ANALISIS MARGIN HARGA PADA TINGKAT PELAKU PASAR TERNAK SAPI DAN
Daging sapi adalah bahan pangan yang dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Olahan daging sapi juga beragam bentuknya, seperti dendeng, abon, bakso, corned, yang bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Produsen daging sapi di NTB sebagian besar adalah jagal yang menyembelih sapi di rumah potong hewan (RPH) setempat. Permasalahan yang sering ditemukan pada komoditi daging sapi adalah harga yang harus diterima oleh konsumen daging sapi relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga sapi hidup. Harga daging sapi cukup respon terhadap pengaruh luar selain perubahan permintaan dan penawaran daging sapi di pasaran. Tujuan penelitian: 1) Untuk mengetahui selisih harga mulai dari sapi hidup hingga menjadi produk berupa daging; 2) Untuk menganalisis hubungan korelasi antara harga sapi hidup dengan daging sapi di Nusa Tenggara Barat. Data yang digunakan adalah data sekunder dan primer. Analisis data menggunakan analisis statistik: margin harga dan korelasi antara harga sapi hidup dengan daging sapi. Kesimpulan: 1) Selisih harga mulai dari sapi hidup hingga menjadi produk berupa daging merupakan ekspresi dari biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi setiap rantai pasar dan perolehan keuntungan. 2) Korelasi antara harga sapi hidup dengan daging sapi relatif tinggi, namun mekanisme permintaan dan penawaran antara sapi hidup dengan daging sapi berbeda ditunjukkan oleh persentase selisih harga sapi dan daging sapi.
Kata kunci: harga, daging sapi
PENDAHULUAN
Daging sapi merupakan bahan makanan sumber protein bagi manusia, dikonsumsi oleh
hampir seluruh lapisan masyarakat. Olahan daging sapi juga beragam bentuknya, seperti dendeng,
abon, bakso, corned, yang bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama. Konsumsi daging sapi
masyarakat Indonesia rata-rata dari tahun 2004-2006 sekitar 1,71 kg per kapita pertahun (BPS,
2007), dan meningkat pada tahun 2008-2012 rata-rata sekitar 1,82 kg per kapita per tahun (BPS,
2013). Sejalan dengan pertumbuhan penduduk konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia yang
berjumlah sekitar 240 juta orang (2012), membutuhkan daging sapi mencapai 471.240 ton. Masih
terdapat minus kebutuhan yang dipenuhi dari sapi maupun daging sapi impor.
Bangsa sapi Bali mendominasi populasi ternak sapi yang masih dipelihara dengan sistem
tradisional secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Beberapa bangsa sapi lain yang berkembang
adalah: Hissar, Simental, Brangus, Limousin;
cross breed
antara sapi Bali dengan bangsa sapi tersebut. Populasi ternak sapi pada tahun 2008 mencapai 546.114 ekor, dengan pertumbuhanrata-rata 6,41 persen setiap tahun. Berdasarkan wilayah penyebarannya, 48 persen berada di pulau
Lombok dan 52 persen di pulau Sumbawa (Pemprov NTB, 2009). Sifat Kuantitatif bangsa sapi Bali di
antaranya: Kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor.
Rata-rata berat hidup 334,7 kg Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg, berat Karkas (kg) 197.1
Produsen daging sapi di NTB sebagian besar adalah jagal yang menyembelih sapi di rumah
potong hewan (RPH) setempat. Jagal membeli sapi: pasar hewan, pedagang pengumpul, atau
pedagang antar pulau yang menyedia stok sapi secara berkala. Harga beli sapi seringkali harus
diterima jagal secara fluktuatif tergantung pada harga yang berlaku di pasaran. Perubahan harga ini
menjadi salah satu pertimbangan jagal untuk menentukan harga jual daging sapi. Peningkatan
permintaan daging sapi juga menjadi pertimbangan jagal untuk menaikkan harga jual daging sapi.
Untuk mengantisipasi perubahan harga yang terjadi dalam jangka pendek, jagal juga melakukan
pembelian sapi dalam jumlah besar untuk jangka waktu tertentu. Jumlah sapi yang disembelih oleh
jagal berkisar antara 1-4 ekor per hari tergantung pada permintaan daging sapi di pasaran.
Penentuan harga sapi di daerah-daerah umumnya masih menerapkan cara penafsiran,
belum berdasarkan harga berat hidup sapi. Namun pemasaran produk sapi (daging, tulang, kulit)
sudah menerapkan penjualan berdasarkan timbangan. Sistem pemasaran ini sebenarnya kurang
menguntungkan bagi para pelaku usaha ternak sapi. Ketepatan dari suatu penafsiran sangat relatif
dan belum tentu kebenarannya 100 persen. Kalau diperhatikan harga seekor sapi sangat tergantung
pada saat sapi dijual, kondisi sapi dan siapa pembelinya (pedagang pengumpul, jagal atau peternak
lain); namun harga daging umumnya stabil pada kurun waktu tertentu (minggu; bulan atau tahun).
Bagi pedagang sapi hidup dan pedagang daging sapi sulit untuk memprediksi keuntungan yang bisa
diperoleh, dengan fuktuasi harga ternak hidup, mereka bisa saja mengalami kerugian. Harga sapi
hidup cenderung fluktuatif, sedangkan harga daging konstan. Bisa juga kesalahan tafsir terjadi saat
membeli sapi hidup ternyata setelah di potong jumlah dagingnya tidak sesuai dengan yang
diperkirakan. Pada kondisi demikain jagal hanya bisa mendapat keuntungan dari penjualan kulit,
darah atau tulangnya.
Permasalahan yang sering ditemukan pada komoditi daging sapi adalah harga yang harus
diterima oleh konsumen daging sapi relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga sapi hidup. Harga
daging sapi cukup respon terhadap pengaruh luar selain perubahan permintaan dan penawaran
daging sapi di pasaran. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui selisih harga mulai dari sapi hidup hingga menjadi produk berupa daging.
2. Untuk menganalisis hubungan korelasi antara harga sapi hidup dengan daging sapi di Nusa
Tenggara Barat.
MATERI DAN METODE
Data yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah data sekunder berasal dari Dinas
Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu: 1) Data harga sapi hidup (Rp/kg) tahun 2005-2012; 2) Data harga daging sapi (Rp/kg) tahun 2005 – 2012.
Menggunakan data pendukung: data statistik dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat
dan data primer hasil wawancara terhadap peternak, pedagang sapi, jagal, pedagang daging sapi,
Aktor-aktor pemasaran daging sapi
Tabel 1. Pelaku dalam pemasaran daging sapi dan produk olahannya.
Pelaku Fungsi
Jagal : produsen daging sapi yang membeli sapi langsung dari peternak atau pedagang
sapi untuk disembelih kemudian menjual dalam bentuk daging (karkas), kulit, usus
dan jeroan lainnya.
Pedagang
daging eceran
: yang membeli daging, jeroan dan lainnya dari jagal untuk dijual kembali di pasar
umum.
Pengolah
daging
: yang membeli daging langsung dari jagal atau pedagang eceran di pasar
tradisional, kemudian mengolahnya menjadi produk bahan makanan yang siap saji
atau produk awetan yang dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu seperti
abon atau dendeng.
Pedagang
makanan
: yang mengolah daging menjadi produk olahan makanan dengan bahan baku
daging yang siap untuk dikonsumsi.
Konsumen : merupakan bagian akhir dari rantai pemasaran.
Analisis data dengan menggunakan statistik dan mengukur tingkat margin harga dan korelasi antara
harga ternak sapi dengan harga daging sapi.
dapat menggambarkan keeratan antar variabel, diduga antara harga daging sapi dengan daging
ayam mempunyai korelasi positif. Ingin mengetahui perilaku konsumen daging sapi, daging
ayam jika salah satu harga komoditi meningkat.
� = � �� �
� �2 � �2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Daging sapi merupakan produk dari ternak sapi potong, sehingga ketika terjadi kenaikan
harga daging sapi maka produsen meningkatkan jumlah pemotongan ternak sapi (meningkatkan
produksi). Dampaknya pada peningkatan permintaan terhadap ternak sapi, jika jumlah penawaran
tidak berubah maka akan menyebabkan kenaikan harga ternak sapi. Kenaikan harga ternak sapi,
daging sapi karena jumlah pemotongan menurun. Berlaku hukum permintaan kenaikan harga akan
menyebabkan menurunnya permintaan (Putong, 2010).
Harga sapi dan daging sapi terus mengalami peningkatan, harga meningkat rata-rata 12
persen per tahun, sedangkan harga daging sapi meningkat 11 persen per tahun. Kenaikan harga
sapi berkorelasi positif dengan kenaikan harga daging sapi dengan nilai korelasi 0,995. Artinya
kenaikan harga sapi akan selalu disertai dengan kenaikan harga daging sapi. Namun perlu diketahui
bahwa selama proses produksi dari sapi hidup menjadi daging sapi, terdapat biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh jagal, pedagang daging sapi yaitu: biaya tenaga kerja, biaya transportasi dan
lainnya. Biaya-biaya input produksi tersebut bisa meningkat setiap tahun.
Gambar 1. Peningkatan harga sapi dan daging sapi tahun 2005-2012.
Menurut Ward dan Schroeder (2002), mereka menyatakan ada dua hal yang membentuk
harga yaitu
price determination
: harga sebagai refleksi dari penawaran dan permintaan,price
discovery
: harga yang terbentuk karena adanya persaingan antara para penjual dan para pembeli, ini terkait dengan jumlah dan kualitas. Harga yang berlaku dalam transaksi individual dipengaruhi olehkeadaan umum harga pasar, apakah harga rendah atau tinggi.
Harga daging sapi di dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun terkait
meningkatnya permintaan yang tidak sebanding dengan penawaran. Selain itu faktor-faktor yang
menentukan perubahan harga adalah impor daging sapi terkait dengan harga daging sapi dunia,
inflasi, nilai tukar. Berdasarkan informasi Kementerian perdagangan rata-rata kenaikan harga daging
sapi per tahuan mencapai 9,0%. Harga daging sapi nasional dipengaruhi oleh harga yang berlaku di
beberapa kota besar dalam negeri, setiap menjelang lebaran terjadi kenaikan permintaan sehingga
Gambar 2. Persentase selisih harga sapi dengan harga daging sapi.
Selisih antara harga sapi dan daging sapi berkisar antara 160 – 180 persen, artinya harga
daging sapi berada sekian persen di atas harga sapi hidup (Gambar 2.). Diketahui bahwa harga
ternak sapi selalu mengalami perubahan setiap bulannya. Demikian yang terjadi pada harga daging
sapi, dengan tingkat korelasi mencapai 0,9; semestinya perubahan harga daging sapi yang mengikuti
perubahan harga sapi hidup. Namun jika dipelajari lebih lanjut bahwa setiap bulan terdapat
perbedaan persentase selisih antara harga sapi dengan daging sapi, artinya perubahan harga sapi
belum tentu akan menyebabkan kenaikan harga daging sapi. Pada pemasaran ternak sapi terdapat
perbedaan pada permintaan dan penawaran dengan daging sapi. Sebagian besar permintaan sapi
hidup oleh petani atau peternak untuk dipelihara atau keperluan lainnya, sedangkan permintaan sapi
siap potong sebagian besar oleh jagal yang dipengaruhi permintaan daging sapi. Perubahan
permintaan daging sapi bisa menyebabkan perubahan permintaan sapi hidup.
Pada Gambar 2. perbedaan selisih harga sapi dengan daging sapi pada setiap bulan bisa
menggambarkan bahwa ketika terjadi perubahan harga pada sapi hidup di pasaran, namun secara
umum tidak terjadi kenaikan harga daging sapi. Jagal dan pedagang daging sapi tidak dapat
menaikkan harga daging sapi, walaupun harga sapi hidup yang dibeli telah terjadi kenaikan, karena
Gambar 3. Persentase margin harga ditingkat rantai pasar sapi hingga produk olahan daging sapi.
Rantai pasar daging sapi cukup panjang, dari sapi hidup sampai ke tangan konsumen berupa
daging sapi atau olahannya melalui berbagai proses produksi. Dimulai sejak sapi hidup dibeli oleh
jagal dari peternak mauun pedagang sapi, kemudian sapi disembelih dan menghasilkan bahan
pangan mentah; oleh produsen olahan daging sapi diproses untuk siap dimanfaatkan konsumen.
Pada tahapan mencapai hasil produk daging sapi, juga terdapat konsumen yang berasal dari rumah
tangga, rumah makan atau restoran. Setiap tingkatan rantai pasar akan menerima tingkat harga yang
berbeda. Gambar 3 menunjukkan persentase selisih harga atau margin harga yang dihitung
berdasarkan harga beli, biaya produksi, biaya transportasi serta biaya lainnya, merupakan tingkat
keuntungan yang diperoleh. Masing-masing rantai pasar memiliki tingkat keuntungan yang berbeda
tergantung pada resiko usaha yang harus dihadapi. Resiko tertinggi berada pada pedagang daging,
karena ketika daging tidak laku terjual maka akan mengambil tindakan penyimpanan yang
merupakan tambahan biaya, disamping itu kualitas daging sapi sudah menurun dan akan berakibat
pada kebusukan. Tingkat keuntungan terbesar adalah produsen olahan, dan yang terrendah adalah
pedagang daging. Margin tertinggi adalah pada pedagang produk olahan, dengan persentase sekitar
35 persen.
KESIMPULAN
1. Selisih harga mulai dari sapi hidup hingga menjadi produk berupa daging merupakan ekspresi
dari biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi setiap rantai pasar dan perolehan
keuntungan.
2. Korelasi antara harga sapi hidup dengan daging sapi relatif tinggi, namun mekanisme permintaan
dan penawaran antara sapi hidup dengan daging sapi berbeda ditunjukkan oleh persentase
DAFTAR PUSTAKA
BPS, 2008-2012. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Indonesia. Jakarta.
BPS Badan Pusat Statistik 2010. NTB Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Darmadja, S.G. N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Disertasi. Universitas Padjadjaran.
Nugrayasa, O. 2013. Kebijakan antisipatif untuk pengendalian harga daging sapi. Kabid Ketahanan Pangan dan PDT, Deputi Bidang Perekonomian. Diakses www.Google.com. Tanggal 12 Juni 2013.
Putong I. 2010. Economics. Pengantar Mikro dan Makro. Mitra Wacana Media. Jakarta.
Santosa, K A., 2003. Pemberdayaan Peternak Sapi Potong melalui Tridharma Perguruan Tinggi. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.