1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan merupakan hal penting bagi setiap manusia dan sudah menjadi kebutuhan. Apalagi pada zaman sekarang ini, dimana persaingan semakin ketat di bidang apapun. Pendidikan menjadi hal yang mutlak dijalani bagi setiap orang. Persaingan ketat yang kerap dijumpai, misalnya persaingan dalam mencari pekerjaan dan mencari sekolah. Menghadapi dunia yang semakin penuh dengan persaingan, orang tua tentu akan mempersiapkan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Setiap orangtua tentu mengharapkan anaknya kelak menjadi “orang”.
Menjadi orang yang sukses tentu tidak dapat diraih begitu saja. Banyak sifat pendukung yang harus dibina sejak kecil. Salah satu diantaranya yaitu kepercayaan diri.
2
dimilikinya. Ia akan berusaha menggali potensi-potensi dalam dirinya yang mungkin dapat dikembangkan. Tidak ada rasa rendah diri dan putus asa dalam dirinya. Walaupun ada kendala yang ditemui, ia tidak akan mudah putus asa dan tetap berusaha mencapai tujuannya. Inilah salah satu hal yang menjadikan seseorang menjadi orang yang sukses.
Kepercayaan diri tidak mungkin muncul tiba-tiba. Kepercayaan diri ini perlu dikembangkan sejak dini. Kepercayaan diri sebagai salah satu aspek kepribadian terbentuk melalui interaksi dengan lingkungannya. Keluarga mempunyai kedudukan yang penting dalam pembentukan kepercayaan diri siswa, karena keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama dalam perkembangan kepribadian seseorang.
Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat berpikir positif, memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan. Siswa yang percaya diri akan merasa yakin atas kemampuannya sendiri. Hal ini juga akan terlihat dalam kegiatan pembelajaran. Siswa yang percaya diri tidak rendah diri saat bergaul dengan teman, tidak akan meminta jawaban teman saat mengerjakan ulangan, berani mengutarakan pendapat, dan tidak mudah menyerah.
3
kelas V belum memiliki kepercayaan diri yang baik. Kurangnya rasa percaya diri terlihat ketika ulangan, masih terdapat siswa yang mencontek. Siswa merasa tidak yakin atas jawabannya, sehingga memutuskan untuk melihat jawaban teman.Padahal terkadang jawaban siswa sudah benar, hanya kata-katanya saja yang berbeda. Berdasarkan wawancara dengan beberapa siswa kelas V, mereka mengaku pernah mencontek saat ulangan. Siswa merasa soal ulangan sulit, sehingga bertanya pada teman untuk mendapatkan jawabannya. Hal ini mengindikasikan siswa tidak yakin atas kemampuannya sendiri dan memperlihatkan pula sikap mudah menyerah.
Selain itu, kurangnya kepercayaan diri siswa dapat dilihat dari belum banyaknya siswa yang berani maju ke depan kelas saat diminta guru untuk mengerjakan soal. Berdasarkan wawancara dengan wali kelas V SD di Gugus Sadewa menyatakan baru sekitar tiga sampai lima siswa yang berani ke depan kelas. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasa malu, belum terbiasa, takut salah, dan takut diejek temannya apabila jawaban yang mereka kerjakan salah. Padahal sebenarnya siswa mampu untuk mengerjakan soal-soal tersebut. Wawancara juga dilakukan dengan beberapa siswa kelas V. Mereka mengatakan merasa ragu untuk maju ke depan kelas karena takut salah.
4
mampu, keluarga yang tidak utuh dan keluarga yang bermasalah, cenderung merasa berbeda dengan temannya sehingga tidak percaya diri dalam bergaul dengan teman-temannya.
Hal lain yang menunjukkan kurangnya kepercayaan diri pada siswa yaitu tidak optimis saat mengikuti perlombaan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari wali kelas V SD di Gugus Sadewa, siswa masih belum optimis saat mengikuti lomba. Pada saat tampil mengikuti perlombaan, siswa mengalami “demam panggung”. Padahal sebelumnya, siswa sudah berlatih dengan baik sehingga hasil
yang ditampilkan tidak sebaik saat latihan. Apabila siswa percaya diri akan kemampuannya, tentu hasilnya akan lebih baik. Walaupun melihat penampilan pesaingnya yang lebih baik, namun mereka akan tetap menampilkan yang terbaik.
Menurut Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 37) kepercayaan diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya yaitu konsep diri. Terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya. Manusia mempunyai kelebihan yaitu mampu melihat keadaan dirinya sendiri. Secord dan Backman (Asip F. Hadipranata, dkk, 2000: 74) menyatakan adanya kemampuan penglihatan, perasaan, pemikiran manusia kepada dirinya sendiri, maka seseorang mampu menyadari siapa dirinya. Inilah yang dimaksud dengan konsep diri.
5
sehingga mempunyai kedudukan yang penting dalam pembentukan konsep diri anak. Kebanyakan orangtua siswa kelas V SD di Gugus Sadewa bekerja dan beraktivitas di luar rumah. Ditambah lagi pendidikan orang tua yang rendah menyebabkan orangtua tidak memperhatikan pembentukan konsep diri pada anak-anaknya.
Kurangnya rasa percaya diri siswa bisa dipengaruhi oleh faktor konsep diri yang negatif pada diri siswa. Berdasarkan wawancara dengan wali kelas V SD di Gugus Sadewa, sekitar 60% siswa yang belum memiliki konsep diri positif. Informasi lain yang didapat yaitu sekitar 60% siswa belum memiliki konsep diri positif. Siswa belum menyadari pentingnya menumbuhkan konsep diri yang positif. Terdapat siswa yang menggambarkan dirinya berbeda dengan teman-temannya, dirinya berasal dari keluarga tidak mampu, dirinya berasal dari keluarga yang tidak utuh. Konsep diri juga dapat ditunjukkan dari sikap siswa yang suka mencari perhatian. Terdapat beberapa siswa yang suka mengganggu temannya dan membuat kegaduahan di kelas. Konsep diri negatif inilah dapat yang menyebabkan munculnya rasa tidak percaya diri.
6
Oleh karena itu, siswa yang memiliki konsep diri positif biasanya juga lebih optimis dan realistis.
Berkaitan dengan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Pengaruh Konsep Diri Terhadap Kepercayaan Diri
Siswa Kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung”. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yang terdapat di SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung, sebagai berikut. 1. Konsep diri siswa kelas V SD di Gugus Sadewa masih cenderung negatif. 2. Kepercayaan dirisiswa kelas V SD di Gugus Sadewa masih rendah.
3. Beberapa siswa berasal dari keluarga bermasalahan, keluarga tidak utuh, dan keluarga kurang mampu sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah pada pribadi siswa.
4. Orang tua belum terlalu memperhatikan mengenai pembentukan konsep diri dan kepercayaan diri siswa.
5. Ketidakpercayaan diri dapat menghambat siswa dalam mencapai prestasi belajar yang baik.
6. Kesadaran siswa akan pentingnya menumbuhkan konsep diri positif masih kurang.
7
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi permasalahan pada lingkup masalah pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa kelas V SD di Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimanakah tingkatan konsep diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung?
2. Bagaimanakah tingkatan kepercayaan diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung?
3. Adakah pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitianini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkatan konsep diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung.
2. Untuk mengetahui tingkatan kepercayaan diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung.
3. Untuk mengetahui pengaruh konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung.
8
Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat digunakan sebagaireferensi ilmiah untuk menambah pengetahuan tentang konsep diri dankepercayaan diri siswa dan secara praktis dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Manfaat bagi Guru
Menambah informasi bagi guru agar lebih memperhatikan pembentukan konsep diri positif dalam diri siswa dan juga mengembangkan suasana pembelajaran yang dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa.
2. Manfaat bagi Orang Tua
Menambah pengetahuan bagi orang tua agar lebih memperhatikan sikap dan perilaku anaknya serta dapat memperhatikan pembentukan konsep diri positif pada anak untuk meningkatkan kepercayaan diri.
3. Manfaat bagi Siswa
9 BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
William D. Brooks (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 99) mendefinisikan konsep
diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves
that we have derived from experiences and our interaction with others”. Konsep
diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri. Persepsi ini bisa bersifat psikologi, sosial, dan fisik. Persepsi yang bersifat psikologi misalnya pandangan mengenai watak sendiri. Persepsi yang bersifat sosial misalnya pandangannya tentang bagaimana orang lain menilai dirinya. Persepsi yang bersifat fisik misalnya pandangan tentang penampilannya sendiri.
Anita Taylor (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 100) mendefinisikan konsep diri
sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and
attitudes you hold about yourself”. Konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan
tentang diri kita sendiri dan yang kita rasakan tentang diri kita sendiri.
10
Buss (Asip F. Hadipranata, dkk, 2000: 74) menyatakan bahwa konsep diri diartikan sebagai gambaran keadaan diri sendiri yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri. Pendapat dari Arndt mengatakan bahwa konsep diri merupakan konsep seseorang mengenai keseluruhan tentang dirinya sendiri, baik dari segi kejasmanian maupun psikisnya.
Menurut Hendra Surya (2007: 3) mengatakan bahwa konsep diri adalah gambaran, cara pandang, keyakinan, pemikiran, perasaan terhadap apa yang dimiliki orang tentang dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, perasaan, kebutuhan, tujuan hidup, dan penampilan diri. Konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh gabungan keyakinan karakter fisik, psikologis, sosial, aspirasi, prestasi, dan bobot emosional yang menyertainya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran, pandangan, pikiran, perasaan, mengenai diri sendiri dan pandangan diri di mata orang lain yang meliputi keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai.
2. Pembentukan Konsep Diri
11
Konsep diri ini berhubungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui mata orang lain. Konsep diri ini juga akan membentuk gambaran diri (self image).
Gambaran diri (self image) merupakan cara seseorang melihat dirinya dan berpikir mengenai dirinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Gambaran diri mulai muncul pada masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran diri.
Setelah terbentuknya gambaran-gambaran diri akan terbentuk pula penilaian terhadap harga diri. Jika anak melihat tinggi dirinya, maka akan mendapat harga diri (self esteem) yang tinggi pula. Jika anak melihat dirinya rendah, maka akan mendapat harga diri (self esteem) yang rendah pula. Perasaan harga diri berkembang pada masa awal kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak dengan orang tua mereka.
Kemudian menurut Amaryllia Puspasari (2007: 19-32) terdapat beberapa penggolongan mengenai pembentukan konsep diri.
a. Pola pandang diri subjektif (subjective self)
12
komunikasi terhadap diri sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan orang lain.
b. Bentuk dan bayangan tubuh (body image)
Selain melalui proses pengenalan diri yang biasa dilakukan dengan melihat bayangan diri sendiri di cermin, pembentukan konsep diri dapat melalui penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya. Persepsi ataupun pengalaman emosional dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana seseorang mengenali bentuk fisiknya.
c. Perbandingan ideal (the ideal self)
Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang diharapkannya, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat pembentukan konsep diri pada anak.
d. Pembentukan diri secara sosial (the sosial self)
Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses dimana seseorang mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya. Penilaian kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada orang tersebut.
3. Perkembangan Konsep Diri
13
memiliki konsep diri, pengetahuan tentang dirinya sendiri, harapan terhadap dirinya sendiri, dan penilaian terhadap dirinya sendiri. Namun, secara perlahan-lahan seseorang mulai dapat membedakan “aku” dan “bukan aku”. Saat itulah, ia mulai menyadari apa yang dilakukannya seiring dengan menguatnya panca indra. Panca indera akan semakin menguat dan mulai membentuk gagasan tentang
hubungan antara “aku” dan bukan aku“. Seseorang mulai dapat membedakan dan belajar tentang dunia yang bukan aku. Dalam hal ini, ia sedang membangun konsep diri.
Kemajuan besar dalam perkembangan konsep diri terjadi ketika seseorang mulai menggunakan bahasa, yaitu sekitar umur satu tahun. Seseorang akan memperoleh informasi yang lebih banyak tentang dirinya dengan memahami perkataan orang lain. Terlebih lagi, ketika seseorang belajar berpikir dengan menggunakan kata-kata Pada saat itulah, konsep diri, baik positif maupun negatif mulai terbentuk. Konsep diri tentu saja terus berkembang sepanjang hidup, tetapi cenderung berkembang sepanjang garis yang telah terbentuk pada awal masa kanak-kanak.
Calhaoun dan Acocella (1990: 76-78) mengemukakan bahwa sumber informasi yang penting dalam pembentukan konsep diri, antara lain:
a. Orang tua
14
informasi yang paling utama. Orang tua mengajarkan bagaimana menilai diri sendiri.
b. Kawan sebaya
Selain membutuhkan cinta dari orang tua, seseorang juga membutuhkan penerimaan dari kawan sebaya. Apa yang diungkapkan oleh kawan sebaya tentang dirinya akan menjadi penilaian terhadap dirinya.
c. Masyarakat
Seperti halnya orang tua dan kawan sebaya, masyarakat juga memberitahu seseorang bagaimana mendefinisikan dirinya sendiri. Dalam masyarakat terdapat norma-norma yang akan membentuk konsep diri seseorang, misalnya pemberian perlakuan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan akan membuat laki-laki dan perempuan berbeda dalam berperilaku.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang beragam untuk setiap orang. Amaryllia Puspasari (2007: 43-45) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut.
a. Keterbatasan ekonomi
15 b. Kelas sosial
Kelompok-kelompok yang menganggap dirinya kelompok minoritas, cenderung mempunyai konsep diri yang rendah. Hal ini berkaitan dengan rendahnya kelas sosial mereka.
Jalaluddin Rakhmat (2007: 100-104), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu orang lain dan kelompok rujukan.
a. Orang lain
Konsep diri dapat terbentuk melalui penilaian orang lain. Apabila seseorang diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan dirinya sendiri, orang tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, apabila orang lain selalu meremehkan, menyalahkan dan menolaknya, maka orang tersebut akan cenderung tidak menyenangi dirinya sendiri.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri seseorang. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat yang sering disebut significant others (orang yang paling penting). Ketika masih anak-anak, mereka adalah orang tua, saudara-saudara dan orang yang tinggal satu rumah. Dari merekalah, secara perlahan-lahan seseorang membentuk konsep dirinya.
b. Kelompok rujukan (reference group)
16
diri seseorang. Seseorang akan berperilaku dan menyesuaikan diri sesuai dengan ciri-ciri kelompoknya agar diterima oleh kelompok tersebut.
Husdarta dan Nurlan Kusmaedi (2010: 199-201) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak usia sekolah dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Kondisi fisik
Kesehatan yang buruk ataupun cacat fisik menyebabkan anak tidak bisa bermain atau beraktivitas seperti teman lainnya. Hal ini menyebabkan anak berpandangan buruk terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, kondisi fisik yang baik akan mengakibatkan anak berpandangan baik pada dirinya.
b. Bentuk tubuh
Bentuk tubuh anak yang terlalu gemuk atau terlalu kurus akan menyebabkan anak memandang dirinya berbeda dengan teman seusianya. Sehingga membentuk konsep diri yang negatif baginya.
c. Nama dan julukan
Nama atau julukan yang bersifat cemoohan menunjukan kelompok minoritas pada anak yang mengakibatkan pembentukan konsep diri yang negatif pada anak.
d. Status sosial ekonomi
17 e. Dukungan sosial
Dukungan dari teman sebaya akan mempengaruhi kepribadian anak melalui konsep diri yang terbentuk. Anak yang paling populer dan anak yang paling dikucilkan mendapat pengaruh yang besar pembentukan konsep dirinya melalui dukungan teman sebanyanya ini.
f. Keberhasilan dan kegagalan
Semakin banyak keberhasilan yang diperoleh anak, maka konsep diri yang terbentuk semakin baik. Sebaliknya, semakin banyak kegagalan yang diterima anak, maka konsep diri yang terbentuk semakain buruk.
g. Intelegensi
Intelegensi yang kurang dari rata-rata membuat anak merasa kurang dari teman-temannya. Selain itu, anak juga cenderung merasa adanya sikap penolakan dari kelompoknya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu
a. Orang lain
b. Kelompok rujukan c. Kondisi fisik d. Bentuk tubuh e. Nama dan julukan
f. Status sosial dan ekonomi g. Dukungan sosial
18 i. Intelegensi
5. Konsep Diri Positif dan Negatif
Konsep diri menurut Calhaoun dan Acocella (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 19-20), dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarah individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik yang merupakan kekurangan maupun kelebihan. Sedangkan, konsep diri negatif merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya yang tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Selain itu, bisa juga konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur (kaku).
Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif menurut Jalaluddin Rakhmat (2007: 105), yaitu sebagai berikut.
a. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah. b. Merasa setara dengan orang lain.
c. Menerima pujian tanpa rasa malu.
d. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif menurut Jalaluddin Rakhmat (2007: 105), yaitu sebagai berikut.
19 b. Responsif terhadap pujian.
c. Punya sikap hiperkritis.
d. Cenderung merasa tidak disukai orang lain. e. Pesimis terhadap kompetisi.
Terdapat beberapa kondisi yang perlu diperhatikan guru saat pembelajaran di kelas agar tumbuh konsep diri positif pada siswa, antara lain sebagai berikut.
a. Hindari labeling yang negatif.
b. Jangan mengancam dan menghukum secara psikologis.
c. Berikan motivasi bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan kekuatan yang berbeda.
d. Pupuk perasaan berarti bagi siswa.
e. Hargai setiap usaha siswa di kelas. Setiap usaha sekecil apapun akan mewarnai identitas diri siswa(Tim Pustaka Familia, 2006: 36-37). 6. Pengukuran Konsep Diri pada Anak
Berdasarkan teori Shavelson, seorang ahli Psikologi Perkembangan yaitu Herbert W. Marsh mengembangkan alat ukur untuk mengukur konsep diri pada anak. Teori Shavelson (Amaryllia Puspasari, 2007: 57-94) memberikan penjelasan lengkap mengenai proses penggolongan jenis konsep diri yang ada pada anak. Hal ini yang dijadikan sebagai dasar dalam membuat alat ukur untuk mengukur konsep diri pada anak.
a. Konsep diri kemampuan fisik
20 b. Konsep diri penampilan fisik
Konsep diri penampilan fisik adalah deskripsi seseorang terhadap penampilan fisiknya. Proses deskripsi ini bisa dilakukan melalui penilaian diri sendiri, penilaian yang dilakukan dengan membandingkan diri dengan orang lain, ataupun dari kumpulan pendapat orang lain mengenai diri kita.
c. Konsep diri hubungan dengan lawan jenis
Konsep diri hubungan dengan lawan jenis adalah deskripsi diri dalam membangun proses sosial dengan kelompok orang yang merupakan lawan jenis dari orang tersebut.
d. Konsep diri hubungan dengan teman sesama jenis kelamin
Konsep diri hubungan dengan teman sesama jenis kelamin merupakan deskripsi diri dari proses hubungan dengan teman yang memiliki jenis kelamin sama. Bedanya dengan konsep diri hubungan dengan lawan jenis yaitu aspek sosialnya. Aspek sosial tersebut menyangkur kelompok orang yang diajak untuk berkomunikasi sosial.
e. Konsep diri hubungan dengan orang tua
Konsep diri hubungan dengan orang tua merupakan gambaran anak dalam mendeskripsikan dirinya terhadap hubungannya dengan orang tuanya sendiri.
f. Konsep diri terhadap sikap jujur dan percaya
21
deskripsi diri itu sendiri sangat berhubungan dengan tingkat kejujuran dan kepercayaan seseorang terhadap orang lain.
g. Konsep diri kestabilan emosi
Konsep diri kestabilan emosi merupakan gambaran terhadap proses pengendalian emosi pada diri seseorang. Seseorang yang sulit mengendalikan emosi dapat dilihat dari perilakunya, seperti mudah marah, selalu merasa khawatir, dan mudah resah.
h. Konsep diri akademis Matematika
Konsep diri akademis Matematika merupakan gambaran terhadap kemampuan akademik seseorang dalam bidang Matematika. Konsep diri ini sangat berpengaruh terhadap pengemabnag diri anak usia sekolah dalam hal kemampuan akademis dan pemahaman dirinya sendiri.
i. Konsep diri kemampuan verbal
Konsep diri kemampuan verbal merupakan gambaran seseorang mengenai kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Konsep diri ini dapat digambarkan secara akademis melalui kemampuan anak dalam memahami bahasa.
j. Konsep diri akademis umum
22 k. Konsep diri umum
Konsep diri umum merupakan gambaran terhadap pemahaman dirinya secara umum, tanpa spesifikasi secara khusus.
B. Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Willis (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain.
Lauster (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain, optimis, toleran, dan bertanggung jawab.
Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, dan memiliki kemandirian. Menurut Kumara, kepercayaan diri merupakan ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan sendiri.
23
Thursan Hakim (2005: 6) mengartikan percaya diri sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya.
Menurut Anita Lie (2004: 4), percaya diri berarti yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau masalah. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri, akan merasa dirinya berharga dan mempunyai kemampuan untuk menjalani hidup, mempertimbangkan berbagai pilihan dan membuat keputusannya sendiri. Selain itu, orang yang percaya diri mempunyai keberanian dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya.
Berdasarkan beberapa pengertian kepercayaan diri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan terhadap kemampuannya sendiri, yakin akan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian, optimis, toleran, dan bertanggung jawab.
2. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri
24
sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya tersebut. Selain kelebihan, seseorang tentu dilahirkan dengan kekurangan. Orang yang mampu memberikan reaksi positif terhadap kelemahan yang dimilikinya, akan memiliki rasa percaya diri yang baik. Dalam kesehariannya, ia akan menggunakan kelebihan yang dimilikinya dengan baik.
Munculnya rasa ketidakpercayaan diri dalam diri seseorang juga melalui proses yang panjang. Menurut Thursan Hakim (2005: 9), awal munculnya rasa tidak percaya diri terbentuk dari lingkungan keluarga. Seseorang dilahirkan tidak mungkin tanpa kekurangan. Terbentuknya berbagai kekurangan dalam aspek kepribadian seseorang dapat meliputi berbagai aspek, seperti mental, fisik, sosial, atau ekonomi. Pemahaman yang negatif terhadap kekurangan dirinya, tanpa meyakini bahwa ia juga mempunyai kelebihan, akan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Akibatnya ia menjalani kehidupan sosialnya dengan bersikap negatif pula, seperti suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri dari kelomok, dan lainnya yang justru semakin memperkuat rasa tidak percaya dirinya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S (2012: 37-38) sebagai berikut.
a. Konsep diri
25
Menguatkan pendapat tersebut, Hendra Surya (2007: 3) mengatakan bahwa munculnyagejala tidak percaya diri pada anak ketika akan melakukan sesuatu terkait dengan persepsi diri dan konsep diri. Tidak percaya diri berarti ungkapan untuk mengartikan pernyataan ketidakmampuan anak untuk melaksanakan atau mengerjakan sesuatu. Anak berpikir dan menilai negatif dirinya sendiri sehingga muncul perasaaan tidak menyenangkan dan dorongan atau kecenderungan untuk menghindari apa yang akan dilaksanakannya itu. Jadi, untuk membangun kepercayaan diri anak, terlebih dahulu harus membenahi, mengarahkan, dan mengembangkan konsep diri positif pada anak.
Amaryllia Puspasari (2007: 6) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif, akan memiliki perasaaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi yang lebih baik pada diri seseorang. Sebaliknya, konsep diri yang negatif pada seseorang akan memunculkan persepsi negatif, yang akan menimbulkan rendahnya percaya diri.
b. Harga diri
Harga diri adalah penilaian seseorang yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang. c. Pengalaman
26
kepribadian sehat. Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri pada diri seseorang. Begitu pula sebaliknya, pengalaman juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan menurunnya rasa percaya diri seseorang. d. Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada di bawah kekuasaan orang lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah.
Menurut Thursan Hakim (2005: 12-24), terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi rasa percaya diri seseorang, yaitu sebagai berikut.
a. Kelainan fisik
Kelainan fisik dapat menjadikan seseorang menjadi tidak percaya diri apabila disikapi dengan negatif. Ia akan merasakan kekurangan yang ada pada dirinya tersebut dan membanding-bandingkan dengan orang lain. Apabila tidak disikapi dengan sikap positif, maka akan timbul rasa tidak percaya diri. b. Kondisi ekonomi
27 c. Status sosial
Status sosial terkait dengan tingkatan-tingkatan tertentu dalam masyarakat, seperti jabatan, pangkat, golongan, atau keningratan. Sama halnya dengan seseorang dengan kondisi ekonomi yang kurang, status sosial seseorang yang rendah dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri seseorang. Rasa tidak percaya diri untuk bisa diterima dalam interaksi sosial dengan golongan yang lebih tinggi bisa dialami oleh orang status sosial yang lebih rendah.
d. Kecerdasan
Kecerdasan seseorang akan terliahat saat berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi lisan. Orang yang cerdas akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada. Kurangnya wawasan akan membuat orang kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang lebih intelek. Hal ini dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri untuk bergabung dengan kelompok tertentu.
e. Pendidikan keluarga
28
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu:
a. Konsep diri b. Harga diri c. Pengalaman d. Pendidikan e. Kelainan fisik f. Kondisi ekonomi g. Status sosial h. Kecerdasan
i. Pendidikan keluarga
4. Karakteristik Kepercayaan Diri
Lauster (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 35-36) menyatakan orang yang memiliki kepercayaan diri positif ditunjukkan melalui sikap berikut ini.
a. Keyakinan kemampuan diri
Keyakinan pada kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Seseorang yang percaya diri, akan merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri dan mampu bersungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya.
b. Optimis
29 c. Objektif
Objektif berarti memandang suatu permasalahan sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut pendapat dirinya sendiri.
d. Bertanggung jawab
Bertanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. Apa yang telah ia perbuat, berani ia pertanggungjawabkan.
e. Rasional dan realistis
Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, dan suatu kejadian menggunakan pemikiran yang dapat diterima akal dan juga sesuai dengan kenyataannya. Rasional berarti memandang suatu permasalahan sesuai dengan akal sehat dan dapat diterima oleh akal. Sedangkan realistis berarti memandang suatu masalah sesuai dengan kenyaatan.
5. Ketidakpercayaan Diri Siswa Sekolah Dasar
Tanda-tanda tidak percaya diri pada siswa Sekolah Dasar dapat dilihat dari tingkah lakunya, antara lain sebagai berikut (Thursan Hakim, 2005: 46-70).
a. Cenderung enggan menghadapi kesulitan
30
lain sebagainya. Hal ini kemungkinan karena banyaknya fasilitas yang diberikan orang tuanya. Akibatnya, siswa hanya mau mengerjakan hal-hal yang menyenangkan dan tidak percaya diri untuk melakukan kegiatan positif dengan tingkat kesulitan tertentu.
b. Tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa dibantu
Salah satu rasa tidak percaya diri pada siswa ditunjukkan dengan seringnya siswa meminta bantuan saat mengerjakan pekerjaan rumah. Siswa merasa bahwa pekerjaan rumah sebagai satu beban dan membuatnya tidak percaya diri untuk bisa mengerjakan sendiri. Ia cenderung meminta bantuan orang lain dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
c. Merasa pelajaran sekolah sebagai beban
Siswa yang tidak percaya diri akan merasa pelajaran sekolah menjadi beban dan membuatnya kurang yakin untuk bisa menghadapinya. Gejala ini bisa dilihat dari berbagai tingkah laku siswa, seperti sulit dibangunkan untuk pergi ke sekolah, malas belajar, tidak tertib di kelas, tidak peduli dengan PR, tidak serius dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian, dan malas mempersiapkan buku pelajaran.
d. Takut menghadapi temannya yang nakal
31 e. Takut menghadapi guru
Setiap siswa mempunyai tingkat kepercayaan diri dan keberanian yang berbeda dalam menghadapi orang dewasa, terutama guru di sekolah. Ada kalanya, guru yang mempunyai disiplin tinggi dan emosi tinggi, kurang menyadari bahwa sikap mereka bisa membuat siswa-siswanya takut. Pada siswa tertentu, ketakutan ini bisa terjadi secara berlebihan dan menimbulkan rasa tidak percaya diri.
Ketidakpercayaan diri pada siswa tersebut, antara lain dapat terlihat saat siswa grogi setiap kali menjawab pertanyaan gurunya, gugup ketika tampil di depan kelas, tidak berani memandang ke depan pada saat guru mengajar, bahkan ada yang tidak berani pergi ke sekolah.
f. Tidak berani tampil di depan kelas
Ketidakberanian siswa tampil di depan kelas merupakan salah satu bentuk adanya rasa tidak percaya diri. Misalnya, siswa menolak setia kali guru menyuruhnya untuk bernyanyi, mengerjakan soal, atau membaca. Hal ini kemungkinan karena siswa kurang dibiasakan untuk berani mengekspresikan isi hatinya dan beradaptasi dengan berbagai situasi seperti interaksi dengan banyak orang.
g. Tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat
32
bertanya sekalipun belum mengerti pelajaran yang diterangkan guru. Demikian pula, ketika mereka diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat, sebagian besar tidak berani melakukannya.
h. Mudah panik dalam menghadapi masalah
Ada kalanya, siswa memperlihatkan gejala mudah panik, bingung, atau menghindar setiap kali menghadapi masalah. Sikap itu biasanya bukan disebabkan masalah yang dihadapinya sangat sulit, tetapi lebih sering karena adanya rasa tidak percaya diri bahwa ia akan mampu mengatasi masalah. i. Sering mengisolasi diri
Mengisolasi diri atau sebaliknya diisolasi oleh teman-temannya sering dialami oleh siswa tertentu di dalam lingkungan sekolah. Siswa lebih banyak diam dan mengisolasi diri. Ia juga biasa menjadi korban dari gurauan dan ejekan teman-temannya.
j. Cenderung mundur dalam menghadapi masalah
33 6. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa
Percaya diri merupakan modal dasar seorang anak dalam memenuhi berbagai kebutuhannya sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Kepercayaan diri bukan dipaksakan, melainkan ditumbuhkan. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa (Anita Lie, 2004: 70-99).
a. Memberi semangat dan dorongan bagi kemajuan siswa
Anak usia sekolah dasar mempunyai kebutuhan untuk membuktikan kemampuan dan prestasinya. Ia mengharapkan orang-orang yang dekat dengannya bisa mengakui prestasinya. Guru dapat memberi pujian atau hadiah bagi siswa sebagai pendorong semangat.
b. Memahami beban dan kesulitannya serta beri ruang untuk kegagalan Tidak setiap siswa mampu mengukir prestasi terus menerus. Adakalanya, siswa mengalami kegagalan, misalnya nilai ulangannya jelek atau kalah dalam suatu perlombaan. Ketika siswa mengalami kegagalan, jangan mencemooh atau menjatuhkannya agar siswa tidak patah semangat. Siswa perlu diajak memikirkan sebab-sebab kegagalannya sehingga ia tidak melakukannya di kemudian hari.
34
memikul tanggung jawab, misalnya melaksanakan tugas piket, meberikan tugas rutin, dan lain-lain.
d. Melibatkan siswa dalam perencanaan sebuah kegiatan
Melibatkan siswa dalam perencanaan kegiatan di sekolah, misalnya karya wisata mempunyai tujuan. Pertama, siswa akan merasa berharga dan berguna.Keterlibatan siswa akan membuatan kegiatan lebih berkesan. Kedua, kegiatan ini merupakan kesempatan untuk membuat siswa bisa melihat relevansi dari semua pengetahuan yang ia dapatkan dengan kehidupan sehari-hari.
e. Memberi kesempatan untuk berhadapan dengan orang lain
Siswa perlu dibimbing untuk berinteraksi dengan orang lain agar tumbuh kepercayaan diri. Setelah siswa belajar berinteraksi dengan guru dan teman-temannya di kelas, siswa perlu diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan warga sekolah lain, seperti guru lain, kepala sekolah, penjaga sekolah, dan kakak maupun adik kelasnya. Hal ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa karena ia sudah mulai belajar berani berhadapan dengan orang lain. f. Mengajarkan pada siswa untuk mengatur keuangannya sendiri
35
g. Memberi ruang untuk perbedaan pendapat dan keinginan
Guru maupun orang tua perlu memahami bahwa setiap siswa merupakan pribadi yang bebas. Bebas yang dimaksud yaitu kebebasan berpikir dan berperasaan. Siswa yang mempunyai kebebasan berpikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia yang percaya diri. Oleh karenanya, biasakan untuk menghargai siswa dan memberikan kebebasan sesuai dengan tahapan perkembangannya.
h. Menjadi teman yang baik bagi siswa
Guru perlu menjadi teman yang baik dalam situasi tertentu. Kadangkala siswa membutuhkan orang lain yang bisa diajak bicara dan mau mengerti permasalahannya.
i. Mengajarkan pada siswa bahwa untuk mendapatkan sesuatu membutuhkan usaha
Guru perlu memotivasi dan mengajarkan untuk berusaha dan berjuang agar bisa mendapatkan sesuatu yang berharga. Pengalaman perjuangan ini meningkatkan proses pendewasaan siswa. Siswa akan merasakan kebanggan pada dirinya sendiri ketika ia berhasil mendapatkan sesuatu melalui sebuah perjuangan.
j. Menghargai hasil karya siswa
36 C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Siswa sekolah dasar berada pada masa kanak-kanak akhir yang umumnya berusia 6 sampai 12 tahun. Dilihat dari perkembangannya, karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada masa kanak-kanak akhir yaitu sebagai berikut (Desmita, 2010: 153-188).
1. Fisik
Secara fisik, pertumbuhan anak pada masa kanak-kanak akhir relatif lambat dan seragam, sebelum mengalami perkembangan pesar pada masa pubertas. Pertumbuhan fisik anak lebih terlihat pada peningkatan berat badan daripada pertambahan panjang badannya. Pertumbuhan fisik ini akan memberikan kemampuan pada anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru. Anak akan lebih cepat dalam berlari dan semakin pandai melompat.
2. Kognitif
Menurut Piaget, pemikiran anak usia sekolah dasar termasuk dalam operasional konkret. Anak sudah mampu berpikir logis terhadap benda-benda atau objek yang sifatnya konkret. Dan juga, mulai mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat konkret. Disini terlihat pemikiran anak sudah mulai berkembang.
37
sekolah dasar juga lebih analitis terhadap kata-kata. Hal ini memungkinkan anak menambah kosa kata yang lebih abstrak ke dalam perbendaharaan katanya.
3. Psikososial
Pada usia anak sekolah dasar, kehidupan psikososial anak akan semakin kompleks. Sekolah dan guru menjadi aspek penting dalam perkembangan psiokososialnya, di samping hubungan dengan keluarga dan teman sebaya yang masih tetap mempengaruhi kehidupan anak. Berikut ini beberapa aspek penting dalam perkembangan psikososial anak usia akhir yang berada pada masa kanak-kanak akhir.
a. Konsep diri
Konsep diri anak pada usia sekolah dasar mengalami perubahan yang sangat pesat. Pada usia ini, anak lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal dibandingkan karakteristik ekternal. Anak lebih memandang dirinya pada aspek psikologis, seperti sifat kepribadian, misalnya pintar, pemarah, dibanding karateristik dirinya secara fisik, misalnya rambut panjang, warna mata, dan lainnnya.
38
Selain itu, anak sekolah dasar juga mengacu pada perbandingan sosial dalam mendeskripsikan dirinya. Anak-anak cenderung membedakan dirinya dengan orang lain secara komparatif daripada secara absolut. Anak tidak lagi memandang dirinya tentang apa yang dapat ia lakukan dan tidak dapat ia lakukan, tetapi memandang apa yang dapat ia lakukan dibanding dengan apa yang dapat orang lain lakukan. Apabila ia memandang dirinya lebih buruk dari orang lain, maka ia akan merasa rendah diri.
b. Hubungan dengan teman sebaya
Interaksi dengan teman sebaya merupakan kegiatan yang menyita waktu anak usia sekolah dasar. Semakin bertambah usia, semakin banyak waktu yang ia habiskan untuk berinteraksi bersama teman sebayanya.
c. Pembentukan kelompok
Usia anak sekolah dasar sering disebut usia kelompok. Ia biasanya berinteksi dengan teman sebayanya melalui kegiatan kelompok. Anak sekolah dasar akan berusaha agar ia bisa diterima dan disenangi oleh kelompoknya. d. Sekolah
Sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan anak sekolah dasar. Waktunya banyak dihabiskan di sekolah. Interaksi dengan teman dan guru akan mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, dan juga konsep diri anak.
39 1. Fisik
Pertumbuhan fisik anak cenderung lebih stabil. Anak bertambah tinggi, bertambah berat, menjadi lebih kuat, serta belajar banyak keterampilan. Pertumbuhan fisik setiap anak akan bervariasi. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor asupan gizi yang diberikan pada anak.
2. Kognitif
Pada masa operasional konkret, anak dapat melakukan pekerjaan yang lebih tinggi daipada masa sebelumnya. Kemampuan berpikir anak meningkat. Anak sudah lebih mampu berpikir logis, belajar, mengingat dan berkomunikasi. Dalam hal ini, kemampuan berpikir anak berkembang dari sederhana ke tingkat yang lebih rumit.
3. Bahasa
Perkembangan bahasa anak terus meningkat pada masa ini. Selain peningkatan perbendaharaan kata, anak juga belajar memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu. Anak juga mulai belajar berkomunikasi dengan berbicara dengan baik pada orang lain.
4. Moral
Perkembangan moral anak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral ini dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku orang-orang disekitarnya.
5. Emosi
40
menghindari emosi yang kurang baik agar diterima oleh teman-temannya. Menurut Hurlock, ungkapan emosi yang muncul pada anak usia sekolah dasar yaitu amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang.
6. Sosial
Dari segi sosial, interaksi anak sudah mulai berkembang. Interaksi dengan keluarga, teman sebaya, sekolah memiliki peran penting bagi anak. Anak banyak terlibat dalam aktivitas bermain dengan teman sebayanya maupun teman sekolah. Melalui kegiatan ini, anak akan mendapatkan pengalaman berharga. Bermain secara berkelompok memberikan peluang dan pelajaran pada anak untuk berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman.
Senada dengan pendapat di atas, Anita Lie (2004: 65-66) juga mengungkapkan karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada usia sekitar 6-12 tahun dilihat dari perkembangannya, yaitu sebagai berikut.
1. Kognitif
Daya konsentrasi anak usia sekolah dasar sudah meningkat. Anak bisa berpikir dengan lebih baik dan membentuk sistem logika. Selain itu, anak juga mampu berimajinasi dengan baik. Anak sudah menyadari adanya peraturan, seperti aturan dalam permainan dan aturan dalam masyarakat.
2. Sosial
41
Selain itu, anak juga mulai membandingkan dirinya dengan anak lain. Ia ingin memiliki apa yang dimiliki anak lain atau ingin melakukan apa yang anak lain bisa lakukan. Apabila tidak terpenuhi, maka ia akan rendah diri.
3. Moral
Anak menilai moral yang baik adalah yang dapat menyenangkan atau membantu orang lain. Anak berusaha melakukan hal yang disukai orang di sekitarnya dengan maksud untuk mencari persetujuan tentang apa yang baik atau tidak baik untuk dilakukan. Pada masa ini, anak akan menghormatiorang tua dan gurunya serta cenderung untuk tidak menentang.
D. Penelitian yang Relevan
42 E. Kerangka Pikir
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting ditanamkan sejak dini. Banyak masalah yang timbul akibat tidak percaya diri. Siswa yang mencontek merupakan salah satu contoh bahwa siswa tersebut tidak percaya pada kemampuannya sendiri. Masih banyak contoh lain yang menggambarkan masalah kepercayaan diri ini.
Kepercayaan diri tidak muncul dengan sendirinya. Kepercayaan diri terbentuk dari interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepercayaan diri anak, karena lingkungan keluaraga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam perkembangan kepribadian anak.
Banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, salah satunya yaitu konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran, pandangan, pikiran, perasaan, mengenai diri sendiri dan pandangan diri di mata orang lain yang meliputi keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai.
43
Siswa yang memandang dirinya bodoh, akan merasa bahwa ia tidak mampu mengerjakan soal. Karena dalam dirinya sudah tertanam persepsi negatif maka akhirnya muncul rasa tidak percaya akan kemampuannya sendiri. Akibatnya siswa tersebut mencontek saat mengerjakan soal ulangan atau mengerjakan soal seadanya, tidak mau berusaha terlebih dahulu. Siswa yang memandang bahwa dirinya jelek dapat menjadi tidak percaya diri ketika tampil di depan teman-temannya. Siswa yang menganggap dirinya adalah anak yang nakal, akan bertingkah tidak menyenangkan dan menganggu teman-temannya.
Lain halnya dengan siswa yang mempunyai konsep positif pada dirinya sendiri. Siswa yang memiliki konsep diri positif, tentu akan memiliki perasaaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik pada diri seseorang sehingga menimbulkan rasa percaya diri.
Paradigma penelitian yang berupa pola pikir hubungan antara dua variabel adalah seperti berikut:
Gambar 1. Paradigma Penelitian
(Sugiyono, 2010: 216) X : Konsep Diri
Y : Kepercayaan Diri F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yaitu suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Setelah
44
mendalami permasalahan penelitian, maka membuat teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji (Suharsimi Arikunto, 2006: 71).
Berdasarkan macam rumusan masalah dalam penelitian ini, terdapat dua hipotesis deskriptif dan satu hipotesis asosiatif. Bila terdapat kesulitan dalam merumuskan hipotesis deskriptif, maka hipotesis tersebut tidak perlu dirumuskan, tetapi rumusan masalahnya saja yang harus dijawab dengan perhitungan statistik (Sugiyono, 2010: 216).
45 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 12) menyatakan bahwa berdasarkan pendekatan, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Keduanya memiliki asumsi, karakteristik, dan prosedur yang berbeda. Pendekatan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif karena data atau informasi yang dikumpulkan diwujudkan dalam bentuk angka dan dianalisis dengan teknik statistik.
B. Jenis Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini yaitu penelitian expostfacto. Sukardi (2011:165) mengatakan bahwa penelitian expost facto merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan variabel terikat dalam suatu penelitian. Keterikatan variabel bebas dengan variabel terikat sudah terjadi secara alami.
C. Desain Penelitian
Menurut Juliansyah Noor (2011: 108), desain penelitian secara menyeluruh adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian yang meliputi menemukan ide, menentukan tujuan,dan merencanakan penelitian. Sukardi (2011:174) memaparkan langkah dalam penelitian expost factoyaitu sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi adanya permasalahan yang signifikan untuk dipecahkan melalui metode expost facto.
46
4. Melakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. 5. Menentukan kerangka berpikir, pertanyaan penelitian, dan hipotesis
penelitian.
6. Mendesain metode penelitian yang hendak digunakan termasuk dalam hal menentukan populasi, sampel, teknik sampling, menentukan instrumen pengumpul data, dan menganalisis data.
7. Mengumpulkan, mengorganisasi, dan menganalisis data menggunakan teknik statistika yang relevan.
8. Membuat laporan penelitian. D. Variabel Penelitian
Sugiyono (2010: 60) variabel adalah atribut seseorang atau objek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu konsep diri (X). Sedangkan variabel terikat yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kepercayaan diri (Y).
E. Definisi Operasional Variabel 1. Konsep Diri
47 2. Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan terhadap kemampuannya sendiri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis.
F. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar pada Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung. Sekolah Dasar di Gugus Sadewa terdiri dari tujuh SD, yaitu SDN 1 Temanggung I, SDN 2 Temanggung I, SDN I Banyuurip, SDN II Banyuurip, SDN I Kertosari, SDN II Kertosari, dan SD Pangudi Utami. Penelitian ini dilaksanakan sejak September 2013 sampai April 2014.
G. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
48
memahami cara sesuatu bisa berjalan dengan baik. Sehingga pada usia anak kelas V SD, konsep anak tentang diri sendiri semakin jelas. Anak mampu memahami dirinya dengan lebih baik walaupun nantinya konsep diri anak masih bisa berubah. Berikut ini tabel jumlah siswa kelas V di Gugus Sadewa.
Tabel 1. Jumlah Populasi
No Sekolah Jumlah Siswa
1 SDN 1 Temanggung I 11
2 SDN 2 Temanggung I 34
3 SDN I Banyuurip 33
4 SDN II Banyuurip 15
5 SDN I Kertosari 23
6 SDN II Kertosari 21
7 SD Pangudi Utami 61
Jumlah 198
2. Sampel
Penelitian ini menggunakan pendekatan sampel karena hanya meneliti sebagian dari populasi. Dinamakan penelitian sampel apabila bermaksud untuk mengeneralisasikan hasil penelitian sampel. Besarnya sampel tersebut diperoleh dengan menggunakan rumus dari Slovin, yaitu sebagai berikut.
= �
1 + � 2
Keterangan:
n = jumlah anggota sampel N = jumlah anggota populasi
e = error level (tingkat kesalahan yang digunakan yaitu 5% atau 0,05)
49
Sampel dalam penelitian ini yaitu siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa yang berjumlah 132siswa yang diperoleh dari perhitungan rumus dari Slovin seperti yang tertera di atas. Dari jumlah populasi sebanyak 198 siswa dan tingkat kesalahan 5%, maka diperoleh jumlah sampel sebesar 132 siswa.
Menurut Sutrisno Hadi (2004: 89-90), jenis-jenis sampel terdiri dari proportional sample, stratified sample, purposive sample, quota sample, double
sample, area probalibity sample, dan cluster sample. Jenis-jenis sampel dapat
diperoleh dari teknik samplingnya. Proportional sample diperoleh dari proportional sampling. Dan apabila diambil secara random maka disebut proportional random sample yang diperoleh dari teknik proportional random sampling.
Dalam penelitian ini menggunakan proportional random sampling. Penggunaan teknik ini apabila populasi terdiri dari beberapa sub-populasi dan menginginkan tiap-tiap sub-populasi terwakili dalam penelitian. Dalam
proportional random sampling, besar kecilnya sub-sampel mengikuti
perbandingan (proporsi) besar-kecilnya sub-populasi. Individu-individu yang dipilih dari tiap-tiap sub-populasi diambil secara random dari sub-populasi.
Jumlah sampel yang akan diambil berdasarkan jumlah tiap-tiap sub-populasi dengan rumus n = (jumlah anggota sub-sub-populasi/jumlah sub-populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang ditentukan. Berikut ini perhitungan jumlah sampel untuk masing-masing sub-populasi.
50 3. SDN I Banyuurip : 33/198 x 132 = 22 4. SDN II Banyuurip : 15/198 x 132 = 10 5. SDN I Kertosari : 23/198 x 132 = 15 6. SDN II Kertosari : 21/198 x 132 = 14
7. SD Pangudi Utami : 61/198 x 132 = 40,67 dibulatkan menjadi 41
Tabel 2. Jumlah Sampel
No Sekolah Jumlah Siswa Sampel
1 SDN 1 Temanggung I 11 7
2 SDN 2 Temanggung I 34 23
3 SDN I Banyuurip 33 22
4 SDN II Banyuurip 15 10
5 SDN I Kertosari 23 15
6 SDN II Kertosari 21 14
7 SD Pangudi Utami 61 41
Jumlah 198 132
H. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data
Suharsimi Arikunto (2005: 100) menyatakan metode pengumpulan data merupakan cara-cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh data. Terdapat beberapa metode pengumpulan data, antara lain wawancara, angket, tes, observasi, dokumentasi, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini menggunakan metode angket untuk mengumpulkan data.
51
Suharsimi Arikunto (2006: 166) menyebutkan prosedur yang ditempuh dalam pengadaan instrumen yang baik adalah:
1. perencanaan, meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel, kategorisasi variabel,
2. penulisan butir soal atau item kuisioner dan penyusunan skala,
3. penyuntingan, yaitu melengkapi instrumen dengan pedoman, surat pengantar, kunci jawaban dan lain-lain yang perlu,
4. ujicoba baik dalam skala kecil maupun besar,
5. penganalisisan hasil, analisis item, melihat pola jawaban, peninjauan saran-saran,
6. mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik dengan mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu ujicoba.
Berdasarkan prosedur tersebut, peneliti melaksanakan: 1. Perencanaan
Perencanaan meliputi perumusan tujuan, menentukan variabel dan kategorisasi variabel. Tujuan pengadaan instrumen adalah untuk mengetahui konsep diri dan kepercayaan diri siswa. Aspek dari variabel konsep diri yaitukemampuan fisik, penampilan fisik, hubungan dengan lawan jenis, hubungan dengan teman sesama jenis kelamin, hubungan dengan orang tua, sikap jujur dan percaya, kestabilan emosi, akademis matematika, kemampuan verbal, akademis umum, dan pandangan diri secara umum. Sedangkan aspek dari variabel kepercayaan diri yaitu keyakinan kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab, rasional dan realistis.
2. Penyusunan Skala dan Penulisan Butir a. Penyusunan skala
52
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tesebut dijadikan sebagai panduan untuk menyusun item-item instrumen. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, dan untuk keperluan analisis kuantitatif, maka jawaban itu dapat diberi skor.
Tabel 3. Skor Alternatif Positif
Alternatif Pilihan Skor
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Tabel 4. Skor Alternatif Negatif
Alternatif Pilihan Skor
Sangat Tidak Setuju 1
Tidak Setuju 2
Setuju 3
Sangat Setuju 4
b. Penulisan butir
53
Tabel 5. Kisi-kisi Variabel Kepercayaan Diri
No Aspek Indikator Nomor Butir
Positif Negatif 1 Yakin akan
kemampuan sendiri
Bersikap positif terhadap dirinya
1,2,3 8,9,10 Yakin terhadap
kemampuan sendiri
4,5 11,12 Bersungguh-sungguh
terhadap pekerjaan yang dilakukan
6,7 13,14
2 Optimis Berpandangan positif akan segala sesuatu
15,16 20,21 Berpandangan baik
akan kemampuannya
17,18,19 22,23,24 3 Objektif Memandang
permasalahan sesuai kebenarannya
25,26 27,28
4 Bertanggung jawab
Bersedia menanggung
resiko dari
perbuatannya
29,30 33,34
Berani
mempertanggungjawa bkan perbuatannya
31,32 35,36
5 Rasional dan realistis
Memandang
permasalahan sesuai dengan akal sehat
37,38 41,42
Memandang suatu masalah sesuai dengan kenyaatan
39,40 43,44
54 Tabel 6. Kisi-kisi Variabel Konsep Diri
No Aspek Indikator Nomor Butir
Positif Negatif 1 Kemampuan
Fisik
Deskripsi diri terhadap aktivitas fisik
1,2 3,4
2 Penampilan Fisik
Deskripsi terhadap penampilan fisik
5,6 7,8
3 Hubungan dengan Lawan Jenis
Deskripsi diri terhadap hubungan dengan teman lawan jenis
9,10 11,12
4 Hubungan dengan Teman
Sesama Jenis Kelamin
Deskripsi diri terhadap proses hubungan dengan teman yang memiliki jenis kelamin sama
13,14 15,16
5 Hubungan dengan Orang Tua
Deskripsi diri dirinya terhadap hubungan dengan orang tua
17,18 19,20
6 Sikap Jujur dan Percaya
Deskripsi diri terhadap sikap jujur dan percaya kepada orang lain
21,22 23,24
7 Kestabilan Emosi
Deskripsi diri terhadap pengendalian emosi
25,26 27,28 8 Akademis
Matematika
Deskripsi terhadap kemampuan akademik dalam bidang
Matematika
29,30 31,32
9 Kemampuan Verbal
Deskripsi diri terhadap kemampuan akademis dalam memahami bahasa
33,34 35,36
10 Akademis Umum
Deskripsi diri terhadap kemampuan akademis secara umum
37,38 39,40
11 Umum Pandangan terhadap diri secara umum
41,42 43,44
55 3. Penyuntingan
Kegiatan penyuntingan meliputi melengkapi instrumen dengan judul dan petunjuk cara pengerjaan.
4. Uji Coba
Sebelum instrumen digunakan, perlu dilaksanakan ujicoba dengan maksud untuk mengetahui tingkat validitas dan realibilitas instrumen. Uji coba dilaksanakan pada siswa kelas V di SDN Kowangan yang berjumlah 26 siswa. SD yang digunakan untuk uji coba berasal dari luar populasi penelitian. Pemilihan SDN Kowangan sebagai tempat untuk pelaksanaan uji coba instrumen dengan mempertimbangkan kualitas sekolah dan kemampuan siswa yang mirip dengan SD yang digunakan untuk penelitian. Selain itu, lokasi SDN Kowangan juga berdekatan dengan SD yang digunakan untuk penelitian sehingga karakter siswa juga tidak berbeda jauh.
5. Analisis Hasil
Analisis hasil instrumen meliputi uji validitas dan reliabilitas. a. Validitas
Sugiyono (2010: 173) menyatakan bahwa instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatakan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
56
digunakan pendapat dari ahli (judgement expert). Setelah pengujian konstruk dari ahli, maka diteruskan dengan uji coba instrumen.
Valid atau tidaknya butir instrumen, dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir dengan skor total. Apabila harga korelasi di bawah 0,30, maka dapat disimpulkan bahwa butir instrumen tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang (Sugiyono, 2010: 178-179).
Rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson, sebagai berikut:
= � −( ) ( )
� 2−( 2)
� 2− 2
Keterangan:
rxy : koefisien korelasi product moment N : jumlah sampel
X : skor butir tertentu Y : skor total
57
Tabel 7.Hasil Analisis Validitas Butir Skala Kepercayaan Diri
Jumlah Butir Nomor Butir
Valid Gugur Valid Gugur
37 7 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 44
1, 2, 4, 11, 26, 31, 42
Sumber: data primer yang diolah
Berdasarkan hasil uji validitas skala kepercayaan diri, perolehan skor bergerak dari 0,304 sampai 0,770 dandiketahui bahwa terdapat 7 butir yang tidak valid. Hal ini dikarenakan butir tersebut mempunyai r hitung < r kritis 0,30. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk menggugurkan butir tersebut untuk penelitian selanjutnya karena butir tersebut sudah terwakili oleh butir yang lainnya yang masih dalam satu indokator.
Tabel 8. Hasil Analisis Validitas Butir Skala Konsep Diri
Jumlah Butir Nomor Butir
Valid Gugur Valid Gugur
28 16 1, 3, 4, 5, 6, 8, 10, 14, 16, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 44
2, 7, 9, 11, 12, 13, 15, 17, 18, 19, 26, 30, 31, 38, 42, 43
Sumber: data primer yang diolah
58 b. Reliabilitas
Menurut Sugiyono (2010: 173), instrumen yang reliabel adalah instrumen bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel.
Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan rumus alpha. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 196), rumus alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya skala.
Rumus Alpha:
11 = �
� −1 1−
� 2 �2
Keterangan :
r11 : reliabilitas instrumen k : banyaknya butir soal
Σσb2 : jumlah varians butir
σ t2 : varians total
59
Data analisis reliabilitas instrumen kepercayaan diri dan konsep diri dapat dilihat pada lampiran. Rangkuman hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Variabel Koefisien Reliabilitas Keterangan
X 0,919 Reliabel
Y 0,867 Reliabel
Sumber: data primer yang diolah I. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden terkumpul. Menurut Sugiyono (2010: 207), kegiatan dalam analisis data yaitu mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik.
1. Uji Prasyarat
a. Uji normalitas data
60 Rumus Chi Kuadrat:
2 = − 2
Keterangan: X2 : Chi Kuadrat
fo : frekuensi hasil observasi
fh: frekuensi yang diharapkan
(Sugiyono, 2010: 241) Selanjutnya untuk mengetahui apakah distribusi frekuensi tiap-tiap variabel normal atau tidak, dilakukan dengan membandingkan antara Chi Kuadrat hasil hitungan dengan yang ada di tabel. Jika lebih besar dari nilai Chi Kuadrattabel taraf signifikan 5 %, hal itu berarti distribusi data tidak normal. Jika lebih kecil, hal itu berarti distribusi data normal.
b. Pengujian linieritas
Uji linieritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah antaravariabel bebas dan variabel terikat terdapat hubungan yang linieratau tidak. Untuk menguji linieritas data dengan satu variabel bebasdapat digunakan uji linieritas sederhana. Uji linieritas sederhana dilakukan dengan membandingkan harga rasio F hitungdenganF tabel.
Rumus uji linieritas:
61 Keterangan:
Freg : harga bilangan F untuk garis regresi RKreg :rata-rata jumlah kuadrat regresi RKres :rata-rata jumlah kuadrat residu
(Juliansyah Noor, 2011: 183)
Dengan menyesuaikan db dan taraf kesalahan yang telahditentukan, jika F hitung < F tabel, maka dinyatakan bahwa hubungankedua variabel tersebut linier, dan jika F hitung > F tabel, makahubungan kedua variabel tersebut tidak linier. Hubungan duavariabel dikatakan linier apabila kenaikan skor pada variabel X diikuti kenaikan skor pada variabel Y dan sebaliknya.
2. Pengujian Hipotesis
Hipotesis diuji menggunakan analisis regresi. Analisis regresi merupakan teknik untuk membangun persamaan. Persamaan ini dapat menggambarkan hubungan antara dua atau lebih variabel dan menaksir nilai variabel dependen berdasar pada nilai tertentu variabel independennya. Persamaan regresi dapat digunakan untuk melakukan prediksi seberapa tinggi nilai variabel dependen bila nilai variabel independen dimanipulasi. Sebelum analisis regresi digunakan, diperlukan uji linearitas (Sugiyono, 2010: 261).
Persamaan umum regresi sederhana yaitu sebagai berikut:
Y’ = a + bX
=
2 −
62 = −2
− 2
Keterangan:
Y' : subjek dalam variabel dependen yang diprediksikan. a : harga Y bila X = 0 (harga konstan).
b : Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angkapeningkatan ataupun penurunan variabel dependen yangdidasarkan pada variabel independen. Bila b (+) arah garis naik,dan bila (-) maka maka arah garis turun.
X : subjek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
63 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Temanggung tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 198 siswa. Penelitian ini merupakan penelitian sampel. Dalam penelitian ini jumlah sampel yaitu 132 siswa yang diambil secara proporsional dari tujuh SD di Gugus Sadewa.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa skala. Data tersebut meliputi data tentang konsep diri dan kepercaya