• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sikap anak usia SD putus sekolah terhadap pendidikan formal (studi deskripsi sikap anak usia sekolah dasar putus sekolah terhadap pendidikan di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sikap anak usia SD putus sekolah terhadap pendidikan formal (studi deskripsi sikap anak usia sekolah dasar putus sekolah terhadap pendidikan di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah)."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

SIKAP ANAK USIA SD PUTUS SEKOLAH TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

(Studi Deskripsi Sikap Anak Usia Sekolah Dasar Putus Sekolah Terhadap Pendidikan Di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah)

Nurul Qotimah Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa positif sikap anak usia SD putus sekolah terhadap pendidian formal di Desa Tegalweru Balerante kemalang Klaten, dan menganalisis aspek-aspek pendidikan yang tergolong rendah.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Subjek penelitian adalah Anak-anak di Desa Tegalweru Balerante Kemalang Klaten Jawa Tengah yang berjumlah 51 anak. Instrumen penelitian ini berupa Kuesioner Sikap Anak Putus Sekolah terhadap pendidikan formal. Nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,848. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi yang terdiri dari lima kategori yaitu sangat positif, positif, cukup positif, kurang positif, sangat kurang positif.

Hasil penelitian menunjukkan 41 anak (80%), memiliki sikap sangat positif terhadap pendidikan formal. 9 anak (18%), memiliki sikap positif terhadap pendidikan formal. 0 anak (0%) tidak ada yang memiliki sikap cukup positif terhadap pendidikan formal, dan 1 anak (2%) memiliki sikap kurang positif terhadap pendidikan formal. 0 anak (0%) tidak ada yang memiliki sikap sangat kurang positif terhadap pendidikan formal. Selain itu juga ditemukan 1 instrumen masuk kategori rendah. Ditinjau di analisis aspek, ditemukan aspek aktivitas pendidikan memperoleh persentase lebih rendah dibanding aspek bentuk fisik pendidikan dan aspek tujuan pendidikan.

(2)

ABSTRACT

DESCRIPTION ATTITUDE OF CHILDREN PRIMARY SCHOOL DROP OUT OF FORMAL EDUCATION IN THE VILLAGE TEGALWERU,

BALERANTE, KEMALANG, KLATEN, CENTRAL JAVA Nurul Qotimah

Universitas Sanata Dharma 2015

This research is a descriptive study that aims to describe how a positive attitude toward school dropouts formal education in the village of Klaten Kemalang Tegalweru Balerante, to formal education and analyze aspects of education that have low category.

This type of research used in this research is quantitative research. The subjects were children in the village Tegalweru Balerante Kemalang Klaten in Central Java that amounted to 51 children out of school. This research instruments such as questionnaires attitude of elementary school age children out of school to education which consists of 34 items developed by preparing a scale model of Guttman. The value of reliability coefficient of 0.848. The data analysis technique used is the categorization which consists of five categories: very positive, positive, fairly positive, less positive, it is less positive.

The results showed 41 children (80%), has a very positive attitude towards formal education. 9 children (18%), have a positive attitude towards formal education. 0 children (0%) none have quite a positive attitude towards formal education, and 1 child (2%) had a less positive attitude towards formal education. 0 children (0%) none of which have very less positive attitude towards formal education. It also found 1 instruments categorized as low. Seen in the analysis aspect, found aspects of educational activities to obtain a lower percentage than the other two aspects of education.

(3)

SIKAP ANAK USIA SD PUTUS SEKOLAH TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

(Studi Deskripsi Sikap Anak Usia Sekolah Dasar Putus Sekolah Terhadap Pendidikan Di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Nurul Qotimah

111114038

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

SIKAP ANAK USIA SD PUTUS SEKOLAH TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

(Studi Deskripsi Sikap Anak Usia Sekolah Dasar Putus Sekolah Terhadap Pendidikan Di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh: Nurul Qotimah

111114038

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Jadikanlah sabar dan shalatmu sebagai penolongmu,

Sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang sabar ( Al- Baqarah 153)

Aku selalu percaya janjiMu.

Aku Percaya Engkau sudah merencanakan hal untuk dipertemukan, sehingga

melalui perantaraMu, Engkau dapat menjadikannya satu. _MN

(Tagonar Nurul Qotimah)

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

Allah SWT

Kedua orang tua saya yang tercinta, Bapak Gunarwan dan Ibu Sri Hartati

Kakak dan Keponakan saya yang tersayang, Tagonar Udoro Raharjo, Ulfa

Umami Tagonar dan Naufal Hafiz Raharjo

Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

Sahabat-sahabat saya

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam d

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta 26 Agustus 2015

(9)

LEMBAR PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Nurul Qotimah

NIM : 111114038

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

SIKAP ANAK USIA SD PUTUS SEKOLAH TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

(Studi Deskripsi Sikap Anak Usia Sekolah Dasar Putus Sekolah Terhadap Pendidikan Di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah)

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikan di internet maupun media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta 26 Agustus 2015 Yang menyatakan

(10)

ABSTRAK

SIKAP ANAK USIA SD PUTUS SEKOLAH TERHADAP PENDIDIKAN FORMAL

(Studi Deskripsi Sikap Anak Usia Sekolah Dasar Putus Sekolah Terhadap Pendidikan Di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah)

Nurul Qotimah Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan seberapa positif sikap anak usia SD putus sekolah terhadap pendidian formal di Desa Tegalweru Balerante kemalang Klaten, dan menganalisis aspek-aspek pendidikan yang tergolong rendah.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Subjek penelitian adalah Anak-anak di Desa Tegalweru Balerante Kemalang Klaten Jawa Tengah yang berjumlah 51 anak. Instrumen penelitian ini berupa Kuesioner Sikap Anak Putus Sekolah terhadap pendidikan formal. Nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,848. Teknik analisis data yang digunakan adalah kategorisasi yang terdiri dari lima kategori yaitu sangat positif, positif, cukup positif, kurang positif, sangat kurang positif.

Hasil penelitian menunjukkan 41 anak (80%), memiliki sikap sangat positif terhadap pendidikan formal. 9 anak (18%), memiliki sikap positif terhadap pendidikan formal. 0 anak (0%) tidak ada yang memiliki sikap cukup positif terhadap pendidikan formal, dan 1 anak (2%) memiliki sikap kurang positif terhadap pendidikan formal. 0 anak (0%) tidak ada yang memiliki sikap sangat kurang positif terhadap pendidikan formal. Selain itu juga ditemukan 1 instrumen masuk kategori rendah. Ditinjau di analisis aspek, ditemukan aspek aktivitas pendidikan memperoleh persentase lebih rendah dibanding aspek bentuk fisik pendidikan dan aspek tujuan pendidikan.

(11)

ABSTRACT

DESCRIPTION ATTITUDE OF CHILDREN PRIMARY SCHOOL DROP OUT OF FORMAL EDUCATION IN THE VILLAGE TEGALWERU,

BALERANTE, KEMALANG, KLATEN, CENTRAL JAVA Nurul Qotimah

Universitas Sanata Dharma 2015

This research is a descriptive study that aims to describe how a positive attitude toward school dropouts formal education in the village of Klaten Kemalang Tegalweru Balerante, to formal education and analyze aspects of education that have low category.

This type of research used in this research is quantitative research. The subjects were children in the village Tegalweru Balerante Kemalang Klaten in Central Java that amounted to 51 children out of school. This research instruments such as questionnaires attitude of elementary school age children out of school to education which consists of 34 items developed by preparing a scale model of Guttman. The value of reliability coefficient of 0.848. The data analysis technique used is the categorization which consists of five categories: very positive, positive, fairly positive, less positive, it is less positive.

The results showed 41 children (80%), has a very positive attitude towards formal education. 9 children (18%), have a positive attitude towards formal education. 0 children (0%) none have quite a positive attitude towards formal education, and 1 child (2%) had a less positive attitude towards formal education. 0 children (0%) none of which have very less positive attitude towards formal education. It also found 1 instruments categorized as low. Seen in the analysis aspect, found aspects of educational activities to obtain a lower percentage than the other two aspects of education.

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya atas terselesainya skripsi ini.

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan

Konseling Universitas Sanata Dharma.

2. Juster Donal Sinaga M.Pd. sebagai dosen pembimbing yang begitu sabar

dan tulus dalam memberikan waktu, motivasi, masukan, arahan serta

ide-ide maupun gagasan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Bapak dan Ibu dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling, yang

telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berguna

bagi penulis.

4. Bapak Sutami selaku perangkat Desa Balerante yang telah mengizinkan

peneliti untuk melakukan penelitian.

5. Bapak Ibu Tagonar yang tulus memberikan dukungan dan doa baik materi

maupun kasih sayang yang penuh hingga sampai saat ini.

6. Kakakku Tagonar Udoro Raharjo, Ulfa Umami Tagonar dan keponakanku

Naufal Hafiz Raharjo serta Kakek Hardi dan Nenek Padmo yang selalu

memberikan doa dan kasih dan dukungan penuh.

7. Sahabat dan teman-teman BK 2011 (“Gembell Comell” GBB. Ariska, Ating, Reta, Linggar, Resa, Nita, Tari, Fika, Desta, Metta, Cicil, Sulis,

Frida, Sr. Laura, Sr. Kiki, Sr. Vero, Lilis, Adven, Aji, Andri, Ridam,

Bayu, Rino, Yosua, Piter, Noel, Irma, Sumsumi Dewi, Grace atas

(13)

8. Mas Moko sebagai karyawan di prodi BK yang membantu untuk

mengurus segala keperluan surat-surat selama proses pembuatan skripsi.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan memberikan dukungan dalam proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh

sebab itu masukan, saran, dan kritik terhadap karya ini sangat diperlukan.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 26 Agustus 2015

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GRAFIK ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Definisi Oprasional Variabel ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Hakikat Sikap ... 8

(15)

2. Faktor Pembentuk Sikap ... 8

B. Aspek-aspek Sikap ... 11

1. Komponen Afektif ... 11

2. Komponen Kognitif ... 11

3. Komponen Konatif ... 11

1 C. Anak Putus Sekolah ... 12

1. Pengertian Anak Putus Sekolah ... 12

2. Ciri-ciri Perkembangan Anak ... 13

3. Tugas-tugas Perkembangan Masa Anak Usia 6-12 Tahun ... 16

D. Pandangan Anak Terhadap Pendidikan ... 18

E. Kegagalan Anak Dalam Pendidikan ... 19

F. Pendidikan ... 20

1. Konsep Pendidikan ... 20

2. Dasar Perencanaan Pendidikan ... 22

3. Tujuan Pendidikan ... 23

4. Aktivitas Pendidikan ... 24

5. Fasilitas Belajar ... 25

G. Profil Desa Balerante ... 26

1. Letak Geografis ... 26

2. Keadaan Penduduk Balerante ... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 30

A. Jenis Penelitian ... 30

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

C. Subjek Penelitian ... 31

D. Variabel Penelitian ... 31

E Teknik Pengumpulan Data ... 31

F. Instrumen Pengumpulan Data ... 33

G. Validitas dan Reliabilitas ... 34

1. Validitas ... 34

2. Reliabilitas ... 35

(16)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Hasil Penelitian ... 42

B. Pembahasan ... 46

BAB V PENUTUP ... 53

A. Kesimpulan ... 53

B. Kelemahan ... 53

C. Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 57

DAFTAR TABEL Tabel 1. Waktu Penelitian ... 30

Tabel 2. Jumlah Anak yang pernah bersekolah di desa Balerante ... 31

Tabel 3. Norma Skoring Inventori Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah ... 33

Tabel 4. Kisi-kisi Kuisioner Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah ... 33

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Setalah Uji Coba ... 35

Tabel 6. Kriteria Guilford ... 37

Tabel 7. Norma Kategorisasi Subyek... 38

Tabel 8. Norma Kategorisasi Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah ... 39

Tabel 9 Norma Kategorisasi Item ... 40

Tabel 10. Norma Kategorisasi Skor Item Skala Sikap Anak Usia SD... 41

Tabel 11. Kategorisasi Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah ... 42

Tabel 12. Item Pernyataan yang Tergolong dalam Kategori Kurang Positif ... 44

Tabel 13. Kategori Skor Item Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah ... 44

(17)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Grafik Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah Terhadap Pendidikan ... 43

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi-kisi Kuesioner Efikasi Diri dalam Belajar Siswa ... 68

Lampiran 2. Kuesioner Efikasi Diri dalam Belajar Siswa ... 73

Lampiran 3. Hasil Penelitian ... 79

Lampiran 4. Uji Validitas ... 89

Lampiran 5. Uji Reliabilitas ... 95

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel

penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Sikap seseorang dalam memandang dunia pendidikan dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Ada bermacam-macam cara dari

seseorang menunjukkan sikapnya, antara lain sikap yang antusias

ataupun sikap yang apatis. Antusias berarti adanya sikap yang

semangat untuk mendalaminya. Apatis berarti adanya sikap yang

menunjukan bahwa tidak adanya ketertarikan ataupun acuh tak acuh

terhadap sesuatu yang terjadi. Berkowitz (dalam Azwar, 2005)

menyatakan sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau

memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak.

Sikap tidak dibawa manusia dari lahir, tetapi sikap diperoleh

seseorang karena adanya hubungan dengan individu lain ataupun dengan

lingkungan sekitar yang berupa pengalaman dan memunculkan tingkat

pemahaman yang baru sehingga seseorang tersebut dapat berproses

melalui tingkah laku. Adanya sikap sangat mempengaruhi perilaku

(20)

direspon melalui tingkah lakunya maka akan mendekat dengan

sesuatu hal tersebut, namun jika sikap tidak senang ataupun bahkan

tidak menginginkannya orang akan cenderung bersikap tidak suka dan

merespon dengan tingkah laku menghindar dan menjauh.

Anak-anak di Desa Tegalweru, Balerante, Kemalang, Klaten

diduga memandang dunia pendidikan dengan sikap yang kurang peduli

atau bisa di katakan tidak tertarik. “Menurutku Pendidikan sekolah hanya sia-sia saja, karena tidak bisa mengubah masa depanku

ungkapan Ari mantan murid SD N 2 Balerante.

Mulai Tahun Ajaran 2014/2015 sekolah SD N 2 Balerante resmi

ditutup. Penyebab sekolah-sekolah tersebutan ditutup karena jumlah

siswa yang tidak memenuhi jumlah keseluruhan siswa. Jumlah siswa

dalam satu kelas hanya 5-6 anak saja dan jumlah keseluruhan ditahun

ini hanya 50 anak saja. Hal ini dikarenakan sebagian anak usia sekolah

SD di desa Tegalweru Balerante Kemalang Klaten tidak mau untuk

bersekolah lagi dan sebagiannya lagi memilih untuk bersekolah di desa

sebelah yang letaknya jauh dan memiliki kualitas yang lebih bagus.

Siswa yang putus sekolah memutuskan untuk menjadi pengangguran,

memilih untuk bekerja sebagai buruh material Gunung Merapi dengan

upah sehari kurang lebih 50.000 rupiah.

Kebanyakan anak-anak yang seharusnya menempuh pendidikan

SD tidak bersekolah karena orang tua mereka juga tidak bersekolah.

(21)

belajar dan mendapatkan pendidikan yang tuntas itu sangat kurang.

Orang tua membiarkan anaknya untuk tidak bersekolah, “Biarkan saja anak saya tidak sekolah karena saya juga tidak sekolah, anak-anak bisa

belajar dari teman lainnya” ungkapan Tukiyem. Keinginan tidak ingin sekolah beberapa atas permintaan anaknya sendiri untuk berhenti

sekolah dan memutuskan ingin bekerja dan memiliki uang seperti

teman-temannya yang lain. Alasan lain karena memandang bersekolah

itu membuang waktu maka lebih baik membantu orangtua bekerja.

Lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung anak untuk

bersekolah juga menjadi alasan anak-anak tidak sekolah. Demikian

tutur Sutami, perangkat Desa Balerante.

Anak usia 7 tahun sudah memiliki minat terhadap pendidikan. Pada

usia tersebut anak sudah masuk dalam tahap berpikir operasional.

Piaget (Upton 2012) berpendapat bahwa anak memiliki peran aktif

dalam perkembangan mereka sendiri dan ada tahap perkembangan

kognitif dan pikiran secara kualitatif. Antara lain tahap Pra

operasional 2-7 tahun anak secara bertahap mengembangkan

penggunaan simbol-simbol termasuk bahasa. Anak mampu

menyelesaikan operasi-operasi secara logis dalam satu arah. Anak

mengalami kesulitan memahami sudut pandang orang lain. Dan tahap

Operasional konkret 7-11 tahun, anak mampu menyelesaikan

masalah-masalah konkret serta anak dapat memahami beberapa operasi

(22)

Poerwadarminta (Salahuddin 2011) menyatakan bahwa pendidikan

berasal dari kata dasar didik, dan diberi awalan me, menjadi mendidik,

yaitu kata kerja yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran).

Pendidikan sebagai kata benda, berarti proses perubahan sikap dan

tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.

Pendidikan, yaitu pendewasaan diri melalui pengajaran dan latihan.

Selain itu pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja

dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, dan

membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya

sehingga mencapai kualitas diri yang lebih baik. Dilihat dari manfaat

pendidikan, pendidikan dapat merubah keadaan seseorang menjadi

lebih baik lagi, dengan pendidikan anak dapat berfikir lebih realistis

dan lebih berwawasan luas, anak terfasilitasi untuk menciptakan dan

menyalurkan bakat yang dimilikinya, karena sangat berbeda

memberikan ilmu kepada anak yang berpendidikan dengan anak yang

sama sekali tidak mengenal dunia pendidikan.

Dengan adanya pendidikan semua orang mendapatkan banyak ilmu

yang bermanfaat dan berguna untuk melatih ketrampilan seseorang

untuk bisa menciptakan sesuatu yang baru. Namun semua itu hanyalah

anggapan dari seseorang yang mempunyai sikap yang antusias dalam

menyikapi tentang pendidikan, minimnya tingkat pemahaman

(23)

mau untuk mengenal dunia pendidikan, untuk itu pentingnya seseorang

mempunyai sikap yang antusias dalam menyikapi sesuatu hal, karena

sikap menentukan cara pandang suatu hal terhadap sebuah peristiwa.

Setelah melihat semua hal di atas, maka peneliti tertarik untuk

mengangkat judul “Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah Terhadap Pendidikan di Desa Balerante Kemalang Klaten”

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, terkait dengan sikap

usia anak SD putus sekolah dapat di identifikasikan berbagai masalah

sebagai berikut:

1. Tingginya angka anak putus sekolah dasar di desa Balerante.

2. Rendahnya jumlah anak di desa Balerente yang ingin

melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi.

3. Banyaknya usia anak sekolah dasar yang seharusnya

bersekolah namun memilih untuk bekerja.

4. Rendahnya kesadaran anak akan pentingnya pendidikan.

5. Rendahnya kesadaran anak akan masa depan yang lebih baik

dengan bekal pendidikan.

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, fokus kajian diarahkan untuk menjawab

masalah-masalah yang teridentifikasikan di atas khususnya Sikap

Anak Usia SD Putus Sekolah Terhadap Pendidikan di Desa Balerante

(24)

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Seberapa positif sikap anak usia SD putus sekolah di Desa

Tegalweru Balerante Kemalang Klaten Jawa Tengah terhadap

pendidikan formal?

2. Aspek – aspek pendidikan formal mana yang teridentifikasi rendah?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mendeskripsikan seberapa positif sikap anak usia SD putus

sekolah di desa Tegalweru Balerante Kemalang Klaten Jawa

Tengah terhadap pendidikan formal?

2. Mengidentifikasi dan menganalisis aspek pendidikan formal

yang tergolong rendah.

F. Manfaat Penelitian

Penelitan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

terhadap pemahaman informasi tentang sikap anak terhadap

pendidikan agar mempunyai kesadaran dan sikap bahwa

pendidikan itu penting.

(25)

a. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hasil penelitian ini dapat menjadi tolok ukur yang dapat

digunakan oleh Prodi untuk melihat Sikap Anak Usia SD Putus

Sekolah di Desa Balerante Kemalang Klaten.

b. Bagi anak dan orangtua dan kepala desa setempat dapat

menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat permasalahan

yang terjadi secara nyata tentang berjalannya pendidikan.

G. Definisi Operasional Variabel

Adapun Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Sikap adalah reaksi/respon seseorang terhadap sesuatu hal yang

sudah terkondisikan.

2. Pendidikan formal merupakan sebuah sistem yang terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau

pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, emosional,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan serta keterampilan yang

diperlukan untuk dirinya.

3. Anak putus sekolah adalah berhentinya belajar seorang murid baik

ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena

berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya

untuk berhenti sekolah.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini memuat uraian Hakikat sikap, Anak putus sekolah, Konsep

penddikan, Profil desa balairante dan teori konsep pendidikan.

A. Hakikat Sikap

1. Pengertian Sikap.

Menurut Berkowitz (dalam Azwar 2005), sikap adalah suatu bentuk

evaluasi atau reaksi perasaaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek

adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun

perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable).

La pierre (dalam Allen, Guy, & Edley 1980 dalam Azwar 2005)

mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau

kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi

sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respons terhadap stimuli

sosial yang telah terkondisi.

Dapat disimpulkan dari beberapa tokoh di atas pengertian sikap

adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu objek dapat

berupa perasaan memihak atau mendukung sikap untuk bereaksi

terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu.

2. Faktor Pembentuk Sikap

Sikap terbentuk dari adanya interkaksi sosial yang dialami oleh

individu. Interaksi sosia terjadi hubungan saling mempengaruhi di

(27)

balik yan turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu

sbagai anggota masyarakat.

Faktor pembentuk sikap manusia antara lain:

1) Pengalaman Pribadi

Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek

merupakan proses kompleks dalam diri individu yang

melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana

tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri objektif yang

dimiliki oleh stimulus. Dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu,

sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi

tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor

emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi,

penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih

lama membekas.

2) Pengaruh Orang Lain Dianggap Penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut memengaruhi sikap kita. Seseorang

yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan akan

banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap

sesuatu. Pada masa anak-anak, orangtua biasanya menjadi

figur yang paling berarti bagi anak. Interaksi antara anak dan

(28)

orang tua dan sikap anak cenderung untuk selalu sama

sepanjang hidup. Namun, biasanya apabila dibandingkan

dengan pengaruh teman sebaya maka pengaruh sikap orangtua

jarang menang, karena adanya proses imitasi atau peniruan

terhadap model yang dianggap penting, yakni orang tuanya

sendiri. Akan tetapi apabila pertentangan antara sikap orangtua

dan sikap teman-teman sebaya dalam kelompok anak tersebut,

maka anak akan cenderung untuk mengambil sikap yang sesuai

dengan sikap kelompok.

3) Pengaruh Kebudayaan

Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan

mempunyai besar terhadap pembentukan sikap seseorang.

Apabila seseorang hidup dalam budaya yang mempuyai

norma longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin

kita akan mempunyai sikap yang menduung terhadap masalah

kebebasan pergaulan heteroseksual. Tanpa disadari,

kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap seseorang

terhadap masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakat, karena kebudayaan pula yang memberi corak

pengalaman individu-individu yang menjadi anggota

kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu

yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan

(29)

B. Aspek-Aspek Sikap

Menurut Azwar, (2005), sikap memiliki tiga komponen :

1. Komponen afektif

Komponen afektif adalah kehidupan emosional individu. Artinya

perasaan tertentu (positif atau negatif) yang mempengaruhi

penerimaan atau penolakan terhadap objek sikap, sehingga timbul

rasa senang-tidak senang, takut-tidak takut.

Contohnya: dua anak yang mempunyai sikap negatif terhadap

pendidikan misalnya, satu anak tidak suka pendidikan karena

pendidikan berkaitan dengan pelajaran yang tidak disenanginya dan

satu anak tidak menyukai pendidikan karena bosan hanya duduk

dan membuang waktu saja.

2. Komponen kognitif

Komponen kognitif adalah aspek intelektual yang berhubungan

dengan bilief, idea atau konsep terhadap objek sikap.

Contohnya: isyu pendidikan yang membosankan dan sia-sia

sebagai suatu objek sikap. Dalam hal ini, komponen kognitif sikap

terhadap pendidikan adalah seperti dalam isyu, apa yang dipercaya

oleh anak merupakan stereotipe atau sesuatu yang telah terpolakan

dalam fikirannya.

3. Komponen konatif

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap

(30)

yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan

dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku.

Contohnya: jika anak percaya bahwa pendidikan itu membosankan

dan sia-sia anak akan merasa tidak suka terhadap pendidikan

sehingga anak tidak ingin tahu tentang dunia pendidikan.

C. Anak Putus Sekolah

1. Pengertian anak Putus Sekolah

Nazili Shaleh Ahmad (2011:134) menyatakan bahwa anak putus

sekolah adalah berhentinya belajar seorang murid baik

ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena berbagai

alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti

sekolah.

Tahap usia anak 6-12 tahun adalah individu yang sedang

berkembang dari tahap anak menuju tahap remaja awal,. Usia ini

adalah usia anak untuk merasakan bangku sekolah untuk

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar, usia anak untuk mulai

berinteraksi dengan teman sebaya, teman bermain dan guru disekolah.

Anak putus sekolah disini berarti anak usia 6-12 SD dengan faktor

internal maupun eksternal memilih untuk meninggalkan bangku

sekolah yang bermanfaat untuk masa depan anak, namun anak lebih

memilih untuk meninggalkan bangku sekolah tersebut dan memilih

(31)

2. Ciri-ciri Perkembangan Anak

Menurut Yusuf, Syamsu. (2010), anak-anak yang mengalami

perkembangan akan mencapai ciri-ciri perkembangan anak sebagai

berikut

a. Terjadinya perubahan dalam aspek fisik: perubahan tinggi dan

berat badan serta organ-organ tubuh lainnya. Aspek psikis:

semakin bertambahnya perbendaharaan kata dan matangnya

kemampuan berpikir, mengingat, serta menggunakan imajinasi

kreatifnya.

b. Terjadinya perubahan dalam proporsi: aspek fisik: proporsi tubuh

anak berubah sesuai dengan fase perkembangannya dan pada usia

remaja. Asek psikis: perubahan imajinasi dari yang fantasi ke

realitas, dan perubahan perhatiannya dari yangtertuju kepada

dirinya sendiri perlahan-lahan beralih kepada orang lain

(kelompok teman sebaya).

c. Lenyapnya tanda-tanda yang lama: tanda-tanda fisik: lenyapnya

kelenjar Thymus (kelenjar kanak-kanak) yang terletak pada bagia

dada, kelenjar pineal pada bagian bawah otak, rambut-rambut

halus dan gigi susu.

d. Diperolehnya tanda-tanda yang baru: tanda-tanda fisik: pergantian

gigi dankarakteristik seks pada usia remaja,baik primer

(menstruasi pada anak wanita, dan mimpi basah pada anak pria),

(32)

pinggul dan buah dada pada wanita. Kumis, jakun, suara pada

pria). Tanda-tanda psikis, seperti berkembangnya rasa ingin tahu

terutama yang berhubungan dengan seks, ilmu pengetahuan,

nilai-nilai moral dan keyakinan beragama.

Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual

atau masa keserasian bersekolah. Umumnya usia 6-7 tahun anak

telah matang untuk memasuki sekolah dasar. Masa berserasian

bersekolah ini secara relatif, anak-anak mudah didikdik dari pada

masa sebelumnya dan sesudahnya. Masa ini diperinci lagi menjadi

dua fase, yaitu:

1) Masa kelas rendah sekolah dasar (kelas 1,2,3) kira-kira umur 6

atau 7 sampai umur 9 atau 10 tahun. Beberapa sifat anak-anak

pasa masa ini antara lain seperti berikut.

a. Adanya hubungan positif yang tinggi anatara keadaan

jasmani dengan prestasi (apabila jasmaninya sehat

banyak prestasi yang diperoleh)

b. Sikap tunduk kepada peraturan-peraturan permainan

tradisional.

c. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri (menyebut

nama sendiri)

d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak

(33)

e. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu sol, maka soal

itu dianggap tidak penting.

f. Pada masa ini (terutama usia 6-8 tahun)anak

menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa

mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi

nilai baik atau tidak.

2) Masa kelas atas (kelas 4,5,6) kira-kira umur 9 atau 10 sampai

umur 12 atau 13 tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada

masa ini:

a. Adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari

yang konkret, hal ini menimbulkan adanya

kecenderungan untuk membandingkan

pekerjaan-pekerjaan yang praktis.

b. Amat realistik, ingin mengetahui, ingin belajar

c. Menjelang akhir masa ini telah ada minta kepada

hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli yang

mengikuti teori faktor ditafsirkan sebagai mulai

meninjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus)

d. Sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan

guru atau orang-orang dewasa lainnya untuk

menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya.

(34)

tugas-tugasnya dengan bebas dan berusaha untuk

menyelesaikannya.

e. Pada masa ini, anak memandang nilai (angka rapor)

sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai

prestasi sekolah.

f. Anak-anak pada usia ini gemar membentuk kelompok

sebaya biasanya untuk dapat bermain bersama-sama.

Dalam permainan itu biasanya anak tidak lagi terikat

kepada peraturan permainan yang tradisional (yang

sudah ada), mereka membuat peraturan sendiri.

3. Tugas-tugas perkembangan masa anak usia 6-12 Tahun

Tugas dalam perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang

sangat berguna. Pertama, sebagai petunjuk bagi individu untuk

mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia

tertentu. Misalnya, orang tua dapat dibimbing dalam mengajari

anak-anak mereka yang masih kecil untuk menguasai berbagai ketrampilan.

Dengan pengertian bahwa masyarakat mengharapkan anak-anak

menguasai ketrampilan-ketrampilan tersebut pada usia-usia tertentu dan

bahwa penyesuaian diri mereka akan sangat dipengaruhi oleh seberapa

jauh mereka berhasil melakukannya. Kedua, dalam memberi motivasi

kepada setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari

mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan

(35)

akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan kalau sampai

pada tingkat perkembangan berikutnya.

Havighurst ( Stratemyer, etal., 1956: 56-57) menyusun fase-fase

perkembangan kebutuhan secara hipotesis yang harus dipenuhi atau

dikuasai (mastery) individu agar dapat mempertahankan kelangsungan

hidupnya. Tugas-tugas perkembangan (development tasks) anak-anak

itu tersusun berikut ini:

Masa kanak-kanak akhir dan anak sekolah (6-12)

1) Belajar ketrampilan fisik untuk pertandingan biasa

sehari-hari.

2) Membentuk sikap yang sehat terhadap dirinya sendiri

sebagai organisme yang sedang tumbuh-kembang.

3) Belajar bergaul dengan tema-teman sebayanya.

4) Belajar peranan sosial yang sesuai sebagai pria atau wanita.

5) Mengembangkan ketrampilan dasar dalam membaca,

menulis, dan berhitung.

6) Mengembangkan konsep-konsep yang perlu bagi kehidupan

sehari-hari.

7) Mengembangkan kata hati, moralitas, dan suatu skala

nilai-nilai.

8) Mencapai kebebasan pribadi.

9) Mengembangkan sikap-sikap terhadap kelompok-kelompok

(36)

D. Pandangan Anak Terhadap Pendidikan

Kesiapan anak dalam hal pendidikan, terutama hal untuk belajar siap

atau tidak untuk belajar adalah sebagai dasar anak untuk memperoleh

pengetahuan. Rasa ingin tahu anak tentang hal baru akan mempengaruhi

sikap anak untuk mendapatkan hal tersebut. Ketika anak dapat menetapkan

tujuan untuk dirinya sendiri, anak akan melakukan apa saja dengan

maksimal untuk mencapai tujuan tersebut. Namun bila anak belum siap

belajar, anak akan melakukan hal yang membuang-buang waktu dan

menimbulkan perilaku yang buruk. Havighurst (dalam Hurlock 1998)

menamakan matangnya kesiapan sebagai “saat untuk diajar” (Teachable moment). Sebagaimana dikatakannya, “ketika badan sudah matang, masyarakat memintanya, dan dirinya telah siap untuk menerima tugas

tertantu, maka saat untuk diajar telah tiba. Usaha pengajaran akan terbuang

percuma bila dilakukan sebelumnya dan akan membuahkan hasil yang

memuaskan bila dilakukan pada saat yang tepat, ketika tugas memang

harus dipelajari”.

Untuk mengetahui seorang anak telah mencapai saat untuk diajar?

Havighurst (dalam Hurlock 1998) membagi ada tiga kriteria secara umum

untuk melihatnya. Kritertia yang pertama dilihat dalam Minat Belajar.

Anak-anak menunjukkan minat belajar mereka dengan keinginan untuk

diajar atau belajar sendiri. Kedua, Minat yang bertahan. Ketika anak telah

siap belajar, minat mereka tetap walaupun mereka menghadapi

(37)

telah siap belajar akan menunjukkan kemajuan – walaupun sedikit dan berangsur-angsur.

E. Kegagalan anak dalam pendidikan

Dari pengertian anak, ciri-ciri anak hingga tugas perkembangan anak

disitu semua dijelaskan usia anak untuk mendapatkan pendidikan yang

formal di sekolah dasar. Usia anak dari 6 – 12 tahun anak dituntut harus sudah dapat belajar mandiri dapat membaca dan menulis serta

pengoprasian angka dan bilangan dengan benar. Kegagalan anak dalam

mendapatkan semua hal tersebut berasal dari dalam diri anak dan luar

anak. Dalam diri anak karena sangat rendahnya keingininan anak untuk

maju dalam pendidikan serta rendahnya kesadaran anak untuk niat datang

ke sekolah untuk menuntut ilmu yang sebenarnya sangat berguna untuk

diri sendiri.

Dari luar anak berasal dari orang tua dan teman bermain anak,

kesadaran dan keikutsertaan orang tua dalam membimbing dan

mengarahkan anak untuk menuntaskan belajar ini begitu kurang. Orang tua

terkadang pasif apa yang menjadi keinginan anak orang tua hanya

menurutinya tanpa memikirkan akibatnya untuk anak. Teman bermain

anak ini sangat mempengaruhi keinginan anak untuk tetap sekolah atau

ikut teman-temannya lain yang sudah putus sekolah bahkan ada yang sama

sekali tidak pernah sekolah. Keadaan seperti ini menjadi lingkungan

(38)

hidup teman-teman yang lain karena yang menjadi penyemangat mereka

saat bersekolah adalah teman-temannya tersebut dan teman-teman tersebut

sudah terdahulu putus sekolah. Keadaan seperti inilah membuat anak

dilema dan akhirnya anak memilih untuk mengikuti jejak teman-temannya.

Kerena disinilah anak bisa merasa nyaman dan diterima ditengah-tengah

temannya anak menjadi lebih bersemangat dari pada berada di sekolah

tanpa anak bisa berfikir jauh untuk masa depan dan bekal hidupnya kelak.

F. Pendidikan

1. Konsep Pendidikan

Pendidikan formal merupakan sebuah sistem yang terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar

peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual, emosional, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan serta ketramplan yang diperlukan untuk dirinya. Dalam

Dictionary Of Education 2007, pendidikan merupakan: a) Proses dimana

seseorang mengambangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah

laku lainnya dalam masyarakat dimana dia hidup. b) Proses sosial dimana

orang dikontrol ( khususnya yang datang dari sekolah ), sehingga

merekadapat memperoleh dan mengalami perkembangan kemampuan

sosial dan kemampuan individual yang optimum.

Dari pokok pikiran di atas, pendidikan menyangkut: pertama, adanya

(39)

berkembang yang berbeda dengan insting pada binatang yang pada

perkembangannya tidak sepesat dan setinggi yang dialami manusia.

Dengan perkataan lain pokok pikiran nomor satu menekankan adanya

potensi individu untuk berkembang sebagai reaksi adanya rangsangan

intervensi dari dunia di luar individu yang disebut dengan pendidikan.

Kedua, aktivitas atau kegiatan datang dari dua belah pihak yaitu individu

luar individu yang memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangan

individu secara interaktif.

Dalam pokok pikiran nomor dua lebih ditekankan pada luar

individu yang memiliki peranan dalam perkembangan lebih jauh dari

lingkungan atau luar individu dimana individu sangat intensif, bervariasi

dan jauh melampaui batas tak terhingga, pengaruh dari luar terhadap

binatang bukan tidak ada tapi terbatas sampai ambang kemampuan insting

yang dimiliki binatang. Ketiga, aktivitas atau kegiatan memiliki intensitas

yang sama kuatnya, baik yang datang dari individu (potensi) maupun yang

datang dari luar individu lingkungan ( en-vironment). Pendidikan yang

diwakili oleh proses belajar meningkatkan intensitas dari kedua belah

pihak dengan harapan tujuan pendidikan dapat dicapai secara wajar,

intensif dan memuaskan.

Dengan demikian, pendidikan dapat dinyatakan sebagai suatu sistem

dengan komponen yang saling berhubungan dan mempengaruhi, paling

(40)

1) Individu peserta didik yang memiliki potensi dan kemauan

untuk berkembang dan dikembangkan semaksimal mungkin.

2) Individu peserta didik yang mewakili unsur upaya sengaja,

terencana, efektif, efisien, produktif, dan kreatif.

3) Hubungan antara pendidik dan peserta didik yang dapat

dinyatakan sebagai situasi pendidikan yang mnjadi landasan

tempat berpijak, tindakan yang dapat digolongkan sebagai

tindakan pendidikan.

4) Struktur sosiokultural yang mewakili lingkungan

(environment) di antara kenyataan berupa norma yang

bersumber dari alam, budaya atau religi.

5) Tujuan kegiatan yang disepakati bersama yang

mengejawantah karena hubungan antara pendidik dan peserta

didik dan tidak bertentangan dengan tuntutan normatif

sosiokultural dimana pendidikan tersebut tumbuh dan

berkembang.

2. Dasar Perencanaan Pendidikan

Definisi perencanaan pendidikan yang dikemukakan oleh

Geruge (1972) bahwa: “ A simple definition of educational planning is the process of preparing decisions for action in the

future in the process of educational development is the function of

(41)

masa depan dalam bidang pembangunan pendidikan adalah tugas

dari perencanaan pendidikan.

Definisi lain sebagaimana dikemukakan oleh Albert

Waterson (dalam Don Adams, 1975 ) bahwa: “Functional planning involves the application of a rational system of and the other

development actions based on a consideration of economic and

social cost and benefits.” Dengan kata lain bahwa perencanan pendidikan adalah investasi pendidikan yang dapat dijalankan dan

kegiatan-kegiatan pembangunan lain yang di dasarkan atas

pertimbangan ekonomi dan biaya serta keuntungan sosial.

3. Tujuan Pendidikan

Pendidikan akan menjadi lebih terencana jika dalam proses

tersebut mempunyai tujuan yang sudah direncanakan, Suharjo

(2006:8) mengemukakan tujuan pendidikan sekolah dasar sebagai

berikut

a. Menuntun pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohani, bakat dan minat siswa

b. Memberikan bekal pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar

yang bermanfaat bagi siswa.

c. Membentuk warga negara yang baik

d. Memberikan bekal untuk menlajutkan pendidikan ke jenjang

(42)

e. Memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar bekerja di

masyarakat

f. Terampil untuk hidup di masyarakat dan dapat

mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur

hidup.

4. Aktivitas Pendidikan

Pendidikan merupakan aktivitas yang berlangsung

sepanjang hidup manusia. Arif (2014) mengemukakan pendidikan

itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari istilah belajar karena pada

dasarnya belajar merupakan bagian dari aktivitas pendidikan.

Selain itu proses belajar merupakan suatu kegiatan yang pokok

atau utama dalam dunia pendidikan. Manusia tidak akan pernah

berhenti belajar karena setiap langkah manusia dalam hidupnya

akan dihadapkan pada permasalahan yang membutuhkan

pemecahan dan menuntut manusia untuk belajar menghadapinya.

Belajar merupakan suatu perubahan dari tidak tahu menjadi

tahu dari tidak bisa menjadi bisa. Kegiatan belajar merupakan

proses pendidikan di sekolah. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada

bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak

didik. Anak merupakan individu yang sedang mengalami

pertumbuhan dan perkembangan. Perkembangan anak bersifat

(43)

dan lain- lain atau dapat dikatakan meningkatnya potensi siswa.

Meningkatnya potensi yang ada pada diri siswa berarti dapat

meningkatkan prestasi belajarnya disekolah, karena potensi yang

dituntut bagi seorang siswa adalah pencapaian prestasi belajar yang

maksimal. Prestasi belajar itu sendiri adalah hasil evaluasi dari

suatu proses belajar yang biasanya dinyatakan dalam bentuk

kuantitatif atau angka, yang khusus dipersiapkan untuk proses

evaluasi.

5. Fasilitas Belajar

Proses pembelajaran tentu tidak akan terlepas dari fasilitas

belajar. Fasilitas belajar sangat penting dalam proses pembelajaran

untuk memudahkan dan memperlancar kegiatan pengajaran. Ria

Risty (2013) fasilitas belajar yang memadai akan mendukung siswa

dalam mencapai prestasi belajar. Pemakaian fasilitas secara

optimal sesuai dengan kebutuhan akan banyak memberikan

peluang kepada siswa untuk berprestasi. Selain menyediakan

fasilitas belajar, juga perlu menciptakan lingkungan belajar.

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh lingkungan siswa baik di

sekolah, di rumah, maupun di luar rumah. Lingkungan

menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan

sebaliknya individu merupakan respon terhadap lingkungan.

Dalam proses interaksi itu dapat terjadi perubahan pada diri

(44)

inividu menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan, baik

yang bersifat positif atau bersifat negatif. Hal ini menunjukkan,

bahwa fungsi lingkungan merupakan faktor yang penting dalam

proses belajarDengan demikian, terpenuhinya fasilitas belajar dan

adanya kondisi lingkungan belajar yang baik dapat mendukung

proses pembelajaran sehingga kegiatan belajar mengajar (KBM)

berlangsung secara efektif dan efisien. Pembelajaran yang efektif

dan efisien dapat meningkatan prestasi belajar siswa

G. Profil Desa Balairante 1. Letak Geografis

Desa Tegalweru kelurahan Balerante kecamatan kemalang

kabupaten Klaten adalah subyek dalam penelitian penulis. Secara

geografis desa ini termasuk kedalam kawasan rawan dan berbahaya,

kurang lebih 10 km jarak dari puncak gunung merapi, daerah ini adalah

termasuk daerah paling ujung untuk pemukiman penduduk di daerah

ini, bisa dikatakan ini adalah desa penghujung setelah desa ini sudah

tidak ada desa lagi, setelah desa ini sudah hutan yang sangat luas hingga

puncak gunung merapi.

Batas Desa Balerante ini, sebelah barat berbatasan dengan desa

Kalitengah dan Srunen, sebelah timur desa Sidorejo dan sebelah selatan

desa Panggang. Desa Balerante ini memiliki 4 kadus, setiap kadusnya

berisi 4 RT dan 2 RW. Desa Balerante ini mempunyai 2 Sekolah Dasar,

(45)

daerah sini ada yang berkunjung ke hutan mencari rumput untuk makan

hewan-hewan mereka, atau sekedar untuk mencari kayu atau ranting

untuk bahan bakar memasak dirumah, biasanya orang datang pagi hari

sekitar jam 8-10 dan sore hari sekitar pukul 3-6 sore.

2. Keadaan Penduduk Balerante

Mata pencaharian orang disekitar desa ini adalah petani, petani

ladang dan buruh harian lepas. Tanaman yang sering ditanam oleh

warga disini adalah jagung, sawi, ubi, bawang merah, bawang putih,

cabai dan tanaman palawija lainnya yang tidak membutuhkan banyak

air. Warga Balerante mempunyai lahan kosong berhektar-hektar dan

lahan inilah yang digunakan untuk mencari nafkah. Selain itu menjadi

buruh harian lepas untuk bekerja di jurang kali gendol ( bekas lintasan

erupsi gunung merapi) jurang itu berisi dengan timbunan pasir dan batu

yang sangat banyak menjadi tambang bagi mereka untuk bekerja, jam

kerja mereka tergantung masih banyaknya atau sedikit material di

jurang, jika material di lokasi banyak mereka bisa bekerja selama 24

jam non stop menjadi kuli pasir dan batu, mereka menggali dan

mengumpulkan pasir dan batu setelah itu diletakkan kedalam bak truk

menggunakan skop ataupun tangan kosong.

Keadaan di jurang pasir dan batu sudah sedikit maka mereka

bekerja setengah hari saja, dan mereka menunggu hujan yang deras

karena hujan deras dapat membawa material dari gunung merapi untuk

(46)

Tak jarang dari mereka ada yang bekerja di luar Desa

Balairante, banyak para remaja dan dewasa putri yang bekerja sebagai

penjahit di garmen (pabrik texstil). Letak rumah yang saling berjauhan

antara 1 rumah dengan rumah yang lainnya bisa sekitar 200 meter.

Hal seperti ini dikarenakan sangat luasnya lahan yang dimiliki setiap

orang, penduduk disini kaya akan lahan mereka berhentar-hektar

luasnya, tak jarang dari mereka yang menjual tanah dari lahannya itu

kepada pemborong, alat yang digunakan oleh pemborong dengan

menggunakan Belco (alat berat untuk merauk tanah, pasir). Hasil dari

penjualan tanah itu sangat fantastik jumlahnya dan itulah keuntungan

yang di dapatkan oleh pemilik.

Akhirnya lahan itu pun menjadi lahan kosong tidak ada tanah

ataupun material lainnya hanya tinggal patok sebagai batas hak milik.

Lahan itu akan terisi material kembali dengan menunggu erupsi

gunung dari merapi yang akan memenuhi lahan tersebut. Keadaan lain

di desa ini adalah sulitnya mendapatkan air, karena desa ini berada di

kemiringan tanah maka sulit untuk membuat sumur di desa ini ada 1

sumur, namun sumur ini tidak bisa digunakan karena terlalu dalamnya

air jika di angkat menggunakan mesin sanyo (timba air menggunakan

listrik), mereka mengandalkan mata air yang berasal dari desa

seberang yaitu desa Bebeg yang merupakan sumber mata air dan air

hujan untuk mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari, maka setiap

(47)

air bersih, jika musim kemarau seperti ini mereka akan sulit

mendapatkan air dan jalan satu-satunya untuk mengatasi hal ini adalah

(48)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai Jenis Penelitian, Tempat dan Waktu

Penelitian, Subjek dan Sampel Penelitian, Variabel Penelitian, Teknik dan

Instrumen Data, Validitas dan Reliabilitas Instrumen, dan Teknik Analisa Data

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif karena berlandaskan

pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian,

analisis data bersifat kuantitatif/ statistik. Sifat deskriptif dalam penelitian

ini dimasudkan untuk memperoleh gambaran tentang sikap anak usia SD

putus sekolah terhadap pendidikan di desa Balerante Kemalang Klaten.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti mengambil tempat pengambilan data di desa Tegalweru

[image:48.595.100.513.216.726.2]

Balerante Kemalang Klaten Jawa Tengah.

Tabel 1. Waktu Penelitian

No WAKTU AGENDA KETERANGAN 1. Januari 2015 Observasi di Desa

Balerante

Terlaksana

2. Februari-April 2015

Penmbuatan kuisioner

Terlaksana

3. Mei 2015 Menyebarkan

kuisioner ke anak-anak putus sekolah di desa Balerante

Terlaksana

4. Mei-Juni 2015 Mengolah data dan menguji validitas

(49)

C. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah anak-anak di desa Tegalweru Balerante

yang dulu pernah bersekoah di SD N 2 Balerante, pada tahun 2014/2015

tidak bersekolah berjumlah 51 anak.

Peneliti ini merupakan penelitian populasi karena semua anak

[image:49.595.99.505.241.585.2]

dijadikan subyek peneliti. Berikut rincian subjek penelitian.

Tabel 2.

Jumlah Anak-anak di desa Tegalweru Balerante Kemalang Klaten yang pernah bersekolah namun saat ini sudah putus sekolah.

NO JENIS KELAMIN JUMLAH 1. Laki-laki 28 2. Perempuan 23

TOTAL 51

D. Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti adalah Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah

Terhadap Pendidikan.. Sikap akan dilihat dari tigas aspek yaitu Kognitif,

Afektif, dan Konatif. Dari ketiga aspek tersebut maka akan dibuatkan

koesioner pengukuran sikap sehingga diperoleh hasil yang akan

memaparkan sejauh mana sikap Anak Usia SD Putus Sekolah Terhadap

Pendidikan.

E. Teknik Pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah survey menggunakan kuesioner. Sugiyono (2013:142) Menyatakan

bahwa kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

(50)

kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner yang disusun peneliti

mengacu pada prinsip-prinsip skala Guttman. Skala Guttman dengan tipe

ini akan didapat jawaban yang tegas, yaitu “ya-tidak”; “benar-salah”;

“pernah-tidak pernah”; “positif-negatif”. Data diperoleh dapat berupa data interval atau rasio dikhotomi (dua alternatif) (Sugiyono, 2013: 139).

Pernyataan yang terdapat dalam kuesioner ini terdiri dari pernyataan

positif atau favourable dan pernyataan negatif atau unfavourable.

Pernyataan positif atau favorable merupakan konsep keperilakuan yang

sesuai atau mendukung atribut/variabel yang diukur. Sedangkan

pernyataan negatif atau unfavorable yaitu konsep keperilakuan yang tidak

sesuai/tidak mendukung atribut/variabel yang diukur.

Subyek diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

terdapat pada kuisioner dengan memilih salah satu alternatif jawaban yang

telah disediakan dengan cara memberi tanda centang (√). Skoring

dilakukan dengan cara menjumlahkan jawaban responden pada

masing-masing item. Tentang sikap anak usia SD putus sekolah terhadap

pendidikan pada subjek penelitian ini. Semakin tinggi jumlah skor yang

diperoleh, maka semakin tinggi pula sikap positif anak usia SD putus

sekolah terhadap pendidikan. Sebaliknya jika semakin rendah jumlah skor

yang diperoleh, maka semakin rendah pula sikap negatif anak usia SD

(51)

Instrumen penelitian ini menyediakan 2 alternatif jawaban yaitu

Setuju (S), Tidak Setuju (TS). Norma skoring yang dikenakan terhadap

[image:51.595.100.522.195.745.2]

pengolahan data yang dihasilkan instrumen ini ditentukan sebagai berikut:

Tabel 3

Norma Skoring Inventori Sikap anak usia SD putus sekolah

F. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data menggunakan kuisioner. Kuisioner

memuat beberapa item sikap anak usia SD putus sekolah terhadap

pendidikan. Kisi-kisi kuisioner disajikan dalam tabel antara lain sebagai

berikut:

Tabel 4

Kisi-kisi Kuisioner Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah Terhadap Pendidikan No Aspek Indikator Favorable Unvavorable Jumlah 1. Aktivitas

Pendidikan.

1.1 Sikap terhadap kegiatan belajar di sekolah.

1, 32,35 30, 31, 33 6

1.2 Sikap terhadap tugas-tugas belajar

2, 3, 4 27, 34, 36, 37 7 2. Bentuk Fisik

Pendidikan.

2.1. Sikap terhadap fisik sekolah

5, 6,7,28,29 38, 40 7 2.2 Sikap terhadap

sarana dan fasilitas sekolah.

10, 23, 24. 26

8, 9, 25 7

3. Tujuan Pendidikan.

3.1 Sikap terhadap tujuan pendidikan

11, 12, 21, 27

18, 39 6

3.2 Sikap dalam meraih pendidikan

13, 15, 19, 20

14, 16, 17 7

Alternatif Jawaban Skor Favourable

Skor Unfovourable

Setuju 1 0

(52)

G. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner 1. Validitas

Menurut Azwar (2005) validitas menunjuk pada sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah

validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat

pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara

professional judgement (Azwar 2004). Instrumen penelitian

dikonstruksi berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan selanjutnya

dikonsultasikan pada ahli (dosen pembimbing).

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi

Product-Moment dari pearson, adapun hasilnya sebagai berikut:

√{ {

Keterangan:

Rxy : korelasi skor-skor total kuesioner dan total butir-butir.

N : Jumlah subyek

X : Skor sub total kuesioner

Y : Skor total butir-butir kuesioner

XY : hasil perkalian antara skor X dan skor Y

Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan

program SPSS 16 (Statistic Programme for Social Science) versi

(53)

korelasinya > 0.250 maka item yang bersangkutan dinyatakan

valid. Sedangkan jika koefisien korelasinya < 0,250 maka item

yang bersangkutan dinyatakan tidak valid (gugur). Berdasarkan

perhitungan statistik yang telah dilakukan peneliti, diperoleh 34

item yang dinyatakan valid dan 6 item dinyatakan tidak valid

(gugur) yakni pada aspek kognitif (item nomor 4, 30), aspek afektif

(item nomor 8, 24,26), aspek konatif (18). Adapun hasil item-item

[image:53.595.102.508.257.623.2]

yang valid dan tidak valid terdapat pada tabel 6

Tabel 5

Kisi-kisi Instrumen setelah uji coba

Aspek Indikator No. Item

favorable No.Item Unfavorable ∑ Kognitif (Aktivitas Pendidikan)

1.1 Sikap terhadap kegiatan belajar di sekolah.

26 24,25,27 4

1.2 Sikap terhadap tugas-tugas belajar

1,2,3, 21, 28, 30,31

7 Afektif

(Bentuk Fisik Pendidikan)

2.1 Sikap terhadap fisik sekolah

4,5,22,23,29 32,34 7

2.2 Sikap terhadap sarana dan fasilitas sekolah.

7, 19,20, 6 4

Konatif (Tujuan Pendidikan)

3.1 Sikap terhadap tujuan pendidikan

8,9,17,18 33 5 3.2Sikap dalam meraih pendidikan 10,12,15,16 11,13,14 7

Jumlah 34 34

2 Reliabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran

(54)

yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai

reliabel (Azwar, 2007).

Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan

pendekatan koefisien Alpha Cronbach (α). Adapun rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

α =

2[1-

]

Keterangan rumus :

S12 dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2

Sx2 : varians skor skala

Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan

teskonsistensi internal yang hanya memerlukan satu kali pengenaan tes

pada subjek (single trial administration). Konsistensi internal

menggunakan teknik dengan Alpha Cronbach (α) program SPSS 16. Hasil perhitungan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,848. Hal ini

menunjukkan bahwa Skala Sikap anak usia SD putus sekolah terhadap

pendidikan naik dan memiliki reliabilitas yang baik. Artinya instrument

ini memiliki keajegan yang tinggi.Perhitungan indeks reliabilitas

dikonsultasikan menggunakan kriteria Guilford Masidjo (1995:209)

seperti yang disajikan dalam tabel 5.

2 S

2 S + 2 S

(55)
[image:55.595.97.509.103.679.2]

Tabel 6 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat positif 2 0,71 – 0,90 Positif 3 0,41 – 0,70 Cukup Positif 4 0,21 – 0,40 Kurang Positif 5 negatif – 0,20 Sangat Kurang

Positif

H. Teknik Analisis Data

Sugiyono (2011: 207) mengatakan bahwa analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis

responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh

responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, serta melakukan

perhitungan untuk menjawab rumusan masalah. Berikut merupakan

langkah-langkah yang ditempuh penulis untuk menganalisis data

penelitian tentang sikap anak usia SD putus sekolah terhadap

pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Menentukan skor dari masing-masing alternatif jawaban yang

sudah diberikan oleh responden dan membuat tabulasi skor dari

masing-masing butir skala item. Langkah selanjutnya menghitung

(56)

pernyataan. Melakukan skoring dengan bantuan Microsoft Excel

dan SPSS versi 16,0.

2. Membuat tabulasi data dan menghitung frekuensi jawaban pada

setiap item “Setuju”, “Tidak Setuju”.

3. Membuat kategorisasi sikap subjek penelitian secara umum

berdasarkan model distribusi normal dengan kategorisasi jenjang.

Tujuannya untuk menepatkan subjek penelitian ke dalam

kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut

suatu kontinum berdasar pada atribut yang diukur. Kontinum

jenjang ini berpedoman pada Azwar (2007:108) yang

mengelompokkan tingkat kemampuan berpikir positif anak dalam

dua ketegori yaitu positif dan negatif. Adapun norma

[image:56.595.97.519.183.713.2]

kategorisasinya adalah sebagai berikut:

Tabel 7

Norma Kategorisasi Subyek

µ- 1,5 σ Sangat Kurang Positif µ- 1,5 σ < X ≤ µ-0,5 σ Kurang Positif µ- 0,5 σ < X ≤µ+0,5 σ Cukup Positif

µ+0,5 σ < X ≤µ +1,5 σ Positif

µ+1,5 σ < X sangat positif

Keterangan :

Xmaksimal teoretik : Skor tertinggi yang mungkin diperoleh subjek peneliti dalam skala

Xminimum teoretik : Skor terendah yang mungkin

diperoleh subjek peneliti dalam skala

(57)

µ (Mean teoretik) : Rata-rata teoretis dari skor maksimum dan minimum.

4. Mencari norma atau patokan yang akan digunakan dengan mencari

Xmaksimum teoretik, Xminimum teoretik, standar deviasi, dan

mean teoretik. Kategori positif negatif sikap anak usia SD putus

sekolah terhadap pendidikan secara keseluruhan dengan item total

= 34, diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut

Xmaksimum : 34 x 1 = 34 Xminimum : 34 x 0 = 0

[image:57.595.102.517.252.587.2]

σ (Standar deviasi teoretik) : 34 : 6 = 6 µ (mean teoritik) : (34 + 0) : 2 = 17

Tabel 8

Norma Kategorisasi Sikap anak usia SD putus sekolah terhadap pendidikan

Norma Rentang Skor Kategori

Xµ- 1,5σ 8 Sangat Kurang Positif µ- 1,5σ < X ≤ µ- 0,5 σ 8 – 14 Kurang Positif

µ- 0,5σ < X ≤µ+0,5 σ 14 – 20 Cukup Positif

µ + 0,5σ < X ≤µ + 1,5 σ 20 – 26 Positif

µ + 1,5 σ < X ≥ 26 Sangat Positif

Selanjutnya data setiap subjek penelitian dikelompokkan

berdasarkan skor total yang telah diperoleh ke dalam norma

kategorisasi di atas. Dengan demikian, dapat diketahui jumlah dan

persentase sikap anak usia SD putus sekolah terhadap pendidikan

secara umum mulai dari yang sangat negatif sampai yang sangat

(58)

5. Setelah mengkategorisasikan secara umum, kemudian

dikategorisasikan juga skor setiap item dalam skala. Hal ini

dilakukan untuk mendapatkan item-item skala yang nantinya akan

dijadikan dasar penyusunan topik-topik bimbingan pribadi,

kategorisasi skor setiap item itu berpedoman pada Azwar

(2007:108) yang m

Gambar

Grafik 1.  Grafik Sikap Anak Usia SD Putus Sekolah Terhadap Pendidikan ............ 43
Tabel 1. Waktu Penelitian
Tabel 2. Jumlah Anak-anak di desa Tegalweru Balerante Kemalang Klaten
Tabel 3 Norma Skoring Inventori Sikap anak usia SD putus sekolah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dimana dalam perancangan dari Resort ini dibuat khusus bagi mereka yang akan melakukan bulan madu karena sekarang ini banyak pasangan muda yang akan menkah dengan

1) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. 2) Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan

Tukarlah uang berikut dengan berbagai pecahan yang nilainya sama.. Bentuk kelompok sesuai

Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menggunakan gagasan kreatifnya dalam menyelesaikan masalah melalui pemaduan pengetahuan bangunan

Sehingga perlu dirancang sebuah alat ukur tekanan gaya dorong (thrust) dengan menggunakan sensor loadcell yang kemudian ditampilkan ke laptop berupa data grafik

KEPEDULIAN MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI ANCAMAN TSUNAMI DI KOTA SIBOLGA.. Universitas Pendidikan Indonesia |

from the online games Pointblank. The writer sure that the teenagers can remember the words listened from the online games Pointblank. Pointblank is a battle game that has sound.

Dari hasil bacaan, kebanyakan hukum pengharamannya itu tertuju pada pemuda yang belum menikah tanpa melihat orang yang telah menikah yang tinggal berjauhan (long distance), yang