• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA. RPI2-JM Bidang Cipta Karya Kabupaten Lamandau II-1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA. RPI2-JM Bidang Cipta Karya Kabupaten Lamandau II-1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-1

BAB

2.1 Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya

Untuk mencapai permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, berbagai target pembangunan bidang Infrastruktur Permukiman dihadapkan pada beberapa tuntutan, baik amanat nasional, amanat penataan ruang, amanat perwujudan Cipta Karya dan isu-isu strategis lainnya maupun permasalahan potensi daerah.

Untuk mewujudkan hal tersebut Direktorat Jendral Cipta Karya menyusun kebijakan keterpaduan pembangunan bidang Cipta Karya. Pendekatan ini di dorong untuk mengisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) khususnya wilayah-wilayah yang termasuk dalam Strategis Nasional. Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Program Ditjen Cipta Karya digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1

Konsep Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya

II

ARAHAN PERENCANAAN

PEMBANGUNAN BIDANG

CIPTA KARYA

(2)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-2

2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya 2.2.1 RPJP Nasional 2005-2025

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025 disebutkan mengenai kondisi umum yang berkaitan dengan program Direktorat Jenderal Cipta Karya (DJCK), beberapa poin dalam Kondisi Umum RPJM menyebutkan kondisi berkaitan dengan ke-Cipta-Karya-an dan Arah Pembangunan Jangka Panjang tentang uraian yang mengarahkan pada program Cipta Karya.

Sebagaimana juga tercantum dalam Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005 -2025, bahwa rencana pembangunan jangka panjang disusun untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan mengacu pada arah pembangunan yang disebutkan pada poin 2 dan 3 sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan memperhatikan hak warga Negara serta kewajibannya untuk berperan dalam pembangunan.

2. Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan pembangunan, pelaksanaan pemerintahan daerah didasarkan pada otonomi yang luas. Pelaksanaan otonomi di daerah diupayakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan.

Dalam Arah Pembangunan Jangka Panjang, kerangka perwujudan Indonesia Yang Maju dan Mandiri, terdapat beberapa sasaran pokok berkaitan dengan ke-Cipta-Karya-an yang tercermin pada ketersediaan sumber daya air dan pembangunan infrastruktur diarahkan pada pencapaian sasaran pokok diantaranya :

 Tersusunnya jaringan infrastruktur yang terintegrasi satu sama lain, khususnya pelabuhan, lapangan terbang, kereta api, dan jalan raya dalam sistem jaringan inter dan antar-moda, baik antar negara tetangga maupun dalam dan antar wilayah NKRI dengan tingkat keselamatan, jaminan kelaikan prasarana dan sarana sesuai dengan standar internasional.

(3)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-3

 Terwujudnya konservasi sumber daya air yang mampu menjaga berkelanjutan fungsi

sumber daya air; terwujudnya pendayagunaan sumber daya air yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan kuantitas; dan terwujudnya pengendalian daya rusak air yang mampu melindungi keselamatan jiwa dan harta benda penduduk.

2.2.2 RPJM Nasional 2010-2014

Kinerja pembangunan Pemerintah terutama dalam bidang infrastruktur dapat dilihat dari rencana yang sudah disusun oleh Pemerintah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) ke-1 tahun 2004 - 2009 dan RPJMN ke-2 tahun 2010 - 2014. Sesuai dengan RPJMN 2010 - 2014, pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya diarahkan untuk mewujudkan peningkatan akses penduduk terhadap lingkungan permukiman yang berkualitas. Sebagai baseline dalam pelaksanaan RPJMN 2010 - 2014, diidentifikasikan beberapa isu strategis unfuk mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Isu-isu strategis tersebut diantaranya yaitu rendahnya layanan air minum, rendahnya layanan sanitasi, meluasnya kawasan kumuh, dan penanggulangan kemiskinan.

Dalam rangka mengatasi isu-isu strategis tersebut, Pemerintah memberikan fasilitasi pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman seperti air minum, sanitasi, jalan lingkungan dan peningkatan kualitas permukiman serta penyediaan rumah susun sederhana sewa (Rusunawa). Pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana dasar permukiman tersebut juga dilaksanakan dengan model pemberdayaan yang melibatkan masyarakat sejak perencanaan sampai pemeliharaan intrastruktur.

2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dalam upaya mendorong percepatan pembangunan infrastruktur melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), 3 (tiga) pilar utama pembangunan yang menjadi fokus perhatian adalah meningkatkan konektivitas, sumber daya manusia dan IPTEK, serta kelembagaan yang kondusif sehingga diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan eknomi nasional dan regional yang berkualitas.

Pada sisi lain, pembangunan infrastruktur juga diprioritaskan pada upaya pengurangan terhadap resiko bencana di kawasan perkotaan dan pusat-pusat pertumbuhan

(4)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-4

melalui penataaan sistem transportasi umum perkotaan, penataan lingkungan perumahan dan permukiman masyarakat, serta pembangunan prasarana pengendali banjir. Hal terse-but dilaksanakan dalam rangka meningkatkan ketahanan pelayanan Infrastruktur yang merespon upaya mitigasi bencana dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

2.2.4 Masterplan Percepatan dan Perluasan Penanggulangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Strategi penanggulanan kemiskinan perlu diperkuat melalui strategi pengembangan penghidupan yang berkelanjutan bagi penduduk miskin; disamping dukungan strategi perbaikan pelayanan dasar dan perlindungan sosial. Untuk itu, dibutuhkan upaya yang lebih komprehensif dan terpadu serta berbagai program terobosan agar dapat mempercepat pengurangan kemiskinan di semua wilayah. Dalam konteks inilah perlunya penyusunan suatu dokumen prencanaan penanggulangan kemiskinan yang komprehensif berupa Master Plan Percepatan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI).

Penggalian dan penemukenalan akar persoalan kemiskinan dilakukan di lokasi-lokasi yang menghasilkan identifikasi penanganan kongkret yang perlu dilakukan oleh berbagai pihak untuk melengkapi berbagai bantuan penanggulanan kemiskinan. Permasalahan Umum yang terkait dengan bidang Ke-Cipta Karya-an adalah :

1. Infrastruktur dasar tidak memadai seperti infrastruktur jalan, air minum. 2. Perumahan yang tidak layak huni.

3. Kurangnya Pemahanan tentang hidup sehat.

2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus

UU no. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawa-san dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perkenomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategic dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi , KEK juga dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

(5)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-5

2.2.6 Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi Program Pro Rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3 Peraturan Perundangan Terkait Bidang PU/CK

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, peraturan perundangan tersebut adalah sebagai berikut :

Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi :

a. Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; b. Penyelenggaraan pengelolaan sampah; c. Konpensasi;

d. Pengembangan dan penerapan teknologi; e. Sistem informasi;

f. Peran masyarakat; dan g. Pembinaan.

Undang undang no. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Arahan RPJMN Tahan 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

(6)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-6

Undang Undang ini juga mengatur bahwa pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor sektor lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawa-san permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman juga memberikan amanat bahwa penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pe-ngembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 ini juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikanyang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

Undang Undang no. 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus dan rumah susun Negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

 Menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

(7)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-7

 Mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dalam Bidang Pekerjaan Umum dan

Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

 Mengamanatkan tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem

Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari).

 Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan

tersedianya sistem air limbah skala komunitas/ kawasan/kota.

 Mensyaratkan tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

 Mensyaratkan tersedianya fasiltas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.

Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut :

- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu

tertentu;

- Menfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

- Memfasilitasi penerapan tabel produk yang ramah lingkungan;

- Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan

- Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesas akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini.

(8)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-8

Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana tata Bangunan dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum. Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Peraturan Pemerintah ini juga mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksananaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Banguna dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembagan bangunan gedung dan lingkungan.

(9)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-9

Undang-Undang no. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatkan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/1998 tentang Pedoman Peneta-pan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerimaan menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efuen (effuent standard).

2.4 Amanat Internasional 2.4.1 Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2 Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan

(10)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-10

berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berke-lanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pemba-ngunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post -2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3 Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium (Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) ada-lah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adaada-lah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun

(11)

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

II-11

2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah didapat persamaan numerik dengan menggunakan metode beda hingga, maka dapat diberikan simulasi numerik dari persamaan (4.5.6) untuk menggambarkan

Wilayah lain yang juga mengalami persoalan pelestarian adalah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sulawesi Tenggara). Wilayah Sulawesi Tenggara mulai dikenal potensi CB sejak era tahun

mendatar (=) pada jawaban yang ingin anda koreksi, kemudian anda dapat mengganti jawaban tersebut dengan jawaban yang lebih sesuai dengan diri anda... Saya tegaskan kembali bahwa

Subjek memberi tanda silang pada jalur SS (sangat sesuai) karena pernyataan tersebut sesuai dengan jawaban pilihannya dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.. TERIMAKASIH

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada praktisi perkembangan, dinas sosial, serta berbagai pihak lainnya yang berhubungan dengan

Sedangkan Makna Hari Raya Kuningan Pada Umat Hindu Di Pura Khayangan Jagat Kerthi Buana adalah Mengintropeksi diri dengan memohon Ida Sang Hyang Widhi

Ketidakmampuan A untuk menjalin hubungan dengan seorang perempuan termanifestasi dari perilaku A saat berpacaran dengan perempuan, seperti A tidak memiliki

Sebuah tag RFID selangkah lebih maju dengan mengemisikan sebuah nomor seri unik di antara jutaan obyek yang identik, sehingga ia dapat mengindikasikan “Ini