DALAM MEMANFAATKAN LAHAN KOSONG
Praptiningsih Gamawati Adinurani1)1) Fakultas Pertanian, Universitas Merdeka Madiun
email: praptiningsih.ga@gmail.com Abstract
Massive urbanization without adequate human resources support will cause problems. Urban carrying capacity over time can no longer sustain the livelihoods of its people properly. Problems encountered include, among others, the provision of food. Adequacy of food needs can be overcome through urban farming activities by the urban community itself. Urban farming can be done in the yard or on abandoned land. Increased knowledge and skills of urban farming practitioners can be by counseling, discussion, training various techniques of agricultural practices such as ver ti cultur system, hydroponics, and polybag system. Targets and outcomes after participating in training and technical training on farming practices, urban agriculture practitioners can produce vegetables and fruits for their consumption as well as for sale, seed production, fertilizer and for example modeling various techniques of farming practices.
Keywords: urban farming, verticulture, hydroponics, fertilizer.
PENDAHULUAN
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 dan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010 – 2035 diperoleh rata-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia per tahun selama tahun 2010 -2014 sebesar 1.40 % (BPS, 2015). Laju pertumbuhan penduduk akan berdampak langsung terhadap peningkatan konsumsi bahan pangan dan secara tidak langsung berdampak pula pada pertambahan kebutuhan pemukiman. Umumnya peme-nuhan kebutuhan pemukiman seringkali mengorbankan lahan produktif. Lahan pertanian yang masih produktif banyak dikonversi menjadi kawasan industri ataupun perumahan. Rata-rata luas lahan pertanian yang beralih fungsi sekitar 80 ribu hektar per tahun atau 220 hektar per hari (Tempo.Co, 2013).
Menurut Iqbal dan Sumaryanto (2007), bahwa alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali apabila tidak ditanggulangi dapat mendatangkan permasalahan yang serius, antara lain dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan. Kerawanan pangan akan dialami oleh masyarakat baik di pedesaan maupun perkotaan. Untuk mengatasi kerawanan pangan dapat dimulai dengan pemenuhan kecukupan kebutuhan di tingkat rumah tangga. Seperti yang dikemukakan oleh Rachman dan Ariani (2007) bahwa syarat keharusan terwujudnya ketahanan pangan nasional adalah terpenuhinya kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga/individu. Upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga, salah satunya dapat melalui pemanfaatan pekarangan rumah tangga.
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami tanaman kebutuhan keluarga sebenarnya sudah lama dilakukan oleh masyarakat terutama di pedesaan. Namun tidak dirancang dengan baik sehingga kurang berkembang, bahkan banyak yang memilih membeli dari pada menanam. Apalagi dewasa ini di Indonesia ada kecenderungan semakin sedikitnya generasi muda yang berminat ataupun tertarik mengerjakan pertanian. Umumnya lebih banyak memilih bidang pekerjaan lain di kota. Hal ini menyebabkan urbanisasi besar-besaran yang tentunya tanpa dukungan sumber daya manusia yang memadai. Meskipun demikian, masyarakat urban ini sedikit banyak masih mempunyai pengetahuan atau keterampilan dan pengalaman di lingkungan pertanian. Oleh karena itu, kecukupan kebutuhan pangan dapat diatasi melalui kegiatan urban farming oleh masyarakat urban.
Di Indonesia, nampaknya gerakan urban farming belum menjadi perhatian sehingga belum banyak pihak baik pemerintah maupun swasta yang berkewajiban menangani kegiatan dan perkembangan kaum urban. Meskipun perkembangan urban farming berjalan lambat, namun ada berbagai pihak yang mulai berupaya untuk meningkatkan animo masyarakat urban terhadap bidang pertanian. Hal ini terlihat dari adanya gerakan Jakarta berkebun yang dirintis tahun 2011. Jakarta berkebun menginspirasi munculnya komunitas berkebun di kota-kota lain. Awal kegiatan urban farming hanya memanfaatkan lahan kosong atau lahan-lahan terlantar di perumahan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Menurut Widyawati (2013) bahwa melalui aktivitas urban farming dapat diperoleh keuntungan ganda termasuk meningkatkan ketersediaan, kualitas dan keamanan pangan, memulihkan dan meningkatkan kesehatan. Aktivitas urban farming mempunyai nilai praktis, ekonomis dan nilai ekologis. Pelaku
urban farming dapat dipersatukan melalui kegiatan berkebun bersama yang dapat menghasilkan produk sayuran segar, sehat dan aman untuk dikonsumsi. Adanya urban farming memberikan nilai ekologis karena adanya nilai tambah keindahan lingkungan yang berdampak pada kebersihan, peningkatan oksigen, mengurangi pemanasan global dan tidak ada timbunan sampah. Dapat dikatakan bahwa kegiatan urban farming lebih menekankan prinsip reuse, reduce dan recycle sehingga lingkungan menjadi zero waste.
Semakin sempitnya lahan perumahan di perkotaan menyebabkan berkurangnya lahan pekarangan, bahkan dapat dikatakan tidak mempunyai pekarangan. Namun keterbatasan lahan bukan merupakan hambatan untuk mengaktualkan penyediaan pangan di lahan minimalis. Permasalahan ini dapat diatasi dengan berbagai teknik praktek pertanian antara lain budidaya system vertikultur, system polybag, tambulapot, ataupun sistem hidroponik. Sedangkan pelaku urban farming yang memanfaatkan lahan kosong/lahan terlantar dianjurkan menerapkan sistem pertanian berkelanjutan. Untuk itu perlu peningkatan pengetahuan dan keterampilan pelaku urban farming dalam hal inovasi teknik budidaya tanaman dan penerapan sistem pertanian berkelanjutan
Program pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan: (a) peningkatan pengetahuan dan keterampilan pelaku urban farming tentang berbagai teknik praktek pertanian di lahan minimalis dan penerapan pertanian berkelanjutan di lahan terlantar; (b) peningkatan pemenuhan kebutuhan gizi pangan secara mandiri; dan (c) pemeliharaan lingkungan hidup yang nyaman.
METODE PELAKSANAAN
Pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarkat pada partisipasi pelaku urban farming dalam memanfaatkan lahan kosong
dilakukan di pemukiman kota madya Madiun meliputi:
1. Diskusi
Awal pelaksanaan kegiatan dilakukan diskusi tentang inventarisasi lahan kosong di pemukiman yang tidak dimanfaatkan oleh pemilik dan dengan kegiatan ini diupayakan mengubah lahan kosong menjadi lahan produktif .
2. Partisipatif
Pelaku urban farming dalam kegiatan ini turut berperan serta mengelola lahan mulai dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran.
3. Pelatihan
Pelatihan budidaya tanaman sistem polybag/pot, vertikultur, dan hidroponik serta pembuatan kompos dari limbah rumah tangga. Selain itu diberi ketrampilan pembuatan hidroponik kit dan vertikultur kit dari bahan bekas serta pembuatan dekomposer untuk pembuatan pupuk cair. 4. Pendampinaagn
Pendampingan terhadap pelaku urban farming pada saat pembuatan pupuk cair dan selama pengelolaan lahan sampai pemasaran produk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa secara umum profesi sehari-hari pelaku urban farming bukan berlatar belakang petani. Oleh karena itu perlu diadakan penyuluhan dan pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pelaku urban farming tentang sistem teknologi budidaya pertanian. Awal kegiatan dilakukan pertemuan dengan pemaparan teori bercocok tanam sayuran dan buah pada berbagai sistem teknologi budidaya. Kegiatan diskusi dilanjutkan dengan pelatihan dan praktek di lahan atau pekarangan. Sebelum pelaku urban farming
melakukan budidaya tanaman sayuran atau buah, dilakukan pelatihan pembuatan hidronik dan vertikultur kit serta pembuatan komposter untuk memproduksi pupuk dari limbah organik rumah tangga (Gambar 1, 2, 3 dan Gambar 4).
Gambar 1. Hidroponik kit dari paralon
Gambar 2. Hidroponik kit dari stereofoam bekas kemasan buah
Gambar 3. Sistem tanam vertikultur dari paralon
Gambar 4. Komposter pembuatan pupuk Secara umum, pola pertanaman di lahan dapat dilakukan dengan pola horizontal, pola vertical, dan penggunaan polybag ataupun dalam pot. Pemanfaatan lahan kosong di pemukiman wilayah kota dilakukan dengan pola pertanaman horizontal, dapat langsung di lahan ataupun menggunakan polybag/ pot tergantung jenis tanamannya. Sebagai contoh lahan kosong di.Perumahan Taman Asri Kelurahan Banjarejo Kecamatan Taman Madiun dimanfaatkan untuk tanaman pepaya yang dapat menghasilkan tambahan pemasukan uang kas Rukun Warga (Gambar 5, 6, 7, 8, 9, dan Gambar 10)
Gambar 5. Pemilihan bibit tanaman pepaya
Gambar 6. Tanaman pepaya umur 2 bulan
Gambar 7. Pemupukan tanaman pepaya
Gambar 8. Tanaman pepaya saat berbunga
Gambar 9. Penjarangan buah pepaya
Keuntungan memanfaatkan lahan kosong/terlantar di wilayah perumahan berbasis wirausaha dapat (a) mengurangi biaya transportasi karena dekat dengan konsumen (b) konsumen memperoleh sayuran/buah yang segar karena dapat langsung ke lahan (c) lahan kosong berubah menjadi ruang terbuka hijau yang multifungsi. Kelemahannya adalah (a) bersifat sementara yang sewaktu-waktu diminta pemiliknya (b) lahan di daerah perumahan umumnya tercampur material bangunan sehingga kurang subur (c) kurang sinar matahari jika lahan kurang terbuka. Contoh pemanfaatan lahan kosong di desa Prambon Kecamatan Dagangan Madiun dengan menggunakan polybag sebagai tempat media tanam tanaman jahe merah organik (Gambar 11)
Gambar 11. Tanaman jahe merah organik sistem polybag
Melihat keterbatasan kondisi lahan yang dimiliki masyarakat perkotaan terutama di wilayah perumahan yaitu lahan/pekarangan relatif sempit dan ada yang sudah di paving maka sistem pertanian yang cocok adalah bertanam tanpa tanah (soilless culture), bertanam dalam pot dan bertanam secara vertikal (verticulture). Untuk memenuhi kebutuhan sayuran dalam sehari-hari, pelaku urban farming menanam sayuran dalam pot baik yang disusun secara horizontal maupun vertikal. Untuk pot/tempat media tumbuh pada sistem tanam tanpa tanah/hidroponik, masyarakat lebih memanfaatkan bahan bekas seperti botol, kemasan buah, bekas
tempat ice cream, stoples dan sebagainya. Sayuran yang sering ditanam adalah sawi, cabe, kangkung, slada. Penanaman dilakukan secara bergantian untuk menghindari panen yang bersamaan. Contoh kegiatan pelaku urban farming menggunakan beberapa sistem teknologi budidaya sayuran (Gambar 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan Gambar 18).
Gambar12. Tanaman cabe sistem hidroponik pada tempat bekas kemasan buah
Gambar 13. Tanaman sawi dan slada sistem vertikultur pada paralon
Gambar 14. Tanaman kangkung sistem vertikultur pada bambu
Gambar 15. Hidroponik tanaman sawi dan slada
Gambar 16. Tanaman terong sistem polybag di pekarangan
Gambar 17. Aneka tanaman sayuran sistem polybag
Gambar 18. Pemanfaatan ruang terbuka
Kelemahan bercocok tanam sistem hidroponik, vertikultur atau dalam pot/polybag dituntut untuk memberi pemeliharaan yang intensif (penyiraman, pemupukan dan pengendalian hama penyakit). Pemeliharaan tanaman yang kurang baik akan memberikan potensi hasil yang kurang maksimal dan dari keragaan tanaman dapat diketahui bahwa tanaman tersebut mendapat pemeliharaan yang intensif atau tidak. Pelaku urban farming pada umumnya merawat tanamannya. Hal ini terlihat pada produksi sayuran dan buah yang optimal.
KESIMPULAN
1. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan berbagai sistem bercocok tanam diperlukan untuk pengembangan urban farming
2. Lahan kosong di pemukiman wilayah perkotaan dapat dimanfaatkan untuk memproduksi sayuran dan buah yang dilakukan oleh pelaku urban farming. 3. Luas pekarangan yang minimalis dapat
menghasilkan sayuran dan buah dengan bercocok tanam sistem hidroponik, vertikultur atau dalam pot/polybag. REFERENSI
BPS. 2015. Statistik Indonesia 2015. Badan Pussat Statistik. Jakarta.
Iqbal, M. dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Rachman, Handewi .P.S. dan M. Ariani. 2007. Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Indonesia: Permasalahan dan Implikasi untuk Kebijakan dan Program. Makalah pada “Workshop Koordinasi Kebijakan Solusi Sistemik Masalah Ketahanan Pangan Dalam Upaya
Perumusan Kebijakan Pengembangan Penganekaragaman Pangan“, Hotel Bidakara, Jakarta, 28 November 2007. Kementrian Koordinator Bidang Per-ekonomian Republik Indonesia.
Tempo.Co. 2013. Setiap-Hari-220-Hektare-Lahan-Beralih-Fungsi.. http://www.tempo. co/read/news/2013/12/25/058540130/. Di unduh: 26 April 2014.
Widyawati. N. 2013. Urban Farming Gaya Bertani Spesifik Kota. Lily Publisher. Yogyakarta.