• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legalitas Status Perlindungan Climate Change Refugees Di Negara Penerima Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Legalitas Status Perlindungan Climate Change Refugees Di Negara Penerima Ditinjau Dari Perspektif Hukum Internasional"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Wagiman. 2012. Hukum Pengungsi Internasional. Jakarta : Sinar Grafika.

Bambang Sunggono. 2009. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Achmad Romsan., et al. 2003. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional, Bandung: Sanic Offset.

Jane A. Bullock., et al. 2016. LIVING WITHCLIMATE CHANGE: How Communites Are Surviving and Thriving in a Changing Climate, Boca Raton: CRC Press.

Lorraine Elliott and Mely Caballero-Anthony. 2013. Human Security and Climate Change in Southeast Asia : Managing risk and resilience, New York: Routledge.

Pittock, A. Barrie. 2009. Climate change : the science, impacts and solutions, Aurstalia: CSIRO PUBLISHING.

Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sulaiman Hamid. 2002. Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

B. Instrumen Hukum

United Nation Convention Relating to the Status of Refugees 1951 (Konvensi PBB tahun 1951 tentang Pengungsi).

(2)

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

The Convention Relating to the Status of Stateless Persons (1954) yang mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki warga negara.

The Convention on the Reduction of Statlessness (1961) mengatur tentang pengurangan terhadap jumlah orangorang yang tidak memiliki warga negara pihak dengan memberikan status kewarganegaraan terhadap anak-anak mereka yang lahir di negara itu.

The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civillian Persons in Time of War (1949) mengatur tentang perlindungan terhadap penduduk sipil pada waktu perang.

The 1967 Unatied Nations Declaration on Territorial Asylum (1967) bertujuan memelihara perdamaian dan keamanan internasional, mengembangkan hubungan persahabatan antar bangsa-bangsa dan untuk menyelesaikan masalah-masalah internasional dalam bidang ekonomi, sosial, budaya atau yang bersifat kemanusiaan.

C. Jurnal

Pengungsi dan Pencari Suaka di Indonesia diterbitkan oleh Jesuit Refugee Service Indonesia Mei 2013.

Xin-Ying Ni. A Nation Going Under: Legal Protection for “Climate Change Refugees”. Boston College International and Comparative Law Review. Volume 38, Issue 2, Article 07. 2015. ( http://lawdigitalcommons.bc.edu/iclr/vol38/iss2/7).

Angela Williams. Turning the Tide: Recognizing Climate Change Refugees in International Law. LAW & POLICY, Vol. 30, No. 4, October 2008.

D. Website Internet

http://www.pemanasanglobal.net/kutub/kenaikan_permukaan_laut_dunia.htm; Diakses pada

(3)

www.medkes.com/2015/01/dampak-perubahan-iklim-bagi-kesehatan.html; Diakses pada tanggal 09 Maret 2016, pada pukul 20.20 WIB

https://en.wikipedia.org/wiki/World_Climate_Conference; Diakses pada tanggal 09 Maret

2016, pada pukul 20.30 WIB

http://www.medkes.com/2015/01/dampak-perubahan-iklim-bagi-kesehatan.html; Diakses

pada tanggal 09 Maret 2016, pada pukul 23.28 WIB

https://en.wikipedia.org/wiki/National_security; Diakses pada tanggal 02 Maret 2016, pada

pukul 21.05 WIB.

http://www.dw.com/id/apa-kata-media-asia-tenggara-tentang-krisis-pengungsi/a-18456959;

Diakses pada tanggal 02 Maret 2016, pada Pukul 20.45 WIB.

https://gegechrist.wordpress.com/2008/10/21/permasalahan-dan-hak-pengungsi-refugee/;

Diakses pada tanggal 02 Maret 2016, pada Pukul 20.30 WIB.

http://jurnalhukum.blogspot.co.id/2009/05/perubahan-iklim-dalam-perlindungan.html;

Diakses Pada Tanggal 25 Februari 2016, pada pukul 13.05 WIB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Perubahan_Iklim_Perserikatan_Bangsa-Bangsa_2007; Diakses pada tanggal 25 Februari 2016, pada pukul 13.15 WIB.

http://www.environmentmagazine.org/Archives/Back%20Issues/November-December%202008/Biermann-Boas-full.html; Diakses pada tanggal 23 februari 2016,

pada pukul 15.30 WIB.

https://achmadchusaibi.wordpress.com/perubahan-iklim-2/; Diakses pada tanggal 20 februari

2016, pada pukul 20.10 WIB.

(4)

http://www.lfip.org/english/pdf/bali-

seminar/Perubahan%20Wajah%20Ancaman%20&%20Keamanan%20Domestik%20-%20mayjen%20sudrajat.pdf; Diakses pada tanggal 21 februari 2016, pada pukul 19.45

WIB.

http://afha34musdalifa.blogspot.co.id/2012/03/perubahan-iklim-dan-dampaknya-dalam.html;

Diakses pada tanggal 21 februari 2016, pada pukul 14.00 WIB.

http://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/11/151116_majalah_dampak_perubahaniklim?

ocid=socialflow_facebook; Diakses pada tanggal 05 februari 2016, pada pukul 15.55

WIB

http://www.slideshare.net/iekesiswanto/kul-model-dinamika-atmosfer-dalam-perubahan-iklim-dan-pengaruhnya-terhadap-presipitasi-pada-lingkungan-pertanian; Diakses pada

tanggal 15 Maret 2016, pada pukul 15.15 WIB

http://scied.ucar.edu/longcontent/climate-change-and-vector-borne-disease; Diakses pada

tanggal 15 Maret 2016, pada pukul 00.13 WIB

http://www.faktailmiah.com/2011/12/08/keanekaragaman-hayati-dan-perubahan-iklim-dari-yang-buruk-ke-arah-yang-lebih-buruk.html; Diakses pada tanggal 23 Maret 2016, pada

pukul 12.51 WIB

http://environment.nationalgeographic.com/environment/global-warming/big-thaw/; Diakses

pada tanggal 23 Maret 2016, pada pukul 12

(5)

BAB III

KAJIAN UMUM TENTANG CLIMATE CHANGE REFUGEE

A.Pengertian dan Jenis Pencari Suaka 1. Pengertian Pencari Suaka

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Suaka berarti tempat mengungsi (berlindung), menumpang atau menumpang hidup dengan meminta kepada Negara lain.

Pencari suaka adalah orang yang telah mengajukan permohonan untuk mendapatkan perlindungan namun permohonannya sedang dalam proses penentuan. Apabila permohonan seorang pencari suaka itu diterima, maka ia akan disebut sebagai pengungsi, dan ini memberinya hak serta kewajiban sesuai dengan undang-undang negara yang menerimanya.41

Pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Seorang pencari suaka yang meminta perlindungan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi (RSD), yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan melahirkan alasan – alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak. Pencari suaka selanjutnya diberikan satu buah kesempatan untuk meminta

      

41 Lihat pada situs internet http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu/pencari-suaka,

(6)

banding atas permintaannya akan perlindungan internasional yang sebelumnya ditolak.42

Sampai dengan akhir February 2015, sebanyak 7,315 pencari suaka terdaftar di UNHCR Jakarta secara kumulatif dari Afghanistan (59%), Iran (8%), Somalia (8%) dan Iraq (6%).43

Penentuan praktis apakah seseorang disebut pengungsi atau tidak, diberikan oleh badan khusus pemerintah di negara yang ia singgahi atau badan PBB untuk pengungsi (UNHCR). Prosentase permohonan suaka yang diterima sangat beragam dari satu negara ke negara lain, bahkan untuk satu negara yang sama. Setelah menunggu proses selama bertahun-tahun, para pencari suaka yang mendapatkan jawaban negatif tidak dapat dipulangkan ke negara asalnya, yang membuat mereka terlantar. Para pencari suaka yang tidak meninggalkan negara yang disinggahinya biasanya dianggap sebagai imigran tanpa dokumen. Pencari suaka, terutama mereka yang permohonannya tidak diterima, semakin banyak yang ditampung di rumah detensi. 

Sangat tidak memungkinkan bagi pencari suaka untuk meninggalkan negeri asal mereka tanpa membawa dokumen yang memadai dan visa. Maka, banyak pencari suaka terpaksa memilih perjalanan yang mahal dan berbahaya untuk memasuki negara-negara secara tidak wajar di mana mereka dapat memperoleh status pengungsi.

      

42 lihat pada situs internet http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu/pencari-suaka, 

diakses pada tanggal 20 Maret 2016, pada pukul 11.25 WIB. 

(7)

Istilah ‘pengungsi’ dan ‘pencari suaka’ memiliki definisi legal dalam hukum internasional, tepatnya di dalam Hukum tentang Hubungan Internasional, dan juga di dalam Undang-Undang Dasar Indonesia. Seharusnya, tidak ada alasan untuk menyamaratakan semua imigran tanpa dokumen sebagai ‘ilegal’.

‘Pencari suaka’ adalah istilah yang biasanya digunakan untuk orang yang ingin mendaftarkan diri sebagai pengungsi di Kantor UNHCR, dengan menyatakan bahwa mereka membutuhkan perlindungan internasional atas alasan yang sesuai dalam Artikel 1A di Konvensi Pengungsi. Alasan tersebut termasuk penganiayaan oleh karena suku, agama, bangsa atau keanggotaan kelompok sosial atau politik. Pencari suaka harus melarikan diri dari tanah asli mereka oleh karena ketakutan pada penganaiyaan dan pelanggaraan hak asasi manusia, yaitu termasuk penyiksaan atau diskriminasi sistematis.

(8)

Ada orang yang dilihat sebagai ‘tidak bernegara’ menurut hukum internasional, karena mereka tidak diterima sebagai warga negara manapun. UNHCR memperhatikan bahwa meskipun orang tidak bernegara juga merupakan pengungsi, dua kategori ini mempunyai sifat legal yang berbeda. UNHCR menanggap kedua kelompok tersebut sebagai kelompok yang memerlukan perhatian khusus.

2. Pengungsi lintas batas (Refugee), Pencari Suaka (Asylum Seeker), Pengungsi Internal (Internally Displaced Persons atau IDPs), dan Migran.

Pengungsi lintas batas (Refugee) adalah seseorang yang terpaksa meninggalkan negaranya dan tidak dapat kembali kecuali situasi negara membaik. Mereka tidak mendapat perlindungan dari pemerintahnya sendiri.

Pencari suaka (Asylum Seeker) adalah orang yang sedang mencari perlindungan untuk mendapatkan status sebagai pengungsi lintas batas (Refugee). Mereka sedang menunggu proses pengakuan akan klaimnya.

Pengungsi internal adalah orang yang terpaksa berpindah dari tempat tinggalnya akibat konflik, bencana alam atau sebab lainnya namun masih berada di dalam wilayah negara mereka sendiri.

Migran adalah orang yang memilih untuk meninggalkan negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka menentukan sendiri kemana akan beremigrasi dan dapat kembali ke negaranya sewaktu-waktu. Migran memperoleh perlindungan dari pemerintah negara asalnya.

(9)

tempat tinggal, terlepas dari apapun alasan mereka untuk meninggalkan tempat asal mereka apakah karena pengaruh eksternal individual (ancaman keselamatan, dll) ataupun karena pengaruh internal mereka sendiri.

Berdasarkan pelaksanaan tugas UNHCR sebagai lembaga internasional yang berperhatian terhadap kasus pengungsi sering kali memunculkan istilah Pengungsi Mandat dan Pengungsi Statuta. Istilah-istilah yang dipergunakan tersebut bukan merupakan istilah yuridis, melainkan sebutan yang dipergunakan untuk alasan praktis. Maksud dari istilah tersebut adalah sebagai berikut :44

 Pengungsi Mandat dipergunakan untuk menunjuk orang-orang yang diakui

statusnya sebagai pengungsi oleh UNHCR sesuai dengan fungsi, wewenang atau mandat yang ditetapkan oleh statuta UNHCR

 Pengungsi Statuta adalah orang-orang yang memenuhi kriteria sebagai

pengungsi menurut instrumen-instrumen Internasional sebelum tahun 1951. Jadi kedua istilah ini hanya dipakai untuk membedakan antara “pengungsi sebelum Konvensi 1951” dengan “pengungsi menurut Konvensi 1951”. 45

B.Perbedaan antara pengungsi yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan pengungsi yang disebabkan oleh konflik negara.

1. Pengungsi Lingkungan

Pengungsi Lingkungan mengacu pada imigran yang terpaksa bermigrasi dari rumah mereka atau melarikan diri daerah karena kompromi yang mereka kesejahteraan dan keamanan hidup, perubahan tersebut terjadi termasuk       

44 Romsan Achmad. Dkk, Pengantar Hukum Pengungsi Internasional : Hukum

Internasional dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional. UNHCR Regional Representation Jakarta in Republic of Indonesia. Tahun 2003. Hal 30-31. 

(10)

peningkatan kekeringan, penggurunan, permukaan laut atau perubahan mendadak dalam kenaikan jangka panjang dalam lingkungan lokal dan orang-orang pola cuaca musiman, seperti hujan terganggu. migran Lingkungan mungkin melarikan diri atau bermigrasi ke negara lain, mungkin juga migrasi internal di dalam negeri mereka sendiri. Namun, istilah "migran lingkungan" sampai batas tertentu dapat digunakan secara bergantian dengan serangkaian istilah yang serupa seperti "pengungsi lingkungan", "pengungsi iklim", "migran iklim", meskipun istilah ini antara perbedaan yang dilombakan. Meskipun perkembangan "migran lingkungan" persatuan dan definisi yang jelas dari masalah, seperti konsep telah menjadi perhatian pada tahun 2000, sebagai pembuat kebijakan, lingkungan dan ilmuwan sosial berusaha untuk konsep dampak sosial potensial dari perubahan iklim, dan umum degradasi lingkungan.

(11)

hubungan antara perluasan dasar hukum pengungsi, yang membantu untuk menganalisis.46

Menurut 1951 Konvensi PBB tentang Status Pengungsi, pengungsi secara sempit (di 1A) mendefinisikan siapa "penganiayaan karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan di lapangan seseorang beralasan takut kelompok sosial tertentu atau opini politik, adalah luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau karena seperti takut mau melindungi negara sendiri”. Meskipun konsep adalah Protokol 1967 untuk Konvensi Pengungsi dan konvensi regional di Afrika dan Amerika Latin diperluas untuk mencakup yang melarikan diri dari perang atau kekerasan lain di negara ini yang tidak memberikan jangka panjang karena para pengungsi di status hukum mereka saat Konvensi perlindungan dari perubahan lingkungan.

IOM diusulkan imigran lingkungan didefinisikan sebagai berikut: “Migran Lingkungan yang, untuk perubahan tiba-tiba atau bertahap kehidupan mereka dan kondisi hidup buruk mempengaruhi alasan lingkungan menarik, terpaksa meninggalkan rumah kebiasaan mereka, atau memilih untuk melakukan staf temporer atau permanen sehingga, individu atau kelompok, dan yang bergerak baik di rumah mereka atau di luar negeri”.

Istilah ini mengacu pada pengungsi iklim dipaksa untuk pindah "tiba-tiba atau bertahap karena perubahan lingkungan alam terkait perubahan iklim setidaknya tiga kali dampak subset migrasi lingkungan: kenaikan permukaan laut, peristiwa cuaca ekstrim, kekeringan dan kelangkaan air".

      

46 

(12)

Namun, belum diterima secara universal "pendatang lingkungan" atau "pengungsi iklim" didefinisikan. Dengan demikian, IOM dikembangkan meliputi kompleksitas masalah definisi kerja.

Definisi kerja diakui

 Imigran Lingkungan tidak hanya mereka yang terlantar akibat peristiwa

lingkungan, dan mereka migrasi yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan.  gerakan diinduksi lingkungan dapat terjadi di dalam dan di perbatasan

internasional;

 Mungkin jangka pendek dan jangka panjang; dan

 Perpindahan penduduk dipicu oleh kekuatan lingkungan dapat memaksa

masalah.

IOM mengusulkan tiga jenis migrasi lingkungan:

 Migrasi Lingkungan Darurat: Orang-orang yang melarikan diri sementara

karena bencana lingkungan atau peristiwa lingkungan yang tak terduga. (Contoh: seseorang dipaksa untuk meninggalkan karena badai, tsunami, gempa bumi, dll).

 Migrasi Lingkungan Terpaksa: siapa yang memiliki, yang meninggalkan akibat

kerusakan lingkungan. (Contoh: seseorang terpaksa meninggalkan karena lingkungan mereka, seperti penggundulan hutan, kerusakan pesisir lambat kerusakan).

 Migrasi lingkungan Motivasi juga dikenal sebagai migran ekonomi

(13)

meninggalkan karena penurunan hasil panen yang disebabkan oleh penggurunan).

Konvensi Pengungsi tidak berlaku karena tidak ada ketentuan untuk alasan apapun yang berhubungan dengan lima konvensi penganiayaan atau bahaya serius. Pengadilan menolak masyarakat internasional itu sendiri (atau negara dapat dikatakan memiliki karbon dioksida atau gas rumah kaca lainnya emisi historis tinggi) adalah "penganiayaan" untuk tujuan Konvensi Pengungsi argumen.

Analisis ini perlu menentukan tipe yang diuraikan dalam Konvensi Pengungsi tidak mengecualikan negara penganiayaan berat mempengaruhi pengalaman seseorang dari perubahan iklim dapat datang dengan kemungkinan Konvensi Pengungsi.

Berdasarkan Konvensi Internasional, untuk perlindungan pengungsi kadang-kadang menyebabkan masalah lingkungan, konflik bersenjata, dan mungkin berikutnya kekerasan seluruh bagian dari populasi atau kompresi langsung. Bantuan kemanusiaan dapat dipolitisasi, terutama berikutnya adalah rentan dalam kelompok tertentu dalam negara kasus target diskriminasi langsung.

(14)

Drew memperhatikan banding atas kasus migrasi ke Selandia Baru dan Perlindungan Pengadilan untuk keluarga atas dasar Tuvalu. Pengusiran mereka adalah karena mereka mengatasnamakan diri mereka sebagai "pengungsi perubahan iklim", yang akan menderita kerusakan lingkungan yang menyebabkan kesulitan di dalam Tuvalu pada tahun 2014.

Keluarga Tuvalu sukses di tingkat banding mereka, karena menurut undang-undang imigrasi, ada indikasi bahwa wajar "keadaan luar biasa yang bersifat kemanusiaan" sebagai izin untuk tempat tinggal keluarga Tuvalu dimasukkan dalam masyarakat Selandia Baru telah membawa cukup besar keluarganya pindah ke Selandia Baru.

Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan akan meningkat tahun ini skala migrasi global akibat perubahan iklim naik dengan cepatnya. Oleh karena itu, kami menyarankan bahwa para pembuat kebijakan di seluruh dunia untuk mengambil sikap proaktif tentang masalah tersebut.

Organisasi Internasional untuk Migrasi oleh 146 negara anggota dan 13 negara pengamat dan dalam mempromosikan manajemen migrasi, untuk memastikan migrasi yang manusiawi dan tertib di imigrasi kerjasama yang erat pemerintah menguntungkan dan sosial.

(15)

penindasan politik dikombinasikan dengan pengungsi." Oleh karena itu penting bahwa kita mulai menyadari divisi pengungsi baru-baru ini.47

Keadilan Lingkungan Foundation (EJF) berpikir yang akan dipaksa untuk beralih karena perubahan iklim saat ini tidak ada orang yang sepenuhnya dipahami dalam hukum internasional. EJF berpendapat bahwa instrumen hukum multilateral baru yang dibutuhkan untuk memberikan perlindungan secara khusus untuk menangani kebutuhan mereka melarikan diri degradasi lingkungan dan perubahan 'pengungsi iklim'. Mereka juga menyatakan bahwa lebih banyak uang yang dibutuhkan untuk membantu negara-negara berkembang beradaptasi dengan perubahan iklim.

Sujatha Byravan dan Sudhir Chella Rajan telah menganjurkan adopsi perjanjian internasional, istilah "pengungsi iklim" dan menyediakan mereka dengan hak-hak politik dan hukum, termasuk warga negara lain, mengingat tanggung jawab dan kemampuan negara-negara tersebut.

Dalam beberapa kasus, banjir yang disebabkan oleh hasil perubahan iklim atau kondisi lain menghasilkan sejumlah besar negara pengungsi, dan pembentukan pagar untuk menjaga konflik antara negara-negara tetangga pengungsi tersebut. Bangladesh - India pagar perbatasan utama terpisah, studi kasus menunjukkan bahwa, orang-orang dari daerah yang hancur dari tanah yang subur untuk menghasilkan kemungkinan melarikan diri dari kekerasan. Migrasi saat ini telah menyebabkan konflik skala kecil.48

      

47 Lihat https://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_migrant, diakses pada tanggal 7 maret

2016. Pada pukul 17.09 WIB. 

(16)

2. Perbedaan antara pengungsi yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan pengungsi yang disebabkan oleh konflik negara.

“After exploring the link between climate change and displacement, the notion of an “environmental refugee” is considered as a possible platform from which to begin integrating the needs of those affected by climate change displacement into the international legal system”. 49

Konsep pengungsi lingkungan merupakan konsep yang terbilang baru dewasa ini dibandingkan dengan konsep pengungsi yang selama ini kita ketahui. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi pengungsi sebagai “seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara teresebut."50

Perbedaan antara pengungsi yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan pengungsi yang disebabkan oleh konflik negara terletak pada penyebab terjadinya aksi pengungsian yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok tersebut. Walaupun keduanya mengakibatkan dampak buruk bagi para pengungsi, tetapi yang harus kita bedakan adalah jika Pengungsi Lingkungan terjadi karena adanya efek perubahan iklim yang terjadi di bumi dikarenakan oleh partisipasi negara-negara pada khususnya negara-negara-negara-negara maju yang tidak memperhatikan lingkungan demi kemajuan negaranya.

      

49 Williams. Angela, Turning the tide : recognizing climate change refugees in

international law, 2008, Baldy Center for Law and Social Policy, Hal. 2.

50 Lihat http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu/pengungsi, diakses pada tanggal

(17)

Aksi dari negara-negara ini, pada khususnya yang menjadi penyumbang terbesar kerusakan lingkungan yang mengakibatkan perubahan iklim yang cukup ekstrim dan menyebabkan efek di negara-negara lainnya berbeda dengan aksi dari suatu negara yang hanya memiliki konflik dengan negara lain. Dalam arti bahwa jika pengungsi lingkungan merasakan dampak yang sangat merugikan bagi negaranya dan masyarakatnya dikarenakan perbuatan pihak lain secara global, maka pengungsi yang diakibatkan oleh konflik antar negara biasanya karena permasalahan bilateral atau permasalahan “pribadi” yang terjadi antar kedua negara tersebut.

Tentu saja hal ini menurut penulis lebih merugikan para pengungsi lingkungan daripada pengungsi yang dikarenakan konflik antar negara, karena penulis merasa posisi pengungsi lingkungan seperti “you have to lose yours, your land, your home, your family, your country, just because of the collective sin from countries. They got their rewards and you got their punishments”.

(18)

 Pengungsi Lingkungan harus kehilangan semua harta benda dikarenakan oleh

colateral damage yang disebabkan oleh seluruh dunia tentang kerusakan lingkungan.

 Pengungsi Lingkungan belum mendapatkan status yang jelas terutama secara

hukum tentang perlindungan dan jaminan hidup mereka di masa depan dikarenakan kasus ini merupakan kasus yang masih baru dan korban yang terkena efek dari kasus ini belum sebanyak korban karena kasus konflik antar negara.

 Pembahasan tentang Pengungsi Lingkungan atau “climate change refugee”

masih sangat sedikit di dunia hukum internasional serta belum adanya perjanjian internasional atau sumber hukum internasional yang mengatur secara khusus tentang permasalahan “climate change refugee” sehingga berakibat tidak adanya negara yang mau bertanggung jawab dan memberikan suaka terhadap Pengungsi yang diakibatkan oleh efek rusaknya lingkungan. C.Dasar hukum yang berkaitan dengan perlindungan pencari suaka (Refugee) Demi menjalankan tugas-tugasnya secara efektif dalam menanggulangi masalah pengungsi oleh UNHCR maupun subyek hukum internasional lainya, terdapat beberapa instrument hukum yang mengatur tentang pengungsi yaitu: 1. Konvensi Tahun 1951 Tentang Status Pengungsi (The 1951 Convention Relating Status of Refugees) dan Protokol tahun 1967 Tentang Status Pengungsi (Protocol Relating to the Status of Refugees 1967).

(19)

 Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan definisi siapa saja yang tidak

termasuk dalam pengertian pengungsi.

 Ketentuan yang mengatur tentang status hukum pengungsi termasuk hak-hak

dan kewajiban-kewajiban pengungsi di negara dimana mereka menetap.

 Ketentuan lain yang berkaitan dengan penerapan instrumen pengungsi baik

dari sudut prosedur administratif maupun diplomatik. 2. Instrumen lain yang mendukung:

The Convention Relating to the Status of Stateless Persons (1954) yang

mengatur tentang orang-orang yang tidak memiliki warga negara.

The Convention on the Reduction of Statlessness (1961) mengatur tentang

pengurangan terhadap jumlah orangorang yang tidak memiliki warga negara pihak dengan memberikan status kewarganegaraan terhadap anak-anak mereka yang lahir di negara itu.

The Fourth Geneva Convention Relative to the Protection of Civillian Persons

in Time of War (1949) mengatur tentang perlindungan terhadap penduduk sipil pada waktu perang.

The 1967 Unatied Nations Declaration on Territorial Asylum (1967) bertujuan

(20)

BAB IV

LEGALITAS STATUS PERLINDUNGAN CLIMATE CHANGE REFUGEE DI NEGARA PENERIMA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM

INTERNASIONAL

A.Climate Change Refugee Sebagai Permasalahan Kemanusiaan

Pada sub-bab ini penulis akan membahas bagaimana pengungsi lingkungan merupakan salah satu permasalahan kemanusiaan. Pada masa sekarang ini, kita menyadari bahwa permasalahan lingkungan merupakan salah satu perhatian utama negara-negara di dunia. Dari terjadinya perubahan iklim, pemanasan global, naiknya level permukaan laut, dan kasus tenggelamnya negara-negara kecil kepulauan menyebabkan permasalahan lingkungan memiliki kaitan akibat dengan hak hidup serta perlindungan manusia.

Dalam hal ini, dikarenakan kasus pengungsi lingkungan merupakan hal yang baru muncul di kalangan masyarakat dunia dan belum memiliki dasar kepastian hukum akan statusnya, maka kasus ini merupakan hal yang termasuk kedalam perhatian masyarakat dunia, tidak hanya masalah nasional bagi negara pengirim dan negara penerima, namun juga menjadi permasalahan kemanusiaan.

(21)

terjadi pengungsi tidak mendapatkan hak-haknya secara layak, bahkan mereka diperlakukan dengan tidak manusiawi.

Menurut Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi, pengungsi lintas batas menyatakan bahwa pengungsi lintas batas (refugee) adalah seseorang yang “oleh karena rasa takut yang wajar akan kemungkinan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada suatu kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik, berada di luar negeri kebangsaannya, dan tidak bisa atau, karena rasa takut itu, tidak berkehendak berada di dalam perlindungan negeri tersebut.”

Permasalahan Pengungsi Lingkungan merupakan termasuk kepada permasalahan kemanusiaan karena dalam kasus ini kebanyakan negara yang menandatangani konvensi pengungsi 1951 maupun negara-negara lain yang belum menandatangani konvensi ini masih belum mau menerima pengungsi yang mengatasnamakan diri mereka sebagai “Pengngsi Lingkungan” karena jika merujuk kepada pengertian pengungsi berdasarkan konvensi tersebut, maka “Pengungsi Lingkungan” tidak termasuk kedalam definisi “pengungsi”, maka dari itu para negara penerima masih ragu untuk menerima pengungsi lingkungan di negara mereka.

(22)

inti dari banyak masalah di ASEAN, dan menjadi tekanan besar pada blok regional ini untuk memikirkan kembali prinsip non-intervensi dalam urusan internal di negara-negara tetangga," tambahnya.51 Pernyataan tersebut berkaitan dengan permasalahan pengungsi Rohingya yang pada status-quo nya sedang terombang-ambing di tengah lautan karena ditolak oleh negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, bahkan Indonesia sendiri.

Para pengungsi lingkungan tidaklah lepas dari ketakutan akan hal ditolaknya pengajuan hak atas suaka yang mereka ajukan. Seperti halnya dalam kasus warga negara pulau Kiribiti yang mengajukan claim atas statusnya sebagai pengungsi lingkungan kepada negara New Zealand. Dalam kasus ini, permohonan ditolak oleh pengadilan setempat dikarenakan tidak adanya konvensi atau dasar hukum yang mengatur tentang pengungsi dengan status ”Pengungsi Lingkungan”.

Claiming Kiribati is “beyond redemption” and “at the point of no return,”

President Tong has encouraged neighboring states to open their doors to

I-Kiribati who must flee their home country.52

Pernyataan Presiden Karibiti tentang bagaimana keadaan Negara Karibiti yang berstatus sangat memprihatinkan dikarenakan oleh akibat dari kenaikan level permukaan air laut, dimana hal ini merupakan salah satu akibat dari perubahan iklim yang mengakibatkan Negara ini tenggelam dan memohon kepada negara-negara tetangga agar dapat menerima Pengungsi yang berasal dari Karibiti yang harus meninggalkan rumah mereka karena kasus ini. Dalam hal ini dapat kita lihat       

51 Lihat situs internet

http://www.dw.com/id/apa-kata-media-asia-tenggara-tentang-krisis-pengungsi/a-18456959, diakses pada tanggal 25 Maret 2016, pada pukul 09.05 WIB

52 

(23)

bagaimana Presiden Karibiti sebagai perwakilan dari rakyatnya meminta bantuan atas nama kemanusiaan untuk menerima mereka jika mereka harus melakukan pengungsian atas nama “Pengungsi Lingkungan”.

Tidak dapat kita hindari bahwa persoalan kerusakan lingkungan dan akibatnya merupakan kesalahan dari umat manusia yang tidak memperkirakan akibat lebih lanjut atas pembangunan dan perkembangan yang dilakukan atas nama Negara tetapi mengorbankan aspek-aspek lain dari kehidupan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, berkaitan tentang permasalahan Pengungsi Lingkungan yang merupakan Collective Effect daripada perbuatan manusia sudah sepantasnya termasuk kedalam kategori permasalahan kemanusiaan.

B.Climate Change Refugee dari sisi Negara penerima

Permasalahan Pengungsi Lingkungan tidak hanya dapat dilihat dari sudut pandang Pengungsi Lingkungan itu saja, tetapi dapat kita tinjau dari sudut pandang Negara Penerima Pengungsi Lingkungan tersebut, karena dalam hal ini terdapat beberapa aktor yang dapat kita bahas.

Kedatangan Pengungsi ke Negara Penerima dianggap dapat menyebabkan beberapa kerugian, seperti kerugian ekonomi, keamanan nasional, serta kestabilan politik di Negara Penerima. Mungkin permasalahan ini juga yang akan dihadapi oleh Negara penerima terkait dengan permasalahan Pengungsi Lingkungan karena pada dasarnya akar permasalahan mereka ialah sama, yaitu mencari suaka.

(24)

1. Prinsip non refoulement

Sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951 merupakan aspek dasar hukum pengungsi yang melarang negara untuk mengusir atau mengembalikan seseorang ke negara asalnya dimana kehidupan dan kebebasannya akan terancam, dan oleh karenanya mengikat semua negara yang menjadi peserta Konvensi Tahun 1951. Namun sering kali dalam keadaan yang terdesak, para pengungsi segera memilih untuk meninggalkan negara asalnya dan mencari perlindungan di negara yang mereka rasa aman tanpa tahu apakah negara tersebut merupakan negara peserta Konvensi Tahun 1951 atau bukan.

Pengungsi berhak atas sejumlah hak seperti perlindungan dan bantuan yang disesuaikan dengan keadaan masing-masing. Salah satu perlindungan yang paling mendasar dari penanganan Pengungsi adalah Pengungsi dapat menikmati perlindungan dari pemulangan yang sewenang-wenang ke negara dimana mereka menghadapi resiko penganiayaan. Prinsip ini dikenal dengan prinsip non refoulement dan seringkali hal ini disebut sebagai tonggak dari perlindungan internasional terhadap pengungsi. Hak ini secara khusus dijelaskan dalam Pasal 33 ayat 1 dari Konvensi Tahun 1951, yaitu:

(25)

terancam oleh karena suku, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politiknya”.53

Pengecualian dari prinsip non refoulement dijabarkan dengan sempit. Pengecualian hanya boleh diterapkan dalam keadaan tertentu seperti tersebut dalam Pasal 33 ayat 2 Konvensi Tahun 1951. Syarat-syarat dalam pasal tersebut hanya boleh diterapkan jika pengungsi yang dimaksud merupakan ancaman yang serius terhadap keamanan negara dimana ia mencari suaka atau orang tersebut telah diputuskan oleh pengadilan yang tidak mungkin naik banding lagi untuk kejahatan yang sangat serius dan selanjutnya masih menjadi ancaman bagi masyarakat di negara dimana ia mencari suaka.

Prinsip non refoulement oleh beberapa ahli hukum internasional dikategorikan sebagai ius cogens, dimana ius cogens dapat diartikan sebagai suatu norma dasar hukum internasional. Norma dasar hukum internasional menurut Konvensi Wina 1969 yaitu suatu norma yang diterima dan diakui oleh masyarakat internasional sebagai suatu norma yang tidak boleh dilanggar dan hanya bisa diubah oleh norma dasar hukum internasional baru yang sama sifatnya. Oleh karena tersebut, prinsip non refoulement harus tetap diterapkan di suatu negara dimana pengungsi mencari perlindungan, walaupun Negara tersebut tidak menandatangani Konvensi PBB 1951 tentang Pengungsi.54

2. Faktor-faktor pertimbangan Negara Penerima Pengungsi Lingkungan untuk menerima Pengungsi Lingkungan.

      

53 Konvensi mengenai Status Pengungsi Tahun 1951, Pasal 33 ayat 1.

54Lihat, Titik Juniati Ismaniar dan Gede Marhaendra Wija Atmadja,. Penerapan “Prinsip

(26)

1) Faktor Keamanan Nasional

Pada skenario pertama, faktor yang paling utama yang mungkin akan dilihat oleh Negara Penerima terkait dengan kasus ini adalah tentang isu keamanan nasional. “keamanan nasional” pengertiannya menjadi semakin luas, bukan hanya meliputi ancaman dari dalam (internal threat) dan/atau luar (external threat), tetapi juga ancaman azymutal yang bersifat global tanpa bisa dikategorikan sebagai ancaman luar atau dalam. Seirama dengan itu, watak dan wajah ancaman juga berubah multi dimensional. Sebab-sebab konflik menjadi, semakin majemuk dan tidak bisa semata-mata dibatasi sebagai ancaman militer.55

Dalam perkembangannya di samping persoalan-persoalan keamanan tradisional yang dapat mengancam Negara Penerima baik secara langsung maupun tidak langsung, muncul pula masalah-masalah keamanan jika menerima Pengungsi Lingkungan yang notabane-nya belum memiliki dasar hukum internasional secara tertulis yang lebih langsung mempengaruhi keamanan nasional, yakni isu ancaman keamanan non tradisional (non traditional security issues) yang meliputi isu-isu terorisme (terrorism), lalu lintas obat terlarang (drugraficking), penyelundupan senjata (small weapons/ arms smuggling), penyelundupan orang (people smuggling), perdagangan wanita dan anak-anak (women and children trafficking) yang hampir kesemuanya merupakan kejahatan lintas negara (transnational crime) yang notabene ikut melengkapi masalah-masalah keamanan domestik tersebut.

      

55 Lihat

(27)

2) Faktor Ekonomi

Selain tentang isu keamanan nasional, sebagai Negara Penerima mungkin juga akan melihat isu ekonomi sebagai pertimbangan untuk menerima para Pengungsi Lingkungan. Dalam menerima selain isu keamanan nasional, isu ekonomi merupakan salah satu perhatian utama Negara Penerima. Seperti yang tercantum di dalam Konvensi PBB tahun 1951 tentang Pengungsi pada BAB III tentang pekerjaan yang memberi penghasilan serta pada BAB IV tentang kesejahteraan, dimana Negara Penerima haruslah menjamin hak-hak kesejahteraan para Pengungsi secara ekonomi seperti menyediakan pekerjaan yang memberi penghasilan dan hal-hal lainnya.

(28)

isu ekonomi merupakan isu yang cukup sensitif jika berkaitan dengan Negara Penerima yang kesejahteraannya juga belum mencapai kata “Cukup Sejahtera”. 3) Faktor Sosial

Hal tersebut juga dapat mempengaruhi permasalahan lain seperti Isu

Social Gab dan juga pada akhirnya bisa berkaitan dengan permasalahan

kecemburuan sosial.

Isu Social Gab bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi dalam hal

penerimaan Pengungsi Lingkungan. Seperti yang kita ketahui bahwa kedatangan kelompok Pengungsi Lingkungan yang merupakan berasal dari Negara lain, dimana para Pengungsi Lingkungan tersebut memiliki perbedaan dengan Negara Penerima baik dalam hal geografis maupun dalam hal kebiasaan budaya dan sosial masyarakat tersebut.

(29)

Permasalahan kecemburuan sosial yang penulis sebutkan diatas juga merupakan akibat dari perlakuan Negara Penerima terhadap Pengungsi Lingkungan yang mungkin diartikan sebagai perlakuan khusus dilihat dari sudut pandang Warga Negara asli Negara Penerima tersebut, yang dapat menciptakan rasa ketidak-adilan bagi Warga Negara Asli suatu Negara Penerima Pengungsi Lingkungan. Karena jika Negara Penerima merupakan Negara Berkembang, maka hal ini akan besar kemungkinannya untuk terjadi. Karena ada beberapa karakter masyarakat di Negara berkembang, yaitu:

General characteristics of the developing countries are as follows:56

Average income per capita of the population were generally low.

Education levels low average population.

Life expectancy lower average population.

Population growth rate per year is quite high.

The mortality rate is relatively high population per year.

Livelihoods of the population is generally patterned agrarian.

Narrow the field work.

Commodity exports of raw materials, rather than processed ingredients.

The majority of the population live in rural areas.

Low levels of population health.

High unemployment figures.

      

56 Lihat pada situs internet

(30)

Dari penjabaran di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa karakteristik dari masyarakat di Negara berkembang ialah terbatasnya wawasan tentang pendidikan, politik, serta ekonomi. Yang dimana jika masyarakat di Negara Penerima akan merasa bahwa pemerintah Negara akan lebih fokus terhadap penanganan Pengngsi Lingkungan, maka hal ini yang akan memacu rasa kecemburuan sosial terhadap Pengungsi Lingkungan yang mengakibatkan timbulnya permasalahan lain di dalam Negara Penerima yang berstatus Negara Berkembang.

C. Status perlindungan Climate Change Refugee dari perspektif hukum internasional

Setelah menjelajahi hubungan antara perubahan iklim dan perpindahan penduduk, gagasan dari "pengungsi lingkungan" dianggap sebagai platform yang mungkin dari mulai mengintegrasikan kebutuhan mereka yang terkena dampak perubahan iklim perpindahan ke dalam sistem hukum internasional.

Namun, keterbatasan penerapan Konvensi PBB tahun 1951 berkaitan dengan Status Pengungsi (Konvensi Pengungsi), bersama-sama dengan kebingungan yang meluas dan skeptisisme mengenai terminologi yang berkaitan dengan pengungsi lingkungan, berpendapat bahwa pendekatan ini tidak efektif.

Selagi kerangka kerja perubahan iklim saat ini sudah menyerukan kerjasama regional sehubungan kegiatan adaptasi, ada ruang untuk perjanjian pasca-Kyoto untuk memfasilitasi hukum regional dan pengembangan kebijakan dalam menanggapi perpindahan penduduk yang diakibatkan oleh perubahan iklim.57

      

57 

(31)

Selama akhir tahun 1980-an, tiga kategori pengungsi lingkungan telah diidentifikasi yang membentuk dasar dari diskusi pada topik Climate Change Refugees, yaitu:

 Kategori pertama, merupakan orang-orang yang mengungsi akibat stres

lingkungan sementara tetapi akan kembali ke tempat tinggal mereka setelah daerah tersebut telah pulih kembali, seperti bahaya bencana alam atau kecelakaan lingkungan.

 Kedua, Pengungsi Lingkungan yang mungkin termasuk orang-orang yang

terlantar secara permanen yang telah dimukimkan kembali di tempat lain karena perubahan lingkungan permanen yang dalam banyak kasus, merupakan dampak perbuatan manusia, seperti proyek bendungan besar.

 Kategori ketiga, Pengungsi Lingkungan yang dimana orang-orang yang telah

bermigrasi (baik sementara atau permanen) mencari kualitas hidup yang lebih baik sebagai akibat dari degradasi progresif sumber daya lingkungan.

(32)

Konvensi PBB tahun 1951 tentang Pengungsi dibuat dalam respon terkait dengan meningkatnya pengungsi akibat pasca perang eropa pada waktu itu mengakibatkan definisi dan hal-hal yang mengatur tentang status pengungsi menjadi terbatas dan sempit untuk interpretasi secara legal.

Ada dua elemen inti sebagai syarat untuk memenuhi status Pengungsi menurut Konvensi PBB 1951. Pertama, Pasal 1A mensyaratkan bahwa harus ada "cukup beralasan atas rasa takut dianiaya" dan kedua, alasan penganiayaan yang terbatas terhadap "ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu atau pendapat politik". Tidak ada ketentuan yang jelas untuk pengungsi yang diciptakan oleh perubahan lingkungan dalam definisi ini. Beberapa telah berusaha untuk menyatakan bahwa pengungsi lingkungan yang saat ini cocok dalam definisi Konvensi Pengungsi dengan mengklaim bahwa degradasi lingkungan yang disebabkan pemerintah adalah bentuk penganiayaan.

Berdasarkan Konvensi PBB 1951, Pengungsi terbatas pada situasi di mana hasil dari terpaksa melakukan migrasi manusia yang melintasi batas-batas negara. nasib Pengungsi Lingkungan berada di luar kewenangan dari Konvensi Pengungsi, dan dengan demikian, orang tersebut tidak dilindungi oleh kerangka hukum pengungsi internasional.

(33)

bertanggung jawab untuk kesejahteraan individu (seperti di mana pembangunan yang disponsori pemerintah, proyek telah menyebabkan terciptanya pengungsi lingkungan), atau Negara hanya mungkin dapat menawarkan bantuan untuk warganya di mana perubahan lingkungan memiliki efek yang besar sehingga dukungan internasional adalah satu-satunya pilihan yang layak (misalnya, di mana kenaikan permukaan laut mengancam keberadaan negara pulau kecil).

Berdasarkan kasus Teitota yang mengajukan klaim sebagai Pengungsi Lingkungan di pengadilan New Zealand, walaupun dalam kasus ini kasus Teitota ditolak oleh pengadilan New Zealand, namun menurut pengadilan ini, jika pada waktu yang akan datang akan ada kasus yang diajukan terkait dengan Pengungsi Lingkungan, maka pengadilan tidak akan menutup kemungkinan bahwa perlindungan bagi Pengungsi Lingkungan tidak akan diakui, jika terbukti benar di pengadilan.

“Although Teitiota’s claim ultimately failed, the High Court did not hold that Refugee Convention protections could never be extended to climateinduced migrants. This leaves open the possibility that future claims brought by individuals fleeing climate change might prove successful.”58

Berangkat dari kasus diatas, maka pada dasarnya PBB ataupun badan internasional lain hanya dapat membuat peraturan hukum yang berlaku secara internasional hanya untuk Negara-negara yang menjadi anggota dari Organisasi Internasional tersebut dan juga dapat diterapkan kepada Negara yang telah

      

58 Lihat Xing-Yin Ni, 20015. Boston College International & Comparative Law Review: A

(34)

menandatangani persetujuan untuk mengadopsi perangkat hukum internasional menjadi perangkat hukum yang sah secara nasional.

(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Dalam akhir penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai temuan-temuan atas permasalahan yang diteliti, sebagai berikut:

(36)

spesies tumbuhan dan hewan. Beberapa sumber hukum yang terkait dengan Isu lingkungan adalah Konvensi Perubahan Iklim, Protokol Kyoto, 1997 dan Bali Roadmap, 2007; dan konstitusi nasional yang secara menyebutkan tentang pentingnya kelestarian lingkungan demi hak hidup manusia.

(37)

dan orang-orang pola cuaca musiman. Definisi dan konsep Istilah "pengungsi lingkungan" pertama kali diusulkan oleh Lester Brown pada tahun 1976, dan sejak itu telah terjadi lonjakan dalam penggunaan istilah di mana "migran lingkungan" dan kategori serupa klaster industri, termasuk "Lingkungan imigran terpaksa", "pengungsi iklim", "displace lingkungan", "pengungsi ekologi", telah digunakan. Menurut 1951 Konvensi PBB tentang Status Pengungsi, pengungsi secara sempit (di 1A) mendefinisikan siapa "penganiayaan karena ras, agama, kebangsaan, keanggotaan di lapangan seseorang beralasan takut kelompok sosial tertentu atau opini politik, adalah luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau karena seperti takut mau melindungi negara sendiri”. Perbedaan antara pengungsi yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan pengungsi yang disebabkan oleh konflik negara terletak pada penyebab terjadinya aksi pengunugsian yang dilakukan oleh individu ataupun kelompok tersebut. Walaupun keduanya mengakibatkan dampak buruk bagi para pengungsi, tetapi yang harus kita bedakan adalah jika Pengungsi Lingkungan terjadi karena adanya efek perubahan iklim yang terjadi di bumi dikarenakan oleh partisipasi negara pada khususnya negara-negara maju yang tidak memperhatikan lingkungan demi kemajuan negara-negaranya. 3. Status perlindungan climate change refugee di Negara Penerima ditinjau dari

(38)
(39)

B.Saran

1. Saran yang dapat diajukan penulis adalah dalam hal Pengungsi Lingkungan, dikarenakan kasusnya telah ada di dunia internasional tetapi perangkat hukum yang menjadi dasar perlindungan hak-hak para Pengungsi Lingkungan tersebut guna menjamin hak asasi mereka sebagai manusia maka sebaiknya diharapkan bagi Badan-badan Internasional yang berwenang untuk segera menyusun naskah perlindungan khusus bagi Pengungsi Lingkungan. Kita sadari bahwa perubahan iklim secara ekstrim saat ini merupakan collateral damage yang terjadi atas pembangunan yang berkelanjutan yang dilakukan oleh seluruh Negara di dunia guna memajukan kesejahteraan Negaranya. Tetapi, dunia internasional melupakan bahwa dampak dari pembangunan yang berkelanjutan sering kali mempengaruhi keberlangsungan lingkungan yang sangat penting bagi makhluk hidup di Bumi, khususnya demi keberlangsungan hidup manusia. 2. Diharapkan kebijakan PBB dalam hal ini sebagai Organisasi Internasional

yang paling kuat pengaruhnya bagi dunia internasional untuk segera membuat peraturan secara khusus tentang Pengngsi Lingkungan agar Pengungsi Lingkungan tersebut memiliki kepastian secara legal yang diakui oleh hukum internasional.

(40)
(41)

BAB II

KAJIAN UMUM TENTANG PERUBAHAN IKLIM

A.Defenisi Perubahan Iklim 1. Pengertian Perubahan Iklim

Pada umumnya orang sering menyatakan kondisi iklim sama saja dengan kondisi cuaca, padahal kedua istilah tersebut adalah suatu kondisi yang tidak sama.

Beberapa definisi cuaca adalah: 11

a. Keadaan atmosfer secara keseluruhan pada suatu saat termasuk perubahan, perkembangan dan menghilangnya suatu fenomena (World Climate Conference, 1979).

b. Keadaan variable atmosfer secara keseluruhan disuatu tempat dalam selang waktu yang pendek (Glen T. Trewartha, 1980).

c. Keadaan atmosfer yang dinyatakan dengan nilai berbagai parameter, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban dan berbagai fenomena hujan, disuatu tempat atau wilayah selama kurun waktu yang pendek (menit, jam, hari, bulan, musim, tahun) (Gibbs, 1987).

Sedangkan iklim didefinisikan sebagai berikut :

a. Sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate Conference, 1979).

      

11 

(42)

b. Konsep abstrak yang menyatakan kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Glenn T. Trewartha, 1980). c. Peluang statistik berbagai keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin

kelembaban, yang terjadi disuatu daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs,1987).

Adapun definisi perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001).

Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN (2002) mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan.12

IPCC (2001) menyatakan bahwa perubahan iklim merujuk pada variasi rata-rata kondisi iklim suatu tempat atau pada variabilitasnya yang nyata secara statistik untuk jangka waktu yang panjang (biasanya dekade atau lebih). Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan.13

      

12  

Lihat pada situs internet http://www.slideshare.net/iekesiswanto/kul-model-dinamika- atmosfer-dalam-perubahan-iklim-dan-pengaruhnya-terhadap-presipitasi-pada-lingkungan-pertanian, diakses pada tanggal 05 Maret 2016, pada pukul 20.45 WIB.

13 

(43)

Istilah perubahan iklim sering digunakan secara tertukar dengan istilah ’pemanasan global’, padahal fenomena pemanasan global hanya merupakan bagian dari perubahan iklim, karena parameter iklim tidak hanya temperatur saja, melainkan ada parameter lain yang terkait seperti presipitasi, kondisi awan, angin, maupun radiasi matahari. Pemanasan global merupakan peningkatan rata-rata temperatur atmosfer yang dekat dengan permukaan bumi dan di troposfer, yang dapat berkontribusi pada perubahan pola iklim global.

Pemanasan global terjadi sebagai akibat meningkatnya jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Naiknya intensitas efek rumah kaca yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas yaitu sinar infra merah yang dipancarkan oleh bumi menjadikan perubahan iklim global.

Meskipun pemanasan global hanya merupakan satu bagian dalam fenomena perubahan iklim, namun pemanasan global menjadi hal yang penting untuk dikaji. Hal tersebut karena perubahan temperatur akan memberikan dampak yang signifikan terhadap aktivitas manusia. Perubahan temperatur bumi dapat mengubah kondisi lingkungan yang pada tahap selanjutkan akan berdampak pada tempat dimana kita dapat hidup, apa tumbuhan yang kita makan dapat tumbuh, bagaimana dan dimana kita dapat menanam bahan makanan, dan organisme apa yang dapat mengancam. Ini artinya bahwa pemanasan global akan mengancam kehidupan manusia secara menyeluruh.

(44)

antara sejumlah komponen sistem iklim seperti atmosfer, hidrofer (terutama lautan dan sungai), kriosfer, terestrial dan biosfer, dan pedosfer. Dengan demikian, dalam studi-studi mengenai perubahan iklim dibutuhkan penilaian yang terintegrasi terhadap sistem iklim atau sistem bumi.

2. Perubahan Iklim (Global Climate Change)

Fenomena pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim berdampak terjadinya perubahan sosial atau kependudukan dan budaya. Berbagai kajian sosial menemukan bahwa pola hubungan sosial berkaitan sangat erat dengan pola iklim. Hasil kajian IPCC (2007) menunjukkan bahwa sejak tahun 1850 tercatat adanya dua belas tahun terpanas berdasarkan data temperatur permukaan global. Sebelas dari duabealas tahun terpanas tersebut terjadi dalam waktu dua belas tahun terakhir ini. Permukaan air laut rata-rata global telah meningkat dengan laju rata-rata 1.8 mm per-tahun dalam rentang waktu antara lain antara tahun 1961-2003.14

Kenaikan total permukaan air laut yang berhasil dicatat pada abad ke-20 diperkirakan 0,17 m. Laporan IPCC juga menyatakan bahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya menanggulanginya.

Pemanasan global mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan frekwensi maupun intensitas kejadian cuaca ekstrim.

      

(45)

“Based on such observations, the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) in 2007 concluded that ‘warming of the climate system is unequivocal, as is now evident from observations of increases in global average air and ocean temperatures, widespread melting of snow and ice, and rising global average sea level’”.15

IPCC menyatakan bahwa pemanasan global dapat menyebabkan terjadi perubahan yang signifikan dalam sistem fisik dan biologis seperti peningkatan intensitas badai tropis, perubahan pola presipitasi, salinitas air laut, perubahan pola angin, mempengaruhi masa reproduksi hewan dan tanaman, distribusi spesies dan ukuran populasi, frekuensi serangan hama dan wabah penyakit, serta mempengaruhi berbagai ekosistem yang terdapat di daerah dengan garis lintang yang tinggi (termasuk ekosistem di daerah Artuka dan Antartika), lokasi yang tinggi, serta ekosistem-ekosistem pantai.

Jika tidak ada upaya yang sistematis dan terintegrasi untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan perbaikan kondisi lingkungan lokal dan global mulai dari sekarang, maka dampak yang ditimbulkan akibat adanya perubahan iklim ke depan akan semakin besar dan lebih lanjut akan berdampak pada sulitnya mencapai sistem pembangunan yang berkelanjutan. Penanganan masa perubahan iklim dalam konteks pembangunan membutuhkan manajemen perubahan iklim secara efektif, dan pada saat bersamaan mengantisispasi dampak

      

15 

(46)

perubahan iklim global jangka panjang secara komprehensif. Juga membutuhkan pendekatan lintas sektor baik pada tingkat nasional, regional maupun lokal.16

Dalam menghadapi perubahan iklim, penigkatan ketahanan sistem dalam masyarakat untuk mengurangi resiko bahaya perubahan iklim dilakukan melalui upaya adaptasi dan mitigasi. Adaptasi merupakan tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial untuk menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim. Namun upaya tersebut akan sulit memberi mandaat secara efektif apabila laju perubahan iklim melebihi kemampuan beradaptasi. Oleh karena itu, adaptasi harus diimbangi dengan mitigasi, yaitu upaya mengurangi sumber maupun peningkatan (penyerap) gas rumah kaca, agar proses pembangunan tidak terhambat dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat tercapai. Dengan demikian, generasi yang akan datang tidak terbebani oleh ancaman perubahan iklim secara lebih berat.

B.Perkembangan Perubahan Iklim Hingga Saat Ini 1. Perkembangan Perubahan Iklim

Pada 1898, ilmuwan Swedia Svante Ahrrenius mengingatkan bahwa emisi karbon dioksia (CO2)dapat menjadi penyebab pemanasan global. Namun, baru pada tahun 1970-an ilmuwan mendiskusikan pemanasan global sebagai agenda ilmiah yang selanjutnya menjadi keputusan politik. Sebelum itu, pemanasan global tenggelam dalam berbagai isu lain seperti nuklir dan perang dingin.17

Tahun 1950, dalam Saturday Evening Post, sebuah Koran yang kemudian menjadi salah satu yang terbesar di Amerika, pernah menampilkan artikel dengan       

16 

Lihat situs internet https://reddandrightsindonesia.wordpress.com/2011/03/17/sejarah-konvensi-perubahan-iklim-bernad-steni/, diakses pada tanggal 02 Maret 2016, pada pukul 17.15 WIB

(47)

pertanyaan is the world getting warmer. Artikel itu meski mulai membuka pandora pemanasan global namun isu yang diangkat tidak mendalam bahkan cenderung seperti lelucon. Misalnya, akibat cuaca panas maka ikan terbang negeri tropis pun meluncur di pinggiran pantai New Jersey amerika. Apa pun yang dikemukakan oleh Koran itu, telah menjadi titik awal informasi ke publik mengenai sesuatu telah terjadi pada suhu dan iklim global.

“The average rate of warming at the end of the last glaciation was about 5°C in some 10 000 years, or 0.05°C per century, while the observed rate of warming in the last 50 years is 1.3°C per century and the estimated rate over the next 100 years could be more than 5°C per century, which is 100 times as fast as during the last deglaciation. Such rapid rates of warming would make adaptation by natural and human systems extremely difficult or impossible.”18

Perdebatan ilmiah baru mulai muncul pada tahun 1960-an, tapi banyak hal lain yang lebih menyita perhatian, seperti perang nuklir, sehingga sangat sedikit orang yang mengetahui isu ini. Ketika perdebatan ilmiah dimulai tahun 1970-an pun bukan pemanasan global yang menjadi perhatian pers tapi justru pendinginan global (cool down). Suhu bumi secara perlahan menurun selama kurang lebih tiga dekade. Sejumlah ahli yang tidak konvensional berspekulasi bahwa debu dan partikel sulfat yang menutupi matahari menjadi sebab pendinginan tersebut. Sebuah film dokumenter Inggris tahun 1974 memberi peringatan bahwa musim dingin yang brutal cukup memadai untuk menutup garis lintang utara dengan kilauan salju dan dalam musim panas berikutnya tidak bisa hilang sepenuhnya.       

18  

(48)

Sehingga potensial untuk menjadi benua dengan lapisan kerak es dalam dekade mendatang. Meskipun reporter berbagai media massa berceloteh lebih banyak mengenai pendinginan global, beberapa ahli berkonsentrasi pada tinjauan atas pemanasan global dalam jangka panjang. Salah satu paper kunci pada tahun 1975 bertanya apakah kita sedang di ambang perubahan iklim yang nyata.

Dua studi yang dilakukan pada penghujung 1970-an dari National Aeronautics and Space Administration (NASA) mengkonfirmasi bahwa konsentrasi CO2 yang terus bertambah di udara akan menuju pada pemanasan yang signifikan. Uji coba model berbasis komputer kemudian berkembang pesat. Model-model tersebut selanjutnya mengkonfirmasi bahwa pemanasan sedang berjalan. Pada akhirnya, perubahan di atmosfir sendiri secara empirik membenarkan simulasi komputer dan temuan-temuan ilmiah tersebut. Pada penghujung 1980, temperatur global telah mulai meningkat dan sejak itu tidak pernah menurun kecuali penurunan selama dua tahun setelah erupsi vulkanik Gunung Pinatubo tahun 1991.19

Laporan dan temuan terus terakumulasi sepanjang 1980-an tapi hanya sedikit keriuhan di luar laboratorium riset dan pendengaran pemerintah. Fokus masih berkutat dengan kecemasan perang dingin hingga awal 1980-an, meski kadang-kadang di sana sini media massa mulai menulis tentang pemanasan global. Times London, misalnya, pada 1982 menulis tentang “ekperimen yang terlanjur panas untuk ditangani, sesuatu yang dapat mengubah wajah dunia dalam tiga generasi”.

      

19 

(49)

Situasi berubah ketika lubang pada lapisan ozon ditemukan di Antartika tahun 1985. Meskipun masih belum begitu jelas perbedaan antara pengurangan ozon dengan perubahan iklim, penemuan tersebut menjadi sebuah tanda mengenai kerentanan atmosfir yang diperlihatkan dengan jelas oleh foto satelit. Perubahan iklim bergema pada musim panas 1988 di Amerika.

Urgensi dari tantangan perubahan iklim di masa sekarang sangatlah jauh perubahannya dari tahun 2005, dengan pengamatan baru yang menunjukkan bahwa banyaknya dampak-dampak yang timbul dari perubahan iklim lebih cepat daripada yang perkiraan oleh para ilmuwan.

2. Lahirnya Konvensi Perubahan Iklim

Merespons peningkatan temuan ilmiah atas perubahan iklim, seri konferensi antar pemerintah yang fokus pada perubahan iklim dibuat. Pada 1998, konferensi pertama diselenggarakan di Toronto. Konferensi tersebut bertajuk Changing Atmosphere menggoyang wacana publik dan menyita perhatian Internasional ketika 340 peserta konferensi dengan berbagai latar belakang dan berasal dari 46 negara merekomendasikan konvensi kerangka kerja global yang komprehensif untuk melindungi atmosfir.20

Dengan mengacu pada proposal yang diajukan oleh Malta, Majelis Umum PBB akhirnya menjawab perubahan iklim untuk pertama kali dengan mengadopsi

      

20 

(50)

resolusi 43/53. Resolusi ini paling tidak menghadirkan dua aspek penting yang akan menjadi perdebatan dalam perundingan-perundingan berikutnya, yaitu:21

Pertama, mengakui bahwa perubahan iklim merupakan masalah bersama umat manusia terutama karena iklim merupakan kondisi yang esensial yang mempertahankan kehidupan di muka bumi.

Kedua, menentukan bahwa tindakan yang perlu dan dalam jangka waktu yang tepat seharusnya diambil dalam kerangka kerja global untuk menghadapi perubahan iklim.

Jika diperiksa lagi ke belakang, konferensi ini tak luput dari peran sejumlah lembaga-lembaga yang berkecimpung di isu lingkungan dan terutama iklim yakni WMO (The World Meteorological Organization), UNEP (United Nations Environment Programme) dan ICSU (International Council of Scientific Union). Setelah mengidentifikasi perubahan iklim sebagai masalah yang mendesak maka pada tahun 1979, lembaga-lembaga tersebut menyusun Program Iklim Dunia (World Climate Programme).22

Deklarasi yang final diadopsi setelah proses tawar menawar politik yang alot. Kesepakatan yang tercapai pada akhirnya menggarisbawahi beberapa hal penting:

Pertama, tidak menyepakati target spesifik pengurangan emisi.

Kedua, menyokong beberapa prinsip penting yang dalam perkembangan selanjutnya diadopsi dalam Konvensi Perubahan Iklim.

      

21 

Lihat situs internet https://reddandrightsindonesia.wordpress.com/2011/03/17/sejarah-konvensi-perubahan-iklim-bernad-steni/, diakses pada tanggal 02 Maret 2016, pada pukul 17.15 WIB 

(51)

Prinsip-prinsip tersebut adalah perubahan iklim sebagai common concern of humankind (masalah bersama umat manusia), pentingnya keadilan melalui prinsip “common but differentiated responsibilities” (tanggung jawab yang sama namun secara khusus harus dibedakan sesuai kemampuan) dengan menimbang level pembangunan yang berbeda, prinsip sustainable development (pembangunan berkelanjutan) dan the precautionary principle (kehati-hatian dini).

Ketiga, telah terjadi ancaman serius atau kerugian yang tidak bisa dielak sehingga kurangnya kepastian ilmiah tidak menjadi alasan untuk menunda tindakan yang efektif biaya untuk mencegah pengurangan mutu lingkungan.

Di bawah bayang-bayang tekanan publik internasional, pada Desember 1990, Majelis Umum PBB setuju untuk memulai melakukan perundingan untuk membentuk perjanjian. Hasilnya, melalui Resolusi 45/21, Majelis Umum PBB membentuk The Intergovernmental Negotiating Committee for a Framework Convention on Climate Change (INC/FCCC) yang menjadi wadah tunggal proses negosiasi antarpemerintah di bawah naungan Majelis Umum PBB.

(52)

diluncurkan dan dibuka untuk penandatanganan dari para pihak pada bulan Juni 1992 dalam KTT Bumi Brazil.23

Pada kesempatan itu 154 negara peserta KTT menandatangani kerangka kerja perubahan iklim yang selanjutnya disebut The United Nations Framework Convention on Climate Change atau UNFCCC. Bulan Maret 1994, Konvensi Perubahan Iklim mulai berlaku. Saat ini, terdapat 194 pihak yang meratifikasi Konvensi Perubahan Iklim (193 negara dan 1 organisasi ekonomi regional – European Union).

C.Hubungan antara Lingkungan, Akibat Climate Change, dan Kehidupan Manusia.

1. Lingkungan dan Perubahan Iklim

Iklim merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Lingkungan, tanaman, binatang, serta seluruh makhluk hidup yang termasuk didalamnya menentukan keadaan iklim dalam waktu yang panjang yang berkaitan dengan keberlangsungan iklim tersebut. Berdasarkan waktu geologinya, Iklim membantu pembentukan gunung, penggemburan tanah, menentukan keadaan sungai, serta menentukan keadaan lingkungan lainnya.

“The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) reports a worrying litany of likely climate change impacts for the region: a decline in crop yield, an increase in climate induced disease, an increased risk of hunger and water scarcity, an increase in the number and severity of glacier melt related floods, significant loss of coastal ecosystems, a high risk of flooding for many       

23 

Lihat situs internet

(53)

millions of people in coastal communities, and an increased risk of extinction for many species of fauna and flora”.24

Dalam kutipan diatas menyebutkan IPCC melaporkan bahwa dampak perubahan iklim saat ini sangatlah mengkhawatirkan bagi wilayah-wilayah. Sangat berdampak terhadap lahan pertanian, terhadap wabah penyakit yang disebabkan oleh perubahan iklim, kenaikan resiko kelaparan dan kekurangan air bersih, kenaikan angka es yang meleleh yang berkaitan dengan musibah banjir, kehilangan yang signifikan terhadap ekosistem tepi laut, resiko yang sangat tinggi akan tenggelamnya negara-negara kepulauan yang mengancam keselamatan masyarakatnya, dan juga meningkatkan resiko punahnya banyak spesies tumbuhan dan hewan.

a. Perubahan Iklim dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan

Perubahan iklim dapat mengubah kualitas air, udara, makanan; ekologi vektor; ekosistem, pertanian, industri, dan perumahan. Semua aspek tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan kualitas hidup manusia. Perubahan iklim telah menciptakan suatu rangkainan kausalitas kompleks yang berujung pada dampak kesehatan. Misalnya saja, kualitas dan suplai makanan. Variabel ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Bagaimana keteraturan iklim telah membuat petani tahu kapan waktu yang tepat untuk menebarkan benih, memupuk, dan memanen lahannya. Saat iklim berubah, cuaca juga berubah. Kekeringan dan banjir dapat datang sewaktu-waktu. Mungkin petani masih bisa memanfaatkan air tanah. Akan tetapi, seperti telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya,       

24 

(54)

aktivitas antropogenik manusia telah merubah wajah vegetasi bumi. Kualitas dan kuantitas air tanah dan permukaan kini juga berada dalam ancaman. Perubahan cuaca, kelembaban, suhu udara, arah dan kekuatan angin juga mempengaruhi perilaku hama.

The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) reports a worrying litany of likely climate change impacts for the region: a decline in crop yield, an increase in climate-induced disease, an increased risk of hunger and water scarcity, an increase in the number and severity of glacier melt-related floods, significant loss of coastal ecosystems, a high risk of flooding for many millions of people in coastal communities, and an increased risk of extinction for many species of fauna and flora.25

Perubahan iklim dapat mengakibatkan munculnya berbagai gangguan kesehatan. Serangan heat stroke, kematian akibat tersambar petir, busung lapar akibat gagal panen yang disebabkan perubahan pola hujan, dan gangguan kesehatan lainnya membutuhkan penanganan istimewa, tidak bisa disamakan dengan kejadian penyakit biasa.26

Oleh karena itu, hal tersebut membutuhkan rancangan sistem kesehatan yang disesuaikan dengan perkiraan dampak perubahan iklim sehingga fasilitas pelayanan kesehatan yang ada mampu menampung, menangani, dan mengendalikan kasus-kasus tersebut. Ketika perubahan iklim datang, maka kesehatan manusia akan berada dalam ketidakpastian waktu. Kasus bisa terjadi sewaktu-waktu dengan kuantitas dan kualitas dampak yang juga tidak dapat       

25 Loc.cit. 

26 

(55)

dipastikan. Sistem pelayanan kesehatan akan menemui berbagai macam tantangan yang rumit seperti naiknya biaya pelayanan kesehatan, komunitas yang mengalami penuaan dini, dan berbagai tantangan lainnya sehingga strategi pencegahan yang efektif sangat dibutuhkan.

Banjir mengakibatkan kesehatan manusia terancam berbagai penyakit menular dan penyakit mental. Leptospirosis, diare, gangguan saluran pernapasan, scabies, dan penyakit lainnya mengancam warga pasca banjir. Secara teoritis, banjir adalah hasil dari interaksi dari curah hujan, runoff permukaan, evaporasi, angin, tinggi permukaan air laut, dan topografi lokal. Bencana banjir dan badai mulai muncul dalam 2 dekade ini. Pada tahun 2003, 130 juta jiwa menjadi korban banjir bandang di China. Sedangkan pada tahun 1999, 30.000 orang mati karena badai yang diikuti banjir dan tanah longsor di Venezuela. Di Indonesia, banjir air pasang terjadi di Jakarta Utara dan Tangerang.27

Perubahan Iklim juga menyebabkan kemunculan dini musim semi serbuk sari di belahan bumi utara. Sangat beralasan jika menyimpulkan bahwa penyakit alergen disebabkan oleh serbuk sari seperti alergi rhinitis seiring ditemuinya kejadian tersebut bersamaan dengan perubahan musim tersebut.

b. Perubahan Iklim Terhadap Kondisi Sosial

The proximate triggers for intra-state social unrest and inter-communal violence are usually argued to involve competition for scarce resources (including

      

27 

(56)

water and energy), food insecurity, and pressures that result from internal migration spurred by the impacts of climate change on local environments.28

Salah satu contoh akibat perubahan iklim adalah banjir. Banjir yang menenggelamkan tempat tinggal manusia membuat manusia mengungsi. Dalam kondisi darurat seperti itu, akan timbul kepanikan. Selain itu, pada kondisi darurat manusia tidak lagi memikirkan orang lain. Yang menjadi prioritas utamanya adalah bagaimana caranya agar dirinya, keluarganya, dan hartanya dapat diselamatkan. Tidak jarang manusia menginjak hak orang lain asal kebutuhan keluarganya dapat dipenuhi, walaupun hak orang yang diinjak tersebut adalah hak tetangganya. Banjir juga menyebabkan jatuhnya korban meninggal yang akan membuat perasaan keluarga dan orang terdekatnya termasuk tetangga akan menjadi sangat sedih, hal ini membuat keadaan sosial akan berubah karena telah menghilangnya salah satu pelaku sosial di lingkungan tersebut.

c. Perubahan Iklim dan Dampak Lingkungannya

Perubahan Iklim terjadi karena perubahan keseimbangan lingkungan. Meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (uap air, CO2, NOx, CH4, dan O3) di atmosfer akibat aktifitas pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia menyebabkan terbentuknya semacam selimut tak tampak mata yang mengurung gelombang panas sinar matahari yang dipantulkan oleh permukaan bumi. Efeknya

      

28 Lorraine Elliott and Mely Caballero-Anthony. 2013. Human Security and Climate

(57)

adalah permukaan bumi semakin memanas dan pada akhirnya memicu perubahan iklim.29

Efek yang paling terlihat dari kondisi ini adalah perubahan cuaca. Cuaca adalah kondisi atmosfer yang kompleks dan memiliki perilaku berubah yang kontinyu, biasanya terikat oleh skala waktu, dari menit hingga minggu. Variabel-variabel yang berada dalam ruang lingkup cuaca di antaranya adalah suhu, daya presipitasi, tekanan udara, kelembaban udara, kecepatan, dan arah angin. Sedangkan iklim adalah kondisi rata-rata atmosfer, dan berhubungan dengan karakteristik topografi dan luas permukaan air, dalam suatu region wilayah tertentu, dalam jangka waktu tertentu yang biasanya terikat dalam durasi bertahun-tahun.

Aktivitas antropogenik lain, diantaranya adalah penggunaan lahan dan berubahnya vegetasi alami juga ikut berkontribusi menyebabkan perubahan iklim. Perubahan vegetasi menyebabkan variasi karakteristik permukaan bumi seperti albedo (kemampuan memantulkan) dan roughness (ketinggian vegetasi) mempengaruhi keseimbangan energi permukaan bumi lewat gangguan evapotranspirasi. Selain itu, perubahan vegetasi juga dapat mempengaruhi suhu, laju presipitasi, dan curah hujan di suatu regional. Bencana

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian untuk menjelaskan dan menganalisis hak-hak para pengungsi Vietnam telah terpenuhi berdasrkan konvensi Wina 1951 tentang pengungsi baik dari UNHCR maupun

Berdasarkan hal itu, menarik untuk diteliti upaya-upaya yang dianggap perlu seperti apakah yang dapat diambil oleh negara penerima sebagai pihak konvensi terorisme

Sama halnya dengan penolakan suaka dari praktek negara-negara berbeda-beda seperti dalam kasus penolakan suaka Edward Snowden oleh Pemerintah Australia karana alasan

Sama halnya dengan penolakan suaka dari praktek negara-negara berbeda-beda seperti dalam kasus penolakan suaka Edward Snowden oleh Pemerintah Australia karana alasan

Menurut Konvensi 1951 tentang pengungsi, pengungsi adalah orang yang berada diluar negara atau tempat tinggal asalnya, mengalami ketakutan terhadap penuntutan