• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MOTIVASI DAN PSIKIS TERHADAP KEIKUTSERTAAN SUAMI DALAM VASEKTOMI DI DESA SEKIP KECAMATAN

LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

BASYARIAH LUBIS 107032245/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI DAN PSIKIS TERHADAP KEIKUTSERTAAN SUAMI DALAM VASEKTOMI DI DESA SEKIP

KECAMATAN LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

Nama Mahasiswa : Basyariah Lubis Nomor Induk Mahasiswa : 107032245

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Ketua

) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(3)

PEGARUH MOTIVASI DAN PSIKIS TERHADAP KEIKUTSERTAAN SUAMI DALAM VASEKTOMI DI DESA SEKIP KECAMATAN

LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BASYARIAH LUBIS 107032245/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 13 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI DAN PSIKIS TERHADAP KEIKUTSERTAAN SUAMI DALAM VASEKTOMI DI DESA SEKIP KECAMATAN

LUBUK PAKAM KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secarah tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2012

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis

yang berjudul “Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami dalam

Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang”.

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW

yang telah membawa manusia dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan

ilmu pengetahuan.

Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar

Magister Kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini penulis persembahkan kepada ayahanda H. Syamsul Bahri Lubis dan ibunda

tercinta Hj. Sutarni yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh

kasih sayang dan tak henti mendoakan penulis hingga tesis ini dapat terselesaikan

dengan baik. Semoga Allah memberikan kebahagiaan kepada keduanya baik di dunia

maupun di akhirat. Amin.

Dalam menyelesaikan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan,

dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu sepantasnya penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), SP.A(K) selaku Rektor

(7)

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.SI, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan

Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak

meluangkan waktu dan memberi motivasi serta penuh perhatian dan kesabaran

dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan

tesis ini.

6. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D dan Drs. Tukiman, M.K.M selaku Tim

Pembanding yang telah bersedia meluangkan waktunya menguji dan

memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh dosen dan staf Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan

yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Bapak Jumianto Kepala Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten

Deliserdang yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian di

(8)

9. Kakak-kakak dan adik-adikku tersayang yang selalu menjadi semangat dan

motivasi bagi penulis untuk menjadi yang terbaik.

10. Sahabat-sahabat dan kakak-kakak seperjuangan selama Bimbingan Tesis, kak

Hotmel, kak Rosma, kak Eli, kak Jita, Sabet, yang menjadi penyemangat, teman

belajar, teman seperjuangan dan memberikan kesan yang tak terlupakan.

Terima kasih untuk kebersamaan kita selama ini.

11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi

kesempurnaan tesis ini. Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi

semua pihak.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Motivasi ... 12

2.1.1. Motif atas Kebutuhan (Motive) ... 13

2.1.2. Harapan (Expectation) ... 14

2.1.3. Kebutuhan Atas Imbalan (Insentive) ... 14

2.2 Psikis (Kejiwaan) ... 16

2.2.1. Persepsi ... 17

2.2.2. Perasaan ... 18

2.2.3. Kepercayaan ... 19

2.3 Keikutsertaan PUS (Pasangan Usia Subur) dalam Vasektomi ... 22

2.3.1. Metode Partisipasi ... 23

2.3.2. Syarat Tumbuh Partisipasi ... 24

2.3.3. Tingkat Kesukarelaan Partisipasi ... 25

2.4 Keluarga Berencana ... 27

2.4.1. Definisi Keluarga Berencana ... 27

2.4.2. Visi dan Misi Program Keluarga Berencana ... 29

2.4.3. Tujuan dan Manfaat Keluarga Berencana ... 30

2.4.4. Pandangan Berbagai Agama tentang Keluarga Berencana .... 31

2.4.5. Kontrasepsi Vasektomi ... 34

2.5 Landasan Teori ... 52

(10)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1 Jenis Penelitian ... 54

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.3 Populasi dan Sampel ... 54

3.3.1. Populasi Penelitian ... 54

3.3.2. Sampel Penelitian ... 55

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 56

3.4.1. Data Primer ... 56

3.4.2. Data Sekunder ... 57

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner ... 57

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.6 Metode Pengukuran ... 61

... 60

3.7 Metode Analisis Data ... 62

3.7.1. Tehnik Pengolahan ... 62

3.7.2. Analisis Data ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 65

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 65

4.2 Analisis Univariat... 66

4.3 Analisis Bivariat ... 69

4.4 Analisis Multivariat ... 74

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1 Pengaruh Motivasi Berdasarkan Motif ... 76

5.2 Pengaruh Motivasi Berdasarkan Ekspektasi (Harapan) ... 79

5.3 Pengaruh Motivasi Berdasarkan Insentif ... 81

5.4 Pengaruh Psikis Berdasarkan Persepsi ... 84

5.5 Pengaruh Psikis Berdasarkan Kepercayaan ... 86

5.6 Pengaruh Psikis Berdasarkan Perasaan ... 89

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel ... 58

3.2. Metode Pengukuran Variabel ... 61

4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan, Agama, Jumlah Anak dan Pekerjaan Di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam... 66

4.2. Distribusi Motivasi terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2012………... 67

4.3. Distribusi Psikis terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2012……… 68

4.4. Distribusi Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Tahun 2012……….. 69

4.5. Pengaruh Motif Responden terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang………… 70

4.6. Pengaruh Ekspektasi Responden terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang……….. 70

4.7. Pengaruh Insentif Responden terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang……….. 71

4.8. Pengaruh Persepsi Responden terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang……….. 72

(12)

4.10. Pengaruh Perasaan Responden terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang……….. 73

4.11. Variabel-Variabel Kandidat Model Multivariat………. 74

4.12. Hasil Analisis Regresi Logistik……….………. 75

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Metode Vasektomi ... 41

2.2. Metode Vasektomi dengan Menggunakan Pisau ... 44

2.3. Metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)... 45

2.4. Kerangka Teori Motivasi dan Psikologis terhadap Keikutsertaan dalam Vasektomi. Modifikasi dari Teori Motivasi Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987), Teori Psikologis K. Lewin (1987), dan

Teori Partisipasi ... 52

2.5. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Motivasi dan Psikis terhadap

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 98

2. Output Validitas dan Reliabilitas Kusioner ...

3. Master Data Penelitian ...

4. Output SPSS Master Data ...

5. Surat-surat Izin Penelitian ...

(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Basyariah Lubis, perempuan, berumur 30 tahun, lahir

tanggal 11 September 1982, beragama Islam, tinggal di jalan sudirman No.38 Lubuk

Pakam, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Penulis merupakan anak

pasangan dari H. Syamsul Bahri Lubis, dan Hj. Sutarni. Penulis juga sudah menikah.

Jenjang pendidikan formal penulis mulai dari SD Negeri Impres Terusan

Subur pada tahun 1988 dan tamat pada tahun 1994. Pada tahun 1997, penulis

menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 2 Buntu Pane. Pada tahun 2001, penulis

menyelesaikan Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) PEMDA Kisaran, dan pada

tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan D-III Kebidanan Deli Husada Delitua.

Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan D-IV Bidan Pendidik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2010-2012 penulis menempuh

pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan

Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pengalaman bekerja penulis yaitu pada tahun 2001-2002, penulis bekerja di

Balai Pengobatan Swasta di Pancur Batu. Pada tahun 2006-2008 penulis bertugas di

Universitas Abdurrab Pekan Baru. Pada tahun 2008 sampai dengan sekarang, penulis

(16)

ABSTRACT

Population program, especially the reproductive rights and health including Family Planning, commencing 2005 has explicitly included as a new target in the MDGs. This is related to the 4th

This analytical survey study with cross-sectional approach was conducted from January to June 2012 at Sekip Village, Lubuk Pakam Subdistrict, Deli Serdang District. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

principle of ICPD saying: the improvement of gender equality, women empowerment and eradication of violation on women to control their fertility are the key to the program relating population problem and development. Increasing men’s participation in Family Planning and reproductive health is an appropriate step in an attempt to encourage gender equality, but the main problem we are currently facing is the low participation of men in the implementation of Family Planning and reproductive health programs. There are many factors causing the low participation of men in Family Planning program; one of them is psychological factor in which community members still think that vasectomy will minimize men’s capability in sexual intercourse activity.

The result of this study showed that expectation had a significant influence with regression coefficient = 0.237 and sig. = 0.004.

It is suggested to motivate the husbands living at Sekip Village, Lubuk Pakam Subdistrict, Deli Serdang District to participate in the vasectomy program. The Family Planning Field Workers are expected to help monitor and encourage the husbands who have performed vasectomy to be the motivators for the husbands who have not performed vasectomy.

(17)

ABSTRAK

Program kependudukan, khususnya hak-hak dan kesehatan reproduksi, yang didalamnya mencakup keluarga berencana mulai tahun 2005 secara eksplisit telah dimasukkan sebagai target baru dalam MDGs. Hal ini berkaitan dengan prinsip ke 4 (empat) ICPD yang berbunyi: peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol fertilitasnya adalah kunci dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan dan pembangunan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender, namun masalah utama yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi pria dalam melaksanakan program KB dan kesehatan reproduksi. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan pria dalam ber-KB salah satunya adalah faktor psikologis dimana masyarakat masih berpandangan bahwa vasektomi akan mengurangi kejantanan laki-laki.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Juni 2012. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, analisis multivariat dengan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi (harapan) dengan koefisien regresi=0,237 sig.=0,004 berpengaruh secara bermakna.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan perlunya motivasi bagi suami dalam mengikuti vasektomi di Desa Sekip Kabupaten Lubuk Pakam guna meningkatkan keikutsertaan suami dalam vasektomi dan diharapkan kepada petugas PLKB dapat membantu dalam memotivator suami yang sudah mengikuti vasektomi untuk dapat menjadi motivator bagi suami yang belum mengikuti vasektomi.

(18)

ABSTRACT

Population program, especially the reproductive rights and health including Family Planning, commencing 2005 has explicitly included as a new target in the MDGs. This is related to the 4th

This analytical survey study with cross-sectional approach was conducted from January to June 2012 at Sekip Village, Lubuk Pakam Subdistrict, Deli Serdang District. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

principle of ICPD saying: the improvement of gender equality, women empowerment and eradication of violation on women to control their fertility are the key to the program relating population problem and development. Increasing men’s participation in Family Planning and reproductive health is an appropriate step in an attempt to encourage gender equality, but the main problem we are currently facing is the low participation of men in the implementation of Family Planning and reproductive health programs. There are many factors causing the low participation of men in Family Planning program; one of them is psychological factor in which community members still think that vasectomy will minimize men’s capability in sexual intercourse activity.

The result of this study showed that expectation had a significant influence with regression coefficient = 0.237 and sig. = 0.004.

It is suggested to motivate the husbands living at Sekip Village, Lubuk Pakam Subdistrict, Deli Serdang District to participate in the vasectomy program. The Family Planning Field Workers are expected to help monitor and encourage the husbands who have performed vasectomy to be the motivators for the husbands who have not performed vasectomy.

(19)

ABSTRAK

Program kependudukan, khususnya hak-hak dan kesehatan reproduksi, yang didalamnya mencakup keluarga berencana mulai tahun 2005 secara eksplisit telah dimasukkan sebagai target baru dalam MDGs. Hal ini berkaitan dengan prinsip ke 4 (empat) ICPD yang berbunyi: peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan penghapusan segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol fertilitasnya adalah kunci dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan dan pembangunan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender, namun masalah utama yang kita hadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi pria dalam melaksanakan program KB dan kesehatan reproduksi. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan pria dalam ber-KB salah satunya adalah faktor psikologis dimana masyarakat masih berpandangan bahwa vasektomi akan mengurangi kejantanan laki-laki.

Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan menggunakan pendekatan potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deliserdang. Penelitian dilaksanakan pada Januari-Juni 2012. Analisis data menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, analisis multivariat dengan uji regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspektasi (harapan) dengan koefisien regresi=0,237 sig.=0,004 berpengaruh secara bermakna.

Berdasarkan hasil penelitian disarankan perlunya motivasi bagi suami dalam mengikuti vasektomi di Desa Sekip Kabupaten Lubuk Pakam guna meningkatkan keikutsertaan suami dalam vasektomi dan diharapkan kepada petugas PLKB dapat membantu dalam memotivator suami yang sudah mengikuti vasektomi untuk dapat menjadi motivator bagi suami yang belum mengikuti vasektomi.

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komitment internasional untuk mewujudkan sasaran pembangunan global

telah disepakati dalam Dokument Millennium Declaration yang dituangkan sebagai

MDGs (Millenium Development Goals) pada tahun 2000. Program kependudukan,

khususnya hak-hak dan kesehatan reproduksi, yang didalamnya mencakup keluarga

berencana mulai tahun 2005 secara eksplisit telah dimasukkan sebagai target baru

dalam MDGs (BKKBN, 2008).

MDGs adalah target yang harus dicapai sedangkan strategi untuk mencapai

target tersebut tetap mengacu kepada berbagai komitment pembangunan yang telah

disepakati oleh PBB, diantaranya ICPD (International Conference Population and

Development). Keterkaitan Target MDGs dengan tujuan ICPD diantaranya dalam

tujuan 3 (tiga) MDGs yaitu mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan. Hal ini berkaitan dengan prinsip ke 4 (empat) ICPD yang berbunyi :

peningkatan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dan penghapusan

segala kekerasan terhadap perempuan untuk mengontrol fertilitasnya adalah kunci

dari program yang mengkaitkan masalah kependudukan dan pembangunan.

Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi adalah langkah yang

tepat dalam upaya mendorong kesetaraan gender (Ekasari, 2008).

(21)

Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) tahun

2008, pertambahan jumlah penduduk merupakan masalah di suatu negara

apabila tidak disertai peningkatan kualitas hidupnya. Saat ini penduduk Indonesia

berjumlah 224,9 juta pada tahun 2007, sebelumnya 205,8 juta jiwa (Sensus

Penduduk, 2000) dan berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah

penduduk Indonesia sudah mencapai sekitar 237,6 juta jiwa dan berada di peringkat

ke 4 (empat) di dunia berpenduduk tertinggi, berdasarkan kuantitasnya penduduk

Indonesia tergolong sangat besar namun dari segi kualitasnya masih memprihatinkan

dan tertinggal dibandingkan negara Asean lainnya.

Berdasarkan Human Development Report tahun 2007, posisi kualitas

penduduk dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia berada pada

peringkat 107 dari 177 negara. Penduduk yang besar disertai dengan kualitas yang

tidak memadai nampaknya bukan menjadi aset tetapi justru beban pembangunan, dan

menyulitkan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan (BKKBN, 2008).

Meskipun telah dilakukan pembangunan secara terus menerus, namun

sampai saat ini Indonesia masih menghadapi masalah kependudukan yang belum

banyak berbeda dengan kondisi tahun 1970. Hal tersebut berkaitan dengan

kecepatan dan efektifitas keberhasilan pembangunan yang tidak seimbang

dengan tingkat ketertinggalan di Indonesia dibanding kemajuan Internasional.

(22)

di Indonesia yang sangat besar lebih kurang 210 juta jiwa atau no 4 di dunia.

Tingkat pertumbuhannya cepat sekitar 1,85% pertahun (Meilani, 2010).

Program KB yang bertujuan untuk mengendalikan laju pertumbuhan

penduduk melalui pengaturan kelahiran, serta sebagai salah satu program peningkatan

kualitas SDM, diapresiasi oleh masyarakat sebagai program yang terpinggirkan

dalam era reformasi. Implikasi pencapaian KB dalam sepuluh tahun terakhir hasilnya

adalah stagnan. Secara nasional angka kelahiran total 2007 berdasarkan hasil Survey

Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) adalah 2,6 anak, masih sama dengan

keadaan tahun 1997. Kondisi ini tentu dikhawatirkan oleh banyak pihak, oleh karena

penduduk yang terlalu banyak dengan kualitas SDM yang kurang akan menjadi beban

pembangunan (Mudita, 2009).

Pemerintah Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang

berorientasi pada kesetaraan dan keadilan jender, namun masalah utama yang kita

hadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi pria dalam melaksanakan program KB

dan kesehatan reproduksi. Partisipasi pria baik dalam praktek KB maupun dalam

pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga

saat ini masih rendah. Sedangkan faktor lain yang menyebabkan rendahnya kesertaan

pria dalam ber-KB adalah faktor psikologis dimana masyarakat masih berpandangan

bahwa vasektomi akan mengurangi kejantanan laki-laki (Pramesti, 2012).

Indikatornya antara lain masih sangat rendahnya kesertaan KB pria, yaitu hanya lebih

kurang 4,4 persen meliputi: pengunaan kondom 0,9 persen, vasektomi/metode operasi

(23)

(SDKI, 2007). Dimana program RPJM mengharuskan partisipasi pria dalam program

KB khususnya pemakaian kontrasepsi oleh para pria harus mencapai target minimal

4,5% (Saputra, 2008).

Terdapat sekitar 50 juta pria di seluruh dunia telah mengandalkan

vasektomi untuk kontrasepsi. Data-data pengguna vasektomi di negara-negara

Islam seperti Pakistan pada tahun 1999, memiliki peserta vasektomi (5,2%),

Bangladesh tahun 1997 (13,9%) dan Malaysia tahun 1998 (16,8%). Sementara

di Indonesia sendiri peserta vasektomi masih tergolong rendah yaitu 0,4%

(BKKBN, 2007).

Disisi lain kebutuhan pasangan usia subur (PUS) untuk ikut KB yang saat ini

sebesar 70,6 persen, dan masih ada kebutuhan PUS untuk KB belum dapat dipenuhi

(unmeet need) sebesar 9,1 persen yang terdiri dari kebutuhan untuk spacing sebesar

4,3 persen dan untuk limiting sebesar 4,7 persen. Upaya pemenuhan kebutuhan

(unmeet need) merupakan tantangan mendasar dalam pelaksanaan program KB.

Sebagai suatu kebutuhan, kontrasepsi terkait dengan kebutuhan fisik dan sosial.

Sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki peranan dalam setiap fase reproduksi,

yaitu untuk menunda kehamilan, menjarangkan serta mencegah kehamilan.

Sedangkan sebagai kebutuhan sosial, kontrasepsi terkait dengan upaya mewujudkan

program pembangunan suatu negara (BKKBN, 2008).

Upaya meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB khususnya peserta

vasektomi, tidak terlepas dari peran motivator KB pria dalam mengajak para pria lain

(24)

pengurus atau anggota kelompok KB pria yang aktif di masyarakat, tokoh

masyarakat/panutan atau warga yang diterima masyarakat setempat (BKKBN, 2008).

Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB menurut hasil penelitian

Suprihastuti, dkk (2002), yaitu pria pengguna metode kontrasepsi hanya

menyumbang 3% dari total peserta KB aktif pada tahun 1997 yang berjumlah 57,4%.

Bahkan dari hasil SDKI dari tahun 1991 sampai dengan tahun 1997 tampak adanya

kecenderungan penurunan pemakaian alat kontrasepsi pria, khususnya pada

metode-metode kontrasepsi modern (kondom dan vasektomi). Perlunya peningkatan peranan

pria sebagai suami juga lebih ditekankan dengan adanya keluhan dari wanita

berkenaan dengan kurangnya partisipasi pria dalam KB, padahal peran dan dukungan

suami sangat berHubungan terhadap kelestarian KB (Suprihastuti, 2002).

Salah satu rendahnya partisipasi pria dalam KB dilihat dari laporan bulanan

Badan Kesejahteraan Keluarga (BKK) Kabupaten Bantul Juni 2007 yang dikutip oleh

Budisantoso (2009), dimana partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah yaitu hanya

4,3% dari total peserta aktif, yang terdiri dari Metode Operasi Pria (MOP) 0,6% dan

Kondom 3,7%. Dilihat dari pengetahuan responden tentang partisipasi pria dalam KB

khususnya pengetahuan KB tentang Vasektomi masih kurang dipahami responden,

yaitu 44 % berpengetahuan salah yang menganggap vasektomi dapat menurunkan

kejantanan pria (Budisantoso, 2009).

Rendahnya penggunaan kontrasepsi oleh pria terutama karena keterbatasan

macam dan jenis kontrasepsi pria serta rendahnya pengetahuan dan pemahaman

(25)

program KB baik dalam praktik KB, mendukung istri dalam menggunakan

kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor dan merencanakan jumlah anak. Faktor

lain adalah (a) Kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang

masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan,

(b) Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya dalam ber KB rendah, dan

(c) Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas pelayanan kontrasepsi pria, selain itu

juga karena pelayanan KIP/Konseling kontrasepsi pria masih terbatas (d) Adanya

anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah yang masih cenderung

menyerahkan tanggung jawab KB sepenuhnya kepada para istri atau perempuan

(BKKBN, 2007).

Pendapat suami mengenai KB cukup kuat hubungannya untuk menentukan

penggunaan metode KB. Menurut hasil penelitian Anggraeni, dkk (2007), tentang

peran suami dalam penggunaan alat kontrasepsi yang berwawasan gender adalah

belum optimalnya peran suami dalam pelaksanaan pelayanan KB dan kesehatan

reproduksi, sehingga laki-laki dan perempuan belum dapat secara seimbang

berpartisipasi serta memperoleh manfaat yang sama dari informasi dan pelayanan KB

dan kesehatan reproduksi. Akses pengetahuan yang masih rendah tentang KB, sosial

ekonomi keluarga, stigma di masyarakat bahwa KB adalah urusan wanita, pilihan

metode KB bagi pria masih terbatas, dan faktor pemahaman terhadap masalah

kesetaraan gender dalam pembagian tugas dan tanggung jawab keluarga (Anggraeni,

(26)

Secara umum kedudukan perempuan dalam hukum adat masih mencerminkan

sub-ordinasi dan bias gender. Disamping adanya perbedaan, terdapat pula adanya

persamaan terutama yang menyangkut kekuasaan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan hasil penelitian Suprihastuti, dkk (2002), tentang pengambilan

keputusan pengunaan alat kontrasepsi pria di Indonesia menyimpulkan bahwa pada

pengguna vasektomi, variabel-variabel yang berHubungan secara bermakna meliputi

diskusi tentang KB, alasan utama pengunaan alat kontrasepsi, jumlah anak ideal,

pendidikan, agama, tempat tinggal sedangkan variabel yang tidak berHubungan

secara siqnifikan : preferensi jenis kelamin, nilai ekonomis anak, umur, pekerjaan dan

mortalitas anak, sedangkan menurut Budisantoso (2009), mengungkapkan beberapa

faktor yang memiliki hubungan secara signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi

KB pria dikalangan pria yaitu: pengetahuan, sikap, persepsi, sikap istri terhadap

partisipasi suami dalam KB, praktik istri dalam ber-KB, sikap teman sedangkan

faktor-faktor yang tidak memiliki hubungan yaitu Akses pelayanan, Pendidikan,

jumlah anak, umur, dan sifat inovasi.

Hal ini terlihat juga dari data Badan Kependudukan Keluarga Berencana

Nasional Sumatera Utara untuk kota Medan pada bulan Agustus 2009 diperoleh

317.084 pasangan usia subur 209.337 (66,02%) pasangan merupakan peserta

KB aktif, sedangkan 107.747 (33,98%) pasangan tidak merupakan akseptor KB.

Data pemakaian kontrasepsi menunjukkan bahwa jumlah peserta KB perempuan

lebih tinggi dibandingkan pria. Dari akseptor KB yang ada 200.920 orang

(27)

KB sebanyak 8.417 orang (4,19%). Padahal selayaknya pria juga diharapkan

berperan aktif, karena pria mempunyai hak-hak reproduksi yang sama dengan

perempuan, pria juga bertanggung jawab secara sosial, moral dan ekonomi

dalam membangun keluarga (BKKBN, 2008).

Menurut Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga

Berencana kecamatan Lubuk Pakam kabupaten Deli Serdang tahun 2011,

keikutsertaan pria dalam kontrasepsi masih rendah, walaupun demikian Badan

Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB masih terus berupaya untuk meningkatkan

keikutsertaan pria dalam Keluarga Berencana, hal ini terbukti dengan didapatkannya

peserta KB pria dari tahun 2010 sampai Oktober 2011 yaitu KB pria yang

menggunakan kondom sebanyak 610 orang (14,2%) dari 4.296 PUS dan yang

melakukan kontrasepsi vasektomi sebanyak 46 orang (1,07%) dari 4.296 PUS,

data ini didapatkan dari 13 desa kelurahan yang ada di kecamatan Lubuk Pakam

kabupaten Deli Serdang (Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga

Berencana Deli Serdang, 2011).

Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan bulan Februari di kantor

kecamatan Lubuk Pakam di desa sekip diperoleh data bahwa peserta vasektomi pada

suami PUS yang mengikuti vasektomi berjumlah 14 orang dari total PUS 830 orang.

Hal ini berarti hanya sekitar 1,6% suami yang mengikuti vasektomi, angka ini jauh

dibawah target pemerintah yang harus mencapai target 4,5%, yang menjadi alasan

rendahnya peserta vasektomi di desa Sekip antara lain: karena beberapa tanggapan

(28)

terhadap ejakulasi, menganggap vasektomi sama dengan kebiri, dan menganggap

vasektomi adalah tindakan operasi yang menyeramkan, dan dari 14 orang yang telah

mengikuti vasektomi menyebutkan bahwa alasan mengikuti vasektomi dikarenakan

adanya insentif berupa uang yang diberikan setelah mengikuti vasektomi.

Berdasarkan BKKBN (2008), Sebab lain mengapa vasektomi kurang

diminati oleh kaum pria adalah karena selama ini kaum pria takut bila daerah

kemaluan mereka mendapat cedera/luka. Mereka selalu membayangkan bahwa

luka di daerah tersebut dapat berakibat fatal terutama impotensi, oleh karena

itu, sekarang ini telah dikembangkan teknik vasektomi yang baru yaitu

vasektomi tanpa pisau.

Rumor dan fakta lain tentang vasektomi sama dengan kebiri, dapat

membuat pria impotensi, dapat menurunkan libido, membuat pria tidak bisa

ejakulasi, tindakan operasi yang menyeramkan, pria/suami dapat dengan mudah

untuk selingkuh, dan beberapa pria cemas terhadap prosedur pelaksanaan MOP.

Ternyata turut memHubungani rendahnya keikutsertaan pria dalam melakukan

vasektomi (Everett, 2008).

Berdasarkan permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk membuat

penelitian mengenai Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami

dalam Vasektomi di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang

(29)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dilihat bahwa keikutsertaan suami

dalam vasektomi masih rendah, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Hubungan Motivasi dan Psikis terhadap Keikutsertaan Suami dalam Vasektomi di

Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan motivasi dan psikis terhadap

keikutsertaan suami dalam vasektomi

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan signifikan antara motivasi

dan psikis terhadap keikutsertaan suami dalam vasektomi.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan

Kabupaten Deli Serdang.

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan dalam rangka

pengambilan kebijakan untuk program peningkatan keikutsertaan suami

dalam vasektomi dan dapat dijadikan sebagai contoh bagi kecamatan lain

dalam upaya peningkatan keikutsertaan suami dalam vasektomi.

1.5.2. Bagi Sub Dinas Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Deli

(30)

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan upaya

peningkatan keikutsertaan suami dalam Vasektomi.

1.5.3. Bagi Keilmuan

Penelitian ini dapat menambah khasana keilmuan dibidang kesehatan

reproduksi khususnya dalam upaya peningkatan keikutsertaan suami

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Motivasi

Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni movere, yang

berarti “menggerakkan” (to move). Menurut Gray, dkk, 1984 menyatakan bahwa

motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal atau external bagi

seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi

dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu (Winardi, 2007). Motivasi adalah

kegiatan penyuluhan dan promosi yang mengandung unsur ajakan dan dorongan,

bertujuan memperkenalkan alat/metode kontrasepsi kepada masyarakat agar mau

memakai alat/metode kontrasepsi tersebut (BKKBN, 2007).

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk

melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Seseorang yang dapat menimbulkan tingkat

persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang

bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar

individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan

banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam

konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi

telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan

peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi)

(32)

Menurut teori Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhadur (1978) dalam Zurnali

(2004) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari : (1) Motif atas kebutuhan

(motive); (2) Pengharapan atas lingkungan (expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan

(Insentive).

Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli diatas, Zurnali (2004)

mengemukakan bahwa motivasi seseorang dipengaruhi oleh motif, harapan, dan

insentif yang diinginkan. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing variabel

motivasi tersebut:

2.1.1. Motif Atas Kebutuhan (Motive)

Motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau

bersikap tertentu. Menurut Zurnali (2004), mengutif pendapat Fremout E. Kast dan

James E. Rosenzweig (1970) yang mendefenisikan motive sebagai suatu dorongan

yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu

kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.

Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Motif tidak dapat diamati. Yang dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin

alasan-alasan tindakan tersebut.

A. Pembagian Motif

Motif dapat dibagi berdasarkan pandangan dari para ahli, antara lain sebagai

(33)

1. Woodworth dan Marquis (1955), membedakan motif yang berdasarkan

kebutuhan manusia menjadi 3 macam.

a. Motif kebutuhan organis, seperti minum, makan, bernafas, seksual,

bekerja, dan beristirahat.

b. Motif darurat, yang mencakup dorongan-dorongan menyelamatkan diri,

berusaha, dan dorongan untuk membalas.

c. Motif objektif, yang meliputi kebutuhan untuk melakukan eksplorasi,

melakukan manipulasi, dan sebagainya.

2. Pembagian motif berdasarkan atas terbentuknya motif tersebut mencakup.

a. Motif-motif pembawaan, yang dibawa sejak lahir, tanpa dipelajari,

misalnya dorongan untuk makan, minum, beristirahat, dorongan seksual

dan sebagainya.

b. Motif yang dipelajari, yaitu motif-motif yang timbul karena dipelajari,

seperti dorongan untuk belajar sesuatu, dorongan untuk mengejar

kedudukan, dan sebagainya.

3. Pembagian motif menurut penyebabnya.

a. Motif ekstrinsik, yaitu motif yang berfungsi karena adanya rangsangan

dari luar.

b. Motif intrinsik, yaitu motif yang berfungsi tanpa rangsangan dari luar

(34)

B. Relevansi Motif terhadap Proses Belajar-Mengajar

1. Kegiatan yang didorong oleh motif-motif instrinsik lebih baik daripada yang

didorong oleh motif ekstrinsik. Maka yang penting adalah menimbulkan dan

mengembangkan minat sasaran belajar dalam bidang-bidang studi yang

dianggap relevan.

2. Persaingan sehat, baik secara individual maupun kelompok, akan dapat

meningkatkan motif untuk belajar.

3. Diskusi mengenai aspirasi yang dikehendaki sangat baik untuk

mengembangkan motif-motif.

2.1.2. Harapan (Expectation)

Mengacu pada pendapat Victor Vroom, menurut Zurnali (2004)

mengemukakan bahwa expectation adalah adanya kekuatan dari kecenderungan

untuk melakukan kegiatan secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan

bahwa kegiatan akan diikuti dengan pemberian jaminan kesehatan, fasilitas dan

lingkungan atau outcame yang menarik. RL. Kahn (1951) secara singkat

mengemukakan pendapatnya tentang expectation yakni merupakan kemungkinan

bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan.

2.1.3. Kebutuhan Atas Imbalan (Insentive)

Dalam kaitannya dengan insentif, menurut Zurnali (2004), mengacu pada

pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu

adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara

(35)

Morris S. Viteles (1973) merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan

kekuatan dinamis individu, atau persiapan-persiapan dari pada keadaan yang

mengantarkan dengan harapan dapat memHubungani atau merubah sikap atau

tingkah laku orang (Zurnali, 2004).

2.2. Psikis (Kejiwaan)

Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari

dua kata, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara

umum kata psikologi bisa diartikan sebagai suatu studi yang mempelajari tentang

jiwa. Menurut William James, 1980, psikologi adalah ilmu yang mempelajari

kehidupan mental dan fenomena psikisnya, seperti perasaan, keinginan, kognitif,

persepsi, atau pikiran logis. Psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam

individu seseorang dan unsur-unsur psikologis meliputi: persepsi, pembelajaran,

kepribadian, memori, emosi, kepercayaan, dan sikap, sedangkan psikis adalah yang

berhubungan dengan jiwa (psyche).

Dalam diri manusia pasti melakukan berbagai aktivitas psikis baik kognisi,

emosi, maupun campuran. Aktivitas psikis manusia dilakukan untuk mencapai tujuan

tertentu yang diinginkan manusia yang diwujudkan melalui gerak gerik atau perilaku

(36)

2.2.1. Persepsi

Persepsi berlangsung saat orang menerima stimulus dari dunia luar yang

ditangkap oleh organ-organ bantu seperti alat indera yang kemudian masuk ke otak.

Yang disebut proses sensoris.

Menurut Green Persepsi merupakan salah satu faktor predisposisi seseorang

untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007)

persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui penglihatan, pendengaran, dan

penciuman dan sebagainya, setiap orang mempunyai persepsi berbeda meskipun

obyeknya sama.

Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku diHubungani oleh

beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor

tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar.

Susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena

perilaku merupakan sebuah bentuk perpindahan dari rangsang yang masuk ke

rangsang yang dihasilkan. Perpindahan ini dihasilkan oleh susunan saraf pusat

dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energy-energi

di dalam impul-impul saraf. Impul-impul saraf indra pendengaran, penglihatan,

pembauan, pencecepan dan perubahan disalurkan dari tempat terjadinya rangsangan

melalui impul-impul saraf ke susunan saraf pusat. Perubahan-perubahan perilaku

(37)

2.2.2. Perasaan

Feeling and emotion menurut Chaplin (1972) adalah keadaan atau state

individu sebagai akibat persepsi terhadap stimulus baik eksternal maupun internal.

Stren, 1950 membedakan perasaan menjadi tiga golongan yaitu : 1) perasaan presens,

perasaan yang timbul dalam keadaan yang nyata dihadapi; 2) perasaan yang

menjangkau maju (masih dalam pengharapan); 3) perasaan yang berkaitan dengan

masa lampau yang timbul setelah melihat kejadian tersebut.

Disamping itu Max Scheler mengajukan empat tingkatan dalam perasaan :

a) perasaan tingkat sensorik, yaitu perasaan yang didasarkan pada kesadaran;

b) perasaan kehidupan vital, yaitu perasaan karena tergantung jasmani misalnya sakit,

kelelahan; c) perasaan psikis dan kejiwaan, yaitu perasaan senang, susah, takut;

d) perasaan kepribadian, berkaitan dengan sifat kepribadian seseorang.

Manusia sebagai makhluk sosial, sudah barang tentu dalam mewujudkan

dirinya sebagai makhluk sosial tersebut, manusia membutuhkan atau menginginkan

kebutuhan-kebutuhan sosial yang antara lain terdiri dari :

a) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia hidup (di

lingkungan tempat tinggal dan ditempat kerja).

b) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap orang merasa dirinya penting.

Serendah-rendahnya pendidikan yang dicapai, atau serendah-rendahnya jabatan

atau pekerjaan yang dipunyai, ia merasa penting dan perlu diperhatikan oleh siapa

saja yang menjabat pimpinan, ia tidak boleh menganggap remeh para bawahannya

(38)

c) Kebutuhan akan perasaan kemajuan, dan tidak seorangpun yang menyukai

kegagalan dalam tugas atau pekerjaan apa pun. Kemajuan atau keberhasilan

sebuah pekerjaan atau tugas adalah merupakan kebutuhan setiap orang.

d) Kebutuhan akan perasaan “ikut serta” atau berpartisipasi. Setiap orang, setiap

kariawan akan merasa senang jika ia dikut sertakan dalam berbagai kegiatan.

Keikutsertaan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan bukan hanya dalam bentuk

fisik atau kegiatan saja, tetapi juga dalam bentuk pendapat, idea tau saran-saran.

2.2.3 Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang

menerima kepercayaan berdasarkan kenyakinan dan tanpa adanya pembuktian

terlebih dahulu. (Mulyanti, 2011). Salah satu faktor yang memHubungani

kepercayaan adalah sosial psikologi antara lain orang terdekat atau keluarga dan

pengalaman sebelumnya.

Pandangan para ahli psikologi kognitif mengenai perilaku manusia bukan

hanya Hubungan dari penerimaan rangsangan yang pasif, namun ada proses

pengolahan informasi yang diterima dan mengubahnya dalam bentuk dan

kategori-kategori baru. Individu aktif dalam mempersepsikan, mengingat, reproduksi,

pengolahan informasi, menafsirkan, dan mengambil keputusan.

Tindakan manusia timbul berdasarkan stimulus-stimulus yang diterima dan

diubah menjadi tanda simbol-simbol yang digunakan dalam otak dan tersimpan

(39)

memberikan reaksi dan akhirnya terjadi pembentukan atau perubahan perilaku

(Pieter, 2010).

Kurt Lewin, berpendapat Secara garis besar struktur kepribadian manusia

terdiri dari tiga bagian:

1) Pribadi

Pribadi adalah sifat-sifat individu (Kebutuhan, Kenyakinan, Opini, dan

sebagainya) yang saling berinteraksi antara sesama manusia dan lingkungan yang

menimbulkan ruang hidup.

2) Lingkungan Psikologis

Lingkungan psikologis adalah bagian dari ruang hidup yang ditentukan sifat-sifat

lingkungan objektif dan sifat-sifat pribadi. Yang termasuk kedalam lingkungan

psikis adalah hal-hal yang menyangkut persepsi, berfikir, perasaan ataupun

cara-cara berperilaku.

3) Ruang Hidup

Ruang hidup (medan psikologis atau keseluruhan situasi) adalah totalitas realitas

psikologis yang berisikan semua fakta-fakta yang bisa memengaruhi tingkah laku

pada suatu saat, dengan kata lain, tingkah laku manusia adalah fungsi dari pada

ruang hidup. Ruang hidup adalah hasil interaksi antara pribadi dan lingkungan

psikologis.

Secara psikis mengikuti program KB bagi sebagian besar pria dinilai sebagai

tindakan aneh dan asing, dan psikis lainnya adalah masyarakat masih berpandangan

(40)

pria untuk ber-KB. Akibatnya, tak cukup banyak peserta KB pria hingga saat ini

(BKKBN RI, 2005).

Teori Kurt lewin terkenal dengan teori psikologi lingkungan. Lewin (dalam

Asad, 1987), berpendapat bahwa dalam diri manusia terdapat dua kekuatan yang

sama besar yaitu faktor pendorong (driving force) dan faktor penghambat (restraint

forces). Untuk itu, dalam upaya meningkatkan keikutsertaan pria/suami dalam

penggunaaan kontrasepsi peneliti melakukan kajian secara komprehensif

faktor-faktor yang menjadi pendorong dan penghambat untuk melakukan vasektomi (Pieter,

dkk 2010).

Beberapa faktor pendorong keberhasilan vasektomi menurut hasil penelitian

Saputra, tahun 2008, antara lain : 1) peningkatan KIE dan advokasi bagi ulama

tentang vasektomi dan rekanalisasi; 2) keteladanan; 3) reward, sedangkan yang

menjadi faktor penghambat dalam melakukan vasektomi antara lain adalah :

1) pengetahuan tentang vasektomi yang masih relative rendah baik dari sisi pengelola

dan pelaksana program di masyarakat, maupun tokoh agama; 2) keterbatasan alat

kontrasepsi; 3) rendahnya dukungan keluarga; 4) rendahnya dukungan orang yang

berHubungan; 5) keterbatasan tempat pelayanan.

Konsep pembentukan perilaku adalah fungsi stimulus dan respons yang

berinteraksi di lingkungan (environment) dengan organisme. Interaksional adalah

hubungan yang saling memerlukan satu dengan yang lainnya. Perilaku ditentukan

(41)

Faktor-faktor penyebab timbulnya perubahan perilaku manusia, antara lain :

a. Meningkatnya kekuatan stimulus

Semakin meningkat kekuatan stimulus pendorong terjadinya pembentukan

perilaku, maka semakin besar efeknya. Misalnya, Pria yang tidak ikut KB

diHubungani keseimbangan antara pentingnya anak sedikit dan kepercayaan

banyak anak banyak rezeki. Akibat pemberian stimulus terus menerus agar ikut

program KB menyebabkan perilakunya berubah dan mau mengikuti program KB.

b. Melemahnya kekuatan penahan

Melemahnya kekuatan penahan yang mengubah kepercayaan, sikap atau

pandangan sehingga membentuk perilaku baru.

c. Hubungan kekuatan stimulus dan kekuatan penahan

Kekuatan pendorong meningkat, maka kekuatan penahan akan melemah. Seperti

contoh diatas, Penyuluhan program KB dilakukan dengan memberikan konsep

pentingnya KB dan tidak benar kepercayaan banyak anak banyak rezeki. Usaha ini

meningkatkan kekuatan pendorong sekaligus menurunkan kekuatan penahannya.

2.3 Keikutsertaan PUS (Pasangan Usia Subur) dalam Vasektomi

Dalam menjalani kehidupan, manusia mempunyai beberapa kebutuhan seperti

kebutuhan biologis, kebutuhan sosial, kebutuhan cita-cita dan lain-lain. Di samping

itu manusia juga mempunyai berbagai keinginan yang selalu mereka usahakan guna

memuaskan apa yang mereka butuhkan. Psikolog mengatakan bahwa individu

(42)

dapat terpenuhi sepenuhnya. Kenyataan yang ada hanya memperlihatkan bahwa

kebutuhan yang pertama menjadi penting sampai dapat dipenuhi. Setelah itu akan

muncul kebutuhan kedua, ketiga dan seterusnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan tersebut, setiap individu akan terlibat dalam kehidupan masyarakat (live of

society) ataupun kehidupan berkelompok (live of group).

Partisipasi merupakan setiap proses identifikasi atau menjadi peserta, suatu

proses komunikasi atau suatu kegiatan bersama dalam suatu situasi sosial tertentu

(Soekanto, 1993). Partisipasi terdiri dari beberapa jenis diantaranya partisipasi sosial.

Partisipasi sosial merupakan derajat partisipasi individu dalam kehidupan sosial.

Partisipasi adalah keikutsertaan, peranserta atau keterlibatan yang berkaitan dengan

keadaan lahiriahnya (Sastropoetra, 1995).

Theodorson dalam Mardikanto, tahun 1994 mengemukakan bahwa dalam

pengertian sehari-hari, partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan

seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu.

Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud disini bukanlah bersifat pasif tetapi

secara aktif ditujukan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih

tepat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk

mengambil keputusan.

2.3.1. Metode Partisipasi

Menurut Notoatmodjo (2007), metode partisipasi masyarakat adalah:

(43)

Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program. baik

melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun perintah lisan. Cara ini

akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan

kaget, karena dasarnya bukan kesadaran (awareness), tetapi ketakutan. Akibatnya

masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki terhadap program.

2) Partisipasi dengan persuasi dan edukasi

Yakni suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar ditimbulkan dan

akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya akan mempunyai

memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan

dan sebagainya.

Menurut Margono didalam Mardikanto (2003), menyatakan bahwa tumbuh

kembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat ditentukan oleh 3

(tiga) unsure pokok, yaitu :1. adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat

untuk berpartisipasi, 2. adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, 3. adanya

kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Tentang hal ini, adanya kesempatan

yang diberikan, sering merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan

kemauan akan sangat menentukan kemampuannya. Sebaliknya, adanya kemauan

akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta

memanfaatkan setiap kesempatan.

2.3.2. Syarat Tumbuh Partisipasi

Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan,

(44)

1) Kemauan secara psikologis kemauan berpartisipasi muncul oleh adanya motif

intrinsik (dari dalam sendiri) maupun ekstrinsik (karena rangsangan, dorongan,

atau tekanan dari pihak luar).

2) Kesempatan untuk berpartisipasi, dalam kenyataan banyak program

pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya

kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Kesempatan

untuk berpartisipasi sangat diHubungani oleh a) kemauan politik dari

penguasa/pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pembanguana,

b) kesempatan untuk memperoleh informasi, c) kesempatan untuk memobilisasi

dan memanfaatkan sumberdaya.

3) Kemampuan berpartisipasi, beberapa kemampuan yang dituntut untuk dapat

berpartisipasi dengan baik antara lain adalah: a) kemampuan untuk

mengidentifikasi masalah, b) kemampuan untuk memahami

kesempatan-kesempatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, c) kemampuan untuk

melaksanakan pembangunan sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan serta

sumber daya lain yang dimiliki. Menurut Robbins (1998) menyatakan pada

hakekatnya kemampuan individu tersusun dari dua perangkat faktor yaitu

kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

2.3.3. Tingkat Kesukarelaan Partisipasi

Tingkat kesukarelaan partisipasi menurut Dusseldorp (1981) membedakan

(45)

1) Partisipasi spontan

Yaitu keikutsertaan yang tumbuh karena motivasi intrinsik berupa pemahaman,

penghayatan dan kenyakinannya sendiri.

2) Partisipasi terinduksi

Yaitu keikutsertaan yang tumbuh karena terinduksi oleh adanya motivasi

ekstrinsik (berupa bujukan, Hubungan, dorongan) dari luar meskipun yang

bersangkutan tetap memiliki kebebasan penuh untuk berpartisipasi.

3) Partisipasi tertekan oleh kebiasaan

Yaitu keikutsertaan yang tumbuh karena adanya tekanan yang dirasakan

sebagaimana layaknya warga masyarakat pada umumnya, atau keikutsertaan

yang dilakukan untuk mematuhi kebiasaan, nilai-nilai atau norma yang dianut

oleh masyarakat setempat. Jika tidak berperanserta, khawatir akan tersisih atau

dikucilkan masyarakat.

4) Partisipasi tertekan oleh peraturan

Yaitu keikutsertaan yang dilakukan karena takut menerima hukuman dari

peraturan/ketentuan-ketentuan yang sudah diberlakukan.

5) Partisipasi tertekan oleh alasan sosio-ekonomi

Yaitu keikutsertaan yang dilakukan karena takut akan kehilangan status sosial

atau menderita kerugian/tidak memperoleh bagian manfaat dari kegiatan yang

dilaksanakan.

Menurut Mardikanto, (1994) mengemukakan adanya emapat macam kegiatan

(46)

dalam pengambilan keputusan, 2) partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan,

3) partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi, 4) partisipasi dalam pemanfaat hasil

pembangunan.

Tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam proses

pembangunan, menunjukan adanya kepercayaan dan kesempatan yang diberikan

pemerintah kepada masyarakat untuk terlibat secara aktif di dalam proses

pembangunan. Artinya, tumbuh dan kembanganya partisipasi masyarakat,

memberikan indikasi adanya pengakuan (aparat) pemerintah bahwa masyarakat

bukanlah sekedar obyek atau penikmat hasil pembangunan, melainkan subyek atau

pelaku pembangunan yang memiliki kemauan dan kemampuan yang dapat

diandalakan sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pemanfaatan

hasil-hasil pembangunan (Mardikanto, 2001).

2.4 Keluarga Berencana

2.4.1 Definisi Keluarga Berencana

Menurut WHO (World Health Organization) Keluarga Berencana adalah

mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan,

mengatur interval diantara kehamilan, mendapatkan kelahiran yang memang

diinginkan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan suami-istri,

menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004).

Menurut definisi ICPD 1994 Program KB adalah suatu program yang

(47)

reproduksi mereka, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi

insiden kehamilan resiko tinggi, kesakitan dan kematian, membuat pelayanan

bermutu, terjangkau, diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang yang

membutuhkan; meningkatkan mutu nasihat, komunikasi, edukasi dan informasi,

konseling dan pelayanan KB, dan meningkatkan pemberian ASI untuk penjarangan

kehamilan (BKKBN, 2006).

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang perkembangan Kependudukan

dan Pembangunan Keluarga Sejahtera program KB mempunyai empat dimensi yaitu:

pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, peningkatan ketahanan keluarga

dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2002), maksudnya adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang

sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran”. Dengan kata lain KB adalah

perencanaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan pengunaan

alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan seperti kondom, spiral, IUD, dan sebagainya.

Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua.

Keluarga Berencana adalah perencanaan kehamilan, sehingga kehamilan

hanya terjadi pada waktu yang diinginkan. Jarak antara kelahiran diperpanjang, dan

kelahiran selanjutnya dapat dicegah apabila jumlah anak telah tercapai sesuai dengan

yang dikehendaki, untuk membina kesehatan seluruh anggota keluarga dengan

sebaik-baiknya, menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)

(48)

Keluarga Berencana adalah salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan

dan jalan memberi nasihat perkawinan, pengobatan kemandulan dan penjarangan

kehamilan.

2.4.2 Visi dan Misi Program Keluarga Berencana

Paradigma baru Keluarga Berencana Nasional (KBN) telah diubah visinya

dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi

visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Keluarga yang

berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki anak yang

ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa (Saifuddin, 2006).

Paradigma baru program Keluarga Berencana, menekankan pentingnya upaya

menghormati hak-hak reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan

kualitas keluarga. Visi tersebut dijabarkan ke dalam 6 (enam) misi, yaitu :

1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas,

2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian dan

ketahanan keluarga, 3. Meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana dan

Kesehatan Reproduksi, 4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya

mewujudkan hak-hak reproduksi, 5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan

untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender melalui program Keluarga

Berencana, 6. Mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan

(49)

2.4.3 Tujuan dan Manfaat Keluarga Berencana

Keluarga Berencana bertujuan untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan

kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar

diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan

hidupnya (Mochtar, 1998).

Adapun manfaat dari program Keluarga Berencana (Mochtar, 1998) adalah :

1. Untuk kepentingan orang tua

Orang tua (ayah dan ibu) yang paling bertanggung jawab atas keselamatan

dirinya dan keluarganya (anak-anak), karena itu orang tua haruslah sadar akan

batas-batas kemampuannya selama masa baktinya dalam memenuhi kebutuhan

anak-anaknya sampai menjadi orang yang berguna. Walaupun manusia dapat

mengharapkan pertolongan dan rezeki dan Tuhan Yang Maha Esa, namun

mereka sebagai mahluk insani diberi akal, ilmu dan pikiran sehat, karena itu

mereka wajib memakai akal, ilmu dan fikiran sehat, tersebut untuk mendapatkan

jalan dan hidup yang sehat supaya jangan berbuat lebih dari kemampuan yang

ada. Terciptalah keselamatan keluarga dan terbentuklah keluarga yang bahagia.

2. Untuk kepentingan anak-anak

Anak adalah amanah dan karunia tuhan yang harus dijunjung tinggi sebagai

pemberian yang tidak ternilai harganya. mengatur kelahiran merupakan salah

satu cara dalam menghargai kepentingan anak. Orang tua mempunyai persiapan

(50)

mereka kelak menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi orang tua dan

bangsa.

3. Untuk kepentingan masyarakat

Keluarga merupakan kumpulan terpadu dari satu komunitas atau masyarakat.

Kepentingan masyarakat meminta agar setiap orang tua sebagai kepala keluarga

memelihara dengan baik keluarga dan anak-anaknya agar dapat membantu

terlaksananya kesejahteraan seluruh komunitas sehingga secara makro telah ikut

memelihara keseimbangan penduduk pelaksanaan pembangunan nasional. Tanpa

bantuan kesungguhan keluarga-keluarga dalam menekan pertambahan penduduk

dengan cepat, pembangunan tidak akan berarti. Orang tua yang menentukan

jumlah anak yang ingin mereka miliki sesuai dengan kemampuannya dan tidak

melupakan tanggung jawab terhadap anak-anak yang telah dilahirkan, tanggung

jawab terhadap masyarakat dan negara dimana mereka hidup dan berbakti

(Mochtar, 1998).

2.4.4. Pandangan Berbagai Agama tentang Keluarga Berencana

Ditinjau dari segi agama, tidak ada satu agamapun di Indonesia yang secara

pasti menolak program KB, meskipun pada awalnya banyak keraguan akan hukum

agama dari program KB. Namun, pada saat ini beberapa agama telah mendukung

program KB. Berikut pandangan 4 (empat) agama besar di Indonesia tentang program

(51)

1. Agama Islam

Pandangan para ulama di Indonesia tentang KB pada umumnya menyetujui

atau sekurang-kurangnya tidak menentang. Bahkan masa Nabi Muhammad SAW

telah dikenal metode kontrasepsi alamiah yang dikenal dengan nama azl atau coitus

interptus yang disebut juga dengan senggama terputus. Namun, beberapa pemikir

Islam meragukan hukum ber – KB, karena menyamakan program KB dengan

larangan membunuh bayi. Pembunuhan bayi sama sekali tidak sama dengan memakai

alat kontrasepsi, karena pembunuhan bayi adalah pembunuhan nyata dari anak yang

telah lahir sedangkan memakai alat kontrasepsi adalah mencegah terjadinya

pembuahan. Oleh karena itu aborsi sebagai metode KB dilarang di Indonesia dan cara

KB lainnya diperbolehkan (Ebrahim, 1997).

Metode kontap sebagai salah satu alat KB juga diperdebatkan oleh para ulama

Islam, karena sifatnya yang permanen dan menganggap cara ini sama dengan

pengebirian yang dilarang dalam hukum Islam. Namun belakangan metode ini

akhirnya diperbolehkan dengan pertimbangan bila metode KB lain memang tidak

sesuai dan alasan kesehatan dari Pasangan Usia Subur (PUS) itu sendiri.

2. Agama Kristen

Pandangan agama Kristen, dalam hal ini Katolik, pada dasarnya menyetujui

program KB dengan batasan-batasan yang telah ditentukan di antaranya adalah : a)

Masalah KB misalnya : jenis kontrasepsi yang dipakai, jumlah anak yang diinginkan,

dan lain-lain ditentukan oleh suami istri sendiri, tanpa ada paksaan dari pihak lain

(52)

bersama antara suami istri, c) Dalam konsili disebutkan bahwa cara-cara KB yang

dilarang adalah pengguguran (aborsi) dan pembunuhan bayi. Selain itu cara coitus

interuptus dan sterilisasi baik yang permanen maupun tidak juga dilarang, d) Cara ber

KB yang dianjurkan oleh gereja adalah pantang berkala. Mengenai cara ini ensiklik

hummanae menolak semua cara ber- KB selain pantang berkala, e) Bila cara pantang

berkala telah dicoba mengalami kesulitan atau membahayakan kesehatan, maka

suami istri dapat meminta nasehat kepada imam sebagai bapak rohani untuk

menentukan jalan keluar yang tepat (BKKBN, 1980).

3. Agama Hindu

Pandangan Agama Hindu terhadap program KB sangat positif bahkan

cenderung mendukung karena program ini dianggap sejalan dengan ajaran agama

Hindu. Alat kontrasepsi tercipta dari ilmu pengetahuan, dan ilmu yang dipergunakan

untuk kesejahteraan manusia, akan disetujui oleh Hindu Dharma dan tidak akan

ditentang. Bahkan penggunaan alat kontrasepsi diatur agar sesuai dengan desa /

tempat, kala/ waktu, dan putra/keadaan (BKKBN, 1980).

Namun demikian metode pengguguran (abortus criminalis) dianggap sebagai

dosa besar karena bertentangan dengan ajaran Ahimsa Karma. Pengguguran janin

dianggap sama dengan pembunuhan orang suci. Oleh karena itu, metode ini sangat

ditentang oleh umat Hindu.

4. Agama Budha

Agama Budha menyetujui program KB dan penggunaan metode kontrasepsi

(53)

b) Kontrasepsi dilakukan atas dasar saling pengertian antara suami istri dengan

maksud memberikam kesempatan mendidik, merawat, mempersiapkan diri buat

kehidupan anak-anak yang sudah ada, c) Tidak ada unsur-unsur melarikan diri dari

tanggung jawab, d) Semua tindakan ber KB dilakukan atas dasar bimbingan dan

pengawasan para ahli yang bersangkutan (BKKBN, 1980).

Agama Budha memperbolehkan pemakaian kontrasepsi karena pencegahan

kehamilan dengan memakai alat kontrasepsi dianggap sama dengan pencegahan

pertemuan sel telur dengan sel sperma yang berarti pula mencegah terjadinya mahluk.

Hal ini berarti tidak terjadi pembunuhan, karena sel telur dan sel sperma sendiri

menurut agama Budha bukanlah mahluk.

2.4.5. Kontrasepsi Vasektomi

Menurut BKKBN (2005), Kontrasepsi berasal dari bahasa kontra, berarti

“mencegah” atau “melawan” dan konsepsi yang berarti pertemuan yang berarti

pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan

kehamilan, jadi kontrasepsi adalah menghindari terjadinya kehamilan akibat

pertemuan sel telur matang dengan sel sperma.

Kontrasepsi secara harfiah diartikan sebagai suatu alat atau metode yang

digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan (BKKBN, 2007). Menurut

Prawihardjo (2002), kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya

kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara ataupun permanen. Penggunaan

(54)

1. Manfaat Alat Kontrasepsi

Menurut Garis-garis Besar Haluan Negara 1978 mengamanatkan bahwa

tujuan program keluarga berencana adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga bahagia dengan

mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya

pertumbuhan penduduk Indonesia. Pelaksanaan keluarga berencana diusahakan

diperluas keseluruh wilayah dan lapisan masyarakat termasuk daerah

pemukiman baru. Penggunaan alat kontrasepsi dapat memberikan beberapa

manfaat yaitu dapat mengatur jarak kelahiran, menunda kelahiran serta

mencegah kehamilan.

Adapun tujuan dari gerakan Keluarga Berencana Nasional menurut

Meilani (2010) adalah:

a. Menurunkan tingkat kelahiran dengan mengikut sertakan seluruh lapisan

masyarakat dan potensi yang ada.

b. Meningkatkan jumlah peserta KB dan tercapainya pemerataan serta kualitas

peserta KB yang menggunakan alat. Kontrasepsi efektif dan mantap dengan

pelayanan bermutu.

c. Mengembangkan usaha-usaha untuk membantu meningkatkan kesejahteraan

ibu dan anak, memperpanjang harapan hidup, menurunkan tingkat kematian

bayi dan anak-anak dibawah usia lima tahun serta memperkecil kematian

(55)

d. Meningkatkan kesadaran

Gambar

Gambar 2.1. Metode Vasektomi
Gambar 2.2 Metode Vasektomi dengan Menggunakan Pisau
Gambar 2.3 Metode Vasektomi Tanpa Pisau (VTP)
Gambar 2.4. Kerangka Teori Motivasi dan Psikologis terhadap Keikutsertaan dalam Vasektomi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rahmanti Asmarani, S.S., M.hum., thesis coordinator of English Department of Strata 1 Program, Faculty of Humanities of Dian Nuswantoro University, who gave permission to

bahwa Serak Jawa memilih lokasi bersarang pada ketinggian dari tanah lebih.. dari 6 meter dengan rata-rata ketinggian 7,8 meter,

Klaten Tata Lingkungan Instalasi Pengolahan Limbah (25005). Kecil

Pendaftaran/pengambilan Dokumen Lelang dilakukan per Paket Pekerjaan langsung ke Pokja Pengadaan Barang ULP Kabupaten Klaten.. Pendaftaran/Pengambilan Undangan dengan

Dari pelaksanaan evaluasi dokumen penawaran dan setelah dilakukan pembuktian kualifikasi, maka dari 6 (enam) Penyedia Barang yang dievaluasi, Penyedia Barang

Peserta yang tidak mendaftarkan dan melakukan pengambilan Undangan, serta pengambilan Dokumen Lelang, maka dokumen penawaran yang diserahkan tersebut dinyatakan Tidak

Setelah dilakukan penelitian dan evaluasi lelang serta berdasarkan Penetapan Pemenang Lelang No.. Kintelan No.17

Untuk hasil analisis Koefisien Korelasi (r) = 0,978 yang berarti terdapat hubungan erat antara biaya promosi terhadap hasil penjualan sehingga biaya promosi yang dikeluarkan