LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN HEMOFILIA
PADA ANAK DENGAN HEMOFILIA
OLEH :
OLEH :
NI MADE DWIYANTI
NI MADE DWIYANTI
0902105072
0902105072
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
2013
LAPORAN PENDAHULUAN LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMOFILIA ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMOFILIA
A.
A. KONSEP DASAR PENYAKITKONSEP DASAR PENYAKIT
PengertianPengertian
Hemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah seseorangHemofilia adalah suatu penyakit keturunan yang mengakibatkan darah seseorang sukar membeku di waktu terjadinya luka. Biasanya darah orang normal bila keluar sukar membeku di waktu terjadinya luka. Biasanya darah orang normal bila keluar dari luka akan membeku dalam waktu 5-7 menit, namun pada orang hemofilia, darah dari luka akan membeku dalam waktu 5-7 menit, namun pada orang hemofilia, darah akan membeku antara 50 menit sampai 2 jam, sehingga menyebabkan orang akan membeku antara 50 menit sampai 2 jam, sehingga menyebabkan orang meninggal dun
meninggal dunia karena kehilangan banyak ia karena kehilangan banyak darah (Suryo, darah (Suryo, 1986).1986).
Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang abnormalHemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah yang abnormal (diathesis hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi (diathesis hemoragis) yang bersifat herediter akibat defisiensi faktor VIII koagulasi dan ditandai dengan perdarahan intramuskular dan subkutis spontan/traumatik, dan ditandai dengan perdarahan intramuskular dan subkutis spontan/traumatik, perdarahan
perdarahan dari dari mulut, mulut, gusi, gusi, bibir, bibir, dan dan lidah, lidah, hematuria hematuria dan dan hemartrosis hemartrosis (Dorland,(Dorland, 1994).
1994).
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius yangHemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat pada berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat pada
anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif (Mansjoer, 2000). anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif (Mansjoer, 2000).
HemofiliaHemofilia adalahadalah gangguan koagulasigangguan koagulasi yang bermanisfestasi sebagaiyang bermanisfestasi sebagai episodeepisode perdarahan
perdarahan intermitten intermitten yang yang disebabkan disebabkan oleholeh mutasi gen faktor VII atau faktor IXmutasi gen faktor VII atau faktor IX (Price, 2003).
(Price, 2003).
Jadi hemofilia adalah kelainan koagulasi darah yang disebabkan oleh tidak adanya salah Jadi hemofilia adalah kelainan koagulasi darah yang disebabkan oleh tidak adanya salah satu faktor pembekuan darah terutama pada faktor VIII, IX atau XI yang hampir satu faktor pembekuan darah terutama pada faktor VIII, IX atau XI yang hampir seluruhnya penyakit ini timbul pada laki-laki.
seluruhnya penyakit ini timbul pada laki-laki.
EpidemiologiEpidemiologi
Pada 85% kasus, penyakit hemofilia disebabkan oleh kelainan atau defisiensi faktorPada 85% kasus, penyakit hemofilia disebabkan oleh kelainan atau defisiensi faktor VIII, jenis hemofilia ini disebut hemofilia A atau hemofilia klasik. Kira-kira 1 VIII, jenis hemofilia ini disebut hemofilia A atau hemofilia klasik. Kira-kira 1 diantara 10.000 pria di Amerika Serikat menderita hemofilia klasik. Pada 15% pasien diantara 10.000 pria di Amerika Serikat menderita hemofilia klasik. Pada 15% pasien hemofilia lainnya kecenderungan pendarahan disebabkan oleh defisiensi faktor IX. hemofilia lainnya kecenderungan pendarahan disebabkan oleh defisiensi faktor IX. Kedua faktor tersebut diturunkan secara genetik melalui kromosom wanita (Guyton Kedua faktor tersebut diturunkan secara genetik melalui kromosom wanita (Guyton dan Hall, 2008).
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa dipengaruhi ras maupun kondisi sosioekonomi. Hemofilia tak mengenal ras, perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemofilia adalah pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum wanita umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika
ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat. Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun ternyata sebanyak 30% tak diketahui penyebabnya.
Diperkirakan 350.000 penduduk dunia mengidap Hemofilia. Di Indonesia, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) memperkirakan terdapat sekitar 200.000 penderita, namun yang ada dalam catatan resmi HMHI hanya terdapat 891 penderita.
Etiologi
a) Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah menurun dari generasi ke generasi lewat wanita pembawa sifat (carrier ) dalam keluarganya, yang bisa secara langsung maupun tidak. Di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang kromosom dengan berbagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar pembeku darah (fibrin) (Price, 2003).
b) Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktivasi reduksi dapat menurunkan jumlah protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif, fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktivasi faktor
dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktivitas faktor X yang aktif dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka (Price, 2003).
Patofisiologi
Dalam proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan pelepasan faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel endothelial vascular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi faktor koagulasi (faktor XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan bergabung dan bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur akhir. Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dua komponen aktif, komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada AHF yang penting untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam poses aktivasi faktor X manjadi faktor X
teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah yang akan membentuk aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid jaringan, di mana nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang bekerja sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan menyebabkan koagulasi.
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-benang fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang membentuk aktivator protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk, sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang akan mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga pembekuan darah sulit terjadi.
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a. Hemofilia A; Juga disebut hemofilia klasik. Adalah penyakit resesif terkait kromosom X yang terjadi akibat kesalahan pengkodean gen untuk faktor VIII koagulasi.
b. Hemofilia B; Adalah penyakit terkait kromosom X yang disebabkan tidak adanya faktor IX
c. Hemofilia C; Adalah penyakit autosomal yang disebabkan tidak adanya faktor XI
Klasifikasi hemofilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor pembekuan:
a. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma kurang dari 1 %.
b. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.
Manifestasi Klinis
Karena faktor VIII tidak melewati plasenta, kecenderungan perdarahan dapat terjadi dalam periode neonatal. Kelainan diketahui bila pasien mengalami perdarahan setelah mendapat tindakan sirkumsisi. Setelah pasien memasuki usia anak-anak aktif, sering terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma yang mendahuluinya ringan. Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat berdarah sampai berjam-jam atau berhari-hari. Gejala khasnya adalah perdarahan sendi (hemartrosis) yang nyeri dan menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul spontan maupun akibat trauma ringan, manifestasi yang sering terjadi adalah:
Hematom pada jaringan lunak
Hemartosis dan kontraktur sendi
Hematuria
Perdarahan serebral
Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan hipotensi
Pendarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenarasi kartilago artikularis disertai gejala-gejala artritis. Perdarahan retroperitoneal dan intrakranial merupakan keadaan yang mengancam jiwa. Derajat perdarahan berkaitan dengan banyaknnya aktivitas dan beratnya cedera. Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera. Perdarahan karena pembedahan sering terjadi pada semua pasien hemofilia dan segala prosedur pembedahan yang diantisipasi memerlukan penggantian faktor secara agresif sewaktu praoperasi dan pasca operasi sebanyak lebih dari 50% tingkat aktivitas.
Perdarahan ringan seperti pada awal perdarahan otot atau sendi, tingkat aktivitas dapat cukup dipertahankan sebanyak 20% hingga 50% untuk beberapa hari, sedangkan
perdarahan berat seperti perdarahan intracranial atau pembedahan sebaiknya dicapai tingkat aktivitas 100% dan dipertahankan minimal selama dua minggu (Price, 2005).
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : adanya pendarahan akut maupun kronik, ada terlihatnya bengkak, memar,
membran mukosa dan kulit pucat, kelemahan, stomatitis.
Palpasi: Terasa adanya benjolan, pada bagian tertentu yang disentuh akan terasa s akit.
NB :Gejala dapat terlihat jika mengalami kecelakaan, trauma yang mengakibatkan perdarahan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab. darah Hemofilia A :
Defisiensi faktor VIII.
PTT ( Partial Thromboplastin Time) amat memanjang. PT ( Protrombin Time/waktu protombin) memanjang
TGT (Thromboplastin Generation Test /diferential APTT dengan plasma)
abnormal/memanjang
Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
Defisiensi faktor IX.
PTT ( Partial Thromboplastin Time) amat memanjang.
PT ( Prothrombin Time/waktu protombin) dan waktu perdarahan normal.
TGT (Thromboplastin Generation Test /diferential APTT dengan serum)
abnormal/memanjang. Hemofilia C
Defisiensi faktor XI.
PTT memanjang.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang lazim dilakukan pada klien ini adalah seb agai berikut:
Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan.
Penggantian faktor VIII. Faktor VIII mungkin dari konsentrat plasma beku yang didonasi dari ayah anak yang terkena atau mungkin dihasilkan dari teknik antibodi monoklonal. Ekstrak plasma faktor VIII dari donor multipel tidak lagi digunakan karena resiko penyebaran infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B, dan hepatitis C (Corwin, 2009).
Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang dimulai pada usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami defisiensi berat untuk mencegah penyakit sendi kronis.
Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat antikoagulan selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko perdarahan.
Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan sampai pasien terjatuh/terbentur, atau bila selesai menyuntik dan mengambil darah bekas jarum harus ditekan lebih lama. Jika tidak segera berhenti dipasang pembalut penekan atau ditindih dengan eskap. Jika terpaksa memasang kateter urine atau pipa lambung harus hati-hati sekali. Perhatikan sesudah beberapa saat apakah terlihat perdarahan (Ngastiyah; 2005).
Terapi Suportif yang Diberikan Pada Klien dengan H emofilia
Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor antihemofilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%.
Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama sepertirest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
Kortikosteroid; pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
Analgetika; Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).
Terapi Pengganti F aktor pembekuan
Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor antihemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik,
serta khususnya selama fisioterapi.
H ealth E ducation
Orang tua pasien perlu dijelaskan bahawa anaknya menderita penyakit darah sukar membeku, jika sampai terluka atau terbentur/terjatuh dapat terjadi perdarahan di dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan agar waspada terhadap anaknnya. Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu bahawa anak itu
menderita hemofilia. Bila perlu diberikan label seperti gelang sehingga bila anak tersebut mengalami perdarahan segera mendapat pertolongan.
Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi bantalan, anak harus diamati seksama selama belajar berjalan (Ngastiyah; 2005).
Diagnosis
Diagnosis hemofilia dibuat berdasarkan riwayat perdarahan, gambaran klinik dan pemeriksaan laboratorium.
Pada penderita dengan gejala perdarahan atau riwayat perdarahan, pemeriksaan laboratorium yang perlu diminta adalah pemeriksaan penyaring hemostasis yang terdiri atas hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT ( protrombin time/masa protrombin plasma), APTT (activated partial thromboplastin time/masa tromboplastin parsial teraktivasi) dan TT (trombin time/masa trombin).
Pada hemofilia A atau B akan dijumpai pemanjangan PTT sedangkan pemerikasaan hemostasis lain yaitu hitung trombosit, uji pembendungan, masa perdarahan, PT dan
TT dalam batas normal. Faktor VIII dan IX berfungsi pada jalur intrinsik sehingga defisiensi salah satu dari faktor pembekuan ini akan mengakibatkan pemanjangan APTT yaitu tes yang menguji jalur intrinsik sistem pembekuan darah.
Diagnosis Banding H emofilia
Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test ) atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas masing -masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B aktivitas F IX rendah.
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Di samping
itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand hasil pemerikasaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan, APTT bisa normal atau memanjang dan aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von Willebrand juga normal.
Komplikasi
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B diantaranya : Pendarahan dengan menurunnya perfusi.
Dapat terjadi perdarahan intrakranium. Timbulnya inhibitor.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor VIII dan faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
Kerusakan sendi
Dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus berulang di dalam dan sekitar rongga sendi.
Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN
Pengkajian Data Dasar
1) Tanyakan kepada keluarga mengenai riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan. 2) Tanyakan kepada keluarga tentang perdarahan yang tidak seperti biasanya,
manifestasi hemofilia meliputi perdarahan lambat dan menetap setelah terpotong atau trauma kecil, perdarahan spontan dan petekie tidak terjadi pada hemofilia. Penyakit didiagnosis awal pada bayi baru lahir, bila perdarahan lama menetap terjadi setelah sirkumsisi.
3) Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode eksaserbasi:
Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuskular).
Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi intramuskular.
Hemoragi intracranial: sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan pada tingkat
kesadaran, peningkatan TD dan penurunan frekuensi nadi, serta ketidaksamaan pupil.
Hematrosis/perdarahan pada sendi. Hematuria.
Epitaksis.
Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan 1) Aktivitas
Gejala : kelelahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas. Tanda : kelemahan otot.
2) Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : kulit dan membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/tanda perdarahan serebral.
3) Eliminasi
4) Integritas Ego
Gejala : perasaan tak ada harapan, tak berdaya. Tanda : depresi menarik diri, ansietas.
5) Nutrisi
Gejala : anoreksia, penurunan BB. 6) Nyeri
Gejala : nyeri tulang, sendi, nyeri tekan sentral, kram otot. Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, rewel.
7) Keamanan
Gejala : riwayat trauma ringan, perdarahan spontan Tanda : hematoma
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN (Berdasarkan Prioritas)
1) PK perdarahan.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kerusakan muskulosekeletal ditandai dengan napas pendek dan dispnea.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal gerakan untuk melindungi area yang sakit.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan keterbatasan ROM, keterbatasan motorik.
5) Kelelahan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lelah, kurang energi atau tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik sesuai tingkat biasanya, dan peningkatan kebutuhan istirahat.
6) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi oksigen ditandai dengan perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat, dan kelemahan.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan gelisah, resah, pergerakan tidak bermakna (jalan menyeret).
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi ditandi dengan mengungkapkan adanya masalah dan perilaku berlebihan.
3. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 PK Perdarahan Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan komplikasi perdarahan dapat diminimalkan
dengan kriteria hasil:
NOC Label: Blood Coagulation
Nilai Ht dan Hb berada dalam
batas normal.
Klien tidak mengalami
episode perdarahan.
Tanda-tanda vital berada
dalam batas normal (TD: 100-120 mmHg; Nadi: 60-100x/menit; RR : 14-25 x/menit; Suhu : 36 - 370C ± 0,50C)
NIC Label: Bleeding Precautions
1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti perdarahan atau
hemoragi
2. Pantau hasil lab b/d perdarahan
3. Lindungi pasien terhadap cedera dan terjatuh
4. Siapkan pasien secara fisik dan psikologis untuk menjalani bentuk
terapi lain jika diperlukan
5. Kolaborasi pemberian transfusi faktor VIII, IX sesuai indikasi
1. Untuk mengetahui tingkat keparahan perdarahan pada klien sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya
2. Banyak komponen darah yang menurun pada hasil lab dapat membantu menentukan intervensi selanjutnya
3. Efek cedera terutama pada cedera tajam umumnya dapat mengakibatkan perdarahan
4. Keadaan fisik dan psikologis yang baik akan mendukung terapi yang diberikan pada klien sehingga mampu memberikan hasil yang maksimal
5. Meningkatkan faktor koagulasi sehingga menurunkan perdarahan
2 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kerusakan muskulosekeletal ditandai dengan napas pendek dan dispnea.
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas menjadi efektif dengan kriteria hasil :
NOC Label: Respiratory Status: Airway Patency
RR dalam batas normal
(14-25 x/menit)
Napas tidak pendek. Tidak adanya dispnea.
NIC Label: Airway Management 1. Kaji/awasi frekuensi pernapasan,
kedalaman, irama. Perhatikan laporan dispnea/atau penggunaan otot bantu.
2. Tempatkan pasien pada posisi nyaman, biasanya dengan kepala di tempatkan pada posisi tinggi atau duduk tegak ke depan.
3. Anjurkan/bantu dengan teknik napas dalam atau pernapasan bibir/ pernapasan diafragmatik abdomen bila diindikasikan.
4. Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara dan peningkatan kelelahan. Jadwalkan periode istirahat antara aktivitas. 5. Berikan lingkungan yang tenang.
1. Perubahan seperti dispnea, penggunaan otot-otot bantu dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/pengaruh pernapasan yang membutukan upaya intervensi. 2. Memaksimalkan ekspansi paru,
menurunkan kerja pernapasan dan menurunkan resiko aspirasi.
3. Membantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberikan pasien beberapa control terhadap pernapasan.
4. Penurunan oksigen seluler, menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahan serta dipsnea.
5. Meningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan
6. Berikan tambahan oksigen
7. Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya GDA, oksimetri.
8. Berikan analgesik dan tranquilizer sesuai indikasi
kebutuhan oksigen.
6. Memaksimalkan ketersediaan untuk kebutuhan sirkulasi.
7. Mengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi. 8. Menurunkan responfisiologis
terhadap nyeri/ansietas menurunkan kebutuhan oksigen dan membatasi pengaruh terhadap pernapasan 3 Nyeri akut berhubungan
agen cedera kimia ditandai dengan melaporkan nyeri secara verbal gerakan untuk melindungi area yang sakit.
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyerinya dengan kriteria hasil :
NOC Label: Pain Control
Melaporkan nyeri terkontrol Klien menunjukkan perilaku
penanganan nyeri.
Klien tampak rileks dan
mampu tidur/istirahat dengan tepat.
NIC Label: Pain Management 1. Tentukan riwayat nyeri, misalnya:
lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan intensitas (skala 0-10) dan tindakan penghilangan yang digunakan.
2. Dorong penggunaan keterampilan manajemen nyeri (misalnya: teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi), tertawa, musik, dan sentuhan terapeutik.
1. Informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan intervensi. Catatan: pengalaman nyeri adalah individual yang digabungkan dengan baik respon fisik dan emosional.
2. Memungkinkan pasien untuk berpartisipasi secara aktif dan
3. Kelola pemberian analgesik sesuai indikasi
3. Saat perubahan penyakit atau pengobatan terjadi, penilaian dosis dan pemberian akan diperlukan. Catatan: adiksi atau ketergantungan pada obat.
4 Kelelahan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lelah, kurang energi atau tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik sesuai tingkat biasanya, dan peningkatan
kebutuhan istirahat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kelelahan pasien dapat diatasi, dengan kriteria hasil:
NOC Label: Activity Tolerance
Pasien tidak merasa lelah Pasien mampu beraktivitas
secara normal seperti biasanya
Kebutuhan istirahat normal
NIC Label: Energy Management
1. Kaji pola tidur dan catat perubahan dalam prose berpikir/perilaku.
2. Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktivitas pada waktu pasien sangat berenergi. Ikutsertakan pasien/orang terdekat pada saat penyusunan rencana.
3. Bantu memenuhi kebutuhan perawatan pribadi, pertahankan tempat tidur dalam posisi rendah dan tempat lalu lalang bebas dari
1. Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, penyakit SSP, tekanan emosi dan efek
samping obat-obatan/kemoterapi 2. Periode yang sering sangat
dibutuhkan dalam memperbaiki/ menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif pada waktu dimana tingkat energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan kontrol diri. 3. Rasa lemas dapat membuat AKS
hampir tidak mungkin bagi pasien untuk menyelesaikannya. Melindungi pasien dari cedera selama melakukan
perabotan; bantu dengan ambulansi. 4. Pantau respon psikologis terhadap aktivitas, misalnya perubahan TD, frekuensi pernapasan atau jantung.
5. Dorong masukan nutrisi.
6. Kolaborasi pemberian O2 tambahan
sesuai petunjuk.
7. Rujuk pada terapi fisik/okupasi
aktivitas.
4. Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan, dan jumlah/tipe penyakit di mana pasien menjadi
subjeknya.
5. Pemasukan/penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energy untuk aktivitas. 6. Adanya anemia/hipoksemia
mengurangi persediaan O2 untuk
ambilan seluler dan menunjang kelelahan.
7. Latihan setiap hari terprogram dan aktivitas yang membantu pasien mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan tonus otot, meningkatkan rasa sejahtera.
5 Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan
NIC Label: Circulatory Precautions 1. Awasi tanda-tanda vital, pengisian
kapiler, wama kulit, membran
1. Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan
transportasi oksigen ditandai dengan perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat, dan kelemahan.
perifer adekuat dengan criteria hasil :
NOC Label: Circulation Status
Tanda vital stabil Membran mukosa warna
merah muda
Pengisian kapiler baik Haluaran urin adekuat Status mental normal
mukosa, dasar kuku.
2. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan
tubuh hangat sesuai indikasi.
3. Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM dan GDA.
4. Kelola pemberian darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi.
dan membantu menentukan kebutuhan intervensi
2. Vasokontriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi
(penurunan perfusi organ)
3. Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan/respons terhadap terapi
4. Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan resiko pendarahan
6 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan gelisah, resah, pergerakan tidak bermakna (jalan
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien tidak mengalami ansietas dengan kriteria hasil : NOC Label: Anxiety Level
NIC Label: Anxiety Reduction 1. Catat adanya, kegelisahan,
menolak, dan/ atau menyangkal (afek tak tepat atau menolak mengikuti program medis)
1. Mengetahui derajat kecemasan klien
menyeret) Klien mengatakan ansietasnya
berkurang
Klien mengatakan mampu
mengontrol ansietas
Klien tidak terlihat gelisah dan
resah
Tidak adanya pergerakan ridak
bermakna (jalan tidak menyeret)
2. Bina hubungan saling percaya 3. Dorong pasien/orang terdekat
untuk mengkomunikasikan dengan seseorang, berbagi pertanyaan dan masalah.
4. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
5. Kelola pemberian obat-obatan anticemas/hipnotik sesuai indikasi, contoh: diazepam (valium), flurazepam (dalmane), lorazepam (ativan)
2. Dapat mengurangi kecemasan klien 3. Berbagi informasi membentuk
dukungan/kenyamanan dan dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan
4. Memungkinkan waktu untuk mengekspresikan perasan, menghilangkan cemas dan prilaku adaptif
5. Meningkatkan relaksasi/istirahat dan menurunkan rasa cemas
7 Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi ditandai dengan mengungkapkan adanya masalah dan perilaku
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diiharapkan pengetahuan mengenai penyakit bertambah dengan kriteria hasil:
NOC Label: Communication
NIC Label: Teaching: Disease Process
1. Kaji ulang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan
2. Upaya pencegahan pendarahan.
1. Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
berlebihan Receptive
Pasien dan keluarga pasien
mengatakan masalah terkait informasi dapat diatasi
Pasien dan keluarga tidak
berperilaku berlebihan
Pasien dan keluarga diberi informasi mengenai risiko perdarahan dan usaha pengaman yang perlu. Mereka dianjurkan untuk mengubah lingkungan rumah sedemikian rupa sehingga dapat mencegah trauma fisik seperti dnegan memberi bantalan pada sudut-sudut meja. Rintangan yang dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Menggosik gigi dengan sikat yang lembut untuk menjaga kebersihan.Mengeluarkan ingus dengan kuat, mengejan, batuk harus dihindarkan. Bila perlu berikan pencahar.
3. Anjurkan melakukan aktivitas fisik, tetapi dengan keamanan yang baik. Olahraga tanpa kontak seperti berenang, hiking, dan golf merupakan aktivitas yang dapat
3. Latihan penguatan tungkai sangat perlu untuk rehabilitasi setelah
diterima, sementara olahraga dengan kontak harus dihindari. 4. Anjurkan pasien menghindari
obat-obatan yang mengandung aspirin.
4. Aspirin merupakan antikoagulan yang dapat menyebabkan darah sulit untuk membeku.
4. EVALUASI
No. Dx Evaluasi
1 Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal.
Klien tidak mengalami episode perdarahan.
Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: 100-120 mmHg; Nadi:
60-100x/menit; RR: 14-25 x/menit; Suhu : 36 - 370C ± 0,50C) 2 RR dalam batas normal (14-25 x/menit)
Napas tidak pendek. Tidak adanya dispnea.
3 Melaporkan nyeri terkontrol
Klien menunjukkan perilaku penanganan nyeri.
Klien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
4 Pasien tidak merasa lelah
Pasien mampu beraktivitas secara normal seperti biasanya Kebutuhan istirahat normal
5 Tanda vital stabil
Membran mukosa warna merah muda Pengisian kapiler baik
Haluaran urin adekuat Status mental normal
6 Klien mengatakan ansietasnya berkurang
Klien mengatakan mampu mengontrol ansietas Klien tidak terlihat gelisah dan resah
Tidak adanya pergerakan ridak bermakna (jalan tidak menyeret)
7 Pasien dan keluarga pasien mengatakan masalah terkait informasi dapat diatasi
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications (NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Doenges,dkk . 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC. Dorland. 1994. Kamus Kedokteran Dorland . Ed.26. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. Hoffbrand,dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Ed4. Jakarta: EGC.
Juall, Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Carpenito
–
Moyet . Jakarta: EGC. Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed3. Jakarta: Media Aesculapius.Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Ed4. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.