a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi limbah B3 dari hujan dan sinar matahari;
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung; dan/atau
d. memiliki kemampuan sebagai waste impoundment atau waste pile. (2) Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c berlaku untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3:
a. dari sumber tidak spesifik; b. dari sumber spesifik umum; c. B3 kadaluwarsa; dan
d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak memenuhi spesifikasi.
(3) Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku untuk fasilitas penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 47
Ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:
a. alat pemadam api ringan; dan b. cadangan air untuk menyiram.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 47 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 49
(1) Pengemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf e dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:
a. terbuat dari bahan yang sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan;
b. mampu mengungkung limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan; c. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan
saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan; dan d. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau rusak. (2) Kemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilekati
label dan simbol limbah B3.
(3) Label limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai: a. nama limbah B3;
b. piktogram bahaya; c. kata sinyal;
d. pernyataan bahaya;
(4) Pemilihan simbol limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2).
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengemasan dan pemberian label dan simbol limbah B3 diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 50
(1) Bupati/walikota setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima.
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, bupati/walikota melakukan verifikasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi persyaratan, bupati/walikota menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, bupati/walikota menolak permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 51
(1) Izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin penyimpanan limbah B3 diajukan secara tertulis kepada bupati/walikota paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin tersebut berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang disimpan; d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 48;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 49; dan/atau
f. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3.
(4) Kelengkapan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
(6) Apabila tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima.
(7) Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan izin memenuhi persyaratan, bupati/walikota menerbitkan perpanjangan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
(8) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan izin tidak memenuhi persyaratan, bupati/walikota menolak permohonan perpanjangan izin.
(9) Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 52
(1) Pemegang izin penyimpanan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha; c. nama limbah B3 yang disimpan;
d. lokasi tempat penyimpanan limbah B3; dan/atau
e. desain dan kapasitas fasilitas penyimpanan limbah B3.
(2) Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
(3) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
(5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan/atau huruf e, bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, bupati/walikota menerbitkan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau b. ketidaksesuaian data, bupati/walikota menolak permohonan
perubahan izin.
Pasal 53
Pasal 54
Izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, dan Pasal 53 paling sedikit memuat:
a. identitas pemegang izin; b. tanggal penerbitan izin; c. masa berlaku izin;
d. persyaratan lingkungan hidup; dan
e. kewajiban pemegang izin penyimpanan limbah B3. Pasal 55
(1) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf d paling sedikit meliputi:
a. memfungsikan tempat penyimpanan limbah B3 sebagai tempat penyimpanan limbah B3;
b. menyimpan limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat penyimpanan limbah B3;
c. melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3; dan
d. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan limbah B3. (2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dan huruf d dikecualikan dari muatan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
Pasal 56
Kewajiban pemegang izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf e paling sedikit meliputi:
a. melakukan identifikasi limbah B3 yang dihasilkan;
b. melakukan pencatatan nama dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan; c. melakukan penyimpanan limbah B3 sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 49;
d. melakukan pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 yang dilakukan sendiri atau menyerahkan kepada pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3;
e. menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3; dan f. tidak melakukan pencampuran limbah B3 yang disimpannya.
Pasal 57
Izin penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, Pasal 51, dan Pasal 52 berakhir apabila:
a. masa berlaku izin habis; b. dicabut oleh bupati/walikota;
c. badan usaha pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau d. izin lingkungan dicabut.
(1) Setelah izin penyimpanan limbah B3 terbit, pemegang izin wajib:
a. memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin penyimpanan limbah B3;
b. melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama:
1. 2 (dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 infeksius;
2. 90 (sembilan puluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan 50 (lima puluh) kilogram per hari atau lebih;
3. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) kilogram per hari; atau
4. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
c. menyusun dan menyampaikan laporan penyimpanan limbah B3. (2) Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c paling sedikit memuat:
a. sumber, nama, jumlah, dan karakteristik limbah B3; b. pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan
c. pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 yang dilakukan sendiri oleh pemegang izin dan/atau penyerahan limbah B3 kepada pengumpul, pemanfaatan, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3.
(3) Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada bupati/walikota dan ditembuskan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan.
Pasal 59
(1) Dalam hal penyimpanan limbah B3 melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b, pemegang izin penyimpanan limbah B3 wajib:
a. melakukan pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3; dan/atau
b. menyerahkan limbah B3 kepada pihak lain.
(2) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: a. pengumpul limbah B3;
b. pemanfaat limbah B3;
c. pengolah limbah B3; dan/atau d. penimbun limbah B3.
(3) Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3, pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki:
a. izin pengumpulan limbah B3, untuk pengumpul limbah B3; b. izin pemanfaatan limbah B3, untuk pemanfaat limbah B3; c. izin pengolahan limbah B3, untuk pengolah limbah B3; dan d. izin penimbunan limbah B3, untuk penimbun limbah B3.
(1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 yang telah memperoleh izin penyimpanan limbah B3 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan apabila bermaksud:
a. menghentikan usana dan/atau kegiatan; atau
b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas penyimpanan limbah B3.
(2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon;
b. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3; dan c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi
(4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak permohonan diterima.
Bagian Keempat Pengumpulan Limbah B3
Pasal 61
(1) Pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (7) huruf c dilakukan dengan:
a. segregasi limbah B3;
b. penyimpanan limbah B3; dan
c. tidak melakukan pencampuran limbah B3 yang dihasilkannya.
(2) Segregasi limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan sesuai dengan:
a. nama limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; dan
b. karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).
(3) Penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 59.
Pasal 62
(1) Dalam hal setiap orang yang menghasilkan limbah B3 tidak mampu melakukan sendiri pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya, pengumpulan limbah B3 diserahkan kepada pengumpul limbah B3.
(2) Penyerahan limbah B3 kepada pengumpul limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan bukti penyerahan limbah B3. (3) Salinan bukti penyerahan limbah B3 disampaikan oleh setiap orang
Pasal 63
(1) Untuk dapat melakukan pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, pengumpul limbah B3 wajib memiliki izin pengumpulan limbah B3.
(2) Sebelum memperoleh izin pengumpulan limbah B3, pengumpul limbah B3 wajib memiliki izin lingkungan.
(3) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 64
(1) Pengumpul limbah B3 untuk memperoleh izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada:
a. bupati/walikota, untuk pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota;
b. gubernur, untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau c. Menteri, untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional.
(2) Permohonan izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, dan karakteristik limbah B3 yang akan dikumpulkan; d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3
sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 48;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55;
f. prosedur pengumpulan limbah B3; dan
g. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup.
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e tidak berlaku untuk permohonan izin pengumpulan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
(4) Limbah B3 yang akan dikumpulkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus memenuhi paling sedikit kriteria yang meliputi:
a. memiliki nilai ekonomi; dan
b. dapat dimanfaatkan dan/atau diolah. Pasal 65
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima.
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerbitkan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil verifikasi diketahui.
(4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui multimedia paling lama 1 (satu) hari sejak izin diterbitkan.
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menolak permohonan izin.
(6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 66
(1) Izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(2) Permohonan perpanjangan izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum jangka waktu izin tersebut berakhir.
(3) Permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama, sumber, karakteristik limbah B3 yang dikumpulkan;
d. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf d;
e. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf e;
f. prosedur pengumpulan limbah B3; dan
g. laporan pelaksanaan pengumpulan limbah B3.
(4) Persyaratan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e tidak berlaku untuk permohonan perpanjangan izin pengumpulan limbah B3 dari sumber spesifik khusus.
(5) Apabila terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f penerbitan perpanjangan izin oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64.
(6) Apabila tidak terdapat perubahan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan/atau huruf f, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan evaluasi paling lama 10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima.
(7) Apabila hasil evaluasi menunjukkan bahwa permohonan perpanjangan izin memenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerbitkan perpanjangan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui.
(9) Penolakan permohonan perpanjangan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disertai dengan alasan penolakan.
Pasal 67
(1) Pemegang izin pengumpulan limbah B3 wajib mengajukan perubahan izin apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:
a. identitas pemohon;
b. akta pendirian badan usaha;
c. nama limbah B3 yang dikumpulkan;
d. lokasi tempat penyimpanan limbah B3; dan/atau
e. desain dan kapasitas fasilitas penyimpanan limbah B3.
(2) Permohonan perubahan izin diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah terjadi perubahan.
(3) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima. (5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan/atau huruf f, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima.
(6) Apabila hasil evaluasi menunjukkan:
a. kesesuaian data, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerbitkan perubahan izin paling lama 7 (tujuh) hari sejak permohonan perubahan izin diterima; atau
b. ketidaksesuaian data, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menolak permohonan perubahan izin.
Pasal 68
Dalam hal pemegang izin pengumpulan limbah B3 berkehendak untuk mengubah skala pengumpulan limbah B3, pemegang izin wajib mengajukan permohonan izin baru sesuai dengan skala pengumpulan limbah B3 yang dimohonkan.
Pasal 69
Jangka waktu verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (5) dan ayat (6), dan Pasal 67 ayat (4) dan ayat (5) tidak termasuk waktu yang diperlukan pemohon untuk memperbaiki dokumen.
Pasal 70