• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review Suffolk Transnational Law Review. Musim panas, Suffolk Transnat'l L. Rev.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review Suffolk Transnational Law Review. Musim panas, Suffolk Transnat'l L. Rev."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Hak Cipta (c) 1998 Suffolk Transnational Law Review Suffolk Transnational Law Review

Musim panas, 1998 21 Suffolk Transnat'l L. Rev. 221

PANJANG: 13102 kata

ARTIKEL UTAMA: Merancang Klausul-klausul Arbitrase Perdagangan Internasional Dr. Iur. Oliver Dillenz *

* Rekanan, Davis, Polk & Wardwell; LL.M., Fakultas Hukum Columbia; Fullbright Scholar; Mag. Iur. University of Vienna.

RINGKASAN:

... Artikel ini memperkenalkan faktor-faktor paling penting yang harus dipertimbangkan pada saat merancang klausul arbitrase untuk sebuah transaksi internasional. ... AAA menyerahkan keputusan tentang di mana arbitrase akan dilaksanakan kepada para pihak, dengan memberikan kepada mereka jangka waktu enam puluh hari setelah dimulainya arbitrase untuk mengambil keputusan atau majelis arbitrase yang akan mengambil keputusan tersebut. … Pada saat merancang klausul arbitrase, para pihak harus menyebutkan hukum yang berlaku atau prinsip-prinsip untuk menetapkan hukum yang berlaku tersebut. … Di LCIA, seorang arbiter tunggal akan ditunjuk kecuali apabila para pihak telah menyepakati lain atau Pengadilan menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan seluruh kemungkinan diperlukan sebuah majelis dengan tiga orang anggota. … Beberapa peraturan yang berkenaan dengan bukti dalam klausul arbitrase mungkin diperlukan oleh karena terbatasnya kemungkinan penemuan bukti di dalam majelis arbitrase sendiri. … Pada umumnya, pihak yang kalah yang menentang keputusan arbitrase tidak akan bersedia menanggung biaya arbitrase. … Hukum yang berlaku terhadap persetujuan tersebut dapat berasal dari a) hukum yang dipilih oleh para pihak untuk mengatur persetujuan arbitrase tersebut; b) hukum di tempat pelaksanaan arbitrase; c) hukum yang mengatur persetujuan pendahuluan para pihak; dan d) hukum dari tempat yang diinginkan untuk pelaksanaan keputusan oleh pengadilan. … Namun demikian, pada saat merancang klausul arbitrase tersebut perlu untuk selalu dipertimbangkan bahwa competence de la competence bukan hal yang dipermasalahkan. …

TEKS-1:

[*222] I. PENDAHULUAN

Artikel ini memperkenalkan faktor-faktor paling penting yang harus dipertimbangkan pada saat merancang klausul arbitrase untuk sebuah transaksi

(2)

internasional. Artikel ini akan membahas masing-masing faktor dalam klausul arbitrase dari sudut pandang umum dan mengajukan solusi-solusi yang mungkin diambil berdasarkan pendekatan-pendekatan kelembagaan. Tujuan dari diskusi ini adalah untuk menunjukkan masalah-masalah praktis dan tantangan-tantangan yang bersifat teoritis dalam proses perancangan.

Setiap proses arbitrase dimulai dengan permufakatan para pihak untuk mengadakan arbitrase. Permufakatan ini dapat dicapai baik dalam persetujuan para pihak yang sesungguhnya dalam bentuk klausul arbitrase maupun pada saat terjadinya perselisihan. Situasi yang disebut belakangan (persetujuan pemilihan forum arbitrase) n1 kurang menarik karena kesadaran para pihak akan kebutuhan dan kecemasan mereka yang sebenarnya dalam transaksi memungkinkan mereka untuk memilih prosedur penyelesaian perselisihan yang dapat mengatasi kebutuhan dan kecemasan tersebut. Di samping itu, persetujuan-persetujuan pemilihan forum jarang dibandingkan dengan klausul-klausul arbitrase dalam kontrak. n2

Berbeda dengan persetujuan pemilihan forum, klausul arbitrase disusun dalam situasi kesepakatan dan pemahaman bersama yang diperlukan untuk mencapai kesepakatan tentang syarat-syarat umum dalam persetujuan yang sesungguhnya. Klausul arbitrase merupakan kepentingan sekunder karena klausul tersebut dirancang untuk hanya berlaku apabila terjadi suatu kesalahan. Kedua faktor ini, semangat pemahaman dan klausul arbitrase sebagai efek samping dari persetujuan dasar, menimbulkan bahaya bahwa klausul tersebut tidak disusun dengan perhatian dan pertimbangan yang diperlukan. Anggapan ini didukung oleh pengalaman praktis. n3 Jumlah kesalahan mendasar dalam klausul arbitrase sangat mengejutkan. n4 Artikel ini mempelajari proses [*223] perancangan klausul-klausul arbitrase dalam konteks internasional dan menyinggung masalah penafsiran.

II. MERANCANG KLAUSUL ARBITRASE A. Umum

Merancang klausul arbitrase membutuhkan perhatian dan kehati-hatian yang sama besarnya dengan merancang sebuah undang-undang. Pada kenyataannya, klausul arbitrase merupakan “undang-undang swasta” yang mengatur hampir seluruh aspek dari hubungan hukum yang bersangkutan. n5 Keputusan para pihak yang berkaitan dengan klausul arbitrase akan menentukan gaya, panjang, kerumitan, kejujuran, dan biaya penyelesaian sengketa mereka dan akan sangat menentukan apakah proses tersebut menghasilkan penyelesaian akhir yang dapat dilaksanakan. n6 Pada akhirnya, perlu dipahami bahwa hampir seluruh keuntungan yang ditawarkan oleh arbitrase termasuk kecepatan, pengaruh pihak yang besar terhadap proses yang berlangsung, keuntungan biaya, dan lain-lain, hanya dapat dinikmati apabila ketentuan-ketentuan dalam klausul arbitrase adalah tepat. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa apabila sebuah klausul arbitrase tidak disusun dengan hati-hati, sebaiknya klausul tersebut tidak dimasukkan ke dalam kontrak.

(3)

B. Klausul Standar dan Klausul Arbitrase Ad Hoc

Keputusan mendasar pertama pada saat merancang sebuah klausul arbitrase adalah apakah akan memanfaatkan salah satu dari lembaga arbitrase yang ada atau apakah menginginkan kewenangan penuh atas proses tersebut, pada kasus mana arbitrase ad hoc merupakan hal yang sesuai. Dalam setiap hal, perlu dipertimbangkan bahwa sangat sulit untuk berpindah dari arbitrase ad [*224] hoc ke proses kelembagaan, atau sebaliknya. n7

Tanpa memandang apakah satu pihak memilih ketentuan arbitrase standar atau ad hoc, klausul-klausul standar tetap ada. Namun, perlu dicatat bahwa klausul-klausul standar ini bersifat fleksibel dan bahwa para pihak dapat dan harus mengubah atau menambahkannya. Klausul arbitrase harus disesuaikan secara seksama dengan kepentingan-kepentingan para pihak dalam kontrak. n8

Sebuah arbitrase ad hoc akan sering menggunakan peraturan-peraturan yang dibuat pada tahun 1976 oleh Komisi PBB tentang Hukum Dagang Internasional (UNCITRAL). n9 Tidak ada dukungan kelembagaan karena penggunaan peraturan-peraturan ini semata-mata untuk memudahkan penyusunan persetujuan arbitrase. Namun demikian disarankan untuk mengandalkan beberapa rangkaian peraturan, dan sebagian besar persetujuan arbitrase mengandalkannya. Peraturan UNCITRAL berlaku apabila “para pihak yang mengadakan kontrak telah menyetujui secara tertulis bahwa perselisihan yang berkaitan dengan kontrak harus diajukan kepada arbitrase berdasarkan Peraturan Arbitrase UNCITRAL.” n10 Klausul contoh yang diajukan sangat luas, terdiri atas bagian utama dan beberapa tambahan yang bersifat pilihan. n11

Terdapat banyak lembaga yang menawarkan arbitrase atau jasa penyelesaian perselisihan alternatif (ADR) yang bersifat umum. Yang paling lazim dan bereputasi adalah Kamar Dagang Internasional (ICC), Asosiasi Arbitrase Amerika (AAA), Pengadilan London untuk Arbitrase Internasional [*225] (LCIA), Kamar Dagang Stockholm, dan Pusat Lembaga Internasional untuk Penyelesaian Perselisihan Investasi (ICSID) yang berafiliasi dengan Bank Dunia. n12 Klausul-klausul ICC, LCIA dan AAA diperiksa secara mendetil karena klausul-klausul tersebut paling sering digunakan. ICSID seringkali dipilih untuk proyek-proyek investasi yang besar; sementara Kamar Dagang Stockholm seringkali digunakan dalam kontrak-kontrak antara Timur dan Barat.

ICC di Paris mungkin merupakan lembaga arbitrase yang paling terkemuka, memeriksa sekitar 259 kasus setiap tahunnya. n13 Arbitrase ICC melibatkan sampai dengan 90 negara berbeda, dan para pihak yang pada awalnya terikat dalam transaksi Eropa lebih memilih arbitrase ICC. ICC cukup dihormati di seluruh dunia, yang mana secara positif mempengaruhi pemilihan forum arbitrase atau pelaksanaan keputusan arbitrase tersebut. Pengadilan Arbitrase ICC berwenang apabila para pihak telah setuju untuk menyerahkan kasus mereka kepada arbitrase yang diselenggarakan oleh ICC, dan, ipso facto, dan dengan demikian Peraturan ICC tersebut menjadi berlaku. n14 ICC tidak akan memulai proses arbitrase tanpa adanya persetujuan prima facie atau apabila persetujuan tersebut tidak menjelaskan tentang ICC dan tergugat tidak memberikan

(4)

respon terhadap prosedur. n15 Klausul ICC yang luas tersebut mencakup peraturan-peraturan perdamaian. n16

Didirikan pada tahun 1892, Pengadilan London untuk Arbitrase Internasional merupakan lembaga arbitrase tertua di dunia. n17 Lembaga tersebut sangat terbiasa dengan [*226] arbitrase kelautan dan perdagangan internasional. Perbedaan yang utama antara LCIA dengan ICC terdapat pada pendekatan common law LCIA sebagaimana bertentangan dengan proses civiliste ICC yang menonjol. Pengadilan LCIA berwewenang, apabila setiap persetujuan, pemilihan forum atau referensi menyatakan bahwa arbitrase berdasarkan Peraturan LCIA. Dalam hal ini, Peraturan LCIA diterapkan dalam versi yang berlaku sebelum arbitrase dimulai. n18 Klausul LCIA bersifat luas dan sangat spesifik dalam kaitannya dengan kontrak pada mana klausul tersebut terlampir. n19

Asosiasi Arbitrase Amerika, berbasis di New York, mengadili baik kasus-kasus yang murni bersifat nasional maupun internasional. n20 AAA bereputasi dalam perselisihan di dalam negara Amerika, tetapi juga memiliki komitmen yang kuat terhadap perselisihan dagang internasional, dicerminkan oleh pengunaan peraturan arbitrase internasional olehnya. n21 Peraturan AAA berlaku apabila para pihak telah menyetujui secara tertulis untuk mengadili perselisihan berdasarkan Peraturan tersebut.

[*227] C. Aspek-aspek yang Harus Dipertimbangkan pada saat Merancang Sebuah Klausul arbitrase

Klausul-klausul standar tersebut di atas tidak bersifat wajib. Peraturan UNCITRAL tidak wajib dipatuhi secara mutlak dan Para Pihak, apabila mereka menginginkannya, dapat mengandalkan beberapa ketentuan. n24 Peraturan-peraturan ICC, LCIA dan AAA secara jelas menyatakan bahwa peraturan-peraturan tersebut tunduk terhadap perubahan-perubahan yang ditetapkan oleh para pihak. n25 Para pihak harus mempertimbangkan elemen-elemen dasar yang sesungguhnya dan yang berkaitan dengan proses perancangan klausul arbitrase. Dalam praktiknya, checklist berguna dalam menentukan kepentingan para pihak. n26

1. Klausul Luas atau Sempit

Para pihak harus menentukan apakah mereka hanya menginginkan aspek-aspek tertentu dari hubungan kontrak mereka yang diadili (misalnya, jumlah ganti rugi), atau segala perselisihan mereka yang berkaitan dengan kontrak. Klausul yang menyeluruh pada umumnya adalah jalan keluar yang terbaik. n27 Klausul yang bersifat luas harus mencakup tiga pernyataan kunci: “seluruhnya berselisih,” “dalam hubungannya dengan,” dan “akhirnya selesai.” n28

Peraturan-peraturan UNCITRAL, AAA, LCIA dan ICC berisi klausul-klausul luas. Klausul-klausul tersebut masing-masing melindungi kontrak dalam kaitannya dengan pelaksanaan, keberadaan, keabsahan, dan pelanggaran. Para pihak yang merancang klausul arbitrase yang berdiri sendiri telah dianjurkan [*228] untuk secara

(5)

tegas menyatakan bahwa klausul tersebut juga berkaitan dengan permasalahan kontrak itu sendiri. n29 Baik para pihak menyetujui klausul luas maupun sempit, mereka dapat mencegah arbitrase dengan membebankan jumlah minimal tertentu yang harus dipermasalahkan sebelum mereka memulai arbitrase. n30

2. Lokasi Pelaksanaan Arbitrase

Keputusan arbitrase pada umumnya merupakan keputusan dari tempat di mana para arbiter mengeluarkannya, dan bukan keputusan dari tempat di mana para pihak harus melaksanakan kontrak. n31 Oleh karena itu, penasihat para pihak harus mempertimbangkan bagaimana hukum nasional akan bersikap terhadap arbitrase dan keputusan-keputusan arbitrase, dan apakah negara yang bersangkutan adalah salah satu pihak dalam Konvensi PBB tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Keputusan Arbiter Asing tahun 1958. n32 Pilihan forum terdiri atas pertimbangan penting yang membawa konsekuensi-konsekuensi hukum penting. n33 Dampak tempat tidak seharusnya diremehkan, karena arbitrase tidak dilaksanakan di tempat yang tidak memiliki hukum. n35

Pertimbangan lain yang lebih sepele dapat juga dibuktikan penting. Misalnya, aspek-aspek berikut ini harus dipertimbangkan. n36 Tempat tersebut sebaiknya tidak menimbulkan biaya perjalanan yang berlebihan [*229] oleh para arbiter, saksi, atau penasihat para pihak. Selain itu, prasarana komunikasi dan kantor tidak dapat diabaikan. Lebih dari itu, arbitrase internasional sebaiknya tidak bertempat di negara asal salah satu pihak, karena ini dapat menyebabkan masalah “pemain kandang”, memberikan keuntungan kepada salah satu pihak, dan sistem pengadilan dapat memperlakukan negara mereka sendiri dengan lebih baik. n37 Secara umum, peraturannya ialah: apabila ada keraguan, pilih tempat yang biasanya bersifat “netral.”

Hukum acara tentang tempat pelaksanaan arbitrase sangat penting. Sebuah negara sebaiknya tidak dipilih sebagai tempat pelaksanaan arbitrase apabila pengadilannya memiliki kekuasaan yang luas untuk campur tangan dalam proses pelaksanaan arbitrase. Selain itu, hukum lokal dari satu wilayah hukum tertentu dapat bersikap sangat membatasi dalam hal dapat dilakukan arbitrase. Mungkin terdapat peraturan-peraturan prosedural wajib yang ketat untuk pelaksanaan arbitrase yang mengatur pilihan dan kebutuhan para pihak. Di beberapa negara para arbiter dibatasi atau dikecualikan dari pengambilan keputusan ex aequo et bono.

Beberapa negara mendukung arbiter dalam menemukan dokumen-dokumen. Sikap terhadap tindakan-tindakan sementara pada dasarnya beragam. Di beberapa negara pengadilan dapat campur tangan dalam masalah penyelesaian perselisihan. Demikian pula dengan permasalahan pajak dapat bersifat relevan. Pada akhirnya, permasalahan pokok berkaitan dengan syarat-syarat untuk mengesampingkan atau membatalkan keputusan-keputusan arbitrase.

Berdasarkan Peraturan UNCITRAL, tanpa adanya persetujuan salah satu pihak, majelis arbitrase akan menetapkan tempat pelaksanaan arbitrase dalam kaitannya dengan

(6)

keadaan arbitrase. n38 Tempat arbitrase ICC akan ditetapkan oleh Pengadilan kecuali para pihak menyetujui lain. n39 Dalam menetapkan tempat tersebut, Pengadilan akan memperhitungkan kenyamanan logistik para pihak, bahasa dan hukum yang berlaku pada kontrak, serta kenetralan politik tempat tersebut. n40 Penting untuk dicatat [*230] bahwa spesifikasi sebuah lembaga arbitrase (co: “ICC di Paris”) dapat diartikan sebagai pilihan tempat pelaksanaan arbitrase. n41

Apabila para pihak tersebut tidak setuju atas tempat pelaksanaan arbitrase yang telah ditetapkan, proses Arbitrase akan dilaksanakan di London kecuali Majelis menetapkan, dengan mempertimbangkan seluruh kondisi kasus, bahwa tempat lain lebih sesuai. n42 AAA menyerahkan keputusan tentang di mana arbitrase akan dilaksanakan kepada para pihak, dengan memberikan kepada mereka jangka waktu enam puluh hari setelah arbitrase dimulai untuk mengambil keputusan atau majelis arbitrase yang akan mengambil keputusan tersebut. n43

Meskipun demikian, tempat pelaksanaan arbitrase tidak memaksa para arbiter dan para pihak untuk mengambil tindakan hanya di tempat tersebut. Berdasarkan Peraturan UNCITRAL, para arbiter dapat memeriksa saksi, mengadakan rapat di mana pun, dan memeriksa barang, properti lain atau dokumen. n44 Majelis arbitrase LCIA dapat mengadakan pemeriksaan dan rapat di mana pun, asalkan majelis tersebut membuat keputusan akhir di tempat pelaksanaan arbitrase. n45 Majelis arbitrase AAA dapat mengadakan konferensi, memeriksa saksi, memeriksa properti, atau dokumen di tempat mana pun yang dianggap sesuai. n46 Pada akhirnya para pihak dapat mengubah forum arbitrase apabila mereka dapat mencapai persetujuan; mereka tentu saja dapat melakukannya sebelum majelis arbitrase dibentuk. Bahkan hal ini nampaknya secara tersirat diizinkan oleh sebagian besar peraturan kelembagaan. n47

3. Ketentuan pemberitahuan

Penting bagi para pihak untuk mengetahui apakah mereka terlibat dalam sebuah proses arbitrase sebelum mereka menerima keputusan akhir. Untuk menghasilkan keputusan yang dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting [*231] bagi pihak yang memulai proses arbitrase untuk menjaga agar pihak yang lainnya tetap menerima informasi. Konvensi New York membuat keputusan-keputusan tidak dapat dilaksanakan apabila pihak saingan tidak diberitahukan tentang proses arbitrase tersebut. n48

Peraturan UNCITRAL mewajibkan pemberitahuan tentang arbitrase kepada responden, yang harus berisi informasi tertentu antara lain, misalnya, tuntutan dan kontrak yang bersangkutan. n49 Sekretariat menyampaikan pemberitahuan kepada responden dalam sebuah arbitrase ICC. n50 Proses kelembagaan menghubungkan pemberitahuan satu pihak dengan permohonan pelaksanaan arbitrase; proses arbitrase tidak dapat dimulai tanpa pemberitahuan kepada Responden.

(7)

Seringkali, para pihak lebih memilih melaksanakan arbitrase untuk menghindari yurisdiksi. n52 Dalam kasus-kasus ini, pilihan hukum terdapat di dalam klausul arbitrase. Dalam situasi yang lain, pilihan hukum tidak diperlukan. Dalam konteks hukum internasional, para pihak harus mempertimbangkan secara hati-hati permasalahan hukum yang sebenarnya.

Sistem hukum beragam dalam hal-hal tertentu yang mendasar. Pada saat merancang klausul arbitrase, para pihak harus menyebutkan hukum yang berlaku atau prinsip-prinsip untuk menetapkan hukum yang berlaku tersebut. Sebuah ketentuan, terpisah dari, tetapi sangat berkaitan dengan, klausul arbitrase lazimnya berisi pilihan hukum yang sebenarnya. n53 Tanpa adanya pilihan ketentuan hukum, [*232] para arbiter pertama-tama harus memperhatikan perjanjian-perjanjian internasional untuk menemukan hukum yang berlaku yang akan terbukti berhasil. Hal ini berhasil; namun demikian hanya pada beberapa kasus. Misalnya, Konvensi Eropa tentang Arbitrase Perdagangan Internasional (1961), Konvensi Eropa tentang Hukum yang Berlaku terhadap Kewajiban-kewajiban Berdasarkan Kontrak (1980), dan Konvensi PBB tentang Kontrak Perdagangan Barang Internasional (1980), termasuk ketentuan-ketentuan tentang hukum sebenarnya yang berlaku.

Seperti biasanya, para arbiter tidak memiliki panduan yang jelas akan hukum sesungguhnya yang berlaku. Prinsip yang menimbulkan peraturan tentang konflik hukum dari tempat pelaksanaan arbitrase akan membawa kepada hukum sesungguhnya yang berlaku yang mulai terkikis. Para arbiter terkadang menerapkan secara langsung hukum sebenarnya tertentu. Di saat lain, mereka memulai proses menurut prinsip-prinsip umum tentang konflik hukum, atau prinsip-prinsip umum peraturan tentang konflik hukum dari negara-negara yang terlibat. n54

Peraturan UNCITRAL mengatur majelis arbitrase, tanpa adanya persetujuan para pihak, untuk menerapkan hukum yang telah ditetapkan of peraturan konflik hukum yang dianggap berlaku. n55 Kecuali disepakati lain oleh para pihak, hal yang sama berlaku pada majelis arbitrase yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan ICC. n56 Kecuali disepakati lain setiap saat oleh para pihak, arbiter LCIA berwenang, tunduk kepada setiap batasan dari hukum yang berlaku, untuk menetapkan peraturan hukum apa yang mengatur atau yang berlaku terhadap setiap kontrak atau masalah di antara para pihak. n57 Majelis arbitrase AAA harus, tanpa memandang persetujuan para pihak, menerapkan hukum tersebut sebagaimana dianggap sesuai. n58

Terpisah dari hukum nasional tertentu, para pihak dapat setuju bahwa arbiter merupakan amiable compositeur (penengah) yang berarti dasar sebuah keputusan merupakan penyelesaian perselisihan yang adil [*233] (disebut jua keputusan ex aequo et bono). n59 Para pihak dari negara yang menggunakan civil law khususnya harus berusaha menjelaskan pemahaman mereka tentang arti penerapan prinsip-prinsip yang adil. Toleransi wilayah hukum nasional tentang keputusan-keputusan keadilan sangat beragam. n60

(8)

aequo et bono apabila para pihak telah secara tegas menyatakan persetujuan dan apabila diizinkan oleh hukum yang berlaku terhadap prosedur arbitrase. n61 Arbiter ICC bertindak sebagai amiable compositeur apabila para pihak telah setuju untuk memberikan wewenang tersebut di atas. n62 Arbiter AAA juga dapat bertindak sebagai amiable compositeur apabila diberikan wewenang oleh para pihak. n63 Pada akhirnya, para pihak harus mempertimbangkan arbitralis, peraturan hukum dagang internasional campuran. n64

5. Para Arbiter

Dalam setiap proses hukum terdapat “faktor manusia” yaitu para hakim yang ditunjuk dan tidak dipilih oleh para pihak. Pengadilan hukum sangat bergantung pada kualifikasi, pengalaman dan sikap para hakim. Dalam hal arbitrase, bahkan lebih bergantung pada para arbiter, karena mereka dipilih dan bertindak dengan kreatifitas dan yang lebih tinggi daripada para rekan mereka yang berasal dari negara yang menggunakan common law. Dengan demikian, penunjukan arbiter merupakan keputusan yang paling penting yang mempengaruhi hasil arbitrase.

Pertanyaan yang pertama adalah berapa banyak arbiter yang harus memutuskan sebuah proses arbitrase. Pada umumnya para pihak memilih satu atau tiga orang arbiter. Berapa banyak wajarnya arbiter bergantung pada jumlah uang dalam perselisihan. Dalam perselisihan dengan jumlah yang kecil, para pihak akan mencoba untuk menghindari biaya berlebihan yang akan muncul [*234] dengan memakai tiga orang arbiter karena biaya tersebut dapat melampaui jumlah dalam perselisihan tersebut. Apabila sejak awal besar jumlah dalam perselisihan tidak jelas, para pihak dapat memasukkan sebuah klausul dengan ketentuan bahwa akan ada tiga orang arbiter bagi sejumlah uang tertentu yang dipertentangkan. n65

Para pihak juga harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini pada saat memutuskan untuk memiliki satu dari tiga sikap berikut : kecepatan proses, kemampuan untuk memperoleh gabungan pokok masalah dan ahli hukum dari sejumlah arbiter, kekonsistenan yang diperoleh dengan satu orang arbitrator, dan komunikasi yang lebih baik antara dua orang arbiter yang ditunjuk oleh para pihak. n66 Satu orang arbiter pada umumnya cukup untuk menangani sebuah kasus. N67

Masalah berikutnya yaitu pihak berwenang yang mengatur, yang penting bagi satu orang arbiter dan mungkin juga diperlukan bagi tiga orang arbiter. Dalam hal terdapat satu orang arbiter, para pihak menyerahkan usulan kepada pihak berwenang yang mengatur yang kemudian akan memilih satu orang dari yang disusulkan oleh salah satu atau kedua belah pihak. Dalam hal terdapat tiga orang arbiter, setiap pihak akan menunjuk satu orang arbiter dan para arbiter yang ditunjuk tersebut akan memilih arbiter yang ketiga yang akan menjadi ketuanya. Namun demikian, ada banyak variasi. Jelas bahwa kerumitan yang meningkat dalam proses penunjukan nampaknya juga akan meningkatkan perselisihan. Para pihak, dalam setiap hal, harus memberikan batas waktu untuk proses pembentukan majelis arbitrase guna menghindari penundaan yang tidak perlu. n68

(9)

Permasalahan yang berikutnya berkenaan dengan kualitas para arbiter. Arbitrase seringkali dipilih untuk menghindari konflik dengan prasangka nasional, oleh karena itu, para pihak dapat mempertimbangkan untuk mengesampingkan beberapa negara atau hanya menyetujui salah satunya. Kemampuan para arbiter tentunya bukan sebuah quantine negligible. Seringkali, arbitrase dipilih karena diperlukan wawasan yang luas dalam satu bidang yang sangat sempit. Sebuah latar belakang dan pengalaman di bidang hukum diperlukan karena arbitrase, dengan seluruh perbedaannya dengan pengadilan yang konvensional, merupakan proses hukum. Apabila para pihak [*235] tidak mengandalkan sumber-sumber lembaga arbitrase, mereka dapat mencari arbiter yang kompeten dalam petunjuk bagi para arbiter. n69 Ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan pilihan, seperti jadwal para arbiter, “faktor penyebab” pribadi, dan keputusan-keputusan terdahulu dari seorang arbiter tertentu.

Pada akhirnya, para pihak harus memikirkan kebebasan dan kenetralan para arbiter tersebut dan bagaimana caranya memberi mereka tantangan. Tentunya, masalah kebebasan dalam hal terdapat dua orang arbiter yang ditunjuk oleh para pihak harus dipikirkan secara serius. n70 Dalam situasi di mana para pihak telah merancang sebuah klausul arbitrase ad hoc, mereka dapat memasukkan peraturan-peraturan etik tentang Asosiasi Bar Internasional. n71 Beberapa dari permasalahan tersebut di atas dapat dihindari dengan secara jelas menyebutkan para arbiter dalam perjanjian arbitrase tersebut.

Pemilihan dan penunjukkan para arbiter, lembaga atau prosedur standar secara khusus sangat membantu. Peraturan UNCITRAL menyerahkan hal tersebut untuk diputuskan oleh para pihak, baik dalam klausul atau melalui persetujuan para pihak dalam jangka waktu lima belas hari setelah dimulainya proses tersebut, apabila harus ada satu atau tiga orang arbiter. Tanpa adanya persetujuan, tiga orang arbiter akan ditunjuk. n72 Apabila tidak terdapat ketentuan untuk menunjuk pihak yang berwenang, para pihak harus mencapai sebuah persetujuan atau mendatangi Sekretaris Jenderal Pengadilan Tetap Arbitrase di [*236] di Den Haag. Peraturan yang sama berlaku bagi pemilihan arbiter tunggal. Apabila tiga orang arbiter akan dipilih, setiap pihak memilih satu orang dan yang ketiga, arbiter ketua, akan dipilih oleh dua orang arbiter yang dipilih oleh para pihak tersebut. n73

Sesuai dengan Peraturan ICC, seorang arbiter tunggal dalam ditunjuk dalam jangka waktu tiga puluh hari setelah permohonan pelaksanaan arbitrase. n74 Tanpa adanya persetujuan, Pengadilan ICC akan menunjuk seorang arbiter. Dalam hal akan ditunjuk tiga orang arbiter, setiap pihak menunjuk satu orang arbiter dan yang ketiga ditunjuk oleh Pengadilan ICC, kecuali para pihak telah menyepakati bahwa arbiter yang ketiga harus dipilih oleh para arbiter yang ditunjuk oleh para pihak tersebut. Tanpa adanya persetujuan tentang jumlah arbiter, Pengadilan ICC hanya akan menunjuk satu orang arbiter, meskipun sebenarnya menurut Pengadilan perselisihan tersebut menyetujui penunjukan tiga orang arbiter. Peraturan ICC sangat menekankan proses pemilihan dalam hal negara arbiter. n75 Tujuan yang penting dalam memilih para arbiter adalah untuk menghindari prasangka nasional, yang dapat dicapai melalui pemanfaatan jaringan

(10)

Komite Nasional ICC yang ekstensif. Para pihak harus selalu ingat bahwa pengadilan ICC harus mengkonfirmasikan para calon dari para pihak. Proses konfirmasi ini menciptakan batasan bagi kebebasan para pihak dalam memilih seorang arbiter.

Di LCIA, seorang arbiter tunggal akan ditunjuk kecuali apabila para pihak menyetujui lain atau Pengadilan menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan seluruh kemungkinan diperlukan tiga orang arbiter. n76 Hanya Pengadilan yang diberikan wewenang untuk menunjuk para arbiter. n77 Meskipun demikian, “Pengadilan akan menunjuk para arbiter dengan memperhatikan setiap metode atau kriteria pemilihan yang disepakati oleh para pihak.” n78 Jelas bahwa Peraturan LCIA menyerahkan banyak tugas kepada para pihak, tetapi menyerahkan keputusan kepada Pengadilan. n79 “Pengadilan dapat menolak untuk menunjuk [*237] para calon apabila Pengadilan menetapkan bahwa para calon tersebut tidak cocok, tidak bebas atau tidak netral.” n80 Negara dari calon arbiter juga berperan dalam keputusan Pengadilan. n81

Sesuai dengan Peraturan AAA, “apabila para pihak belum menyepakati jumlah arbiter, satu orang arbiter akan ditunjuk kecuali apabila para pengurus menentukan, dalam kebebasannya untuk menentukan, bahwa tiga orang arbiter adalah sesuai oleh karena besarnya, rumitnya atau keadaan kasus yang bersangkutan.” n82 “Dalam memilih para abiter, para pihak dapat menyepakati bersama prosedur apa pun untuk menunjuk para arbiter.” n83 Apabila dalam jangka waktu empat puluh lima hari setelah arbitrase dimulai, para pihak belum menyepakati satu prosedur untuk memilih para arbiter, atau belum menyepakati bersama penunjukan para arbiter, pengurus akan menunjuk para arbiter dan arbiter ketua. n84 Jelas bahwa Peraturan AAA kurang bersifat “memerintah” daripada Peraturan-peraturan ICC dan LCIA, karena Peraturan AAA berupa bimbingan bagi para pihak dalam membuat keputusan mereka sementara Peraturan-peraturan ICC dan LCIA memberikan kepada pengadilan kemampuan untuk memilih seorang arbiter tanpa memandang keinginan para pihak.

6. Tindakan Sementara

Arbitrase lazimnya lebih cepat daripada proses pengadilan, namun demikian, sebuah keputusan arbitrase masih mungkin terlambat untuk memungkinkan pihak yang dirugikan untuk mencegah perubahan-perubahan yang tidak dapat dirubah kembali atau untuk menghindari kerugian yang besar dalam hal uang. Untuk alasan ini, para pihak harus mempertimbangkan untuk mengambil tindakan sementara. n85 Perjanjian-perjanjian [*238] internasional tidak cukup membantu dalam hal ini. Sebaliknya, undang-undang arbitrase nasional merupakan hal yang penting. Beberapa di antaranya melarang tindakan sementara dalam arbitrase, beberapa yang lainnya mengizinkan atau bahkan memberikan bimbingan kepada tindakan sementara tersebut. n86 Oleh karena itu, para pihak harus memperhatikan tempat pelaksanaan arbitrase. Karena tindakan sementara merupakan prinsip hukum yang tidak diatur secara cukup baik, akan lebih baik bagi para pihak untuk menyatakan secara expressis verbis apakah mereka ingin mengambil tindakan sementara dan, apabila demikian, tindakan sementara apa yang mereka inginkan. Tindakan sementara dapat mencakup: penyitaan barang, penyelesaian

(11)

berdasarkan putusan, dan tindakan jaminan, seperti pembayaran ke dalam rekening penitipan.

Peraturan UNCITRAL mengizinkan majelis arbitrasae, atas permohonan salah satu pihak atau apabila para arbiter menganggapnya perlu, untuk mengambil tindakan sementara yang dapat berbentuk keputusan sementara. n87 Di dalam arbitrase ICC, para pihak bebas menggunakan setiap kewenangan peradilan untuk tindakan-tindakan sementara atau perlindungan tanpa batasan sebelum file dikirimkan. Namun setelah file dikirimkan, penggunaan tersebut diberikan hanya dalam keadaan luar biasa. n88 Majelis arbitrase LCIA dapat memungkinkan pemeriksaan barang atau memerintakan disediakannya tempat penyimpanan, penjualan atau pembuangan barang apa pun di bawah pengawasan para pihak. n89 Perintah tersebut di atas harus dilakukan dalam batas-batas hukum yang berlaku dan dilakukan oleh para pihak. n90

Demikian seperti Peraturan UNCITRAL, Peraturan AAA menetapkan bahwa majelis arbitrase dapat mengambil tindakan sementara apa pun yang dianggapnya perlu atas permohonan pihak mana pun. Secara khusus, peraturan tersebut meminta agar barang-barang dititipkan kepada pihak ketiga untuk kepentingan perlindungan. Selain itu, tindakan sementara dapat berbentuk keputusan arbiter. n91 Dalam hal arbitrase kelembagaan, para pihak dapat menetapkan [*239] tindakan sementara, atau setidaknya para pihak dapat memiliki hak untuk mengambil tindakan tersebut dari pengadilan tanpa membatalkan perjanjian arbitrase. n92

7. Peraturan tentang Bukti n93

Proses penemuan bukti dalam sebuah pelaksanaan arbitrase memberikan contoh yang jelas akan perbedaan antara budaya-budaya hukum. n94 Pada umumnya, para arbiter internasional tidak memiliki kemampuan penemuan bukti yang ekstensif. Bagi para pihak dalam wilayah hukum yang menggunakan common law, yang terbiasa dengan sistem penemuan bukti pra-persidangan yang ekstensif, hal ini dapat menimbulkan “kekagetan” tertentu. Selain itu, Peraturan-peraturan ICC dan LCIA tidak mengandung ketentuan untuk pengenalan bukti. n95 Para pihak dalam arbitrase AAA harus membuktikan fakta-fakta yang mereka yakini dalam tuntutan maupun pembelaan mereka, tetapi majelis arbitrase dapat, setiap saat selama proses arbitrase, meminta para pihak untuk menyediakan dokumen-dokumen, lampiran-lampiran atau bukti lain apa pun yang dianggap perlu atau sesuai. n96

Peraturan UNCITRAL bahkan lebih ketat. Misalnya, setiap saat selama proses arbitrase UNCITRAL, majelis arbitrase dapat meminta para pihak untuk menyediakan dokumen-dokumen, lampiran-lampiran atau bukti lain apa pun dalam jangka waktu tertentu. n97 Beberapa peraturan yang berkenaan dengan bukti dalam klausul arbitrase mungkin diperlukan karena terbatasnya kemungkinan penemuan bukti di dalam pengadilan arbitrase sendiri. Namun demikian, para pihak dapat berharap untuk dapat membatasi kemampuan menemukan bukti yang luas dari para arbiter sesuai dengan Peraturan UNCITRAL.

(12)

Penyertaan banyak ketentuan yang berkenaan dengan bukti ke dalam klausul arbitrase tidak selalu mungkin dilakukan, namun demikian, apabila [*240] ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan bukti dimasukkan. Para pihak harus memperhatikan setiap batasan lingkup dan waktu dari penemuan bukti tersebut untuk menghindari penundaan dan biaya yang sangat berat. n98 Bahkan pada saat para pihak memutuskan untuk meneruskan tanpa ada ketentuan apa pun yang berkenaan dengan bukti dalam klausul arbitrase, para pihak dapat menyetujui dan mengadopsi peraturan yang berkenaan dengan bukti segera sebelum proses arbitrase dimulai. n99 Selain merancang peraturan mereka sendiri yang berkenaan dengan bukti dalam persetujuan arbitrase, para pihak dapat memilih untuk menggunakan peraturan yang berkenaan dengan bukti yang disusun oleh Asosiasi Bar Internasional. n100

8. Bahasa

Pada awalnya, bahasa arbitrase tidak menimbulkan permasalahan apa pun. Namun demikian, menyimpang dari kesan pertama ini, bahasa arbitrase dapat menjadi sangat penting. Misalnya, bahasa arbitrase dapat menimbulkan biaya yang besar untuk pekerjaan terjemahan hukukm. Selain itu, para pihak dapat tetap mempertahankan “penasehat” mereka, yang tidak dapat berbicara dalam bahasa yang dipilih untuk arbitrase, dan para arbiter tertentu tidak dapat melaksanakan tugasnya karena halangan bahasa. Sesuai dengan Peraturan UNCITRAL, majelis arbitrase akan menetapkan bahasa yang akan digunakan dalam arbitrase kecuali para pihak telah menyekapati bahasa yang akan digunakan dalam proses arbitrase sebelum arbitrase dimulai. n101

Arbiter ICC menetapkan bahasa yang akan digunakan dalam arbitrase. Meskipun demikian, arbiter tersebut akan memperhatikan dengan seksama segala kemungkinan yang berkaitan dengan arbitrase, terutama bahasa kontrak. Bahasa yang digunakan dalam arbitrase adalah bahasa dari dokumen yang berisi persetujuan arbitrase, kecuali para pihak telah menetapkan sebaliknya. n102 Dalam persetujuan arbitrase, [*241] bahasa Inggris dan Perancis adalah bahasa yang sering digunakan. n103 Namun demikian, perlu dicatat bahwa beberapa negara menetapkan bahasa yang akan digunakan untuk proses arbitrase yang mengambil tempat di wilayah hukum mereka. n104

9. Biaya

Biaya pelaksanaan biasanya mencakup biaya pengadilan, biaya pendaftaran keputusan, dan pajak. Pada umumnya, pihak yang kalah yang menentang keputusan arbitrase tidak akan bersedia menanggung biaya arbitrase. n105 Oleh karena itu, sebaiknya pihak yang kalah tidak diwajibkan membayar biaa arbitrase. n106 Sebaliknya, biaya tersebut harus ditanggung oleh pihak yang menolak pelaksanaan keputusan arbitrase. n107 Agar aman, para pihak dapat mempertimbangkan untuk menyediakan jaminan atas biaya seperti rekening penitipan atau jaminan bank. n108 Tanpa memandang siapa yang membayar biaya dalam proses ad hoc, para pihak harus menyelesaikan masalah pembayaran pada saat pertemuan pertama dengan para arbiter. n109

(13)

Peraturan UNCITRAL melarang pihak yang tidak berhasil untuk menanggung biaya arbitrase selain kerugian mereka. n110 Majelis arbitrase dapat melakukan penyimpangan dari prinsipnya dalam situasi di mana majelis arbitrase “menetapkan bahwa pembebanan [biaya kepada pihak yang dirugian] merupakan hal yang wajar.” n111 Keputusan ICC, terpisah dari keputusan in merito, berisi ketentuan kepada siapa biaya arbitrase tersebut dan masing-masing bagian biaya tersebut diberikan. n112 Biaya [*242] dalam arbitrase ICC cukup besar, karena biaya tersebut bergantung pada jumlah dalam perselisihan. Kecuali para pihak menyetujui lain, Majelis Arbitrase LCIA harus menetapkan bagian biaya yang harus dibayar oleh para pihak. n113 Sesuai dengan Peraturan AAA, perngadilan menetapkan biaya arbitrase dan juga membagikan biaya secara adil di antara para pihak. n114 Ketentuan-ketentuan arbitrase kelembagaan beroperasi secara berbeda dengan ketentuan-ketentuan di atas dan memberikan dua contoh dasar: baik pihak yang rugi menanggung biaya tersebut, atau kedua belah pihak menanggung biaya yang sama. Namun demikian, pada praktiknya, negara seorang arbiter dapat mempengaruhi bagaimana biaya arbitrase ditanggung, dan dengan demikian, negara seorang arbiter dapat bersifat menentukan dalam berbagai hal. n115

10. Bunga

Para pihak tidak mungkin ingin menyerahkan masalah bunga kepada undang-undang dari wilayah hukum yang berlaku. Para pihak harus membedakan antara dua jenis bunga. Jenis bunga yang pertama, bunga pra putusan, berkaitan dengan bunga terhitung sejak saat pelanggaran sampai dengan tanggal keputusan arbitrase yang sebenarnya. Penyertaan jenis bunga ini semata-mata memperumit prosedur dan tidak lazim. Jenis bunga yang kedua, bunga sesudah putusan, timbul sejak tanggal keputusan sampai dengan tanggal pembayaran sesungguhnya. n116 Para pihak dapat menetapkan jumlah bunga, baik dengan menyatakan suku bunga dalam persetujuan arbitrase atau dengan mengacu kepada indeks seperti LIBOR atau “suku bunga terendah” sebuah bank. Berdasarkan Peraturan LCIA, majelis dapat membebankan bunga yang sederhana atau yang terus bertambah pada suku bunga sebagaimana yang ditetapkan oleh majelis secara sesuai. n117 Keputusan-keputusan tersebut tidak memberikan mandat agar majelis terikat oleh suku bunga yang sah, termasuk setiap undang-undang bunga uang [*243] dari wilayah hukum tertentu. n118 Kepentingan sebuah keputusan dapat timbul selama jangka waktu apa pun yang ditetapkan sesuai oleh Majelis Arbitrase, tetapi tanggal akhir di mana bunga dapat timbul adalah tanggal di mana keputusan tersebut dipenuhi. n119

11. Mata Uang

Mengukur keputusan arbitrase dalam mata uang yang lazim dan tertentu memudahkan pelaksanaan. Ini tidak berarti bahwa seluruh permohonan, perhitungan, pertanggungjawaban atau biaya-biaya lain yang timbul selama proses arbitrase harus dalam mata uang yang telah ditentukan. n120 Sebaliknya, hal tersebut berarti bahwa jumlah dari keputusan yang terakhir akan ditukar ke dalam mata uang yang telah dipilih; oleh karena itu, apabila para pihak menginginkan mata uang tertentu mereka harus menetapkan sebelumnya. n122

(14)

12. Kekebalan Tertinggi

Dalam kasus-kasus di mana pihak yang tertinggi, atau agensi dari pihak tersebut, menandatangani persetujuan arbitrase, pihak swasta tersebut harus meminta pelepasan hak untuk mempertahankan kekebalan. Pelepasan hak ini seharusnya tidak hanya berkaitan dengan kekebalan terhadap wilayah hukum, tetapi juga mencakup ketentuan-ketentuan yang membebaskan pihak tersebut dari pelaksanaan keputusan. Pembebasan pelaksanaan lebih penting daripada pembebasan dari wilayah hukum, karena kemudian dapat diambil kesimpulan dari persetujuan tersebut untuk melaksanakan arbitrase. n123 Para pihak meminta pelepasan hak untuk mempertahankan kekebalan, karena berdasarkan hukum dari banyak negara, termasuk [*244] Amerika Serikat, memasuki satu hubungan dagang tidak mengimplikasikan pelepasan kekuasaan tertinggi. n124 Bagaimana pun juga, pada akhirnya menyusun sebuah pelepasan hak untuk mempertahankan kekebalan tertinggi merupakan usaha persiapan yang terbaik, tetapi tidak bertindak sebagai jaminan untuk wilayah hukum dan pelaksanaan, karena hasilnya akan bergantung kepada keadaan kasus, dan badan hukum tertinggi terlibat. Dalam konteks ini, para pihak juga harus mencatat beberapa wilayah hukum yang membatasi kapasitas para agen pemerintah untuk menandatangani persetujuan arbitrase. 125

13. Kerahasiaan

Salah satu dasar keunggulan arbitrase adalah kerahasiaan. Maka, pada saat menyusun sebuah persetujuan penulis harus memasukkan ketentuan tentang kerahasiaan. Sesuai dengan Peraturan UNCITRAL, keputusan dapat diumumkan hanya dengan persetujuan kedua belah pihak. n126 Hanya para pihak yang bersangkutan yang menerima salinan keputusan ICC. n127 Seluruh pertemuan dan pemeriksaan LCIA dilakukan secara rahasia kecuali ditetapkan lain oleh para pihak. n128 Seusai dengan Peraturan AAA, baik pemeriksaan maupun keputusan bersifat rahasia kecuali disetujui lain oleh hukum dari wilayah hukum yang menentukan atau para pihak sebelum proses arbitrase dimulai. n129 Para pihak dapat berharap untuk memperluas ketentuan-ketentuan tentang kerahasiaan dari lembaga-lembaga arbitrase karena, sebagai peraturan umum, ketentuan-ketentuan ini seringkali kurang luas sebagaimana yang diperlukan untuk melindungi para pihak. Ketentuan tentang kerahasiaan kelembagaan hanya mencakup lembaga dan, oleh karenanya, keputusan-keputusan dapat diumumkan melalui tindakan sepihak. n130 Apabila para pihak berharap untuk dapat melindungi diri mereka sendiri terhadap [*245] penyingkapan apa pun yang tidak diharapkan, mereka harus menyetujui hal ini baik dalam klausul arbitrase maupun pada waktu yang berikutnya. n131

14. Ketegasan

Para pihak harus menegaskan keputusan arbitrase dalam klausul arbitrase itu sendiri. Majelis arbitrase dalam bahasa Inggris menyadari bahwa diperlukan persetujuan “pengecualian” tersurat yang bersifat khusus, karena persetujuan tersebut mencegah kajian lebih lanjut akan masalah-masalah hukum oleh pengadilan. n132 Namun demikian, klausul dapat kekurangan nilai yang besar dalam praktik sesungguhnya. Bahkan, hukum nasional terkadang membatasi atau melarang persetujuan pengecualian.

(15)

n133 Dalam hal di mana pembatalan-pembatalan perlindungan adalah sah, para pihak harus mempertimbangkan bahaya yang berkaitan dengan keputusan akhit oleh badan arbitrase. Dalam konteks ini, perlu dicatat bahwa para pihak dapat, melalui persetujuan bersama, memperluas lingkup kesalahan yang dapat dimintakan naik banding dari undang-undang arbitrase nasional yang berlaku melalui persetujuan bersama. n134 Peraturan-peraturan UNCITRAL, LCIA dan ICC menyatakan bahwa setiap keputusan yang diberikan oleh majelis adalah final. n135

15. Konsolidasi Tuntutan

Seringkali untuk kepentingan kejujuran atau efisiensi beberapa tuntutan digabung menjadi satu buah proses. Misalnya, dalam pembuatan persetujuan dengan klausul arbitrase, terdapat pilihan untuk memasukkan perselisihan dengan sub kontraktor yang tidak terikat oleh klausul ke dalam proses arbitrase. Meskipun demikian, Arbitrase merupakan otonomi swasta dan semua pihak dari Arbitrase harus memberikan persetujuan. Dengan demikian, peraturan kelembagaan tidak ada kaitannya dengan konsolidasi, karena konsolidasi merupakan masalah yang rumit dan para pihak [*246] berada pada kedudukan yang tepat untuk mengatur. n136 Untungnya, ICC telah menerbitkan buku kecil yang memberikan bimbingan kepada para pihak yang bermaksud membuat ketentuan-ketentuan untuk arbitrase dengan banyak pihak. n137 Namun demikian, perlu diingat bahwa terkadang pengadilan memiliki wewenang untuk memerintahkan konsolidasi. n138

Pada saat merancang klausul arbitrase, para pihak mempersiapkan penyertaan pihak ketiga ke dalam proses arbitrase. Juga masuk akal bahwa kedua belah pihak sepakat untuk mengikat pihak ketiga yang terkait dengan kontrak utama, dan kontrak-kontrak yang “terkait” dengan arbitrase. Pada akhirnya, perlu diketahui bahwa baik apabila konsolidasi ditetapkan oleh para pihak atau diperintahkan oleh majelis arbitrase, berbagai masalah akan muncul dalam arbitrase, seperti masalah sekitar penunjukan para arbiter. n139

16. Bentuk Persetujuan Arbitrase

Syarat utama persetujuan arbitrase yang sah adalah bahwa persertujuan arbitrase tersebut dibuat secara tertulis. Meskipun beberapa kondisi memungkinkan, dalam batas-batas tertentu, prsetujuan arbitrase lisan, peraturan internasional tentang arbitrase tidak mengizinkan persetujuan lisan diakui sebagai persetujuan arbitrase yang sah dan dapat dilaksanakan. n140 Konvensi New York mendefinisikan perjanjian tertulis sebagai “klausul arbitrase dalam kontrak, atau persetujuan arbitrase, ditandatangani oleh para pihak atau terkandung di dalam korespondensi atau telegram”. n141 Oleh karena itu, sesuai dengan Konvensi New York, persetujuan arbitrase harus dibuat secara tertulis agar dapat dilaksanakan. n142

(16)

Komunikasi bukan hanya informasi yang dikirimkan, tetapi informasi yang diterima. Oleh karena itu, sangat penting bagi proses perancangan untuk mempertimbangkan bagaimana menafsirkan komunikasi. Pendek kata, para penyusun ingin mengetahui siapa yang bertanggung jawab untuk menafsirkan klausul arbitrase dan standar-standar yang mendasari pengukurannya.

Hal ini menjadi permasalahan yang sangat kompleks yang terkait dengan berbagai masalah dan doktrin hukum arbitrase perdagangan internasional. Anggapan yang pertama adalah bahwa arbitrase itu sendiri terpisah dari kontrak di mana arbitrase tersebut berada. n143 Doktrin ini dapat dijelaskan dengan cara yang berbagai cara dan dengan batasan berbeda yang ditetapkan salam aturan hukum nasional. Bagaimanapun juga, terdapat satu dalil yang sederhana apabila para pihak setuju untuk melaksanakan arbitrase. Hal ini berarti memasukkan juga masalah keabsahan kontrak. Hanya doktrin hal dapat dipisahkan yang dapat menjamin bahwa tujuan para pihak diwujudkan.

Hasilnya, dalam konteks ini yaitu bahwa hukum yang berbeda dari persetujuan utama dapat diberlakukan terhadap klausul arbitrase yang berkaitan. Hukum yang berlaku terhadap persetujuan mungkin saja timbul dari a) hukum yang dipilih oleh para pihak untk mengatur persetujuan arbitrase tersebut; b) hukum di tempat pelaksanaan arbitrase; c) hukum yang mengatur persetujuan pendahuluan para pihak; dan d) hukum dari tempat yang diinginkan untuk pelaksanaan keputusan oleh pengadilan. n144 Pihak yang berwenang (competence de la competences), akan memilih hukum yang sesuai. Dalam menentukan pilihan tersebut, pihak berwenang ini lazimnya dibimbing oleh “prinsip keabsahan” yang artinya ia akan memilih hukum yang berlaku yang mengesahkan persetujuan tersebut. n145 Hal ini penting untuk [*248] pelaksanaan keputusan dalam lingkungan internasional n146

Pada akhirnya kita sampai pada titik di mana kita harus menerapkan hukum nasional yang berkaitan dengan arbitrase. Di Amerika Serikat adalah AAA. n147 Lazimnya, tidak terdapat peraturan penafsiran ekstensif untuk klausul-klausul arbitrase. Contohnya, FAA tidak berisi perintah apa pun tentang bagaimana menafsirkan persetujuan-persetujuan arbitrase. Para arbiter dan pengadilan harus sepenuhnya mengandalkan hukum kasus. Namun demikian, dalam kebanyakan kasus, baik tertulis dalam undang-undang maupun dibuat dalam hukum kasus, klausul arbitrase akan ditafsirkan dalam cara yang serupa dengan kontrak. Penerapan peraturan penyusunan kontrak sejauh ini berjalan lancar, karena klausul arbitrase pada akhirnya tidak lebih dari klausul penyelesaian perselisihan kontrak.

Masalah berikutnya yaitu tentang pihak berwenang yang menerapkan peraturan perancangan klausul arbitrase. Hal ini penting karena pihak berwenang yang berbeda dapat memperoleh hasil yang berbeda. Para pihak berwenang yang diizinkan adalah pengadilan atau arbiter tersebut sendiri. Berdasarkan doktrin competence de la competence, para arbiter menetapkan wilayah hukum mereka sendiri. n148 Meskipun perlu diakui bahwa masalah competence de la competence bukanlah doktrin internasional, melainkan nasional, masalah tersebut sudah lazim disebut internasional. n149 Namun demikian, pada saat merancang klausul tersebut perlu untuk selalu

(17)

dipertimbangkan bahwa competence de la competence bukan hal yang dipermasalahkan. … Contohnya, di AS terdapat kasus-kasus yang secara tersirat menolak doktrin terebut n150 atau menerapkannya hanya pada beberapa persetujuan arbitrase. n151 Pengadilan dalam bahasa Inggris bersikap hati-hati dalam memberi competence [*249] de la competence kepada para arbiternya, karena di Perancis hal tersebut merupakan prinsip yang bagus. n152 Dalam hal apa pun, kata akhir, apakah majelis arbitrase berwenang, diputuskan oleh pengadilan. n153

Demikian pula peraturan kelembagaan memberikan keadaan dapat dipisahkan dan doktrin competence de la competence. n154 Hal ini merupakan hal penting sekunder karena prosedur kelembagaan bukan “peraturan super-hukum”, prosedur tersebut harus menggunakan hukum nasional dan dibatasi olehnya. n155 Peraturan kelembagaan daat memberikan beberapa panduan dalam kaitannya dengan tujuan para pihak, tetapi keputusan akhir terletak pada wilayah hukum nasional.

Pada saat melihat penafsiran klausul-klausul arbitrase, prinsip-prinsip berikut ini mengalami perubahan. Persetujuan arbitrase terpisah dari kontrak utama. Tanpa adanya pilihan ketentuan hukum yang jelas, terdapat beberapa wilayah hukum yang memungkinkan. Masalah hukum mana yang akan diterapkan dan tindakan penafsiran diselesaikan oleh para arbiter, apabila doktrin competence de la competence diterapkan. Doktrin ini dapat disebut bersifat internasional, namun demikian, bukan penerapan secara seragam di seluruh dunia. Setelah menemukan hukum yang berlaku dan pihak yang berwenang, doktrin-doktrin arbitrase nasional harus diterapkan. Berdasarkan peraturan-peraturan ini, hampir seluruh klausul arbitrase akan ditafsirkan seperti ketentuan-ketentuan kontrak.

[*250] IV. KESIMPULAN

Arbitrase dapat menjadi alat penyelesaian perselisihan dengan banyak manfaat dibandingkan dengan pengadilan tradisional. Namun demikian, para pihak dan kuasa hukum mereka tidak selalu sadar akan pentingnya merancang klausul arbitrase dengan sebaik-baiknya. Kepentingan ilmiah tidak terlalu tinggi, mungkin karena kepentingan praktis. Dengan mengabaikan klausul arbitrase telah mengabaikan fakta bahwa hal tersebut dapat menjadi dasar bagi proses yang sangat mahal dan panjang lebar. Sebagaimana telah dijelaskan dalam diskusi sebelumnya, terdapat berbagai faktor yang harus dipertimbangkan, beberapa di antaranya sangat bersifat praktis seperti prasarana tempat, dan yang lainnya rumit secara teori seperti pelaksanaan tindakan sementara yang diperintahkan oleh pegadilan berdasarkan hukum nasional.

Jelas tidak mungkin untuk memasukkan semua permasalahan yang telah didiskusikan di atas ke dalam sebuah klausul, namun para pihak harus waspada akan masalah-masalah yang mungkin timbul. Beberapa aspek akan menjadi cukup penting untuk dibahas dalam klausul arbitrase, sementara yang lainnya dapat dibiarkan saja. Para praktisi harus merancang klausul arbitrase dengan lebih berhati-hati, dengan menyadari pentingnya tindakan mereka tersebut. dari sudut pandang teori, mungkin saja diperlukan

(18)

diskusi lebih lanjut tentang masalah-masalah terkait yang menarik perhatian kepada maksud perancangan klausul arbitrase yang diremehkan.

CATATAN KAKI:

n1 See generally Alan Redfern and Martin Hunter, LAW AND PRACTICE OF INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION, at 169 (1991).

n2 See Stephen R. Bond, How to Draft an Arbitration Clause, 6 J. INTEL ARB. 65, at 67 (noting only four of two hundred and thirty-seven ICC arbitration cases involved submission agreements).

n3 See Piero Bernardini, The Arbitration Clause of an International Contract, 9 J. INT'L ARB. 45 (June 1992) (suggesting boiler-plate arbitration clauses often overlooked in favor of financial or economic terms in international agreements).

n4 See Benjamin G. Davis, Pathological Clauses: Frederic Eisenmann's Still Vital Criteria, 7 ARBITRATION INTERNATIONAL 365, sections II-III (No. 4, 1991) (examining most fundamental mistakes made in arbitration clauses).

n5 See David M. Heilbron, The Arbitration Clause, the Preliminary Conference, and the Big Case, 45 ARB. J. 38 (June 1990).

n6 See Markham Ball, Just Do It: Drafting the Arbitration Clause in an International Agreement, 10 J. INT'L ARB. 29 (1993) (describing parties' autonomy in fashioning dispute resolution procedure).

n7 See Bond, supra note 2, at 68 (describing difficulty of switching arbitration proceeding).

n8 See Edgar H. Brenner, International Arbitration: There is no Standard Clause, 49 J. INST. OF ARB. 20 (1983) (elucidating importance of drafting precise arbitration clause). n9 See G.A. Res. 31/98 (1976) (recommending use of UNCITRAL Rules used by parties in settlement of international disputes); U.N. Doc. A31/17, 31st Sess., Supp. No. 17 (adopting UNCITRAL Rules of Arbitration for international contract disputes). See generally United Nations Commission on International Trade Law Arbitration Rules, reprinted in <http://ra.iru.uit.no/trade_law/doc/UN.Arbitration.Rules.1976.html> (last visited February 24, 1998) [hereinafter UNCITRAL Rules] (setting forth model rules on International Trade Law and Arbitration promulgated by United Nations).

n10 UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 1(2).

n11 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 41(5) (setting forth model arbitration clause). The Model Arbitration Clause states: "Any dispute, controversy or claim arising out of or relation to this contract, or the breach, termination or invalidity thereof, shall be settled by arbitration in accordance with the UNCITRAL Arbitration Rules as at present

(19)

in force." See id. The parties may wish to add: a) the appointing authority, b) the number of arbitrators, c) the place of arbitration and d) the language(s) to be used. See id.

n12 See Richard J. Graving, The International Commercial Arbitration Institutions: How Good A Job Are They Doing?, 4 AM. U.J. INT'L L. & POL'Y 319 (1989) (giving overview of international arbitration institutions).

n13 See generally International Chamber of Commerce, <http://www.iccwbo.org> (setting forth arbitration case load of ICC).

n14 See International Chamber of Commerce Rules of Conciliation and Arbitration, I.E.L. VIII-E-2, at art. 19 (1988) [hereinafter ICC Rules].

n15 See ICC Rules, supra note 14, at art. 7.

n16 See Markham Ball, supra note 6, at 29 (stating mechanism for contract disputes settlements). The ICC Standard Clause states: "All disputes arising in connection with the present contract shall be finally settled under the Rules of Conciliation and Arbitration of the International Chamber of Commerce by one or more arbitrators appointed in accordance with the said rules." See id. Furthermore, the clause instructs the parties that they can stipulate the law governing the contract, the number of arbitrators, and the place and the language of the arbitration. See id.

n17 See London Court of International Arbitration, reprinted in <<http://ra.iru.no/trade_law/doc/LCIA.Arbitration.Rules.1985.html>> (having strong tradition in international maritime and commodity arbitration).

n18 See London Court of International Arbitration Rules, reprinted in <http://ra.iru.no/trade_law/doc/LCIA. Arbitration.Rules.1985.html>, Preamble [hereinafter LCIA Rules] (setting forth which LCIA Rules apply to arbitration proceeding based on when contract commenced).

n19 See LCIA Rules, supra note 18, at Future Disputes (expounding LCIA Arbitration clause contents and operation). The LCIA Arbitration Clause reads: "Any dispute arising out of or in connection with this contract, including any question regarding its existence, validity or termination, shall be referred to and finally resolved by arbitration under the Rules of the London Court of International Arbitration, which Rules are deemed to be incorporated by reference into this clause." See id.

n20 See generally American Arbitration Association, <http://www.adr.org> (last visited Feb, 24, 1998) (setting forth AAA's typical caseload).

n21 See generally American Arbitration Association International Arbitration Rules, <http://www.adr.org/rules/international-arb-rules.html> (last visited Feb. 24, 1998) [hereinafter "AAA Rules"].

(20)

n22 See AAA Rules, supra note 21, Art. 1 (1).

n23 See AAA, supra note 14, at Introduction. The AAA Clause states: "Any controversy or claim arising out of or relating to this contract shall be determined by arbitration in accordance with the International Arbitration Rules of the American Arbitration Association." See id. Pursuant to the Arbitration Clause, the parties can consider to add: the number of arbitrators; the place of arbitration; as well as the language(s) of the arbitration. See id. (stating further considerations for arbitration parties).

n24 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 1(1) (stating modifications to rules require writing).

n25 The possibility of the parties to agree on certain terms are stated in conjunction with the single procedural rules rather than in a general provision and are therefore treated below when examining single aspects of an arbitration agreement.

n26 See Emmanuel Gaillard, The Drafting of Effective Arbitration Clauses, 477 PRACTICING LAW INSTITUTE/COMMERCIAL LAW AND PRACTICE COURSE HANDBOOK SERIES 11 (1988). See generally Dana H. Freyer, International Commercial Contract Dispute Resolution Clause Checklist, 1997 A.B.A. SEC. INT'L L. & PRAC.

n27 See Heilbron, supra note 5, at 41. Heilbron states that "if you going to arbitrate, arbitrate; don't be a little bit pregnant." See id.

n28 See Nicholas C. Ulmer, Drafting the International Arbitration Clause, 20 INT'L LAW. 1335, 1340 (1986) quoting Craig, INTERNATIONAL CHAMBER OF COMMERCE ARBITRATION, § 6.03, at 46 (1984).

n29 See Nicolas C. Ulmer, supra note 28, at 1341 (suggesting ways to prevent relitigation).

n30 See Marvin T. Fabyanske, How to Draft an Arbitration Agreement, 17 THE FORUM 491, 493 (1981).

n31 See Ulmer, supra note 29, at 1343.

n32 See generally A.J. van den Berg, THE NEW YORK CONVENTION OF 1958: TOWARDS A UNIFORM JUDICIAL INTERPRETATION [hereinafter New York Convention].

n33 See Ulmer, supra note 28, at 1342-43 (stressing importance of choice of substantive law in international arbitration clause).

(21)

n34 See generally Michael F. Hoellering, Provisions of U.S. Law on Arbitration Agreements, 170 ARBITRATION & THE LAW 1987/88 (providing illustrative example how U.S. deals with arbitration agreements and arbitration in general).

n35 See Martin Hunter, Achievements of the Intention of the Parties: Arbitration Agreements and the First Procedural Steps in International Arbitration, 48 JOURNAL OF THE INSTITUTE OF ARBITRATORS: ARBITRATION 213, at 214 (1982).

n36 See Bernardini, supra note 3, at 52 (listing practical considerations in choosing seat). n37 See Jan Paulsson, Ronald Bernstein and Derek Wood, Handbook of Arbitration Practice, 445-47 (1993) (explaining importance of choosing neutral place).

n38 UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 16(1). n39 See ICC Rules, supra note 14, art. 23. n40 See ICC Rules, supra note 14, art. 23. n41 See Bond, supra note 2, at 73.

n42 See LCIA Rules, supra note 17, art. 7 (discussing choice of place for arbitration). n43 See AAA Rules, supra note 21, art. 13 (indicating what should occur if there is no agreement on place of arbitration).

n44 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 7 (discussing roles of arbitrators).

n45 See LCIA Rules, supra note 17, art. 7.2 (determining where and how arbitration should take place).

n46 See AAA Rules, supra note 21, art. 13.

n47 See Gary B. Born, INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION IN THE UNITED STATES, 77 n. 175 (1994).

n48 See ICC Rules, supra note 14, at art. V(1)(b). Article V(1)(b) states in pertinent part that "the party against whom the award is invoked was not given proper notice of the appointment of the arbitrator or of the arbitration proceedings or was otherwise unable to present his case."

n49 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 3.

n50 See ICC Rules, supra note 14, at art 14(3); LCIA Rules, supra note 21, at art. 2(1). n51 There are several choice of law questions in an arbitration: 1) the law applicable to the contract, 2) to the arbitration agreement, 3) to the arbitration procedure (lex arbitri)

(22)

and 4) the conflict rules for these questions. Substantive law in this context is the law applicable to the merits of the contract.

n52 See Bond, supra note 2, at 74 (supporting proposition that parties to arbitration conduct jurisdiction shopping). This proposition is supported by the fact that 75% of all ICC cases in 1987 had in addition to the arbitration clause a choice of law. See id.

n53 See Bernardini, supra note 3, at 57. n54 See Born, supra note 47, at 104-05.

n55 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art 33.

n56 See ICC Rules, supra note 14, art. 13(3). n57 LCIA Rules, SUPRA note 17, art 13.1 (a)

n58 See AAA Rules, supra note 21, art. 28. We see that the ICC and UNCITRAL Rules let the arbitrators decide which choice of law to choose, whereas under the LCIA and the AAA Rules the arbitrators directly choose the applicable substantive law. See id. These different approaches are in the end not so different, since the arbitrators will always look at the final results and not so much the intermediate steps. See id.

n59 See BLACK'S LAW DICTIONARY, at 82 (6th ed., 1990): (defining amicable compounders as "arbitrators authorized to abate something of the strictness of the law in favor of natural equity").

n60 See Rene David, L'ARBITRAGE DANS LE COMMERCE INTERNATIONAL, at 457 (Economica, Paris, 1982).

n61 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art 33.

n62 See ICC Rules, supra note 14, at art. 13(1)(g) (discussing requirements of document setting forth terms of reference).

n63 See AAA Rules, supra note 21, at art. 28(3).

n64 See generally Thomas E. Carbonneau, LEX MERCATORIA AND ARBITRATION, (1990).

n65 See Thomas Oehmke, INTERNATIONAL ARBITRATION, § 5:4, at 49 (1990). n66 See Born, supra note 47, at 60. When talking about communications between arbitrators and the parties it has to be taken into account that under some institutional rules ex parte communications are restricted. See id.

(23)

n67 See Micheal F. Hollering, How to Draft An AAA Arbitration Clause for International Business, 47 ARBITRATION JOURNAL 44, at 47 (March 1992).

n68 See Bernardini, supra note 3, at 56.

n69 See generally Parker School of Foreign and Comparative Law, GUIDE TO INTERNATIONAL ARBITRATION AND ARBITRATORS (1992) (providing example of arbitrator directory).

n70 See Jaroslav Sochynsky and Mariah Baird, Tailoring the Arbitration Clause: Accommodating Needs in Real Estate and Other Transactions, 21 GOLDEN GATE U.L.REV. 281, at 296 (1991) (stating this consideration may propose that whole party appointed arbitrator regarded as outdated).

n71 See International Bar Association, Ethics for International Arbitrators, 26 I.L.M. 583, 584 (discussing rules governing international arbitrators). The IBA ethics rules can be made applicable by a proposed standard clause: "The parties agree that the rules of Ethics for International Arbitrators established by the International Bar Association, in force at the date of the commencement of any arbitration under this clause, shall be applicable to the arbitrators appointed in resect of such arbitration." See id.

n72 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 5. n73 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 7(1).

n74 See ICC Rules, supra note 14, art. 2(2) (establishing time for appointment of arbitrator).

n75 See Craig, supra note 29, para 12:3, at 223.

n76 See Craig, supra note 29, para. 13.03, at 223 (stating that arbitrator appointment provisions for LCIA appear in Art. 3 of LCIA Rules).

n77 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3 (designating court sole appointer of arbitrators pursuant to LCIA Rules).

n78 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3.

n79 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3 (recognizing Court's ability to refuse party nominated arbitrators where Court deems them not suitable or impartial).

n80 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3.

n81 See LCIA Rules, supra note 17, at art. 3.3 (stating sole arbitrators not appointed if same nationality as one of parties).

(24)

n82 See AAA Rules, supra note 21, art 3. n83 See AAA Rules, supra note 21, art. 3.

n84 See AAA Rules, supra note 21, art. 6 (stating procedure of appointing arbitrators when parties do not mutually agree).

n85 See generally Axel Bosch, PROVISIONAL REMEDIES IN INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION: A PRACTITIONER HANDBOOK (1994) (discussing advantages and reasons for taking provisional measures).

n86 See Born, supra note 47, at 757.

n87 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 26 (stating ability of parties to acquire interim measures from arbitration tribunal upon their request).

n88 See ICC Rules, supra note 14, art. 7(5) (stating parties' rights to obtain provisional measures); Craig, supra note 28, para 8.07, at 74 (discussing powers and procedures for provisional relief).

n89 See LCIA Rules, supra note 18, art. 13.1(g)-(h). n90 See LCIA Rules, supra note 18, art. 13.1(g)-(h).

n91 See AAA Rules, supra note 21, art. 22 (discussing use of experts by arbitration tribunals).

n92 See Hoellering, supra note 68, at 48.

n93 See generally Peter V. Eijsvoogel, EVIDENCE IN INTERNATIONAL ARBITRATION PROCEEDINGS (1994).

n94 See Ball, supra note 6, at 37 (discussing evidentiary procedures in various courts). n95 See LCIA Rules, supra, art. 11 (discussing tribunal's use of witnesses).

n96 See AAA Rules, supra note 21, art. 20 (discussing hearings before tribunals).

n97 See UNCITRAL Rules, supra note 9, art. 24 (discussing evidence and hearings before tribunals).

n98 See Hoellering, supra note 68, at 49.

n99 See Ball, supra note 6, at 37 (emphasizing flexibility of evidentiary rules during arbitration).

(25)

n100 See generally IBA SUPPLEMENTARY RULES GOVERNING THE PRESENTATION AND RECEPTION OF EVIDENCE IN INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION, (1983).

n101 See UNCITRAL Rules, supra note 9, at art. 17 (delineating choice of language rule).

n102 See LCIA Rules, supra note 18, at art. 8 (stating rules of arbitration language). n103 See Bond, supra note 2, at 76 (discussing ICC Rules for arbitration language choice).

n104 See Bernardini, supra note 3, at 58. n105 See Ulmer, supra note 29, at 1348. n106 See Ulmer, supra note 29, at 1348. n107 See Ulmer, supra note 29, at 1348.

n108 See Julian D.M. Lew, Arbitration Agreements: Form and Character, reprinted in Petar Sarcevic, ESSAYS ON INTERNATIONAL COMMERCIAL ARBITRATION, 51, at 62 (1989).

n109 See Ball, supra note 6, at 44 (discussing settlement of arbitrator's fees). n110 See UNCITRAL Rules, supra note 14, art. 40 (1).

n111 See UNCITRAL Rules, supra note 14, at art. 40(1).

n112 See ICC Rules, supra note 14, art. 20 (providing decision as to costs of arbitration). Article 20 provides for an advance to cover the costs of arbitration. See id.

n113 See LCIA Rules, supra note 18, art. 18 (providing rules concerning costs).

n114 See AAA Rules, supra note 21, art. 32 (providing for compensation for arbitrators). n115 See Born, supra note 47, at 95.

n116 See Ulmer, supra note 29, at 1345 (analyzing problems of interest and costs). n117 See LCIA Rules, supra note 18, at art. 16(5).

Referensi

Dokumen terkait

Terlepas dari hipotesis tentang ke- Syi’ah-an orang-orang Sipai tersebut, baik yang awal maupun yang belakangan, satu fakta menarik yang tidak bisa dibantahkan

Adapun berdasarkan penelitian dari Sjahrir (1995), ia menemukan bahwa pelaku migrasi (penduduk Bejer) yang pergi ke Jakarta segera mendapatkan pekerjaan tanpa harus melalui

Nocturnal enuresis (bedwetting) yang terjadi pada 1/3 awal tidur dan sering dihubungkan dengan bangun pada malam hari juga dimasukan ke dalam gangguan tidur.. Klasifikasi gangguan

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: (1) Manfaat teoritis, dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum tata negara, khususnya terkait

Baut yang tidak diulir penuh ialah baut yang hanya bagian ujungnya diulir. Untuk lebih jelasnya, perhatikan Gambar berikut ini.. 9 Diameter nominal baut yang tidak diulir

 Prediksi Curah Hujan Das II Agustus 2016 sebagian besar wilayah Indonesia pada kisaran rendah - menengah (20-75mm/Das), kecuali di Pesisir selatan Sumatera, sebagian Papua

Berdasarkan Hasil Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dalam menetapkan hukum aborsi terkait dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

(6) Bandar udara intemasional angkutan kargo sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, merupakan bandar udara yang ditetapkan sebagai bandar udara yang melayani angkutan kargo