• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESIGN MODIFIKASI STRUKTUR APARTEMEN ASPEN RESIDENCES DENGAN STRUKTUR BETON PRATEKAN DI WILAYAH GEMPA TINGGI SESUAI ACI M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DESIGN MODIFIKASI STRUKTUR APARTEMEN ASPEN RESIDENCES DENGAN STRUKTUR BETON PRATEKAN DI WILAYAH GEMPA TINGGI SESUAI ACI M"

Copied!
256
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR (RC14-1501)

DESIGN MODIFIKASI STRUKTUR APARTEMEN

ASPEN RESIDENCES DENGAN STRUKTUR BETON

PRATEKAN DI WILAYAH GEMPA TINGGI SESUAI

ACI 318-14M

DANNY RACHMAD TRISANDY NRP 3112 100 101

Dosen Pembimbing Prof. Tavio, ST. MT. PhD.

Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA.

JURUSAN TEKNIK SIPIL

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016

(2)

ii

FINAL PROJECT (RC14-1501)

ASPEN RESIDENCES APARTEMENT REDESIGNED

FOR HIGH EARTHQUAKE PRONE AREA USING

PRESTRESSED CONCRETE ACCORDING TO ACI

318-14M

DANNY RACHMAD TRISANDY NRP 3111 100 101

Academic Supervisors Prof. Tavio, ST. MT. PhD.

Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA.

DEPARTMENT OF CIVIL ENGINEERING Faculty of Civil Engineering and Planning Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2016

(3)
(4)

iv

DESIGN MODIFIKASI STRUKTUR APARTEMEN

ASPEN RESIDENCES DENGAN STRUKTUR BETON

PRATEKAN DI WILAYAH GEMPA TINGGI SESUAI

ACI 318M-14

Nama Mahasiswa : Danny Rachmad Trisandy

NRP : 3112100101

Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS

Dosen Pembimbing I : Prof. Tavio, ST. MT. PhD.

Dosen Pembimbing II : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA

Abstrak

Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil

pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat

kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas

dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi

sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk

hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan

usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

Saat ini, konstruksi gedung dengan struktur beton pratekan

telah banyak dikembangkan di Indonesia. Konstruksi beton

pratekan adalah kombinasi antara beton mutu tinggi

dengan baja mutu tinggi.

Apartemen Aspen Residences merupakan suatu

jembatan yang berada di Jl. Rs Fatmawati No.1, Cilandak

dengan struktur sejumlah 23 lantai dan 3 tingkat basement.

Gedung ini menggunakan struktur beton bertulang dengan

bentang balok rata-rata 6 m dan 8 m . Konstruksi Gedung

Apartemen Aspen Residences saat ini digunakan struktur

dual system ,namun untuk memenuhi kebutuhan hunian di

kota Padang, Struktur Aspen Residences tidak bisa

digunakan begitu saja untuk kota Padang. Untuk itulah

(5)

v

perlu dilakukan perencanaan ulang terhadap struktur

gedung ini.

Pada tugas akhir ini dilakukan perencanaan ulang

struktur gedung apartemen Aspen Residences dengan

modifikasi penambahan struktur pratekan pada lantai

21,22,dan 23 untuk memenuhi kebutuhan ballroom

Berdasarkan hasil perhitungan,struktur utama

Aspen Residences Padang menggunakan balok beton

bertulang ukuran 30/40 untuk balok induk, kolom 100/100

untuk lantai 1-6, kolom 85/85 untuk lantai 6-11, dan kolom

70/70 untuk lantai 12-23. Pada ballroom digunakan balok

prategang berukuran 70/100 dengan panjang 19.9 m yang

menggunakan 5-42 VSl multi strand post-tensioning tendon

yang di jacking pada 7000 kN,dan ditumpu oleh sistem

konsol pendek. Gedung Aspen Residences ditumpu oleh raft

foundation yang berdimensi 44 x 34.4 x 2 m.

Hasil dari modifikasi perencanaan ini dituangkan

dalam bentuk gambar dengan menggunakan program bantu

AUTOCAD.

(6)

vi

ASPEN RESIDENCES APARTEMENT REDESIGNED

FOR HIGH EARTHQUAKE PRONE AREA USING

PRESTRESSED CONCRETE ACCORDING TO ACI

318-14M

Name : Danny RachmadTrisandy

NRP : 3112100101

Major : Teknik Sipil FTSP-ITS

Supervisor I : Prof. Tavio, ST. MT. PhD.

Supervisor II : Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Raka, DEA

Abstrak

High rise building is a common construction

whether its erected in a land and/or water.Common high

rise building is primarily used for residential, office

complex and et cetera. Lately,the combination of

prestressed concrete and regular high rise building

structure

is

widely

known

and

practiced

in

Indonesia.Prestressed

Concrete

Construction

is

a

combination between high strength concrete and steel and

widely used in Indonesia for no column space like ballroom

or for other uses.

Aspen Residences is an apartement construction

located inJl. Rs Fatmawati No.1, Cilandak with 23 stories

tall plus a 3 level basement. This apartement construction is

using a reinforced conrete beam with span ranges from 6m

to 8 m. While the construction of this particular apartement

is already using a dual system,the structure may fail if

placed in a high earthquake prone area , in this case,

Padang. A further modification is needed to make this

Apartement into an high earthquake prone high rise

(7)

vii

In this final project, Aspen Residences will be

modified with a prestressed beam for ballroom at level

21,22, and 23 and will be using a seismic value of high

eartquake prone area, in this case, Padang

Based from the design output,the main structures of

Aspen Residences Padang is using a 30/40 beam for main

beam, 100/100 column for level 1-6, 85/85 column for

6-11,and 70/70 for level 12-23. Ballroom is using a

rectangular prestressed postensioned 70/100 beam with

span of 19.9 m, using 5-42 VSl multi strand post-tensioning

tendon jacked at 7000 kN,and supported with corbels.

Whole building is supported by a 44 x 34.4 x 2 m raft

foundation

Results of these redesigning output is poured into

engineering drawing made by AutoCAD software

Keywords

:

Prestressed Beam, Earthquake, High Rise

Building

(8)

x

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Title Page ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... vi

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... x

Daftar Gambar ... xvi

Daftar Tabel ... xx BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 4 1.3 Tujuan... 4 1.4 Batasan Masalah ... 5 1.5 Manfaat... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Umum ... 7

2.2 Beton Prategang ... 7

2.2.1 Jenis Beton Prategang ... 7

2.2.2 Prinsip Dasar ... 11 2.2.3 Material Prategang ... 11 2.2.4 Tahapan Pembebanan ... 12 2.2.5 Kehilangan Prategang... 13 2.2.6 Momen Retak ... 17 2.2.7 Momen Nominal ... 18 2.2.8 Kontrol Lendutan ... 19

2.3 Beton Prategang Pada Bangunan Tinggi ... 21

2.3.1 Sistem Yang Digunakan ... 22

2.3.2 Pengaruh Sistem Pratekan Struktur Lainnya ... 22

(9)

xi

2.5 Tinjauan Struktur Terhadap Gempa ... 23

2.5.1 Faktor Keutamaan Gempa ... 24

2.5.2 Kelas Situs ... 24

2.5.3 Parameter Respon Spectral ... 25

2.5.4 Parameter Percepatan ... 26

2.5.5 Kategori Desain Seismik ... 27

BAB III METODOLOGI... 29

3.1 Umum... 29

3.2 Bagan Alir Penyelesaian Tugas Akhir ... 29

3.3 Pengumpulan Data ... 31 3.4 StudiLiteratur ... 31 3.5 PerencanaanStrukturSekunder ... 32 3.6 Preliminary Desain ... 33 3.7 Pembebanan ... 34 3.8 Analisa ModelStruktur ... 35

3.9 Perhitungan Struktur Utama Non Pratekan ... 35

3.10 Perhitungan Struktur Utama Pratekan ... 36

3.10.1 Desain Penampang ... 36 3.10.2 Gaya Pratekan... 36 3.10.3 KontrolTegangan ... 37 3.10.4 KehilanganPrategang ... 37 3.10.5 Kontrol Lentur ... 38 3.10.6 KontrolGeser ... 38 3.10.7 Kontrol Lendutan ... 38

3.10.8 KontrolKuat Batas BetonPratekan ... 39

3.10.9 Pengangkuran ... 39 3.11 Perencanaan Pondasi ... 40 3.12 Output Gambar ... 40 BAB IV PEMBAHASAN ... 41 4.1 PRELIMINARY DESAIN ... 41 4.1.1 Umum... 41 4.1.2 Data Perencanaan ... 41 4.1.3 Pembebanan ... 42

(10)

xii

4.1.4 Perencanaan Balok ... 42

4.1.4.1 Perencanaan Balok Induk ... 43

4.1.4.2 Perencanaan BalokAnak ... 44

4.1.4.3 Perencanaan Balok Pratekan ... 45

4.1.5 Perencanaan Tebal Pelat ... 45

4.1.5.1 Peraturan Perencanaan Pelat ... 45

4.1.5.2 Data Perencanaan Tebal Pelat Lantai ... 47

4.1.5.3 Perhitungan Lebar Efekti fPelat ... 48

4.1.6 Perencanaan Kolom ... 50

4.2 PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER... 54

4.2.1 Umum ... 54

4.2.2 Perencanaan Tangga ... 55

4.2.2.1 Data-data Perencanaan Tangga... 55

4.2.2.2 Perencanaan Pelat Anak Tangga ... 56

4.2.2.3 Pembebanan Tangga dan Bordes ... 57

4.2.2.4 Perhitungan Gaya pada Tangga ... 58

4.2.2.5 Perhitungan Tulangan Tangga ... 61

4.2.3 Perencanaan Pelat ... 65

4.2.3.1 Data Perencanaan ... 65

4.2.3.2 Pembebanan Pelat ... 66

4.2.3.3 Perhitugan Penulangan Pelat Lantai ... 73

4.2.4 Perencanaan Balok Anak ... 77

4.2.4.1 Perencanaan Balok Anak Atap ... 77

4.2.5 Perencanaan Balok Lift ... 83

4.2.5.1 Spesifikasi Lift ... 83

4.2.5.2 Perencanaan Awal Dimensi Balok Lift ... 84

4.2.5.3 Pembebanan Balok Lift ... 85

4.2.5.4 Penulangan Balok Lift ... 88

4.2.5.5 Penulangan Balok Penumpu Lift ... 91

4.3 PEMBEBANAN DAN ANALISA STRUKTUR ... 91

4.3.1 Umum ... 91

4.3.2 Pemodelan Struktur ... 91

(11)

xiii

4.3.4 Input SAP 2000 ... 93

4.3.5 Pembebanan GempaDinamis ... 94

4.3.5.1 Kontrol Waktu Getar Alami Fundamental (T) . 94 4.3.5.2 Kontrol Waktu Getar Alami Fundamental (T) . 95 4.3.5.3 Kontrol Gaya Geser Dasar (Base Shear) ... 97

4.3.5.4 Kontrol Drift (Simpangan Antar Lantai) ... 100

4.3.5.5 Kontrol Sistem Ganda ... 105

4.4PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA PRATEKAN 105 4.4.1 Data Awal Perencanaan ... 105

4.4.1.1 Data Perencanaan ... 105

4.4.1.2 Mencari Lebar Efektif ... 106

4.4.2 Penentuan Tegangan Ijin Baja dan Beton ... 107

4.4.3 Perhitungan Pembebanan ... 108

4.4.4 Penentuan Gaya Pratekan ... 110

4.4.4.1 Analisa Penampang Global ... 110

4.4.4.2 Gaya Pratekan Awal (Fo) ... 113

4.4.4.3 Penentuan Tendon yang Digunakan ... 119

4.4.4.4 Kehilangan Gaya Prategang ... 120

4.4.4.5 Kontrol Gaya Pratekan Setelah Kehilangan 124 4.4.5 Kontrol Lendutan ... 132

4.4.5.1 Lendutan Saat Jacking ... 133

4.4.5.2 Lendutan Saat Beban Bekerja ... 133

4.4.6 Kontrol Momen Nominal ... 134

4.4.7 Kontrol Momen Retak... 136

4.4.8 Daerah Limit Kabel ... 137

4.4.9 Perencanaan Kebutuhan Tulangan Lunak ... 138

4.4.10 Perencanaan Tulangan Gesere ... 138

4.4.11 Kontrol Momen Nominal Secara Keseluruhan ... 141

4.4.12 Pengangkuran Ujung ... 143

4.4.13 Perhitungan Konsol Pendek ... 145

4.4.13.1 Kontrol Dimensi ... 146

4.4.13.2 Perhitungan Penulangan Konsol ... 146

4.5 PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA NON-PRATEKAN ... 148

(12)

xiv

4.5.1 Umum ... 148

4.5.2 Perencanaan Balok Induk ... 148

4.5.2.1 Penulangan Lentur ... 148

4.5.2.2 Penulangan Geser ... 151

4.5.2.3 Penulangan Torsi... 155

4.5.3 Perencanaan Kolom ... 160

4.5.3.1 Data Umum Perencanaan Kolom ... 160

4.5.3.2 Kontrol Dimensi Kolom ... 160

4.5.3.3 Perhitungan Penulangan Kolom ... 161

4.5.3.4 Kontrol Rasio Tulangan Longitudinal Kolom ... 162

4.5.3.5 Kontrol Kapasitas Beban Aksial Kolom Terhadap Beban Aksial Terfaktor ... 162

4.5.3.6 Persyaratan “Strong Column Weak Beams” 162 4.5.3.7 Kontrol Persyaratan Kolom Terhadap Gaya Geser Rencana Ve ... 164

4.5.3.8 Pengekang Kolom ... 165

4.5.3.9 Panjang Lewatan pada Sambungan Tulangan ... 168

4.5.3.10Kontrol Kebutuhan Penulangan Torsi ... 168

4.5.4 Perencanaan Shear Wall ... 169

4.5.4.1 Data Perencanaan Dinding Geser... 169

4.5.4.2 Kontrol Ketebalan Minimum Shear Wall ... 169

4.5.4.3 Penulangan Geser Shear Wall ... 170

4.5.4.4 Kontrol Kemampuan Batas ... 171

4.5.4.5 Penulangan Pada Komponen Batas ... 171

4.5.5 Hubungan Balok Kolom ... 172

4.5.5.1 Tulangan Transversal pada Kolom ... 173

4.5.5.2 Cek Kekuatan Geser pada HBK ... 173

4.6 PERENCANAAN PONDASI ... 174

4.6.1 Umum ... 174

4.6.2 Daya Dukung Tiang Pancang ... 178

4.6.3 Daya Dukung Tiang Pancang Kelompok ... 184

4.6.4 Kontrol Beban Maksimum 1 Tiang (Pmax) ... 186

(13)

xv

4.6.6 Kontrol Punching Shear ... 189

4.6.7 Perencanaan Pile Cap ... 193

4.6.8 Metode Pengecoran Mass Foundation ... 200

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ….203

5.1 Kesimpulan ... 203

5.2 Saran... 204

GAMBAR OUTPUT

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN – LAMPIRAN

(14)

xvi

Gambar 1.1 Denah Tipikal Lantai 2-23 Sebelum Modifikasi ... 2

Gambar 1.2 Denah Rencana Modifikasi Pembalokan pada Lantai 21-23 ... 3

Gambar 2.1 Tegangan pada Beton Prategang ... 8

Gambar 2.2 Sistem Pratekan dengan Baja dan Beton Mutu Tinggi ... 9

Gambar 2.3 Beban Merata yang Bekerja pada Tendon ... 10

Gambar 2.4 Ilustrasi Sitem Konsol Pendek ... 22

Gambar 2.5 Parameter Spectra Percepatan Gempa untuk Perioda 0,2 Detik (Ss) ... 25

Gambar 2.6 Parameter Spectra Percepatan Gempa untuk Perioda 1 Detik (S1) ... 25

Gambar 3.1 Bagan Alir Pekerjaan ... 30

Gambar 4.1 Variasi Balok Apartemn Aspen Residences ... 43

Gambar 4.2 Kolom yang Ditinjau Sebagai Desain Awal ... 50

Gambar 4.3 Denah Tangga ... 56

Gambar 4.4 Pemodelan Struktur Tangga ... 58

Gambar 4.5 Gaya Dalam pada Tangga ... 60

Gambar 4.6 Pelat yang direncanakan ... 69

Gambar 4.7 Pelat yang Direncanakan ... 73

Gambar 4.8 Model pada SAP ... 92

(15)

xvii

Gambar 4.12Penentuan Simpangan Antar Lantai ... 102

Gambar 4.13Penampang Balok Pratekan Komposit ... 110

Gambar 4.14Diagram Tegangan Akibat 1D ... 116

Gambar 4.15Diagram Tegangan Akibat 1d+1L ... 118

Gambar 4.16Diagram Tegangan Keadaan 1D Setelah Kehilangan ... 126

Gambar 4.17Diagram Tegangan Keadaan Beban Mati Setelah Kehilangan ... 128

Gambar 4.18Diagram Tegangan saat Beban Hidup Belum Bekerja ... 130

Gambar 4.19Diagram Tegangn Keadaan Beban Hidup Bekerja Setelah Kehilangan ... 152

Gambar 4.20Sketsa Konsol Pendek ... 145

Gambar 4.21Grafik Interaksi antara Aksial dan Momen pada Kolom denga Fs=Fy ... 161

Gambar 4.22Ilustrasi Kuat Momen yang Bertemu di HBK .... 163

Gambar 4.23Grafik Interaksi antara Aksial dan Momen pada Kolom denga Fs= 1,25 fy ... 164

Gambar 4.24Area Joint Efektif ... 172

Gambar 4.25Pembagian Segmen Tiang Pancang ... 179

Gambar 4.26Konfigurasi Rencana Tiang Pancang ... 185

(16)
(17)

xix

(18)

xx

Tabel 2.1 Kategori Resiko Gedung Perkantoran ... 24

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan Gempa ... 24

Tabel 2.3 Kelas Situs ... 25

Tabel 2.4 Koefisien Situs Fa dan Fy ... 27

Tabel 2.5 Kategori Desain Seismik Bedasarkan SDS ... 27

Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan SD1 ... 28

Tabel 2.7 Sistem Penahan Gaya Seismik ... 28

Tabel 3.1 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior ... 32

Tabel 3.2 Peraturan Tebal Minimum Balok ... 33

Tabel 3.3 Kombinasi Pembebanan ... 35

Tabel 3.4 Tabel Batas Lendutan ... 39

Tabel 4.1 Preliminary Desain Balok Induk ... 44

Tabel 4.2 Preliminary Desain Balok Anak ... 44

Tabel 4.3 Beban yang Diterima Kolom Lantai 17-23 ... 51

Tabel 4.4 Beban yang Diterima Kolom Lantai 16-12 ... 53

Tabel 4.5 Koefisien untuk Batas Atas Perioda yang Dihitung ... 95

Tabel 4.6 Modal Periode dan Frekuensi ... 96

Tabel 4.7 Reaksi Beban Bangunan ... 98

Tabel 4.8 Reaksi Beban Gempa Arah X dan Y ... 98

Tabel 4.9 Modal Periode dan Frekuensi ... 100

Tabel 4.10Simpangan Antara Lantai Izin, a a,b ... 101

(19)

xxi

Tabel 4.12Kontrol Kinerja Batas Struktur Akibat Beban Gempa

Dinamik Arah Sumbu Y ... 104

Tabel 4.13Presentease Gaya Geser yang Mampu Dipikul Sistem Struktur ... 105

Tabel 4.14Tabel Perhitungan A.y ... 111

Tabel 4.15Tabel Perhitungan Inersia Penampang Komposit ... 112

Tabel 4.16Perhitungan Momen Probable ... 152

Tabel 4.17Gaya Dakan pada Kolom 100/100 ... 161

Tabel 4.18Jenis Hubungan Balok Kolom ... 173

Tabel 4.19Perhitungan Kemampuan HBK di Kolom 85/85 ... 174

Tabel 4.20Perhitungan Kemampuan HBK di Kolom 70/70 ... 174

Tabel 4.21Gaya Dalam Kolom dan SW ... 175

Tabel 4.22Daya Dukung Tanah ... 181

Tabel 4.23Perhitungan Momen Akibat Tiang Pancang Arah Kritis X ... 194

Tabel 4.24Perhitungan Momen Akibat Kolom Arah Kritis X .... 195

Tabel 4.25Perhitungan Momen Akibat Tiang Pancang Arah Kritis Y ... 196

(20)

1

1.1 LATAR BELAKANG

Padang merupakan salah satu kota yang sedang mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Hal ini dapat dilihat perkembangan jumlah penduduk dari tahun ke tahun mengalami tren peningkatan . Seiring peningkatan ini , maka pembangunan di kota padang yang berkaitan dengan kebutuhan akan tempat tinggal dibutuhkan . Jumlah penduduk yang semakin bertambah membuat intensitas penggunaan lahan yang digunakan untuk tempat tinggal juga semakin meningkat. Namun, jumlah lahan di pusat kota Padang sendiri makin sedikit , hal ini membuat pemerintah merencanakan solusi baru untuk mengatasi kebutuhan tempat tinggal masyarakat dengan menggunakan lahan yang tersedia.

Pembangunan hunian tipe Apartemen dinilai sejalan dengan pembangunan perkotaan, bertujuan untuk menjadikan kondisi kota menjadi lebih baik di segala sektor, antara lain sektor industri, jasa serta investasi dengan harapan agar perekonomian kota menjadi lebih baik (Sukanto, 2001). Pembangunan Apartemen di Padang ini akan menggunakan desain yang sama dengan Tower C Aspen Residences Apartment Yang terletak di Jl. Rs Fatmawati No.1, Cilandak dengan struktur sejumlah 23 lantai dan basement. Gedung ini menggunakan struktur beton bertulang dengan bentang balok rata-rata 6 m dan 8 m . Modifikasi yang akan dilakukan adalah perubahan bentang balok tanpa kolom pada lantai 21,22, dan 23 dan atap yang semulanya memiliki bentang 6 m menjadi 21 m, perubahan panjang bentang tanpa kolom dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruangan

(21)

ballroom. Perubahan denah juga akan mempengaruhi panjang-panjang balok yang akan direncanakan. Perbedaan jenis tanah dan kelas gempa antara Padang dan Jakarta juga mengakibatkan perubahan analisa pondasi. Berikut gambar denah dan potongan gedung yang akan dimodifikasi menggunakan beton pratekan.

(22)

Gambar 1.2 Denah Rencana Modifikasi Pembalokkan pada lantai 21-23

Kebutuhan akan ballroom yang menggunakan balok dengan panjang lebih dari 12 meter maka elemen struktur beton bertulang biasa diganti dengan balok prategang . Beton prategang merupakan beton mutu tinggi yang dikombinasi dengan dengan baja mutu tinggi (High Strength Steel), selain mempunyai kekuatan yang tinggi, beton prategang juga mempunyai struktur yang ramping, sehingga didapat ruangan bebas yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dan fungsinya. Komponen struktur prategang mempunyai tinggi antara 65-80 persen dari

(23)

tinggi komponen struktur beton bertulang. Maka komponen struktur pratekan membutuhkan sedikit beton, dan sekitar 20 sampai 35 persen banyaknya tulangan (Nawy, 2001).

Dari penjelasan di atas, telah diketahui kelebihan - kelebihan beton prategang dibanding dengan balok beton bertulang, oleh karena itu diharapkan dalam menyelesaikan permasalahan modifikasi Apartemen Aspen Residences dapat menjadi efektif dan efisien . Agar memenuhi segala persyaratan keamanan, sehingga modifikasi yang menggunakan ACI 318-14M , SNI 03-1726-2012 untuk perhitungan gempa serta peraturan pembebanan menggunakan PPIUG 1983 dan merubah struktur menjadi SRPM-K dapat dilaksanakan dengan tepat .

1.2 RUMUSAN MASALAH

1) Bagaimana menentukan permodelan dan asumsi pembebanan ?

2) Bagaimana asumsi perhitungan menggunakan ACI 318-14M dan SNI gempa 03-1726- 2012 ? 3) Bagaimana melakukan perhitungan struktur

sekunder seperti pelat,tangga ?

4) Bagaimana menganalisa gaya dalam struktur bangunan yang telah dimodifikasi ?

5) Bagaimana analisa dan perhitungan pondasi dengan kondisi tanah yang berbeda ?

6)

Bagaimana hasil akhir modifikasi gedung Apartemen Aspen Residences Padang ?

1.3

TUJUAN PERENCANAAN

1) Menentukan permodelan dan asumsi pembebanan sesuai peraturan yang ada

(24)

2) Menganalisa dan menghitung struktur bangunan menggunakan ACI 318-14M dan SNI gempa 03-1726-2012

3) Menganalisa dan menghitung struktur sekunder seperti pelat dan tangga

4) Menganalisa gaya dalam struktur bangunan yang telah dimodifikasi menggunakan program bantu SAP

5) Menganalisa dan melakukan perhitungan pondasi dengan kondisi tanah yang berbeda

6) Membuat gambar teknik dari hasil perancanaan dengan menggunakan Autocad

1.4

BATASAN MASALAH

1) Tidak meninjau analisis biaya konstruksi

2)

Perencanaan ini hanya meninjau metode pelaksanaan yang berkaitan dengan perhitungan struktur

1.5

MANFAAT

Manfaat yang bisa diperoleh dari perancangan ini, ialah: 1) Dapat mengetahui konsep pelaksanaan beton

prategang pada pembangunan gedung bertingkat yang memenuhi persyaratan keamanan

2) Mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan pada saaat perencanaan sehingga kegagalan struktur dapat dihindari

3) Dapat memberikan referensi dalam perencanaan dan pelaksanaan beton prategang

(25)
(26)

7

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 UMUM

Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas beberapa jurnal dan dasar teori yang berhubungan dengan perencanaan gedung Apartemen Aspen Residences. Diperlukan tinjauan khusus terhadap perencanaan struktur menggunakan beton prategang.

2.2 BETON PRATEGANG

Beton Prategang adalah beton beton yang mengalami tegangan internal dengan besardan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban eksternal sampai batas tertentu (Lin, 2000). Beton Prategang juga dapat disimpulkan sebagai beton structural dimana tegangan dalam diberikan untuk mereduksi tegangan tarik potensial dalam beton yang dihasilkan dari beban

2.2.1 JENIS BETON PRATEGANG

Beton prategang diklasifikasikan menjadi dua jenis (Nawy,2000) yaitu :

a. Pre-tensioned Prestressed Concrete (pratarik)

Pratarik adalah metode prategang dimana tendon ditegangkan sebelum beton di cor. Setelah beton cukup keras tendon dipotong dan gaya prategang akan tersalur ke beton melalui lekatan.untuk metode pratarik ini terdapat kekurangan pada peletakan posisi tendon, tendon hanya bisa dipasang dengan bentuk horizontal saja.

(27)

b. Post-Tensioned Prestressed Concrete (pascatarik) Metode pascatarik merupakan metode dimana tendon ditarik setelah beton di cor. Sebelum pengecoran, dipasang dahulu selongsong untuk alur tendon. Setelah beton mengeras tendon dimasukan ke dalam selubung tendon yang sudah dipasang. Penarikan dilakukan setelah beton mencapai kekuatan yang diinginkan. Setelah penarikan dilakukan proses grouting.

2.2.2

PRINSIP DASAR

Beton prategang merupakan beton yang diberikan tegangan tekan internal sehingga dapat menghilangkan tegangan tarik yang terjadi akibat beban eksternal.

Beton prategang itu sendiri memiliki beberapa prinsi dasar, terdapat 3 prinsip beton prategang, yaitu :

1. System prategang yang digunakan untuk mengubah beton yang getas menjadi bahan yang elastis. Yaitu dengan memberikan tekanan terlebih dahulu, bahan beton yang getas akan menjadi bahan yang elastis. Dengan memberikan tekanan dengan menarik baja, beton yang bersifat getas akan kuat menahan beban tarik (Freysinnet,2011) .

(28)

Akibat gaya tekan yang diberikan, F yang bekerja pada pusat berat penampang beton akan memberikan tegangan tekan yang merata diseluruh penampang beton sebesar F/A, dimana A adalah luas penampang beton. Akibat beban merata yang memberikan tegangan tarik dibawah garis netral dan tegangan tekan diatas garis netral pada serat terluar penampang, digunakan perumusan sebagai berikut :

F =M x C I

(2 -1) 2. Sistem prategang yang mengkombinasikan baja

mutu tinggi dengan beton mutu tinggi. Konsep ini hampir sama dengan konsep beton bertulang, yaitu beton prategang merupakan kombinasi kerja sama anttara baja prategang dan beton, dimana beton menahan beban tekan dan baja prategang menahan beban tarik.

Gambar 2.2 Sistem Pratekan dengan Baja dan Beton Mutu

Tinggi

Pada beton prategang, baja prategang ditarik dengan gaya prategang T yang mana membentuk momen kopel dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan momen akibat beban luar.

Pada beton bertulang biasa, besi penulangan menahan gaya tarik T akibat beban luar, yang membentuk momen kopel dengan gaya tekan pada beton C untuk melawan

(29)

momen akibat beban luar. Dengan nilai C = T dan Mluar = Mdalam dengan nilai Mdalam = C x Z (beton bertulang) dan C x a (beton prategang).

3. System prategang untuk mencapai keseimbangan beban. Pada konsep ini prategang digunakan untuk membuat keseimbangan gaya- gaya pada balok. Pada design struktur beton prategang, pengaruh dari pratekan dianggap sebagain keseimbangan berat sendiri. Sehingga batang yang mengalami lendutan tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi pembebanan yang terjadi.

Gambar 2.3 Beban Merata Yang Bekerja Pada Tendon

Balok beton diatas dua perletakan yang diberi gaya pratekan F melalui suatu kabel pratekan dengan lintasan parabola. Beban akibat gaya pratekan yang terdistribusi secara merata kearah atas (Lin, 2000) dirumuskan sebagai berikut :

Wb = 8.F.h / (L2)

(2-2) Dimana : Wb = beban merata kearah atas

h = tinggi parabola kabel lintasan prategang L = bentangan balok

(30)

F = gaya prategang

Jadi, beban merata akibat beban diimbangi oleh gaya merata akibat prategang

2.2.3

MATERIAL PRATEGANG

a. Beton

Beton yang digunakan pada prategang pada umumnya merupakan beton mutu tinggi, hal ini dilakukan untuk menahan tegngan tekan pada pengangkuran beton, agar tidak terjadi keretakan. Tegangan ijin pada beton yang mengalami prategang dibagi menjadi 2 kategori, yaitu tegangan ijin pada saat transfer dan tegangan ijin pada saat service.(Lin, 2000) ,berikut rumus tegangan ijin saat transfer

0.60𝑓𝑐𝑖 Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan

(2-3) 0.5 𝑓𝑐𝑖 Tegangan tarik pada balok sederhana diatas 2 tumpuan

(2-4) 0.25 𝑓𝑐𝑖 Tegangan tarik pada balok pada lokasi lainnya

(2-5) Tegangan ijin pada saat service :

0.45𝑓𝑐Tegangan serat terjauh dalam kondisi tekan

(2-6) 0.5 𝑓𝑐Tegangan tarik pada balok

(31)

Dimana : f’ci = 0.95 f’c

(2-8)

b. Baja

Baja prategang yang digunakan terbagi menjadi 3 tipe, kawat tunggal (wire), Untaian kawat (strand) dan kawat batangan (bar). Setiap jenis kawat biasanya digunakan untuk metode yang berbeda, kawat tunggal digunakan dalam beton prategang pra-tarik, untuk untaian kawat biasa digunakan dalam beton prategang pasca-tarik dan kawat batangan biasa digunakan untuk beton prategang pra-tarik. Baja yang digunakan memiliki batasan tegangan ijin sebesar 0.94 fpy Akibat gaya penarikan (jacking) dan 0.7 fpu sesaat setelah transfer gaya (Lin,2000)

2.2.4

TAHAPAN PEMBEBANAN

Beton prategang memiliki dua tahapan pembebanan. Pada setiap tahapan pembebanan harus selalu dilakukan pengecekan kondisi beton pada bagian yang tertekan maupun tertarik untuk setiap penampang. Tahapan pembebanan pada beton prategang adalah :

a. Tahap transfer

Pada metode pratarik, tahap transfer ini terjadi pada saat angker dilepas dan gaya prategang ditransfer ke beton. Untuk metode pascatarik, tahap transfer ini terjadi pada tahap saat beton sudah cukup umur dan dilakukan penarikan kabel prategang. Pada saat transfer ini beban-beban layan belum bekerja.

(32)

b. Tahap Service

Setelah beton prategang digunakan atau difungsikan sebagai komponen struktur, maka beton sudah memasuki tahap service, yaitu tahap dimana semua beban layan sudah bekerja. Pada saat ini semua kehilangan prategang sudah harus diperhitungkan dalam analisa struktur.

2.2.5

KEHILANGAN PRATEGANG

Kehilangan gaya prategang adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada tahap-tahap pembebanan. Kehilangan gaya prategang dibagi menjadi 2 kategori (Nawy,2000), yaitu :

1. Kehilangan Segera (langung)

Kehilangan langsung adalah kehilangan yang terjadi segera setelah beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang langsung disebabkan oleh :

a. Perpendekan elastis beton

Pada saat gaya prategang dialihkan ke beton, komponen struktur akan memendek dan baja prategang turut memendek bersamanya. Jadi ada kehilangan gaya prategang pada baja.(Lin,2000)

ES = Kes x n x Fcir (2-9)

Dimana : Kes : koefisien perpendekan (untuk pasca-tarik Kes = 0.5)

n : Perbandingan modulus elastisitas beton dan baja (Es/Ec)

Fcir : Tegangan pada penampang beton

(33)

b. Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang tendon, hal ini terjadi pada beton prategang dengan system post-tension.Pada struktur beton prategang dengan tendong yang dipasang melengkung ada gesekan antara system penarik (jacking) dan angkur, sehingga tegangan yang ada pada tendon akan lebih kecil dari pada tegangan yang diberikan. Kehilangan akibat gesekan dipengaruhi oleh pergerakan dari selongsong (wobble) dan kelengkungan tendon.

F2 = F1 . e--KL

(2-10) Dimana : F2 = gaya prategang pada titik 1

F1 = gaya prategang pada titik 2

e = panjang kabel prategang dari titik 1 ke 2

koefisien geseran akibat kelengkungan kabel

Sudut pada tendon K = Koefisien wobble

L = panjang kabel prategang dari titik 1 ke 2 c. Kehilangan akibat slip angkur

Kehilangan akibat slip terjadi pada saat kabel prategang dilepas dari mesin penarik, kemudian kabel ditahan oleh baji dipengangkuran dan gaya prategang ditransfer dari mesin penarik ke angkur. Pada umumnya slip yang terjadi dipengangkuran berkisar 2.5 mm.(Lin, 2000) = S rata-rata x 100% a (2-11) a = σ L Es (2-12)

(34)

Dimana : = Kehilangan Gaya Prategang (%) a = Deformasi pada angkur

σ = Tegangan Pada Beton

Es = Modulus Elastisitas pada Baja Prategang

L = Panjang Kabel

Srata-rata = Harga Rata-rata Slip Angkur 2. Kehilangan tergantung waktu

Kehilangan gaya prategang tergantung waktu disebabkan oleh :

a. Kehilangan gaya prategang akibat rangkak

Kehilangan gaya prategang yang diakibatkan oleh rangkak dari beton merupakan salah satu kehilangan gaya prategang tergantung pada waktu yang diakibatkan oleh proses penuaan dari beton selama pemakaian. Rangkak pada beton prategang dapat terjadi pada 2 kondisi yaitu kondisi bonded tendon dan unbounded tendon. (Lin,2000)

- Perhitungan Rangkak pada Bonded Tendon

CR = Kcr*(Es/Ec)[fcir-fcds] (2-13) Dimana : CR = kehilangan prategang akibat rangkak

Kcr = koefisienrangkak ;pratarik (2) , pascatarik (1.6)

Es = Modulus elastisitas baja Ec = Modulud elastisitas beton Fcir = tegangan beton sesaat setelah transfer gaya prategang

Fcds = tegangan beton pada pusat berat tendon akibat dead load

(35)

Perhitungan rangkak pada Unbounded tendon

CR = Kcr*(Es/Ec)*fcpa

(2-14) Dimana : fcpa = tegangan tekan beton rata-rata pada

pusat berat tendon b. Kehilangan gaya prategang akibat susut

Penyusutan beton dipengaruhi oleh rasio antara volume beton dan luas permukaan beton, dan juga kelembapan relative waktu antara pengecoran dan pemberian gaya prategang. (Lin,2000)

SH = (8,2/10-6)KSH*Es[1-0,06(v/s)][100-RH]

(2-15) Dimana : SH = kehilangan tegangan pada tendon

akibat penyusutan beton Es = Modulus elastisitas baja

v = Volume beton dari suatu komponen struktur beton prategang

s = Luas permukaan dari komponen struktur beton prategang

RH = kelembapan udara relative Ksh = koefisien penyusutan

c. Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja prategang Relaksasi baja prategang terjadi pada baja dengan perpanjangan tetap dalam suatu periode yang mengalami kekurangan gaya prategang(Lin,2000). Besarnya kehilangan gaya pratgang dapat dihitung dengan persamaan :

(36)

RE = [Kre-J(SH+CR+ES)]٭C (2-16)

Dimana : RE = Kehilangan tegangan

C = Factor relaksasi yang tergantung jenis kawat

Kre = Koefisien relaksasi, harganya berkisar 41 – 138 N/mm2

J = Faktor waktu, harganya berkisar antara 0.05 – 0.15

SH = Kehilangan tegangan akibat susut CR = Kehilangan tegangan akibat rangkak ES = Kehilangan tegangan akibat

perpendekan elastis

2.2.6

MOMEN RETAK

Momen retak adalah momen yang menghasilkan retakan-reatakan kecil pertama pada balok beton prategang yang dihitung dengan teori elastic, dengan menganggap bahwa retakan mulai terjadi saat tegangan tarik pada serat terluar beton mencapai modulus keruntuhannya (fr). Momen retak dapat dihitung

menggunakan persamaan berikut : Mcr = M1 + M2

M1 = F x (e + Kt) M2 = Fr x Wb

(2-17) Fr = 0,7 𝑓𝑐

Dimana : Mcr = Momen Crack

F = gaya prategang pada saat servis

(37)

e = eksentrisitas tendon terhadap garis netral penampang beton Kt = daerah kern diatas sumbu

netral beton

Fr = tegangan tarik pada serat terluar beton

Wb = momen resisten bawah (I/Yb)

2.2.7

MOMEN NOMINAL

Momen nominal adalah momen batas yang dimiliki oleh penampang beton yang berfungsi untuk menahan momen ultimate dan momen retak yang terjadi.Berdasarkan (Lin,2000) Momen nominal dapat dihitung menggunakan persamaan :

Dengan ketentuan : Mn> Mu ; Mn> 1.2Mcr

Dimana: Mn = Momen nominal

Mu = Momen ultimate

Aps = Luasan tendon prategang

fps = Tegangan pada tulangan

prategang disaat penampang

mencapai kuat nominal

dp = Jarak penampang baja ke serat

atas beton

b = Lebar penampang beton f’c = Mutu beton  = Angka reduksi (0.9)





'

59

.

0

2

c ps ps p ps ps p ps ps n

bf

f

A

d

f

A

a

d

f

A

M

(2-18)

(38)

2.2.8

KONTROL LENDUTAN

Lendutan pada beton prategang harus ditinjau untuk memenuhi kebutuhan layan suatu struktur beton. Lendutan pada elemen struktur beton prategang disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu : a. Lendutan yang diakibatkan eksentrisitas tendon

Lendutan akibat eksentrisitas tepi balok terjadi karena terdapat jarak antara eksentrisitas tepi balok dan sumbu netral penampang beton. Hal ini mengakibatkan terjadinya lendutan ke arah bawah.

= Fo x e x L4

8Ec x I

(2-19) Dimana : = Lendutan Yang Terjadi

Fo = Gaya Prategang

e = Eksentrisitas tendon terhadap

sumbu netral

L = Panjang Efektif

Ec = Modulus Elastisitas Beton I = Inersia Beton

b. Lendutan yang diakibatkan tekanan tendon prategang Tendon yang diberikan gaya prategang mengakibatkan balok menerima lendutan dengan arah ke atas.

= 5 x F0 x L 4

(39)

(2-20) Dimana : = Lendutan Yang Terjadi

Fo = Gaya Prategang

e = Eksentrisitas tendon terhadap

sumbu netral

L = Panjang Efektif

Ec = Modulus Elastisitas Beton I = Inersia Beton

c. Lendutan yang diakibatkan berat sendiri balok Balok prategang memiliki berat sendiri yang mengakibatkan terjadinya lendutan ke arah bawah pada balok itu sendiri.

= 5 x q0 x L4

384 x Ec x I

(2-21) Dimana : = Lendutan Yang Terjadi

qo = q beban

e = Eksentrisitas tendon terhadap

sumbu netral

L = Panjang Efektif

Ec = Modulus Elastisitas Beton I = Inersia Beton

d. Lendutan yang diakibatkan beban mati dan hidup yang bekerja diatas balok

Beton prategang juga menerima lendutan yang terjadi akibat adanya gaya dari luar berupa beban mati dan beban hidup yang mengakibatkan lendutan ke arah bawah. Beban-beban yang bekerja terbagi menjadi beban terpusat dan beban merata.

(40)

- Beban Merata = 5 x q0 x L 4 384 x Ec x I (2-22) - Beban Terpusat = P x L3 48 x Ec x I (2-23) Dimana : = Lendutan Yang Terjadi

qo = q beban

P = Beban Terpusat

e = Eksentrisitas tendon terhadap

sumbu netral

L = Panjang Efektif

Ec = Modulus Elastisitas Beton I = Inersia Beton

2.3

BETON PRATEGANG PADA BANGUNAN

TINGGI

Pada bangunan efek gaya lateral yang bekerja dapat menyebabkan deformasi lateral yang berlebihan. Penggunaan prategang dalam strtuktur dapat membantu mengurangi daktilitas struktur. Penggunaan prategang pada balok prategang juga dapat mengurangi jumlah sendi plastis yang terbentuk pada saat keuntuhan. Apabila gaya prategang relative kecil dimana nilai gaya prategang cukup mengimbangi beban mati dan 0.4 beban hidup, sifat struktur seperti ini terhadap kombinasi beban vertkal

(41)

dan beban lateral batas, mendekati sifat-sifat struktur beton bertulang biasa.(Sudrajat, 2005)

2.3.1 SISTEM YANG DIGUNAKAN

Untuk perencanaan ini akan digunakan sistem konsol pendek. Pada dasarnya konsep dasar dari sistem ini adalah menjadikan balok pratekan itu simple beam sehingga bisa mengabaikan gaya gempa yang terjadi pada gedung dikarenakan balok pratekan memang tidak direncanakan untuk menahan gempa serta dapat mengurangi penggunaan tulangan lentur pada balok pratekan itu sendiri

2.3.2 PENGARUH SISTEM PRATEKAN TERHADAP

STRUKTUR LAINNYA

Gambar 2.4 Ilustrasi Sistem Konsol Pendek

Pada Gambar 2.4 bisa dilihat bahwa Vu dari balok pratekan akan mengakibatkan momen terhadap kolom yang dipasangi konsol pendek. Maka perkuatan kolom pada lantai yang dipasangi prestress akan dipengaruhi oleh Vu balok tersebut.

(42)

2.4

EFISIENSI BETON PRATEGANG

Kebutuhan ballroom pada apartemen akan membutuhkan ruang yang luas, maka diperlukan balok dengan bentang yang panjang. Penggunaan beton prategang merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk memenuhi kebutuhan balok bentang panjang. Berdasarkan penelitian, untuk balok dengan bentang besar dari 7.5m, metode post-tensioning akan lebih ekonomis. (Cross, 2011) .Penggunaan pratekan juga dapat meningkatkan efisiensi kontruksi. Sifat pratekan yang di desain dapat menahan beban sendiri pada saat diberikan gaya mengakibatkan peningkatan efisiensi kontruksi 5-10%. Hal ini juga dipengaruhi dengan siklus kontruksi yang singkat.(Partha, 2008)

2.5

TINJAUAN STRUKTUR TERHADAP GEMPA

Ada beberapa tinjauan mengenai perhitungan gempa yang perlu diperhatikan untuk mengetahui kriteria design yang paling cocok untuk perhitungan struktur yang tahan gempa. Menurut SNI 1726:2012, gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2 %.

2.5.1

FAKTOR KEUTAMAAN GEMPA

Faktor keutamaan gempa ditentukan dari jenis pemanfaatan gedung sesuai dengan kategori resiko pada peraturan. Kategori resiko untuk gedung perkantoran

masuk dalam kategori resiko II dengan factor keutamaan gempa (I) 1,0.

(43)

Tabel 2.1 Kategori Resiko Gedung Perkantoran

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan Gempa

2.5.2

KELAS SITUS

Kelas situs ditentukan berdasarkan data tanah yang didapat dari proses pengumpulan data. Pada data tanah didapatkan nilai N (tes Nspt) sampai kedalaman 36 meter hampir sama dengan 50 jadi dapat dikatakan tanah termasuk dalam kelas situs SD (Tanah Sedang)

(44)

2.5.3

PARAMETER RESPON SPECTRAL

Untuk daerah Padang mempunyai parameter respon spectral percepatan gempa terpetakan untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) sebesar 1,344g dan parameter respon spectral percepatan gempa terpetakan untuk perioda 1 detik (S1) sebesar

0,599g

Gambar 2.5 Parameter spectra percepatan gempa untuk

perioda pendek 0,2 detik (Ss)

Gambar 2.6 Parameter spectra percepatan gempa untuk

(45)

2.5.4

PARAMETER PERCEPATAN SPECTRA

DESIGN

Parameter percepatan spektra disain untuk periode pendek 0,2 detik (SDS) dan periode 1 detik (SD1) harus ditentukan

melalui perumusan berikut ini : 𝑆𝐷𝑆=2

3𝑆𝑀𝑆 (2-10)

𝑆𝐷1=23𝑆𝑀1 (2-11)

Dimana SMS dan SM1 didapat dari tabel berikut

𝑆𝑀𝑆= 𝐹𝑎𝑆𝑠 (2-12)

𝑆𝑀1= 𝐹𝑣𝑆1 (2-13)

Fa dan Fv didapat dari tabel 2.4 Koefisien Situs

(46)

Untuk perioda pendek 0.2 detik (Ss) sebesar 1,344g dan parameter respon spectral percepatan gempa terpetakan untuk perioda 1 detik (S1) sebesar 0,599g dengan kelas situs SD

didapatkan daerah Padang memiliki SDS sebesar 1,0 dan SD1

sebesar 1,5.

2.5.5

KATEGORI DESIGN SEISMIK

Menurut SNI 1726:2012 kategori desain seismik dibagi berdasarkan tabel 2.5 dan 2.6

(47)

Tabel 2.6 Kategori Desain Seismik Berdasarkan SD1

Tabel 2.7 Sistem Penahan Gaya Seismik

Untuk SDS sebesar 1,00 dan SD1 sebesar 1,50 dan kategori resiko I

kategori desain seismik tergolong kategori D. Untuk kategori D tipe Sistem Ganda dengan rangka pemikul momen dengan dinding geser beton bertulang khusus

(48)

29

METODOLOGI

3.1

UMUM

Sebelum Mengerjakan Tugas Akhir , maka perlu disusun langkah-langkah pengerjaan sesuai dengan uraian kegiatan yang akan dilakukan

(49)
(50)

3.3

PENGUMPULAN DATA

Data Bangunan yang akan digunakan dalam perencanaan gedung Apartemen Aspen Residences Padang :

Data Asli Bangunan :

Nama Proyek : Apartemen Aspen Residences Tower C Jenis Bangunan : Struktur Beton Bertulang Lokasi Bangunan : Jl. Rs Fatmawati No.1,

Cilandak

Jumlah Lantai : 23 Lantai, Basement Tinggi Bangunan : 132 m

Akan dimodifikasi Menjadi :

Nama Proyek : Apartemen Aspen Residences Padang Jenis Bangunan : Struktur Beton Bertulang

dengan sebagian balok prategang

Lokasi Bangunan : Padang, Sumatera Barat Jumlah Lantai : 23 Lantai

Tinggi Bangunan : 115 m

Mutu Beton (fc’) : 40 Mpa

Mutu Baja (fy) : 400 Mpa Data Tanah : Terlampir

3.4

STUDI LITERATUR

Studi Literatur yang dilakukan dengan menggunakan beberapa buku pustaka mengenai perancangan beton pratekan dan struktur gedung secara umum , studi literatur dilakukan untuk

(51)

dapat menggunakan teori-teori dalam pelaksanaan tugas akhir . Untuk judul-judul referensi yang dipakai dapat dilihat pada daftar pustaka.

3.5

PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER

Perencanaan struktur sekunder dianggap sebagai penyalur beban yang ada menuju struktur utama. Perencanaan struktur sekunder meliputi :

1. Perencanaan pelat

Dimensi pelat dihitung dengan memperhitungkan pembebanan dan penulangan pelat terlebih dahulu . Perencanaan tebal pelat mengikuti ACI 318-14M R7.3 tabel 7.3.1.1

Tabel 3.1 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior

2. Perencanaan tangga

Perhitungan dimensi, pembebanan dan

Penulangan dilakukan dahulu untuk perancangan tangga . Kemiringan dan Perbandingan injakkan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

2540   60 2t i65

( 3 – 1) Dimana : t = tanjakan

I = injakan

(52)

3. Perencanaan balok lift

Perencanaan balok lift diawali dengan penentuan kapasitas lift yang akan

digunakan. Balok lift dihitung berdasarkan fungsi sebagai balok pengangkat dan balok perletakan. 4. Perencanaan balok anak

PBI 1971 halaman 199 tabel 13.2 mengatur tentang ketentuan momen yang bekerja pada balok . ACI 318-14M R9.3 tabel 9.3.1.1 dan tebal minimum balok.

Tabel 3.2 Peraturan Tebal Minimum Balok

3.6

PRELIMINARY DESIGN

Preleminary desain dilakukan dengan memperkirakan dimensi awal struktur sesuai dengan peraturan ACI 318-14M, yang berupa :

1. Preleminary desain Struktur non - pratekan ACI 318-14M digunakan sebagai acuan tentang perhitungan dimensi struktur utama non-pratekan meliputi balok utama dan kolom

2. Preliminary desain struktur pratekan

ACI 318-14M R9 digunakan sebagai acuan dalam penentuan dimensi balok pratekan

(53)

Metode Perletakkan konsol pendek digunakan sebagai sambungan antar balok pratekan dan kolom .

3.7

PEMBEBANAN

Pembebanan pada perencanaan ini menggunakan peraturan yang sesuai dengan PPIUG 1983, SNI 03-1726-2012 untuk gempa dan kombinasi pembebanan menggunakan ACI 318-14M R9 antara lain

1. Beban Mati

Beban mati terdiri dari berat struktur sendiri, dinding, pelat, serta berat finishing arsitektur (PPIUG 1983 Tabel 2.1).

2. Beban Hidup

Beban hidup untuk rumah tinggal adalah 250 kg/m2, 500 kg/m2 untuk ballroom dan 100 kg/m2 untuk beban pekerja (atap). Beban Hidup untuk parkir adalah 800 kg/m2 digunakan untuk beban basement (PPIUG 1983 tabel 3.1)

3. Beban Gempa

Beban gempa yang digunakan sesuai SNI 03-1726-2012, dimana wilayah gempa terbagi sesuai percepatan respon spektrumnya. Beban geser dasar nominal statik ekivalen V yang terjadi dari tingkat dasar dihitung sesuai SNI 03-1726-2012 Ps.7.8. V ini harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung ke masing-masing lantai (F) sesuai SNI 03 - 1726 - 2012 Ps.7.8.3.

4. Kombinasi

Beban-beban yang dibebankan kepada struktur tersebut dibebankan kepada komponen struktur menggunakan kombinasi beban berdasarkan ACI 318-14M R 5 Tabel 5.3.1

(54)

Tabel 3.3 Kombinasi Pembebanan

3.8

ANALISA PERMODELAN STRUKTUR

Analisa struktur menggunakan program bantu SAP 2000. Data yang didapat dari SAP 2000 berupaya reaksi dan gaya dalam yang terdapat pada rangka utama. Pembebanan menggunakan beban gempa dinamik agar memenuhi ketentuan SNI 03- 1726-2012

3.9

PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA NON

PRATEKAN

Perhitungan struktur utama non-pratekan dilakukan setelah mendapatkan analisa gaya menggunakan program SAP 2000. Dilakukan control desain dan perencanaan penulangan struktur utama sesuai ACI 318-14M. Kontrol desain yang dilakukan berupa pengecekan terhadap control geser, control lentur, momen lentur, beban layan (servisability) dan beban ultimate.

1. Preleminary desain balok

Perencanaan dimensi balok diawali dengan penentuan tinggi minimum balok

berdasarkan ACI 318-14M R9.3 tabel 9.3.1.1 perhitungan pembebanan

(55)

pada balok dan penulangan. Untuk koefisien momen menggunakan PBI 1971

halaman 199 tabel 13.2. dimensi balok dapat dilihat pada Tabel 3.2

2. Preliminary desain kolom

Untuk komponen struktur dengan tulangan spiral maupun sengkang ikat,

maka = 0,7, tapi tersebut hanya memperhitungkan akibat gaya aksial saja. Maka,

agar kolom juga mampu memikul gaya momen diambil = 0,65.

3.10 PERHITUNGAN STRUKTUR UTAMA

PRATEKAN

Dalam perencanaan pratekan dilakukan langkah – langkah dalam perhitungan yang akan di jelaskan sebagai berikut

3.10.1 DESAIN PENAMPANG

Penampang awal pratekan di desain menggunkan beberapa asumsi yang sesuai dengan ketentuan tinggi dimensi balok L/20

3.10.2

GAYA PRATEKAN

Penentuan gaya pratekan awal berpengaruh pada momen total, yang kemudian gaya tersebut akan disalurkan ke penampang. Direncanakan sesuai pemilihan penampang. Gaya pratekan berpengaruh pada tendon dan baja sesuai dengan eksentrisitas yang digunakan. Berikut persamaan tegangan yang terjadi pada beton pratekan.

(56)

σct,b = F ± F.e ± MDL ± MLL

A wt.b wt.b wt.b

(3-2) F = gaya prategang yang diberikan A = luasan penampang beton E = eksentrisitas antara kabel pratgang dengan sumbu netral

beton

W = momen resisten beton (I/y) Mdl = Momen yang terjadi akibat beban

mati

Mll = Momen yang terjadi akibat beban

hidup

3.10.3 KONTROL TEGANGAN

ACI 318-14M R 9.3.4 digunakan sebagai batasan tegangan yang terjadi pada balok prestress

3.10.4 KEHILANGAN PRATEGANG

Saat stressing ,kemungkinan kehilangan prategang sangat tinggi sehingga kehilangan prategang perlu diperhitungkan :

1. Kehilangan segera (kehilangan langsung)

Kehilangan langsung adalah kehilangan gaya awal pratekan sesaat setelah pemberian gaya pratekan pada pada komponen balok pratekan, yang terdiri dari :

a. Kehilangan akibat pengangkuran

Perumusan (2-11) dan (2-12) pada 2.2.5 mengatur tentang kehilangan akibat pengangkuran terjadi pada saat tendon dilepas dari penarikan dan mengalami slip b. Kehilangan akibat perpendekan elastis dapat

(57)

c. Kehilangan akibat gesekan di sepanjang tendon menggunakan perumusan (2-10) pada 2.2.5 2. Kehilangan yang tergantung oleh waktu

Kehilangan yang bertahap sangat mungkin terjadi pada Beton pratekan . berikut kehilangan akibat waktu :

a. Kehilangan akibat rangkak

Rangkak terbagi menjadi dua, yaitu bonded tendon dan

unbounded tendon. Rumus umum yang dipakai adalah perumusan (2-13) dan (2-14) pada 2.2.5

b. Kehilangan Akibat Susut

Pada umumnya susut terjadi karena perubahan kadar air pada beton itu sendiri . dipakai rumus (2-15) pada 2.2.5 c. Kehilangan akibat Relaksasi Baja

Sifat elastisitas baja memungkinkan baja relaksasi hingga kehilangan gaya prategangnya itu sendiri . ini diatur pada perumusan (2-16) pada 2.2.5

3.10.5

KONTROL LENTUR

Balok prategang yang menggunakan sistem konsol pendek tidak dirancang untuk menahan gaya gempa ,sehingga untuk tulangan lentur cukup diberi tulangan praktis saja.

3.10.6

KONTROL GESER

Kontrol geser serta perhitungan tulangan geser didasari pada ACI 318-14 M R 9.6.3. Perhitungan geser dilakukan agar struktur mampu memikul gaya geser yang diterima.

3.10.7

KONTROL LENDUTAN

Lendutan perlu dibatasi dikarenakan jika terjadi lendutan yang berlebihan maka akan mengganggu psikologis pengguna bangunan dan sebagai indikasi kegagalan struktur , sehingga perlu

(58)

untuk menghitung lendutan struktur agar tidak melebihi batas-batas yang telah ditetapkan. Lendutan dihitung menurut pembebanan, dimana berat sendiri dan beban eksternal mempengaruhi. ACI 318-14 M R 24.2 batas lendutan terdapat pada Tabel ACI 318-14 M Tabel 24.4.3.2

Tabel 3.4 Tabel Batas Lendutan

3.10.8

KONTROL KUAT BATAS BETON

PRATEKAN

Kuat batas balok pratekan yang diakibatkan oleh beban luar berfaktor harus memiliki nilai-nilai berikut :

1,2Mcr ≤ Mu ≤ ΦMn

(3-3) Mcr = momen retak yang terjadi pada balok

pratekan

Mu = momen ultimate balok pratekan Mn = Kapasitas penampang

  = Faktor reduksi

3.10.9

PENGANGKURAN

Tekanan yang sangat besar menyebabkan pengangkuran dilakukan untuk mencegah kegagalan yang diakibatkan hancurnya bantalan beton pada daerah tepat dibelakang angkur tendon. Berdasarkan ACI 318-14 M R 25.8 Daerah pengangkuran harus dianggap tersusun dari dua daerah, yaitu :

(59)

a. Daerah local adalah prisma persegi(atau prisma persegi ekivalen untuk angkur

oval) dari beton yang langsung mengelilingi alat angkur dan sebagian tulang pengekang.

b. Daerah umum adalah daerah pengangkuran dimana gaya prategang terpusat disalurkan ke beton dan disebarkan secara lebih merata pada seluruh penampang.

3.11

PERENCANAAN PONDASI

Setelah menghitung seluruh beban struktur atas, pondasi dapat direncanakan berdasarkan beban struktur atas yang terdistribusi ke pondasi. Langkah-langkah yang dikerjakan dalam perencanaan pondasi :

1. Menghitung beban total dari struktur atas 2. Menghitung daya dukung tanah

3. Menentukan jenis pondasi yang akan digunakan 4. Menentukan efisiensi dari pondasi

5. Merencanakan pile cap

3.12

OUTPUT GAMBAR

Hasil analisa struktur sekunder, struktur utama non-pratekan, struktur utampa non-pratekan, dan pondasi dituangkan dalam bentuk gambar teknik yang dapat menjelaskan hasil perhitungan. Gambar dikerjakan dengan menggunakan program bantu sipil AutoCAD .

(60)

41

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1

PRELIMINARY DESAIN

4.1.1 UMUM

Preliminary desain merupakan proses perencanaan awal yang akan digunakan untuk merencanakan dimensi struktur gedung. Perencanaan awal dilakukan menurut peraturan yang ada. Preliminary desain yang dilakukan terhadap komponen struktur antara lain balok induk, balok anak, balok pratekan, pelat, dan kolom. Sebelum melakukan preliminary baik nya dilakukan penentuan data perencanaan dan beban yang akan diterima oleh struktur gedung.

4.1.2 DATA PERENCANAAN

Perencanaan Gedung Apartemen Aspen Residences menggunakan beton bertulang pada keseluruhan struktur gedung. Berikut ini adalah data-data perencanaan struktur gedung.

 Tipe Bangunan : Gedung Apartemen

Jenis Bangunan

:

Struktur beton

bertulang dengan

sebagian beton

prategang

Lokasi Bangunan

:

Padang,Sumatera

Barat

Jumlah Lantai

:

23 Lantai

Tinggi Bangunan

:

115 m

Luas Bangunan

:

1002 m

2

Mutu Beton (fc‟)

:

40 MPa

(61)

4.1.3

PEMBEBANAN

1. Beban Gravitasi

 Beban Mati (PPIUG 1983)

o Berat sendiri beton bertulang : 2400 kg/m3 o Adukan finishing : 21 kg/m3

o Tegel : 24 kg/m3

o Dinding setengah bata : 250 kg/m3 o Plafond : 11 kg/m3 o Penggantung : 7 kg/m3 o Plumbing +ducting : 25 kg/m3  Beban Hidup o Lantai atap : 100 kg/m3 o Lantai : 250 kg/m3 o Pelat tangga : 300 kg/m3 2. Beban Angin

o Dekat dari pantai : 40 kg/m3 3. Beban Gempa

Perencanaan dan perhitungan struktur terhadap gempa dilakukan menurut SNI 03-1726-2012

4.1.4

PERENCANAAN BALOK

Penentuan tinggi balok minimum (hmin) dihitung berdasarkan ACI 318-14M Ps. 9.3 (tabel 9.3.3.1 . Tebal

minimum balok non prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung)

hmin =

𝐿

16

(62)

Dimana :

L = panjang balok (cm) h = tinggi balok (cm) b = lebar balok (cm)

Untuk fy selain 420 MPa, nilai L balok harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700) (ACI 318-14M Ps.9.3.1.1.1)

4.1.4.1

Perencanaan Balok Induk

Gedung yang direncanakan memiliki panjang balok induk yang bervariasi pada arah memanjang.

Gambar 4.1 Variasi Balok Apartemen Aspen Residences

Dari gambar 4.1. dapat dilihat variasi balok yang ditinjau. Sehingga diperoleh perencanaan dimensi balok induk seperti berikut

(63)

Tabel 4.1 Preliminary Desain Balok Induk

4.1.4.2

Perencanaan Balok Anak

Perencanaan dimensi balok anak untuk mutu beton 30 MPa dan mutu baja 400 MPa direncanakan sebagai balok pada dua tumpuan menerus, sehingga digunakan perumusan :

hmin = 𝐿 21 b = 23.𝑕 Dimana : L = panjang balok (cm) h = tinggi balok (cm) b = lebar balok (cm)

Untuk fy selain 420 MPa, nilai L balok harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700).

ACI 318-14M Ps.9.3.1.1.1

Dimensi balok anak dengan panjang yang sama dengan balok induk diperoleh sebagai berikut

Tabel 4.2 Preliminary Desain Balok Anak

Balok Bentang (m) H min (cm) H pakai (cm)B min (cm)B pakai (cm)

A 5 30.36 40 15.18 30 40 30 B 4.5 27.32 40 13.66 30 40 30 C 6 36.43 40 18.21 30 40 30 D 2.5 15.18 40 7.59 30 40 30 E 3.5 21.25 40 10.63 30 40 30 Dimensi (cm)

Balok Bentang (m) H min (cm) H pakai (cm) B min (cm) B pakai (cm)

A 2 9.25 30 6.17 25

B 2.5 11.56 30 7.71 25

C 3 13.88 30 9.25 25

(64)

4.1.4.3

Perencanaan Balok Pratekan

Dimensi balok pratekan pada portal pada preliminary desain direncanakan sebagai berikut:

hmin = 𝐿 20 b = 23.𝑕 Dimana : L = panjang balok (cm) h = tinggi balok (cm) b = lebar balok (cm)

Balok pratekan yang direncanakan memiliki L = 2100 cm, sehingga diperoleh perencanaan

h= 𝐿

20 = 2100

20 = 105 𝑐𝑚 ~ 100 𝑐𝑚

b= 23𝑕= 1053 = 66 𝑐𝑚 ~ 70 𝑐𝑚

Sehingga direncanakan balok pratekan dengan dimensi 70/100.

4.1.5

PERENCANAAN TEBAL PELAT

4.1.5.1

Peraturan Perencanaan Pelat

Perhitungan dimensi plat berdasarkan ACI 318-14M Tabel 8.3.1.2 bagi tebal plat sebagai berikut :

a) Untuk

m

0

,

2

menggunakan Ketentuan ACI 318-14M Tabel 8.3.1.1

(65)

b) Untuk

0

,

2

m

2

ketebalan minimum plat harus memenuhi

0.2

5 36 1400 8 . 0 1         m n fy L h

dan tidak boleh kurang dari 125 mm

c) Untuk

m

2

ketebalan minimum plat harus

memenuhi

9

36

1400

8

.

0

2

fy

L

h

n

dan tidak boleh kurang dari 90 mm

Ln = Panjang bentang bersih

Sn = Lebar bentang bersih

fy = Tegangan Leleh Baja

= Rasio bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah memendek dari pelat 2 arah m

= Nilai rata-rata

untuk semua balok pada tepi – tepi dari suatu panel

Harga

m didapat dari:

plat plat balok balok

I

E

I

E

3 12 1 h b K Ibalok    n n

S

L

12

3

hf

Ly

I

plat

(66)

K=                                                             w f w f w f w f w f h h x bw be h h x bw be h h h h x h h x bw be 1 1 1 4 6 4 1 1 3 2

Perumusan untuk mencari lebar flens pada balok : Balok Tengah :

Nilai be : be =1/4 Ly be = bw + 16 hf

dari kedua nilai be tersebut diambil yang terkecil.

Data Perencanaan Tebal Pelat Lantai

Pelat yang direncanakan berupa pelat lantai dengan 2 tipe pelat dengan spesifikasi sebagai berikut

 Mutu beton : 40 MPa

 Mutu baja : 400 MPa

 Rencana tebal pelat lantai dan atap: 12 cm

be

hf hw

(67)

Perhitungan lebar efektif pelat Ln= 500cm -

2

30

2

30

= 470 cm Sn= 450 cm -

2

30

2

30

= 420 cm

= 1,119 2 420 470 Lxn Lyn (Pelat 2 arah)

Balok induk Memanjang (30 x 40), Ly = 470 cm

be = (470) 117.5 4 1 4 1 Ly cm

be = bw + 16 hf = 30 + (16 x 12) = 222 cm Dipakai be = 117.5cm hf = 12 cm hw=40cm be bw = 30cm

(68)

K = 764 . 1 40 12 1 30 5 . 117 1 40 12 1 40 5 . 117 40 12 4 40 12 6 4 40 12 1 30 5 . 117 1 3 2                                                              x x x x Ibalok = K . bw .

12

3 w

h

= 1,764x30𝑥40 3 12 = 282360 𝑐𝑚4 Iplat = Ly .

12

3 f

h

= 500 𝑥12 3 12 = 81380.21 𝑐𝑚4

Karena Ecbalok = Ec plat

 =

Iplat

balok

I

=

3

.

469

cm

81380.21

282360

Dengan cara yang sama untuk balok induk melintang dan balok anak melintang maka didapat nilai α sebagai berikut

Balok induk melintang = 4.13 Balok induk memanjang = 3.469 Balok Induk memanjang = 4.13 Jadi

m =

4 1

x ( 2x4.13+2x3.469) = 3.8>2

Berdasarkan ACI318-14M tabel 8.3.1.2 Untuk

m

2

ketebalan minimum plat harus memenuhi

(69)

075

.

11

9

36

1400

8

.

0

2

fy

L

h

n

dan tidak boleh kurang dari 90 mm

Untuk faktor kenyamanan gunakan tebal pelat lantai 12 cm. Tebal rencana pelat 12 cm memenuhi persyaratan tebal minimum. Untuk pelat atap,digunakan dimensi yang sama yaitu 12 cm

4.1.6

PERENCANAAN KOLOM

Menurut ACI 318-14M kolom harus direncanakan untuk mampu memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau.

Gambar

Gambar 1.1  Denah Tipikal Lantai 2-23 sebelum modifikasi
Gambar 1.2  Denah Rencana Modifikasi Pembalokkan pada  lantai 21-23
Gambar 2.2  Sistem Pratekan dengan Baja dan Beton Mutu
Tabel 2.1 Kategori Resiko Gedung Perkantoran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diperoleh bahwa (1) Persentase ketuntasan individual pada siklus I yaitu 68 persen, pada siklus II 80 persen dan pada siklus III 92 persen;

Bila dianalisis secara bersama- sama berdasarkan temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dii SMK Teknologi Nasional

Satu kali bagini, orang Yahudi pung pangajar hukum Torat satu datang par Yesus la tanya Antua kata, "Bapa, Beta musti biking apa biar beta bisa hidop tarus-tarus deng Allah

PERILAKU NASABAH TERHADAP LAYANAN MOBILE BANKING PERBANKAN SYARIAH: EKSTENSI TECHNOLOGY ACCEPTANCE MODEL (TAM) DAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOR (TPB).. Universitas

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini antara lain hasil penelitian ini tidak dapat disama ratakan untuk digunakan pada perusahaan diluar perusahaan perbankan

Berdasarkan hasil tersebut di- ketahui bahwa faktor-faktor yang berhubu- ngan dengan kejadian unintended preg- nancy pada remaja di Puskemas Gamping I Sleman 2016 yaitu

72 Hendri Febrianto - HONOR Montong Praya Barat Jonggat Lombok Tengah. 73 Lalu Suhariadi - HONOR Dusun Nyangget Gerung

Dari rating tersebut maka akan muncul rekomendasi – rekomendasi kost dengan rating tertinggi yang akan dimunculkan pada halaman utama web.Pengujian dilakukan pada