• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN DELEGASI WORKING VISIT AND FOCUS GROUP DISCUSSION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN DELEGASI WORKING VISIT AND FOCUS GROUP DISCUSSION"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN DELEGASI

WORKING VISIT AND FOCUS GROUP DISCUSSION

Toward Indonesia’s Equitable Green Growth: Improving

Access to Justice in Environmental Matters.

Samarinda, Kalimantan Timur

25-28 November 2020

BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN

(2)

1

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN KERJA SAMA ANTAR PARLEMEN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Toward Indonesia’s Equitable Green Growth: Improving Access to Justice in

Environmental Matters.

SAMARINDA, KALIMANTAN TIMUR, 25-28 NOVEMBER 2020

I. PENDAHULUAN

A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI

Pelaksanaan kunjungan kerja Panitia Kerja tentang Organisasi Internasional pada tanggal 25-27 November 2020 di Samarinda, Kalimantan Timur didasarkan pada Keputusan Pimpinan BKSAP DPR RI Nomor PW/13161/DPR RI/11/2020 tanggal 12 November 2020. B. SUSUNAN DELEGASI NO. ANG G. NAMA KETERANGAN A-86 A-86 Dr. Fadli Zon Dr. Fadli Zon, SS., M.Sc

Ketua Bksap/Ketua Tim/ F-Gerindra A-144 Ir. Efendi Sianipar Anggota Bksap/F-PDI Perjuangan A-230 Drs. I Made Urip., M.Si Anggota Tim / F-PDI Perjuangan

A-59 Fadhlullah Anggota Bksap/F-Gerindra A-355 Hasby Anshory, SE, MM Anggota Bksap/F-Nasdem

(3)

2

A-20 Luluk Nurhamidah, M.Si, M.PA Anggota Bksap/ F-PKB A-028 H. Yaqut Cholil Qoumas Anggota Bksap/ F-PKB A-461 Muhammad Iqbal, Se.,M.Com Anggota Bksap/ F-PPP

C. VISI DELEGASI

▪ Pemahaman mengenai realita akses terhadap keadilan dalam masalah lingkungan untuk membantu DPR agar lebih mampu menggunakan kewenangan legislasi anggaran dan pengawasannya secara efektif untuk memastikan pertumbuhan hijau yang inklusif dan adil di Indonesia.

▪ Mengidentifikasi strategi untuk memperkuat peran DPR dalam meningkatkan akses keadilan terhadap masalah lingkungan di Indonesia.

D. MISI DELEGASI

▪ Untuk mengetahui realitas dan isu-isu terkini terkait akses keadilan terhadap masalah lingkungan di Indonesia, dan untuk mengidentifikasi peran legislasi, anggaran, dan pengawasan DPR untuk menangani masalah-masalah ini, terutama yang berkaitan dengan kebijakan dan implementasi pertumbuhan hijau Pemerintah Indonesia.

▪ Untuk mengeksplorasi strategi yang secara efektif dapat meningkatkan akses keadilan terhadap masalah lingkungan dalam kaitannya dengan kebijakan dan implementasi pertumbuhan hijau Pemerintah Indonesia.

▪ Menghimpun masukan dan materi yang relevan untuk penyusunan Buku Putih BKSAP tentang Ekonomi Hijau dan Demokrasi Lingkungan.

E. PERSIAPAN PELAKSANAAN TUGAS

Materi yang dijadikan referensi bagi Delegasi dan Ketua BKSAP DPR RI diolah oleh Regional Representative Wesminster Foundation for Democracy, Tenaga Ahli dan Sekretariat KSI BKSAP berupa TOR, Agenda Pertemuan, Pidato, Saran Butir Wicara mengenai Toward Indonesia’s Equitable Green Growth: Improving Access to Justice in Environmental Matters.

(4)

3

II. ISI LAPORAN

A. AGENDA KUNJUNGAN KERJA

WAKTU KEGIATAN KETERANGAN

Kamis, 26 November 2020

13.30-14.00 WITA

Acara diawali dengan “Foto Bersama” yang diikuti oleh: Delegasi Tim Kunker BKSAP dengan

Gubernur Kaltim, Pimpinan DPRD Prov. Kaltim, dan Perwakilan Universitas Mulawarman.

Sambutan

Dr. Fadli Zon, Chair of Inter-Parliamentary Cooperation Committee of DPR-RI

Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si., The Governor of East Kalimantan

Dr. Mahendra Putra Kurnia, S.h., M.H., Dean of Faculty of Law, Mulawarman University

David R. Boyd, UN Special Rapporteur on Human Rights and Environmental (video message)

Matthew Hedges, Director for Asia and Americas of WFD, Former UK Ambassador to Paraguay and Deputy Ambassador to Myanmar (virtual)

Moderator: Amelia Wijayanti, Tenaga Ahli BKSAP

Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim

14.00-15.45 WITA

Topics:

1. Reflection on Access to Justice in Environmental Matters in Indonesia: Obstacles, Strengths, and Opportunities for Ways Forward

2. Exploring Strategies to Improve Access to Justice in Environmental Matters to Ensure Inclusive and Equitable Green Growth in Indonesia

Speakers:

(5)

4

1. Stefanus Winibaldus Mere, LL.M., M.A., Ph.D., The Institute for Social Ethics, Nanzan University, Nagoya- Japan (virtual) 2. Rukka Samboliggi, Secretary General,

Association of the Indigenous Communities (AMAN)

3. Dr. Muhammad Muhdar, S.H., M.Hum., Senior Lecturer in Environmental Law, Faculty of Law, Mulawarman University

4. Prof. Dr. Mustofa Agung Sarjono,

Professor in Forestry and Deputy Rector on Academic Affairs, Mulawarman University

Discussants:

1. Luluk Nur Hamidah, M.Si., M.PA., member of Committee for Agriculture, Forestry, Environment

2. Hasbi Anshory,S.E., M.M., member of Committee for Economy and Finance

Moderators:

Wiwik Harjanti, S.H. LL.M, Faculty of Law, Mulawarman University

Agus Wijayanto, Indonesia Country Representative of WFD

15.45-16.00 WITA

Penutup

Dr. Fadli Zon, Chair of Inter-Parliamentary Cooperation Committee of DPR-RI

Jumat, 27 November 2020

09:00 – 12.00 WITA

Menyusun Rencana Aksi:

Exploring further collaboration of DPR, CSOs, Academia in promoting sustainable and equitable economic growth through environmental democracy

Fasilitator – Agus Wijayanto

(6)

5

B. SITUASI UMUM

Dalam kunjungan kerja ini BKSAP mengambil format Focus Group Discussion (FGD) untuk meningkatkan efektifitas kegiatan dan memudahkan dialog antara berbagai pemangku kepentingan. Focus Group Discussion dilaksanakan dengan bekerjasama dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD).

Suasana Ruang Rapat

Sebagai pembuka, Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Dr. Mahendra Putra Kurnia, S.H., M.H.,, menyampaikan apresiasi atas pelaksanaan FGD ini. Universitas Mulawarman sangat mendukung kegiatan ini dan harapannya FGD ini akan menghasilkan rekomendasi sesuai yang diharapkan.

David R. Boyd, UN Special Rapporteur on Human Rights and Environment, menyampaikan video messages. Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk pelaksanaan demokrasi lingkungan hijau. Konstitusi maupun Undang-Undang HAM dan Undang-Undang lingkungan hidup menjamin hak warga negara untuk menikmati alam yang hijau dan lestari. Seperti yang terjadi di belahan dunia lain, Indonesia juga menghadapi tantangan dari sisi legislasi dan impelementasi. Oleh karena itu dibutuhkan

(7)

6

aksi internal untuk menjembatani gap antara kerangka legislasi dengan implementasi. Indonesia dapat mengambil leading role untuk inisiatif traktat regional ASEAN seperti di kawasan lainnya.

Matthew Hedges, Director for Asia and Americas of WFD, Former UK Ambassador to Paraguay and Deputy Ambassador to Myanmar, menyampaikan bahwa diantara negara-negara berkembang Indonesia telah memiliki landasan yang kuat untuk 3 pilar keadilan lingkungan. Pada tahun 2015, Indeks Demokrasi Lingkungan yang diluncurkan oleh World Resources Institute (WRI) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-17 dari sampel 70 negara setelah memeriksa 75 indikator hukum, berdasarkan standar obyektif dan yang diakui secara internasional yang ditetapkan oleh United Nations Environment Programme. Indonesia memiliki kinerja sangat baik pada pilar Transparansi, baik pada pilar Keadilan, dan mendapatkan nilai yang cukup pada pilar Partisipasi. Oleh karena itu WFD sangat berkenan untuk bekerjasama dengan DPR RI melalui BKSAP dalam rangka penguatan komitmen penerapan demokrasi lingkungan.

Para Peserta Berfoto Bersama

H. Hadi Mulyadi, S.Si., M.Si., Wakil Gubernur Kalimantan Timur, dalam pidato sambutannya menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur

(8)

7

mengapresiasi pelaksanaan FGD yang bertujuan untuk mendorong Pembangunan Hijau yang Berkeadilan di Indonesia ini. Pembangunan Hijau, yang mengedepankan keseimbangan Ekonomi, Sosial dan Lingkungan, telah menjadi arus utama dalam konsep pembangunan di berbagai negara dan wilayah. Keterlibatan Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI sebagai ujung tombak diplomasi parlemen Indonesia, tentunya akan mempercepat pelaksanaan dan memperluas dukungan implementasi pembangunan Hijau di Indonesia.

Pembangunan Hijau juga telah menjadi arus utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kalimantan Timur Tahun 2019-2023. Pelaksanaan Visi ‘Berani untuk Kalimantan Timur Berdaulat” didukung oleh Misi ke 2 (dua) yang menekankan pada Transformasi Ekonomi Kalimantan Timur, dari perekonomian berbasis lahan dan sumberdaya alam tak terbarukan menjadi ekonomi berbasis Industri dan Manufaktur yang memanfaatkan sumberdaya alam yang terbarukan. Selain itu dalam Misi Ke 4 (empat) RPJMD 2019-2023, Kalimantan Timur juga mendorong Kedaulatan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan.

Sebagai bukti bahwa Kalimantan Timur merupakan provinsi yang peduli terhadap Pembangunan Hijau dan penurunan emisi adalah ditetapkannya Provinsi Kalimantan Timur oleh Pemerintah Pusat sebagai lokasi Pilot Proyek Penurunan Emisi berbasis Jurisdiksi, melalui Program FCPF Carbon Fund. Program ini adalah program penurunan emisi dari deforestrasi dan degradasi hutan yang merupakan Kerjasama Pemerintah Indonesia dan Bank Dunia, yang dilaksanakan mulai tahun 2020 sampai tahun 2024.

Melalui pelaksanaan Program FCPF-Carbon Fund ini, diperkirakan akan terjadi penurunan emisi dari degradasi dan deforestrasi hutan sebesar 61,3 juta ton CO2 ekuivalen di Kalimantan Timur. Namun, berdasarkan Draft Final Perjanjian Pembayaran, Program FCPF-Carbon Fund Indonesia hanya memiliki ketersediaan dana sebesar US$ 110 juta, sebagai insentif bagi penurunan 22 juta ton CO2 ekuivalen di Kalimantan Timur. Sehingga masih ada sekitar 40 juta ton potensi penurunan emisi CO2 yang belum mendapatkan apresiasi. Pada kesempatan ini kami mengharapkan agar BKSAP_DPR RI dapat menjembatani Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dengan para pihak yang memiliki ketertarikan dalam mengapresiasi upaya penurunan emisi

(9)

8

berbasis lahan yang telah dilakukan di Kalimantan Timur. Kerjasama yang telah dilakukan BKSAP-DPR RI dengan Westminter Foundation For Democracy dapat menjadi sarana untuk mendapatkan dukungan dari Pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris, melalui 2 lembaga pemerintahnya, merupakan donor bagi Program FCPF Carbon Fund, bersama-sama dengan 8 (delapan) negara dan 2 (dua) Perusahaan/lembaga Internasional lainnya.

Sebagai penutup dari sambutan ini, beliau sekali lagi menyampaikan apresiasi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Semoga pelaksanaan FGD ini dapat menyerap aspirasi, pengetahuan dan pengalaman Provinsi Kalimantan Timur yang dapat dimanfaatkan bagi perumusan kebijakan dan peraturan Pembangunan Hijau yang Berkeadilan di Indonesia. Semoga hasil dari FGD ini dapat mendukung pelaksanaan tugas diplomasi dari BKSAP DPR RI sebagai bagian dari multi-track diplomacy untuk mempromosikan dan memperjuangkan kepentingan Nasional Indonesia.

FGD kemudian dibuka secara resmi oleh Ketua BKSAP, Dr. Fadli Zon. Pada pidato pembukaan, Ketua BKSAP menyampaikan diskusi ini merupakan bagian dari trilogi diskusi yang diadakan oleh BKSAP bekerja sama dengan Westminster Foundation for Democracy (WFD). Dalam dua acara sebelumnya, telah dibahas mengenai inovasi pelibatan warga negara dan partisipasi publik dalam urusan legislatif terkait pertumbuhan hijau. Pada kesempatan kali ini rangkaian diskusi diakhiri dengan fokus pada akses keadilan dalam lingkungan. Ketiga tema utama tersebut merupakan bagian dari tiga pilar Demokrasi Lingkungan. Sebagai mercusuar demokrasi, parlemen berada pada posisi terdepan untuk mengarusutamakan isu ini dalam kebijakan publik dan menginternalisasikannya ke dalam kerja parlemen. Akses terhadap keadilan adalah prinsip dasar dari Negara Hukum. Dengan tidak adanya akses terhadap keadilan, suara masyarakat tidak didengar dan tidak dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan perlakuan hukum yang adil. Masalah lingkungan tidak pernah menjadi prioritas utama sebelumnya. Dasawarsa ketidakadilan telah menciptakan ketimpangan sosial dan ekonomi dalam masyarakat kita. Di masa kritis seperti pandemi global seperti saat ini, konsekuensi ketidakseimbangan dalam masyarakat mengingatkan pada urgensi untuk perubahan. Prinsip demokrasi lingkungan adalah titik tolak untuk menelaah keadilan

(10)

9

lingkungan, meskipun dalam implementasi pilar-pilarnya harus selalu berakar pada konteks dan prioritas nasional kita.

Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP membuka rapat secara resmi

Focus Group Discussion menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang. Diskusi terfokus pada dua tema yaitu:

1. Reflection on Access to Justice in Environmental Matters in Indonesia: Obstacles, Strengths, and Opportunities for Ways Forward

2. Exploring Strategies to Improve Access to Justice in Environmental Matters to Ensure Inclusive and Equitable Green Growth in Indonesia

Sebagai pembicara pertama, Stefanus Winibaldus Mere, LL.M., M.A., Ph.D., The Institute for Social Ethics, Nanzan University, Nagoya- Japan, mengawali paparan para narasumber dengan meletakkan kerangka keilmuan mengenai bisnis, HAM dan keterkaitan dengan pertumbuhan hijau yang berfokus pada kelestarian lingkungan. Saat ini bisnis dan ekologi masih menjadi paradigm kontradiktif sehingga industri yang melibatkan ekstraksi sumber daya alam cenderung merugikan masyarakat. Ekonomi kapitalis neoliberal cenderung mengesampingkan ekologi. Kewajiban sosial bisnis

(11)

10

dimaknai sebagai aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan keuntungan bisnis selama dampak lingkungan yang dihasilkan masih dapat ditoleransi. Yang harus disadari saat ini adalah pada akhirnya ekonomi hijau akan memberikan kontribusi keuntungan bagi perusahaan. Dengan mengadopsi pendekatan ekonomi hijau, bisnis dapat menghindari kemungkinan adanya tuntutan hukum yang tentunya akan memakan biaya besar dan mempengaruhi nama baik perusahaan. Saat ini tantangan yang dihadapi terkait paradigma ekonomi yang akan diadopsi sebagai panduan pengambilan kebijakan. Pendekatan neoklasikal yang cenderung menempatkan bisnis untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya atau pendekatan reformis. Pendekatan yang lebih moderat mencoba mencari keseimbangan di antara paradima ekonomi saat ini. Kebijakan terkait ekonomi hijau dan kebutuhan perusahaan untuk mendapat keuntungan dapat berjalan paralel dengan berpijak pada tiga hal pokok yaitu kewajiban negara untuk melindungi rakyat, kewajiban perusahaan untuk menghormati hak-hak warga negara dan access to legal remedy.

Pembicara kedua, Rukka Sombolinggi, Secretary Association of the Indigenous Communities (AMAN), menyampaikan bahwa masyarakat adat di Indonesia masih belum diakui secara hukum meskipun keberadaan mereka diakui secara konstitusional. Selain itu AMAN menyampaikan juga kritik masyarakat adat atas Omnibus Law yang dinilai tidak akan berpihak pada masyarakat adat. Pendekatan pidana kriminal masih dipake untuk masyarakat adat yang mempertahankan posisi mereka atas hukum adat. Ekosistem ekonomi saat ini masih belum ekonomi yang berbasis kearifan lokal, dan selama hal ini masih belum berubah, hak-hak masyarakat adat masih akan terus terpinggirkan.

Pembicara ketiga, Dr. Muhammad Muhdar, S.H., M.Hum., Senior Lecturer in

Environmental Law, Faculty of Law, Mulawarman University, menyampaikan

Indonesia menjamin akses warga negaranya untuk hukum dan keadilan melalui UUD 1945 pasal 28 (1), pasal 65 (1) dan pasal 66 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(12)

11

Pembicara keempat, Prof. Dr. Mustofa Agung Sarjono, Professor in Forestry and

Deputy Rector on Academic Affairs, Mulawarman University menyampaikan mengenai

strategi-strategi untuk meningkatkan akses keadilan lingkungan guna mencapai pertumbuhan hijau yang inklusif dan setara di Indonesia. Paparan mengambil studi kasus Kalimantan Timur. Berbagai tantangan telah diidentifikasi. Tantangan tersebut adalah konsistensi dan komitmen yang kuat dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan pelaporan program; dukungan dari berbagai pihak akan menjadi kunci kelancaran proses, sumber daya alam dan sektor ekonomi berbasis lahan memegang peran kunci, oleh karena itu perlu dikembangkan bisnis rendah karbon dan model teknologi; serta perlunya mengembangkan sistem dan mengintegrasikan data serta informasi perencanaan dan pelaksanaan. Selanjutnya, alternatif strategi yang dapat membantu mengatasi tantangan tersebut adalah dengan mengintegrasikan program pengurangan emisi yang memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi ke dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah) dan Renstra (rencana strategis sektoral), melalui RPPLH (Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup/ rencana pengelolaan dan perlindungan lingkungan), KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis/lingkungan strategis-studi mental), dan melalui berbagai rencana sektoral jangka panjang di tingkat provinsi dan kabupaten (kehutanan, perkebunan, pertanian, dll); penyusunan RPJMD menggunakan analisis spasial dan pemodelan pertumbuhan hijau, dengan harapan bahwa prioritas program dapat ditentukan menuju pembangunan hijau; mensinergikan perencanaan dan pemantauan program pembangunan pemerintah, sektor swasta dan masyarakat untuk membuat pengambilan keputusan yang lebih baik untuk mencapai target SDGs.

Anggota BKSAP, Luluk Nur Hamidah, M.Si., MPA, sebagai penanggap menyampaikan saat ini semua pihak harus bersama-sama fokus pada apa yang ada di hadapan. Kemajuan perlindungan hukum atas hak akses keadilan lingkungan harus sejalan dengan mekanisme pelaksanaan hak tersebut. Hak untuk mengakses keadilan lingkungan mengandung aspek keadilan yang substantif dan prosedural. Aspek-aspek tersebut harus memperhatikan dinamika konteks budaya, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu perangkat legislasi harus diperbarui secara berkala agar dapat mengikuti perkembangan zaman. Kerangka legislasi yang dihasilkan oleh lembaga legislatif di

(13)

12

Senayan harus diarahkan untuk mendorong partisipasi publik yang memadai dalam masalah lingkungan. Partisipasi publik menjamin inklusivitas. Selain itu, juga harus ditujukan untuk melengkapi sistem bantuan hukum bidang lingkungan.

Manajemen pengelolaan sumber daya berbasis komunitas merupakan salah satu opsi. Konversi hutan alam menjadi perkebunan komersial skala besar yang kurang bermanfaat bagi masyarakat harus dihentikan karena tidak berkelanjutan secara ekonomi dan ekologis. Hak-hak masyarakat adat Indonesia harus diakui keberadaannya sesuai UUD 1945. Ke depannya, sebagai AKD yang memiliki mandat diplomasi parlemen, BKSAP berada di posisi yang tepat untuk menggaungkan ekonomi hijau ke dunia internasional. BKSAP juga dapat mengadvokasi akses ke keadilan lingkungan dalam skala global. Hal itu dapat dilakukan melalui keikutsertaan dalam sidang-sidang tahunan organisasi-organisasi antar parlemen dan pertemuan rutinnya. BKSAP dapat mengajukan isu ini untuk menjadi kesepakatan bersama hasil sidang seperti Resolusi.

(14)

13

Beberapa hal yang mengemuka dalam diskusi antara lain mengenai distribusi pembangunan, partisipasi masyarakat dan bantuan hukum bagi mereka yang tidak memiliki sumber daya untuk mengakses keadilan lingkungan.

Rukka Sombolinggi menanggapi dengan menyampaikan Kalimantan Timur memiliki Perda mengenai masyarakat adat. Masyarakat Kalimantan Timur belum mendapat kesetaraan dari sisi akses atas kekayaan alam Kalimantan Timur. Industri-industri ekstraktif tidak memberikan banyak manfaat bagi masyarakat lokal. Kebijakan di tingkat Provinsi harus terus diperbaiki sehingga nantinya dapat melindungi masyarakat yang semakin terpinggirkan dengan adanya Omnibus Law. AMAN meyakini Omnibus Law tidak akan mampu mencapai tujuan yang digaungkan yaitu pertumbuhan ekonomi dan investasi yang bermuara pada kesejahteraan rakyat, tetapi justru akan kontraproduktif dengan kesejahteraan rakyat. Tantangan terbesar yang ada di Kalimantan Timur masih harus dibenahi misalnya konsesi yang hingga kini tumpang tindih antara sawit dan industri ekstraktif. Perdagangan domestik harus digiatkan sehingga ekonomi tidak lagi bertumpu pada ekspor industri ekstraktif.

Terkait level partisipasi, AMAN menilai partisipasi harus dibuka seluas-luasnya. Demokrasi adalah dari kita untuk kita oleh kita. Konteks pembangunan harus meninggalkan paradigma lama. Dalam hal ini dibutuhkan good faith, good intention. Peran pemerintah dan DPR sangat diperlukan terutama dalam mendukung peraturan dan Undag-Undang yang memiliki keberpihakan pada rakyat.

Stefanus Winibaldus Mere, LL.M., M.A., Ph.D proses pembuatan Undang-Undang harus melibatkan masyarakat terdampak. Demikian juga dengan proses pembangunan, masyarakat harus dilibatkan dan memberikan consent untuk aktivitas-aktivitas terkait perubahan lingkungan di kawasan mereka. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, masyarakat yang berada di sekitar daerah terdampak harus teredukasi dengan baik mengenai hak dan kewajibannya. Kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibanya terutama terkait keadilan lingkungan menjadi prasyarat mutlak untuk dapat mendistribusikan pemerataan pembangunan yang berkeadilan. Terkait akses sistem peradilan yang membutuhkan sumber daya finansial yang besar, narasumber menyampaikan salah satu tujuan saat membicarakan environmental justice adalah agar

(15)

14

untuk parlemen harus membuat UU yang memfasilitasi akses rakyat untuk legal sistem dan sistem hukum. Apabila hal ini tidak dapat dicapai, harus dieksplorasi mengenai alternatif untuk mekanisme hukum berbasis negara.

Prof. Dr. Mustofa Agung Sarjono menyampaikan distribusi manfaat pembangunan harus menjadi tanggung jawab bersama pemerintah pusat dan daerah. Upaya yang ada saat ini seperti kehutanan sosial merupakan contoh upaya untuk mendistribusikan manfaat secara adil. Terkait partisipasi sebaiknya tidak dilihat dari skala kuantitas tetapi lebih pada aspek keterwakilan. Komunitas bukan merupakan entitas tunggal. Oleh karena itu bukan mengenai porsi partisipasi tetapi lebih pada keterwakilan suatu masyarakat. Keterwakilan tentunya harus dipertimbangkan secara baik.

Dr. Muhammad Muhdar, S.H., M.Hum. menyampaikan bahwa distribusi manfaat pembangunan harus dipahami dengan sistem licensing yang inklusif. Mengenai partisipasi, dengan merujuk pada Pasal 70 UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menekankan hak partisipasi publik. Mengacu pada pasal tersebut, partisipasi berarti harus melibatkan komunitas yang berada di sekitar daerah terdampak, misal komunitas lingkar tambang. Untuk biaya akses keadilan yang mahal, LSM dapat melakukan pendampingan sehingga masyarakat dapat memahami opsi-opsi untuk akses mekanisme seperti misalnya paralegal.

(16)

15 Dr. Fadli Zon, Ketua BKSAP bertukar cindera mata dengan H. Hadi Mulyadi, S.Si., M.Si,

Wakil Gubernur Kalimantan Timur

III. KESIMPULAN DAN SARAN

▪ Poin-poin substantif yang dihasilkan kegiatan ini dapat ditindaklanjuti sebagai rekomendasi Panja Organisasi Internasional. Rekomendasi yang dihasilkan akan membantu BKSAP dalam mengkomunikasikan isu ini dengan AKD lainnya di DPR RI maupun pihak-pihak terkait.

▪ Melihat antusiasme peserta dalam mengikuti acara ini, BKSAP diharapkan terus melakukan kegiatan serupa dengan melibatkan akademisi dan para pakar.

▪ BKSAP dapat terus melakukan inovasi dalam format FGD. Ke depannya diharapkan FGD dapat terus mengangkat tema-tema spesifik yang dapat mendukung partisipasi BKSAP dalam sidang-sidang internasional.

(17)

16

IV. PENUTUP

A. KETERANGAN LAMPIRAN

Laporan ini dilengkapi oleh lampiran sebagai berikut:

Paparan narasumber

Dokumentasi

Liputan media elektronik

Kliping berita media cetak

B. ANGGARAN

Anggaran yang dipergunakan dalam penyelenggaraan acara ini adalah 248.440.000 (Dua Ratus Empat Puluh Delapan Juta Empat Ratus Empat Puluh Ribu Rupiah).

C. KATA PENUTUP

Demikianlah pokok-pokok Laporan kunjungan kerja Panitia Kerja tentang Organisasi Internasional pada tanggal 25-27 November 2020 di Samarinda, Kalimantan Timur. Dokumen terkait akan dijadikan lampiran. Atas nama delegasi, kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada delegasi untuk melaksanakan tugas berat yang mulia demi bangsa dan negara Indonesia. Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, 30 November 2020 Ketua Delegasi,

Dr. Fadli Zon, S.S., M.Sc. A-86

(18)

17

(19)

18 Ir. Effendy Sianipar. Anggota BKSAP DPR RI / F-PDIP

(20)

19

Luluk Nur Hamidah, Anggota BKSAP DPR RI / F-PKB

(21)

20 Delegasi DPR RI

Referensi

Dokumen terkait

Pura Uluwatu merupakan salah satu Kahyangan Jagat di Bali, tergolong kedalam Sad Kahyangan dan Pura Uluwatu sebagai tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam

Tali jenis ini digunakan pada kondisi yang sama dengan inti tali kawat baja jenis I.W.R pada tali kawat baja dengan inti terbuat dari jalinan baja biasanya digunakan

Pembiasaan sholat berjamaah dengan tertib, peran orang tua yang selalu mengontrol anaknya dalam segala aktifitas.. 4 Revisi proposal yang sudah disidangkan dan melakukan

JUDUL : PENGARUH FAKTOR INTERNAL, ESKTERNAL DAN STRATEGI TERHADAP DAYA SAING USAHA KECIL MENENGAH PADA PENGUSAHA BIKA AMBON DI MEDAN.. Tanggal

Hasil dari penelitian ini ditujukan un- tuk memahami trend perilaku pembelian produk hijau oleh konsumen Indonesia, selain itu juga penelitian ini menawarkan

Produk pemetaan geomorfologi adalah peta geomorfologi pada skala 1:25.000 yang berdasarkan pada analisis desk-study, dengan peta dasar adalah peta topografi,

Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pada tahap perencanaan di keempat kelurahan menunjukkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat yang paling beragam adalah

Puskesmas maupun klinik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan memiliki Program Rujuk Balik (PRB) untuk melanjutkan terapi yang diperoleh di rumah sakit bagi