• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezim Anti-Money Laundering: Perspektif Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezim Anti-Money Laundering: Perspektif Internasional"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DENGAN

REZIM ANTI-MONEY LAUNDERING: PERSPEKTIF

INTERNASIONAL

Hanafi Am rani*

Terdapat hubungan yang erat antara korupsi dengan money laundering. Pelaku tindak pidana korupsi cenderung menggunakan proses money laundering untuk menyamarkan asal usul aset yang dikorupsi. Rezim anti-money laundering yang telah dibangun melalui konvensi internasional dan diterapkan di berbagai negara adalah upaya untuk memberantas kejahatan asal, yang salah satunya adalah korupsi. Membangun rezim anti-money laundering berarti mencegah dilakukannya praktik money laundering. Dengan diperkecil keberhasilan melakukan money laundering terhadap uang hasil korupsi, maka dapat dikatakan bahwa rezim anti-money laundering turut berperan di dalam menanggulangi kejahatan tersebut. Rezim anti-money laundering yang efektif akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi, setidak-tidaknya dengan dua cora. Pertama, rezim tersebut dapat membantu untuk mengungkap tindak pidana korupsi melalui identifikasi transaksi yang mencurigakan, sehingga diharapkan memberi peluang yang luas terhadap keberhasilan penuntutan. Kedua, rezim tersebut juga dapat menelusuri aset hasil korupsi sehingga dapat dikembalikan kepada negara yang bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat.

PENDAHULUAN

Korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan ekonomi' bukanlah fenomena yang barn di berbagai belahan bumi ini. Korupsi sudah ada sejak zaman sebelum masehi2 sehingga dapat dikatakan bahwa korupsi adalah sebagai salah satu kejahatan yang paling tua dan sangat familiar di

kalangan masyarakat sebuah negara. Dampak negatif korupsi terhadap suatu negara juga sudah tidak terbantahkan. Korupsi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan kelangsungan pembangunan, menghambat investasi dart dalam dan luar negeri, dan mengurangi sumber daya yang tersedia untuk pembangunan infrastruktur, pelayanan publik, dan program Dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.

The following ore categories of economic crime although they are not mutually exclusive. They include insurance fraud, fraud against governments, fraud against employers, fraud against consumers, telemarketing fraud, fraud against shareholders and investors, superannuation fraud, bribery and corruption, money laundering, telecommunication fraud, credit card fraud, industrial espionage, theft of intellectual property, forgery, business opportunity fraud, and electronic funds transfer fraud. See Grabosky, P., "The prevention and control of economic crime", in Larmour, P. and Nick, W. (Eds), Corruption and Anticorruption, Asia Pacific Press, Canberra, 2001,

p.147-151.

About 2,000 years ago, Kautilya, the Prime Minister of an Indian Kingdom, had already written a book, Arthashastra, discussing corruption. Shakespeare gave corruption a prominent role in some of his plays; and the

(2)

Hanafi Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring:

Perspektif International 1

1

pengentasan kemiskinan. Korupsi juga dapat berdampak terhadap pelemahan institusi politikkarena dapat menghancurkan legitimasi dan akuntabilitas pemerintahan.3 Juga sudah menjadi bukti yang nyata bahwa suatu negara dengan indeks korupsi yang tinggi akan berakibat pada pertumbuhan pendapatan perkapita yang rendah.

Korupsi tidak jauh berbeda dengan kejahatan lain yang menghasilkan sejumlah uang seperti kejahatan ekonomi, perdagangan obat dan narkotika, penyelewengan pajak, terorisme, dan kejahatan terorganisasi yang lain. Telah menjadi kenyataan bahwa hasil korupsi dicuci di negara di mana korupsi itu dilakukan, kemudian clitransfer ke luar negeri untuk disembunyikan atau disamarkan. Oleh karena itu korupsi dapat dikatakan sebagai kejahatan yang erat kaitannya dengan proses money laundering. Melalui proses

money laundering, para koruptor dapat

menikmati harta kekayaan yang dikorupsi tanpa menimbulkan kecurigaan clari aparat penegak hukum.

Undang-undang yang terkait dengan korupsi dan money laundering sudah eksis di dalam sistem hukum masing-masing negara. Meskipun demikian, undang-undang domestik tersebut dinilai masih

belurn efektif dalam menanggulangi korupsi yang berdimensi internasional. Untuk merespons keterbatasan tersebut masyarakat internasional telah mengadopsi sejumlah instrumen yang mempunyai ruang lingkup regional maupun internasional. The

United Nations dan the OECD (Organi-zation for Economic Cooperation and Development) adalah lembaga intemasional

yang berperan aktif melawan korupsi dan money laundering melalui diadopsinya konvensi-konvensi terkait. The World Bank dan the IMF (International Monetary

Fund) sebagai lembaga perbankan dunia

juga mencanangkan program untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proyek yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sedangkan group-group bisnis intemasional menyebarluaskan suatu model bagaimana melakukanbisnis yang beretika. Tindakan lain adalahmengadopsi etikabisnis oleh perusahaan multinasional, asosiasi pengusaha, dan kepedulian yang meningkat dari Non Governmental Organization (NGO), seperti Transparency

Interna-tional (TI).

Tujuan utama penulisan makalah ini adalah menjelaskan kontribusi rezim

anti-money laundering terhadap

pemberan-tasan korupsi. Makalah ini menganalisis

American Constitution made bribery and treason the two explicitly mentioned crimes that could justify the impeachment of a U5 President. However, the degree of attention paid to corruption in recent years is unprecedented. See Tanzi, V., "Corruption around the world: causes, consequences, scope, and cures", in Abed, G.T. and Cupta, S. (Eds), Governance, Corruption, Economic Performance, International Monetary Fund,

Washington, DC, 2002, p.21.

Johnston, S., "Public Officials, Private Interests and Sustainable Democracy: When Politics and Corruption Meet", in Elliot, K.A. (Ed.), Corruption and the Global Economy, Institute for International Economics, Washington, DC, 1997. Quoted from Robinson, M., "Corruption and Development: An Introduction", European Journal of Development Research, Vol.10. No.1. 1998.

(3)

Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

hubungan antara tindakan internasional dalam menanggulangi kejahatan korupsi dengan anti

-

money laundering standards.

Bagaimana kecenderungan internasional dalam menggunakan instrumen anti

-

money laundering untuk perkara korupsi dan

sampai sejaumana instrumen tersebut efektif dalam pemberantasan korupsi adalah dua pertanyaan pokok yang akan dibahas &lam makalahini.

KEJAHATAN KORUPSI DAN

MONEY LAUNDERING

Korupsi secara sederhana dapat dipahami sebagai 'the misuse of public

power for private gain'.4 Korupsi juga

dapat didefinisikan sebagai 'the private

wealth seeking behavior of someone who represents the State and the public au-thority, or as the misuse of public good by public officials for private ends '.5

Waldman mendeskripsikan korupsi dengan mengajukan enam komponen berikut ini: (1) a public official, (2) who

misuses his authority, position or power, and as a result, (3) violates some exist-ing legal norm in his or her particular country. The corrupt act is (4) usually done in secret and (5) is for personal gain in wealth or status or in preferment of family, friends, ethnic or religious groups.

In collusive forms of corruption, (6) an outside party is involved (e.g. foreign businessmen).6

Bertolak dari perspectiv tersebut di atas, korupsi paling tidak mencakup tiga konsep: penyuapan (bribery), pemerasan

(extortion), dan nepotisme (nepotism).

Penyuapan adalah salah satu bentuk korupsi dengan cara memberikan imbalan untuk mempengaruhi tindakan pengambil keputusan. Bentuk lain dari korupsi adalah pemerasan yang mencakup permintaan hadiah/ganjaran berupa uang atau harta benda dalam kaitannya dengan pelaksanaan suatu kebijakan publik di mana si penerima hadiah tidak berhak untuk itu. Sedangkan nepotisme terkait dengan kepemihakan suatu kebijakan publik yang meng-untungkan keluarga, teman sejawat, ataupun kelompok politik tertentu tanpa memperhatikan kemampuan atau kecakapan dari orang yang bersangkutan.

Tindak pidana korupsi tidak mengenal batas-batas wilayah suatu negara. Korupsi yang terjadi di negara berkembang, misalnya, harta kekayaan yang dikorupsi bisa saja dicuci melalui perbankan di berbagai negara untuk menyamarkan asal usul aset yang dikorupsi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa korupsi sangat tergantung kepada proses money

launder-ing. Dengan kata lain, money laundering

Michael W. Collier, "Explaining Corruption: Institutional Choice Approach", Crime, Law & Social Change, Vol.38, 2002, p.1.

5 R. Rajesh Babu, "The United Nations Convention against Corruption: A Critical Overview", p.4

6 Michel Dion, "What is corruption corrupting? A philosophical view point", Journal of Money Laundering Control, 2010.

(4)

Hanoi! Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: Perspektif International

adalah faktor yang kondusifbagi seseorang untuk melakukan korupsi agar dapat menikmati hasil kej ahatannya secara maksimal. Dalam hal ini korupsi dan money

laundering mempunyai hubungan yang

sangat erat. Pelaku kejahatan korupsi cenderung menggunakan proses money

laundering untuk mencuci uang hasil

korupsinya.

Secara sederhana money laundering dapat dideskripsikan sebagai `the turn of

dirty money into clean money '7 , atau `the transfer of illegal assets into economic system's. `Money laundering is an activ-ity aimed at concealing the unlawful source of sums ofmoney 9. `Money laun-dering is the process of converting or cleansing property knowing that such property is derived from serious crime for the purpose of disguising its origin'''. `Money laundering is the process used by criminals to move, conceal and legitimize their proceeds of crime '". 'Money laun-dering is the conversion of illicit cash to another asset, the concealment of the true source of ownership of the illegally

acquired proceeds, and the creation of the perception of legitimacy of source and ownership'''. Dari definisi-definisi tersebut

di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

money laundering adalah proses untuk

menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil kejahatan agar uang tersebut nampak berasal dari basil aktifitas ekonomi yang le-gal, dan diinvestasikan kembali ke dalam sistem ekonomi yang sah sehingga pelaku korupsi dapat menikmati uang haram tersebut tanpa ada kekhwatiran akan disita oleh aparat penegak hukum.

Pada dasamya money laun- dering itu adalah proses menyembunyikan, menyamarkan, memindahkan, atau menggunakan uang yang diketahui ataupatut diduga berasal dari kejahatan. Aktifitas

money laundering bertujuan untuk

merubah uang kotor (dirty money) menj adi seolah-olah bersih/legal (clean money). Dalam konteks ini proses money launder-ing menggunakan prinsip 'hidlaunder-ing, movlaunder-ing,

and investing 1." Dipisahkannya uang

haram tersebut dari kejahatan asalnya, difransfernya uang tersebut melalui lembaga

' Rick McDonell, "Money Laundering Methodologies and International and Regional Countermeasures", paper presented at the Conference Gambling, Technology and Society: Regulatory Challenges for the 21" Century, Sidney, 7-8 May 1998, p.2.

Javier Garcia, "International Measures to Fight Money Laundering", Journal of Money Laundering, Vol.4, No.3, 2001, p.7.

9 Ernesto U. Savona, Responding to Money Laundering: International Perspective, Harwood Academic Publisher,

1997, p.3.

10 Tom Sherman, International Efforts to Combat Money Laundering: The Role of the Financial Action Task Force on Money Laundering, Hume Paper on Public Policy, Vol.1, No.2, Edinburgh University Press, 1993, p.13.

11 Angela Veng Mei Leong, "Chasing dirty money: domestic and international measures against money

laundering", Journal of Money Laundering Control, Vol. 10 No. 2, 2007, p.140.

12 William C. Gilmore (editor), International Efforts to Combat Money Laundering, London, United Kingdom, 1992, P.X.

13 The United Nation's International Money Laundering Information Network (IMOLIN), The United Nations, 2006.

(5)

Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

keuangan/perbankan untuk menghilangkan jejak, dan yang terakhir, diinvestasikannya uangharamtersebutke dalam aktifitas bisnis yang sah agar dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pelaku.14

Terdapat berbagai macam cara untuk melakukan proses money laundering. Namun para ahli sepakat bahwa proses money laundering itu pada indnya mencakup tigatahapan, yaituplacement, layering, dan

integration. Pada tahap placement,

pelaku menempatkan uang hasil kejahatan di lembaga keuangan/perbankan. Pelaku dapat juga membelanjakan uang itu untuk membeli real estate, mobil, barang antik, atau barang mewah lainnya, dijual kembali, dan basil penjualannya ditempatkan di lembaga keuangan/perbankan. Cara lain yang biasa ditempuh oleh pelaku adalah mencampur uang hasil kejahatan ke dalam aktifitas bisnis yang sah seperti usaha restoran, hotel, atau perusahaan. Tujuan utama proses placement adalah memutus mata rantai uang hasil kejahatan dengan kejahatan utama yang dilakukan.

Tahap layering adalah tahap di mana pelaku mentransfer uang yang telah ditempatkan di lembaga keuangan/ perbankan tadi ke berbagai account dan berbagai bank baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Transfer tersebut didesain untuk mengaburkan atau menghilangkan jejak asal-usul uang tersebut

(interrupt any audit trail). Melalui proses

transaksi keuangan yang kompleks, pada tahap layering ini pelaku mencoba untuk memisahkan uang hasil kejahatan dengan sumbernya yang illegal. Integration adalah tahap terakhir dari proses money

laun-dering. Pada tahap ini pelaku

mengintegrasikan uang hasil kejahatan ke dalam aktifitas ekonomi yang sah tanpa menimbulkan kecurigaan dari aparat penegak hukum. Pelaku bisa juga membeli barang-barang mewah seperti mobil, real estate, ataupun barang antik. Uang basil kejahatan itu bisa juga ditanam berupa saham di perusahaan tertentu. Pelaku juga dapat menggunakan uang itu untuk menj alankan aktifitas bisnis yang sah/legitimate. Selain itu, pelaku jugabisamemanfaatkan uang haram tersebut untuk melakukan aktifitas kejahatan lain seperti perdagangan obat terlarang, terorisme dan kej ahatan terorganisasi.

KECENDERUNGAN INTER-NASIONAL

Masyarakat Internasional telah menyadari betapa berbahayanya kejahatan yang menghasilkan banyak uang seperti korupsi, kejahatan transnasional, drugs maupun kejahatan yang bermotifekonomi lainnya. Oleh karena itu mereka mencoba memberantas kejahatan-kejahatan tersebut tidak secara langsung, yaitu melalui rezim

14 Hanafi Amrani, "Rezim Anti-Money Laundering: Perkembangan dan Implikasinya terhadap Prinsip Dasar Kedaulatan Negara dan Penegakan Hukum", Makalah Diskusi, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Ull, November 2013.

(6)

Hanafi Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: Perspektif International

anti-money laundering. Rezim anti

-

money laundering ini berfungsi mencegah pelaku

kejahatan mencuci uang basil kejahatannya. Rezim anti money laundering ini dibentuk melalui treaty atau konvensi intemasional yang kemudian diterapkan di berbagai negara di belahan bumi ini. Dalam hal ini, treaty merupakan elemen yang utama untuk membangun suatu rezim tertentu, sebagaimana dikemukakan oleh Chayes &

Chayes bahwa 'a treaty that is the cen-tral structural element of the regirrze' . "Kathleen A. Getz, "

The Effectiveness of Global Prohi-bition Regimes: Corruption and the Antibribery Convention", Business & So-ciety, Vol.45 No.3, 2006, p.263.

Ada beberapa konvensi intemasional dan regional yang mendukung dibangunnya rezim anti

-

money laundering. Konvensi

internasional tersebut meliputi the United

Nations Convention against Illicit Traf-fic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances (1988), the United Nations Convention against the Supression of the Financing of Terrorism (1999), the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (2000), dan the United Nations Convention against Corruption (2003). Untuk tingkat regional, konvensi yang diadopsi adalah the European Convention on Laundering, Search, Seizure, and Con-fiscation of the Proceeds of Crime (1990)

dan The Council Directive on Money Laundering 1991, 2001, dan 2005.

The United Nations Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988.

Konvensi ini mememuat empat pokok pikiran, yaitu: mengkriminalisasi drug trafi

ficking dan money laundering;

menegaskan bahwa internasional anti-money laundering yang efektif dapat dilakukan dengan cara perampasan terhadap hasil kejahatan; meyakini bahwa melakukan kontrol terhadap peredaran uang ke luar negeri (cross

-

border move-ment of funds) adalah cara yang efektif

untuk memberantas drug trafficking maupun kejahatan bentuk lain yang menghasilkan banyak uang; dan konvensi ini juga menekankan adanya kerjasama intemasional seluas mungkin yang mencakup investigasi, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan, termasuk di dalamnya ekstradisi dan mutual legal assistance.

The United Nations Convention against the Supression of the Financing of Terrorism, 1999. Konvensi ini memberi

peluang kepada setiap negara untuk melakukan tindakan yang dianggap perlu untuk membekukan, menyita, dan mendeteksi dana yang diduga dapat membantu terroris. Meskipun tidak mengkriminalisasi money laundering, tetapi konvensi ini menyerukan kepada setiap negara untuk melakukan tindakan a Kathleen A. Getz, "The Effectiveness of Global Prohibition Regimes: Corruption and the Antibribery Convention",

Business & Society, Vol.45 No.3, 2006, p.263.

(7)

Upayo Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif international

pencegahan terhadap tindakan terorisme termasuk pendanaan terhadap terorisme itu sendiri (the financing of terrorism). Melalui pendekatanpreventif, konvensi ini menyerukan lembagakeuangan/perbankan di setiap negara untuk menerapkan prinsip

`customer identification, record keeping, dan suspicious transaction reporting'.

Konvensi ini juga menyerukan agar setiap negara melakukan deteksi dan monitoring pergerakan uang ke luar negeri

(cross-bor-der movement of funds).

The United Nations Convention against Transnational Organized Crime, 2000. Tujuan utama konvensi ini adalah

untukmenciptakan kerjasama intemasional yang efektif dalam rangka mencegah dilakukannya kej ahatan terorganisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut konvensi ini menekankan pada penciptaan kejahatan jenis baru, pengadopsian kerjasama intemasional di bidang penegakan hukum, ekstradisi, dan Mutual Legal Assistance (MLA). Di samping itu konvensi ini juga mewajibkan setiap negara untuk melakukan kriminalisasi terhadap empat macam kejahatan yang dianggap sebagai pemicu dilakukannya kejahatanterorganisasi yaitu partisipasi dalam melakukan kejahatan terorganisasi, pencucian uang, korupsi, serta

obstruction ofjustice, seperti menghalangi

investigasi, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Terkait dengan tindakan preventiv, seiring dengan the United

Na-tions Convention against the Supression of the Financing of Terrorism, konvensi

ini juga mewajibkan lembaga keuangan/ perbankan menerapkan prinsip-prinsip

cus-tomer identification, record keeping, dan suspicious transaction reporting. Sebagai

tambahan, konvensi ini mewajibkan setiap negara untuk mengestablish lembaga

Fi-nancial Intelligence Unit (FIU) yang

berfungsi sebagai pusat untuk menganalisis dan menyebarkan informasi terkait dengan

money laundering. Konvensi ini juga

menyerukan kepada setiap negara anggota untuk mendeteksi dan mengontrol pergerakan uang ke luar negeri.

The United Nations Convention against Corruption. Konvensi ini

mewajibkan setiap negara untuk melakukan kriminalisasi terhadap korupsi dan money

laundering, termasuk di dalamnya

mekanisme pencegahan terkait dengan hasil kejahatan korupsi. Konvensi ini terdiri dari empat pilar yang utama, yaitu prevention,

criminalization, international coopera-tion, dan asset recovery. Setiap negara

anggota diwajibkan untuk mempunyai kemampuan melakukan kerjasama dan tukar-menukar informasi terkait dengan kejahatan korupsi dan money laundering baik di tingkat nasional maupun intemasional. Konvensi ini jugamewajibkan kepada setiap negara untuk membuat aturan terkait dengan bank maupun non-bank agar mencegah dan mendeteksi terhadap kemungkinan dilakukannya money

laun-dering dengan cara mengidentifikasi

nasabah, menyimpan data nasabah dan transaksi keuangannya, serta melaporkan

(8)

Hanafi Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimonti-Money Laundring: Perspektif International

transaksi keuangan yang mencurigakan. Setiap negara juga diminta untuk mengestablish Financial Intelligence Unit (FIU) sebagai pusat untuk mengumpulkan, menganalisis dan menyebarluaskan informasi terkait dengan potensi dilakukannya money laundering.

The European Convention on Laun-dering, Search, Seizure, and Confiscation of the Proceeds of Crime, 1990. Konvensi

ini menegaskan pentingnya menggunakan metode yang modern dan efektif dalam melakasanakan kerjasama internasional terkait dengan investigation, search,

sei-zure, and confiscation. Untuk

melaksanakan hal tersebut, setiap negara harus memperkuat pengadilan dan

authority yang lain dan menggunakan

teknik investigasi yang modern untuk melakukan identifikasi dan menelusuri aset hasil kejahatan. Konvensi ini juga mewajibkan negara angggota untuk mengkriminalisasi money laundering.

Predicate crime untuk money laundering

diperluas cakupannya ke semua kejahatan yang dikategorikan sebagai serius crime.

The Council Directive on Money Laundering 1991, 2001, 2005. Ruang

lingkup Directive ini adalah melindungi lembaga keuangan/perbankan dari aktifitas

money laundering. Di samping

mengkriminalisasi money laundering, konvensi ini juga menekankan upaya

preventif untuk memberantas money

laundering. Pertama, Directive ini

mewajibkan setiap lembaga keuangan/ perbankan untuk melakukan identifikasi nasabah ketika pertama kali berhubungan bisnis, untuk transaksi yang melebihi 15 ribu euro, dan ketika terdapat dugaan adanya transaksi yang mencurigakan. Selanjutnya,

Directive ini juga mewajibkan lembaga

keuangan/ perbankan untuk menyimpan dokumen paling sedikit lima tahun. Dokumen tersebut akan diberikan kepada aparat penegak hukum apabila suatu saat ada dugaan kriminal terkait dengan nasabahnya. Konvensi ini jugamemperluss subjek yang wajib melakukan customer

identification, record keeping dan suspi-cious transaction reporting dan lembaga

keuangan/perbankan ke lembaga non-keuangan/non-perbankan serta professional yang meliputi advokat, notaris, dan akuntan. REZIM ANTI-MONEY

LAUNDERING

Regime16 dapat diartikan sebagai `a prevailing social system or pattern '.17 Regime juga dapat diartikan sebagai

`a set of rules and principles '.18 Dalam

perspective internasional, Karl Alexander memberikan definisi 'regime' sebagai 'a

system of norms, standards, procedures, institutions, and rules of conduct that constrain and shape state behavior in a

The term 'regime' refers to 'a prevailing social system or pattern' (See http://www. wordrefference.com ). International society posits that a 'regime' is manifested into a set of rules and principles. (See Financial Action Task Force on Money Laundering, Basic Facts about Money Laundering, 2003, http://wwwoecd.org/fatf).

http://www.dictionary.refference.com

18 D. Krasner, International Regimes, Ithaca: Cornell University Press, 1983. See also Mark W. Zacher, "Toward a theory of international regimes", Journal of International Affairs, Spring/ Summer, Vol.44, 1990, p.139-57.

164 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 4 No. 2, Tahun 2014

16

(9)

Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

particular issue area'.' 9 Dari perspektifini,

rezim anti

-

money laundering dapat

diartikan sebagai seperangkat norma, aturan, dan prosedur dart suatu perbuatan yang menentukan tindakan suatu negara dalam mencegah, mendeteksi dan mengendalikan kejahatan money

laundering.20 Membangun rezim anti-money laundering berarti mencegah

dilakukannya money laundering. Dengan diperkecil kemungkinan keberhasilan melakukan money laundering terhadap uang hasil kejahatan, maka dapat dikatakan bahwa rezim anti

-

money laundering turut

berperan di dalam menanggulangi kejahatan tersebut. Sebagaimana telah diuraikan di atas, rezim anti-money laundering clibentuk melalui konvensi internasional yang kemudian diterapkan di berbagai negara di belahan bumi ini. Mengingat tindakan

money laundering adalah kejahatan yang

serius, maka penerapan rezim anti-money

laundering di negara-negara yang terikat

dengan konvensi tersebut adalah suatu keniscayaan.

Tujuan utama yang ingin dicapai oleh rezim anti

-

money laundering adalah

mengurangi terjadinya kejahatan yang mendasari dilakukannya money launder-

ing. seperti perdagangan obat dan

narkotika, korupsi, terorisme, dan kejahatan serius lainnya yang menghasilkan banyak uang. Di samping itu rezim ini juga ingin memproteksi terkontaminasinya lembaga perbankan dart uang hasil kejahatan. Untuk mencapai tujuantersebut, rezim anti

-

money laundering menempuh dua tindakan, yaitu

tindakan preventiv dan tindakan repressiv.

Tindakan Preventif

Tindakan preventif ditujukan untuk menghindari kejahatan sebelum kejahatan itu terjadi. Telah menjadi aksioma bahwa tindakan preventif relatif lebih mudah, lebih murah, dan mengandung resiko yang lebih kecil dibanding tindakan repressif Metode pendekatan yang digunakan dalam tindakan preventif ini adalah `crime prevention

approach'," yang dipahami sebagai suatu

upaya untuk mengurangi kejahatan dengan menggunakan strategi menghindari terjadinya kejahatan tersebut. Dalam konteks money laundering, tindakan preventifmendapat perhatian lebih karena terbukti memainkan peran yang signifikan dalam menanggulangi kejahatan.

Aspek preventif dari rezin anti-money

laundering diletakkan ke pundak sektor

" Karl Alexander, "The International Anti-Money Laundering Regime: The Role of FATE", Journal of Money Laundering Control, Vol.4, No.3, 2001, p.231. See also K. Jayasuriya, "Globalization, Law, and the Transformation of Sovereignty: The Emergence of Global Regulatory Governance", Int. J. Global Legal Stud, 1998-1999, p.430. 20 Karl Alexander provides another point of view by defining 'regime' in an international context as 'a system of

norms, standards, procedures, institutions, and rules of conduct that constrain and shape state behavior in a particular issue area'

". Within this context, the AML regime may be construed as opposing, against, or counteracting to the activities of money laundering by providing a system of particular administration for the prevention and control of this type of crime. See Karl Alexander, "The International Anti-Money Laundering Regime: The Role of FATF", Journal of Money Laundering Control, Vol.4, No.3, 2001, p.231. See also K. Jayasuriya, "Globalization, Law, and the Transformation of Sovereignty: The Emergence of Global Regulatory Governance", Int. J. Global Legal Stud,

1998-1999, p.430.

(10)

Honafi Amrani - Upaya Pemberontasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: Perspektif International

swasta sebagai gate keeper, terutama sektor lembaga keuangan/perbankan. Lembaga keuangan/perbankan mempunyai kewajiban untuk mencegah dilakukannya

money laundering. Tindakan pencegahan

yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan adalah melakukan identifikasi terhadap nasabah (customer

identifica-tion), menyimpan data nasabah (record keeping), dan melaporkan transaksi yang

mencurigakan (reporting suspicious

trans-action). Dalam perkembangannya sektor

swasta ini mengalami perluasan sehingga meliputi juga lembaga non-keuangan/non-perbankan seperti money changer, perusahaan asuransi, casino, travel

agency, advokat, notaris, akuntan, dan

profesi hukum yang lain. Ada tiga tugas utama yang dibebankan kepada sektor swasta: mengidentifikasi nasabah, menyimpan data nasabah dalam waktu tertentu, dan melaporkan apabila diduga terdapat transaksi keuangan yang mencurigakan. Tujuan dari kesemua itu adalah untuk mencegah digunakannya lembaga keuangan/perbankan maupun lembaga non-keuangan/non-perbankan serta profesi untuk mencuci uang hasil dari kejahatan.

The Basel Committee on Banking Supervision adalah instrumen internasional

yang mengintrodusir pertama kali tindakan preventif di dalam mencegah terjadinya

money laundering di lembaga

perbankan." Committee ini menciptakan ketentuan yang mendorong penerapan etika dan standar professional dikalangan perbankan. Dalam konteks ini, dunia perbankan dapat ikut memiliki andil dalam memfasilitasi praktek money laundering. Oleh karenanya Committee ini menekankan kepada lembaga perbankan untuk mencegah dilakukannya kejahatan money

laundering. Komisi ini mengintrodusir statement tentang pencegahan penggunaan system perbankan untuk tujuan money laundering. Statement tersebut menekankan resiko penyalah-gunaan

sys-tem perbankan untuk tujuan criminal. State-ment tersebutjuga mengintrodusir pedoman

yang hams diikuti oleh dunia perbankan dalam mencegah dilakukannya money

laundering, yaitu customer identification, record keeping, dan suspicious transac-tion reporting.

Tugas pokok yang pertama dari lembaga keuangan/perbankan adalah

cus-tomer identification. Cuscus-tomer identifi-cation ini terkait dengan pendataan identitas

dan aktifitas bisnis yang dijalankan oleh nasabah. Customer identification ditujukan untuk mengetahui lebih jauh siapa nasabah yang akan melakukan hubungan bisnis dengan lembaga keuangan/perbankan, apa kegiatan bisnis nasabah, dan apakah kegiatan bisnis nasabah itu berhubungan dengan money laundering atau terrorist

financing. Menyimpan data nasabah adalah

22 Crime prevention can be defined as an effort to reduce criminal activity by providing strategies and policies for avoiding such crimes. Lihat: Ronald V. Clarke, "Situational Crime Prevention", Crime and Justice, Vol.19, 1995, p.92.

(11)

Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

tugas pokok yang kedua dari lembaga keuangan/perbankan. Data nasabah tersebut harus disimpan paling tidak selama lima tahun sejak dilakukannya transaksi. Data tersebut harus tersedia apabila dibutuhkan oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap pelaku kejahatan yang terkait dengan nasabah tersebut. Tugas pokok yang ke tiga adalah melaporkan transaksi yang mencurigakan. Dalam konteks ini lembaga keuangan/perbankan mendeteksi dan menganalisis apakahtransaksi itu wajar ataukah ada kecurigaan berasal dari uang haram. Apabila ada kecurigaan bahwa dana transaksi itu berasal dari uang haram, pihak lembaga keuangan/perbankan diwajibkan untuk segera melaporkan ke Financial

Intelligence Unit (FIU); atau untuk

Indonesia, lembaga yang sejenis dengan FIU adalah PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Kelalaian mengidentifikasi nasabah, menyimpan data nasabah ataupun melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan dikategorikan sebagai perbuatan pidana money

launder-ing dengan hukuman yang setara dengan

kejahatan money laundering itu sendiri." Masih terkait dengan customer

identification, lembaga keuangan/

perbankan juga diwajibkan untuk melaku-kan 'customer due diligence', yaitu memverifikasi aktifitas keuangan nasabah dan meneliti dari mana sumber dana yang digunakan untuk transaksi tersebut. Hal ini penting dilakukan untuk melindungi terkontaminasinya lembaga perbankan dari uang illegal. Pertanyaannya adalah, kapan

due diligence itu dilakukan? Ada empat

situasi yang mewajibkan lembaga keungan/ perbankan untuk melakukan due diligence: ketika pertama kali melakukan hubungan bisnis dengan nasabah, ketika melakukan transaksi tertentu seperti dengan Politically

Exposed Persons (PEP), ketika bank

menemukan adanya transaksi yang mencurigakan, atau ketika pihak bank meragukan data identifikasi yang diberikan oleh nasabah. Dalam konteks ini, pihak bank dapat melakukan beberapa tindakan alternatif, yaitu: menolak melakukan hubungan bisnis dengan nasabah baru, menghentikan hubungan bisnis yang sedang berjalan, dan melaporkan transaksi yang mencurigakan tersebut kepada Financial

Intelligence Unit (FIU).

Seiring dengan the Basel Committee, upaya preventifterhadap kejahatan money

laundering juga dipromosikan oleh

" The Basle Comittee on Banking Supervision consists of representatives from the Central Bank Governors and Supervisory Authorities of the G-10 group of industrialized counbtries. Its purpose is the Prevention of Criminal Use of the Banking System for the Purpose of Money Laundering.

(12)

Hanafi Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengon Rezimanti-Money Laundring: Perspektif International

Financial Action Task Force (FATF)24.

FATF fokus kepada kaj ian fenomena

money laundering dan bersamaan dengan

itu, juga membangun konsensus bagaimana mencegah dan menanggulangi kejahatan jenis ini. Dalam hal ini FATF menyerukan kepada setiap negara untuk mengkrimina-lisasi money laundering dan memperluas kejahatan asal (predicate crime) ke semua kategori kejahatan yang serius. FATF juga menyerukan kepada lembaga keuangan/ perbankan, lembaga keuangan/ non-perbankan, dan para professional untuk membangun tindakan preventif terhadap kejahatan money laundering yang mencakup

`customer identification, record keeping, and suspicious transaction reporting'

sebagaimana telah diuraikan di atas. Kepada setiap negara anggota, FATF menyerukan untuk membangun kebijakan khusus yang terkait dengan analisis trend atau kecenderungan money laundering, dan memberantas kejahatan money laun-dering melalui kerjasarna internacional terkait dengan deteksi, penyidikan, penuntutan, dan penghukuman terhadap pelaku. Tiga fungsi utama dari FATF adalah memonitor kemajuannegara anggota dalam menerapkan anti-money laundering s

tandards, melakukankajian terhadap trend

dan modus operandi kejahatan money

laundering, dan meng encourage setiap

negara untuk mengadopsi dan menerapkan

anti

-

money laundering standards. FATF

juga menyerukan kepada setiap negara anggota agar mengawasi lembaga keuangan/ perbankan tersebut di atas dalam melaksanakan rekomendasi FATF dan memberikan sanksi apabila lalai memenuhi persyaratan yang ditentukan.

Tindakan Represif

Tindakan represif adalah upaya yang dilakukan setelah kejahatan dilakukan. Dalam mengimplementasikan tindakan represifdari rezim anti

-

money laundering,

koordinasi antara sektor swasta, Financial

Intelligence Unit (FIU), dan Criminal Justice System (CJS) adalah suatu

keniscayaan. Fungsi tersebut diawali oleh peran sektor swasta dalam mengidentifikasi nasabah dan menyimpan data nasabah untuk waktu tertentu paling sedikit 5 tahun. Pihak swasta juga diwajibkan untuk melaporkan transaksi yang mencurigakan kepada Financial Intelligence Unit (FlU), yang mana apabila terdapat indikasi kriminal, laporan tersebut diteruskan ke

4

24 Di Amerika Serikat kasus money laundering justru banyak terjadi karena kelalaian lembaga perbankan dalam

memenuhi kewajibannya sebagai gate keeper dalam mencegah dilakukannya money laundering. Lembaga perbankan sering dituduh melakukan money laundering hanya karena kelalaiannya di dalam mengidentifikasi nasabah, menyimpan data nasabah, ataupun lalai dalam melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan. Berikut ini adalah kasus Bank of Boston yang lalai dalam melaporkan suspicious transaction: "In February

1985, a grand jury indicted the Bank of Boston for failing to report on valued $1.2 billion in 1163 domestic and foreign currency transactions. Further investigation revealed that the bank had granted an exemption from the reporting requirement to reputed members of notorious Boston organized crime families. A former teller indicated that the bank routinely accepted large amounts of cash in small denominations from members of this family without filing reports with the IRS. The Bank of Boston eventually pled guilty and paid a $500,000 fine for its actions". See MarryAnn E. Orr, "The Currency Reporting Laws and the War on Organized Crime" 20 Suffolk

University Law Review, 1986, p.1078.

(13)

Upoya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

Criminal Justice System untuk dilakukan

penyidikan dan penuntutan.

Ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian terkait dengan tindakan represifdalam kerangka rezim anti-money

laundering ini, yaitu telah dilakukan

privatisasi terhadap penegakan hukum. Dalam hal ini telah terjadi peralihan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari polisi ke sektor swasta yang dalam hal ini adalah lembaga keuangan/perbankan. Peranan sektor swasta dalam konteks ini adalah sebagai 'private policemen' dengan tugas mendeteksi dan mengumpulkan informasi terkait dengan dugaan transaksi keuangan mencurigakan yang diduga berasal dari hasil kejahatan. Dalam konteks ini, sebagian fungsi pemerintahan telah didelegasikan kepada pihak swasta yang terdiri dari bank, non-bank, dan para professional. hi artinya telah terjadi privatisasi fungsi polisi dari aparat penegak hukum kepada sektor swasta.

Privatisasi secara sederhana diartikan sebagai pengalihan fungsi dan wewenang dari pemerintah kepada sektor swasta." Dalam konteks pemerintahan, privatisasi ini dipahami sebagai pengalihan fungsi dan wewenang publik kepada pihak swasta.26 Pertanyaannya adalah, mengapa perivatisasi ini diperlukan dan mengapa pemerintah mendelegasikan kekuasaannya kepada

pihak swasta? Privatisasi baik secara langsung maupun tidak langsung disebab-kan oleh globalisasi27 sehinggaaktifitas sosial dan ekonomi menjadi kompleks. Pemerintah, dalam kondisi tertentu, tidak mempunyai cukup kewenangan dan keahlian untuk mengatur aktifitas sosial dan ekonomi masyarakat yang semakin kompleks tersebut sehingga menyerahkan sebagian tugas dan wewenangnya kepada sektor swasta.

Lembaga lain yang mempunyai peranan untuk mengambil tindakan represif ini adalah Financial Intelligence Unit (FIU), atau dalam konteks Indonesia adalah PPATK. PPATK adalah lembaga di luar penegak hukum yang posisinya terletak antara financial institution dan criminal

justice system. Peranan PPATK dalam

konteks ini adalah menerima laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dari lembaga keuangan untuk dilakukan tindakan selanjutnya, yaitu menganalisis laporan tersebut dan bilamana cukup bukti adanya transaksi keuangan yang illegal, meneruskan informasi tersebut ke aparat penegak hukum untuk dilakukan investigasi dan penuntutan lebih lanjut. Keberadaan PPATK ini adalah untuk merespon kejahatan money laundering yang mempunyai karakteristik complex,

sophis-ticated, dan cross border. Untuk jenis

" The Financial Action Task Force was established by the G7 at the Paris Economic Summit in 1989.

26 Lihat: the US General Accounting Office (GAO). Richard D. Young, Competitive Sourcing in State Government, http://www.ipspr.sc.eduieiournal/eimay05/Privatization.pdf, p.2.

27 Gillian E. Metzger, "Privatization as Delegation", Columbia law Review, Vol.103, 2003, p.1377. See also Paul Starr, "The Meaning of Privatization", 6 Yale Law & Policy Review, 1988, p.6.

(14)

Runoff Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: Perspektif International

kejahatan seperti ini kita tidak bisa mengandalkan penegakan hukum yang konvensional.

Yang terakhir adalah criminal justice

system yang mempunyai peran melakukan

penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas kasus yang telah dilaporkan oleh PPATK. Dalam konteks

money laundering, tugas utama Criminal Justice System adalah menuntut pelaku,

menelusuri, dan merampas aset hasil kejahatan. Traditional law enforcement yang terbatas pada national jurisdiction, dalam konteks ini sudah tidak lagi dapat

dipertahankan. Cross-border

characteris-tics dari money laundering menuntut aparat

penagak hukum untuk melakukan kerjasama intemasional dengan negara lain baik dalam hal penyidikan maupun penuntutan. Dalam konteks ini peran INTERPOL sangat signifikan dalam keberhasilan mengidentifikasi, menelusuri, membekukan, dan menyita aset hasil kej ahatan.

Secara skematik, hubungan antara sektor swasta, Financial Intelligence Unit (PPATK), dan Criminal Justice System dapat divisualisasikan berikut ini.28

Private Sectors

FIU Law Enforcement

Authority

Suspicious Transaction Useful Information

Detect financial transactions Receiving, analyzing, Investigating, prosecuting, related to money laundering and disseminating financial and adjudicating the case

transactions

The Relationship Between Private Sector, Financial Intelligence Unit, and Criminal Justice System

REZIM ANTI-MONEY LAUNDER-ING DAN PERANANNYA TER-HADAP PEMBERANTASAN KORUPSI

Pada umumnya, tujuan utama dari suatu kejahatan adalah untuk mendapatkan profit. Agar profit itu aman' dari tindakan penyitaan oleh aparat penegak hukum, 28 Ibid. The term 'globalization' is understood the integration and interaction of people, companies, and government

from different nations; it is a process driven by international trade and investment, and facilitated by information technology (http://www.globalization.oro/ What is Globalization.html). Globalization is also understood as the development of internationally-oriented social and economic relationships. Lihat: A. Gidden, Beyond Left and Right: The Future of Radical Politics, Cambridge: Polity, 1994, p.4.

(15)

Upaya Pemberantason Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

maka diperlukan proses pencucian uang untuk menyembunyikan asal usul profit tersebut. Regime anti-money laundering mencoba untuk mencegah sekaligus menanggulangi upaya pencucian uang dengan cara memutus mata rantai antara kejahatan yang dilakukan dengan benefit yang ingin dicapai oleh pelaku. Rezim

Anti-money laundering yang berhasil akan

dapat mendiscourage minat pelaku atau calon pelaku untuk melakukan kej ahatan.

Mengkriminalisasi money laundering berarti membangun rezim anti-money

laundering itu sendiri. Membangun rezim anti-money laundering berarti mencegah

dilakukannya kejahatan money laundering. Dengan dipersempit keberhasilan mencegah dilakukannya money laundering atas uang hasil korupsi, maka dapat dikatakan bahwa rezim anti-money laundering turut berperan di dalam melakukan pembe-rantasan terhadap kejahatan korupsi.

Russia pernah mengalami tingkat korupsi yang cukup tinggi dan uang hasil korupsi dibawa ke luar negeri (capital

flight) dengan memanfaatkan proses money laundering sehingga uang tersebut

nampak berasal dari aftivitas ekonomi yang legal. Kondisi seperti ini mengakibatkan ketidakstabilan sistem keuangan dan perbankan sehingga Rusia jatuh pailit. Cara yang ditempuh Rusia untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi seperti ini adalah

dengan mengkriminalisasi money

laundering dan sekaligus membangun

rezim anti-money laundering. Di samping itu, Rusia juga mereformasi system hukum pidana dan system perbankannya untuk bisa keluar dari krisis ekonomi tersebut.29 Dengan menempuh jalan tersebut maka Rusia bisa keluar dari keterpurukan keuangan yang melandanya.

Cara yang ditempuh Rusia tersebut sedikit banyak mempunyai kesamaan dengan Amerika Serikat dalam memerangi kejahatan drugs. Amerika Serikat sudah membangun rezim anti-money laundering melalui Bank Secrecy Act (BSA) sejak tahun 1970. Rezim anti-money laundering yang terintegrasi dengan BSA tersebut menekankan pada pendekatan preventif. Tahun 1986 melalui Money Laundering

Control Act (MLCA), Amerika Serikat

mengkriminalisasi money laundering dan mewajibkan lembaga keuangan/perbankan untuk melakukan tindakan customer iden-

tification, record keeping, dan suspicious transaction reporting. Dengan membangun rezim anti-money laundering tersebut, telah terjadi kemajuan dalam memberantas drug trafficking dan

trac-ing the illicit activities.

Amerika serikat rezim anti-money

laundering telah digunakan untuk

memberantas kejahatan narkotika dan

psychotropicha, maka dengan cara yang

" Hanafi Amrani,"International Anti-Money Laundering Regime: Development, Challenging Issues, and

Implications on the Effectieness in Countering Money Laundering", Ph.D Dissertation, Erasmus University

Rotterdam, 2012, p.71.

(16)

Hanafi Amrani - Upaya Pemberantoson Korupsi Dengan Rezimanti-Money Loundring: Perspektif International

sama, sedang di Indonesia rezim ini dapat digunakan untuk memberantas korupsi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa selain kejahatan lain, rezim anti-money

laundering yang efektif akan memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap pemberantasan korupsi, setidak-tidaknya dengan dua cara. Pertama, rezim tersebut dapat membantu untuk mengungkap tindak pidana korupsi melalui identifikasi transaksi yang mencurigakan sehingga akan memberikan peluang yang luas terhadap keberhasilan penuntutan. Kedua, rezim tersebut juga dapat menelusuri aset hasil korupsi sehingga dapat dikembalikan kepada negara yang bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat.

KESIMPULAN

Sebagaimana telah diuraikan di atas, korupsi dan money laundering mempunyai hubungan yang sangat erat. Semakin tinggi frekuensi tindak pidana korupsi, semakin tinggi pula pennintaan dan kebutuhan untuk mencuci uang hasil kejahatan tersebut melalui mekanisme money laundering. Pemberantasan korupsi sulit dilakukan kalau perbuatan money laundering tidak diminimalisir. Perbuatan money laundering dapat diminimalisir dengan membangun rezim anti-money laundering. Jadi keberadaan rezim anti-money laundering sangat signifikan untuk mencegah pelaku melakukan korupsi, yang pada akhirnya mengurangi terj adinya tindak pidana

korupsi.

Kontribusi rezim anti-money

laundering terhadap pemberantasan

korupsi telah diakui di dalam konvensi regional maupun internasional mengenai pemberantasan korupsi. Konvensi-konvensi tersebut mencakup penciptaan tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai perilaku korupsi dan menekankan pentingnya mencegah legitimasi harta kekayaan hasil korupsi tersebut melalui proses money laundering. Beberapa karakteristik dari rezim anti-money

laundering yang mendukung keberhasilan

di dalam melakukan pemberantasan terhadap kejahatan korupsi adalah:

following the money trial, taking the profit out of crime, making a crime un-profitable, dan profit oriented strategies of crime control.

(RA -YG)

REFERENCES

Alexander, Karl. "The International

Anti-Money Laundering Regime: The Role of FATF'. Journal of Money

Launder-ing Control, Vol.4, No.3, 2001.

Amrani, Hanafi. International Anti-Money

Laundering Regime: Development, Challenging Issues, and Implications on the Effectiveness in Countering Money Laundering", Ph.D

Disserta-tion, Erasmus University Rotterdam, 2012.

Amrani, Hanafi. "Rezim Anti Money

Laun-dering: Perkembangan dan Implikasinya terhadap Prinsip

(17)

Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: - Hanafi Amrani Perspektif International

Dasar Kedaulatan Negara dan Penegakan Hukum", Makalah Diskusi, Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Ull, November 2013. Babu, R. Rajesh, "The United Nations

Con-vention Against Corruption: A Criti-cal Overview".

Chung, Sam. "Criminalizing Money Laun-dering as A Method and Means of Curbing Corruption, Organized Crime, and Capital Flight in Russia", Pacific Rim Law & Policy Journal As-sociation, Vol.8, No.3, 1999.

Clark, Ronald V. "Situational Crime Pre-vention". Crime and Justice, Vol.19, 1995.

Dion, Michel. "What is Corruption Cor-rupting? A philosophical view Point". Journal of Money Laundering Control, 2010.

Financial Action Task Force on Money Laundering, Basic Facts about Money Laundering, 2003, http:// www.oecd.org/fatf).

Garcia, Javier. "International Measures to Fight Money Laundering". Journal of Money Laundering, Vol.4, No.3, 2001. Getz, Kathleen A. "The Effectiveness of Global Prohibition Regimes: Corrup-tion and the Antibribery Conven-tion". Business & Society, Vol.45 No.3, 2006.

Gidden, A. Beyond Left and Right: The Future of Radical Politics, Cam-bridge: Polity, 1994.

Gilmore, William C. (editor). International Efforts to Combat Money Launder-ing, London, United Kingdom, 1992. Grabosky, P., "The Prevention and

Con-trol of Economic Crime", in Larmour, P. and Nick, W. (Eds), Corruption and Anticorruption, Asia Pacific Press, Canberra, 2001.

Jayasuriya, K. "Globalization, Law, and the Transformation of Sovereignty: The Emergence of Global Regulatory Governance". Int. J. Global Legal Stud, 1998-1999.

Johnston, S., "Public Officials, "Private In-terests and Sustainable Democracy: When Politics and Corruption Meet", in Elliot, K.A. (Ed.), Corruption and the Global Economy, Institute for In-ternational Economics, Washington, DC, 1997.

Krasner, D. International Regimes. Ithaca: Cornell University Press, 1983. Leong, Angela Veng Mei. "Chasing Dirty

Money: Domestic and International Measures Against Money Launder-ing". Journal of Money Laundering Control, Vol. 10 No. 2, 2007.

MarryAnn E. Orr, "The Currency Report-ing Laws and the War on Organized Crime" 20 Suffolk University Law Re-view, 1986.

Metzger, Gillian E. "Privatization as Del-egation". Columbia law Review, Vol.103, 2003.

Michael W. Collier, "Explaining Corrup-tion: Institutional Choice Approach", Crime, Law & Social Change, Vol.38, 2002.

Robinson, M., "Corruption and Develop-ment: An Introduction", European Journal of Development Research, Vol.10, No.1, 1998.

Savona, Ernesto U. Responding to Money Laundering: International Perspec-tive. Harwood Academic Publisher, 1997.

Sherman, Tom. International Efforts to Combat Money Laundering: The Role of the Financial Action Task Force on Money Laundering. Hume

(18)

Hanafi Amrani - Upaya Pemberantasan Korupsi Dengan Rezimanti-Money Laundring: Perspektif International

Paper on Public Policy, Vol.1, No.2, Edinburgh University Press, 1993. Society: Regulatory Challenges for the 21"

Century, Sidney, 7-8 May 1998.

Starr, Paul. "The Meaning of

Privatization", 6 Yale Law & Policy

Review, 1988.

Tanzi, V., "Corruption Around the World:

Causes, Consequences, Scope, and Cures", in Abed, G.T. and Cupta, S.

(Eds), Governance, Corruption,

Economic Performance, International

Monetary Fund, Washington, DC, 2002. Young, Richard D. Competitive Sourcing

in State Government, http://

www.ipspr.sc. edu/ejournal/ejmay05/ Privatization.pdf.

Zacher, Mark W. "Toward a Theory of

International Regimes". Journal of International Affairs, Spring/ Summer,

Vol.44, 1990.

Referensi

Dokumen terkait

Pada Rancang Bangun Mesin Penggulung Benang ini ada beberapa bagian yang perlu dilakukan perhitungan, yaitu organ penggerak yang digunakan dalam rancangan ini

Pascakualifikasi untuk pekerjaan tersebut di atas telah memenuhi syarat, dan sebagaimana ketentuan kepada yang telah ditetapkan akan ditunjuk sebagai Penyedia Jasa

[r]

Kebudayaan Nomor : Nomor 007/H/EP/2017 , tanggal 6 Pebruari 2016 tentang Prosedur Operasi Standar Ujian Sekolah Dasar, Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah

Financial ratios used to measure company's performance are profitability ratios, such as Return on Assets (ROA) as the main parameter and Return on Equity (ROE)

Pupuk yang paling baik digunakan dalam kultur tanaman azolla yaitu pupuk TSP, dimana dengan dosis 1 gr/L air dapat memberi pertumbuhan yang tinggi dan

100% 100% Persentase ibu nifas yang mendapat pelayanan sesuai standar 107.24% 100% Indikator merupakan indikator SPM Tambahan dengan penetapan target sesuai dengan

Dalam konteks artikel ini, paradigma tidak dalam pengertian penelitian ilmiah, tetapi lebih sebagai cara pandang hukum Islam dalam memilih atau menentukan