• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah Minor ulser (Traumatik Ulser)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah Minor ulser (Traumatik Ulser)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN STUDI KASUS ILMU PENYAKIT MULUT

TRAUMATIK ULSER Disusun oleh: SELVY CHAIRANI 160112130058 Pembimbing: Nanan Nur’aeni, drg.Sp.PM UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BANDUNG 2014

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Ulser oral adalah keadaan patologis yang sering ditemukan pada rongga mulut. Greenberg and Glick mendefinisikan ulser sebagai defek pada epitelium berupa lesi cekung yang telah kehilangan lapisan epidermisnya. Hal ini dapat disebabkan berbagai macam faktor, walaupun pada beberapa kasus penyebabnya tidak dapat diidentifikasi. Kebanyakan penyebab terjadinya ulser adalah trauma (Langlais, 2000). Selain itu, dapat juga disebabkan faktor mekanis dan reaktif, penyakit infeksius, neoplasma, kelainan autoimun, dan kelainan darah (Laskaris, 2006)

Ulser traumatik biasanya ditemukan di mukosa labial, mukosa bukal, palatum, dan tepi lidah (Langlais, 2000). Trauma yang terjadi dapat dikarenakan trauma fisik (mekanis, panas, elektris) atau trauma kimia. Trauma mekanis paling sering disebabkan gigi yang tajam, penggunaan kawat ortodontik atau gigi palsu, dan tergigit (Field,2003).

Makalah laporan kasus ini membahas mengenai traumatic ulser yang dialami seorang pasien perempuan berusia 23 tahun yang datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran pada tanggal 7 Maret 2013.

(3)

STATUS KLINIK DAN KONTROL

2.1 Status Klinik IPM 2.1.1 Data Pasien

Tanggal : 7 Maret 2014

Nama Pasien : Nn. SB

Nomor Rekam Medik : 2012-07557

Usia : 23 tahun

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat Rumah : Jalan Kubang Selatan No 7

2.1.2 Anamnesis

Pasien 23 tahun datang dengan keluhan sariawan pada pipi dalam di dekat gigi geraham kecil atas kiri sejak 1 minggu yang lalu. Sariawan muncul setelah mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu yang lalu. Saat ini pasien sedang menggunakan obat kumur pepsodent untuk membersihkan rongga mulut setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa sariawan tersebut mengganggu, sakit, perih saat makan, menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur dan buah-buahan dan saat ini sedang tidk stress serta tidak ada kebiasan merokok. Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap pertama. Pasien ingin sariawan tersebut diobati

2.1.3 Riwayat Penyakit Sistemik

Penyakit jantung : YA/TIDAK

Hipertensi : YA/TIDAK

Diabetes Melitus : YA/TIDAK

Asma/Alergi : YA/TIDAK

Penyakit Hepar : YA/TIDAK

Kelainan GIT : YA/TIDAK

Penyakit Ginjal : YA/TIDAK

Kelainan Darah : YA/TIDAK

Hamil : YA/TIDAK

Kontrasepsi : YA/TIDAK

Lain-lain : YA/TIDAK

2.1.4 Riwayat Penyakit Terdahulu Disangkal

(4)

2.1.5 Kondisi Fisik Keadaan Umum :baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/80 mm Hg Denyut Nadi : 76 x / menit Pernapasan : 16 x / menit

Suhu : Afebris

2.1.6 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Mata : sklera non ikterik, konjungtiva non anemis, pupil isokhor

TMJ : kliking kiri, deviasi ke kanan

Bibir : TAK

Wajah :Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain :

-2.1.7 Pemeriksaan Intra Oral

Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak + /-

Kalkulus +/ - stain +/

-Gingiva : Terdapat periodontal pack pada gingiva a/r 13-15

Mukosa bukal : - Terdapat ulser, diameter 3 mm, berbentuk oval, dasar cekung, berwarna putih dengan tepi irreguler dan erytema.

- Terdapat makula pada mukosa bukal kiri dekat gigi molar 2 berwarna kemerahan berdiameter 1 mm (ptechiae)

Mukosa Labial : TAK Palatum Durum : TAK Palatum mole : TAK Frenulum : Normal

Lidah : Terdapat tera gigitan pada lidah kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

Gigi Geligi :

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

(5)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang Radiologi TDL Darah TDL Patologi Anatomi TDL Mikrobiologi TDL 2.1.9 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 DD/ RAS

D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27 DD/ Linea Alba

D/ crenated tongue

2.1.10 Rencana Perawatan dan Perawatan Pro/ Oral Hygiene Instructions

Pro Resep Clorhexidine glukonate 0.2% Pro kontrol 1 minggu

2.1.11 Gambar Traumatik ulser

2.2 Status Kontrol IPM 2.2.1 Kontrol I

2.2.1.1 Anamnesis

Keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan sudah tidak terlalu sakit dan mulai terasa sembuh sejak 5 hari yang lalu atau sejak periodontal pack dibuka,

Gambar 2.1 Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13

(6)

keluhan berkurang seelah penggunaan chlorhexidine glukonate 0.2 % 2 kali sehari.

2.2.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit

+/-Bibir : TAK

Wajah : Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain :

-2.2.1.3 Pemeriksaan Intra Oral

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S

16 1 11 0 26 1 16 0 11 0 26 0 Baik/ sedang/ buruk 46 1 31 0 36 1 46 0 31 0 36 0 Stain +/-Gingiva : terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 13-15

Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan - Terdapat makula eritema reguler, diameter 2 mm Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK Frenulum : Normal

Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

2.2.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang TDL

2.2.1.5 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 DD/ RAS

D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27 DD/ Linea Alba

(7)

2.2.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan Pro/ Oral Hygiene Instructions

Pro Resep vit B complex ipi tab no X S 1.d.d 1h.pc

Intruksi istirahat yang cukup, makan yang teratur dan bergizi. 2.2.1.7 Gambar Traumatik ulser

Gambar 2.2 Post traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 2.3 Status Kontrol IPM

2.3.1 Kontrol II 2.3.1.1 Anamnesis

Keluhan sariawan 10 hari yang lalu sekarang sudah tidak terasa perih lagi namun masih berwarna kemerahan. Mulai merasa sembuh setelah 7 hari yang lalu. Rajin mengkonsumsi vit B komplex. Sekarang terdapat periodontal pack baru pada gusi RA antaerior setelah bedah flap ke 3 ditempat yang berbeda dengan sebelumnya, penggunaan periodontal pack sedikit kasar sehingga menimbulakan iritasi.

2.3.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit

+/-Bibir : TAK

Wajah : Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain :

-2.3.1.3 Pemeriksaan Intra Oral

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S

16 0 11 0 26 0 16 0 11 0 26 0 Baik/ sedang/

(8)

buruk 46 0 31 0 36 0 46 0 31 0 36 0 Stain

+/-Gingiva : - terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 14-15

- Terdapat periodontal pack pada gingiva anterior RA a/r 12-21

Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan - Terdapat makula eritema reguler, diameter 2 mm Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK Frenulum : Normal

Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

2.3.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang TDL

2.3.1.5 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan) D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27

D/ crenated tongue

2.3.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan - OHI

- instruksikan untuk makan makanan bergizi yang mengandung vit B - Instruksikan istirahat teratur

- instruksikan untuk memberikan wax pada periodontal pack a/r 14-15 - kontrol 1 minggu

(9)

Gambar 2.3 Post traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14

(Fase penyembuhan)

2.4 Status Kontrol IPM 2.4.1 Kontrol III

2.4.1.1 Anamnesis

Keluhan sariawan sudah tidak terasa sakit dan tidak perih lagi sejak 2 minggu yang lalu. Sembuh sejak mengkonsumsi vit B komplex. Kemerahan sudah berkurang. Sekarang masih terdapat periodontal pack pada gusi RA anterior. Periodontal pack ada sejak 8 hari yang lalu. Periodontal pack itu tidak mengganggu pada bibir bagian dalam hanya merasa gangguan estetik.

2.4.1.2 Pemeriksaan Ekstra Oral Kelenjar Limfe

Submandibula : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Submental : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-Servikal : kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit

+/-Bibir : TAK

Wajah : Simetri/Asimetri

Sirkum Oral : TAK

Lain-lain :

-2.3.1.3 Pemeriksaan Intra Oral

Debris Indeks Kalkulus Indeks OHI-S

16 1 11 1 26 1 16 0 11 0 26 0 Baik/ sedang/ buruk 46 1 31 1 36 1 46 0 31 0 36 0 Stain

(10)

+/-Gingiva : - terdapat odem pada gingiva post bedah a/r 14-15 post bedah flap

- Terdapat periodontal pack pada gingiva anterior RA a/r 12-21

Mukosa Bukal : - Terdapat tera gigitan pada mukosa kiri dan kanan Mukosa Labial : TAK

Palatum Durum : TAK

Palatum mole : TAK Frenulum : Normal

Lidah : terdapat tera gigitan pada lidah sisi kiri dan kanan

Dasar Mulut : TAK

2.4.1.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang TDL

2.4.1.5 Diagnosis

D/ Traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 14 (dalam fase penyembuhan) D/ Cheek biting pada mukosa bukal a/r 16-18 a/r 25- 27

D/ crenated tongue

2.4.1.6 Rencana Perawatan dan Perawatan - OHI

- instruksikan untuk makan makanan bergizi yang mengandung vit B - Instruksikan istirahat teratur

2.4.1.7 Gambar Traumatik ulser

Gambar 2.4 Post traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14

(11)

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.3 Traumatic Ulcer

3.3.1 Definisi Traumatic Ulcer

Ulser adalah suatu defek pada jaringan epitel berupa lesi cekung berbatas jelas yang telah kehilangan lapisan epidermis (Greenberg dan Glick, 2003). Ulser adalah suatu luka terbuka dari kuli atau jaringan muka yang memperlihatjkan disintegritas dan nekrosis jaringan sedikit demi sedikit. Ulser meluas melewati lapisan basal dari epitel dan ke dalam demisnya, penyembuhannya diikuti dengan pembentukan jaringan parut (Langlais, 2000)

Ulser traumatik biasanya terasa sakit dan lesinya berupa ulser tunggal berbatas eritema dengan dasar yang dilapisi pseudomembran. Menurut Mosby’s Dental Dictionary (2008), Traumatic ulcer adalah bentukan lesi ulseratif yang disebabkan oleh adanya trauma. Traumatic ulcer dapat terjadi pada semua usia

(12)

dan pada kedua jenis kelamin. Lokasinya biasanya pada mukosa pipi, mukosa bibir, palatum, dan tepi perifer lidah.

3.3.2 Etiologi Traumatic Ulcer

Etiologi traumatik ulcer ini disebablan oleh Trauma oral bisa fisik ataupun kimia. Trauma fisik yang biasa terjadi termasuk pipi atau lidah yang tergigit, iritasi gigi tiruan yang tidak sesuai, trauma dari benda asing atau bahkan trauma dari sebuah sikat gigi karena terlalu bersemangat menyikat gigi (Cunningham, 2002). Traumatic ulcer disebabkan oleh trauma berupa bahan-bahan kimia, panas, listrik, atau gaya mekanik (Langlais & Miller, 2000). Ulser traumatik terjadi karena tergigit, adanya gigi yang tajam, atau gigi tiruan yang kasar (Thomas, 2010).

Menurut Houston (2009),traumatik ulser disebabkan oleh berbagai faktor:

 Trauma mekanis : sering ditemukan di mukosa bukal, mukosa labial bibir atas dan bawah, dan batas lateral lidah. Mocobucofold, gingiva dan mukosan palatal juga dapat terlihat . contoh trauma mekanis : trauma saat menyikat gigi, gigi yang patah atau tajam, tambalan yang kurang sempurna, iritasi gigi tiruan, iritasi kawat ortodonti, iritasi bahan kedokteran gigi lainnya.

 Trauma kimia : trauma kimia dapat merusak berbagai daerah pada membran mukosa. Contoh trauma kimia : aspirin, hydrogen peroksida, silver nitrat,dan fenol.

 Suhu yang panas : lesi biasanya terjadi pada posterior mukosa bukal dan palatum. Contoh : makanan atau minuman terlalu panas.

(13)

3.3.3 Patofisiologi Traumatic Ulcer

Pada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuklear juga mengelilingi pembuluh darah (perivaskular), tetapi tidak terlihat adanya vaskulitis (Cawson dan Odell, 2008).

Gejala ulser traumatik ini adalah sakit, ketidaknyamanan dalam 24 hingga 48 jam sesudah trauma terjadi. Gambaran lesi ulser bergantung pada faktor iritannya. Mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulser akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan dan apabila dasar ulser berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan. Mukosa oral terdiri dari lapisan epitel gepeng berlapis yang tipis dan rapuh yang banyak disuplai oleh pembuluh darah. Epitel oral mempertahankan integritas struktural dengan proses pembaruan sel terus-menerus dimana sel-sel yang dihasilkan oleh pembelahan mitosis dalam lapisan terdalam bermigrasi ke permukaan untuk menggantikan sel yang terbuka. Pembaruan sel berlangsung cepat, sehingga penyembuhan luka akan cepat terjadi, namun kemungkinan untuk kerusakan sel juga tinggi. Suplai darah yang melimpah dan kerapuhan sel epitel, menjadi risiko untuk terjadinya infeksi, inflamasi, dan trauma meningkat (Cunningham, 2002).

Ulser ini akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan jaringan parut dalam waktu 10 hingga 14 hari apabila iritan penyebab dihilangkan karena

(14)

terjadi proses keratinisasi dan pembaharuan sel-sel epitel mukosa oral (Cunningham, 2002).

3.3.4 Gambaran Klinis Traumatic Ulcer

Gambaran klinis dari traumatic ulcer bervariasi dalam ukuran dan bentuknya sesuai dengan penyebabnya. Biasanya traumatic ulcer mempunyai gambaran khas berupa ulser tunggal dengan batas yang tidak teratur, tampak sedikit cekung tidak ada indurasi, jika dipalpasi terasa lunak dan sakit. Pada bagian tengah ulser biasanya berwarna kuning-kekuningan, dengan batas yang tegas dan adanya membran fibrinopurulen. Sedangkan di perifer lesi pada awalnya terdapat daerah eritematous, kemudian perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi (Field, 2003).

Rasa sakit pada ulser biasanya timbul terutama saat memakan makanan yang panas, pedas, atau asin. Mukosa yang rusak karena bahan kimia, seperti terasa burn sensation oleh aspirin, lapisan epitel mukosanya menjadi nekrosis dengan gambaran plak berwarna putih. Kemudian epitel yang mengalami nekrosis ini mengelupas dan meninggalkan daerah ulserasi. Oleh sebab itu traumatic ulcer yang disebabkan oleh bahan kimia bentuk lesinya memiliki batas yang tidak jelas (Langlais dan Miller, 2000).

Lokasi, ukuran, dan bentuk lesi tergantung trauma yang menjadi penyebab. Secara simtomatik, gambaran yang paling sering berupa ulser tunggal dan sakit dengan permukaan lesi halus, berwarna putih kekuningan atau merah, dengan tepi eritem tipis. Ulser biasanya lunak pada palpasi, dan sembuh tanpa

(15)

berbekas dalam 6-10 hari, secara spontan atau setelah menghilangkan penyebab. (Laskaris, 2006)

3.3.5 Histologi traumatic ulser

Lesi traumatik ulser akut dan kronis memiliki perbedaan gambaran histologis, yaitu keterlibatan sel makrofag antara kedua lesi tersebut. Pada lesi akut, permukaan epithelium yang hilang digantikan oleh jaringan fibrin yang banyak mengandung neutrophil, sedangkan pada lesi kronis sel makrofag yang banyak terlihat adalah eosinophil, kemudian pada lesi akut regenerasi sel epithelium dimulai pada tepi ulser dan pada lesi kronis regenerasi epithelium mungkin tidak terjadi (Regezi et al., 2003).

3.3.6 Terapi Traumatic Ulser

Terapi trumatik ulser berupa terapi kausatif dengan menghilangkan faktor etiologi atau penyebab (trauma) (Laskaris, 2008). Terapi simptomatik pasien dengan traumatic ulcer yaitu dengan pemberian obat kumur antiseptik seperti khlorhexidin dengan analgesic dan bisa dengan topikal anatesi. Terapi paliatif pada pasien ini dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik. Terapi suportif dapat berupa dengan mengkonsumsi makanan lunak. Jika lesi benar-benar trauma, maka ulser akan sembuh dalam waktu 7-10 hari. Pendapat lain mengatakan bahwa setelah pengaruh traumatik hilang, ulser akan sembuh dalam waktu 2 minggu, jika tidak maka penyebab lain harus dicurigai dan dilakukan biopsi. Setiap ulser yang menetap melebihi waktu ini, maka harus dibiopsi untuk menentukan apakah ulser tersebut merupakan karsinoma .

(16)

Secara umum, pasien dengan keluhan traumatic ulcer dapat diterapi dengan:

Jenis Terapi

Antiseptik Topikal Clorhexidine gluconate 0,2% Penggunaan :

- Kumur selama 1 menit sebanyak 10 ml Waktu :

- 2x sehari selama masih ada lesi sampai 2 hari setelah lesi sembuh

Povidon iodine 1% Penggunaan :

- Kumur selama 30 detik sebanyak 10 ml Waktu :

- 3 – 4 x sehari

Analgesik Topikal Benzydamine hydrochloride Penggunaan :

- Kumur selama 1 menit sebanyak 15 ml Waktu :

- 2 – 3 sehari (tidak boleh lebih dari 7 hari) Kortikosteroid Topikal Triamcinolone acetonide 0,1%

Penggunaan :

- Keringkan permukaan ulser dengan cotton bud, kemudian oles atau tekan (jangan digosok) sejumlah kecil pasta menggunakan cotton bud pada daerah ulser hingga pasta menempel, rata dan licin.

Waktu :

- 2 – 3 sehari setelah makan dan sebelum tidur Antibiotik Topikal Chlortetracycline

Penggunaan :

- Larutkan 1 kapsul dalam 10 ml air, kumur selama 3 – 5 menit

Waktu :

(17)

Tabel 1. Pilihan Terapi Traumatik Ulser (Field, 2003)

3.4 DIAGNOSIS BANDING

3.4.1 Stomatitis Aphtosa Rekuren(SAR)

Penyakit ini relatif ringan karena tidak bersifat membahayakan jiwa dan tidak menular. Namun bagi orang-orang yang menderita SAR dengan frekuensi tinggi akan merasa sangat terganggu. SAR merupakan lesi oral yang paling sering ditemui, terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe minor, mayor dan herpetiformis. Berikut tabel yang merangkum gambaran klinis dari ketiga jenis tipe SAR :

Lesi SAR mayor ukurannya lebih besar dan terjadi dalam waktu yang lebih lama, hingga berbulan-bulan pada beberapa kasus, dibandingkan SAR minor. Berdiameter 1 cm dan dapat mencapai 5 cm. Berdasarkan kedalaman dan luasnya kerusakan jaringan penyembuhan lesi ini lambat (sekitar 2-6 minggu) dan biasanya meninggalkan jaringan parut. Lesi ini biasanya sakit dan bertambah bila makan atau berbicara. SAR mayor dapat terjadi pada seluruh rongga mulut, termasuk area palatum lunak dan tonsilar. Ulserasi juga dapat mencapai orofaring (Greenberg and Glick, 2003).

(18)

Gambar 3.2 Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) mayor pada mukosa alveolar atas (Greenberg and Glick, 2003)

Tipe SAR herpetiform jarang terjadi, muncul berkelompok dapat puluhan atau ratusan yang dapat bersatu menjadi ulser yang tidak teratur. Ulser dikelilingi oleh lapisan erythem dan seringkali mengenai mukosa tidak berkeratin, lebih sering pada dasar mulut dan permukaan lateral lidah. Penyembuhan terjadi selama 7-14 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut (Field et al., 2003).

Gambar 3.3 Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) herpetiform pada dasar lidah (Laskaris, 2006)

3.4.2 Behcet’s Disease

Behcet’s disease disebabkan oleh imun kompleks yang menyebabkan inflamasi pada pembuluh darah dan epithelium, ditandai dengan gejala klinis

(19)

berupa lesi rekuren yang mengenai rongga mulut, mata, dan genital (Chandra, etl al., 2007). Apabila memiliki 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria minor menjadi indikator diagnosis dari behcet’s disease. Kriteria mayor berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick, 2003 ; Laskaris, 2006). Lesi oral rekuren 90% terjadi pada pasien yang secara klinis mirip dengan aphthous ulcers (Chandra et al., 2007). Eksudat serofibrinosa menutupi permukaan dan tepi merah berbatas jelas (Langlais and Miller, 2000).

Gambar 3.4 Lesi seperti Aphthous pada pasien Behcet’s Disease (Greenberg and Glick, 2003)

3.4.3 Oral Herpes Simpleks

Biasanya pasien dengan infeksi herpes simplex virus primer datang kepada klinisi dalam keadaan full blown kelainan pada oral dan kondisi sistemik. Riwayat

(20)

onset terjadinya penyakit membantu dalam membedakan lesi primer infeksi HSV dengan lesi multipel akut lainnya pada mukosa oral (Greenberg, 2003)

Masa inkubasi dari infeksi herpes simplex virus primer umumnya berkisar antara 5-7 hari, namun dapat pula terjadi antara 2-12 hari. Pasien oral herpes primer memiliki riwayat generalized prodromal symptom yang mendahului terbentuknya lesi lokal 1- 2 hari sebelumnya.Hal inilah yang membedakan infeksi ini dengan allergic stomatitis dan erythema multiform, dimana lesi lokal dan sistemik muncul bersamaan. Generalized symptom ini meliputi demam, sakit kepala, malaise, nausea, dan muntah-muntah. Tidak adanya riwayat herpes labialis rekuren dan adanya riwayat kontak dengan penderita lain juga dapat membantu kita dalam membuat diagnosis penyakit ini.(Greenberg,2003)

Lesi lokal muncul berupa vesikel kecil yang berdinding tipis dengan inflammatory base (pinggiran ulser berwarna merah akibat inflamasi) yang dapat muncul pada seluruh bagian dari mukosa oral. Dinding vesikel ini mudah sekali pecah dan membentuk lesi ulser kecil bulat dan dangkal. Lesi dapat terjadi pada semua bagian mukosa. Dengan bertambah parahnya penyakit, lesi ulser ini akan bergabung satu sama lain membentuk ulser yang lebih besar dengan bentuk yang tidak teratur. (Greenberg 2003)

Gambaran yang paling penting dari penyakit ini adalah adanya gambaran gingivitis kronis akut generalisata, dimana seluruh gusi dalam keadaan oedem dan inflamasi (gambar 4-3, A & B dan 4-4). Beberapa ulser kecil pada gusi juga dapat muncul. Pada pemeriksaan juga ditemukan inflamasi pada faring posterior, serta

(21)

adanya pembengkakan dan rasa sakit pada nodus limfatikus submandibular dan serfikal. Pada beberapa kasus, HSV primer dapat pula menimbulkan lesi pada bibir dan wajah tanpa menimbulkan lesi intra oral.

Gambar 4-2 wanita 12 tahun dengan herpes gingivostomatis primer terdapat vasikel dan ulser dengan tepi yang terinflamasi (Greenberg, 2003)

Pada anak-anak, HSV primer merupakan penyakit yang bersifat self limiting. Demam biasanya akan hilang dalam 3-4 hari, sedangkan lesi akan mulai menyembuh dalam 7 sampai 10 hari, walaupun virus akan tetap berada dalam saliva sampai selama 1 bulan setelah onset penyakit.

Tingkat rekurensi infeksi virus herpes simpleks adalah sekitar 20-40 %. Rekurensi disebabkan oleh teraktivasinya virus yang bersembunyo di dalam jaringan saraf. Virus teraktivasi disebabkan oleh trauma terhadap bibir, demam,imun yang menurun, menstruasi, dll. Setelah pengobatan infeksi herpes primer, virus biasanya masih tetap ada namun dalam keadaan inaktif. Untk mencegahnya dengan menjaga daya tahan tubuh dan menghindari trauma agar virus tidak teraktivasi.

(22)

Gambar 3.5 Lesi berupa vesikel pada pasien dengan herpes simpleks rekuren (Greenberg and Glick, 2003)

3.5 Periodontal Dressing 3.5.1 Definisi

Periodontal dressing merupakan bahan yang diaplikasikan untuk menutup luka yang diakibatkan oleh prosedur bedah periodontal ( nield-Gehrig,2008). Periodontal dressing merupakan barier fisik yang melindungi jaringan yang sedang dalam tahap penyembuhan dari tekanan gaya mastikasi dan memberikan kesempatan jaringan untuk beradaptasi pada proses penutupan luka (David, dkk., 2013). Penutupan luka dengan periodontal dressing bertujuan untuk mengurangi Pendarahan dan infeksi pasca pembedahan serta melindungi luka dari trauma selama proses pengunyahan.

3.5.2 Syarat Periodontal Dressing

(23)

1. Lembut, tetapi cukup plastis dan fleksibel agar penempatan lebih mudah dan dapat beradaptasi dengan baik.

2. Mengeras dalam periode yang sesuai

3. Setelah setting harus cukup kaku untuk mencegah fraktur dan dislokasi 4. Memiliki permukaan halus setelah setting agar dapat mencegah iritasi pada

mukosa bibir dan mukosa pipi

5. Bersifat bekteriosid untuk mencegah penumpukan plak 6. Tidak mengganggu proses healing jaringan

7. Memiliki dimensional yang stabil untuk mencegah adanya kebocoran saliva 8. Tidak memicu penyakit sitemik dan reaksi alergi

9. Memiliki rasa yang dapat ditoleransi untuk kenyamanan pasien 10. Ekonomis

11. Biokompatibel yakni dapat diterima oleh jaringan tubuh 3.5.3 Fungsi Periodontal Dressing

Periodontal dressing merupakan bahan yang digunakan setelah tindakan bedah periodontal yang memiliki fungsi sebagai berikut (Kale, 2014):

 Melindungi luka pasca bedah. Bagian yang luka tertutup oleh periodontal dressing sehingga melindungi luka saat makan dan minum

 Kenyamanan pasien

 Kontrol pendarahan pasca bedah  Reposisi jaringan lunak

 Mencegah pembentukan jaringan granulasi yang berlebihan  Spilinting gigi yang goyang

3.5.4 Tipe Periodontal Dressing

Secara umum periodontal dressing dibedakan menjadi 2 jenis yaitu yang mengandung eugenol dan non eugenol (David, 2013). Eugenol yang terkandung dalam periodontal dressing dapat menginduksi reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan nyeri terbakar pada beberapa pasien, sehingga periodontal dressing eugenol mulai ditinggalkan ( David, 2013). Periodontal dressing eugenol mengandung 40-50 % eugenol yang dapat menyebabkan inflamasi , jaringan nektoris, dan memicu reaksi alergi serta menunda penyembukan luka (Patelin, 2003). Peneliti mengembangkan periodontal dressing non eugenol yang berfungsi untuk memproteksi luka dari iritasi lokal tetapi tidak dapat mempercepat proses penyembuhan luka.

(24)

a. Zink oxide eugenol

Zink oxide eugenol tersedia dalam dua bentuk yakni berupa powder liquid dan berupa pasta. Dimana powder terdiri dari zink oxide, asam tanat, rosin, kaolin, zincstearate, asbestos. Zinc oxide sendiri berfungsi sebagai bahan antiseptik dan astringen, asam tanat berperan sebagai haemostasis, rosin sebagai bahan pengisi yang meningkatkan kekuatan, mempercepat reaksi dan menghasilkan permukana yang lebih halus dan homogen. Sedangkan liquidnya terdiri dari eugenol, minyak kacang, rosin. Eugenol adalah bahan yang bersifat anastetik dan antiseptik. Minyak kacang berfungsi untuk mengontrol waktu setting. Saat powder dan liquid tersebut dicampurkan maka akan terjadi reaksi kimia antara zink oxide dan eugenol membentuk zink eugenolate. Keuntungan dari bahan zink oxide eugenol memiliki daya splintig yang kuat saat melekat pada gigi dan memiliki efek haemostasis karena mengandung asam tanat. Kekurangan dari bahan ini yaitu memiliki permukaan yang kasar saat setting yang dapat memudahkan akumulasi plak dan proliferasi bakteri, memiliki rasa yang berbeda karena kandungan eugenolnya, dan memungkinkan memicu reaksi alergi melalui sisa dari eugenol yang tidak bereaksi yang dapat menyebabkan sensasi terbakar dan kemerahan pada area yang diaplikasikan periodontal dressing jenis zinc oxide eugenol.

b. Zink oxide non-eugenol

Periodontal pack tipe ini terdiri dari 2 pasta yakni base dan akselerator. Akselerator mengandung zinc oxide, minyak sayur/ minyak mineral (memberi sifat plastis) dan magnesium oxide. Sedangkan base mengandung petrolatum dan alkohol yang telah terdenaturasi. Reaksi settingnya merupakan hasil reaksi antara oksida logam dan asam lemak. Kelebihan periodontal dressing ini memiliki warna dan rasa yang netral, bersifat plastis sesuai dengan syarat dari periodontal dressing, dan tidak mengandung eugenol. Namun kekurangan dari bahan ini yakni tidak dapat melekat

(25)

dengan baik dengan mukosa sehingga mudah mengalami lepas sebelum waktunya. Daya slinting lebih rendah karena sifatnya yang lebih lunak.

Nama produk 1. Coe-pack

Pasta yang pertama mengandung oxide, minyak (memberi sifat plastis), karet (bahan kohesif), lorothidol (fungisida). Sedangkan pasta yang lain mengandung asam lemak, air kelapa, resina atau rosin , chlorothymol (bakteriostatik).

2. Perioputty

Terdiri dari methyl dan prophyl parafens sebagai bakterisidal dan fingisidal, benzocain sebagai anastesi topikal

3. Peripac

Tersedia dalam 1 pasta yang tekah dicampur. Komposisinya yakni kalsium sulfat, zinc oxide, acylate,zinc sulfat, poly methyl metharylate, dimethoxy tetra ethylene glycol, asam ascorbic, red dye sebagai pewarna.

4. Periocare

terdiri dari 2 pasta, memiliki elastisitas tinggi, bau dan rasanya netral, memiliki waktu kerja 7 menit dan waktu setting 15 menit.

3.5.5 Alergi Pasien Dengan Penggunaan Periodontal Dressing

Beberapa case report menunjukan terdapat reaksi alergi dalam komponen periodontal dressing. Dengan adanya kandungan terramycin, rosin, dan tannin menunjukkan peningkatan reaksi alergi. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning sensation pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel (David, 2013)

 Fraleigh – menyatakan reaksi alergi terjadi oleh karena kandungan terramycin pada periodontal dressing

 Pulsion – dilaporkan terjadi reaksi anaphylactic setelah aplikasi periodontal dressing yang mengandung eugenol

 Lysell – melaporkan terjadi alergi karena kandungan rosin

 Haugen dan hensten petterson- melakukan penelitian pada hewan, menyatakan bahwa coe- pac, peri-pac, dan wonder- pac memiliki sifat sensitif terhadap timbulnya alergi (Muthukumarasamy, 2012).

(26)

Pada dasarnya periodontal dressing yang mengandung eugenol lebih berisiko timbulnya reaksi alergi dari pada dressing yang tidak mengandung eugenol.

BAB IV PEMBAHASAN

Traumatik ulser merupakan kasus yang umum dikeluhkan pasien yang datang ke bagian Penyakit Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut, Sekeloa. Pada kasus ini, pasien wanita usia 23 tahun datang dengan keluhan terdapat sariawan pada pipi dalam di dekat gigi geraham kecil RA kiri sejak +- 1 minggu yang lalu. Sariawan muncul setelah mendapat perawatan bedah flap gingiva sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku menggunakan obat kumur pepsodent untuk membersihkan rongga mulut setelah dilakukan bedah flap. Pasien merasa sariawan tersebut mengganggu,terasa sakit dan perih, terutama saat makan,menguap,tersenyum lebar. Pasien mengaku kurang makan sayur dan buah-buahan dan saat ini sedang tidak stres serta tidak ada kebiasan merokok. Sebelumnya pasien pernah mengalami sariawan serupa dikarenakan bedah flap pertama. Dari anamnesa pasien disimpulkan bahwa pasien menderita sariawan karena trauma mekanis dan kimiawi dari periodontal dressing yang sedang digunakan.

Pemeriksaan klinis pada pasien ditemukan ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 berdiameter ± 3 mm, dasar cekung, berwarna putih keabuan dengan tepi eritem dan irreguler. Gambaran klinis ulser traumatikyang dialami pasien tersebut sesuai

(27)

dengan yang dikemukakan Langlais and Miller (2000) dan Field, et.al. (2003) , yaitu gambaran khas berupa ulser dengan dengan batas yang tidak teratur (irregular) dan margin eritem dengan dasar kuning, tampak sedikit cekung, jika dipalpasi terasa lunak dan sakit.

Dari Anamnesis dan pemeriksaan klinis, kemungkinan faktor predisposisi pertama dari traumatik ulser ini adalah trauma mekanis bahan atau alat kedokteran gigi, yang pada kasus ini adalah periodontal dressing. Diduga periodontal dressing pada pasien ini memiliki permukaan yang sedikit kasar, sehingga mengiritasi mukosa bukalnya. Syarat ideal periodontal dressing memiliki permukaan halus setelah setting agar dapat mencegah terjadinya iritasi pada mukosa bibir dan mukosa pipi (Kale, 2014). Menurut Houston (2009) , traumatic ulser pada pasien ini merupakan trauma mekanis yang terjadi pada mukosa bukal kanan atas dikarenakan iritasi dari periodontal dressing

Kemungkinan Faktor predisposisi kedua dari pasien ini adalah trauma kimiawi dari bahan yang terkandung pada periodontal dressing. Menurut David (2013) Eugenol yang terkandung dalam periodontal dressing dapat menginduksi reaksi alergi yang menimbulkan kemerahan dan nyeri terbakar pada beberapa pasien. Selain eugenol bahan lain yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kimiawi dengan adanya kandungan terramycin, rosin, dan tannin menunjukkan peningkatan reaksi alergi juga. Tanda dan gejala yang ditimbulkan adalah burning sensation pada mukosa bukal dan lidah, erythema, edema, dan terdapat vesikel (David, 2013). Hal ini sesuai dengan kasus pasien dimana ulser erytema, terasa sakit dan perih pada mukosa bukal.

(28)

Kedua faktor predisposisi ulser disebabkan oleh periodontal dressing ini juga diperkuat oleh pernyataan pasien yang mengatakan pada pengaplikasian periodontal dressing setelah bedah flap pertama juga terdapat sariawan pada bagian mukosa bukal dari periodontal dressing tersebut.

Gambaran klinis menunjukkan single ulser yang berada dekat dengan faktor penyebabnya (periodontal dressing). Memiliki kedalaman dangkal yang berwarna putih kekuning-kuningan dan tepi irregular kemerahan, tidak ada indurasi, serta lunak ketika di palpasi (Laskaris, 2006).

Diagnosis banding dari ulser traumatik adalah Stomatitis Aphtous Rekuren (SAR), Behcet’s disease dan Oral Herpes Simpleks. Hal yang membedakan keempat lesi tersebut adalah faktor penyebab, angka kejadian rekurensi, serta bentuk lesi. Pada SAR bentuk cenderung lebih simetris dibandingkan dengan ulser traumatik, angka kejadiannya juga berulang umumnya setiap bulan . Ulser biasa terdapat dasar mulut, mukosa bukal, mukosa labial atau di lidah (Regezi et al., 2003; Laskaris, 2006). Gambaran lesi oral Behcet’s disease mirip dengan aphtous ulcers (Chandra, et.al., 2007). Namun seperti yang diketahui bahwa dalam penegakkan diagnosis Behcet’s disease apabila terdapat 2-3 kriteria mayor dan 2 kriteria minor, kriteria mayor berupa ulser oral yang bersifat rekuren, ulser genital rekuren, lesi pada mata (konjungtivitis, iritis, uveitis, retinal vaskulitis), lesi pada kulit (papula, pustula, eritema nodosum, ulser, lesi nekrotik), sedangkan kriteria minornya adalah lesi pada gastrointestinal, lesi vaskular, arthritis, keterlibatan SSP, lesi kardiovaskular, riwayat keluarga (Greenberg and Glick, 2003 ; Laskaris, 2006). Pada kasus ini, tidak dipenuhi kriteria tersebut, karena

(29)

pasien hanya mengalami ulser oral yang disebabkan karena trauma dari periodontal dressing. Kemudian untuk diagnosis banding berupa Oral herpes simpleks , gambaran klinisnya berupa lesi vesikel berkelompok dan letaknya biasanya pada mukosa berkeratin seperti palatum, gingiva, maupun alveolar ridge (Greenberg and Glick, 2003), di samping itu biasanya diawali pula dengan adanya gejala prodromal. Pada kasus ini, lokasi dari lesi tersebut pada mukosa bukal yang merupakan lesi non-keratin dan tidak adanya riwayat gejala prodromal yang dikeluhkan pasien, sehingga herpes simpleks rekuren bukan merupakan diagnosis untuk pasien ini.

Terapi kasus ini adalah dengan dengan memberikan oral hygiene instruction kepada pasien tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut. penatalaksanaan traumatik ulser dengan menghilangkan faktor etiologi atau penyebabnya (Laskaris, 2008). Pasien ini diresepkan obat kumur berupa Chlorhexidine garg 0,2% yang digunakan dua kali sehari setiap habis menyikat gigi. Terapi simptomatik pasien traumatic ulser yaitu dengan pembeian obat kumur antiseptik seperti chorhexidine gluconate 0,2 % diberikan 2x sehari selama masih ada lesi hingga 2 hari setelah lesi sembuh (Field,2003) dan melanjutkan peningkatan nutrisi berupa daging-dagingan (Vit B12), sayur-sayuran hijau (zat besi), dan kacang-kacangan (asam folat) dianjurkan untuk dikonsumsi oleh pasien agar mempercepat proses penyembuhan.

Pada saat kontrol pertama keluhan sariawan pada mukosa bukal kanan sudah tidak terlalu sakit dan mulai terasa sembuh sejak periodontal dressing dilepas. Keluhan berkurang berkurang setelah penggunaan chlorhexidine

(30)

glukonate 0,2% 2 kali sehari. Reaksi terapi sesuai dengan teori Field dan Longman (2003) penatalaksaan traumatik ulser dengan menghilangkan faktor etiologinya dan dengan pemberian antiseptik topikal.

Pada kontrol ke 2 yaitu 10 hari dari kontrol pertama, ulser sudah tidak sakit dan dirasa sembuh. Namun secara tampilan klinis masih terlihat kemerahan. Pada kontrol ke 3 yaitu 7 hari setelah kontrol ke2, ulser sudah sembuh karena pasien mengikuti seluruh instruksi dan saran dengan baik, sehingga ulser telah sembuh dan tidak terdapat keluhan lagi.

1 2 3 4 5 6

(31)

7 BAB V SIMPULAN

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan intraoral dapat disimpulkan diagnosis untuk pasien ini adalah traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 etiologi traumatik ini disebabkan oleh trauma mekanis dan trauma kimiawi dari periodontal dressing yang di pasang setelah bedah flap periodontal.

Perawatan yang diberikan pada pasien adalah pemberian OHI (Oral Hygiene Instruction) mengenai pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, pemberian Chlorhexidin garg 0,2% dan vitamin B kompleks sebagai resep. Pasien juga diintruksikan untuk istirahat, makan yang bergizi dan teratur.

Pada kontrol kedua yaitu 2 minggu setelah kedatangan pertama, traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 sudah sembuh dan tidak menimbulkan rasa sakit. Pada minggu ketiga bekas lesi juga sudah terlihat normal tanpa bekas.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Cawson, R.A. and Odell, E.W. 2008. Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. The University of Michigan : Churchill Livingstone.

Chandra, S. ; Chandra, G. ; Kamala, R. 2007. Oral Medicine. New Delhi : Jaypee Brother Medical Publishers. p. 53 – 54.

Cunningham, S. 2002. Ulcerative lesions of the oral cavity. Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept. of Otolaryngology.

David, K, et al. 2013. Periodontal Dressing : an Informed view. Available online http://www.researchgate.net/publication/237812595_periodontal_dressing_-_an_informed_view

Field, A., Longman, L., and William, R.T. 2003. Tyldesley’s Oral Medicine. London : Oxford University Press. p. 51 – 59.

Greenberg, M.S. and Glick, M. 2003. Burket’s Oral Medicine: Diagnosis and Treatment 10th ed. Ontario : BC Decker Inc. p.51 ; 63 – 68.

Houston, G. 2009. Traumatic Ulcers. Available online at http://emedicine.medscape.com/

Kale, Triveni. 2014. Periodontal Dressing. Available online at

http://www.iosrjournals.org/iosr-jdms/papers/Vol13-issue3/Version-4/S013349498.pdf

Langlais and Miller. 2000. Atlas Berwarna Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.

Laskaris, G. 2006. Pocket Atlas of Oral Disease 2ndedition. Newyork : Thieme.

Mosby’s Dental Dictionary. 2008. Traumatic Ulser. Available online at http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/traumatic+ulcer

Muthukumaraswamy. 2012. Periodontal dressing. Review article. Available online at http://www.jident.com/archives/47/Periodontal%20Dressing.pdf

(33)

Regezi, J.A. ; Sciubba, J.J. ; and Jordan, R.C.K. 2003. Oral Pathology : Clinical Pathologic Correlations 4th Ed. USA : Saunders Elsevier Science.

Sarrami, 2002 . Adverse reactions associated with the use of eugenol in dentistry. Available online at

http://www.nature.com/bdj/journal/v193/n5/full/4801539a.ht ml

Khuntia, Annie, 2004. Contac dermatitis. The university of michigan . available online at

https://www.med.umich.edu/intmed/allergy/edu/syllabus/TOPICS/ Contact%20Dermatitis/contactderm.htm

Gambar

Gambar 2.2 Post  traumatik ulser pada mukosa bukal a/r 13-14 2.3 Status Kontrol IPM
Gambar   2.4  Post   traumatik   ulser   pada mukosa bukal a/r 13-14
Tabel 1. Pilihan Terapi Traumatik Ulser (Field, 2003)
Gambar 3.3   Stomatitis aphtosa rekuren(SAR) herpetiform pada dasar lidah   (Laskaris, 2006)
+3

Referensi

Dokumen terkait

(Juli 2012 - Juli 2013). Pasien dewasa dengan usia >14 tahun. Pasien dengan diagnosis klinis pneumonia komunitas, yaitu terdapatnya gambaran. infiltrat pada pemeriksaan

Pemeriksaan Diagnostik Bronkitis Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa