• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MATRIKS LAPLACIAN PADA PERHITUNGAN BANYAKNYA POHON PERENTANG PADA GRAF TRIPARTISI LENGKAP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MATRIKS LAPLACIAN PADA PERHITUNGAN BANYAKNYA POHON PERENTANG PADA GRAF TRIPARTISI LENGKAP."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

vii

PENERAPAN MATRIKS LAPLACIAN PADA PERHITUNGAN BANYAKNYA POHON PERENTANG

PADA GRAF TRIPARTISI LENGKAP

Oleh : Siti Hanafian NIM. 09305144034

ABSTRAK

Matriks Laplacian dapat digunaan untuk menghitung banyaknya pohon perentang pada suatu graf, yaitu dengan menghitung kofaktor dari matriks

Laplacian tersebut. Tujuan penulisan ini adalah menggunakan matriks Laplacian dalam perhitungan banyaknya pohon perentang pada graf tripartisi

lengkap dan untuk menentukan bentuk umum banyaknya pohon perentang

pada graf tripartisi lengkap .

Hasil dari penulisan ini, langkah-langkah untuk menentukan banyaknya pohon perentang pada graf tripartisi lengkap yaitu : 1) Menentukan matriks ikatan; 2) Menentukan matriks derajat; 3) Menentukan matriks Laplacian;

4) Menghitung kofaktor matriks Laplacian. Langkah 1 dan langkah 2 tidak

harus dikerjakan urut, bisa juga mengerjakan langkah 1 kemudian baru langkah 2.

Berdasarkan hasil perhitungan, banyaknya pohon perentang pada graf

tripartisi lengkap yaitu :

dengan bilangan asli.

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu materi dalam graf adalah pohon (tree). Pohon didefinisikan

sebagai graf terhubung yang tidak memuat sikel (Chartrand dan Lesniak,

1996:57). Teori tentang pohon telah banyak dikembangkan dalam

mendukung penerapan graf dalam berbagai bidang ilmu. Kirchoff (1824 –

1887) mengembangkan teori-teori pohon untuk diterapkan dalam jaringan

listrik. Selanjutnya Arthur Cayley (1821-1895) mengembangkan sebuah graf

sewaktu mencacah isomer hidrokarbon jenuh .

Teori tentang pohon yang telah banyak diterapkan dalam

permasalahan nyata yaitu pohon perentang (Spanning Tree). Menurut

Chatrand dan Lesniak (1996: 4), pohon perentang adalah subgraf dari sebuah

graf yang berupa pohon dan memuat semua simpul pada graf , sedangkan

suatu graf disebut subgraf dari graf jika dan

.

Penerapan pohon perentang pada permasalahan nyata contohnya

adalah pada jaringan listrik. Pada permasalahan pemasangan jaringan listrik

pada suatu kota yang pertama kali dilakukan adalah memodelkan masalah

tersebut dalam bentuk graf. Selanjutnya yaitu menentukan lintasan kabel

terpendek dengan menentukan pohon perentang minimum pada graf yang

menggambarkan jaringan listrik tersebut. Selain menentukan lintasan

(3)

2

jaringan listrik yang dapat dilakukan maka caranya yaitu dengan menghitung

banyaknya pohon perentang pada graf tersebut.

Model graf tripartisi dapat digunakan dalam menggambarkan bentuk

jaringan listrik pada suatu kota. Menurut Stepanie Bowles (2004:12) Graf

tripartisi adalah graf yang memuat tiga himpunan simpul, simpul-simpul

dalam suatu himpunan terhubung hanya ke simpul-simpul pada

himpunan-himpunan yang lain. Graf tripartisi lengkap adalah adalah graf tripartisi yang

semua simpul dari suatu himpunan terhubung ke semua

simpul-simpul yang ada pada dua himpunan yang lain.

Pada jaringan listrik yang berbentuk graf tripartisi lengkap

simpul-simpul menunjukkan rumah-rumah pada kota tersebut, sedangkan

rusuk-rusuknya menunjukkan kabel yang menghubungkan listrik pada setiap rumah

di kota tersebut. Misalkan dalam kota terdapat 7 rumah yaitu , , ,

, , , dan . Rumah , , dan tidak dapat dihubungkan oleh

kabel karena antar rumah tersebut sangat berbahaya jika terdapat kabel listrik

yang melintas, begitupun dengan rumah dan serta rumah dan .

Berikut adalah graf yang menggambarkan jaringan listrik di kota tersebut.

(4)

3

Jaringan listrik kota tersebut belum optimum oleh karena itu perlu

dicari pohon perentang minimum. Kemudian dari hasil pencarian pohon

perentang minimum didapatkan suatu jaringan listrik optimum. Selain

mencari jaringan listrik optimum, permasalahan lain dalam jaringan listrik ini

yang muncul adalah berapa banyak jaringan listrik yang dapat diterapkan,

untuk mengetahuinya maka dicarilah banyaknya pohon perentang pada

jaringan listrik kota tersebut.

Untuk menentukan banyaknya pohon perentang dari suatu graf

terhubung, biasanya dilakukan dengan cara mendaftarkan semua pohon

perentang yang mungkin bisa dibentuk dari graf tersebut. Namun hal ini akan

memakan banyak waktu jika graf tersebut memiliki banyak simpul dan rusuk,

sehingga perlu suatu metode yang lebih praktis untuk menghitung banyaknya

pohon perentang pada suatu graf. Salah satu caranya yaitu dengan

merepresentasikan graf tersebut dalam bentuk matriks.

Metode dalam menghitung banyaknya pohon perentang pada suatu

graf yang berhubungan dengan matriks adalah dengan menentukan matriks

Lapalcian dari graf , kemudian menghitung kofaktor dari matriks Laplacian

tersebut. Cara ini terdapat dalam suatu teorema yang disebut dengan Teorema

Matriks Pohon yang diperkenalkan oleh Khirchhoff. Selain dengan

menghitung kofaktor matriks Laplacian, cara yang lain yaitu dengan

menggunakan nilai eigen dari matriks Laplacian. Dalam skripsi ini yang

(5)

4

Dalam beberapa graf khusus banyaknya pohon perentang dapat

dibentuk dalam suatu rumus tergantung dari banyaknya simpul ataupun

banyaknya rusuk. Dalam perhitungan banyaknya pohon perentang pada suatu

graf sebelumnya telah dilakukan oleh Novia Dwi Rahmwati. Dalam

skripsinya Novia Dwi Rahmawati (2010) membahas tentang perhitungan

banyaknya pohon perentang pada graf bipartisi lengkap dengan menghitung

nilai kofaktor dari matriks Laplacian dari beberapa graf bipartisi lengkap,

kemudian dirumuskan dalam bentuk umum.

Dalam skripsi ini akan di bahas cara menghitung banyaknya pohon

perentang pada graf tripartisi lengkap sesuai dengan menghitung kofaktor

matriks Laplacian.

B. Batasan Masalah

Perhitungan banyaknya pohon perentang suatu graf dengan

menggunakan matriks Laplacian terdapat dua cara yaitu dengan

menggunakan kofaktor matriks Laplacian dan nilai eigen matriks Laplacian.

Kemudian yang dibahas dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan

kofaktor matriks Laplacian.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara menghitung banyaknya pohon perentang pada graf

tripartisi lengkap dengan matriks Laplacian ?

2. Bagaimana hasil perhitungan banyaknya pohon perentang pada graf

(6)

5

D. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui cara menghitung banyaknya pohon perentang pada graf

tripartisi lengkap menggunakan matriks Lapalcian

2. Mengetahui banyaknya pohon perentang pada graf tripartisi lengkap.

E. Manfaat Penulisan

1. Bagi Penulis

Dengan mengetahui cara menghitung banyaknya pohon perentang pada

graf Tripartisi lengkap menggunakan matriks Laplacian maka diharapkan

dapat menambah referensi pengetahuan teori dan aplikasinya di bidang

teori graf dan aljabar.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi

pengembangan Teori Graf dan aljabar.

3. Bagi Instansi

Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi

(7)

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Graf

1. Pengertian Graf

Definisi 2.1.1(Chartrand dan Lesniak, 1996:1)

Sebuah graf adalah himpunan tidak kosong dari objek-objek yang

dinamakan simpul dengan sebuah himpunan pasangan tidak berurutan dari

simpul-simpul yang berbeda di yang disebut rusuk. Himpunan simpul

dinotasikan dan himpunan rusuk dinotasikan .

Gambar 2.1. Graf

Contoh :

pada graf , maka :

Definisi 2.1.2 (Wilson,1985:11)

Dua simpul dan dikatakan berikatan (adjacent) jika terdapat sebuah

rusuk yang menghubungkannya, kemudian misalkan terdapat ,

(8)

7

Contoh :

Pada Gambar 2.1 pada graf , simpul berikatan dengan simpul dan

, tetapi simpul tidak berikatan dengan simpul . Sementara itu rusuk

hadir pada simpul dan , rusuk hadir pada simpul dan , dll.

2. Jenis - Jenis Graf

a. Berdasarkan Ada atau Tidaknya Arah

Berdasarkan ada atau tidaknya arah, graf dapat dikolompokkan

menjadi dua yaitu Graf Tidak Berarah /undirected graph dan Graf

Berarah/directed graph atau biasa disebut digraf

Definisi 2.1.3(Chartrand dan Lesniak,1996:25)

Sebuah digraf adalah sebuah himpunan berhingga yang terdiri dari

objek-objek yang disebut dengan simpul bersama dengan himpunan pasangan

berurutan dari simpul-simpul yang berbeda di yaitu rusuk yang

berarah. Simpul dari dinotasikan dan rusuk dari dinotasikan

.

Dari definisi di atas dapat dikatakan bahwa digraf adalah graf

yang mempunyai rusuk yang berarah Sedangkan jika tidak punya arah

maka disebut dengan graf tidak berarah atau undirected graph yaitu

sesuai dengan Definisi 2.1.1

Contoh :

Contoh graf tidak berarah adalah pada Gambar 2.1, sedangkan graf

(9)

8

Gambar 2.2. Graf : Graf Berarah

b. Berdasarkan Ada Atau Tidaknya Loop dan Rusuk Ganda

Berdasarkan ada atau tidaknya loop dan rusuk ganda

dikelompokkan menjadi Graf Sederhana dan Graf Tidak Sederhana.

Definisi 2.1.4(Bondy dan Murty,1982:3)

Graf dikatakan sederhana jika tidak memuat gelang (loop) maupun rusuk

ganda. Sedangkan graf yang memuat rusuk ganda atau gelang dinamakan

graf tidak sederhana

Contoh :

Contoh graf sederhana adalah graf pada Gambar 2.1, sedangkan contoh

graf tidak sederhana adalah pada Gambar 2.3.

(10)

9

3. Derajat Simpul (Degree vertex) Definisi 2.1.5(Rosen, 2012:652)

Derajat (degree) dari suatu graf tidak berarah adalah banyaknya rusuk yang

hadir pada simpul tersebut. Jika terdapat loop pada simpul tersebut maka

derajat simpul tersebut dihitung dua kali. Derajat dari simpul dinotasikan

Contoh :

Graf pada Gambar 2.3 derajat masing-masing simpulnya adalah

, , , , ,

, , , , dan

Teorema 2.1.6(Chartrand dan Lesniak, 1996:3)

Misalkan adalah sebuah graf tidak berarah dengan rusuk,

maka :

Bukti :

Setiap menghitung derajat suatu simpul di , maka suatu rusuk dihitung 1

kali. Karena setiap rusuk menghubungkan dua titik berbeda maka ketika

menghitung derajat semua simpul, rusuk akan terhitung dua kali. Dengan

demikian diperoleh bahwa jumlah semua derajat simpul graf sama dengan

2 kali jumlah rusuk graf .

(11)

10

4. Subgraf

Definisi 2.1.7(Chatrand dan Lesniak, 1996: 4)

Sebuah graf disebut subgraf (graf bagian) dari graf jika

dan .

Contoh :

Pada Gambar 2.1 pada graf maka salah satu subgrafnya adalah :

Gambar 2.4. Subgraf

B. Keterhubungan

1. Jalan, Jejak, Lintasan, Sirkuit, dan Sikel. Definisi 2.2.1(Grimaldi, 2004:515)

Misalkan dan adalah simpul dari sebuah graf . Maka jalan (Walk)

pada graf (graf tanpa loop) dari ke adalah sebuah barisan berhingga:

Dari simpul-simpul dan rusuk-rusuk dari , yang dimulai pada simpul

dan berakhir pada simpul dan melibatkan rusuk , dengan

. Panjang dari jalan adalah , yaitu banyaknya rusuk pada jalan.

(Ketika dan , maka jalan ini disebut dengan jalan kosong.

(12)

11

yaitu dengan . Maka jalan disebut terbuka jika simpul awal

dan simpul akhirnya berbeda, yaitu .

Contoh :

Pada graf , adalah sebuah jalan dengan

panjang 3, Sedangkan adalah sebuah jalan

dengan panjang 4.

Definisi 2.2.2(Chartrand dan Lesniak, 1996:17)

Misalkan adalah jalan pada graf , maka jejak (Trail) adalah jalan yang

tidak terdapat rusuk yang berulang.

Contoh :

Pada graf , contoh jejak yaitu:

Definisi 2.2.3(Chatrand dan Lesniak, 1996:17)

Misalkan adalah jalan pada graf , maka lintasan (Path) adalah jalan

yang tidak terdapat simpul yang berulang.

Contoh :

Pada graf , contoh lintasan yaitu :

Definisi 2.2.4(Chartrand dan Lesniak, 1996:18)

Sirkuit adalah jejak tertutup atau dapat dikatakan jalan tertutup yang tidak

terdapat rusuk berulang.

Contoh :

(13)

12

Definisi 2.2.5(Grimaldi, 2004:516)

Sikel adalah lintasan tertutup atau dapat dikatakan jalan tertutup yang tidak

terdapat simpul yang berulang

Contoh :

Pada graf , contoh sikel yaitu :

2. Graf Terhubung, Tak Terhubung, dan Komponen Terhubung Definisi 2.2.6(Grimaldi, 2003:517)

Misalkan adalah graf tidak berarah. Graf disebut terhubung

jika terdapat lintasan pada setiap dua simpul di , jika tidak terdapat

lintasan maka graf tersebut tidak terhubung atau disconnected.

Contoh graf terhubung adalah pada Gambar 2.1 yaitu graf sedangkan

graf tidak terhubung yaitu :

Gambar 2.5. Graf : Graf Tidak Terhubung

Definisi 2.2.7(Chartrand dan Lesniak,1997:18)

Komponen terhubung dari graf adalah subgraf terhubung dari graf yang

tidak memuat subgraf terhubung yang lain dari graf . Misalkan dan

(14)

13

dan , maka . Banyaknya komponen dari dinotasikan

dengan

Contoh:

Pada graf tak terhubung pada Gambar 2.5 yaitu graf memuat 5

komponen, dituliskan , misalnya saja , , , ,

dan . Graf memuat , , , , dan . Graf memuat

, , dan . Graf memuat . Graf memuat . Graf

memuat .

C. Graf Khusus

Beberapa graf khusus yang akan dijabarkan adalah graf Kosong, graf

lengkap, graf partisi, graf tripartisi, dan graf tripartisi lengkap.

1. Graf Kosong/ Null Graph Definisi 2.3.1(Wilson, 1996:17)

Graf Kosong (Null Graph) adalah graf yang himpunan rusuknya kosong.

Graf kosong dengan simpul dinotasikan .

Gambar 2.6. Graf

2. Graf Lengkap (Complete Graph)

Definisi 2.3.2(Chartrand dan Lesniak, 1996: 6)

Sebuah graf disebut graf lengkap jika setiap dua titik yang berbeda dari graf

(15)

14

Gambar 2.7. Graf lengkap

3. Graf Tripartisi Lengkap (Complete Tripartite Graph) Definisi 2.3.3(Chatrand dan Lesniak,1996:8)

Sebuah graf dikatakan -partisi dengan , jika himpunan simpul

dapat dipartisi menjadi himpunan simpul yaitu , , …., ( yang

disebut dengan himpunan partisi) sedemikian sehingga setiap anggota dari

menghubungkan sebuah simpul dari ke sebuah simpul dari ,

dengan .

Definisi 2.3.4(Chatrand dan Lesniak,1996:8)

Graf k partisi lengkap G didefinisikan sebagai graf partisi dengan

himpunan partisinya itu mempunyai tambahan sifat yaitu jika

dan maka . Jika , maka graf

tersebut dinotasikan atau .

Definisi 2.3.5 (Bowles, 2004:2)

Graf tripartisi dilambangkan dengan . Graf tripartisi adalah graf yang

memuat tiga himpunan simpul, yaitu dan , dengan ,

, dan , dengan dan adalah banyaknya simpul pada

masing-masing himpunan simpul. Simpul-simpul dalam suatu himpunan

(16)

15

Dalam hal ini simpul-simpul yang terdapat pada hanya terhubung ke

simpul-simpul yang terdapat pada himpunan atau .

Definisi 2.3.6 (Bowles, 2004:2)

Graf Tripartisi Lengkap adalah graf tripartisi yang semua simpul-simpul

dari suatu himpunan terhubung ke semua simpul-simpul yang ada pada dua

himpunan yang lain.

Gambar 2.8. Graf Tripartisi Lengkap

Graf di atas adalah graf tripartisi lengkap maka menurut definisi:

, sehingga ,

sehingga

, sehingga

D. Pohon (Tree)

1. Pengertian Pohon

Definisi 2.4.1 (Chartrand dan Lesniak, 1996:57)

Pohon adalah graf terhubung yang tidak memiliki sikel. Gambar 2.9

menunjukkan pohon dengan 1,2,3, dan 4 simpul.

(17)

16

Teorema 2.4.2 (Rosen, 2012:752)

Sebuah pohon dengan banyaknya simpul mempunyai rusuk.

Bukti :

Misalkan banyaknya rusuk adalah sehingga dapat dituliskan :

Akan ditunjukkan bahwa dengan menggunakan induksi

matematika.

a. Untuk maka yaitu sebuah graf kosong,

yaitu pohon dengan 1 simpul.

b. Asumsikan bahwa berlaku untuk semua pohon dengan

banyaknya simpul dan banyaknya rusuk dengan

c. Akan ditunjukkan bahwa berlaku untuk dengan banyaknya

simpul

Jadi terbukti bahwa sebuah pohon mempunyai rusuk

2. Pohon Perentang (Spanning Tree) Definisi 2.4.3 (Rosen,2014:785)

Pohon perentang dari graf adalah subgraf dari yang merupakan pohon

yang memuat setiap simpul pada graf

(18)

17

Pohon perentang dari graf yaitu :

Gambar 2.10. Pohon Perentang pada Graf

Selanjutnya suatu graf memiliki banyaknya pohon perentang yang

berbeda-beda. Untuk mengetahui banyaknya pohon perentang suatu graf dapat

dilakukan secara manual dengan mendaftarkan satu persatu pohon perentang

graf tersebut. Selain dengan cara manual menghitung banyaknya pohon

perentang suatu graf juga dapat dilakukan dengan metode

Deletion-Contraction.

Dasar dalam perhitungan Deletion-Contraction adalah dengan

membagi graf menjadi dua bagian. Bagian yang pertama yaitu pohon

perentang dari graf yang akan dihitung pohon perentangnya tanpa rusuk ,

sedangkan bagian yang lain yaitu pohon perentang dari graf yang akan

dihitung pohon perentangnya dengan memampatkan rusuk .

Operasi Deletion-Contraction (Penghapusan-Pemampatan) pada graf

menurut Sugeng Mardiyono (1996:53) yaitu :

1. Penghapusan yaitu menghapus rusuk dari graf , sehingga graf yang

(19)

18

2. Pemampatan, yaitu memampatan rusuk pada graf . Misalkan rusuk

dibentuk oleh dua simpul yaitu dan , kemudian rusuk dihapus dari

graf , setelah itu dan dihimpitkan. Sehingga graf yang dihasilkan

dari operasi ini disimbolkan

Contoh :

Gambar 2.11. Graf dan graf dari graf

Kemudian metode Deletion-Contraction akan digunakan untuk menghitung

banyaknya pohon perentang pada suatu graf.

Teorema 2.4.4 (Mardiyono, 1996:54)

Misalkan terdapat sebuah graf , dan adalah banyaknya pohon

perentang dari graf . Jika , dengan bukan berupa loop. maka:

Bukti :

Pohon perentang dari graf terdiri dari pohon perentang yang tidak

memuat rusuk dan pohon perentang yang memuat rusuk . Pohon

perentang dari graf graf yang tidak memuat rusuk yaitu adalah

(20)

19

Kemudian untuk setiap pohon perentang di yang memuat rusuk ,

terdapat korespondensi 1-1 dengan pohon perentang di , sehingga

sama dengan banyaknya pohon perentang pada graf yang memuat

rusuk .

Misalkan pada graf pada Gambar 2.1 dipilih rusuk , sehingga

banyaknya pohon perentang pada graf yang memuat rusuk sama

dengan banyaknya pohon perentang pada graf . Dengan :

Gambar 2.12. Graf

Pohon perentang di yang memuat rusuk yaitu :

Gambar 2.13. Pohon perentang di yang memuat rusuk

Pohon perentang di , yaitu:

(21)

20

Langkah-langkah perhitungan banyaknya pohon perentang dengan

metode Deletion-Contraction menurut Sugeng Mardiyono (1996:53-55)

yaitu :

1. Menentukan suatu rusuk dari graf tersebut.

2. Membentuk graf dengan cara menghapus rusuk pada graf .

3. Membentuk graf dengan cara memampatan rusuk pada graf .

4. Menghitung banyaknya pohon perentang pada graf sesuai dengan

rumus pada Teorema 2.4.4

5. Mengulangi langkah 1 sampai dengan 4 untuk masing-masing graf yang

telah dihasilkan.

6. Mengulangi langkah 5 sampai diperoleh graf yang paling sederhana.

Contoh :

Misalkan terdapat graf sebagai berikut :

Gambar 2.15. Graf

Kemudian akan dihitung banyaknya pohon perentang dari graf tersebut.

(22)

21

Maka :

Kemudian tentukan yaitu rusuk yang dihapus dan dipampatkan dari graf

baru yang didapatkan sehingga menjadi :

Kemudian tentukan yaitu rusuk yang dihapus dan dipampatkan dari graf

baru yang didapatkan sehingga menjadi :

E. Matriks

1. Matriks dan Operasi Matriks

Sebelum membahas lebih jauh tentang matriks terlebih dahulu akan

(23)

22

Definisi 2.5.1(Anton,1991:22)

Sebuah matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan.

Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.

Ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan banyaknya baris

(garis horisontal) dan banyaknya kolom (garis vertikal) yang terdapat dalam

matriks tersebut.

Contoh :

Matriks pada contoh di atas mempunyai 3 baris dan 2 kolom sehingga

ukurannya adalah 3 kali 2(ditulis 3 x 2). Angka pertama selalu menunjukkan

banyaknya baris dan angka kedua menunjukkan banyaknya kolom.

2. Operasi Baris Elementer (OBE) dan Operasi Kolom Elementer (OKE)

Setelah membahas tentang definisi matriks dan operasi matriks

selanjutnya akan diperkenalkan sebuah metode eliminasi yang dikenal

dengan nama operasi baris elementer (OBE).

Definisi 2.5.2 (Anton, 1991:5)

Operasi baris elementer merupakan operasi aritmatika (penjumlahan dan

perkalian) yang dikenakan pada setiap unsur dalam suatu baris pada sebuah

matriks. Operasi baris elementer meliputi :

1) Pertukaran baris

2) Perkalian suatu baris dengan konstanta bukan nol

(24)

23

Definisi 2.5.3 (Lipschutz dan Lipson, 2001:76)

Operasi kolom elementer adalah operasi yang sama dengan operasi baris

elementer namun dikenakan pada setiap unsur dalam suatu kolom pada

sebuah matriks. Operasi kolom elementer meliputi :

1) Pertukaran kolom

2) Perkalian suatu kolm dengan konstantan bukan nol

3) Penjumlahan suatu kolom dengan kolom lainnya

3. Matriks Diagonal

Definisi 2.5.4 (Budhi, 1997:36)

Matriks berukuran yang entri bukan nolnya hanya ada pada diagonal,

yaitu entri pada disebut matriks diagonal.

Contoh :

F. Determinan

1. Pengertian Determinan

Definisi 2.6.1 ( Anton dan Rorres, 2010:93)

Misalkan terdapat matriks :

Determinan sebuah matriks dilambangkan dengan , yang

(25)

24

2. Perhitungan Determinan Matriks

a.Menggunakan ekspansi kofaktor

Sebelum membahas tentang cara menghitung determinan dengan

menggunakan ekspansi kofaktor terlebih dahulu akan dikemukakan

definisi dari kofaktor. Berikut adalah definisi dari kofaktor.

Definisi 2.6.2 (Anton,1991:77)

Jika adalah suatu matriks n x n, maka minor entri dinyatakan oleh

dan didefinisikan menjadi determinan submatriks yang didapatkan

dengan menghapus baris ke i dan kolom ke j dari matriks . Bilangan

dinyatakan oleh dan dinamakan kofaktor entri .Atau

dapat dituliskan :

Definisi 2.6.3(Hadley,1997:90)

Misalkan adalah matriks , maka menurut definisi dari determinan

maka determinan dari matriks dapat dituliskan :

Dengan adalah sembarang baris dari matriks .

Dalam menggunakan ekspansi kofaktor ini hanya satu elemen dari

setiap baris dan kolom dari yang dapat digunakan. Misalkan ekspansi

baris pertama, maka entri-entri yang akan digunakan hanyalah entri-entri

pada baris pertama pada matriks . Hal ini juga berlaku untuk ekspansi

(26)

25

(ekspansi kofaktor sepanjang baris ke-i)

Dan

(ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke-j)

Contoh :

Hitunglah determinan matriks berikut :

b. Menggunakan reduksi baris

Metode ini penting untuk menghindari perhitungan panjang yang

terlibat dalam penerapan definisi determinan secara langsung. Gagasan

utama metode ini adalah untuk menerapkan operasi baris elementer.

Contoh :

Hitunglah dengan :

Maka dengan mereduksi didapatkan

maka

(27)

26

maka

maka

maka 3. Sifat Determinan

Sifat determinan yang akan dibahas adalah determinan matriks yang dua

barisnya ditukar.

Teorema 2.6.4 (Anton, 1991: 67)

Jika matriks adalah matriks yang didapatkan dari dengan menukarkan

dua baris (kolom) dari maka

Bukti :

Misalkan terdapat matriks : dengan

kemudian dengan melakukan pertukaran baris : ,

misalkan , maka :

Kemudian jika pertukaran itu terjadi sebanyak kali maka dapat dituliskan :

(28)

27

4. Matriks Equi-Cofactor

Definisi 2.6.5 (Chen, 1976:225)

Sebuah matriks berukuran disebut sebagai matriks Equi-Cofactor jika

hasil penjumlahan entri-entri setiap baris dan setiap kolom dari matriks

tersebut adalah (nol).

Lemma 2.6.6 (Chen, 1976:226)

Misalkan adalah matriks berukuran , jika hasil penjumlahan

entri-entri dari setiap baris dan setiap kolom dari matriks adalah , maka

kofaktor dari entri-entri setiap baris dari matriks adalah sama.

Bukti :

Misalkan dengan ukuran ,

Kemudian pilih kofaktor pada baris ke- , dan pilih kolom ke- dan kolom

ke- , serta asumsikan bahwa

Akan dibuktikan bahwa : , dengan

Kemudian pilih

Sehingga akan dibuktikan bahwa :

Kofaktor ke- dari matriks kofaktor ke- dari matriks

Atau dapat dituliskan :

(29)

28

Dari matriks di atas dapat dituliskan bahwa :

(30)

29

Lalu pada matriks jumlahkan semua entri-entrinya pada setiap baris, maka

hasilnya yaitu :

... (3)

Sehingga matriks dapat dituliskan :

1 2  (r 1) r  (s 1) s  (w 1) wn

Selanjutnya adalah menghitung determinan dari matriks . Perhitungan

determinan matriks akan dilakukan dengan menerapkan operasi kolom

(31)

30

Iterasi 1 :

, , ...., , , ..., , , ..., ,

, ...,

Diperoleh :

1 2  (r 1) r  (s 1) s  (w 1) wn

Diperoleh :

1 2  (r 1) r  (s 1) s  (w 1) wn

bahwa pada kolom ke- semua entri-entrinya bernilai negatif, sehingga

(32)

31

Lalu masukkan (5) ke (2), sehingga diperoleh :

Karena , maka terbukti bahwa

Teorema 2.6.7 (Chen, 1976 :226)

Jika adalah matriks Equi-Cofactor maka semua kofaktor dari matriks

bernilai sama.

(33)

32

Dari Lemma 2.6.6 telah terbukti bahwa ,

Dengan langkah yang sama pada pembuktian Lemma 2.6.6, kemudian pilih

kofaktor pada kolom ke- , dan pilih baris ke- dan baris ke- , serta asumsikan

bahwa

Akan dibuktikan bahwa : , dengan

Kemudian pilih . Sehingga akan dibuktikan bahwa :

Kofaktor ke- dari matriks kofaktor ke- dari matriks

Dari matriks dapat dituliskan bahwa :

...(1)

...(2)

(34)

33

sehingga hasilnya yaitu :

...(3)

(35)

34

Selanjutnya adalah menghitung determinan dari matriks . Perhitungan

determinan matriks akan dilakukan dengan menerapkan operasi baris

elementer.

Iterasi 1 :

, , ...., , , ..., , , ..., ,

, ...,

Sehingga menghasilkan :

1 2  (r 1) r  (s 1) s  (w 1) wn

(36)

35

Pada iterasi 2 ini pertukaran baris terjadi sebanyak dan pada baris

semua entrinya bernilai negatif, sehingga menurut Teorema 2.6.4 maka

determinan matriks yaitu :

... (4)

Dapat dilihat bahwa entri-entri pada matrik sama dengan entri-entri pada

matriks , sehingga , sehingga :

...(5)

(37)

36

Karena , maka terbukti bahwa dengan

Dari pembuktian di atas dan menurut Lemma 2.6.6 maka terbukti bahwa

jika adalah matriks Equi-Cofactor maka semua kofaktor dari matriks

bernilai sama.

G. Representasi Graf dalam Matriks

Suatu graf dapat dituliskan dalam bentuk matriks, terdapat beberapa

matriks yang mewakilkan suatu graf. Matriks yang akan dibahas adalah

matriks ikatan, matriks derajat, dan matriks Laplacian.

a. Matriks Ikatan (Adjacency Matrix)

Definisi 2.7.1(Chartrand dan Lesniak,1997:1)

Misalkan graf dengan himpunan simpul dan

himpunan rusuk . Matriks ikatan adalah matriks

yang dapat dituliskan , dengan:

Pada matriks ikatan dari graf memiliki nilai 0 pada diagonal utamanya.

Contoh :

(38)

37

4 3 2

1 v v v

v

4 3 2 1

v v v v

0 1 1 1

1 0 1 0

1 1 0 1

1 0 1 0

b. Matriks Derajat (Degree Matrix)

Definisi 2.7.4(Chartrand dan Lesniak, 1997:65)

Misalkan adalah graf dengan , matriks derajat

adalah yaitu matriks dengan :

Contoh :

Sebagai contoh, matriks derajat dari graf pada Gambar 2.1 yaitu :

4 3 2

1 v v v

v

4 3 2 1

v v v v

3 0 0 0

0 2 0 0

0 0 3 0

0 0 0 2

c. Matriks Laplacian (Laplacian Matrix)

Definisi 2.7.5 (Bronson, Costa, & Saccoman, 2014: 317)

Pada sebuah graf misalkan adalah matriks ikatan dan adalah matriks

derajat, maka matriks Laplacian dinotasikan dengan .

(39)

38

Contoh :

Matriks Laplacian pada Gambar 2.1 adalah :

Dari definisi matriks Laplacian diketahui bahwa matriks Laplacian

diperoleh dari matriks derajat dikurangi matriks ikatan. Entri-entrinya

bernilai saat dan bernilai saat , sehingga hasil

penjumlahan semua entrinya pada tiap-tiap baris dan kolom adalah . Oleh

karena itu menurut Teorema 2.6.7 matriks Laplacian adalah matriks

(40)

76

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard. (1991). Aljabar Linier Elementer. (Alih bahasa: Pantur Silaban, Ph. D & Drs. I. Nyoman Susila, M.Sc.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anton, H & Rorres, C. (2010). Elementary Linear Algebra: Application Version. 3rd. ed. Florida :John Wiley & Sons, Inc.

Bowles, Stepanie. (2004). The Linear Cutwidth of Complete Bipartite and

Tripartite Graph. Journal University of San Bernardino, California. Hlm.

1-16.

Bondy, J.A. & Murty, U.S.R. (1976). Graph Theory With Application. New York: Elsevier Science Publishing Co., Inc.

Bronson, R., Costa, G. B. & Saccoman, J.T. (2014). Linear Algebra, Alogarithms,

Application, and Techniques. 3rd. ed. Amsterdam: Elsevier.

Budhi, Wono S. (1995). Aljabar Linear. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Chartrand, G & Lesniak, L. (1996). Graph and Digraph. 3rd. ed. New York:

Chapman & Hall/CRC.

Chen, W. K. (1976). Applied Graph Theory:Graphs and Electrical Network. rev. ed. New York: North Holland.

Dwi Rahmawati, Novia. (2010). Aplikasi Teorema Matriks Pohon untuk Menentukan Banyaknya Pohon Rentangan pada Graf Bipartisi Komplit . Abstrak Hasil Penelitian UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang: Lembaga Penelitian UIN maulana Malik Ibrahim.

Modabish, Abdulhafidh. (2012). Enumeration Of The Number of Spanning Trees in Some Special Planar Maps. University Mohammed V-Agdal. 2012.

Thesis Abstract International. 2587.

Grimaldi, Ralph P. (2004). Discrete and Combinatorial Mathematics An Applied

Introduction. 5rd .ed. New York: Pearson Addison-Wesley.

Hadley, G. (1977). Linear Algebra. 7rd. ed. New York: Addison-Wesley

(41)

77

Kocay, William & Kreher, Donal D. (2005). Graphs, Algorithms, and

Optimization. New York: Chapman & Hall/CRC.

Lipschutz, Seymour and Lipson, Marc L. (2001). Schaum’s Outlines Aljabar

Linear. 3rd. ed. (Alih bahasa: Refina Indriasari, S.T., M.Sc.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Mardiyono, Sugeng. (1996). Matematika Diskret. Yogyakarta: FMIPA UNY

Rossen, Kennet. (2012). Discrete Mathematics and it’s Application. 7rd. ed. New

York:McGraw-HillCompanies Inc.

Wilson, Robin J. (1985). Introduction to Graph Theory. 3rd .ed. New York:

Gambar

Gambar 1.1 Jaringan Listrik kota
Gambar 2.2. Graf : Graf Berarah
Gambar 2.5. Graf : Graf Tidak Terhubung
Gambar 2.9. Pohon dengan 1,2,3, dan 4 simpul
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hampir seluruh pemodelan pembentukan matriks pada sistem kelistrikan secara tidak lansung memanfaatkan teori graf, graf memanfaatkan adanya node-node dan cabang-cabang

Salah satu topik yang menarik pada teori graf adalah menentukan hubungan antara graf dengan suatu matriks. Pada penelitian ini akan didiskusikan tentang hubungan

Dari matriks adjacency dapat dikembangkan menjadi matriks simetri real dari suatu graf yaitu matriks yang elemen-elemennya adalah bilangan real tak nol jika antar titik dalam

Pohon pembangkit adalah sebuah pohon dalam kon- teks teori graf di mana simpul-simpulnya meny- atakan obyek (untuk tujuan pembangkitan) atau angka yang menunjukkan banyaknya simpul

Terema tersebut menyebutkan bahwa jika terdapat suatu graf yang derajat terkecilnya adalah setengah dari ordernya maka graf tersebut memuat semua siklus dari yang terkecil

Selanjutnya, dibahas Teorema BEST yang digunakan untuk menghitung banyaknya sirkuit Euler pada sembarang graf berarah dengan menggunakan banyaknya pohon rentangan berarah

Sisi-sisi tersebut membentuk graf bagian T yang tidak memiliki sikel dari G dan T adalah pohon rentang minimal dari G. Langkah-langkah tersebut dapat dituliskan

transformasi linear dari suatu ruang barisan ke ruang barisan lain asalkan baris dan kolom matriks tersebut tak hingga banyaknya.. Matriks seperti