• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan proses aktualisasi pada dirinya di masyarakat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. untuk melakukan proses aktualisasi pada dirinya di masyarakat."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Manusia itu diciptakan oleh Allah dalam struktur jasmani dan rohani. Manusia pada saat diciptakan telah membawa sifat-sifat spesifik yang membedakan dirinya dengan orang lain, pada akhirnya setiap manusia akan tumbuh dan berkembang menjadi identitas bagi dirinya, sekaligus berguna untuk melakukan proses aktualisasi pada dirinya di masyarakat.

Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri, untuk menyadari semua potensi dirinya, untuk menjadi kreatif dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Apabila manusia bisa mencapai tingkat aktualisasi diri maka akan menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan sedangkan orang lain tidak menyadari ada kebutuhan semacam itu. Mereka mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaan secara alami, dan tidak mau ditekan oleh budaya (Alwisol, 2004:260-261).

Kecenderungan aktualisasi manusia hanya dapat terjadi di bawah kondisi tertentu. Lebih spesifik, seseorang harus terlibat dalam hubungan dengan seseorang yang kongruen atau jujur, yang memperlihatkan empati, dan penerimaan positif yang tidak bersyarat (Feist & Feist, 2011:8). Aktualisasi diri tidak hanya dibutuhkan oleh mereka yang sehat secara fisik namun mereka yang memiliki riwayat penyakit seperti hemofilia juga membutuhkan

(2)

aktualisasi diri untuk mengembangkan potensi atau kemampuan yang dimilikinya dikehidupan bermasyarakat.

Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia. Manusia akan mencapai fisik yang sehat, manusia harus tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh. Saat melindungi tubuh sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan ataupun akibat penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia.

Pengaruh hemofilia terhadap bidang medis dapat dilihat dari berbagai hal yaitu, penurunan berat badan dan keletihan; infeksi berulang akibat penurunan fungsi tulang, disfungsi neurologis; perdarahan biasanya terjadi di persendian dan dapat menimbulkan nyeri hebat serta ketidakmampuan (disabilitas). Tanpa faktor VIII saluran koagulasi intrinsik terganggu dan terjadi perdarahan hebat hanya dari luka kecil atau robekan mikrovaskular (Corwin, 2009:435-436).

Selain hal di atas penderita hemofilia juga dapat mengalami komplikasi medis yaitu, dapat terjadi gagal ginjal akibat pengendapan di tubulus ginjal, pasien mungkin menjadi anemik berat, dapat terjadi perdarahan intraknium, dan sering terjadi infeksi virus imunodefisinsi manusia (HIV) sebelum diciptakannya faktor VIII buatan yang menurunkan kebutuhan untuk prosedur tranfusi (Corwin, 2009:438).

Dengan demikian hemofilia dapat dikatakan suatu kelainan genetis (menurun) di mana tubuh kurang memproduksi salah satu protein yang sangat

(3)

diperlukan dalam proses pembekuan darah yang disebut faktor pembekuan darah. Bagi penderita, hemofilia menjadi sebuah tekanan yang menyakitkan, tidak hanya fisik tetapi juga psikisnya. Pengaruh hemofilia terhadap kondisi psikologis penderitanya, yaitu pribadi yang tertutup, kurang percaya diri, takut mendekati lawan jenis, depresi, ingin bunuh diri; merasa berbeda dengan teman-temannya, merasa tidak bebas karena selalu diawasi; beban dianggap anak malas karena sering tidak masuk sekolah dan ketinggalan pelajaran (Permana dalam Mangunsong, 2011:41).

Masalah biologis yang ditimbulkan oleh penderita hemofilia umumnya terjadi akibat perdarahan baik karena trauma maupun spontanitas, penyulit, dan komplikasi terjadi akibat pengobatan yang tidak teratur dan adekuat. Perdarahan spontan maupun trauma sering terjadi pada otot dan sendi, perdarahan sendi yang berulang-ulang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada sendi dengan gejala menyerupai artheritis serta menimbulkan rasa sakit yang luar biasa disertai kerusakan kartilage dan sinoval persendian akhirnya persendian menjadi kaku, kemudian diikuti mengecilnya otot kaki, komplikasi seperti menyebabkan penderita hemofilia mengalami gangguan berjalan dan beraktivitas sehingga dia tidak dapat menjalani kehidupan seperti layaknya orang normal serta akhirnya dapat menyebabkan cacat fisik (Aman, 2006:11-12).

Pernyataan di atas mengatakan bahwa penderita hemofilia yang kronis dapat menyebabkan penderita mengalami cacat fisik sehingga mereka harus menjalani kehidupan tidak seperti orang normal lainnya. Hal ini memberikan

(4)

trauma yang mendalam bagi penderita sendiri sehingga penderita hemofilia tidak hanya merusak pada kondisi fisik saja tetapi juga dapat merusak kondisi psikologis bagi penderita karena penderita harus menanggung resiko kecacatan dalam hidupnya sehingga penderita hemofilia dapat mengalami disabilitas. Oleh karena itu penderita hemofilia termasuk kedalam orang dengan berkebutuhan khusus karena banyaknya faktor dan resiko yang harus penderita jalani agar tidak terjadinya perdarahan.

Berhubungan dengan itu pendekatan yang dilakukan pada penderita hemofilia tidak cukup hanya pada pendekatan di bidang biologis saja, tapi juga diperlukan pula pendekatan secara bidang psikologis. Mengingat banyaknya aspek yang terkait diperlukan pendekatan yang komprehensif, terpadu dan saling menunjang.

Permana dalam Mangunsong (2011:38) menuliskan bahwa hemofilia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu hemofilia A (hemofilia klasik), hemofilia B (Christmas disease) dan hemofilia C (kekurangan faktor pembekuan nomor IX). Menurut Word Federation of Hemophilia diperkirakan saru dari 10.000 penduduk pria mengidap hemofilia. penderita hemofilia memang pada umumnya adalah pria, sedangkan pembawa sifat (carrier) hemofilia adalah perempuan. Jumlah penderita yang tercatat belum mencerminkan jumlah sebenarnya, karena masih banyak keluarga, terutama di daerah perdesaan yang belum mengerti tentang hemofilia meskipun keluarganya ada yang terkena.

Indonesia memiliki suatu perkumpulan organisasi yang khusus untuk menampung para penderita hemofilia, yaitu Himpunan Masyarakat Hemofilia

(5)

Indonesia (HMHI). Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan jumlah penderita terbanyak yang terdata di HMHI yaitu dengan jumlah penderita 257 orang; diikuti Sumatera Utara 154 penderita; Jawa Tengah 122 penderita; Jawa Barat 106 penderita; Jawa Timur 92 penderita; Sumatera Selatan 42 penderita; Banten 33 penderita; Yogyakarta 25 penderita; ada 6 provinsi yaitu Provinsi Bali, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Lampung, Sulawesi Selatan dengan jumlah penderita di bawah 10 penderita. Kemudian 5 provinsi yaitu Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Utara dengan jumlah penderita yang terdata hanya di bawah 5 orang; serta ada 2 provinsi Bengkulu dan Papua dengan jumlah 1 penderita (Aman, 2006:3-4).

Khusus di Sumatera Barat penderita hemofilia semakin bertambah di mana pada data tahun 2006 terdapat kurang dari 10 orang penderita hemofilia. Pada tahun 2014 sampai dengan sekarang jumlah penderita hemofilia di Sumatera Barat sebanyak 48 orang seluruhnya tersebar di seluruh kabupaten diantaranya daerah Padang sebanyak 13 orang penderita, Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman 7 orang penderita, Pasaman 8 orang penderita, Bukittinggi dan Sijunjung 2 orang penderita, Solok 5 orang penderita, Pesisir Selatan 9 orang penderita serta Lintau Tanah Datar dan Batu Sangkar dengan jumlah penderita 1 orang (Sumber: Data Himpunan Masyarakat Hemofilia Provinsi Sumatera Barat).

Berbeda dengan pendapat para ahli yang telah dijelaskan di atas, penulis menemukan fakta di lapangan bahwa “AT” (seorang penderita

(6)

hemofilia) memiliki semangat yang luar biasa dalam melakukan aktifitas sehari-hari, disiplin dalam bekerja dan taat dalam beribadah. Hal tersebut dapat dilihat melalui hasil observasi saat “AT” sampai ke lokasi kerjanya dengan membawa beberapa pakaian pelanggan yang akan di loundry. “AT” menimbang pakaian pelanggannya. Pakaian yang telah selesai ditimbang dilanjutkan dengan menempelkan label kepada masing-masing pakaian tersebut sesuai dengan nomor pelanggannya. Ketika bekerja adzan Ashar berkumandang, “AT” meninggalkan pekerjaannya dan melaksanakan sholat Ashar. Setelah selesai sholat “AT” kembali melanjutkan pekerjaannya. “AT” memasukkan pakaian pelanggannya ke dalam mesin cuci. Setelah selesai mencuci, pakaian tersebut dimasukkan ke dalam mesin pengering. Setelah selesai dikeringkan “AT” memasukkan pakaian pelanggan tersebut ke dalam pelanggan beserta dengan struk pakaian tersebut. Keranjang tersebut di berikan kepada karyawan yang bertugas menyetrika pakaian (Observasi 03/04.2017).

Selain hal di atas “AT” juga ikut serta dalam komunitas HMHI Sumatera Barat, “AT” dekat dengan lingkungan sekitarnya, “AT” mempunyai banyak teman namun hanya sebatas teman biasa. Hal tersebut diungkapkan oleh pernyataan teman “AT”:

“Setahu saya, sikap beliau dengan orang sekitar baik, dekat dengan lingkungannya, juga mempunyai banyak teman namun teman untuk berkeluh kesah untuk curhat itu gak ada kak” (Wawancara 14/06/2017, Pukul 19.56 WIB).

(7)

Ketika sakit “AT” bisa mengatasi sendiri permasalahan yang dia derita tanpa meminta tolong kepada orang disekitarnya padahal hal tersebut dapat berakibat fatal bagi kondisi kesehatannya. Hal ini terungkap dari pernyataan “AT”:

“Jika terjadi perdarahan saya bisa pergi ke rumah sakit sendiri. Saya selalu menyediakan plester dan kain kasa di dalam tas saya” (Wawancara 10/04/2017. Pukul 20.15 WIB).

Tidak hanya pada penderita hemofilia orang tua yang mengetahui anaknya difonis hemofilia oleh dokter tentunya mengalami perasaan terkejut dan bingung. Pikiran-pikiran mengenai biaya yang harus dikeluarkan dan perawatan yang harus berlangsung sepanjang hidup tentu membuat cemas dan takut. Hal ini akan mempengaruhi kondisi psikologis penderita hemofilia dimana penderita sendiri merasa penyakit hemofilia menjadi sebuah tekanan yang menyakitkan, tidak hanya fisik namun juga psikisnya (Mangunsong, 2011:40-41).

Selain pernyataan di atas juga terlihat dari pernyataan “AT” bahwa dalam keadaan sakit “AT” tidak bisa tidur semalaman karena menahan rasa sakit. Oleh karena itu orang tua “AT” selalu mendampinginya. Hal ini terlihat dari hasil wawancara:

“Dalam keadaan sakit itu saya bisa dikatakan tidak bisa tidur semalaman karena menahan rasa sakit, menangis karena kesakitan. Jadi, orang tua selalu mendampingi dalam keadaan sakit itu. Saya lebih dekat dengan ibu saya” (Wawancara 01-05-2017, pukul 20.05). Berbagai persoalan di atas peneliti menemukan ketidaksesuaian yang terjadi antara teori dan fakta yang ada di lapangan yang mana penderita

(8)

hemofilia yang lain tidak mau menerima dan membuka diri pada orang sekitar, merasa dirinya tidak berharga sedangkan salah satu penderita yang peneliti temukan memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitar, bekerja dengan rajin dan disiplin serta mampu menangani penyakitnya sendiri. Hal ini dapat disimpulkan dalam penemuan fakta di lapangan dari 13 orang penderita hemofilia di kota Padang hanya satu orang penderita hemofilia yang bisa peneliti jadikan sebagai subjek penelitian. Selain itu hemofilia dapat menyebabkan penderita mengalami depresi hingga bunuh diri penyakit hemofilia tidak sepenuhnya terjadi di bidang medis melainkan harus dilihat secara keseluruhan termasuk masalah psikososial yang terkait dengan penerimaan diri dan kepercayaan diri penderita. Maka dari itu peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki lebih dalam tentang subjek tersebut serta peneliti ingin melihat bagaimana seorang penderita hemofilia dalam mengembangkan segala potensi yang dimilikinya walaupun dia memiliki penyakit yang berbahaya. Dari pernyataan di atas peneliti ingin melakukan studi penelitian yang berjudul “Aktualisasi Diri Pada Penderita Hemofilia (Studi Pada Penderita Hemofilia “X” di Kota Padang)”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan di atas, sebagaimana terdapat pada latar belakang, maka yang menjadi fokus penelitian adalah “Bagaimana penderita hemofilia mengaktualisasikan dirinya?”. Untuk lebih mendalamnya pembahasan ini, maka sub-sub fokus yang mesti dijawab dalam penelitian ini adalah :

(9)

1. Bagaimana cara penderita hemofilia mengaktualisasikan dirinya? 2. Bagaimana penderita hemofilia memandang dirinya?

3. Apa faktor penyebab penderita hemofilia mengaktualisasikan dirinya? C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memberikan gambaran cara penderita hemofilia mengaktualisasikan dirinya.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana penderita hemofilia memandang dirinya.

3. Untuk mendeskripsikan apa saja faktor penyebab penderita hemofilia dalam mengaktualisasikan dirinya.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan bagi peneliti sebagai calon Sarjana Psikologi dengan mengkaji tentang “Aktualisasi Diri Pada Penderita Hemofilia (Studi Pada Penderita Hemofilia “X” di Kota Padang)”, tambahan khazanah keilmuan bagi dosen dan mahasiswa yang tertarik pada judul ini serta instansi terkait khususnya dalam bidang Psikologi Kepribadian dan Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para penderita hemofilia maupun penderita penyakit kronis laninnya agar dapat mengaktualisasikan diri dan selalu semangat dalam menjalani penyakit yang diderita. Selain itu

(10)

hasil penelitian ini dapat mengetahui bagaimana aktualisasi diri pada penderita hemofilia (studi pada penderita hemofilia “x” di kota Padang). E. Signifikansi dan Keunikan Penelitian

Permasalahan ini sangat unik untuk diteliti, sebab hemofilia ini adalah penyakit yang langka, tetapi mempunyai efek yang fatal bagi penderita yang menyandang penyakit ini seperti mengalami kecacatan pada tubuh (disabilitas), depresi bahkan sampai bunuh diri. Selain itu dari berbagai penelitian yang peneliti dapatkan penelitian yang dilakukan pada penderita hemofilia ini banyak diteliti pada bidang kedokteran seperti penelitian yang dilakukan oleh Amelia C, Novie, Djajadman Gatot, Endang Widiastuti, Setyo Handyastuti (2011) “Perdarahan Intraknial pada Hemofilia: Karakteristik, Tata Laksana, dan Luaran” menyimpulkan bahwa hasil selama kurun waktu penelitian dari 154 pasien hemofilia, terdapat 13 episode perdarahan intraknial yang dialami oleh 14 pasien.

Metode Studi Retrospektif pasien hemofilia berusia >1 bulan hingga 18 tahun yang dirawat dengan diagnosis perdarahan intraknial di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM dalam kurun waktu 1 Januari 2007–31 Desember 2010. Data dikumpulkan dari Registrasi Hemofilia Divisi Hematologi-Onkologi dan Rekam Medik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta.

Penelitian yang dilakukan oleh Amelia C, dkk tersebut merupakan penelitian yang dilakukan di bidang medis. Dengan tidak adanya penelitian yang meneliti hemofilia di bidang psikologis maka dari itu peneliti merasa

(11)

tertarik untuk meneliti penderita hemofilia di bidang psikologi. Selain itu keunikan penelitian yang peneliti teliti sendiri yang berjudul “Aktualisasi Diri Pada Penderita Hemofilia (Studi Pada Penderita Hemofilia “X” di Kota Padang)” menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Studi kasus didefinisikan sebagai fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi (bounded context), meski batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas.

Referensi

Dokumen terkait

1) Kemampuan siswa dalam menulis teks prosedur siswa kelas VII H SMP Mutiara 4 Bandung dengan model pembelajaran Active Learning melalui media gambar pada

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS KELAYAKAN USAHA FRANCHISE KEBAB TURKI BABA RAFI (Kasus di Outlet Kebab Turki Baba Rafi 253 Cabang

Dalam meneliti hasil tulisan siswa, peneliti menggunakan rubrikpenilaian tulian sebagaimana terlampir (Putra, 2012: 119 ) sehingga didapatkan beberapa permasalahan yang

(1) Dalam upaya peningkatan Pendapatan Asli Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a, Pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang ditetapkan

Fokus pertanyaannya adalah bagaimana cross cutting affiliation secara agama dan etnis sebagai bagian dari politik etnisitas serta compliance gaining dalam pola dan

Berdasarkan analisa pos simpanan nasabah dan simpanan dari bank lain diklasifikasikan sebagai liabilitas keuangan dalam laporan posisi keuangan Bank, kredit

Pada pengamatan ukuran bunga terlihat bahwa panjang dan lebar bunga hampir mempunyai ukuran yang sama.Berdasarkan ukuranbunga maka dikalsifikasikan ke dalamtujuh

Selain itu hijauan lain yaitu leguminosa (daun lamtoro, turi, glyricidia, kaliandra, dan lain-lain). Hijauan yang berasal dari sisa hasil panen seperti daun ubi,