• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran pada Sekolah Inklusi di SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T1 292008117 BAB IV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Pembelajaran pada Sekolah Inklusi di SD Negeri Blotongan 03 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga T1 292008117 BAB IV"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab IV ini akan disajikan proses pelaksanaan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan yang menguraikan hasil-hasil analisis yang merujuk pada tujuan penelitian. Hasil penelitian ini dikiaji sesuai dengan tujuan penelitian Bab I, yaitu mengetahui manajemen pembelajaran pada sekolah inklusi di SD Blotongan 03. disajikan proses pelaksanaan penelitian, hasil penelitian dan pembahasan.

4.1 Pelaksanaan Penelitian

4.1.1 Persiapan Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mencari informasi mengenai sekolah inklusi di UPTD Salatiga. Setelah bertanya kepada Ibu kepala UPTD, peneliti akhirnya mendapatkan satu sekolah yang memenuhi kriteria subyek penelitian manajemen pembelajaran pada Sekolah Inklusi. Mengingat keterbatasan peneliti dalam wawancara, maka penulis menggunakan alat perekam untuk hasil wawancara. Sebelum pengambilan data, penulis meminta izin dari semua informan untuk menggunakan alat perekam.

4.1.2 Pelaksanaan Penelitian

(2)

Penelitian tidak dilakukan pada hari yang sama karena kesibukan masing-masing informan.

Wawancara yang dilakukan tidak dibatasi dan tidak ditentukan sendiri oleh peneliti maupun informan. Proses wawancara ini sangat tergantung pada situasi, kondisi dan terutama ketersediaan serta kesiapan informan. Proses wawancara berjalan lancar dan semua informan memperlihatkan keterbukannya kepada penulis.

Tabel 4.1.1 Jadwal penelitian

No Tanggal Keterangan

1. 1 -16 Februari Persiaan penelitian

2. 17 Februari Wawancara dengan guru kelas V

3. 21 Februari Wawancara dan observasi dengan guru kelas II 4. 22 Februari Observasi pembelajaran kelas IV

5. 23 Februari Wawancara dengan Kepala Sekolah 6. 1 Maret Observasi pembelajaran kelas III 7. 2 Maret Wawancara dengan guru kelas IV

8 3 maret Wawancara dengan guru kelas III dan kelas I 9. 13 Maret Observasi pembelajaran kelas I

10. 22 Maret Wawancara dengan Andre dan Wulan 11. 11 April Wawancara dengan Putra

12. 14 April Pelaksanaan member check dengan Kepala Sekolah 13. 19 April Observasi pembelajaran di kelas IV

(3)

4.2 Hasil Penelitian

SD Negeri Blotongan 03 merupakan Sekolah Inklusi yang terletak di Jl Fatmawati, Prampelan RT.02/RW.06 Blotongan dengan luas 2726 m². Wagimin,S.Pd dipercaya menjadi Kepala Sekolah diSD Negeri Blotongan 03. Jumlah siswa pada tahun ajaran 2011/2012 adalah 204 siswa dengan 113 siswa laki-laki dan 91 siswa perempuan. SD Negeri Blotongan 03 mempunyai 12 tenaga pendidik dan karyawan, terdiri dari Kepala Sekolah, 6 guru kelas, 4 guru maple dan 1 penjaga sekolah.

Dari 204 siswa tersebut terdapat 13 siswa yang mempunyai kebutuhan khusus diantaranya Grahita Ringan, Slow learner, Tuna ganda, Tuna daksa, Gangguan bicara, Debil/IQ rendah dan lemah fisik. SD Negeri Blotongan 03 mempunyai 9 Guru Bimbingan Khusus yang yang telah mengikuti pelatihan oleh Dinas Provinsi. Guru Bimbingan Khusus ini mempunyai bidang-bidang sendiri dan penempatannya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa dalam kelas.

(4)

misi, SD negeri Blotongan 03 juga mempunyai tujuan yang hendak dicapai, tujuan sekolah tersebut adalah: (1) tyerwujudnya sikap siswa suka bekerja keras, ulet, tekun dan bertanggung jawab; (2) menumbuhkan sikap kreatif siswa; (3) mewuudkan siswa yang berwawasan luas dan berprestasi; (4) menumbuhkan siswa yang kepribadian luhur; dan (5) meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa.

Manajemen pembelajaran pada sekolah inklusi yang diteliti meliputi iklim kelas, kerjasama dan relasi antar siswa, komunikasi guru dan siswa, metode pembelajaran yang diterapkan, media/alat bantu, materi pembelajaran, hasil belajar, kegiatan pembelajaran, beban belajar dan psikologis siswa terhadap pembelajaran.

Berikut adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan kepala sekolah dan guru kelas di SD Blotongan 03.

4.2.1 Hasil wawancara dengan kepala sekolah

(5)

bagi semua siswa. Berikut penuturan dari bakap Kepala Sekolah SD Blotongan 03:

“Kami yang mendaftarkan sendiri, jadi kami tidak dibujuk dari siapapun bahkan kami dengan melihat bahwa sebelumnya kami sudah menerima anak-anak di sekitar sekolah sehingga kami berinisiatif untuk mendaftarkan diri sebagai Sekolah Inklusi karena bisa melayani anak-anak ABK di sekolah kai secara maksimal. Sebenarnya kami belum cuma di sekitar sekolah ini ada anak-anak yang kurang mampu yang menderita ketunaan, ada yang lumpuh, ada yang idiot, ada yang tuna ganda, kalau yang sekolah di SLB kan jauh, terkendala pada biaya juga, sehingga kami terima di sekolah ini. Pada awalnya memang kami menolak tetapi menurut saya, saya sebagai kepala sekolah menyampaikan bahwa itu amanat dari UUD 1945, sehingga guru-guru pada mau saya titipi tetapi belum terlayani dengan baik, cuma dia sebagai pendengar dalam kelas dan pelayanan khusus.

Mulai tahun 2010 baru kami mendaftarkan menjadi sekolah inklusi dan kami juga mendapatkan info tentang cara-cara melayani anak ABK itu seperti itu. Setelah saya mendengar bahwa Salatiga dapat jatah SD inklusi 3, saya langsung mendaftarkan, tadinya sekolah ini tidak terdaftar menjadi sekolah inklusi, tetapi karena ABK yang bersekolah di sini itu banyak dan lengkap, ada

slow learner, ada yang lumpuh maka SD Blotongan 03 ini terpilih menjadi SD Inklusi.”

Dari informasi yang diberikan oleh Kepala Sekolah, tidak ada syarat atau kriteria khusus untuk mendaftar menjadi Sekolah Inklusi, yang penting ada siswa yang mempunyai kebutuhan khusus dan juga kesanggupan dari Kepala sekolah beserta para pendidiknya. Berikut penuturan dari bapak Kepala Sekolah:

(6)

Pelaksanaan pendidikan Inklusi di SD Blotongan 03 mengalami kendala pada Guru Pembimbing Khusus yang kurang dan juga kendala dari guru-guru sendiri yang kadang lupa memberikan bimbingan. Akan tetapi pihak sekolah sudah berusaha mengalami kendala tersebut dengan membuat jadwal bimbingan kepada siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Penggunaan metode, media, kurikulum dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disamakan dengan siswa reguler, akan tetapi ada sedikit modifikasi yang didasarkan pada tingkat kebutuhan siswa. Sebagaimana penjelasan dari bapak Kepala Sekolah sebagai berikut:

“Proses berjalannya Sekolah Inklusi masih terkendala pada GPK (Guru Pembimbing Khusus) masih kurang, karena harusnya ada GPK dari SDLB dan juga GPK dari provinsi, tapi pelayanan untuk GPK belum maksimal. Sebagai Kepala Sekolah untuk Sekolah Inklusi tidak ada kendala seandainya guru-guru kami sungguh-sungguh secara maksimal dan ikhlas memberikan pelayanan untuk anak-anak itu. Kalau di sini, saya hanya berfungsi sebagai GPK, hal itu yang saya ambil untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan Sekolah Inklusi.

Untuk manajemen pembelajarannya kami menyuruh guru kelas untuk membuat PPI (Program Pembelajaran Individual), PPI ini jadi guru kelas mempunyai kewajiban ganda, selain membuat program untuk pembelajaran umum juga membuat program pembelajaran individual untuk anak-anak berkebutuhan khusus. jadi manajemennya kami menerapkan guru kelas membuat 2 persiapan untuk yang reguler dan untuk ABK. PPI untuk sementara tetap berjalan tetapi tidak setiap minggu buatnya, tetapi mungkin 1 bulan sekali. Atau kadang juga tidak ada yang membuat tetapi diselipkan di RPP umum, untuk ABK direndahkan materinya.

Metode pembelajaran sama dengan reguler, tetapi manakala dia pembelajaran individual maka pembelajarannya disesuaikan dengan kebutuhan anak tersebut. Contohnya dalam pembelajaran matematika untuk standart normal, untuk standart ABK materi diturunkan dan ada alatnya seperti sempoa atau benda, jadi metodenta pendekatan individual tadi.

(7)

reguler. Untuk mengatasi kendala ini nanti kami akan menambah GBK dengan guru bidang study untuk membantu program pembelajaran individual dan akan membuat jadwal pembinaan bagi pembinaan anak berkebutuhan khusus. Untuk sementara belum ada guru yang khusus menangani ABK karena baru ada 1 pelatihan jadi bapak/ibu guru masih memerlukan pelatihan lagi, tetapi belum terealisasi.

Kurikulum yang diterapkan memakai kurikulum reguler yang sudah dimodifikasi, artinya ditengah-tengah materi disesuaikan dengan kebutuhan khusus. Pengurangan materi dan modifikasi dilakukan bersama-sama, kita punya silabi, kemudian kita pelajari semua yang seperti kesenian dan olahraga disamakan tetapi untuk mata pelajaran tetentu disesuaikan dengan kebutuhan mereka, bahkan ada ABK yang pinter.”

Pada tahun ajaran baru, saat pendaftaran, sekolah melakukan iden-tifikasi/asasmen terhadap anak yang kira-kira mempunyai kebutuhan khusus. pelaksanaan asasmen meliputi tes secara fisik maupun akademik. Terdapat batasan-batasan atau kriteria ABK yang bisa bersekolah di SD Blotongan 03 ini, hal ini disesuaikan dengan kemampuan GPK (Guru Pembimbing Khusus). Setelah identifikasi, orang tua di ajak musyawarah dan di beri pengertian bahwa anaknya mengikuti program inklusi. Secara jelas bapak Wagimin mengatakan sebagai berikut:

“Orang tua juga di ajak dalam penetapan inklusi, jadi orang tua dipanggil kemudian diajak musyawarah dan diberi info bahwa materi yang disampaikan kepada anak-anak beliau itu tidak sama dengan anak-anak yang lain. Untuk siswa inklusi tidak ada sistem tinggal kelas, jadi siswa tidak bisa baca, tulis, tetep naik dan sudah kita terapkan ternyata tidak ada orang tuan yang protes.

(8)

Ada, ada sesuai dengan kemampuan GPK kami, jadi saat ini yang kami terima baru tunadaksa, tunagrahita ringan/sedang, kemudian kesulitan bicara dan Slow learner. Sementara kita bru menerima lima jenis kebutuhan khusus. Jadi kalau ada anak yang mendaftar kesini, kita deteksi kebutuhan khususnya apa, seperti autis, tunanetra, tunarungu dan tunawicara itu kita belum bisa menerima.

Asasmen itu adalah identifikasi kemampuan awal secara fisik maupun secara akademik. Asasmen dilakukan oleh guru kelas masing-masing, jadi dari guru kelas bawah menghimbaukan kepada guru diatasnya dan saya juga ikut melihat kemampuan dia seperti apa, dan juga ikut tanda tangan.”

SD Blotongan 03 baru mempunyai kursi roda dan kacamata untuk alat bantu khusus. Alat bantu khusus ini disesuaikan dengan kebutuhan khusus siswa. Komunikasi yang terjadi antara Anak berkebutuhan khusus dengan siswa dan dengan guru terjalin dengan baik. Komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa berkebutuhan khusus lebih sering terjadi karena adanya program bimbingan khusus. Keberadaan anak berkebutuhan khusus di kelas tidak mempengaruhi hasil belajar siswa-siswa yang lain. Berikut penuturan bapak Wagimin mengenai alat bantu dan hasil belajar siswa:

“Alat bantu khusus kami yang baru punya kursi roda, untuk siswa kelas IV dan juga kacamata. Tidak ada kendala dengan alat bantu, cuma bagi kami untuk yang tunaganda itu kita memikirkan bagaimana caranya biar dia bisa membaca dan menulis.

(9)

Pelaksanaan Pendidikan Inklusi di SD Blotongan 03 mengalami beberapa kendala. Selain kendala yang terjadi dari faktor intern sekolah, terdapat kendala yang terjadi dari luar sekolah, yaitu dari Dinas Pendidikan. Secara langsung Bapak Kepala SD Blotongan 03 menjelaskan sebagai berikut:

“Kendala pelaksanaan sekolah inklusi dari dinas kota dan provinsi, ada miss bahwa salatiga itu menganggarkan untuk sekolah inklusi itu tidak satu SD tetapi bergantian, ternyata dari dinas provinsi menghendaki bahwa sekolah inklusi berkelanjutan, karena tidak semua sekolah punya anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi miss ini sudah clear untuk periode selanjutnya kita akan mendapat dana untuk Sekolah inklusi dari Dinas. (23 Februari 2012, pukul 09.00)”

4.2.2 Hasil Penelitian Kelas I

4.2.2.1Hasil Wawancara

Ibu Tutik mengajar di SD Blotongan 03 sejak tahun 2005. Perasaan ibu Tutik waktu petama mengajar di sekolah Inklusi bingung, karena belum mengetahui sevara khusus tentang bagaimana menangani anak Inklusi. Akan tetapi dilain pihak, Ibu Tutik merasa senang karena bisa membantu siswa yang berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan. Anak-anak yang berkebutuhan khusus tidak harus bersekolah di Sekolah Luar Biasa.

(10)

Proses pembelajaran yang terjadi di kelas lancar, kareana siswa inklusi di beri pendekatan khusus untuk melancarkan kemampuan siswa. kendala yang dihadapi guru dalam proses pembelajaran adalah membutuhkan kesabaran dan ketelatenan, karena siswa kelas satu masih kecil, Anak berkebutuhan khusus belum bisa cara menulis, memegang pensil yang benar, dan mereka sering ramai sendiri. Untuk mengatasi kendala tersebut dengan memberikan waktu tersendiri untuk Anak Berkebutuhan Khusus.

Metode yang diterapkan dalam pembelajaran adalah metode umum dan juga pendekatan kepada anak dan orang tua. Dengan diterapkan metode tersebut, terdapat peningkatan kemampuan siswa. Dalam kegiatan sehari-hari dan dalam pembelajaran tidak ada media khusus yang digunakan, hal ini dikarenakan kebutuhan yang dialami siswa berkebutuhan khusus adalah keterlambatan belajar

(Slow learner). Hasil belajar siswa berkebutuhan khusus jauh di bawah teman-temannya. Yang menjadi faktor utama hasil belajar siswa adalah keadaan siswa yang mengalamai keterlambatan belajar.

Kurikulum yang diterapkan dalam pembelajaran di sekolah adalah kurikulum umum. Akan tetapi guru mengurangi materi yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus, pengurangan materi ini berdasarkan kebijaksanaan guru dengan melihat kemampuan siswa. meskipun telah terjadi pengurangan materi dan KKM, terkadang siswa berkebutuhan khusus tidak bisa mencapai KKM.

(11)

berada di bangku paling belakang, meskipun begitu mereka merasa nyaman berada di kelas Inklusi bersama dengan teman-teman lain.

Pelaksanaan proses pembelajaran di Sekolah Inklusi di SD Blotongan 03 juga terkendala pada Sumber Daya Guru sebagai guru kelas yang belum pernah mengikuti penataran dan juga faktor dari luar. Secara lengkap, ibu Tutik berkata sebagai berikut:

“Penataran secara khusus untuk pembelajaran Inklusi belum ada, tetapi untuk penataran tentang apa itu Inklusi, anak Inklusi bagaimana itu sudah pernah. Pada awal dulu kita pernah berkerjasama dengan SLB juga dengan psikolog dari UKSW tetapi sampai saat ini yang baru datang hanya dari psikolog. Untuk guru yang dari SLB itu belum datang, padahal kita sebagai guru reguler juga ingin mengetahui cara mengajar anak Inklusi secara khusus itu bagaimana.”

4.2.2.2Observasi

Pelaksanaan observasi proses pembelajaran dalam kelas dilaksanakan pada hari Selasa, 13 Maret 2012. Pada saat pembelajaran terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa, guru melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Guru menggunakan metode tanya jawab dan ceramah dalam pembelajaran klasikal. Di sela-sela pembelajaran berlangsung, guru mendampingi siswa berkebutuhan khusus dalam mengikuti pembelajaran.

(12)

jarang memperhatikan guru dan kadang-kadang mengganggu teman yang ada di dekatnya. Khoirul tidak memiliki semangat untuk mengerjakan tugas dari guru, dia hanya mau mengerjakan tugas dengan bimbingan dari gurunya.

Kerjasama antar siswa bagus, termasuk Khoirul dengan teman-temannya. Kerjasama ini terlihat sewaktu teman Khoirul membantunya dalam mengerjakan tugas dari guru. Materi yang disampaikan oleh guru kepada Khoirul dan Siswa-siswa lain sama, hanya saja kadang guru memberi bimbingan khusus kepadanya. Pemberian bimbingan khusus ini kadang menimbulkan kecemburuan bagi siswa lain, hal ini terlihat sewaktu salah satu siswa mengucapkan “enak Khoirul di kasih

tau semuanya”.

4.2.3 Hasil Penelitian Kelas II

4.2.3.1Hasil Wawancara

Pelaksanaan wawancara dengan ibu Widyowati (guru kelas II) dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 21 Februari 2012 pukul 08.15 di ruang tamu. Ibu Widyowati mengajar di SD Blotongan 03 sejak tahun 1999 sampai sekarang. Perasaan Ibu Widyowati sewaktu mengetahui bahwa beliau mengajar di Sekolah Inklusi merasa terenyuh, akan tetapi juga kadang-kadang tertawa sendiri melihat tinkah siswa berkebutuhan khusus.

(13)

disebabkan oleh siswa berkebutuhan khusus yang sering mengganggu teman-temannya.

Kerjasama yang terjalin antar siswa baik-baik saja, akan tetapi untuk Rizal kadang-kadang dijauhi temannya, hal ini disebabkan karena sikap Rizal yang suka mengganggu. Kerjasama yang terjalin dapat terjadi sewaktu istirahat dan dalam kelas. Selain komunikasi dengan siswa lain, guru juga berusaha untuk berkomunikasi baik dengan siswa berkebutuhan khusus.

Metode yang digunakan oleh guru kepada siswa adalah pendekatan khusus, akan tetapi metode ini belum bisa berhasil. Tidak ada media khusus yang digunakan oleh guru untuk mengajar siswa berkebutuhan khusus. guru mengaku hanya menggunakan media papan tulis dan LKS. Hasil belajar untuk siswa berkebutuhan khusus belum berhasil, terbukti dengan tidak dapat mencapai KKM. Selain faktor kekurangan siswa, faktor penyebab hasil belajar siswa seperti itu adalah lingkungan siswa yang kurang mendukung.

Kurikulum yang diterapkan masih kurikulum umum karena guru belum pernah menerima kurikulum dai Dinas. Menurut informasi dari ibu Widyowati kegiatan pembelajaran yang terjadi di kelas sangat terhambat dengan adanya siswa berkebutuhan khusus. Hal ini menjadi kendala dalam proses pembelajaran sehari-hari. Untuk mengatasi kendala tersebut, guru hanya menyuruh siswa berkebutuhan khusus untuk diam. Berikut penuturan Ibu Widyowati secara khusus:

(14)

kadang-kadang saya tegur untuk diam. Dengan adanya siswa inklusi juga menambah beban saya untuk menerapkan metode yang digunakan untuk pembelajaran.”

4.2.3.2Observasi

Pelaksanaan observasi pembelajaran kelas II dilakukan pada hari Selasa, 21 Februari 2012 pada pukul 09.15 sampai selesai. Suasana di kelas saat pembelajaran berlangsung cenderung ramai, hal ini sesuai dengan tingkat perkembangan siswa kelas II. Siswa aktif dalam pembelajaran, terlihat siswa sangat antusias dalam menjawab pertanyaan dari guru.

Dalam kelas terdapat 2 anak yang mempunyai kebutuhan khusus, yaitu Rizal dan Fariko. Hari itu Rizal tidak berangkat sekolah dengan alasan mondok (mengaji). Saat pembelajaran, Fariko senang bercanda dengan teman sebangkunya. Keadaan Fariko saat pembelajaran tenang, tapi kadang-kadang berusaha mencari perhatian dari guru dan temannya dengan suara-suara yang keras. Dalam pembelajaran, Fariko memperhatikan penjelasan dari guru dengan seksama, akan tetapi guru kurang memperhatikan Fariko. Pada saat akhir pembelajaran Fariko menangis karena dituduh mengambil uang dari temannya.

(15)

Materi yang di sampaikan oleh guru kepada siswa disamakan, termasuk untuk siswa berkebutuhan khusus. Hasil belajar Fariko terpaut jauh di bawah siswa-siswa lainnya. Namun demikian, relasi antara Fariko dan siswa-siswa lainnya terjalin baik.

4.2.4 Hasil Penelitian Kelas III

4.2.4.1Hasil Wawancara

Pelaksanaan wawancara dengan ibu Trifena (Wali kelas III) dilakukan pada hari Sabtu 3 Maret 2012 pada pukul 09.00 di ruang tamu.ibu Trifena mengajar di SD Blotongan 03 sejak tahun 2001 sampai sekarang. Ibu Trifena merasa senang tetapi juga bingung mengajar di SD Inklusi. Di kelas III terdapat dua siswa berkebutuhan khusus yaitu Wulan dan Seno. Kebutuhan khusus antara Wulan dan Seno berbeda-beda, Wulan mengalami kebutuhan khusus pada faktor mental sedangkan Seno mengalami keterlambatan belajar.

Hubungan yang terjalin antar siswa berjalan dengan baik. Awalnya ada beberapa siswa yang mengganggu siswa berkebutuhan khusus, akan tetapi guru sering mengingatkan untuk tidak mengganggu Wulan dan Seno. Begitu pula hubungan yang terjadi antara siswa dengan guru terjalin dengan baik. Guru memperlakukan siswa berkebutuhan khusus sejajar dengan siswa-siswa yang lain.

(16)

“Untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sementara masih sama, akan tetapi untuk pelaksanaannya yang kadang berbeda. Dengan adanya siswa berkebutuhan khusus tidak mengganggu proses pembelajaran. Kendala yang di hadapi dalam melaksanakan pembelajaran adalah untuk menhadapi anak normal saja kadang masih kualahan, nah dengan adanya siswa berkebutuhan khusus saya merasa tidak intens dalam membimbing anak berkebutuhan khusus itu. Cara mengatasi kendala ini sementara saya baru berusaha untuk membimbing anak merawat diri.”

Metode yang diterapkan sama dengan siswa reguler, antara lain seperti kelompok, demonstrasi dan lain-lain. Dalam penyampaian materi pembelajaran, guru tidak menerapkan metode khusus untuk siswa Inklusi. Alat bantu khusus untuk siswa berkebutuhan khusus kelas III tidak ada. Materi yang disampaikan untuk siswa berkebutuhan khusus dikurangi berdasar kemampuan siswa. Hasil belajar siswa berkebutuhan khusus masih jauh di bawah KKM.

4.2.4.2Observasi

Observasi pembelajaran kelas III dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 1 Maret 2012. Pembelajaran agama islam dimulai dengan berdoa dan hafalan surat-surat pendek. Kondisi di kelas saat pembelajaran cenderung ramai dan aktif, terlihat antusias siswa dalam menjawab dan memperhatikan penjelasan dari guru.

(17)

takut untuk memperlihatkan hasil belajarnya kepada guru. selain itu mereka juga sering diam di kelas dan kurang antusian dalam mengikuti pelajaran.

Materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa disamakan, tidak ada pengurangan beban. Metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran adalah metode ceramah dan tanya jawab. Dalam pembelajaran, tidak ada metode dan alat bantu khusus yang digunakan oleh guru untuk siswa berkebutuhan khusus.

4.2.5 Hasil Penelitian Kelas IV

4.2.5.1Hasil Wawancara

Wawancara dengan guru kelas IV dilaksanakan pada hari Jumat 2 Maret 2012 pukul 09.00 di ruang guru. Ibu Uswatun mengajar di SD Blotongan 03 sejak tahun 2001 sampai sekarang. Ibu Uswatun merasa senang bisa mengajar di SD Blotongan 03 karena bisa memberikan pendidikan bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus sesuai dengan yang harus mereka dapatkan. Terdapat 3 siswa berkebutuhan khusus dalam kelas IV, yaitu dua Slow learner dan satu cacat fisik.

(18)

Menurut pengakuan dari guru kelas IV kerjasama yang terjadi antar siswa terjalin dengan baik. Komunikasi yang terjalin juga baik, siswa-siswa lain kadang membantu temannya yang memerlukan bantuan. Komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa juga terjalin baik, sama seperti komunikasi siswa dan guru pada umumnya.

Metode yang digunakan masih sama dengan siswa-siswa reguler antara lain ceramah, tanya jawab, diskusi, tidak ada metode khusus yang diterapkan untuk siswa-siswa berkebutuhan khusus. Terdapat satu media khusus yang digunakan, yaitu kursi roda. Kursi roda digunakan oleh salah satu siswa berkebutuhan kusus yang cacat fisik, dia bernama Putra. Alat bantu ini membuat siswa merasa lebih nyaman karena dapat melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

4.2.5.2Observasi

(19)

Siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran, terlihat siswa-siswa aktif dalam menjawab pertanyaan dari guru dan mengeluarkan pendapat dalam kelas. Materi yang disampaikan oleh guru kepada siswa berkebutuhan khusus disamakan dengan siswa-siswa lain. Metode yang digunakan dalam pembelajaran adalah metode ceramah dan tanya jawab. Metode khusus yang diterapkan untuk siswa berkebutuhan khusus adalah metode pendekatan khusus. Media khusus yang digunakan untuk membantu siswa berkebutuhan khusus adalah kursi roda. Kursi roda dipakai oleh Putra, siswa kelas IV yang mengalami cacat fisik.

Kerjasama antar siswa dalam pembelajaran baik, kerjasama ini terlihat pada saat siswa mengerjakan LKS. Selain itu, komunikasi yang terjalin antara siswa dan guru terjalin dengan baik. Guru tidak membeda-bedakan antara siswa satu dengan siswa yang lain. Guru sering menghampiri siswa-siswa yang mengalami kesulitan dalam pembelajaran untuk memberikan bimbingan.

4.2.6 Hasil Penelitian Kelas V

4.2.6.1Hasil Wawancara

Wawancara dengan bapak Haryono, guru kelas V dilaksanakan pada hari Jum‟at, 17 September 2012 pukul 09.00 di ruang tamu sekolah. Wawancara

dilakukan pada saat siswa belajar dengan guru agama.

(20)

menulis. Secara fisik, Andre tidak terlihat seperti anak yang memiliki kebutuhan khusus, kemampuan Andre dalam bidang Olah Raga sangat bagus.

Kondisi di kelas saat pembelajaran berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Kerjasama yang terjadi antar siswa terjalin dengan baik, hal ini terlihat pada saat aktivitas siswa di luar jam pelajaran. Di luar jam pelajaran, semua siswa bermain tanpa memandang ststus siswa sebagai siswa inklusi atau regular. Selain kerjasama antar siswa, komunikasi antara guru dan siswa juga terjalin dengan baik. Komunikasi antara guru dan siswa berkebutuhan khusus lebih sering dibandingkan dengan siswa laiinya, hal ini disebabkan adanya program bimbingan yang dilakukan oleh guru kepada siswa berkebutuhan khusus.

Metode yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari disamakan dengan siswa lain, akan tetapi untuk anak berkebutuhan khusus, guru menggunakan pendekatan secara pribadi. Selain metode tersebut, guru belum menerapkan metode yang lain untuk siswa berkebutuhan. Media yang digunakan oleh guru juga disamakan dengan siswa lain, tidak ada media khusus untuk siswa inklusi karena jenis kebutukan khusus anak tersebut adalah Slow learner atau keterlambatan belajar.

(21)

“Sebenarnya ada kurikulum khusus yang harus diterapkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, akan tetapi karena dari Dinas belum ada ketentuan KKM dan lainnya, maka akhirnya KKM ditentukan oleh sekolah dan secara tertulis menyamakan kurikulum yang lain (siswa reguler).”

Hasil belajar siswa berkebutuhan khusus sangat minim, meskipun sudah diturunkan standar KKMnya, tetapi siswa tersebut tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan. Hal ini membuat guru mencari cara agar hasil belajar Andre bisa dimasukkan ke dalam daftar nilai, salah satunya dengan menarik nilai Andre agar menjadi lebih banyak. Meskipun demikian, Andre tidak merasa rendah hati dengan teman-temannya, begitu pula teman-temannya juga senang bermain dengan Andre.

4.2.6.2Observasi

Pelakasanaan observasi pembelajaran kelas V dilaksanakan pada hari Rabu 22 Februari 2012 saat mata pelajaran Bahasa Jawa. Ketika pembelajaran berlangsung, siswa antusias mengikuti pelajaran. Komunikasi dalam kelas terjalin baik, baik antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa. Saat pembelajaran berlangsung, guru mencoba menciptakan komunikasi aktif dengan siswa, termasuk kepada siswa berkebutuhan khusus.

(22)

Andre, seperti memuji bahwa Andre pinter dan juga membeikan tepuk tangan kepada Andre.

Metode yang digunakan oleh guru saat pembelajaran adalah metode tanya jawab dan ceramah. Tidak ada metode khusus yang diterapkan untuk siswa berkebutuhan khusus, akan tetapi disela-sela pembelajaran guru memberikan bimbingan kepada siswa tersebut. Media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran adalah papan tulis dan buku panduan, tidak ada media khusus untuk siswa berkebutuhan khusus. Materi yang disampaikan untuk siswa berkebutuhan khusus disamakan dengan siswa-siswa lain.

4.2.7 Hasil Wawancara Siswa

4.2.7.1Andre

Wawancara dengan Andre dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 22 Maret 2012 pukul 09.15 di ruang kepala sekolah. Secara fisik, keadaan Andre baik-baik saja, sehat dan banyak teman, tidak terlihat seperti Anak Berkebutuhan Khusus. Andre adalah salah satu siswa berkebutuhan khusus. Dia sekarang duduk di kelas V, akan tetapi sampai sekarang Andre belum bisa baca dan tulis.

(23)

menggambar. Di lain pihak, Andre menyukai Olahraga, kemampuan dalam olahraga sangat bagus.

Dalam kegiatan di Sekolah sehari-hari, Andre merasa tidak ada masalah. Meskipun Andre belum bisa baca dan tulis, tetapi tidak ada teman yang mengganggunya. Jika ada teman yang mengganggunya, dia tidak menganggap serius dan dianggap angin lalu. Andre selalu semangat untuk berangkat ke sekolah karena mempunyai banyak teman dan lingkungan sekolah yang bersih dan sejuk.

Menurut Andre, pembelajaran yang terjadi di kelas sangat menyenangkan. Dia senang duduk di depan karena dapat lebih jelas mengikuti pelajaran dan juga lebih dekat dengan guru. Andre senang diperhatikan oleh guru, menurutnya bimbingan khusus merupakan bentuk perhatian dari para guru kepadanya. Ada beberapa guru yang sering memberikan bimbingan khusus kepada Andre, secara jelas andre mengatakan:

“Yang sering memberikan bimbingan itu pak Har (guru kelas) dan pak Wagimin (kepala sekolah), senang ke sekolah karena banyak teman dan sekolahnya bersih.”

Dari pengakuan Andre, hubungan yang terjalin antara dia dengan siswa lain dan antara dia dengan guru terjalin dengan baik. Dia merasa senang bisa bersekolah di SD Blotongan 03. Andre juga tidak merasa tersinggung jika diberi perlakuan khusus oleh guru. dia merasa dengan adanya bimbingan khusus membuatnya lebih bersemangat ke sekolah.

4.2.7.2Wulandari

(24)

ruang kepala sekolah. Saat pertama melihat Wulan, peneliti bisa langsung mengetahui bahwa Wulan adalah siswa berkebutuhan khusus. Wulan sekarang duduk di kelas III, akan tetapi dia belum bisa membaca dan menulis.

Pengetahuan diri Wulan masih sangat terbatas, hal ini terlihat saat peneliti bertanya umur kepadanya. Selain itu, saat ditanya tentang pelajaran yang disukai dan tidak disukai, Wulan menjawabnya dengan jelas seoerti di bawah ini:

“Pelajaran yang saya suka IPS, Matematika, Bahasa Inggris, PKn dan Bahasa Jawa. Untuk pelajaran yang tidak di suka adalah PKn, Bahasa Inggris.”

Selama di sekolah, Wulan mengaku sering di ganggu oleh teman-temannya. Akan tetapi tidak semua teman mengganggunya, ada beberapa siswa yang baik pada Wulan bahkan ada beberapa siswa yang sering memberi uang untuk jajan. Wulan merasa sangat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran. Dia mengaku bahwa sebenarnya dia tidak semangat untuk sekolah, akan tetapi ibunya yang membuat Wulan masih tetap bersekolah. Hubungan social yang terjalin antara Wulan dan teman-temannya baik, begitu pula dengan guru. Ada guru yang sering memberinya bimbingan khusus yaitu pak Wagimin (kepala sekolah). Dengan adanya bimbingan khusus, Wulan merasa senang, menurutnya bimbingan khusus itu merupakan satu bentuk perhatian kepadanya.

4.2.7.3Putra

(25)

fisik /lumpuh. Saat wawancara observasi, Putra ditemani oleh ibunya. Orang tua Putra sangat perhatian dengannya, hal ini terlihat saat ibunya sering mengantar Putra ke sekolah dan menggendongnya sampai kelas.

Sebagai siswa kelas IV, pengetahuan diri putra cukup bagus, terbukti saat peneliti bertanya tentang identitasnya dan guru kelas. Akan tetapi, keadaan mental Putra masih belum maksimal. Putra menangis saat akan diwawancara, menurut pengakuan ibunya, mungkin Putra takut jika di tanya macam-macam dengan orang yang baru dikenal.

Kegiatan pembelajan yang terjadi di kelas berlangsung menyenangkan dan tidak ada kendala bagi Putra. Putra mengaku ada beberapa mata pelajaran yang disenangi antara lain IPS, IPA dan Bahasa Indonesia. Selain itu ada juga mata pelajaran yang kurang di senangi, yaitu Matematika dan Bahasa Jawa.

Putra mengaku bahwa hubungan Putra dengan teman-temannya terjalin dengan baik. Begitu pula hubungan Putra dengan bapak dan ibu guru di SD Blotongan 03 terjalin dengan baik. Guru-guru sering memberi perhatian kepada Putra, dengan perhatian tersebut menambah semangat belajar Putra untuk Sekolah. Selain perhatian dari guru, ada hal lain yang membuat Putra untuk semangat bersekolah, yaitu dukungan dari orang tua dan teman-temannya.

4.2.8 Hasil Belajar Siswa

(26)

umunya, akan tetapi dalam laporan hasil belajar siswa inklusi terdapat asasmen peserta didik inklusi. Asassmen ini berisi tentang identitas siswa, kondisi fisik, kemampuan siswa, dan perkembangan pada semester tersebut. Asassmen peserta didik ini di lakukan oleh guru kelas bersama kepala sekolah. Rekapan hasil belajar siswa pada saat Ujian Tengah Semester II tahun ajaran 2011/2012 (terlampir).

4.3 Pembahasan

Dari hasil penelitian di atas, pembahasan pada penelitian ini adalah mengenai identifikasi/assasmen awal peserta didik, iklim kelas inklusi, metode dan media dalam pembelajaran, materi dan hasil belajar siswa inklusi, kegiatan pembelajaran yang terjadi dalam kelas, program bimbingan khusus serta kendala sekolah dalam pelaksanaan pendidikan inklusi.

(27)

Keadaan kelas-kelas inklusi saat pembelajaran berlangsung relatif normal seperti kelas-kelas reguler. Normal di sini dalam arti yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas tidak membuat siswa lain terganggu. Siswa berkebutuhan khusus rata-rata duduk di bangku paling depan, hal ini dimaksudkan agar guru lebih mudah memantau perkembangan siswa dan juga siswa dapat lebih memperhatikan penjelasan dari guru secara jelas. Akan tetapi ada dua orang siswa berkebutuhan khusus dan duduk di bangku paling belakang, menurut informasi guru kelas, siswa-siswa berkebutuhan khusus tersebut mengganggu proses pembelajaran.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, tentunya tidak lepas dari pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Kepala sekolah mempunyai wacana agar guru membuat PPI (Program Pembelajaran Individual). Pembuatan PPI ini dimaksudkan agar guru mempunyai landasan/acuan dalam melaksanakan pembelajaran. Dalam pelaksanaanya kebanyakan guru tidak membuat PPI karena kesibukan guru yang merangkap tugas menjadi guru kelas dan guru pembimbing khusus (GPK). Di lain pihak, ada guru masih bingung karena guru tersebut mengetahui seharusnya terdapat kurikulum khusus dan PPI yang diterapkannya, akan tetapi dari Dinas belum memberi ketentuan secara jelas, akhirnya guru tersebut masih menggunakan RPP pada umumnya.

(28)

metode ini kurang berjalan lancar karena faktor kesibukan guru dalam melaksanakan tugas sebagai guru kelas. Ada beberapa media khusus yang digunakan untuk mempermudah siswa berkebutuhan khusus dalam mengikuti pembelajaran, media tersebut adalah kursi roda dan kaca mata. Penggunaan kursi roda di berikan kepada Putra, siswa kelas IV yang mengalami cacat fisisk/lumpuh. Sedangkan untuk siswa berkebutuhan khusus yang lain tidak menggunakan alat bantu khusus, hal ini dikarenakan kebanyakan siswa mengalami keterlambatan belajar/Slow Learner.

Penyampaian materi oleh guru kepada siswa disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Kebanyakan dari guru mengurangi baban materi yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus. Pengurangan materi ini dilakukan oleh guru dengan persetujuan dari kepala sekolah berdasar pada kebutuhan setiap siswa. KKM yang diterapkan untuk siswa-siswa berkebutuhan khusus juga berbeda dengan KKM siswa reguler, terdapat pengurangan dalam pelaksanaannya. Pengurangan standar KKM ini didasarkan pada kemampuan dari masing-masing siswa berkebutuhan khusus. Akan tetapi, meskipun sudah standar KKM sudah dikurangi, kebanyakan dari siswa berkebutuhan khusus belum bisa mencapai target yang diinginkan.

(29)

inklusi tidak membuat pembelajaran terhambat. Sebaliknya, keberadaan mereka membuat siswa-siswa lain mengerti akan perbedaan dan tolong menolong.

Dalam pelaksanaan sekolah inklusi, SD Blotongan 03 mempunyai program bimbingan khusus terhadap siswa berkebutuhan khusus. Program ini di rancang agar siswa berkebutuhan khusus dapat mengejar ketinggalannya dengan siswa reguler. Pelaksanaan bimbingan khusus dilakukan oleh guru-guru reguler yang merangkap menjadi Guru Pembimbing Khusus (GPK). Dari jadwal bimbingan yang sudah ada, seharusnya bimbingan dilakukan secara rutin, akan tetapi karena kesibukan dari masing-masing guru, membuat bimbingan tidak berjalan teratur. Selain bimbingan khusus yang dilakukan oleh guru-guru, kepala sekolah juga mengadakan bimbingan khusus secara klasikal. Dalam bimbingan klasikal ini, siswa dibimbing oleh kepala sekolah. Bimbingan klasikal biasanya dilakukan di ruang kepala sekolah dan dilaksanakan dalam waktu yang tidak tentu, terkadang dua minggu sekali, kadang sebulan sekali.

(30)

Dinas. Penataran tersebut baru membahas tentang sekolah inklusi secara umum, belum membahas tentang bagaimana pembelajaran, RPP, dan kurikulum yang harus ada di sekolah inklusi.

Selain kendala tersebut, masih ada kendala lain yaitu sistem kerjasama yang kurang terjalin antara SD Blotongan 03 dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) terdekat. Sampai saat ini, belum ada pihak dari SLB yang datang berkunjung ke SD Blotongan 03 untuk mengadakan pantauan dan bertukar informasi kepada guru-guru mengenai cara pelayanan khusus yang harus diberikan kepada siswa. Menurut informasi dari Kepala Sekolah SD Blotongan 03, dari pihak sekolah sudah mengirim surat kepada SLB terdekat, akan tetapi dari pihak SLB belum ada tindak lanjut.

Faktor kendala yang lain bersumber dari luar sekolah yaitu adanya miss

Gambar

Tabel 4.1.1 Jadwal penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian maka hipotesis Ho ditolak dan terima Ha yang menyatakan bahwa “terdapat hubungan yang segnifikan antara sumber daya alam dengan pertumbuhan ekonomi pada usaha

Maka gaya pada sebuah persegi panjang datar dengan luas A yang terletak pada dasar tangki, sama dengan berat kolam cairan yang terletak tepat di atas persegi panjang, yaitu.. F = δ

Strengthening Study Program A Strengthening Study Program B Strengthening Study Program C Outreach Program Capacity Building Program Annual IMF Total Proposed Budget First Year

kosmologi Jawa bahwa pasar tradisional berada pada zona ”Negaragung”.. Jejaring pasar tradisional berdasarkan ”Mancapat Mancalima”. Pasar tradisional memiliki peran strategis

Mahasiswa akan melaksanakan kegiatan seperti sewajarnya seseorang bekerja dalam tim, tim di sini adalah Staff-staff lain yang bekerja di Bidang Pengembangan

GUNAWAN, MM Pembina Utama Muda

- Membawa dokumen asli persyaratan kualifikasi atau salinan yang dilegalisasi oleh yang berwenang.. - Apabila tidak hadir secara pribadi harap membawa

Perasaan kesatuan dan kesetiaan, maka anggota kelompok tersebut akan merasa betah, nyaman, senang melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan kelompok