• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Kelebihan Pembagian Harta Warisan (Radd) Untuk Janda Dan Duda Dalam Hukum Waris Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kedudukan Kelebihan Pembagian Harta Warisan (Radd) Untuk Janda Dan Duda Dalam Hukum Waris Islam"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)KEDUDUKAN KELEBIHAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN (RADD) UNTUK JANDA DAN DUDA DALAM HUKUM WARIS ISLAM. Tesis Untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.). Oleh: IWAN SETYO UTOMO NIM: 156010202111042. PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017. i.

(2) RINGKASAN Iwan Setyo Utomo, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, 2017. Kedudukan Kelebihan Pembagian Harta Warisan (Radd) untuk Janda dan Duda dalam Hukum Waris Islam. Pembimbing Utama: Prof. Dr. Thohir Luth, MA; Pembimbing Kedua: Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono, SH. MH. Pada tesis ini, penulis mengangkat permasalahan tentang kedudukan radd untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam. Hal tersebut dilatar belakangi karena pembagian radd untuk janda dan duda tidak diatur dengan jelas dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sehingga menimbulkan kekaburan norma. Rumusan masalah tesis ini adalah bagaimana kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam. Tujuan dalam penelitian tesis ini adalah (1) untuk mengetahui dan memperbaharui sejauh mana perengkat hukum yang ada mampu memerikan kepastian hukum kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam, dan (2) menganalisis tentang pertimbangan yuridis yang dijadikan dasar pertimbangan dalam memutus perkara yang terkait dengan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda. Untuk menganalisis permasalahan tesis ini, teori-teori yang akan dijadikan pedoman analisis adalah teori tujuan hukum dan teori reactualisasi hukum Islam. Jenis penelitian tesis ini menggunakan metode hukum normatif yang terdiri dari pendekatan undang-undang (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian tesis ini, penulis menyimpulkan bahwa pemahaman konsep radd dalam pandangan para ulama memiliki perbedaan mengenai ahli waris penerima radd. Ada ulama yang menerima radd dan ada juga yang menolak radd. Ulama yang menolak radd berdasakan Surat An-Nisa ayat 14 dan hadits, yaitu radd diserahkan kepada baitul mal sebagai perwakilan dari umat Islam. Sedangkan ulama yang menerima radd memperkuat argumennya dengan dalil surat Al-Anfal ayat 75 dan hadits, yaitu hubungan kekerabatan nasab jauh lebih berpengaruh dalam kewarisan dibandingkan dengan hubungan agamaatauperkawinan. Karena dipandang lebih maslahah dan dapat membantu kehidupan keluarganya. Ternyata ulama yang menerima radd juga menimbulkan perbedaan tentang siapa saja ahli waris yang berhak menerima radd. Masalah radd diatur dalam pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Radd diberikan kepada semua ahli waris tanpa kecuali, termasuk suami (duda)/istri (janda). Secara lebih rasional suami (duda)/istri (janda) boleh menerima radd, karena dalam keadaan apapun tidak mungkin seorang suami (duda)/istri (janda) terhalang mewaris atau terhijab hirman. Namun dalam konteks yang berbeda dapat disesuaikan dengan kasuskasus yang ada tanpa mengesampingkan pendapat para ulama dalam pengambilan keputusan. Kata kunci : Ahli waris, Radd, Janda, Duda. ii.

(3) SUMMARY Iwan Setyo Utomo, Notary Master Study Program Student, Faculty of Law, University of Brawijaya, Malang, 2017. Excess of Family Heritage Partition (Radd) for Widowers and Widows in Islamic Laws. Main Supervisor: Prof. Dr. Thohir Luth, MA; Second Supervisor: Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono, SH. MH. In this thesis, the author raises the issue on excess of family heritage partition (radd) for widowers and widows in Islamic laws. It is against the background because of the partition radd for widows and widowers are not clearly regulated in the Compilation of Islamic Law (KHI) giving rise to vagueness norm. The formulation of this thesis problem is how to excess of family heritage partition (radd) for widowers and widows in Islamic laws. This thesis aims to find out how current legal devices could give legal certainty on excess of family heritage partition (radd) for widowers and widows in Islamic laws as well as analyse judicial consideration on which matters regarding excess of family heritage partition (radd) for widowers and widows are based. To analyze the problems of this thesis, the theories will be used as guidelines for the purpose of analysis is the theory of law and Islamic law reactualisasi theory. This type of research used normative law method which consists of statute approach and conceptual approach. The results of this thesis, the authors conclude that understanding the comprehension of radd LQ,VODPLFVFKRODUV¶YLHZVGLIIHUIURPHDFKRWKHULQWHUPV of heirs. Some scholars accept the concept of radd whereas some do not. Scholars who do not accept radd base their views on An-Nisa verse 14 and hadiths which state that radd should be given to baitul mal DV0XVOLPV¶ UHSUHVHQWDWLYH 2Q WKH other hand, scholars who accept the concept of radd refer their arguments to AlAnfal verse 75 and hadiths which state that kinship has more influence to inheritance matter rather than relations based on religions or marriages. Nevertheless, scholars who accept radd also differ from each other in terms who has the right to receive radd. The matters of radd have been regulated on article 193 of Islamic Law Compilation (KHI). Radd should be given to all heirs with no exception including husband (widower) and wife (widow). Based on rational thinking, husband (widower) and wife (widow) are allowed to receive radd since under no circumstances is husband or wife unable to give heritage to their wife or husband. However, in different context and cases, it can be reconsidered without VHWWLQJDVLGHVFKRODUV¶DUJXPHQWV Keywords : Heir, Radd, Widows, widowers. iii.

(4) KATA PENGANTAR. Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan karunia-Nya yang tiada henti hingga penulis dapat sampai pada tahap ini, khususnya dengan terselesaikannya tesis ini. Penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, yang memberikan doa, semangat, motivasi dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis, mengucapkan terima kasih kepada: 1.. 'U 5DFKPDG 6DID¶DW 6+ 06L VHODNX 'HNDQ )DNXOWDV +XNXP 8QLYHUVLWDV Brawijaya.. 2.. Dr. Imam Kuswahyono, SH. M.Hum, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.. 3.. Prof. Dr. Thohir Luth, MA, selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.. 4.. Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono, SH. MH, selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini.. 5.. Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang telah memberikan pelajaran yang berharga dan membantu dalam administrasi penyelesaian tesis ini bagi penulis.. 6.. Kedua orangtua tercinta ayahanda M. Amenan (almarhum) dan ibunda Bastuti yang selalu memberikan dukungan moral dan material, doa serta. iv.

(5) curahan kasih sayang yang tidak akan pernah bisa penulis balas dengan apapun. 7.. Kedua orangtua bapak Sukardi dan ibu Watini yang selalu memberikan dukungan, doa serta curahan kasih sayang kepada penulis dalam penyusunan tesis ini.. 8.. Kepada istri tercinta Shita Dwi Retnani dan anak tersayang Haura Khanza 6D¶GL\DK \DQJ VHODOX PHQGDPSLQJL GDQ PHPEHULNDQ GXNXQJDQ GDODP penyelesaian tesis ini.. 9.. Kakak-kakak tercinta Yayuk Dwi Mulyaningsih, Didik Ponco Sulistyono, Sri Hartadi, Dyah Kisrahmawati, adinda Nasrita Ulfa dan seluruh keponakankeponakan Brian, Fresha, Nana, yang memberikan dukungan, doa dan material.. 10. Keluarga Besar Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi dan semangat yang luar biasa tiada henti bagi penulis dalam penyusunan tesis ini. 11. Pihak-pihak lain yang turut membantu terselesaikannya tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.. Malang, 27 Juli 2017 Penulis. Iwan Setyo Utomo. v.

(6) DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM .................................................................. i. HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ................................. iii. HALAMAN RINGKASAN .......................................................................... iv. HALAMAN SUMMARY ............................................................................. v. KATA PENGANTAR .................................................................................... vi. DAFTAR ISI ................................................................................................. viii. DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi. BAB I PENDAHULUANHalaman 1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1. 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 7. 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 7. A. 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7. B. 1.5. Orisinalitas Penelitian ...................................................................... 8. 1.6. Kerangka Teoritik ............................................................................ 24. 1.6.1. Teori Tujuan Hukum .............................................................. 10. 1.6.2. Teori Reactualisasi Hukum Islam ........................................... 17. 1.7. Metode Penelitian............................................................................. 30. 1.7.1. Jenis Penelitian ...................................................................... 20. 1.7.2. Pendekatan Penelitian ............................................................ 21. 1.7.3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ............................................ 23. 1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ...................................... 23. vi.

(7) 1.7.5. Teknik Analisis Bahan Hukum ............................................... 24. 1.8. Sistematika Penulisan ...................................................................... 25. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian tentang Hukum Waris Islam 2.1.1. Pengertian Hukum Waris Islam .............................................. 27. 2.1.2. Sumber Hukum Waris Islam .................................................. 29. 2.1.3. Asas-asas Hukum Waris Islam ............................................... 36. 2.1.4. Sebab-sebab Terjadinya Waris Islam ...................................... 38. 2.1.5. Unsur-unsur Hukum Waris Islam ........................................... 39. 2.1.6. Syarat-syarat Kewarisan ........................................................ 41. 2.1.7. Penghalang Mewaris .............................................................. 41. 2.1.8. Ahli Waris .............................................................................. 43. 2.1.8.1. Macam-macam Ahli Waris .......................................... 45. 2.1.8.2. Kelompok Ahli Waris ................................................. 51. 2.1.8.3. Bagian Kelompok Ahli Waris ...................................... 52. 2.1.9. Hijab Dalam Kewarisan Islam ............................................... 54. 2.2. Kajian tentang Radd 2.2.1. Pengertian Radd ..................................................................... 56. 2.2.2. Rukun-rukun Radd ................................................................ 57. 2.2.3. Ahli Waris Radd ..................................................................... 58. 2.2.4. Pendapat Para Fuqaha/Ulama Tentang Radd. ...... 53. 2.2.4.1. Pendapat yang Menerima adanya Radd ........................ 61. 2.2.4.2. Pendapat yang Menolak adanya Radd .......................... 66. 2.3. Janda dan Duda dalam Hukum Waris Islam .................................... 68. vii.

(8) BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam dan pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). 3.1. Munculnya Radd ............................................................................. 72. 3.2. Penyelesaian Masalah Radd.............................................................. 77. 3.3. Penyelesaian Masalah Radd untuk Janda dan Duda .......................... 80. 3.4. Pendapat Para Fuqaha/Ulama tentang Radd untuk Janda dan Duda... 84. 3.5. Pengaturan Radd dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) .................. 88. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4. 1. Kesimpulan ................................................................................... 90. 4.2. Saran............................................................................................. 91. DAFTAR PUSTAKA DAFTAR ISTILAH ....................................................................................... viii.

(9) DAFTAR TABEL. Tabel 1. Orisinalitas Penelitian ...................................................................... 8. Tabel 2. Desain Penelitian ............................................................................. 25. Tabel 3. Contoh Kasus Radd 1 .................................................................... 62. Tabel 4. Contoh Kasus Radd 2 ....................................................................... 62. Tabel 5. Contoh Kasus Radd 3 ....................................................................... 63. Tabel 6. Contoh Kasus Radd 4 ....................................................................... 63. Tabel 7. Contoh Kasus Radd 5 ....................................................................... 66. Tabel 8. Contoh Kasus Radd 6 ....................................................................... 67. Tabel 9. Contoh Kasus Radd 7 ....................................................................... 78. Tabel 10. Contoh Kasus Radd 8 ..................................................................... 78. Tabel 11. Contoh Kasus Radd 9...................................................................... 79. Tabel 12. Contoh Kasus Radd 10 ................................................................... 80. Tabel 13. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 1 ................................. 80. Tabel 14. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 2 ................................. 81. Tabel 15. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 3 ................................. 81. Tabel 16. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 4 ................................. 82. Tabel 17. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 5 ................................. 82. Tabel 18. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 6 ................................. 83. Tabel 19. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 7 ................................. 83. Tabel 20. Contoh Kasus Radd untuk Janda dan Duda 8 ................................. 84. ix.

(10) BAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbhineka tunggal ika yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, budaya, adat istiadat dan agama. Agama dan keyakinan kepercayaan yang ada di Indonesia sangat dihargai dan dilindungi seiring dengan dasar negara yang tertuang dalam sila pertama pancasila bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan diperjelas dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 ini berarti semua peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak boleh ada yang bertentangan dengan ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Sungguhpun negara Indonesia bukan negara agama namun hampir mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia menempati posisi sebagai negara dengan penduduk yang memeluk agama Islam terbesar di dunia. Hukum Islam adalah bagian dari ajaran agama Islam. Ajaran Islam merupakan suatu sistem yang terdiri dari akidah, akhlak, dan syariah. 1 Hal ini jelas bahwa negara menjamin kebebasan beragama bagi warga negaranya. Dalam perkembangannya aturan-aturan maupun hukum Islam dijadikan pedoman dan dasar kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat dalam kehidupan masyarakat kita selain dasar-dasar hukum positif lainnya. Maka hukum 1. Afdol, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Erlangga University Press, 2009), hlm. 3.. 1.

(11) Islam mempunyai peranan yang sangat penting dalam masyarakat, terutama untuk menyelesaiakan masalah-masalah yang belum diatur secara jelas dalam hukum positif di negara kita. Menurut aturan agama Islam segi kehidupan manusia dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan dengan Allah penciptanya, aturan hal ini disebut dengan hukum ibadat. Tujuannya untuk menjaga hubungan antara hamba dengan penciptanya. Kedua, berkaitan dengan hubungan antar manusia dan alam sekitarnya. Dasar hukum Islam adalah al-quran ,sunnah rasul dan Ijtihad. Tetapi fuqaha atau ahli hukum Islam sering berbeda pendapat dalam memahami konsep kunci yang termaktub dalam kedua sumber hukum Islam tersebut, sebagai akibatnya timbulah berbagai macam aliran atau mazhab fiqih, empat diantaranya yang terkenal adalah mazhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali. Dalam perkembanganya hukum Islam yang mengatur masalah muamalah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan dijadikan hukum positif yang mengatur masalah hukum perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shodaqoh. Diantara hubungan sesama manusia, hal yang seringkali menimbulkan permasalahan adalah masalah kewarisan dalam hukum waris Islam di Indonesia. Hukum waris merupakan masalah penting yang perlu diperhatikan dalam hukum Islam. Hal tersebut karena masalah kewarisan kemungkinan akan dialami oleh setiap orang. Menurut para fuqaha hukum kewarisan Islam, ialah ilmu yang menjelaskan tentang orang yang berhak menerima pusaka, orang yang tidak berhak menerima pusaka, serta kadar/bagian yang diterima setiap ahli waris dan. 2.

(12) cara membaginya.2 Hukum waris Islam bersumber dari Al-4XU¶DQ \DLWX 6XUDW $Q-Nisa ayat 7, ayat 11, ayat 12, ayat 33 dan ayat 176. Dengan dasar lima ayat tersebut masalah kewarisan Islam diharapkan dapat terselesaikan. Selain dari Al-4XU¶DQ VXPEHU hukum waris Islam dapat diambil dari hadits Nabi dan ijtihad yang bertujuan melengkapi penjelasan tentang hukum waris Islam tersebut. Di dalam hukum waris Islam hal-hal yang diatur adalah masalah bagaimana pengaturan harta peninggalan dari pewaris harus diberlakukan, kepada siapa saja harta pewaris itu dipindahkan tentunya dalam hal ini menentukan yang berhak mendapatkan warisan dan ahli waris yang tidak berhak menerima serta bagaimana pengaturan tata cara dan perpindahan harta peninggalan tersebut. Seseorang berhak mewaris dalam hukum waris Islam adalah adanya hubungan perkawinan, kekerabatan, dan memerdekakan budak. Sedangkan penghalang seseorang dalam mewaris adalah pembunuhan, berlainan agama, perbudakan dan berlainan negara. Dalam hukum waris Islam salah satu masalah yang sering muncul adalah masalah pembagian harta warisan, baik mengenai siapa saja ahli waris yang berhak serta besarnya kadar masing-masing ahli waris tersebut. Sistem pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam tentunya berbeda dengan sitem pembagian harta warisan menurut sistem hukum adat dan hukum perdata. Dalam hukum waris Islam dikenal adanya pembagian harta warisan yang kemungkinan akan dibagikan harta peninggalan kepada para ahli waris tersebut terdapat kekurangan harta atau lazim disebut aul dan adanya kelebihan yang lazim disebut. 2. Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), hlm. 18.. 3.

(13) radd. Dalam penelitian ini peneliti lebih memfokuskan pada adanya kelebihan sisa harta warisan atau radd yang berhak menerimanya untuk ahli waris yang sudah ditentukan. Kelebihan sisa harta warisan ini tentunya akan menimbulkan suatu sengketa apabila tidak diatur secara jelas siapa saja ahli waris yang berhak menerimanya dan sebab terjadinya radd, mengenai aturan hukum khususnya mengenai masalah radd di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) radd diatur dalam pasal 193, yaitu sebagai berikut: ³$SDELODGDODPSHPEDJLDQKDUWD warisan diantara para ahli waris dzawil furudh menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara radd, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli ZDULVVHGDQJNDQVLVDQ\DGLEDJLEHULPEDQJGLDQWDUDPHUHND´ Dalam hukum waris Islam mengenai penyelesaian kelebihan sisa harta warisan secara radd ternyata ada perbedaan pendapat diantara para ulama maupun ahli hukum waris Islam sebagian ulama ada yang tidak setuju sama sekali, ada sebagian yang setuju dengan syarat, dan sebagian lagi dengan tegas menerima, berikut ini adalah beberapa pendapat para ulama mengenai radd: 1.. Pendapat Zaid bin Tsabit, diLNXWL ROHK µ8UZDK $]-Zuhri, Malik dan Asy6\DIL¶L 0HUHND EHUSHQGDSDW EDKZD WLGDN DGDQ\D radd terhadap seorangpun ahli waris (ashabul furudh), dan sisa hartanya itu diserahkan kepada baitul mal bila tidak ada ahli waris ashabah.. 2.. Pendapat Utsman bin Affan; Beliau berpendapat bahwa adanya radd bagi semua ahli waris (ashabul furudh) termasuk kepada janda dan duda menurut kadar bagian masing-masing.. 3.. 3HQGDSDW$OLELQ$EL7KDOLEµ8PDUMXPKXUVDKDEDWGDQWDEL¶LQPDK]DE$EX. 4.

(14) Hanifah, Ahmad dan pendapat yang dipeJDQJ DOLUDQ 6\DIL¶L VHUWD VHEDJLDQ pengikut Malik ketika baitulmal rusak; Mereka berpendapat bahwa radd diberikan kepada semua ahli waris (ashabul furudh), kecuali janda dan duda serta ayah dan kakek. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 193 dapat ditafsirkan bahwa penyelesaian kelebihan sisa harta warisan dapat diselesaikan secara radd dan radd dapat diberikan kepada semua ashabul furudh, tanpa dijelaskan suami atau istri termasuk ahli waris yang diperbolehkan menerima radd. Sedangkan ada sebagian pendapat yang menyatakan radd dapat diberikan kepada semua ashabul furudh kecuali suami dan istri. Ada 8 asbahul furudh yang berhak menerima radd, yaitu: a. Anak perempuan. b. Cucu perempuan. c. Saudara perempuan sekandung. d. Saudara perempuan seayah. e. Ibu. f. Nenek yang shahih. g. Saudara perempuan seibu. h. Saudara laki-laki seibu Adapun untuk ayah dan kakek walaupun termasuk ahli waris (ashabul furudh) dalam beberapa keadaan, tidak boleh menerima radd. Bilamana terdapat ayah dan kakek, maka masalah radd tidak mungkin terjadi, karena keduanya menjadi ahli waris (ashabah) dan mengambil sisanya. Diantara ahli waris (ashabul furudh) yang tidak boleh menerima radd adalah suami (duda) dan istri (janda) saja. Hal ini disebabkan hubungan kekerabatan. 5.

(15) mereka bukan kekerabatan nasabiyah (hubungan darah), tetapi kekerabatan sababiyah (hubungan perkawinan). Jadi hak suami dan istri hanya mengambil bagiannya saja tanpa tambahan, hal ini dikarenakan terputus oleh kematian. Dan sisanya ia kembalikan lagi kepada ahli waris lainnya.3 Menurut Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang bagian waris duda, terdapat pada pasal 179, yang berbunyi: ³Duda mendapatkan separuh bagian, apabila pewaris tidak meninggalkan anak, dan apabila pewaris meninggalkan anak, duda mendapatkan seperempat EDJLDQ´ Sedangkan bagian janda terdapat pada pasal 180, yang berbunyi: ³-DQGD PHQGDSDWNDQ VHSHUHPSDW EDJLDQ DSDELOD SHZDULV WLGDN PHQLQJJDONDQ anak dan apabila pewaris meninggalkan anak, janda mendapatkan seperdelapan bagian.´ Pasal 179 dan pasal 180 tersebut hanya menjelaskan mengenai bagian waris janda dan duda secara umum tanpa menjelaskan masalah sisa harta (radd). Masalah sisa harta pembagian harta warisan (radd) ini tentunya akan menimbulkan suatu sengketa diantara para ahli waris apabila tidak diatur secara jelas mengenai ahli waris yang berhak menerimanya apalagi menyangkut jumlah harta tersebut tergolong besar. Lalu bagaimanakah kedudukan radd untuk janda dan duda, karena dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) sendiri hal tersebut tidak diatur dengan jelas, hal ini tentunya menimbulkan kekaburan norma. Dari isu hukum tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang kedudukan radd untuk. janda. dan. duda,. dengan. judul. KEDUDUKAN. KELEBIHAN. PEMBAGIAN HARTA WARISAN (RADD) UNTUK JANDA DAN DUDA DALAM HUKUM WARIS ISLAM. 3. Muhammad Ali As-Shabuni, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 1388), hlm. 109-110.. 6.

(16) 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada subbab sebelumnya pembahasan masalah atau isu hukum (legal issue) dalam penelitian ini adalah bagaimana kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam dan pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)?. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1.. Untuk mengetahui dan memperbaharui sejauh mana perangkat hukum yang ada mampu memberikan kepastian hukum kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam.. 2.. Untuk menganalisis tentang pertimbangan yuridis yang dijadikan dasar pertimbangan dalam memutus perkara yang terkait dengan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda.. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini baik teoritis maupun praktis sebagai berikut : 1.. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat untuk memberikan konstribusi pemikiran dalam perkembangan ilmu pengetahuan hukum khususnya mengenai kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam.. 2.. Manfaat Praktis. 7.

(17) a. Bagi peneliti Dengan adanya penelitian ini diharapkan menambah wawasan ilmu pengetahuan peneliti dalam bidang hukum waris Islam di Indonesia. b. Bagi pemerintah Manfaat penelitian ini bagi pemerintah yaitu mampu memberikan sumbangan pemikiran sebagai referensi dalam upaya memperbaharui peraturan-peraturan mengenai hukum waris Islam di Indonesia. c. Bagi masyarakat Melalui penelitian ini peneliti mengharapkan agar masyarakat dapat memiliki peningkatan kwalitas dalam memahami tentang hukum kewarisan Islam khususnya kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam.. 1.5. Orisinalitas Penelitian Penelitian yang bertema kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam merupakan fokus permasalahan yang peneliti angkat, tentunya berbeda dengan penelitian yang lain, tetapi apabila telah ada penelitian serupa, peneliti berharap dapat saling mendukung dan melengkapi, seperti yang tertera pada tabel sebagai berikut : Tabel 1. Orisinalitas Penelitian NO. NAMA. 1. LIA MURLISA. FAKULTAS/ UNIVERSITAS Pascasarjana Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. TEMA DAN JUDUL. Ahli Waris Penerima Radd Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan. 8. PEMBEDA Dalam penelitian tesis ini lebih memfokuskan pada analisis tentang adanya perbedaan pendapat tentang penyelesaian harta sisa.

(18) Relevansinya Dengan Sosial Kemasyarakatan. 2. Ahmad Zahari. Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang 2005. Hukum Kewarisan Kompilasi Hukum Islam serta Persamaan dan Perbedaannya dengan Hukum Kewarisan Syafii dan Hazairin. warisan dengan cara radd, serta siapa saja ahli waris penerima radd, baik dari pendapat ahli maupun analisis pasal 193 dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam penelitian tesis ini peneliti dalam salah satu subbab yang membahas tentang radd yang berkaitan dengan pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI), mengikuti pendapat yang tidak membedakan ahli waris menurut hubungan perkawinan dan hubungan darah. Logikanya suami atau istri dalam menerima radd diperbolehkan.. 1.6. Kerangka Teoritik Dalam penulisan tesis ini diperlukan sebuah teori hukum untuk membuat sistematisasi dari ajaran hukum, dengan kata lain merupakan suatu kajian filsafat tentang hukum. Dengan adanya teori hukum, maka akan membantu dalam mempermasalahkan hal-hal seperti mengapa hukum itu berlaku, apa kekuatan dasar hukum yang mengikatnya? Apa yang menjadi tujuan hukum? Bagaimana hukum itu sebaiknya dipahami? Apa hubungannya dengan individu dengan masyarakat? Apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum? Apakah keadilan itu bagaimanakah hukum yang adil? 4 Teori hukum merupakan bagian ilmu hukum yang dalam struktur ilmu hukum. 4. Satjito Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), hlm. 254.. 9.

(19) letaknya berada dibawah filsafat hukum dan diatas hukum positif. Oleh karena itu teori hukum mendasari hukum positif dan berfungsi untuk menjelaskan dan menerangkan mengenai hukum positif. Sedangkan pengertian teori hukum sendiri adalah keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual mengenai aturan-aturan hukum dan keputusan hukum untuk memperoleh bentuk dalam hukum positif. 5 Teori hukum memiliki tiga tugas pokok, yaitu pertama apa yang ada pada PDVDODOX\DQJGLQDPDNDQ³DMDUDQKXNXP´\DQJPHQJDQDOLVLVGDQPHQHUDQJNDQ tentang pengertian hukum dari berbagai konsep hukum. Kedua, menyibukkan diri dengan hubungan antara hukum dan logika. Ketiga, menyibukkan diri dengan metodologi meneliti obyek dan metode dari ilmu hukum (teoritis) dan dipihak lain dari pengembangan hukum (praktis) seperti peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengertian teori hukum diatas, teori hukum akan dijadikan sebagai landasan untuk menganalisis permasalahan penelitian tesis yang akan diajukan. Teori-teori yang akan dijadikan pedoman analisis adalah sebagai berikut: 1.6.1. Teori Tujuan Hukum Tujuan hukum pada umumnya adalah untuk menciptakan masyarakat tertib, sehingga tertata dengan tertib dan juga untuk menjaga keseimbangan dalam masyarakat, dengan berasaskan keadilan dan kemanfaatan sehingga adanya kepastian hukum dalam masyarakat. a.. Teori Kepastian Hukum Dalam mewujudkan ketertiban masyarakat tidak akan lepas dari adanya unsur. hukum yang berupa norma-norma hukum. Hubungan hukum dengan masyarakat 5. J.J.H.Bruggink, dialihbahasakan oleh Arief, Refleksi Tentang Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 2-3.. 10.

(20) telah dicetuskan ROHK &LFHUR GDODP VHEXDK DGDJLXP ³XEL VRFLHWDV XEL LXV´ yang artinya tiada masyarakat tanpa hukum dan tiada hukum tanpa masyarakat 6 . Utrecht juga mengatakan bahwa hukum merupakan himpunan peraturan peraturan atau perintah dan larangan untuk mengurus tata tertib yang harus ditaati oleh masyarakat itu 7. Teori Huijaber menegaskan bahwa tujuan politik hukum bukan hanya menjamin keadilan, melainkan juga menciptakan ketentraman hidup, dengan memelihara kepastian hukum8. Kepastian hukum bukan merupakan tujuan hukum, tetapi merupakan sesuatu yang harus ada apabila keadilan dan ketenteraman hendak diciptakan. Melihat tujuan dari diadakannya hukum, maka harus dipahami bahwa diadakannya hukum tersebut bukan merupakan sesuatu yang fakultatif, melainkan sesuatu yang imperatif artinya, meskipun masyarakat memiliki banyak alternatif, mereka tidak dapat memilih untuk meniadakan hukum karena meniadakan hukum hanya ada di angan-angan dan tidak mungkin terwujudkan. Terciptanya keadilan dan ketentraman tidak mungkin tanpa menggunakan sarana hukum 9. Dalam beberapa literatur dikenal beberapa teori tentang tujuan hukum yaitu teori etis, teori utilitis, dan teori campuran. Teori etis menekankan pada tujuan hukum secara filosofis, yaitu keadilan bagi masyarakat; teori utilitis menekankan pada kemanfaatan hukum; sedangkan teori campuran menekankan pada ketertiban masyarakat dan hukum sebagai penyelesaian konflik. Guastav Radbruch menegaskan bahwa ada tiga macam nilai dasar tujuan 6. Muhammad Bakri, Pengantar Hukum Indonesia, (Malang: IKIP Malang, 1995), hlm. 88-. 112. 7. CST kansil, Pengantar Ilmu Hukum Jilid I, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 11. Theo Huijabers, Filsafat Hukum, (Jakarta: Kanisius, 1995), hlm. 188-121. 9 Abdul Rachmad Budiono, Pengantar Ilmu Hukum, (Malang: Bayu Media, 1997), hlm. 23. 8. 11.

(21) hukum yang menjadi dasar dalam penerapan hukum, yaitu: a) nilai keadilan, b) nilai kemanfaatan, dan c) nilai kepastian hukum. Tujuan hukum wajib memprioritaskan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Ketiga dasar tujuan hukum ini harus diusahakan dalam setiap putusan hukum, baik yang dilakukan hakim, jaksa, pengacara maupun aparat penegak hukum lainnya. Hal tersebut dapat terwujud secara bersama-sama, tetapi kadangkala tidak mungkin terwujud, maka harus diprioritaskan keadilan terlebih dahulu kemudian kemanfaatan dan yang terakhir kepastian hukumnya10. Kepastian hukum berarti kepastian dalam pelaksanaannya, yaitu bahwa hukum resmi diperundangkan dilaksanakan dengan pasti oleh negara 11. Dengan adanya kepastian hukum maka setiap orang dapat menuntut agar hukum dilaksanakan dan pasti dipenuhi serta setiap pelanggaran hukum ditindak dan dikenakan sanksi sesuai hukum. Mengenai fungsi dan kewenangan pengadilan, dalam pengambilan keputusan harus berdasarkan penilaian terhadap status hukum masalah yang diperkarakan, dan tidak menurut kepentingan pihak-pihak tertentu. Sehingga keputusan pengadilan harus bebas dari pengaruh kekuasaan. Kepastian hukum menuntut agar ada prosedur pembuatan dan peresmian hukum itu jelas dan dapat diketahui untuk umum. Oleh sebab itu, hukum harus dikembangkan secara berkelanjutan dan taat asas, undang-undang harus saling berkaitan menuju kesatu arah serta undang-undang tidak saling bertentangan12. Sedangkan menurut Gustav Radbruch, bahwa ada 2 (dua) macam pengertian kepastian hukum, yaitu kepastian oleh karena hukum dan kepastian hukum dalam atau dari hukum. Hukum yang berhasil menjamin banyak kepastian dan 10. Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1997), hlm. 73-74. Ibid., hlm. 79. 12 Ibid., hlm. 80. 11. 12.

(22) berhubungan dengan masyarakat disebut dengan hukum yang berguna. Kepastian hukum dapat tercapai apabila hukum tersebut banyak terdapat dalam undangundang dan tidak ada ketentuan-ketentuan yang bertentangan, yaitu undangundang berdasarkan sistem yang logis dan praktis. Undang-undang itu dibuat EHUGDVDUNDQ³rechtswerkelijkheid´\DQJDUWLQ\DNHDGDDQKXNXP\DQJEHUVXQJJXKsungguh, dan dalam Undang-undang tersebut tidak terdapat istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlainan. 13 Kepastian hukum dan keadilan yang serasi merupakan faktor yang menunjang keseimbangan kepentingan dalam bermasyarakat untuk mencapai ketertiban dan ketentraman. Oleh karena itu, ketertiban harus didasari pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai warga masyarakat yang terwujud dalam keadilan14. Hukum waris Islam dalam perkembangannya demi mewujudkan kepastian hukum dalam pengaturannya sudah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya mengenai penyelesaian masalah radd. diatur dalam pasal 193,. diharapkan dengan pasal tersebut masalah radd dapat terselesaikan. b.. Teori Keadilan Keadilan adalah persoalan yang berkaitan dengan isu-isu hak asasi manusia,. kemerdekaan, persamaan, dan pertanggungjawaban serta persoalan yang mendasar bagi kehidupan. Keadilan salah satu tujuan setiap agama yang ada di dunia ini, terutama agama Islam yang menempatkan keadilan di tempat yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keadilan pada hakekatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan. 13. E.Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IV, (Jakarta: Ichtiar, 1957), hlm.. 22-23. 14. Soerjono Soekanto, Beberapa Permasalahan Hukum dalam Kerangka Pembangunan Indonesia, (Jakarta: UI Press, 1983), hlm.168.. 13.

(23) haknya. Setiap orang harus diakui dan diperlakukan sesuai harkat martabatnya, sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya dengan tidak melihat perbedaan suku, agama, bangsa, dan latar belakang sosialnya. John rawsl menerangkan bahwa keadilan sosial, yaitu: -. the difference principle, yang artinya bahwa perbedaan sosial dan ekonomi harus diatur agar dapat memberikan manfaat besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Dengan maksud adanya ketidaksamaan dalam unsur pokok kesejahteraan, pendapatan dan otoritas.. -. The Principle of Fair Equality of opportunity, yang artinya bahwa mereka yang paling kurang mampu mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otiritas. Mereka yang paling kurang mampu lah yang harus diberikan perlindungan khusus. Keadilan menurut Rawsl disebut dengan istilah fairness. Dalam membangun. teorinya Rawsl berangkat dari suatu posisi hipotesis dimana ketika setiap individu memasuki kontrak sosial itu mempunyai kebebasan (liberty).15 3RVLVLKLSRWHVLVGLVHEXWGHQJDQ³original position´DWDXSRVLVLDVOL\DLWXVXDWX status quo awal yang menegaskan bahwa kesepakatan fundamentalis yang dicapai dalam kontrak sosial adalah adil. Berdasarkan fakta, original position melahirkan istilah keadilan sebagai fairness. Rawls menegaskan bahwa sekalipun dalam teori ini menggunakan istilah fairness namun tidak berarti bahwa konsep keadilan dan fairness sama. Salah satu bentuk keadilan fairness adalah memandang bahwa posisi setiap orang dalam memulai sebuah kesepakatan yang berbentuk kontrak sosial adalah rasional dan sama-sama/netral. 15. -RKQ´5DZOV´$ 7KHRU\ RI MXVWLFH ³5HYLVHG³HGLWLRQ³ 0DVVDFKXVHWWV ³WKH´%HONQDS´ SUHVV´RI´+DYard UniverVLW\´SUHVV´&DPEULGJH hlm. 3.. 14.

(24) Rawls menguraikan teori keadilan atau fairness tersebut sebagai gagasan utama dari keadilan yang megeneralisasi suatu abstraksi yang lebih tinggi konsep tradisional kontrak sosialnya. Pokok utama keadilan adalah struktur dasar dari masyarakat yang membawa cara bagaimanakah lembaga-lembaga utama masyarakat mengatur hak-hak dan kewajiban dasar serta kesejahteraan dari suatu kerja sosial. Sebab, the basic structure of society sangat berpengaruh besar dalam menentukan bagaimana keadilan tersebut. Hukum Islam terutama yang berkaitan dengan waris sudah diatur dalam hukum Islam yaitu yang bersumber dari AlQuran, Hadist Nabi, dan Ijtihad. tentunya diharapkan dengan adanya pengaturan tersebut. masalah. mengenai. waris. Islam. dapat. terselesaikan. tanpa. mengesampingkan segi keadilan bagi semua pihak, pengaturan tersebut dituangkan dalam Kompilasi Hukum Islam demi memudahkan penyelesaian dalam masalah kewarisan Islam. Keadilan dalam hukum kewarisan Islam tentunya tetap harus berpedoman dari aturan hukum Islam itu sendiri, berkaitan dengan penyelesaian masalah radd ternyata masih banyak pendapat dan penafsiran yang berbeda tentang siapa saja ahli waris yang berhak menerima radd. Dengan berlandaskan keadilan seharusnya semua ahli waris termasuk janda dan duda seharusnya juga termasuk ahli waris yang berhak menerima radd dengan mengkaji pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI). c.. Teori Kemanfaatan Hukum merupakan landasan kehidupan suatu bangsa yang bertujuan untuk. mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Menurut Hans Kelsen, hukum itu sendiri harus bebas dari pengaruh sosial, politik, budaya, sejarah, dan lainnya. Hal tesebut dikarenakan hukum sebagai landasan kehidupan suatu bangsa. 15.

(25) dalam mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur. Sehingga pelaksanaan hukum tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Berikut ini adalah berbagai aliran pemikiran mewarnai konsep dan pemberlakuan hukum, yaitu: 1. Aliran Hukum Alam Aliran ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu irrasional dan rasional. Hukum alam sudah merupakan kodrat yang diberikan oleh Tuhan, sehingga keberadaannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. 2. Aliran Positivisme Aliran ini dikembangkan oleh John Austin dan Hans Kelsen, secara tegas memisahkan antara hukum dan moral. Hukum yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari memiliki kewenangan hukum yang dibuat oleh manusia, penguasa negara, kelompok atau individu. 3. Aliran Utilitarianisme Aliran ini mendapat dukungan dari beberapa tokoh, yaitu Jeremy Bentham, John Stuart Mill dan Rudolf von Jhering. Menurut Bentham, hukum bertujuan untuk memberikan kebahagiaan bagi banyak manusia, harus baik dan tidak mengganggu yang lainnya meskipun ada penekanan pada kebahagiaan individu. Sedangkan menurut John Stuart Mill, hukum akan menjadi baik dan bermanfaat jika didasari rasa keadilan yang terkandung unsur pertahanan diri dan simpati yang bersifat alami. Rudolf von Jhering juga memiliki pandangan yang sama dengan Bentham dan Mill, yaitu tujuan hukum untuk mencapai kebahagiaan. Dengan demikian hukum yang baik dan bermanfaat jika mampu mengesampingkan kepentingan individu serta mampu menyeimbangkan. 16.

(26) antara kepentingan individu dan masyarakat. 4. Aliran Sejarah Dalam aliran ini mengajarkan bahwa hukum terbentuk dalam masyarakat, yang dipelopori oleh dua tokoh yaitu Von Savigny dan John Frederich Puchta. Menurut Von Savigny, hukum akan tumbuh jika tertanam rasa keadilan dalam jiwa masyarakat. Sedangkan menurut John Frederich Puchta, bahwa hukum akan lebih bermanfaat bagi masyarakat jika disahkan oleh negara sebagai hukum yang berlaku. 5. Aliran Realisme Aliran ini dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu Amerika dan Skandinavia. Relisme Amerika menyatakan bahwa hukum yang baik terlahir dari pengalaman-pengalaman masyarakat dan menyesuaiakn perkembangan masyarakat, sehingga dapat bermanfaat secara maksimal. Sedangkan menurut Realisme Skandinavia, hukum akan lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia jika pembuatannya berdasarkan analisis kebutuhan masyarakat. Kemanfaatan dalam hukum Islam dikenal dengan istilah kemaslahatan baik bagi individu maupun bagi masyarakat pada umumnya, berdasarkan teori kemanfaatan penyelesaian masalah radd dapat diselesaikan dengan pertimbangan yang lebih rasional khususnya kedudukan janda dan duda dalam menerima harta sisa warisan atau radd.. 1.6.2. Teori Reactualisasi Hukum Islam Dalam dekade ini banyak bermunculan istilah-istilah yang diartikan untuk memaknai pembaruan Islam terutama di kalangan para intelektual muslim baik di. 17.

(27) Indonesia maupun di luar negeri. Istilah tersebut yaitu reorientasi (memikirkan kembali), reinterpretasi (penafsiran ulang), reaktualisasi (mengangkat dan menghidupkan kembali), revitalisasi (membangkitkan kembali), kontekstualisasi (mempertimbangkan konteks kehidupan sosial budaya), dan istilah-istilah lainnya yang sama. 16 Munawir Sjadzali adalah seorang intelektual Muslim Indonesia yang PHQMDEDW VHEDJDL 0HQWHUL $JDPD PHPXQFXONDQ JDJDVDQ WHQWDQJ ³5HDNWXDOLVDVL Ajaran Islam´ dengan mengedepankan aspek maslahah. Gagasan tersebut dikemukakan oleh Munawir pada tahun 1985, dan mendapat respon positif oleh Yayasan Paramadina. Munawir juga menjelaskan bahwa situasi dan kondisi umat Islam saat ini sangat berbeda dengan zaman Rasulullah dahulu. Namun para pemikir Islam belum berani berpikit lebih kontekstual. Akibatnya, Islam yang dahulu pada zaman Nabi SAW merupakan ajaran yang revolusioner, tetapi saat ini menjadi terbelakang dan tertinggal jauh dengan Barat.17 Itulah salah satu alasan yang mendukung Munawir untuk memunculkan gagasan pembaruan terhadap hukum Islam. Gagasan beliau dianggap terlalu berani dan kontroversial sebagai seorang Menteri Agama yang masih dalam masa jabatannya. Namun dari sisi lain, dalam posisinya sebagai Menteri Agama lebih memungkinkan banyak ruang untuk mensosialisasaikannya. Kemudian, konsep ³Reaktualisasi ajaran Islam´ PHQGDSDW UHVSRQ EHUDJDP WHUXWDPD VHWHODK disampaikan dalam forum Paramadina. Menurut Munawir, dalam kasus hukum waris mengatakan bahwa pembagian waris Islam seperti yang ditentukan dalam Al-4XU¶DQ EXNDQ EHUDUWL WLGDN DGLO 16. Yunahar Ilyas, Reaktualisasi Ajaran Islam, Studi atas Pemikiran Hukum Munawir Sjadzali dalam Jurnal Al-Jamiah, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, Vol. 44, Number 1, 2006) 17 Munawir Sjadzali, Ijtihad Kemanusiaan, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 5.. 18.

(28) akan tetapi justru sikap masyarakat tidak percaya lagi akan keadilan hukum faraidl. Inilah yang melatarbelakangi pemikirannya untuk memunculkan gagasan ³5HDNWXalisasi Hukum Islam´ Dalam masalah warisan, Munawir menjelaskan bahwa bagian warisan antara laki-laki yang dua kali lipat dari bagian perempuan, karena: 1.. Alasan pertama, tidak mencerminkan semangat keadilan bagi masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini terbukti banyaknya penyimpangan dari ketentuan waris tersebut baik yang dilakukan orang awam maupun ulama, dengan cara menghibahkan harta bendanya kepada anak-anaknya ketika orangtuanya masih hidup. Ini merupakan suatu indikasi atas ketidakpercayaan masyarakat muslim terhadap hukum waris dalam Al-4XU¶DQ. 2. Alasan kedua, adalah faktor gradualitas. Menurut Munawir, perempuan pada zaman jahuliyah tidak mendapatkan warisan, maka ketika Islam datang perempuan diangkat derajatnya dan diberi warisan meskipun hanya separuh dari bagian laki-laki. Kemudian pada masa modern, perempuan memberikan peran yang sama dengan laki-laki di dalam masyarakat, sehingga logis apabila warisannya ditingkatkan agar sama dengan laki-laki. 3.. Alasan ketiga, bahwa laki-laki mempunyai kewajiban memberi nafkah terhadap anak isteri, bahkan orangtua maupun adik perempuan yang belum bersuami. 18 Hal ini sebagaimana dijelaskan pada Al-4XU¶DQ Vurat An-Nisa ayat 34, yang artinya: ³/DNL-laki itu pelindung bagi perempuan, karena Allah SWT telah melebihkan sebagian dari mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari KDUWDQ\D´ 18. +DVEXOODK 0XUV\LG ³0HQHOXVXUL )DNWRU 6RVLDO \DQJ 0XQJNLQ %HUSHQJDUXK´ GDODP 0XK Wahyuni Nafis (ed), Kontekstualisasi Ajaran Islam......, hlm. 205.. 19.

(29) Sebenarnya pada masa sekarang bukan hanya suami yang mencari nafkah, tetapi berkembangnya zaman sekarang menuntut perempuan untuk bisa lebih maju dan mandiri. Sehingga wilayah mencari nafkah dilakukan oleh kaum perempuan adalah hal yang biasa. Bila dalam kondisi demikian ketentuan hukum waris masih diterapkan 2:1, dianggap sebagai bentuk ketidakadilan. Pemikiran reaktualisasi Munawir Sjadzali sedikit banyak berpengaruh terhadap perkembangan pemikiran Islam di Indonesia. Pemikirannya jarang dimiliki oleh para ulama semasanya dalam memberikan suatu energi bagi umat Islam \DQJVXGDKODPD³WHUWLGXU´GDODPNHEHNXDQNHUDQJNDWHNVWXDOLWDV6HKLQJJD menjadikan pembaruan bagi eksistensi hukum Islam di Indonesia. Salah satu contoh hasil keputusan hukum pada masa jabatannya adalah adanya UndangUndang Nomor 7 tahun 1989 mengenai Peradilan Agama, menyusul terbitnya Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang merupakan suatu pengakuan terhadap eksistensi Hukum Islam di Indonesia yang sebelumnya tidak punya kewenangan mutlak. Terwujudnya landasan hukum tersebut menjadikan landasan baru, bahwa fikh bisa disesuaikan dengan zaman dan tempat sesuai dengan kemaslahatan masing-masing wilayah. Pemikiran Munawir merupakan sebuah motivasi para pemikir Muslim berikutnya untuk selalu menggali dan menyelaraskan nash dan pesan dalam Al-4XU¶DQGHQJDQVLWXDVLORNDOGDQWHPSRUDOmasyarakat Indonesia. 1.7. Metode Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam tesis ini adalah jenis penelitian hukum normatif, yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika. 20.

(30) keilmuan hukum dari sisi normatifnya.19 Jenis penelitian ini menggunakan dua tahapan, yaitu pertama, penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan hukum objektif (norma-norma hukum) dengan cara mengadakan penelitian terhadap masalah hukum; yang kedua, penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). Dalam metode penelitian hukum normatif, terbagi menjadi 3 (tiga) macam bahan pustaka yang digunakan oleh penulis, yaitu: a.. Bahan hukum primer, bertujuan untuk mengikat atau membuat orang mematuhi hukum seperti peraturan-perundangan dan putusan-hakim.. b.. Bahan hukum sekunder, bertujuan untuk menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan kesimpulan dari pendapat para ahli dalam mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus, sehingga dapat memberikan petunjuk bagi peneliti ke mana akan mengarah seperti doktrin-doktrin yang terdapat dalam buku, jurnal hukum maupun internet.. c.. Bahan hukum tertier, bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder yang dapat memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum20.. 1.7.2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan sebagai satu kesatuan yang utuh, sehingga peneliti mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu hukum, yaitu: pendekatan konseptual (conceptual approach), pendekatan historis. 19 Johny Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publising, 2007), hlm. 57. 20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1984), hlm. 250.. 21.

(31) (historical approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan undang-undang (statue approach). Pendekatan penelitian yang peneliti gunakan adalah 2 (dua) macam, yaitu: a.. Pendekatan undang-undang (statue approach) Pendekatan ini digunakan sebagai pijakan dalam menjawab isu hukum yang. akan dihadapi. Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan isu hukum dalam penelitian ini diinventarisasi berdasarkan hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Peneliti perlu mencari ratio logis dan dasar ontologis suatu undang-undang, peneliti mampu menagkap kandungan filosofi yang ada dibelakang undang-undang, perlu juga digunakan ajaran interpretasi atau penafsiran atau hermeutika hukum. Peraturan perundang-undangan yang akan digunakan dalam penelitian ini utamanya adalah Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam penelitian ini pendekatan undang-undang digunakan karena ada telaah atau analisis terhadap kepastian hukum mengenai kedudukan pembagian kelebihan harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam dan pengaturan dalam Kompilasi Hukum Islam. b.. Pendekatan konseptual (conceptual approach) Pendekatan konseptual berawal dari pandangan-pandangan dan doktrin-. doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandanganpandangan tersebut, peneliti akan menemukan konsep-konsep hukum dan asasasas hukum yang relevan dengan isu hukum yang dihadapi dalam memecahkan isu hukum yang dihadapi. 21. 21. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Penada Media Group, 2005), hlm.. 95.. 22.

(32) 1.7.3. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Untuk memecahkan atau menjawab masalah atau isu hukum diperlukan sumber-sumber penelitian. Sumber-sumber penelitian ini merupakan : a.. Bahan hukum primer 1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 3. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam 4. Al-Quran, Hadits Nabi, dan Ijtihad. b. Bahan hukum sekunder. 1. Hasil penelitian hukum terdahulu yang berkaitan dengan kedudukan pembagian kelebihan harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam. 2. Buku-buku hukum waris Islam. 3. Pendapat praktisi. 4. Pendapat akademisi.. 1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum yang dikumpulkan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Untuk memudahkan pengarsipan berbagai bahan hukum yang sudah diperoleh yang akan dipergunakan komputer sebagai alat bantu. Bahan hukum yang telah diperoleh dicatat di dalam file tersendiri, sehingga mudah untuk ditemukan pada saat diperlukan untuk kepentingan analisis. Setiap file diisi dengan bahan hukum yang telah dikelompokkan, sesuai dengan kepentingan analisis, pengelompokkan ini didasarkan pada kepentingan analisis.. 23.

(33) Komputerisasi. bahan. hukum. yang. telah ditemukan. tersebut. amat. mempermudah dan mengefisienkan analisis penelitian ini.. 1.7.5. Teknik Analisis Bahan Hukum Bahan hukum berwujud (a) kata, (b) frase, (c) kalimat, (d) proposisi, (e) dalil, dan (f) prinsip. Fokus utama penelitian hukum normatif adalah mencari hubungan logis antar badan hukum tersebut. Dari pencarian ini diperoleh asas atau prinsip hukum, hubungan korelasi antar prinsip hukum dengan prinsip hukum lainnya atau dengan peraturan hukum, sesuai atau tidak sesuainya antar peraturan hukum, dan lain-lain. Berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka yang telah diperoleh dari sumber yang terkait, kemudian diolah dan dianalisis dengan mempergunakan langkah-langkah normatif dan pembahasan dilakukan secara deskriptif analitik. Untuk pengolahan bahan hukum primer dilakukan dengan cara memilih pasal-pasal yang berkaitan dengan pembagian kelebihan harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam, dilanjutkan dengan membuat sistematik dari pasal-pasal dimaksud serta menganalisisnya berdasarkan hukum. Hal yang sama juga dilakukan terhadap bahan pustaka, yaitu melakukan klasifikasi dan sistematisasi konsep terbaru atau pendapat-pendapat yang berhubungan dengan pembagian kelebihan harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam. Selanjutnya setelah dilakukan pengolahan bahan hukum, maka bahan hukum tersebut dibahas dengan metode analisis teks atau isi (content analysis), yakni. 24.

(34) menyoroti teks atau isi kaidah-kaidah hukum dari peraturan perundangan yang berhubungan dengan objek yang diteliti dengan cara penafsiran (interpretasi) atau hermeneutik, dan sistematisasi (atau menggunakan analisis kualitatif). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian yang akan dilakukan dalam tesis ini dapat digambarkan melalui desain penelitian berikut ini: Tabel 2. Desain Penelitian Latar Belakang Pewarisan merupakan hal yang sangat diperhatikan dalam hukum Islam Pengaturan hukum waris Islam bersumber dalam Al-4XU¶DQ Hadits Nabi SAW, dan Ijtihad Perbedaan pendapat para fuqaha/ulama mengenai kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda. Rumusan Masalah. Kerangka Teori. Metode Penelitian. Hasil Pembahasan. Hukum Normatif Bagaimana kedudukan kelebihan pembagian harta warisan (radd) untuk janda dan duda dalam hukum waris Islam dan pengaturannya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)?. Teori Tujuan Hukum. statue approach. Hasil....? conceptual approach Teori Reactualisasi Hukum Islam. Pengaturan radd dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Keterangan:. = Alur pembahasan = Batasan pokok bahasan. 1.8. Sistematika Penulisan Tesis ini disusun dalam sistematika yang terbagi dalam 4 (empat) bab dengan tujuan memperjelas pembahasan dari permasalahan yang diteliti. Adapun urutan. 25.

(35) masing-masing bab serta pokok pembahasannya yaitu: x BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang pendahuluan umum, yang merupakan dasar dan pengantar daripada penulisan tesis. Dikemukakan mengenai latar belakang masalah, kemudian diteruskan dengan uraian tentang rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, orisinalitas penelitian, kerangka teoritik, metode penelitian serta sistematika penulisan. x. BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai hukum waris menurut Islam, sumber hukum waris Islam, asas-asas hukum waris Islam, sebab-sebab terjadinya waris Islam, unsur-unsur hukum waris Islam, syarat-syarat kewarisan, penghalang mewaris, ahli waris, hijab dalam kewarisan Islam dan kajian tentang radd serta janda dan duda dalam hukum waris Islam.. x. BAB III: HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam. bab. ini. akan. dibahas. mengenai. munculnya. radd. dan. penyelesaiannya, pendapat para fuqaha atau ulama tentang radd untuk janda dan duda serta pengaturan radd menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI). x. BAB IV: KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini ialah bab penutup, penulis akan menguraikan tentang kesimpulan dan keseluruhan pembahasan yang dilakukan dalam bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang mungkin dapat dilaksanakan.. 26.

(36) BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1. Kajian Tentang Hukum Waris Islam Hukum waris yang berlaku secara nasional belum terbentuk. Hingga saat ini, hukum waris yang digunakan dan berlaku dalam masyarakat di Indonesia dibagi menjadi 3 macam, yaitu menurut hukum Adat, hukum Islam serta hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini disebabkan karena dahulunya warisan hukum dibuat oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk Hindia Belanda. Sebagai negara yang telah merdeka dan berdaulat, dituntut memiliki hukum waris tersendiri yang berlaku secara nasional. Seperti halnya hukum perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, bahwa bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila sesuai dengan aspirasi masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Dengan berlakunya hukum Islam di Indonesia, diantaranya hukum waris (terutama yang beragama Islam) maka sudah selayaknya dalam menyusun hukum waris nasional nantinya terdapat ketentuan pokok mengenai Hukum Waris Islam yang ada di dalamnya sesuai dengan pola budaya atau adat masyarakat yang bersangkutan. 2.1.1. Pengertian Hukum Waris Islam Hukum waris Islam merupakan bagian dari hukum keluarga dalam hukum Islam. Hukum waris Islam GDSDWGLDUWLNDQGHQJDQ³VHSHUDQJNDWSHUDWXUDQWHUWXOLV berdasarkan wahyu Allah SWT dan sunnah Nabi SAW yang berisi tentang hal ihwal pemindahan hak yang berupa harta peninggalan dari orang yang telah mati kepada orang yang masih hidup, yang diakui dan yang diyakini berlaku serta. 27.

(37) mengikat untuk semua yang memiliki agama Islam´22 0HQXUXWSHQGDSDW3LWOR³+XNXP:DULVLWXPHUXSDNDQFampuran antara ELGDQJ\DQJGLQDPDNDQ+XNXP.HND\DDQGDQ+XNXP.HNHOXDUJDDQ´ 23 Adapun dalam ketentuan pasal 171 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, hukum waris adalah hukum yang menjelaskan pengaturan peralihan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris untuk menentukan siapa ahli warisnya dan besarnya bagian masing-masing setiap ahli waris tersebut. Menurut Amir Syarifuddin. 24. : ³+XNXP .HZDULVDQ Islam adalah peraturan. dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur cara pemindahan hak seseorang yang telah meninggal dunia/mati kepada orang yang masih hidup dengan ketentuanketentuan tersebut berdasarkan Al-4XU¶DQ EHVHUWD SHQMHODVDQ GDUL 1DEL 6$: dalam istilah arab disebut Faraidl´6HGDQJNDQPHQXUXWILTLKIslam, yang terdapat pada Al-Qur¶an Surat An Nisa ayat 11 dan 12, yaitu berpindahnya harta peninggalan dari orang yang telah meninggal dunia atau mati kepada ahli waris yang masih hidup dikarenakan adanya hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan yang sah dengan ketentuan dan aturan yang sudah ditetapkan dalam hukum Islam. Di dalam hukum waris Islam telah diatur dan ditata mengenai hal peralihan harta warisan dari seorang pewaris kepada ahli warisnya. Proses peralihan tersebut dikenal sebagai ilmu faraid, yaitu ilmu yang pembagian harta warisan. Ilmu ini menjelaskan tentang ketentuan-ketentuan warisan yang menjadi bagian ahli warisnya, yang dibedakan menjadi dua, yaitu: 22. Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2005), hlm. 17-18. Afdol, Penerapan Hukum Waris Islam secara Adil, (Surabaya: Airlangga University Press, 2003), hlm. 67. 24 Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 3-4. 23. 28.

(38) 1.. Sebagai peraturan-peraturan tentang hal pembagian harta warisan. 2.. Sebagai peraturan-peraturan menghitung bagian dari masing-masing ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan.. 2.1.2. Sumber Hukum Waris Islam Sumber pokok Hukum Waris Islam adalah Al-4XU¶DQ +DGLWV6XQDK 5DVXO dan Ijtihad. a.. Al-4XU¶DQ Sebagai sumber hukum, Al-4XU¶DQ PHUXSDNDQ VXPEHU KXNXP Islam yang. pertama dan utama. Di bidang kewarisan, Al-4XU¶DQ PHQMHODVNDQ VHFDUD terperinci mengenai siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan (sebagai ahli waris) dan berapa besar bagiannya masing-masing seperti yang terdapat dalam Surat An-Nisa ayat 7,11,12, 33, 176, surat Al Ahzab ayat 6 dan Surat AlAnfal ayat 75. Ayat Al-4XU¶DQ\DQJ mengatur tentang kewarisan secara jelas dan terperinci diatas adalah sebagai berikut: 1.. Surat An-Nisa ayat 11 Ayat tersebut 25 mengatur tentang perolehan warisan bagi anak, ibu dan bapak serta soal wasiat dan hutang.. 25 ³Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua bapak ibu, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua bapak ibunya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh $OODK 0DKD 0HQJHWDKXL 0DKD %LMDNVDQD´ /LKDW 'HSDUWHPHQ $JDPD 5, $O 4XU¶DQ GDQ Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan .LWDE6XFL$O4X¶UDQ hlm. 116.. 29.

(39) Surat An-Nisa ayat 11 ini menjelaskan beberapa garis hukum waris, yaitu: a. Anak perempuan jika hanya seorang saja, maka bagiannya setengah b. Jika anak perempuan ada dua orang atau lebih, maka bagiannya dua pertiga c. Jika anak perempuan bersama dengan anak laki-laki maka bagian untuk anak laki-laki dua kali dari bagian anak perempuan d. Jika pewaris mempunyai anak, maka ibu dan bapak bagiannya masingmasing seperenam e. Jika pewaris tidak memiliki anak dan ia diwarisi oleh bapak ibunya saja, maka bagian ibu sepertiga f. Jika pewaris memiliki beberapa saudara, maka ibunya mendapatkan seperenam g. Pembagian warisan tersebut dilakukan setelah dikeluarkannya wasiat dan hutang pewaris. 2.. Surat An Nisa ayat 12 Ayat ini. 26. menjelaskan perolehan warisan bagi duda, janda dan saudara-. saudara beserta wasiat dan hutang. Surat An-Nisa ayat 12 ini menjelaskan beberapa garis hukum waris, yaitu: 26 ³'an bagianmu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-strimu, jika mereka tidak memiliki anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu memiliki anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan sesudah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (sesudah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan sesudah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara lakilaki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam yang sepertiga itu, sesudah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (sesudah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi 0DKD3HQ\DQWXQ´ Lihat Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 117.. 30.

(40) a. Duda mendapat bagian seperdua, jika pewaris tidak mempunyai anak b. Jika mempunyai anak, maka bagian duda adalah seperempat c. Janda mendapat bagian seperempat, jika pewaris tidak mempunyai anak d. Jika mempunyai anak. Maka bagian janda adalah seperdelapan e. Saudara seibu bagiannya seperenam, jika hanya seorang saja f. Jika saudara seibu lebih dari satu orang, maka mereka secara bersamasama mendapatkan sepertiga g. Pembagian warisan tersebut dilakukan setelah dikeluarkannya wasiat dan hutang pewaris. 3.. Surat An Nisa ayat 176 Ayat ini 27 menjelaskan tentang kalalah dan pengaturan warisan untuk saudara sekandung atau sebapak. Surat An-Nisa ayat 176 ini diperuntukkan bagi saudara sekandung dan seayah, dan garis hukum warisnya adalah: a. Saudara perempuan jika hanya seorang saja dan tidak memiliki anak, maka bagiannya seperdua b. Jika saudara perempuan ada lebih dari seorang dan tidak mempunyai anak, maka bagiannya dua pertiga. 27. ³0HUHND PHPLQWD IDWZD NHSDGDPX WHQWDQJ NDODODK  .DWDNDQODK ³$OODK PHPEHUL IDWZD kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkannya. Dan jika mereka (ahli waris terdiri dari) saudarasaudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah 0DKD0HQJHWDKXLVHJDODVHVXDWX´/LKDWDepartemen Agama RI, op.cit, hlm. 153.. 31.

(41) c. Jika saudara perempuan bersama saudara laki-laki dan tidak mempunyai anak, maka bagian mereka bersama-sama menghabiskan semua harta dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan. 4.. Surat An Nisa ayat 7 Ayat ini 28 menerangkan tentang hak waris bagi laki-laki maupun perempuan terhadap ibu, ayah dan kerabatnya serta sedikit atau banyak menurut cara yang telah ditentukan.. 5.. Surat An Nisa ayat 33 Ayat ini. 29. menerangkan bahwa Allah menjadikan pewaris bagi tiap harta. peninggalan oleh ibu, bapak dan kerabat. 6.. Surat Al Anfal ayat 75 Ayat ini. 30. menerangkan bahwa Allah menjadikan pewaris bagi tiap harta. peninggalan oleh ibu, bapak dan kerabat. 7.. Surat Al Ahzab ayat 6 Ayat ini. 31. menerangkan keutamaan ahli waris yang memiliki hubungan. keluarga dibanding dengan hubungan antara sesama Muslim.. 28. ³%DJL orang laki-laki ada bagian dari harta peninggalan yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya dan kerabat-kerabatnya, dan bagi wanita ada bagian (pula) dari harta peninggalan yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya dan kerabat-kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah diWHWDSNDQ´/LKDW'HSDUWHPHQ$JDPD5,op.cit. 29 ³'DQ XQWXN PDVLQJ-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka EDJLDQQ\D 6XQJJXK $OODK 0DKD 0HQ\DNVLNDQ VHJDOD VHVXDWX´ /LKDW 'HSDUWHPHQ $JDPD 5, op.cit, hlm. 122. 30 ³'DQ RUDQJ-orang yang beriman setelah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka mereka termasuk golonganmu. Orang-orang yang memiliki hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah. 6XQJJXK$OODK0DKD0HQJHWDKXLVHJDODVHVXDWX´/LKDW'HSDUWHPHQ$JDPD5,, op.cit, hlm. 274. 31 ³1DELLWXOHELKXWDPDEDJLRUDQJ-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istriistrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang memiliki hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). 'HPLNLDQODKWHODKWHUWXOLVGDODP.LWDE $OODK ´/LKDWIbid, hlm. 667.. 32.

(42) b.. Sunah Hadits atau Sunah Rasul adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-. 4XU¶DQ berupa perkataan, perbuatan serta sikap diam Rasulullah yang tercatat dalam kitab-kitab hadits. Yang merupakan penafsiran serta penjelasan otentik tentang Al-4XU¶DQ32 Hadits atau Sunah Rasul disatu sisi merupakan sumber yang berdiri sendiri, dan disisi lain tidak merupakan sumber hukum yang berdiri sendiri karena sifat gandulannya terhadap Al-4XU¶an. 33 Hadits atau Sunah Rasul mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu: 1.. Sunah sebagai penguat. hukum dalam Al-4XU¶DQ LQL VHSHUWL 6XQDK 1DEL. Muhammad SAW dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim \DQJ PDNVXGQ\D ³%HULNDQ IDUD¶LG bagian yang telah ditetapkan dalam Al4XU¶DQNHSDGD \DQJ EHUKDN PHQHULPDQ\DGDQ VHOHELKQ\D EHULNDQODKNHSDGD keluarga laki-ODNL\DQJWHUGHNDW´ 2.. Sebagai penjelasan Al-4XU¶DQ VHEDJDL FRQWRK 6XQDK WHQWDQJ EDWDVDQ ZDVLDW hanya sepertiga dari harta warisan, yang merupakan penjelasan Surat AlBaqarah ayat 180 dan 240. Dimana kedua ayat tersebut tidak dijelaskan berapa harta warisan diberikan dalam wasiat tersebut.. 3.. Sebagai pembentuk hukum baru, artinya belum ada hukum warisan di dalam Al-4XU¶DQ PLVDOQ\D NHWHQWXDQ KXNXP ZDULV DQWDUD RUDQg yang berbeda agama, salah satunya beragama Islam, tidak dapat saling mewarisi. 34 Hadits atau Sunah Rasul yang menjelaskan tentang hukum kewarisan adalah:. 32. Mohammad Daud Ali, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 86. 33 Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 59. 34 Komari, Laporan Akhir Kompendium Bidang Hukum Waris, (Jakarta: BPHN Departemen Hukum dan HAM, 2011), hlm. 77-78.. 33.

(43) 1. Hadits Riwayat. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas, dalam. terjemahannya yaitu: 35 ³%HULNDQODK EDJLan-bagian tertentu kepada orang-orang yang berhak. Sesudah itu sisanya untuk laki-ODNL\DQJOHELKXWDPD´ 2. Hadits Riwayat Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah dan Ahmad dari Jabir. 36 3. Hadits Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah dari Surabil.37 4. Hadits Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmizi dari Usman bin Husin, dalam terjemahannya, yaitu: 38 ³'DUL 8PUDQ ELQ +XVHLQ EDKZD VHVHRUDQJ ODNL-laki mendatangi Nabi SAW sambil berkata, bahwa anak dari anak laki-laki saya meninggal dunia, apa yang saya dapat dari harta warisannya. Nabi berkata: kamu PHQGDSDWVHSHUHQDP´ 5. +DGLWV5LZD\DW$Q1DVD¶L$EX'DXGGDQ,EQX0DMDKGDUL4XEDLVKDKELQ Zueb.39. 35. Idris Djafar dan Taufik Yahya, Op.cit., hlm. 22. ³-DQGD 6DDG LEQ 5DEL GDWDQJ NHSDGD 5DVXO saw dengan membawa dua orang anak perempuannya, lalu ia berkata: Ya Rasul Allah, ini ada dua orang anak perempuan Saad yang telah gugur dalam peperangan bersama anda di Uhud. Paman mereka mengambil harta yang ditinggalkan ayah mereka dan tidak sedikitpun diberikan untuk mereka. Keduanya tidak mungkin kawin tanpa harta. Nabi berkata: ³Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian itu´. Sesudah itu turunlah ayat-ayat tentang kewarisan. Kemudian Nabi memanggil si paman dan berkata: Berilah dua pertiga untuk dua orang anak perempuan Saad, seperdelapan untuk jandanya dan yang sisanya adalah untukmu.´/LKDW Ibid. 37 ³'DULKX]DLOELQ6XUDKELOEHUNDWD$EX0XVDGLWDQ\DWHQWDQJkasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki dan seorang saudara perempuan. Abu Musa berkata: ³Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada ,EQX 0DV¶XG WHQWX GLD DNDQ PHQgatakan seperti itu pula.´ Kemudian ditanyakan kepada Ibnu 0DV¶XG GDQ GLD PHQMDZDE³Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW, Yaitu untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap GXD SHUWLJD VLVDQ\D XQWXN VDXGDUD SHUHPSXDQ´ /LKDW $PLU 6\DULIXGGLQ Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 13. 38 Lihat Ibid. 39 ³'DUL 4XEDLVKDK ELQ =XHE \DQJ EHUNDWD VHseorang nenek mendatangi Abu bakar yang meminta warisan dari cucXQ\D %HUNDWD NHSDGD $EX %DNDU´Saya tidak menemukan sesuatu untukmu dalam Kitab Allah dan saya tidak mengetahui ada hakmu dalam sunah Nabi. Kembalilah dulu, nanti saya akan bertanya kepada orang lain tentang hal ini.´ MughLUDKELQ6\X¶EDKEHUkata: ³Saya pernah menghadiri Nabi yang memberikan hak nenek sebanyak seperenam.´ %HUNDWD $EX %DNDU³Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya"´ Muhammad bin Maslamah berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Mughirah. Maka akhirnya Abu bakar memberikan hak ZDULVDQQHQHNLWX´/LKDWAmir Syarifuddin, Op.cit., hlm. 14. 36. 34.

(44) 6. Hadits Riwayat Bukhari Muslim dari Saad bin Abi Waqqas tentang batas maksimal pelaksanaan wasiat. 40 7. Hadits Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dalam terjemahannya, yaitu: 41 ³'DUL$EX+XUDLUDK1DEL0XKDPPDGEHUVDEGD3HPEXQXKWLGDNEROHK PHZDULV´ 8. Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi dan Ibnu Majah dari Usman bin Zaid, dalam terjemahannya, yaitu: ³6HRUDQJ 0XVOLP WLGDN PHZDULVL QRQ PXVOLP GDQ QRQ PXVOLP WLGDN PHZDULVLPXVOLP´42 9. Hadits Riwayat Ibnu Majah dari Jabir bin µAbdullah dan Al Miswar bin Makhramah, dalam terjemahannya, yaitu: ³6HRUDQJED\LWLGDNEHUKDN mendapatkan harta warisan kecuali ia lahir dalam keadaan bergerak dengan jeritan. Gerakannya diketahui dari WDQJLVWHULDNDQGDQEHUVLQ´ 43 10. Hadits Riwayat Abu Daud, tirmizi dan Ibnu majah dari Ibnu Amir alHusaini, dalam terjemahannya, yaitu: ³6DXGDUDODNL-laki dari ibu adalah ahli waris bagi seseorang yang tidak DGDDKOLZDULVQ\D´44. 40. ³5DVXOXOODK6$:GDWDQJPHQMHQJXNNXSDGDWDKXQKDMLZDGDGLZDNWXDNXPHQGHULWDVDNLW keras. Lalu aku bertanya kepada beliau, Wahai Rasulullah SAW aku sedang menderita sakit keras, bagaimana pendepatmu, aku ini orang berada sementara tidak ada orang yang akan mewarisi hartaku selain seorang anak perempuan, apakah aku seadekah (wasiat) kan dua pertiga hartaku? Jangan jawab Rasul. Aku bertanya: Sepertiga, Rasul menjawab: sepertiga, sepertiga adalah banyak atau besar, sungguh kamu jika meninggalkan ahli warismu dalam keadaan yang cukup adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang EDQ\DN´/LKDW$KPDG5DILTFiqh Mawaris, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1983), hlm. 21. 41 Amir Syarifuddin, op.cit., hlm. 23. 42 Ibid, hlm. 14. 43 Ibid, hlm. 16. 44 Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Op.cit., hlm. 23.. 35.

(45) c.. Ijtihad Ijtihad adalah usaha yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap. kemampuan yang dilakukan oleh para ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas dan tidak ada ketentuannya dalam Al 4XU¶DQGDQ6XQDK5DVXO. 45 Ijtihad merupakan sumber hukum setelah Al-4XU¶DQGDQ6XQDKEHUGDVDUNDQ KDGLWV 0X¶DG] LEQX -DEDO NHWLND 5DVXOXOODK 6$: PHQJXWXV 0X¶DG] NH <DPDQ untuk menjadi hakim. Ijtihad dalam hukum waris Islam telah dilakukan oleh umat Islam VHMDNGDKXOX\DLWXJRORQJDQ$KOL6XQDKGDQJRORQJDQ6\L¶DK'L,QGRQHVLD ijtihad hukum waris Islam ini dilakukan oleh Hazairin. Kemudian oleh para hakim peradilan agama melalui putusan melalui putusan pengadilan yang menjadi yurisprudensi. Di Indonesia telah mengeluarkan peraturan mengenai hukum kewarisan Islam yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 1991.. 2.1.3. Asas-asas Hukum Waris Islam Dalam Hukum waris Islam terdapat beberapa asas-asas yang berlaku yaitu: 46 a.. Asas Ijbari Pelaksanaan pembagian waris bersifat memaksa sejak pewaris meninggal. bukan atas kehendak pewaris, baik menyangkut peralihan harta seseorang yang telah meninggal kepada yang masih hidup, berlaku dengan sendirinya 47 sesuai kehendak Allah tanpa bergantung pada pewaris ataupun ahli waris menurut 45. Mohammad Daud Ali, op.cit., hlm. 104. Abdul Rachmad Budiono, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 18. 47 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau, (Jakarta: Gunung Agung, 1984), hlm. 18. 46. 36.

Gambar

Tabel 1. Orisinalitas Penelitian
Tabel 2. Desain Penelitian
Tabel 3. Contoh Kasus Radd 1  Ahli  Waris  Bagian  AM (12)  HW  (Rp. 10.800.000,-)  Penerimaan  Istri   ¼  3  3/12 x Rp
Tabel 7. Contoh Kasus Radd 5  Ahli  Waris  Bagian  AM (12)  HW  (Rp. 10.800.000,-)  Penerimaan  Istri   ¼  3  3/12 x Rp
+7

Referensi

Dokumen terkait

PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ISLAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB BIDANG.. PERTANAHAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA

Kompilasi Hukum Indonesia (KHI) menjelaskan bahwa hukum waris merupakan hukum yang mengatur pemindahan hak kepemilikan harta warisan dari pewaris, menentukan orang

Penulisan  ini  membangun  suatu  sistem  pendukung  keputusan  pembagian  harta  waris  yang  berdasarkan  pada  hukum  dan  syariat  Islam.  Sistem  pakar 

Jika ketika C meninggal dunia, hanya meninggalkan ahli waris J seorang anak perempuan, tidak ada yang lain, maka J memperoleh ½ ditambah dengan kelebihan (radd) harta

Putusan Hakim tersebut, jika dirujuk berdasarkan Pasal 185 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam bahwa: (1) ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris, maka

30 Menurut Kompilasi Hukum Islam ahli waris adalah sebagaimana di atur dalam Buku II Hukum Kewarisan , BAB I ketentuan umum , dalam Pasal 171 huruf (c) : “Ahli Waris

2, 2017, Indah Sari, Pengaturan Pembagian Hak Kewarisan Kepada Ahli Waris Dalam Hukum Waris Islam Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam KHI.. Jurnal Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas

152 KESIMPULAN Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembagian harta waris dalam Hukum Islam yaitu proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal,