• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPAT DAN PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENGGUNAAN METODE OBSERVASI SEBAGAI TEKNIK PENILAIAN PENDIDIKAN KARAKTER DI BEBERAPA SMP DI INDONESIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAPAT DAN PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENGGUNAAN METODE OBSERVASI SEBAGAI TEKNIK PENILAIAN PENDIDIKAN KARAKTER DI BEBERAPA SMP DI INDONESIA SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPAT DAN PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENGGUNAAN METODE OBSERVASI SEBAGAI TEKNIK PENILAIAN PENDIDIKAN

KARAKTER DI BEBERAPA SMP DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Robertus Adrian Wijaya NIM : 151114076

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(2)

PENDAPAT DAN PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENGGUNAAN METODE OBSERVASI SEBAGAI TEKNIK PENILAIAN PENDIDIKAN

KARAKTER DI BEBERAPA SMP DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

Robertus Adrian Wijaya NIM : 151114076

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

i

(3)
(4)
(5)

HALAMAN MOTTO

Jangan menyerah dalam berjuang, meskipun butuh pengorbanan.

Jangan sia-siakan waktumu selagi masih sempat, kesempatan tidak akan datang dua kali.

-Robertus AW-

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Aku persembahakan karyaku untuk:

Tuhan Yang Maha Esa

Puji syukur ku panjatkan atas segala rahmat serta hidayahMu. Terima kasih atas segala nikmat kesehatan dan kesempatan yang

Engkau berikan, senantiasa memberikanku kekuatan dan ketenangan batin, dan meuntunku menuju jalan yang Kau

berkati Orangtuaku

Bapak FX. Bambang Kusbandono dan Ibu Chatarina Endang Palupi

Terima kasih atas cinta, nasehat, dan dukungan yang selama ini bapak dan ibu berikan kepada anakmu ini.

Terima kasih karena selalu mengingatkan dan menyemangatiku untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Dosen pembimbing tercinta Dr. Gendon Barus,M. Si yang selalu memberikan semangat, dukungan, membantu dan memberikan

masukkan dalam mengerjakan skripsi ini.

v

(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

PENDAPAT DAN PEMAHAMAN GURU TERHADAP PENGGUNAAN METODE OBSERVASI SEBAGAI TEKNIK PENILAIAN PENDIDIKAN

KARAKTER DI BEBERAPA SMP DI INDONESIA

Robertus Adrian Wijaya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2019

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapat dan pemahaman guru-guru di beberapa SMP di Indonesia yang meliputi; 1) Metode penilaian pendidikan karakter, 2) Pendapat guru mengenai metode observasi sebagai teknik penilaian pendidikan karakter, 3) Pendapat guru tentang keunggulan dan kelemahan metode observasi dalam penilaian pendidikan karakter, 4) Pemahaman guru megenai penerapan metode observasi dalam penilaian pendidikan karakter disekolah, 5) Hambatan-hambatan guru dalam melakukan observasi sebagai penilaian pendidikan karakter di sekolah.

Penelitian ini menggunakan metode campuran deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan angket terbuka dan tertutup yang disebar di 10 SMP kepada 39 guru. Data dianalisis secara deskriptif dengan teknis presentasi dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) observasi adalah metode yang paling sering digunakan dalam menilai hasil pendidikan karakter, 2) sebagian besar guru setuju bahwa observasi adalah cara terbaik yang dapat digunakan dalam penilaian pendidikan karakter di sekolah, 3) guru berpendapat bahwa metode observasi adalah cara yang praktis dan mudah dilakukan, tetapi memiliki keterbatasan waktu dan observasi menghasilkan data yang kurang signifikan, 4) pemahaman guru terhadap metode observasi masih kurang karena belum dikembangkannya alat penilaian yang mutlak untuk hasil pendidikan karakter, 5) guru mengalami kesulitan dalam menentukan alat penilaian yang tepat dalam menilai hasil pendidikan karakter, guru kurang memahami tentang penerapan metode observasi , masih banyak guru yang meragukan observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter, keterbatasan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan observasi, perilaku siswa yang dibuat-buat, jumlah guru yang terlalu sedikit tidak memungkinkan menerapkan observasi pada semua siswa, objek observasi hanya siswa yang perilakunya buruk saja, keterbatasan kemampuan mengingat otak manusia.

Kata kunci : pendidikan karakter, observasi, penilaian.

(10)

ABSTRACT

THE TEACHERS’ OPINIONS AND UNDERSTANDING ABOUT THE USAGE OF OBSERVATION METHOD AS A CHARACTER EDUCATION

ASSESSMENT TECHNIQUE IN SEVERAL JUNIOR HIGH SCHOOL IN INDONESIA

Robertus Adrian Wijaya Sanata Dharma University

Yogyakarta 2019

The aim of this study was to find out teachers’ opinion and understanding in several junior high school in Indonesia that covers; 1) Character education assessment method, 2) teachers’ opinion about observation method as a character education assessment technique, 3) Teachers’ opinion about advantages and disadvantages of observation in assessing character education, 4) teachers’ understanding about implementation of observation as character education assessment at school, 5) Teachers’ limitations in applying the observation as character education assessment method at school.

This research used a mix method of descriptive quantitative and qualitative. Data was collected using an open and close questionnaire that distributed to 39 teachers in 10 junior high school. Data then analyzed descriptively using presentation technique and the result was formed as graphic.

The results of this study indicate that 1) observation is the most often method used in assessing the character education results, 2) most teachers agree that observation is the best way that can be used in the assessment of character education at schools, 3) the teachers believe that the observation method is a practical and easy way to do, but has limited time and observation resulting an insignificant data, 4) the teachers' understanding of the observation method are still lacking because an absolute assessment tool has not yet been developed for character education results, 5) the teachers have difficulty in determining the right assessment tool in assessing the results of character education, and the teachers also have lack understanding about the application of the observation method, and there are still many teachers who doubt about observation as a tool for character education assessment, the limited time needed to carry out observations, students made up behavior, the limited number of teachers in applying observations to all students, the observation object is only students with poor behavior, human brain’ limited ability to remember.

Keywords: character education, observation, assessment.

ix

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan kesehatan, kekuatan, semangat, serta penyertaan yag luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, dan lancar. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan lancar tanpa ada bantuan, dampingan dan dukungan dari banyak pihak. Maka dari itu, dengan tulus hati penulis menyampaiakan banyak terima kasih khususnya kepada :

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si, selaku Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si., selaku Kepala Program Studi Bimbingan

dan Konseling Universitas Sanata Dharma, yang bersedia memberi ijin untuk melakukan penelitian, dan selaku dosen pembimbing yang selalu sabar meluangkan waktu, memberi motivasi, mendampingi dan memberikan ide-ide kepada penulis dalam proses penulisan skripsi.

3. Para dosen Program studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata

Dharma yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

4. Bapak FX. Bambang Kusbandono dan Ibu Chatarina Endang Palupi yang

selalu memberikan doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis selama menempuh studi.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN MOTTO ... v

HASIL PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 3 C. Pembatasan Masalah ... 4 D. Rumusan Masalah ... 4 E. Tujuan Penelitian ... 4 F. Manfaat Penelitian ... 5 G. Batasan Istilah ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Hakikat Pendidikan Karakter ... 7

1. Pengertian Karakter ... 7

2. Pengertian Pendidikan Karakter ... 9

3. Tujuan, Fungsi dan Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 11

4. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter di Sekolah ... 13

5. Nilai-nilai Karakter Yang Ditanamkan Di Sekolah ... 14

6. Sistem Penilaian Pendidikan Karakter ... 17

(14)

B. Hakikat Metode Observasi ... 19

1. Pengertian Obervasi ... 19

2. Bentuk-bentuk Observasi ... 20

3. Kelemahan Obsevasi Dalam Penilaian Pendidikan Karakter ... 26

4. Cara Mengatasi Kelemahan Observasi ... 29

5. Hal yang perlu diperhatikan sebelum dan selama observasi ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

1. Tempat dan Subjek Penelitian ... 34

2. Waktu Penelitian ... 36

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 37

1. Teknik Pengumpulan Data ... 37

2. Instrumen Pengumpul Data ... 38

C. Validitas Instrumen ... 39

D. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 51

1. Penggunaan teknik obsrvasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter di sekolah ... 51

2. Pendapat guru mengenai penggunaan teknik observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter di sekolah ... 51

3. Pendapat guru mengenai kelamahan dan keunggulan teknik observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter di sekolah .... 52

4. Pemahaman guru mengenai penggunaan teknik observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter disekolah ... 53

5. Hambatan yang dialami guru dalam menggunakan teknik observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter di sekolah .... 53

BAB V PENUTUP ... 55 A. Kesimpulan ... 55 B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA ... 58 LAMPIRAN ... 60 xiii

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tempat Penelitian ... 34

Tabel 3.2 Subjek Penelitian ... 35

Tabel 3.3 Jadwal Pengambilan Data ... 36

Tabel 4.1 Metode penilaian pendidikan karakter ... 42

Table 4.2 Observasi Sebagai Penilaian Pendidikan Karakter ... 42

Table 4.3 Keunggulan Observasi ... 43

Table 4.4 Kelemahan Metode Observasi... 45

Tabel 4.5 Pendapat Guru ... 47

Tabel 4.6 Pendapat Mengenai Hambatan Penggunaan Observasi Dalam Penilaian ... 48

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Komponen Pembentuk Karakter ... 9

xv

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian ... 61 Lampiran 1. Angket Penelitian ... 62

(18)

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah. Masing-masing sub judul dalam penelitian ini dijabarkan secara singkat, ringkas namun jelas.

A.Latar Belakang Masalah

Penilaian pendidikan karakter di Indonesia masih menjadi momok bagi para guru. Belum adanya cara atau alat ukur yang pasti dalam digunakan untuk menilai hasil pendidikan karakter, banyak cara yang dapat digunakan guru untuk menilai hasil pendidikan karakter di sekolah. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah observasi.

Menurut Banister (dalam Poerwandari 2001) istilah observasi berasal dari Bahasa latin yang berarti melihat dan memperhatikan. Secara luas Banister menjelaskan bahwa observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.

Observasi adalah cara yang paling mudah dilakukan, karena tidak perlu biaya mahal, dan observasi dianggap cara yang paling popular. Meskipun, begitu para guru di sekolah masih mengalami kendala dalam menggunakan observasi.penggunaan metode observasi sebagai alat penilaian hasil pendidikan karakter masih belum maksimal. Hal ini disebabkan karena observasi

1

(19)

membutuhkan waktu yang lama, jumlah murid yang terlampau banyak untuk diobservasi, mengandung bahaya like dan dislike, kemudianobservasi juga membutuhkan pencatatan yang teratur dan rapih sedangkan otak manusia memiliki batasan dalam mengingat sehingga data yang diperoleh dapat menjadi tidak lengkap signifikan.

Hanna Djumhana (1983:202) memandang observasi sebagai metode ilmiah yang sampai saat ini menduduki tempat utama dalam dunia ilmu pengetahuan empiris. Demikian pula dalam psikologi, observasi tetap diakui sebagai salah satu metode ilmiah dan banyak diterapkan dalam berbagai kegiatan penelitian dan pengumpulan data. Konseling sebagai kegiatan memberi bantuan salah satunya kepada pribadi-pribadi bermasalah juga menggunakan metode observasi disamping wawancara dan penggunaan tes psikologis.

Berdasarkan pernyataan diatas muncul pertanyaan dalam benak peneliti, apakah selama ini guru-guru memahami penggunaan metode observasi yang benar sebagai alat penilaian terhadap pendidikan karakter disekolah? cara apakah yag paling sering digunakan guru-guru dalam menilai hasil pendidikan karakter di sekolah? apakah ada hambatan dalam penggunaan metode tersebut sebagai alat penilaian pendidikan karakter? Lalu apakah observasi juga digunakan kepada siswa yang biasa-biasa saja? Memang sampai sekarang masih belum ada alat ukur standar dari pemerintah untuk mendukung penilaian dalam pendidikan karakter. Maka dari itu peneliti sebagai mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma tertarik dengan

(20)

3

metode observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter. Maka peneliti tertarik mengangkat judul “Pendapat dan Pemahaman Guru terhadap Penggunaan Metode Observasi Sebagai Teknik Penilaian Pendidikan Karakter Di Beberapa SMP di Indonesia”

B.Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi berbagai masalah berikut :

1. Guru-guru membutuhkan alat penilaian yang tepat sehingga dapat

membantu guru menilai karakter siswa.

2. Guru tidak mengetahu cara yang tepat dalam memberikan penilaian

terhadap sikap siswa

3. Belum ada sistem penilaian yang dapat mengukur secara akurat mengenai

pendidikan karakter yang diberikan pada siswa.

4. Ada indikasi guru tidak mengetahui cara menggunakan asesmen pendidikan

karakter yang benar dan tepat.

5. Adanya hambatan-hambatan yang dialami oleh guru dalam menggunakan

observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter.

6. Pemahaman observasi sebgai penilaian hasil pendidikan karakter masih

mengandung banyak kelemahan.

(21)

C.Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, mengingat adanya keterbatasan penelitian maka fokus kajian diarahkan pada 4, 5, dan 6 yang berkaitan dengan penggunaan metode observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter di sekolah menengah pertama.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini, pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Cara apa yang paling sering digunakan untuk menilai keberhasilan

pendidikan karakter di sekolah ?

2. Bagaimana pendapat guru mengenai penggunaan observasi sebagai teknik

penilaian pendidikan karakter yang umum di sekolah ?

3. Menurut penilaian guru, apa saja keunggulan dan kelemahan metode

observasi dalam menilai pendidikan karakter?

4. Seberapa jauh pemahaman guru mengenai penerapan metode observasi

dalam penilaian pendidikan karakter di sekolah ?

5. Hambatan-hambatan atau kesulitan apa yang ditemukan guru dalam

menilai pendidikan karakter menggunakan observasi?

E.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yaitu :

1. Mengetahui seberapa sering observasi digunakan sebagai penilaian

pendidikan karakter di sekolah

(22)

5

3. Memberi pemahaman kepada guru mengenai penerapan observasi

sebagai penilaian hasil pendidikan karakter yang benar dan tepat.

4. Mengetahui hambatan-hambatan dalam melakukan observasi sebagai

alat penilaian hasil pendidikan karakter.

F.Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dibidang ilmu pendidikan mengenai pendidikan karakter dan cara yang tepat untuk menilai pendidikan karakter

2. Manfaat praktis

a. Bagi pemerintah

Penelitian ini memberikan sumbangan informasi dalam mengukur hasil pendidikan dan menjadi sarana evaluasi terhadap pendidikan alat penilaian pendidikan karakter bagi Indonesia.

b. Bagi sekolah dan guru

Penelitian ini diharapkan dapat membantu guru-guru disekolah dalam menentukan alat yang tepat dan efektif untuk memberi penilaian terhadap pendidikan karakter yang diberikan disekolah

c. Bagi peneliti

Peneliti dapat mengetahui seberapa efektif penggunaan alat penilaian pendidikan karakter disekolah.

(23)

d. Bagi peneliti lain

Penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai refrensi dalam mengembangkan penilitian mengenai alat penilaian pendidikan karakter.

G.Batasan Istilah

1. Observasi adalah salah suatu aktivitas yang dilakukan oleh guru dengan

mengamati perilaku objek guna mengetahui suatu informasi dari sebuah fenomena yang berdasarkan pengetahuan dan gagasan.

2. Pendidikan adalah upaya yang dilakukan untuk membantu peserta didik

menjalani dan memenuhi tugas hidupnya secara mandiri. Pendidikan adalah usaha manusia dewasa untuk mendewasakan manusia yang belum menjadi dewasa dengan cara dibimbing, diarahkan.

3. Penilaian pendidikan karakter yang dimaksud adalah penggunaan metode

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori yang akan dijadikan dasar dalam membangun kerangka konseptual. Berdasarkan judul penelitian, maka bab ini peneliti mengemukakan beberapa konsep uanh berhubunhan sengan variabel penelitian, yaitu hakikat metode observasi, hakikat pendidikan karakter:

A. Hakikat Pendidikan Karakter 1. Pengertian Karakter

Berkowiz (Doni koesoema, 2012: 25) mendefinisikan karakter sebagai swkumpulan karakter psikologis yang mempengaruhi kemampuan dan kecindongan pribadi agar dapat berfungsi secara moral. Menurut Pritchard (Doni Koesoema,2012: 27) karakter adalah

“a compex set of relatively persistant qualieties of the individual person, and the term has a definite positive connotation when is used in disscusions of moral education.” Artinya, karakter merupakan sekumpulan kualitas moral yang relative stabil dalam diri seseorang. Karakter memiliki konotasi positif ketika diterapkan dalam diskusi moral.

Samani & Hariyanto (2011: 41) mengungkapkan karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,

7

(25)

perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika

Lickona (Akhwan, 2014: 61) mengatakan bahwa karakter

berkaitan dengan ketiga komponen yaitu konsep moral (moral

knowing), sikap moral(moral feeling), dan perilaku moral (moral behaviour). Ia juga mengatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbiatan kebaikan.

Berkaitan dengan hal tersebut, Yaumi (2014:7) mengatakan bahwa komponen karakter adalah moralitas, kebenaran, kenaikan, kekuatan, dan sikap seseorang yang ditunjukan kepada orang lain melalui tindakan. Ia juga mengatakan, karakter sesorang terpisah dari moralitasnya, baik buruknya karakter tergambar dalam moralitas yang dimiliki. Begitu pula dengan kebenaran yang merupakan perwujudan dari karakter. Kebenaran tidak terbangun dengan sendirinya tanpa adanya karakter. Moralitas dan kebenaran yang telah terbentuk merupakan perwujudan dari perbuatan baik. Kebaikan ini yang mendorong suatu kekuatan dalam diri seseorang untuk menegakkan keadilan.Kebenaran, kebaikan dan kekuatan sikap adalah bagian dari integral uang menyatu dengan karakter.

(26)

9

Gambar 2.1 Komponen Pembentuk Karakter

Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa karakter dan moral adalah hal yang berbeda, pengetahuan seseorang terhadap baik dan buruk adalah pengertian dari moral, sedangkan tindakan atau kebiasaan seseorang yang langsung ditentukan oleh otak disebut sebagai karakter. Meskipun berbeda tetapi karakter dan moral saling berkaitan antara satu dan lainnya. Moral adalah komponen yang membentuk karakter seseorang, saat moral behaviour dilakukan secara berulang. Disamping itu, karakter memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada moral karena karakter tidak hanya tentang baik dan salah. Maka dapat dikatakan bahwa karakter adalah kebiasaan berdasarkan pengetahuan baik atau buruk.

2. Pengertian Pendidikan Karakter

Burke (Samani & Hariyanto, 2011: 43) mengatakan bahwa “pendidikan karakter semata-mata merupakan bagian dari pembelajaran yang baik dan merupakan bagian yang fundamental dari pendidikan yang baik” sedangkan, menurut Samani & Hariyanto (2011: 44) “pendidikan karakter adalah proses

(27)

pemberian tuntunan kepada peserta ridik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa.” Mereka juga menyampaikan bahwa pendidikan karakter dapat disebut juga pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Character education partnership (CEP) (Doni Koesoema, 2012: 57) sebuah program nasional pendidikan karakter di amerika serikat, mendefinisakn karakter sebagai berikut :

Sebuah gerakan nasional untuk mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan kemauan untuk mwrawat satu sama lain dalam diri anak-anak muda, melalui keteladanan dan pengajaran tentang karakter baik memberikan penekanan pada nilai-nilai universal yang diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan usaha-usaha, dari sekolah, distrik, dan negara bagian uanh sifatnya intensional dan proaktif untuk menanamkan dalam diri para peserta didik nilai-nilai moral, moral inti, seperti perhatian dan perawatan (caring), kejujuran, keadilan (fairness), tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian bekal/penanaman nilai moral mengenai karakter

(28)

11

pribadi yang baik dalam kehidupan sehari-hari melalui program pemerintah yang diberikan kepada sekolah.

3. Tujuan, Fungsi dan Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

a. Tujuan pendidikan karakter

Menurut kemendiknas (2010) Peraturan pemerintah nomer 17 tahun 2010 tenteng pengelolaan penyelenggaraan pendidikan pada pasal 17 ayat (3)”pendidikan dasar, termasuk sekolah menengah pertama (SMP) bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (a) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) berahklak mulia, dan berkepribadian luhur; (c) berilmiu, cakap, kritis, dan inovatif; (d) sehat, mandiri dan percaya diri; € toleran, peka sosial, demokratis, dan bertangung jawab.” Melalu penjelasan pasal diatas, jelas bahwa pendidikan memiliki tujuan yang erat dengan pendidikan karakter. Bahwa pendidikan disekolah menjadi sarana untuk menerapkan nilai-nilai karakter yang dapat membawa perubahan bagi peserta didik dalam hal beriman dan bertakwa kepada Tuhan; berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; memiliki ilmu, cakap, kritis, kreatif dan inovatif; selain itu juga membantu peserta didik menjadi pribadi yang sehat, mandiri, percaya diri serta memiliki rasa toleransi, peka sosial, demokratis, dan bertanggung jawab.

(29)

b. Fungsi pendidikan karakter

Menurut Fathurrohman, dkk (2013: 97) fungsi pendidikan karakter adalah

1) Pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk

menjadi perilaku yang baik bagi pesera didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter dan karakter bangasa.

2) Perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk

bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.

3) Penyaringan: untuk menyaring karakter-karakter bangsa sendiri

dan karakter bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter dan karakter bangsa.

c. Prisnsip-prinsip dasar pendidikan karakter

Menurut Direktorat Pembinaan SMP (Fathurrohman, 2013: 145- 146) pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

2) Mengidentifikasi karakter secara komprehensuf supaya mencakup

pemikiran, perasaan dan perilaku.

3) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk

membangun karakter.

(30)

13

5) Memberi kesemparan kepada peserta didik untuk menunjukan

perilaku yang baik.

6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan

menantang, yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses.

7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada peserta didik.

8) Memfungsikan seluruh staff sekolah sebagai komunitas moral yang

berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama.

9) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam

membangun inisiatif pendidikan karakter.

10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra

dalam usaha membangun karakter.

11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsu staff sekolah sebagai guru-

guru karakter, dan manifestasi karakter.

4. Indikator Keberhasilan Pendidikan Karakter di Sekolah

Suyanto (2010: 9), menegaskan bahwa keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian butir-butir standar kompetensi lulusan peserta didik.yamg meliputi sebagai berikut :

a. Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan

remaja

b. Memahami kekurangan dan kelebihan diri

c. Menunjukan sikap percaya diri

(31)

d. Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.

e. Menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan

sosial ekonomi dalam lingkup nasional

f. Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab

g. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

h. Menghargai karya seni dalam budaya nasional

5. Nilai Nilai Karakter yang Ditanamkan di Sekolah

Nilai-nilai.karakter yang ditanamkan dalam pendidikan di sekolah menurut Kementqaerian Pendidikan Nasional. Beberapa nilai karakter adalah sebagai berikut :

a. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksana ibadah agama lain, dan hidup rukun terhadap pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

c. Toleransi

(32)

15

pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan

e. Kerja keras

Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai macam hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaiakan tugasnya.

h. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa ingin tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

(33)

j. Semangat kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan diri dan kelompoknya

k. Cinta tanah air

Cara berpikir, bersikap yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

m.Bersahabat/komunikatif

Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

n. Cinta damai

Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadirannya.

o. Gemar membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

(34)

17

p. Peduli lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam dan sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

q. Peduli sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi perhatian kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan

r. Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

6. Sistem Penilian Pendidikan Karakter

Karakter sangat berhubungan erat dengan moral yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Easley (2002) bahwa karakter berkaitan dengan keteguhan hati, ketekunan, rasa hormat, tanggung jawab, dan disiplin diri.

Hal ini sangat sejalan dengan tujuan pendidikan karakter yaitu membentuk manusia dengan karakter-karakter yang baik. Maka dari itu penilaian terhadap pendidikan karakter adalah hal yang sangat penting. Menurut Mardapi (2017) karakter berkaitan dengan personalitas walaupun ada perbedaannya. Personalitas adalah trait bawaan sejak lahir, sedangkan karakter adalah perilaku hasil pembelajaran. Kualitas seorang siswa sering dihubungkan dengan karakter dan dinilai berdasarkan pendidikan karakter.

(35)

Lickona (Sobri, 2015) berpendapat bahwa karakter adalah sesuatu yang terlihat. Karakter terdiri dari sifat baik sebagai bentuk perilaku yang sesuai dengan moral, sehingga karakter merupakan bentuk perilaku konkrit, atau penerapan dari moral. Sudah sejak lama masalah pendidikan karakter disadari, namun, memang belum ada hasil yang bisa diharapkan untuk menangani problem tersebut.

Andersen (Mardapi, 2017) berpendapat bahwa”ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah afektif, yaitu metode observasi dan laporan diri. Pengggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karakteristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan, reaksi psikologi atau keduanya.

Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun, hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.

Karakter siswa dapat dinilai oleh guru. Baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan guru untuk menilai pendidikan karakter. Langkah-langkah yang harus diambil dalam mengembangkan intrumen afektif menurut Sutijan, (2015) adalah sebagai berikut :

a. menentukan spesifikasi instrument

b. menulis instrument

c. menentukan skala instrument

(36)

19

e. menelaah instrument

f. melakukan ujicoba

g. menganalisis instrument

h. merakit instrument

i. melaksanakan pengukuran; dan

j. menafsirkan hasil pengukuran.

B. Hakikat Metode Observasi 1. Pengertian Observasi

Terdapat dua rumusan tentang pengertian observasi,yaitu pengertian secara luas dan sempit. Observasi dalam arti sempit berarti

pengamatan secara langsung terhadap suatu gejala yang

diteliti.Sedangkan dalam arti luas observasi memiliki pengertian pengamatan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek yang sedang diteliti.

Dilihat dari segi pskologi istilah pengamatan tidak sama dengan melihat, sebab melhat hanya menggunakan penglihatan sedangkan dalam pengamatan terkandung makna bahwa dalam melakukan pemahaman terhadap objek yang diamati dilakukan dengan pancaindra yaitu dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan bi, kadang ada gejala yang bila dipandang memerlukan pencecap dan peraba. Hal ini disebabkan karena tidak semua gejala yang diamati bisa dikenali dengan penglihatan saja, ada gejala yang

(37)

tidak bisa ditangkap oleh mata tetapi dengan hidung, telinga, lidah dan sebagainya.

Disamping proses pengamatan, dalam melakukan observasi harus dilakukan dengan penuh perhatian. Hal ini berarti bahwa dalam kegiatan bservasi bukan hanya proses fisik namun juga psikis. Hal ini bisa dijelaskan bahwa ketika melakukan observasi bukan hanya melihat, mendengar, dan mencium yang dilakukan namun disertai dengan pemusatan perhatian, aktivitas, dan kesadaran terhadap objek atau gejala-gejala tertentu yang sedang diobservasi.

Anna Djumhana (1983:201) juga mengingatkan bahwa observasi juga harus sistematis dan bertujuan, artinya dalam melakukan sebuah observasi, observer tidak bisa melakukannya hanya tiba-tiba saja dan tanpa perencanaan yang jelas. Dalam melakukan observasiharus jelas apa tujuannya, gejala-gejala apa saja yang perlu diamati, karakteristik masing-masing gejala, model pencatatannya, analisisnya, dan pelaporan hasilnya.

2. Bentuk-bentuk Observasi

Ada berbagai macam observasi yang biasa dilakukan oleh seorang konselor maupun peneliti saat mereka membutuhkan sebuah data, yaitu

a. Dilihat dari keterlibatan subjek terhadap objek yang sedang

diobservasi(observee), observasi bisa dibedakan menjadi tiga

(38)

21

1) Observasi partisipan

Observasi partisipan, yaitu bila pihak yang melakukan observasi turut serta atau berpartisipasi dalam kegiatan yang sedang dilakukan oleh subyek yang sedang diobservasi. Observasi partisipan juga sering digunakan dalam penelitian eksploratif. Observasi partisipan ini memiliki kelebihan sebagai berikut, observee tidak tahu bahwa mereka sedang diobservasi, sehingga perilaku yang muncul diharapkan wajar atau tidak dibuat-buat. Di disisi lain, observasi partisipan juga memiliki kelemahan yang berkaitan dengan kecermatan dalam

melakukan pengamatan dan pencatatan, sebab ketika observer

terlibat langsung dalam aktifitas yang sedang dilakukan

observee, pencatatan dan pengamatan tidak bisa dilakukan secara detail.

2) Observasi non partisipan

Observasi non partisipan, yaitu bila observer tidak terlibat secara langsung atau berpartisipasi langsung dalam kegiatan yang sedang dilakukan observee. Observasi non partisipan ini memiliki kelebihan, yaitu observer dapat melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail dan cermat terhadap segala aktifitas yang dilakukan observee. Namun observasi non partisipan juga memiliki kelemahan yaitu bila observee mengetahui bahwa dirinya sedang sedang diobservasi, maka

(39)

perilaku yang muncuul akan dibuat-buat. Akibatnya data yang diperoleh menjadi tidak asli dan tidak akurat.

3) Observasi kuasi partisipan

Observasi kuasi partisipan, adalah kegiatan observasi yang dilakukan dengan terlibat pada sebagian aktifitas yang

dilakukan oleh observee, bentuk observasi ini adalah cara yang

paling tepat untuk mengatasi kelemahan dari kedua bentuk observasi diatas, sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua bentuk observasi diatas. Persoalan utama dalam melakukan

observasi terletak pada tahu dan tidak tahunya observee bahwa

dirinya sedang diamati, maka akan mempengaruhi perilaku

yang dimunculkan oleh observee.

b. Dilihat dari segi lingkungan dimana subjek diobservasi, Gall dkk

(2003 : 254) membedakan observasi menjadi dua, yaitu :

1) Observasi naturalistik

Jika observasi itu dilakukan secara alamiah atau dalam kondisi yang apa adanya. Guru mengamati siswanya sedang bermain sepak bola dilapangan dan peneliti mengamati hewan dihutan adalah contoh dari observasi alamiah.

(40)

23

2) Observasi eksperimental

Jika observasi ini dilakukan terhadap subjek dalam

suasana eksperimen atau kondisi yang diciptakan

sebelumnya.

c. Bentuk observasi sistematis, Blocher (1987) mengelompokan

kedalam tiga bentuk dasar observasi, yaitu ;

1) Observasi naturalistik, yaitu ketika seseorang ingin

mengobservasi observee dalam kondisi alami atau natural

2) Metode survai, yaitu ketika seseorang mensurvei

(mengobservasi) contoh-contoh tertentu dari pelaku individu yang kita nilai.

3) Experimentasi, yaitu ketika seseorang tidak hanya

mengobservasi tetapi memaksakan kondisi-kondisi spesifik terhadap subjek yang diobservasi.

d. Observasi berdasarkan pada tujuan dan lapangannya, Hanna

Djumhana (1983:205) mengelompokan observasi menjadi berikut:

1) Finding Observasiton

yaitu kegiatan observasi untuk tujuan penjagaan. Dalam melakukan observasi ini observer belum mengetahui dengan jelas apa yang harus diobservasi, ia hanya mengetahui bahwa dia akan menghadapi suatu situasi saja. Selama berhadapan dengan situasi itu ia bersikap menjajagi

(41)

saja, kemudian ia mengamati berbagai variabel yang mungkin dapat dijadilan bahan untuk menyusun observasi yang lebih terarah.

Finding observation ini diterapkan bila konselor merasa tidak perlu menggunakan berbagai daftar isian serta ingin mendapatkan kesan tentang tingkah laku konseli yang spontan atau apa adanya. Oleh sebab itu, konselor seyogianya benra-benar kompeten dalam masalah ini.

2) Direct Observation

yaitu observasi yang menggunakan “daftar isian” sebagai pedomannya. Daftar ini berupa checklist kategori tingkah laku yang diobservasi. Pada umumnya pembuatan daftar isian ini didasarkan pada data yang diperoleh dari finding observation dan atau penjabaran dari konsep dalam teori yang dipandang sudah mapan. Dalam situasi konseling, kedua bentuk observasi ini dapat disiapkan.

Dalam direct observation, konselor menyediakan

sebuah daftar berupa penggolongan tingkah laku atau rating. Selama konseling berlangsung atau segera setelah konseling berakhir, konselor mengisi daftar tersebut dengan cara memberi tanda pada penggolongan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku konselis selama proses konseling berlangsung. Cara ini lebih mudah dibandingkan

(42)

25

cara finding observation, tetapi kelemahamnya adalah sering terjadi tingkah laku yang lain dari pada yang digolongkan pada daftarnya, sehingga ada kecenderungan

untuk menggolongkannya secara paksa atau

mengabaikannya sama sekali.

e. Mendasarkan pada tingkat kesempurnaannya dan pelatihan yang

disyaratkan, Gibson & Mitchell (1995 : 261) mengklarifikasikan observasi sebagai berikut :

1) Level pertama, observasi informasi kasual. Observasi jenis

ini banyak dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak terstruktur, dan biasanya observasi-observasi yang tidak terencana yang memberikan lesan-kesan kasual yang terjadi sehari-hari oleh orang-orang didekat kita. Tidak ada pelatihan atau instrumentasi yang diharapkan atau disyaratkan.

2) Level kedua, observasi terstruktur. Terencana, diarahkan

pada senbuah maksud atau tujuan. Observasi pada tingkat ini biasanya difasilitasi oleh instrumen yang sederhana seperti checklist dan skala penilaian. Beberapa training juga diperlukan.

3) Level ketiga, level klinis. Observasi, selalu diperpanjang

dan sering dengan kondisi-kondisi yang terkontrol. Teknik- teknik dan instrumen-instrumen yang digunakanakan

(43)

direncanakan dengan baik, dan digunakan melalui pelatihan secara khusus, biasanya diberikan pada level doktoral. Pada level ini dan dalam banyak kerangka klinis, konselor mungkin menggunakan diagnosis penyimpangan mental atau boleh menerima sejarah klien yang mengalami nomenklatur diagnostik psikiatri. Usaha yang paling mutakhir dari asosiasi psikiatri amerika adalah mengkategorikan penyimpangan-penyimpangan mental, the diagnostic statistical manual of mental disorder (DSM-III-R) diagnistik statistik manual daei penyimpangan mental secara umum digunakan untuk tujuan ini (APA, 1987), (Hansen dkk. 1986:388)

3. Kelemahan –kelemahan Observasi Dalam Penilaian Pendidikan Karakter.

Adapun kelemahan observasi adalah observer dapat membuat inferensi (kesimpulan) yang sangat keliru atau bias yang dipengaruhi rasa suka atau tidak suka, pengetahuan sebelumnya yang negatif, dll. Hal –hal yang menjadikan observasi menjadi tidak valid. Untuk itu observer harus memiliki kepekaan terhadap perilaku yang diamatinya. Kelemahan lainnnya adalah observer dapat saja mempengaruhi obyek observasi karena dia menjadu bagian situasi pengamatan itu dan kehadiran observer membuat perilaku observe menjadi tidak alami (Kerlinger, 2003) .

Gibson & Mitchell (1995:263), Mc. Millan & Schumacher (2001:276) menunjukkan beberapa kelemahan observasi dijadikan berikut :

(44)

27

a. Kemampuan manusia untuk menyimpan secara akurat terhadap

kesan yang diperoleh dari hasil pengamatan sangat terbatas, baik dalam hal jumlah maupun lamanya kesan (informasi) itu bisa disimpan. Akibatnya, ada sesuatu yang mungkin hilang atau tidak lengkap.

Gibson & Mitchell (1995:263) mencatat bahwa tidak banyak orang yang mampu menyimpan kesan yang banyak orang yang mampu memyimpan kesan yang amat luas dan detail. Oleh sebab itu, para observer perlu alat bantu observasi terhadap sejumlah siswa dalam satu kelas itu, beberapa jumlah anak laki-laki dan beberapa pula jumlah perempuan, siapa duduk dekat siapa, dan bajunya berwarna apa. Apalagi jika informasi itu harus disimpan dalam waktu lama.

b. Cara pandang individu terhadap obyek yang sama juga belum tentu

sama, sebab setiap orang memiliki frame yang unik yang mungkin berbeda dengan yang lain. Akibatnya, kesan yang diperoleh juga tidak sama dan penilaiannya pun menjadi tidak sama. Mahkamah agung yang memenangkan gugatan penggugat yang merasa “dicurangi” dan kemudian memerintahkan pemilihan ulang untuk beberapa daerah kabupaten yang dinilai tidak wajar akan dipandang obyektif bagi pihak yang mengajukan gugatan, tetapi dianggap tidak obyektif bagi tergugat yangbtelah memenangkan pemilihan. Hal ini dimungkinkan karena kepentingannya memang

(45)

berbeda. Gibson & Mitchell (1995:263) menunjukkan bahwa hasil pengamatan sangat dipengaruhi oleh daya adaptasi, kebiasaan, hasrat/keinginan, prasangka, proyeksi.

c. Kesan seorang terhadap suatu objek juga tidak selalu sama.

Akibatnya, penafsiran dan penilaian yang diberikan terhadap objek yang sama menjadi tidak sama. Seorang yang memegang teguh norma sosial ketika melihat seorang remaja rambutnya disemir dengann warna-warni plus mengenakan anting, mungkin akan punya kesan remaja itu nakal. Tetapi bagi observer lain yang mudah menerima nilai-nilai baru akan mempunyai kesan yang berbeda, mungkin tampilan remaja tersebut dipandang sesuai dengan perkembangan zaman, bahkan ia menilainya positif.

d. Ada kecenderungan pada manusia dalam menilai sesuatu menjadi

terlalu tinggi atau terlalu rendah mendasarkan pada sifat- sifat yang menonjol atau “pagar bulan”. Seorang observer dalam memberikan penilaian terhadap seorang siswa kadang masih terpengaruh ia “anak siapa”, atau memberi penilaian dengan pertimbangan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan aspek yang sedang dinilai. Tidak jarang orang memberikan penilaian terhadap seseorang dengan

melihat tampilannya, padahal tampilan kadang tidak

(46)

29

4. Cara Mengatasi Kelemahan Observasi

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan konselor atau peneliti untuk mengatasi kelamahan penggunaan metode observasi, yaitu :

a. Untuk mengatasi kelemahan akibat keterbatasan manusia dalam

menyimpan hasil pengamatan baik dalam hal jumlah kesan yang bisa disimpan maupun lamanya waktu menyimpan, maka peneliti bisa memanfaatkan alat bantu seperti tape recorder atau kamera video yang mampu menyimpan gambar maupun suara dalam jumlah yang nyaris terbatas.

b. Untuk mengatasi kelemahan yang disebabkan cara pandang individu

terhadap objek yang sama belum tentu didapat kesan dan penafsiran yang sama, lantaran setiap orang memiliki frame yang unik dan berbeda dari yang lain. Maka, peneliti bisa menetapkan definisi operasional tentang objek yang diobservasi , misalnya dengan menetapkan ciri-ciri variabel yang menjadi fokus pengamatan. Ciri- ciri itu bisa dirumuskan sebelumnya demgan melihat konsep-konsep teoritis yang dipandang telah mapan.

c. Untuk mengatasi kelemahan yang disebabkan karena kesan seseorang

terhadap suatu objek yang tidak selalu sama, akibat perbedaan penafsiran dan penilaian meskipun terhadap obyek yang sama, peneliti bisa menetapkan parameter-parameter obyek atau perilaku yang sedang diamati. Misalnya untuk menilai seorang murid tergolong nakal atau tidak, peneliti bisa menetapkan parametera untuk anak

(47)

sesusia itu, di lingkungan asekolah, dari sisi tata tertib sekolah, norma sekolah, norma masyarakat, dan norma hukum. Dengan norma yang jelas itu dimungkinkan variasi penilaiannya tidak terlalu jauh.

d. Untuk mengatasi kelemahan akibat kecenderungan manusia dalam

menilai sesuatu menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah mendasar pada sifat-sifat yang menonjol, peneliti bisa melibatkan jumlah observer yang lebih banyak untuk mengurangi subyektivitas dalam penilaian.

e. Untuk mengatasi kelemahan takibat tampilan yang dibuat-buat oleh

observee, observer bisa melakukan kontrol dengan teknik yang berbeda, sumber yang berbeda, atau melihat sisi lain dari observee. Misal: untuk mengetahui apakah seseorang benar-benar keluarga miskin yang berhak mendapatkan layanan khusus atau tidak, observee bisa melakukan (1) interviu terhadap temannya,(2) tetangga terdekat, dan atau (3) mengamati bukan hanya pakaiannya tetapi juga perhiasan yang dikenakan, atau handphone yang digunakan.

f. Di samping itu semua, untuk mengatasi kelemahan-kelemahan akibat

kehadiran peneliti atau observer yang mengakibatkan

minculnyantingkah laku yang tidak wajar, peneliti seyogianya tidak memberi tahu kepada observee bahwa mereka sedang diamati dan atau memanfaatkan kamera cctv. Dengan alat ini memungkinkan gambar kegiatan subyek yang sesang diobservasi bisa dikirim ke ruangan lain

(48)

31

untuk dilakukan observasi dan sekaligus evaluasi tanpa mengganggu atau mempengaruhi perilaku subyek yang sedang diobservasi, dan akan lebih baik lagi jika kamera cctv itu dipasang ditempat yang tersembunyi. Di sisi lain, hasil rekaman kamera cctv ini memungkinkan untuk disimpan dalam waktu lama dalam hardisk komputer, sehingga sewaktu-waktu diperlukan untuk ditampilkan kembali bisa dilakukan dengan mudah.

5. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Sebelum dan Selama Melakukan Observasi Sebagai Teknik Penilaian Pendidikan Karakter

Mengobservasi aktivitas manusia tidak sesederhana mengobservasi proses benda-benda mati atau aktivitas binatang yang tidak memiliki pikiran dan perasaan, sebab binatang dan benda mati ketika diamati mereka tidak berubah perilakunya sehingga gejala yang nampak selalu wajar. Hal ini sangat berbeda dengan observasi terhadap manusia, sebab kondisi internal dan eksternal mereka sangat berpengaruh terhadap gejala yang muncul.

Hanna Djumhana (1983:202) mengingatkan bahwa mengadakan observasi yang cermat dan kemudian mengambil simpulan yang tepat bukanlah hal yang mudah, sebab observer hanya mampu membaca perilaku yang teramati , sesang apa yang dihayati dan dipikirkan seseorang ketika melakukan aktivitas tertentu tidak bisa diduga dan disimpulkan. Mc. Millan dan Schumacher (2001 : 274), mengingatkan

(49)

agar sebelum dan selama observasi, observer selalu memperhatikan hal- hal yang selanjutnya dikelompokan menjadi hal-hal yang berkaitan dengan tujuan, variabel, dan teknik oelaksanaan observasi berikut.

a. Tujuan observasi, pahami lebih dahulu tujuan umum maupun tujuan

Tujuan khusus observasi. Dengan memahami dan memperhatikan tujuan observasi diharapkan observer tidak mudah tertarik kepada gejala-gejala yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan tujuan observasi.

b. Fokus (materi) observasi

Apa sebenarnya yang hendak diobservasi seyogianya sudah dikuasai dengan baik oleh observer sebelum melakukan observasi. Ibarat seorang yang hendak membeli seekor kambing seyogianya ia sudah tahu mengenai gambaran kambing yang akan dia beli. Jangan sampai terjadi ingin membeli “kambing” malah membeli “anjing” meskipun sama-sama berbulu dan berkaki empat. Demikian pula jika seseorang hendak meneliti masalah sikap, minat dan lainnya, seyogianya mereka memahami benar konsep tentang minat.

c. Variabel-variabel observasi

Dalam mengamati suatu objek, amatilah objek tersebut secara keseluruhan dan mendetail. Perilaku-perilaku yang muncul dalam proses pengamatan juga sangat berpengaruh pada dalam data yang akan diperoleh. Ada beberapa perilaku yang akan saling berhubungan dengan perilaku lainnya.

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan jenis penelitian, prosedur penelitian, deskriptif, tempat, subjek, dan objek penelitian, instrumen.

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat campuran deskriftif kuantitatif dan kualitatif. Nazir (Prastowo, 2014: 157), mendefinisikan penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek penelitian sesuai dengan apa adanya.

Mengenai penelitian kuantitatif. Sugiyono (2013: 14) berpendapat bahwa metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis dan bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan yang menjadi karateristik penelitian ini.Menurut Bogdan dan Biklen (Sugiyono, 2013: 21) pertama metode ini dilakukan pada kondisi alamiah, langsung ke sumber data dan penelitian yang meneliti adalah instrumen kunci.Kedua, penelitian kualitatif yang digunakan ini lebih bersifat deskriptif dan data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka. Ketiga, metode ini lebih menekannkan pada proses daripada produk atau outcome. Keempat analisisi data dilakukan secara induktif. Kelima metode

33

(51)

penelitian kualitatif ini lebih menekankan pada makna yakni data dibalik yang teramati.

B. Tempat dan Subjek Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 10 SMP yang terdiri dari 5 SMP Negeri dan 5 SMP Swasta yang telah menjadi mitra Tim Peneliti PSHP (Barus, Widanarto, & Sinaga, 2018). Sekolah-sekolah ini tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Sebelum melakukan penelitian , peneliti dibantu

oleh dosen pembimbing telah mengantongi MoU (Memorandum of

Understanding), sebagai bukti kesepakatan dan mitra ketersediaan sekolah menjadi tempat dilakukannya penelitian. Berikut ini tempat pelaksanaan penelitian.

Tabel 3.1 Tempat Penelitian

No Nama Sekolah Alamat

1 SMP

Fransiskus Tanjungkarang

JalanMangga 1, Pasirgintung,

TanjungkarangPusat, Lampung, 35113

2 SMP St. Aloysius Turi Donokerto, Turi, Sleman, Yogyakarta,

55551

3 SMP N 1 Yogyakarta Cik Di Tiro, no. 29, Yogyakarta, 55225

4 SMP Raden Fatah

Cimanggu

Jalan Raya Genteng, Kec. Cimanggu, Kab. Cilacap, 53256

5 SMP N 3 Wates Jalan Purworejo Km.07, Sogan, Wates,

KulonProgo

6 SMP N 31 Purworejo Jalan Brigjend Katamso 24,

Purworejo, 54114

7 SMP N 2 Barusjahe Jalan Purworejo Km.07, Sogan, Wates,

KulonProgo

(52)

35

9 SMP Pangudi Luhur

Wedi

Desa Karangrejo, Pandes, Wedi, Glodogan, Klaten Sel., KabupatenKlaten, Jawa Tengah 57426

10 SMP N 2 Playen Gading II, Gading, Playen, Gunung Kidul,

Yogyakarta 55861

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah bapak atau ibu guru yang ada pada 10 SMP, diantaranya adalah kepala sekolah, guru mata pelajaran, dan guru Bimbingan dan Konseling di SMP.Subjek dipilih sebagai perwakilan 0dari sekolah yang menerapkan pendidikan karakter yang ada sehingga diperolehnya informasi melalui angket yang disebar.Jumlah subjek ada 39 orang guru.Berikut adalah daftar jumlah subjek yang menjadi sumber informasi.

Tabel 3.2 Subjek Penelitian

No Sekolah Subjek Penelitian Jumlah

1 SMP Fransiskus Tanjungkarang Kepala Sekolah (1), Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (3) 5

2 SMP Raden Fatah Cimanggu Kepala Sekolah(1), Guru BK(1), Guru Mata Pelajaran(2) 4

3 SMP Santo Aloyius Turi Kepala Sekolah (1), Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (1) 3

4 SMP N 3 Wates Wakil kurikulum (1), Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (2) 4

5 SMP N 31 Purworejo Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (3) 4

6 SMP Negeri 1 Yogyakarta Guru BK (3) 3

7 SMP Negeri 2 Barusjahe Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (3) 4

8 SMP Maria Padang Kepala Sekolah (1), Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (2) 4

(53)

9 SMP Pangudi Luhur Wedi Kepala Sekolah (1), Guru BK (1), Guru Mata Pelajaran (2) 4

10 SMP N 2 Playen Guru B(2), Guru Mata Pelajaran(2) 4

C. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan April sampai Mei 2018 dengan waktu pengambilan data 17 April- 8 Mei berdasarkan kesepakatan dengan pihak sekolah.Pada penelitian ini, peneliti menyebarkan instrumen di sekolah sekitar Yogyakarta, sedangkan di luar Pulau jawa disebarkan oleh Tim Peneliti PSHP 2018. Berikut jadwal dan tempat penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Peneliti PSHP

Tabel 3.3

Jadwal Pengambilan Data

No Sekolah Waktu Penelitian

1 SMP Fransiskus Tanjungkarang 24 April 2018

2 SMP Raden Fatah Cimanggu 17 April 2018

3 SMP Santo Aloyius Turi 21 April2018

4 SMP N 3 Wates 20 April 2018

5 SMP N 31 Purworejo 8 Mei 2018

6 SMP Negeri 1 Yogyakarta 18 April 2018 dan 19 April

2018

7 SMP Negeri 2 Barusjahe 28 April 2018

8 SMP Maria 23 April 2018 dan 24 April

9 SMP Pangudi Luhur Wedi 19 April 2018

(54)

37

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data a. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2002: 197) yang dimaksudkan dengan teknik pengumpulan data adalah “cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan dan penelitiannya”. Berdasarkan penegertian tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data dalam penelitian. Siregar (2013:17) menjelaskan bahwa proses pengumpulan data primer dan sekunder dalam suatu penelitian merupakan langkah yang sangat penting, karena data yang telah dikumpulkan tersebut akan digunakan dalam pemecahan masalah

yang sedang diteliti.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket. Menurut Sudaryono, Margono, & Rahayu (2013:30) angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak

langsung yakni peneliti tidak lagsung bertanya-jawab dengan

koresponden. Angket (questionmatre) merupakan suatu daftar pertanyaan

tentang topik tertentu kepada subyek, baik secara individu atau kelompok, untuk mendapatkan informasi tertentu, seperti preferensi, keyakinan, minat, dan perilaku.

(55)

b. Instrumen Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen penelitian yaitu angket terbuka dan trtutup. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan respon untuk menuliskan jawaban berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Sedangkan angket tertutup adalah pertenyaan yang mengaharapkan jawaban singkat atau mengaharapkan resposden menjawab salah satu alternatif jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia (sugiyono, 2010: 201)

a. Angket terbuka

Pada instrumen ini, angket disajikan dengan petanyaan di mana responden sebebas-bebasnya dengan uraian yang lengkap berdasarkan kehendak, dan keadaan secara terbuka.Responden dapat menuliskan jawaban dengan kata-kata sendiri.

b. Angket tertutup

Pada instrumen ini, angket disajikan dalam bentuk pertanyaan yang telah mendapat pengarahan dari penyusun angket.Responden tinggal memilih jawaban-jawaban yang telah disediakan dalam kuesioner itu. Jadi jawabannya telah terikat, responden tidak dapat memberikan jawabannya secara bebas.

(56)

39

E. Validitas Instrumen

Azwar (2009) berpendapat bahwa validitas memiliki arti ketepatan atau kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.Suatu instrumen atau tes atau instrumen pengukuran dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila alat yang digunakan dalam penelitian menjalankan fungsi ukurannya. Azwar (2009: 45) menyebutkan bahwa, validitas isi tidak dapat dinyatakan dalam angka, namun pengesahannya perlu melalui berbagai tahap pengujian terhadap alat ukur tersebut dengan kesepakatan penilaian dari penilai yang

berkopenten (expert judgement). Validitas kuisioner keterlaksanaan dan

hambatan-hambatan pelaksanaan pendidikan karakter di SMP dilakukan

melalui expert judgement, dengan yang berperan sebagai expert judgement

adalah ahli bimbingan dan konseling yaitu Dr.Gendon Barus, M. Si., dan tim dosen Penelitian PSHP 2018

F. Teknik Analisis Data

Menurut Siregar (2013:221) “analisis deskriptif merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan satu sampel”. Analisis deskriptif ini menggunakan satu variable sehingga tidak berbentuk perbandingan atau hubungan.Metode ini digunakan untuk mengkaji variabelyang ada pada penelitian yaitu pelaksanaan pendidikan karakter dan hambatan-hambatannya. Rumus dasar yang dipakai adalah :

(57)

P=F/Nx100%

Keterangan :

P : Persentase

F : Frekuensi data

N : Jumlah sampel yang diolah 100% : Bilangan tetap (Waristo, 1992:59)

Perhitungan deskriptif presentase dalam penelitian ini mempunyai langkah langkah sebagai berikut :

a. Melakukan tahap skoring data dari angket

b. Setiap jawaban dari responden pada angket akan diberi skor dengan

angka 1

c. Memasukkan skor dalam table

Hasil jawaban dari responden kemudian disajikan dalam bentuk table. Table yang digunakan akan membuat data menjadi berkelompok sesuai kriteria tertentu (Siregar, 2013:90)

d. Membuat tabulasi data

e. Tabulasi adalah proses penempatan data kedalam table yang telah

diberi kode sesuai dengan kebutuhan analisis. Disini peneliti menggunakan tally

f. Menghitung presentasi jawaban dari responden dalam bentuk table

tunggal melaluidistribusi frekuensi dan presentase.

(58)

41

Berdasarkan interpretasi dan analisis data, kemudian dapat ditarik kesimpulan berdasarkan aspek-aspek pertanyaan/pertanyaan yang terdapat dalam penelitian ini.

Langkah-langkah analisis data secara umum, langkah-langkah yang diambil peneliti dalam menganalisis data adalah:

a. Reduksi data

Menurut Sugiyono (2013: 338) mereduksi data berarti merangkum, memilah hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan dan selanjutnya. reduksi data dilakukan dengan menggunakan komputer, yang kemudian akan

diberikan kode-kode (coding) pada aspek tetentu

b. Model data (Data Display)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah men-display data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.

Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami (Sugiyono, 2013: 341)

(59)

c. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah proses atau sebuah kegiatan pengambaran yang utuh dari proyek yang utuh konfigurasi yang utuh dari obyek penelitian. Proses pengambilan kesimpulan ini merupakan proses pengambilan inti dari peneltian yang kemudian disajikan dalam bentuk pernyataan kalimat.

Penelitian menggunakan trianggulasi dengan cara

membandingkan data diperoleh dari beberapa sumber sehingga data yang absah. Dalam hal ini, peneliti memakai dua langkah, yakni membandingkan data hasil angket dan membandingkan perspektif seseorang dalam berbagai pendapat. Dua langkah ini lebih praktis dan objektif. Dalam melakukan analisis data di atas menggunakan pola pikir yang bersifat induktif, yaitu metode berpikir yang berangkat dari fakta-fakta/peristiwa khusus yang kemudian akan ditarik generalisasi yang memiliki sifat umum

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian dan pembahasan dari hasil penelitian

A. Hasil penelitian

1. Cara yang paling sering digunakan sebagai alat penilaian hasil pendidikan karakter di sekolah

Tabel 4.1

Metode penilaian pendidikan karakter

Respon Partisipan F % Tes 9 23 Observasi 34 87,17 Sistem poin 7 17,9 Skala sikap 20 51,28 Wawancara 25 64,1 Laporan proyek 6 15,38 Laporan diri 5 12,8

Buku refleksi harian 16 41,02

Lomba penjurian 10 25,64

Hasil penelitian menunjukan bahwa Bapak/Ibu guru di sekolah lebih banyak menggunakan observasi sebagai alat penilaian dengan perolehan persentase sebanyak 87,18%, wawancara sebanyak 64,1 %, skala sikap 51,28%, sangat terlihat bahwa observasi adalah cara yang sangat popular digunakan oleh guru-guru di Indonesia dalam menilai hasil pendidikan karakter di sekolah.

2. Pendapat guru tentang penggunaan observasi sebagai terpopuler untuk menilai hasil pendidikan karakter di sekolah

Tabel 4.2

Observasi Sebagai Penilaian Pendidikan Karakter

Respon Partisipan F % Tidak setuju 3 7,6 Sedikit setuju 2 5,1 Cukup setuju 15 38,46 Setuju 18 46,15 42

(61)

Dari data bisa dilihat bahwa jumlah guru setuju memiliki presentase sebesar 46,15% yang artinya ada lebih dari 50% guru yang masih ragu dengan penggunaan observasi sebagai alat penilaian pendidikan karakter disekolah, karena memang pemerintah belum menemukan alat penilaian hasil pendidikan karakter yang pasti dan akurat untuk digunakan oleh guru-guru di Indonesia.

3. Pemahaman guru tentang keunggulan observasi sebagai teknik penilaian hasil pendidikan karakter di sekolah.

a. Keunggulan observasi

Tabel 4.3

Keunggulan Observasi

Menurut Guru SMP Negeri Menurut Guru SMP Swasta

1. Bisa dilihat langsung (iii

2. Bisa segera diketahui

hasilnya

3. Cara langsung dg

pengamatan dan dapat

langsung melihat respon siswa, serta memastikan dengan keadaan sebenarnya

4. Mudah dilakukan, dapat

dilakukan terintegrasi pada saat mengajar

5. Objektif, handal, reliable,

terukur

6. Siswa menjawab/mengisi

dengan jujur

7. Penilaian dan perubahan

sikap terukur tetapi sulit

diadministrasikan serta

memori guru kurang

8. Dapat dilihat secara

langsung perubahan

sikapnya

9. Dapat diamati secara

berkala dan hasilnya dapat dilihat

1. Dapat membuktikan secara

langsung perubahan sikap setelah diberikan pendidikan karakter

2. Dapat membuktikan secara

langsung perubahan sikap setelah diberikan pendidikan karakter

3. Dapat membuktikan secara

langsung perubahan sikap setelah diberikan pendidikan karakter

4. Anak bekerjasama dengan

baik dan selalu berinteraksi satu dengan yang lainnya

5. Bisa dilihat dan diamati

secara langsung hasilnya (ii

6. Murni, Bisa dilihat scr

langsung proses perubahan dapat ditindaklanjuti

7. lebih valid dan onjektif

khususnya pada sistem poin, mudah dalam pemetaan anak utk melihat perkembangan anak yg belum, mulai, atau

Gambar

Gambar 2.1 Komponen Pembentuk Karakter ...................................................
Gambar 2.1 Komponen Pembentuk Karakter
Tabel 3.1  Tempat  Penelitian
Tabel 3.2  Subjek Penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan asertivitas antara remaja putri Jawa yang menekuni tari klasik gaya Yogyakarta dengan tari Bali..

a. Apabila pasien telah menggunakan gigi tiruan lepasan, maka sehari sebelum insersi tidak digunakan lagi agar memperlancar aliran darah pada mucosa bucis

komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi.. Komunikasi adalah sebuah kegiatan mentransfer sebuah informasi baik secara

Permasalahan Pengungsi Lingkungan merupakan termasuk kepada permasalahan kemanusiaan karena dalam kasus ini kebanyakan negara yang menandatangani konvensi pengungsi 1951

Namun, dalam PMRI ada tambahan I (Indonesia), itu artinya dalam mengembangkan teori tersebut kita memperhatikan kondisi dan budaya Indonesia, yang mungkin berbeda

Posisi instalasi farmasi dari hasil analisis SWOT berada pada posisi kuadran I, strategi yang dapat diterapkan oleh instalasi farmasi RSUD Dr.Moewardi Surakarta dalam

Orang di sekelilingnya yaitu figur orang tua merupakan lingkungan pertama yang berpengaruh terhadap pengalaman kelekatan yang mempengaruhi pandangan individu