• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skenario 3 Traumatologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skenario 3 Traumatologi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KELOMPOK  LAPORAN KELOMPOK 

DISKUSI TUTORIAL DISKUSI TUTORIAL

BLOK TRAUMATOLOGI SKENARIO 3 BLOK TRAUMATOLOGI SKENARIO 3

PENANGANAN TRAUMA ABDOMEN

PENANGANAN TRAUMA ABDOMEN

OLEH: OLEH:

KELOMPOK 14 KELOMPOK 14

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER  PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER 

FAKULTAS KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2012 2012 G G00000099003300 AASSRRI I SSUUKKAAWWAATTI I PP.. G G00000099003322 ATATIIKKA A ZZAAHHRRO O NN.. G G00000099006666 DDWWI I TTIIAARRA A SS.. G G00000099112200 LLOOUUIIS S HHAADDIIYYAANNTTOO G G00000099114444 MMUUVVIIDDAA G G00000099115566 NNUUR R JJIIWWO O WW.. G G00000099116644 OOGGI I KKUURRNNIIAAWWAANN G G00000099119944 RRUUBBEEN N SSTTEEVVAANNUUSS G G00000099119988 SSAAYYEEKKTTI I AASSIIH H NN G G00000099220022 SSOOFFI I AARRIIAANNII

(2)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. Latar Latar BelakangBelakang Skenario 3: Skenario 3:

Korban Pengeroyokan Korban Pengeroyokan Seorang laki-laki

Seorang laki-laki, , umur 30 tahun, umur 30 tahun, saat menonton sepakbolasaat menonton sepakbola, , dikeroydikeroyok oleh ok oleh suportsuporter er  kes

kesebebelelasaasan n lalawawan. n. LaLaki-ki-lalaki ki tetersrsebuebut t kekemudmudiaian n didibawbawa a ke ke UGUGD D RS RS DoDoktkter er  Muwardi. Pasien tiba di RS Dokter Muwardi kira-kira 1 jam setelah kejadian. Pasien Muwardi. Pasien tiba di RS Dokter Muwardi kira-kira 1 jam setelah kejadian. Pasien mengeluh nyeri terutama di bagian perut kanan atas, dia merasa telah ditusuk benda mengeluh nyeri terutama di bagian perut kanan atas, dia merasa telah ditusuk benda tajam 2 kali di bagian perut kanan atas dan sekali di punggung kiri saat dikeroyok. tajam 2 kali di bagian perut kanan atas dan sekali di punggung kiri saat dikeroyok. Pasien masih dalam keadaan sadar (compos mentis) tapi merasa lemas.

Pasien masih dalam keadaan sadar (compos mentis) tapi merasa lemas. Per

Perawat melakuawat melakukan kan pempemerieriksaaksaan n vitavital l sigsign n dan dan hashasilnyilnya: a: nadi nadi 130130x x per per menmenit,it, tekanan nadi kecil. Respiration rate: 32x per menit, tensi:80/40 mmHg, suhu: 36,5 tekanan nadi kecil. Respiration rate: 32x per menit, tensi:80/40 mmHg, suhu: 36,5 derajat Celcius.

derajat Celcius.

Hasil pemeriksaan dokter IGD Hasil pemeriksaan dokter IGD AIRWAY (A):

AIRWAY (A): Bebas

Bebas

Dokter memberikan oksigen 10-12 lt/menit dengan masker (Nonrebreathing mask), Dokter memberikan oksigen 10-12 lt/menit dengan masker (Nonrebreathing mask),  pasang c

 pasang collar brollar brace.ace.

BREATHING (B): BREATHING (B): RR 32 x/menit RR 32 x/menit

Thorax: jejas ekskoriasi pada hemithorax sinistra, pengembangan hemithorax sinistra Thorax: jejas ekskoriasi pada hemithorax sinistra, pengembangan hemithorax sinistra ter

tertingtinggalgal, , perperkuskusi i hemhemithoithorax rax sinisinistrstra a bagbagian ian bawbawah ah redredup up (mu(mulai lai costcosta a 8-98-9, , didi  bawahnya:

 bawahnya: timpantimpani), i), auskulauskultasi tasi suara suara vesikulevesikuler r menurun menurun pada pada bagian bagian bawahbawah hemithorax sinistra (mulai costa 8-9, di bawahnya: bising usus). Kesan hemotoraks hemithorax sinistra (mulai costa 8-9, di bawahnya: bising usus). Kesan hemotoraks sinistra.

sinistra. Dok

Dokter ter mermerencaencanakanakan n pempemerieriksaaksaan n thothorax rax fotfoto o (pa(pada da adjuadjunct nct priprimarmary y survsurvey).ey). Dil

(3)

dokter melakukan pemeriksaan pada circulation (secara simultan). Setelah WSD terpasang, keluar darah 75 cc dan RR tetap 32x/menit.

CIRCULATION (C):

 Nadi 130x per menit, tekanan nadi kecil, tensi 80/40 mmHg, suhu: 36,5 derajat celcius. Akralnya dingin dan lembap.

Pada abdomen terlihat distended, luka di bagian perut kanan atas sudah tidak  mengeluarkan darah, bising usus menurun, pekak hepar (+), defans muskuler (-),  perut teraba tegang, tes undulasi (+) dan pekak beralih (+). Kesan terdapat perdarahan

internal (abdomen). Bagian pelvis dan femur tak terdapat keluhan maupun jejas.

Pemeriksaan rectal toucher: sarung tangan lendir darah (-), lain-lain normal. Dokter  segera melakukan pemasangan infus 2 jalur, dengan jarum no 16 (jarum besar), RL hangat digrojok, dan melakukan crossmatch. Selanjutnya dokter memasang kateter  untuk monitoring, di mana urin yang pertama keluar harus dibuang karena tidak  mencerminkan kondisi perfusi jaringan pasien. Hasil 100 cc dan jernih.

Tindakan dokter selanjutnya:

Konsul kepada dokter bedah mengenai perdarahan abdomen dan melakukan  pemasangan WSD, serta melanjutkan resusitasi cairan. Kemudian mempersiapkan

kemungkinan operasi dan evaluasi kondisi sirkulasi dengan menilai tensi, nadi, akral, capillary refill time, dan produksi WSD – urin per jam.

DISABILITY (D): GCS 15, pupil isokor.

ENVIRONMENT / EXPOSURE (E):

Semua pakaian pasien dibuka untuk menilai apakah ada kelainan lain yang sifatnya life threatening. Setelah itu pasien diselimuti untuk mencegah hipotermi.

ADJUNCT PRIMARY SURVEY

Dilakukan foto cervical lateral cross table, thorax foto dan pelvis (AP). Hasil foto cervical, thorax AP: normal. Hasil foto pelvis AP: terdapat fractur di os simphysis  pubis, sacro iliac disruption dextra.

(4)

Pada pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen bagian atas, dan extremitas dalam  batas normal. Dokter melakukan konsul pada dokter bedah (orthopaedi, digestif, dan

urologi).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan awal? a. Airway

 b. Breathing c. Circulation d. Disability

e. Exposure/environment

2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tambahan? a. Adjunct to primary survey

 b. Secondary survey

3. Mengapa pasien diberi bantuan oksigen dengan masker non-rebreathing?

4. Mengapa pasien diberi RL hangat dan bagaimana cara pemberiannya yang benar? 5. Apa indikasi pemasangan infus 2 jalur?

6. Berapa jam ‘gold period’ pada luka tusuk?

7. Mengapa pasien pada skenario sadar tapi lemas?

8. Apa manfaat dari evaluasi produksi WSD dan urin per jam?

9. Mengapa urin initial tidak dijadikan patokan menilai perfusi penderita?

C. Tujuan

1. Menjelaskan penyebab trauma abdomen.

2. Memperoleh informasi yang akurat mengenai status awal pasien dengan trauma abdomen.

3. Menyusun data dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan.

4. Melakukan tindakan pada pasien trauma abdomen dengan tepat. D. Manfaat

(5)

2. Mahasiswa dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai status awal pasien dengan trauma abdomen.

3. Mahasiswa dapat menyusun data dari keluhan pasien dan pemeriksaan fisik untuk  menentukan tindakan yang harus dilakukan.

4. Mahasiswa dapat melakukan tindakan pada pasien trauma abdomen dengan tepat.

BAB II HASIL DISKUSI

(6)

A. JUMP 1: KLARIFIKASI ISTILAH

1. Masker (Nonrebreathing mask) : masker tembus pandang yang menutupu mulut dan hidung pasien, dilengkapi dengan kantung tambahan sehingga tidak percampuran antara oksigen yang diberikan dengan udara luar.

2. Collar brace : alat untuk immobilisasi leher atau mempertahankan tulang servikal. 3. Jejas ekskoriasi : luka lecet.

4. WSD: tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

5. Abdomen distended : proses peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan  peningkatan tekanan dalam perut dan menekan dinding perut.

6. Defans muskuler : nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya inflamasi di daerah peritonitis.

7. Tes undulasi : suatu tes untuk menandakan adanya cairan dalam rongga abdomen 8.Capillary refill time : tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar kuku untuk  memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi)

9.Crossmatch: reaksi silang dalam pemeriksaan sebelum transfusi darah untuk  mencocokkan golongan darah. Eritrosit donor direkasikan dengan plasma resipien, dan plasma donor direkasikan dengan eritrosit pasien.

10. Perfusi jaringan : keadaan dimana individu beresiko mengalami penurunan O2 dan nutrisi perifer dalam suplai kapiler.

11. Sacro iliac disruption : gambaran hasil rontgen dimana hubungan antara os sacrum dan ileum mengalami pergeseran.

B. JUMP 2: RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan awal? a. Airway

 b. Breathing c. Circulation d. Disability

(7)

e. Exposure/environment

2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tambahan? a. Adjunct to primary survey

 b. Secondary survey

3. Mengapa pasien diberi bantuan oksigen dengan masker non-rebreathing?

4. Mengapa pasien diberi RL hangat dan bagaimana cara pemberiannya yang benar? 5. Apa indikasi pemasangan infus 2 jalur?

6. Berapa jam ‘gold period’ pada luka tusuk?

7. Mengapa pasien pada skenario sadar tapi lemas?

8. Apa manfaat dari evaluasi produksi WSD dan urin per jam?

9. Mengapa urin initial tidak dijadikan patokan menilai perfusi penderita?

C. JUMP 3: ANALISIS MASALAH

1. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan awal? a. Airway

Pasien bebas jalan nafasnya. Pemberian oksigenasi 10-12 lt per menit merupakan tindakan untuk mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan asidosis respiratorik. Pemasangan collar brace dimaksudkan untuk menghindari cidera  pada vertebra cervical (Uyainah, 2009).

 b. Breathing

RR 32x/menit (N: 16-20x/menit) karena adanya hemothorax yang diderita korban. Ada jejas ekskoriasi pada hemithorax sinistra disebabkan adanya tusukan  benda tajam. Pengembangan hemithorax sinistra tertinggal dapat disebabkan oleh fraktur costa atau tekanan yang diakibatkan oleh darah pada rongga pleura. Perkusi redup disebabkan oleh adanya darah pada rongga pleura. Auskultasi suara vesikuler menurun juga disebabkan adanya darah pada cavum pleura. Dokter  merencanakan pemeriksaan thorax foto untuk memastikan keadaan thorax pasien. Dilakukan pemasangan WSD yang dilakukan untuk mengeluarkan darah pada rongga pleura pasien.

(8)

 Nadi 130x/menit (N: 60-100x/menit) sebagai kompensasi adanya kekurangan perfusi jaringan. Tekanan nadi yang kecil dan tensi 80/40 mmHg (N: 120/80 mmHg) merupakan gejala syok hipovolemik. Syok hipovolemik  disebabkan oleh perdarahan yang terlihat atau yang tidak terlihat (Sjamsuhidajat, 2004). Abdomen terlihat distended karena adanya darah pada abdomen pasien. Bising usus menurun disebabkan adanya darah yang menghalangi bising usus terdengar dari pemeriksaan auskultasi. Pekak hepar (+) dan defans muskuler (-) menunjukan tidak adanya peritonitis. Tes undulasi (+) dan pekak beralih (+) menandakan adanya cairan dalan rongga abdomen pasien. Pemerikasaan rectal toucher : sarung tangan lender darah (-), lain lain normal. Hal ini menunjukan gastrointestinal pasien tidak mengalami masalah.

d. Disability

GCS 15 menandakan kesadaran pasien komposmentis. Pupil isokor  menandakan tidak adanya trauma kepala yang berat.

e. Exposure/environment

Semua pakaian pasien dibuka untuk menilai apakah ada kelainan lain yang sifatnya life threatening. Setelah itu pasien diselimuti untuk mencegah hipothermy.

2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tambahan? a. Adjunct to primary survey

Dari pemeriksaan adjunct primary survey didapatkan hasil foto pelvis AP adanya fraktur di os simphysis pubis dan sacro iliac disruption dextra. Pelvis  berupa tulang massiv dan berbentuk cincin yang tersusun dari os coxae, os

sacrum, dan os coccygeus. Fraktur pada tulang pelvis dicurigai adanya kelainan  pada organ dalam cavum pelvis. Fraktur pada os simphysis pubis menyebabkan  perubahan posisi tulang pelvis lebih kearah anterior sehingga menyebabkan disruption atau peregangan pada sacro illiaca dextra. Fraktur pelvis juga merupakan salah satu penyebab dari perdarahan intra peritoneal, dimana  perdarahan terbut menyebabkan syok hipovolemi hemoragik.

(9)

 b. Secondary survey

Pada pemerikasan kepala leher, thorax, abdomen bagian atas, dan ekstremitas dalam batas normal. Selanjutnya dokter melakukan konsul ke dokter   bedah (orthopaedi, digestif, dan urologi). Hal ini dilakukan untuk memperbaiki

keadaan pasien.

3. Mengapa pasien diberi bantuan oksigen dengan masker non-rebreathing?

Salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat adalah terapi oksigen (O2). Secara klinis tujuan utama pemberian oksigen adalah :

1. Untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas Darah.

2. Untuk menurunkan kerja nafas dan menurunkan kerja miokard.

Terapi oksigen merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk keperawatan terhadap adanya gangguan pemenuhan oksigen pada klien. Pengetahuan perawat yang memadai terhadap proses respirasi dan indikasi serta metode pemberian oksigen merupakan bekal bagi perawat agar asuhan yang diberikan tepat guna dengan resiko seminimal mungkin.

Pemberian oksigen selalu diperlukan bila keadaan penderita buruk. Indikasi  pemberian oksegen adalah antara lain :

a. setiap penderita trauma berat.

 b. pada saat resusitasi jantung paru (RJP) c. Setiap nyeri pre-kordial.

d. Gangguan paru seperti asthma, COPD.

e. Gangguan jantung seperti decompensasi cordis.

f. Pemberian oksigen tidak perlu disertai alat pelembab (humidifier) karena  pemberian singkat.

Cara pemberian oksigen dapat dengan : a. Kanul hidung (nasal canule).

Kanul hidung lebih dapat ditolerir oleh anak-anak, face mask akan ditolak, karena merasa dicekik. Orang dewasa juga kadang kadang menolak face mask karena

(10)

dianggap mencekik. Kekurangan kanul hidung adalah dalam konsentrasi oksigen yang dihasilkan.Pemberian oksigen melalui kanul tidak bisa lebih dari 6 liter/menit karena tidak berguna untuk meningkatkan konsentrasi dan iritatif  untuk penderita.

 b.Sungkup Muka Sederhana (rebreathing mask)

Merupakan alat pemberian oksigenkontinu atau selang seling 5 – 8 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen 40 – 60%. Keuntungan Konsentrasi oksigenyang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam  pemberian terapi aerosol. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen

kurang dari 40%, dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. c. Non Rebreathing Mask.

Pada face mask dipasang reservoir oksigen yang mempunyai katup. Bila diinginkan konsentrasi oksigen yang tinggi, maka rebreathing mask paling baik. Dengan pemberian 8 – 12 liter/menit konsentrasi 02 sampai 99% yang bisa menyebabkan tidak mengeringkan selaput lendir. Kekurangannya kantong oksigen bisa terlipat dan mempengaruhi sirkulasi oksigen.

4. Mengapa pasien diberi RL hangat dan bagaimana cara pemberiannya yang benar? Pasien diberikan RL hangat 39 °C untuk mencegah hipotermia dan digrojok  untuk memperbaiki homeostasis tubuh. Hal ini diindikasikan pada pasien trauma yang kehilangan banyak cairan (resusitasi cairan). Pemasangan infuse juga harus disertai monitoring kerja jantung, CRT, perfusi ginjal, kerja paru, dan vital sign. Infus pengganti dihangatkan karena proses pembekuan darah paling baik pada suhu 38,5ºC. Hemostasis sukar berlangsung baik pada suhu dibawah 35ºC. Hipotermia  pasien trauma terjadi bila pra rumah sakit berlangsung lama (bahkan pada cuaca tropis). Pasien mudah dingin, tetapi sulit dihangatkan, maka dari itu pencegahan hipotermi sangat penting. Dengan cara oral/intravena dipanaskan sampai mencapai suhu 40-42ºC. Pemberian dengan digrojog agar pasien dalam sekenario mendapat cairan dengan segera dan dalam jumlah yang banyak. Agar  tidak terjadi kekurangan cairan.

(11)

5. Apa indikasi pemasangan infus 2 jalur?

Pada pasien dalam skenario dilakukan pemasangan infus 2 jalur. Hal ini disebabkan pasien tersebut membutuhkan terapi cairan dalam jumlah yang banyak. Pasien terkesan mengalami perdarahan internal (abdomen). Pemberian cairan dalam  jumlah yang banyak dan cepat untuk mencegah terjadinya syok yang diakibatkan

kehilangan darah dari perdarahan abdomennya. Selain itu, tensi yang rendah (80/40 mmHg) dan waktu terjadinya trauma (1 jam sebelum dibawa ke rumah sakit) juga menjadi pertimbangan untuk melakukan pemberian cairan yang banyak dan dalam waktu yang singkat. Akan tetapi, pemberian terapi cairan tersebut juga harus dievaluasi mengenai beban jantung akibat pemberian cairan yang banyak, CRT (Capillary Refill Time), dan pemeriksaan urin dengan memasang kateter (untuk  menilai fungsi ginjal).

6. Berapa jam ‘golden period’ pada luka tusuk?

Pada trauma abdomen akibat luka tusuk terdapat golden period yaitu 8 jam. Apabila selama golden period itu pasien mendapat penanganan yang cepat dan  ptepat, prognosis keadaan pasien itu juga akan menjadi baik.

Trauma abdomen dapat dibagi menjadi trauma tembus dan trauma tumpul. Akibat dari trauma dapat berupa perforasi ataupun perdarahan. Kematian karena trauma abdomen biasanya terjadi akibat sepsis atau perdarahan.

Tipe Cedera

Berdasarkan organ yang terkena dapat dibagi menjadi dua :

·Pada organ padat, seperti hepar, limpa dengan gejala utama perdarahan.

·Pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dengan gejala utama adalah  peritonitis.

Mekanisme Trauma Tembus Abdomen :

Luka tusuk ataupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Usus merupakan organ yang paling sering terkena pada luka tembus abdomen, sebab usus mengisi sebagian besar rongga abdomen.

(12)

Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis jika mengenai organ berongga intra peritonial. rangsangan peritonial timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut.

1. Gaster yang bersifat kimia, onsetnya paling cepat. (akan terjadi peradangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis yang hebat)

2. Kolon yang berisi feses, onsetnya paling lambat. (mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium) Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan ”indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi”.

Penegakkan diagnosis

Pada luka tusuk, tanyakan waktu terjadinya trauma, jenis senjata yang dipergunakan (senapan, pistol, pisau) jarak dari pelaku, jumlah tikaman atau tembakan, dan jumlah  perdarahan eksternal yang tercatat ditempat kejadian.

7. Mengapa pasien pada skenario sadar tapi lemas?

Pasien sadar tetapi dalam keadaan pasien lemas. Hal ini dikarenakan disamping terdapat external bleeding, pasien juga mengalami internal bleeding. Kami memperkirakan internal bleeding terjadi pada cavum abdomen hal ini ditandai dengan adanya pekak hepar (+), perut teraba tegang, tes undulasi (+) dan pekak   beralih (+).

Pendarahan (bahasa Inggris: hemorrhage, exsanguination; bahasa Latin: exsanguinātus, tanpa darah) merupakan istilah kedokteran yang digunakan untuk  menjelaskan ekstravasasi atau keluarnya darah dari tempatnya semula. Pendarahan dapat terjadi hanya di dalam tubuh, misalnya saat terjadi peradangan dan darah keluar dari dalam pembuluh darah atau organ tubuh dan membentuk hematoma; atau terjadi hingga keluar tubuh, seperti mengalirnya darah dari dalam vagina, mulut, rektum atau saat kulit terluka, dan mimisan. Terdapat 2 macam klasifikasi  pendarahan, yaitu:

(13)

1. Standar American College of Surgeons' Advanced Trauma Life Support ATLS membuat klasifikasi pendarahan berdasarkan persentase volume kehilan-gan darah, sebagai berikut:

• Kelas I, dengan kehilangan volume darah hingga maksimal 15% of blood vol-ume.

 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.

 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.

 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk  kehilangan darah sekitar 10%

 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan  pengisian kapiler, dan anxietas ringan.

 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar  katekolamin, yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah  perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolic.

 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.

 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan  penurunan tekanan darah sistolik.

 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap cairan.

 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur),  berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental

(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.

(14)

• Kelas II, dengan kehilangan volume darah antara 15-30% dari total volume. • Kelas III, dengan kehilangan darah antara 30-40% dari volume pada sirkulasi

darah.

• Kelas IV, dengan kehilangan yang lebih besar daripada 40% volume sirkulasi darah.

2. Standar World Health Organization

WHO menetapkan skala gradasi ukuran resiko yang dapat diakibatkan oleh pen-darahan sebagai berikut:

• Grade 0: Tidak terjadi pendarahan • Grade 1: Pendarahan petekial

• Grade 2: Pendarahan sedang dengan gejala klinis yang signifikan • Grade 3: Pendarahan gross, yang memerlukan transfusi darah

• Grade 4: Pendarahan debilitating yang fatal, retinal maupun cerebral

Dikenal juga jenis pendarahan dalam yaitu darah yang keluar dari pembuluh darah mengisi rongga dalam tubuh, seperti rongga dalam perut. Pendarahan ini dapat diidentifikasi dari tanda-tanda pada korban, seperti:

• setelah cidera korban mengalami syok, tapi tidak ada tanda-tanda pendarahan • tempat cidera mungkin terlihat memar yang terpola

• lubang tubuh mungkin mengeluarkan darah

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang. Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik  sering tidak nyata. Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan klasifikasi awal.

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok. Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea, suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi, dan defisit neurologis)

Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut,  paha, dan bagian luar tubuh:

(15)

• Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard,  pembuluh darah, atau laserasi paru.

• Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau dis-tensi, yang menunjukkan cedera intraabdominal.

• Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur femur dan perdarahan dalam paha).

• Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdara-han luar.

• Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau perdarahan.

8. Apa manfaat dari evaluasi produksi WSD dan urin per jam?

Setelah dipasang WSD dan dikeluarkan darah 75 cc tapi RR tetap, perlu diperhatikan kadar saturasi O2 pada pasien apakah oksigenasi adekuat atau tidak. Perlu dipantau juga apakah perdarahan dalam cavum thorax telah berhenti atau  belum. RR dipengaruhi oleh keadaan hipoksia dan hiperkarbia, oleh karena itu perlu dinilai juga perfusi pada pasien. Selain itu, kelainan mekanik seperti distended abdomen dapat menghambat pengembangan paru sehingga perlu dilakukan  penatalaksanaan yang menyeluruh untuk mengatasi keadaan pasien.

9. Mengapa urin initial tidak dijadikan patokan menilai perfusi penderita?

Urin initial tidak digunakan sebagai patokan penilaian perfusi pasien karena ada kemungkinan saat kejadian trauma dalam vesika urinaria pasien telah terdapat urin sehingga merancukan penilaian perfusi pasien.

(16)

D. JUMP 4: INVENTARISASI PERMASALAHAN

E. JUMP 5: TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mengetahui patofisiologi gejala pasien

2. Mengetahui indikasi tindakan medis pada pasien

3. Mengetahui prinsip dasar penatalaksanaan trauma tembus 4. Mengetahui prognosis pasien

F. JUMP 7: MEMBAHAS DAN MENATA KEMBALI INFORMASI YANG DIPEROLEH

Seorang laki-laki, berumur 30 tahun , saat menonton sepak bola, dikeroyok oleh supporter kesebelasan lawan. Laki-laki tersebut kemudian dibawa ke UGD RS Dokter  Moewardi. Pasien tiba kira-kira 1 jam setelah kejadian. Pasien mengalami nyeri terutama dibagian perut kanan atas, dia merasa telah ditusuk benda tajam dua kali di bagian perut kanan atas dan sekali di punggung kiri saat dikeroyok. Pasien masih dalam keadaan sadar  (tapi merasa lemas), perasaan lemas pasien ini akibat penumpukan asam laktat dari hasil metabolisme anaerob tubuh sebagai kompensasi pasca trauma. Metabolisme anaerob ini terjadi akibat sel-sel tubuh kekurangan oksigen karena perdarahan pasca trauma.

Perawat melakukan pemeriksaan vital sign dan hasilnya : nadi 130x/menit, tekanan nadi kecil. Respiration rate 32x/menit. Tensi 80/40 mmHg, Suhu 36,5o C . Dari hasil  pemeriksaan vital sign dapat dilihat adanya peningkatan frekuensi nadi namun tekanannya

Trauma Tembus  Primary survey (ABCDE)  Adjunct to  primary survey Secondary survey Abdomen Toraks Komplikasi

(17)

melemah, peningkatan frekuensi nafas, dan penurunan tensi. Hal-hal tersebut terjadi sebagai bentuk respon tubuh terhadap kehilangan darah. Saat tubuh kehilangan darah maka akan terjadi peningkatan denyut jantung untuk menjaga output jantung agar organ-organ  penting tubuh masih bisa mendapat aliran darah. Peningkatan frekuensi nafas juga terjadi

karena perdarahan yang hebat mengakibatkan oksigenasi jaringan pun berkurang karena hilangnya komponen darah yang berfungsi untuk mensuplai oksigen akibat perdarahan, sehingga tubuh mengkompensasi dengan meningkatkan frekuensi nafas agar oksigenasi  jaringan tetap terjaga. Penurunan tekanan darah teradi karena output jantung menurun

akibat kehilangan darah. Sedangkan untuk suhu tubuh pasien ini masih dalam batas normal. Hasil pemeriksaan airway dalam keadaan bebas, artinya tidak terdapat sumbatan di  jalan nafas pasien. Dokter memberikan oksigen 10-12 lt/menit dengan masker (non

rebreathing mask), serta pemasangan collar brace. Walaupun tidak didapatkan sumbatan  pada airway, pemberian oksigen tetap harus dilakukan untuk membantu asupan oksigen  pada pasien agar oksigenasi organ-organ tubuh pasien tetap terjaga. Masker yang diberikan adalah non rebreathing mask, sebab pasien masih dapat bernafas dengan sepontan. Pada setiap trauma harus dicurigai adanya trauma spinal sehingga pemasangan collar brace ini dilakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada cervical spine jika terdapat trauma spinal.

Pada survey primer disability di skenario didapatkan skor GCS yang maksimal yaitu 15, yang menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan composmentis dan juga didapatkan pupil isokor. Hal ini merupakan petunjuk atau tanda penting bahwa tidak terjadi trauma kepala  pada pasien.

Kemudian dilakukan exposure pada pasien dengan membuka semua pakaian pasien untuk menilai apakah terdapat kelainan lain yang bersifat life threatening. Setelah selesai dinilai, pasien diselimuti untuk mencegah hipotermi.

Setelah ABCDE terkontrol dengan baik, baru dilakukan adjunct primary survey dengan melakukan pemeriksaan foto cervical lateral cross table untuk memastikan ada tidaknya trauma servikal, thorak foto AP untuk mengevaluasitension pneumothorax, dan foto pelvis AP untuk mewaspadai adanya perdarahan dan trauma di daerah pelvis. Setelah itu dokter melakukan survey sekunder yang meliputi pemeriksaan head to toe secara sistematis. Pada Skenario didapatkan hasil foto cervical cross table dan thorax foto AP

(18)

dalam batas normal yang menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya trauma servikal dan

tension pneumothorax pada pasien. Pada pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen  bagian atas, dan ekstremitas didapatkan hasil dalam batas normal yang menunjukkan tidak 

terdapat kelainan pada regio-regio tersebut. Tetapi, pada hasil foto pelvis AP terdapat adanya fraktur di os simphysis pubis, sacro iliac disruption dextra. Hal ini kemungkinan terjadi akibat trauma karena pengeroyokan terutama akibat ditusuk benda tajam di daerah  punggung pasien. Namun untuk memastikan hal tersebut perlu dilakukan pemeriksaan

secara lebih lanjut. Oleh karena itu dokter segera merujuk pasien tersebut ke dokter bedah (orthopedi, digestif, dan urologi) dengan pertimbangan kondisi yang terdapat pada pasien.

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Memahami tanada dan Gejala Syok anafilaktik.

http://www.blogdokter.net/2010/06/20/memahami-tanda-dan-gejala-syok-anafilaktik/. Diakses tanggal 28 Maret 2011

Anonim. 2012. Syok Hipovolemik.

http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-hipovolemik/. diadopsi dari Paul Kolecki, MD, FACEP, Associate Professor, Department of Emergency Medicine, Thomas Jefferson University Hospital, Director of Undergraduate Emergency Medicine Student Education, Jefferson Medical College, Philadelphia, PA, Consultant, Philadelphia Poison Control Center, Philadelphia, PADiakses tanggal 17 januari 2012

Eliastham, Michael. Dkk. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis (5 ed.).1998. Jakarta. EGC

IOWA Project. 2009. NANDA Nursing Diagnosis. USA : Mosby

IOWA Project. 2009. Nursing Intervention Classification. USA : Mosby IOWA Project. 2009. Nursing Outcomes Classification. USA : Mosby

Jevan, Philip, Beverley ewens, melame Humprays. 2008. Nursing Medical Emergency  patiens ( 3 Ed.) Blackwell: United Kingdom

(20)

Urden,L. D;Stesi, K.M. &Lough, M.E. (2006). Critical care Nursing: Diagnosis and management (5 ed.. Misouri: Mosby

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of  Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

Sjamsuhidajat R dan De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 119.

Uyainah AZN. 2009. Terapi Oksigen. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I . Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam FKUI, hal: 161.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menemukan bahwa para pejabat publik di Sekretariat Daerah Kota Tomohon (para asisten, para kepala bagian, dan para kepala sub bagian) sudah

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa perbaikan pada sistem pembacaan strain gauge mempengaruhi kestabilan pembacaan data pada alat uji gesek

Wina Sanjaya (2009: 196) mengemukakan bahwa ciri utama dalam penerapan model pembelajaran guided inquiry yakni dalam prosesnya lebih menekankan kepada aktivitas

Hasil dari pengujian statistik yang telah dilakukan pada hipotesis 6, dikatakan bahwa terdapat perbedaan antara nilai rata-rata teori akuntansi mahasiswa yang berasal

MANAGEMEN Penyesuaian dosis, ganti anti analgetik lain yaitu paracetamol Menghentikan allopurinol dilakukan dengan berlahan dengan menurunkan dosis secara bertahap Pemantauan kadar

Selain itu, di dalam satu industri perusahaan akan cenderung untuk memperoleh efek dari suatu pengumuman yang terjadi pada perusahaan lain yang tidak mengumumkan yang

Hasil validasi guru dan ahli materi dari segi format didapat nilai sebesar 26 yang berarti format video baik, sedangkan dari segi isi mendapatkan nilai 25 dengan

Jadi mayoritas guru dan siswa SMA Negeri 1 Boja dalam memberikan penilaian kelayakan model layanan informasi karir berbantuan web tentang studi lanjut ke