• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 5. Densitas Polimer pada Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tabel 5. Densitas Polimer pada Lingkungan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

33 BAB 4. PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sampel ikan bandeng, air, serta sedimen pada lokasi Tambak Lorok di Semarang menunjukkan adanya partikel yang diduga sebagai mikroplastik. Partikel yang diduga sebagai mikroplastik tersebut memiliki jenis dan warna yang berbeda. Pada ikan bandeng, hasil penelitian yang didapat yaitu PSM dengan jenis fiber, film, dan fragment. Dari hasil penelitian tersebut, dapat dibandingkan dengan hasil pada penelitian yang dilakukan oleh Rochman et al., (2015).Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rochmanet al., (2015) membuktikan bahwa dalam tubuh ikan ditemukan beberapa jenis PSM. Pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa hasil dari identifikasi pada penelitian Rochman et al., (2015) memiliki tingkat kemiripan yang cukup tinggi dengan hasil identifikasi yang dilakukan pada dengan menggunakan sampel ikan bandeng.

Pada hasil penelitian membuktikan bahwa dalam 90 sampel ikan bandeng yang digunakan ditemukan adanya cemaran PSM berupa fragmen, film dan fiber. Proporsi dari masing-masing jenis PSM yang ditemukan tersebut sebanyak 17% fragmen pada ikan bandeng yang diambil di bulan April dan 0% atau tidak ditemukan adanya fragmen pada ikan bandeng di pengambilan bulan Juli. Proporsi PSM jenis film pada ikan bandeng yang diambil pada bulan April sebanyak 13% dan pada pengambilan bulan Juli sebanyak 6%. Sedangkan PSM jenis fiber yang ditemukan pada ikan bandeng yang diambil dibulan April dan Juli secara berturut-turut sebanyak 69% dan 94%.Dari beberapa jenis PSM yang berhasil diidentifikasi, jenis fiber memiliki proporsi yang paling tinggi.

PSM yang ditemukan pada ikan bandeng umumnya dapat berasal dari limbah rumah tangga yang secara sengaja atau tidak sengaja ikut terbuang dan bermuara di laut. Banyaknya limbah plastik dilingkungan sekitar tambak dapat menjadi salah satu faktor tingginya proporsi PSM yang ditemukan pada ikan bandeng. Pada PSM jenis fargment umumnya dapat berasal dari sumber yang beragam yang memiliki bentuk, ukuran, serta kelapukan yang berbeda (Georgy, 1978). Fragment dapat berasal dari limbah-limbah yang dihasilkan karena adanya aktivitas manusia. Penggunaan jaring ikan pada saat masa panen menjadi

(2)

salah satu sumber fragment yang ditemukan. Selain itu, sumber lain juga dapat berasal dari lapisan film plastik tipis, adanya bahan baku serta limbah industri di lingkungan sekitar, dan dapat berasal dari beberapa pelet maupun fragmen polimer yang terdegradasi dari plastik oxo-biodegradable (Lattin et al., 2004). Lokasi tambak yang berada diantara pemukiman warga dan perusahaan pembangkit listrik dapat dikatakan sebagai faktor ditemukannya PSM pada ikan bandeng. Akumulasi sampah plastik yang berada disekitaran tambak secara tidak langsung akan terdegradasi dan masuk ke dalam tambak, dengan demikian ikan bandeng pada tambak dapat terkena dampak dari cemaran tersebut.

Selain itu, sumbermikroplastik dapat berasal dari pembersih wajah atau serat poliester yang memiliki tingkat kepadatan rendah yang terlepas dari permukaan air limbah dan akan bermuara di laut. Pada hasil penelitian yang dilakukan, terlihat berbagai bentuk PSM yang beragam. Seperti yang dijelaskan oleh Browne (2011), bahwa bentuk pada mikroplastik tersusun dari serabut-serabut yang tidak beraturan hingga serat bulat dan panjang. Pelet plastik memiliki kenampakan yang berbentuk seperti tablet. Selain itu, ada dapat pelet dapat ditemui dengan bentuk persegi, silinder, bola, dan bentuk cakram. Bentuk fragmen plastik yang terindentifikasi dengan pengamatan menggunakan mikroskop pada umumnya dipengaruhi karena proses fragmentasi serta waktu tinggal di lingkungan tersebut. Ujung fragment yang tajam dapat dianggap sebagai fragment yang baru saja mengalami perpecahan dari potongan plastik yang lebih besar, sedangkan ujung fragment yang halus pada umumnya dianggap sebagai fragmen tua yang telah mengalami proses gesekan secara terus-menerus oleh partikel atau sedimen lainnya.

Pada hasil penelitian dijelaskan mengenai proporsi dari PSM yang teridentifikasi berdasarkan warna. Dari hasil pada Gambar 17 dapat dilihat bahwa warna yang paling mendominasi adalah warna hitam dan coklat. Pada PSM jenis fragmen, proporsi warna yang paling tinggi adalah coklat. Pada PSM jenis film, proporsi warna yang paling banyak ditemukan adalah bening atau tidak berwarna. Sedangkan pada PSM jenis fiber, warnayang paling banyak ditemukan adalah hitam. Adanya beberapa jenis warna yang muncul dapat dipengaruhi dari lingkungan sekitar, dimana limbah plastik yang berada pada lokasi

(3)

tersebut tidak hanya terdiri dari satu warna saja. Selain itu, adanya paparan matahari dalam jangka waktu yang lama juga dapat menyebabkan adanya perubahan warna dari partikel yang ditemukan. Warna yang ditemukan tersebut sesuai dengan warna PSM dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam Hidalgo-Ruz et al., (2012) menyebutkan bahwa warna dari mikroplastik beragam, seperti bening, putih, merah, biru, hitam, abu-abu, kuning, hijau, coklat, dan warna dari hasil pigmentasi.

Pada umumnya warna dari partikel dapat memudahkan proses sortasi pada saat mikroplastik tersebar di antara sejumlah besar puing lainnya. Selain itu, warna digunakan sebagai indikator awaladanya komposisi kimia pelet. Pelet plastik yang memiliki warna bening dianggap berasal dari polipropilena, akan tetapi identifikasi ini masih harus dianalisa lebih lanjut. Polyethylene (PE)pada umumnya memiliki tingkat kerapatan yang rendah dan warna buram. Warna pada PSM dapat digunakan sebagai salah satu indikasi lamanya partikel tersebut terpapar sinar matahari dan terdegradasi. Polyethylene (PE) yang mengalami perubahan warna mengandung nilai PCB yang lebih tinggi daripadapartikel yang tidak berwarna. Hal tersebut disebabkan karena adanya proses perubahan warna (menguning) menunjukkan lamanya waktu pemaparan terhadap air laut, dan dapat meningkatkan adanya kemungkinan polimer yang teroksidasi. Partikel pelet yang memiliki warna hitam dan tua pada umumnya terdiri dari Polystyrene (PS) dan PP yang menunjukkan adanya polutan PAH dan PCB yang teradsorpsi dengan presentase yang tinggi (Friaset al., 2010).

Cemaran limbah plastik yang ada pada tambak tidak hanya berasal dari laut, namun dapat berasal dari lingkungan sekitar serta industri yang ada disekitar lokasi. Selain itu, sedimen pada lokasi tambak juga menjadi salah satu penyebab utama adanya cemaran mikroplastik yang dapat memberikan dampak pada biota yang ada di tambak. Limbah lumpur merupakan sumber lain yang menyebabkan adanya pencemaran mikroplastik, hal ini disebabkan karena dalam limbah lumpur tersebut mengandung lebih banyak mikroplastik dibandingkan dalam limbah yang diangkut ke dalam ekosistem perairan (Alomaret al., 2016).

(4)

Penjelasan tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini tidak hanya sampel dari biota saja, melainkan sampel air serta sedimen dari lokasi tambak tempat pengambilan sampel biota. Pengujian yang dilakukan pada sampel sedimen dan air berbeda dengan uji pada sampel biota yang digunakan. Uji sampel sedimen dilakukan dengan adanya modifikasi dari metode uji sedimen penelitian (Ng dan Obbard, 2006; Qiuet al., 2015).

Pada sampel sedimen yang diambil secara acak pada titik tertentu di lokasi tambak, ditemukan indikasi adanya PSM. Jenis PSM yang dapat teridentifikasi dalam sampel sedimen paling banyak adalah film, yaitu sebanyak 74%. Sedangkan jenis PSM yang paling sedikit ditemukan pada sampel sedimen yaitu fragment, yaitu sebanyak 8%. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel hasil pengamatan uji mikroplastik pada sampel sedimen.

Dari hasil yang didapat, dapat diindikasikan bahwa jenis polimer yang dapat ditemukan pada sampel sedimen pada umumnya yaitu polyvinyl chloride (PVC), nilon, dan polyethylene terephthalate (PET) yang akan lebih cenderung tenggelam. Selain itu ada pula beberapa jenis mikroplastik yang cenderung melayang di permukaan seperti polyethylene, polypropylene dan polystyrene(Avio et al., 2016, Carr et al., 2016). Hal ini dijelaskan pula bahwa mikroplastik dengan densitas yang lebih besar dari air laut akan tenggelam dan akan terakumulasi didalam sedimen, sedangkan mikroplastik dengan densitas yang lebih kecil dari air laut akan bersifat lebih ringan dan berada dipermukaan laut (Woodall et al, 2014; Alomar et al., 2016; Suaria dan Aliani, 2014). Pada hasil penelitian Avio et al., (2016) dijabarkan mengenai densitas masing-masing dari jenis polimer yang pada umumnya ditemukan pada sedimen, air, serta biota. Densitas jenis polimer tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. dibawah ini.

(5)

Tabel 5. Densitas Polimer pada Lingkungan Matriks Densitas (g/cm3) Air sulingan 1 Air laut 1,027 Polyetilen (PE) 0,91-0,95 Polypropilen (PP) 0,90-0,92 Polystirene (PS) 1,01-1,09 Polyvinilklorida (PVC) 1,16-1,30 Polyamida (PA) 1,13-1,15

Polyetilen tereptalet (PET) 1,34-1,39

Sumber: GESAMP (2015)

Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis polimer yang disebutkan sebelumnya yaitu polyvinyl chloride (PVC), polyamida (PA), polystirene (PS), dan polyethylene terephthalate (PET) akan tenggelam dan terakumulasi ke dalam sedimen karena memiliki densitas yang lebih besar dibandingkan berat air laut. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa sedimen pada laut memiliki potensi untuk proses akumulasi mikroplastik dan telah menunjukkan bahwa mikroplastik memiliki jangka waktu yang cukup panjang hingga akhirnya dapat tenggelam dan tertumpuk dalam sedimen. Dalam sedimen laut, konsentrasi mikroplastik ditemukan sangat besar dan dengan adanya plastik semacam itu dapat membuat 3.3% berat sedimen yang ada di pantai terkena dampak buruk (Nuelle et al, 2014; Cozar et al, 2014; Van Cauwenberghe et al., 2015a, 2015b; Boucher et al., 2016).

Selain ditemukan pada sampel sedimen, mikroplastik juga dapat ditemukan pada sampel air yang diambil dari lokasi tambak. Pada uji mikroplastik dengan menggunakan sampel air, metode yang digunakan adalah modifikasi dari metode penelitian Ng dan Obbard (2006), metode penelitian Hidalgo Ruz et al., (2012), dan metode penelitian dari Song et al., (2015). Tahap pertama dari uji ini yaitu dengan pengambilan sampel air pada lokasi tambak yang sama dengan pengambilan sampel biota. Pengambilan sampel diambil secara acak dan tersebar pada beberapa titik di lokasi pengambilan.

(6)

Dari hasil identifikasi pada uji air yang dilakukan, jumlah PSM yang ditemukan lebih banyak dibandingkan pada sampel sedimen. Hal ini dikarenakan permukaan kertas saring yang cenderung lebih bersih dibandingkan dengan kertas saring pada uji sedimen. Dengan demikian, pengamatan yang dilakukan juga akan lebih mudah dan tidak mengalami kendala. Hasil yang diperoleh paling banyak yaitu PSM jenis fiber sebanyak 69% dan paling sedikit yaitu jenis film sebanyak 14%, dan sisanya merupakan jenis fragment.

Ditemukannya PSM dalam setiap sampel yang digunakan dapat disebabkan karena adanya beberapa faktor. Proses fragmentasi dapat meningkatkan luas permukaan dan jumlah partikel per satuan massa. Adanya paparan sinar matahari dan aksi gelombang juga merupakan penyebab utama terjadinya proses fragmentasi pada air laut. Pada daratan, khususnya pada wilayah dengan permukaan tanah, proses fragmentasi pada plastik dapat terjadi dengan mudah karena adanya paparan langsung oleh radiasi ultraviolet dari sinar matahari dan adanya fluktuasi suhu yang lebih besar daripada yang berada di air laut (Andrady, 2011). Paparan dari sinar ultraviolet mungkin dapat lebih tinggi pada sistem perairan dangkal dan kecil, seperti pada tambak dan sungai daripada danau besar dan laut terbuka. Selain itu, sumber tambahan dari mikroplastik sekunder di dapat dari kain sintetis yang dapat melepas sebanyak 1900 serat per garmen pada saat proses pencucian berlangsung (Browneet al., 2011). Ukuran partikel yang kecil dapat masuk dalam lingkungan laut dengan melalui adanya aktifitas di darat dan di lingkungan sekitar laut. Alomar et al., (2016) menjelaskan bahwa pencemaran mikroplastik di laut disebabkan karena adanya pembuangan partikel plastik dengan ukuran yang lebih besar yang telah dipecah dan menjadi fragmen yang lebih kecil kemudian diangkut ke laut.

Hasil yang didapat pada sampel biota yang digunakan ditemukan cukup banyak PSM dengan jenis yang beragam. Sebanyak 39% PSM yang ditemukan dalam sampel ikan bandeng berupa fiber, kemudian sebanyak 37% berupa monofilament dan sisanya merupakan jenis film dan fragment. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rochman et al., (2015), jenis mikroplastik yang ditemukan pada spesies ikan dan seafood yang ada di perairan Makassar yaitu jenis mikroplastik fragments sebanyak 60%, foam 37%, film 2%,

(7)

dan jenis monofilament sebanyak 1%. Dari hasil yang didapat pada penelitian ini, presentase PSM yang ditemukan dalam sampel ikan bandeng tergolong cukup tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena adanya sebaran mikroplastik dari sampah plastik yang semakin tinggi dan kurangnya pengolahan lebih lanjut pada limbah plastik yang dihasilkan. Namun dalam penelitian ini ada pula biota ikan bandeng yang hasilnya negatif. Dalam hal ini tidak ditemukan adanya partikel yang diduga sebagai mikroplastik pada ikan bandeng. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti sebaran partikel cemaran yang tidak merata pada lingkungan tersebut, serta adanya faktor alam yang dapat mempengaruhi seperti pasang surut air serta adanya arus laut sehingga partikel akan terbawa oleh arus yang ada.

Pada data yang diberikan oleh UNEP (2015), sekitar 80 sampai dengan 85% sampah laut dihasilkan dari limbah plastik. Peningkatan limbah plastik ini terjadi sangat pesat dan menjadi salah satu segmen yang paling cepat berkembang mulai dari arus limbah kota pada tahun 1950 dan 2003, serta produksinya secara global yang meningkat selama dekade terakhir. Dari data yang diperoleh, peningkatan jumlah sampah plastik selama dekade terakhir yaitu 1.7 juta ton pada tahun 1950 dan menjadi 299 juta ton pada tahun 2014. Dengan ukuran yang sangat kecil, secara tidak langsung mikroplastik dapat dengan mudah untuk dikonsumsi oleh organisme laut.

Hal ini dijelaskan oleh Coleet al., (2013) yang menyebutkan bahwa beberapa organisme yang berada di lingkungan laut maupun sekitar laut seperti bivalvia, zooplankton, kerang, ikan, udang, tiram, serta paus telah menelan mikroplastik. Adanya hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi organisme yang secara tidak langsung mengkonsumsi partikel-patikel plastik dengan ukuran yang kecil tersebut. Dampak ini dapat berupa stress secara patologis, komplikasi pada sistem reproduksi, tersumbatnya produksi enzim, serta tingkat pertumbuhan yang rendah (Sutton et al, 2016; Fossi et al, 2016). Selain itu, dampak dari adanya akumulasi plastik dapat menyebabkan adanya pencemaran pada tanah, air tanah, dan biota yang ada pada bawah tanah. Racun yang ada pada partikel plastik secara tidak langsung dapat masuk ke dalam biota dan tetap tidak akan terurai.

(8)

Mikroplastik dapat bersifat menyerap racun yang dihasilkan dari bahan-bahan kimia yang ada pada air laut serta lingkungan sekitarnya dan dapat ditransfer ke dalam rantai makanan secara tidak langsung (Avio et al., 2016; Carr et al., 2016). Hal ini dapat memberikan dampak yang buruk bagi biota tersebut dan dapat memberikan dampak yang buruk pula untuk manusia yang mengkonsumsi ikan tanpa melalui proses pembersihan terlebih dahulu. Dengan ukuran, komposisi kimia, serta sifat fisik yang dimiliki mikroplastik, hal ini dapat mempengaruhi organisme air dan dapat berdampak pada kesehatan manusia. PCB yang terkonsumsi oleh biota akan sulit terurai meskipun biota tersebut sudah mati dan membusuk. Hal ini dapat memberikan dampak yang buruk pada rantai makanan secara berurutan. Biota yang mengkonsumsi mikroplastik dalam jangka waktu yang lama akan mengalami kematian karena partikel tidak dapat dicerna dalam tubuh biota (Browne et al., 2008).

Selain itu, dijelaskan juga bahwa efek samping dari mikroplastik dapat terbentuk karena adanya kombinasi toksisitas intrinsik pada plastik. Mikroplastik juga berfungsi sebagai salah satu vektor patogen yang memiliki potensi cukup besar dalam membawa mikroba (Zettler et al., 2013). Hal lain yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia adalah adanya akumulasi mikroplastik pada sedimen yang menjadikan biota yang ada dalam lokasi tersebut dapat secara langsung mengkonsumsi dan akan masuk kedalam tubuh manusia juga apabila manusia mengkonsumsi biota yang terkontaminasi (Rochmanet al., 2015).

Dalam penelitian ini, dilakukan pula pengamatan dengan menggunakan FT-IR. Penelitian yang dilakukan dengan FT-IR tidak dilakukan untuk semua sampel yang ada, dan hanya satu sampel saja yang berhasil diidentifikasi jenis polimernya dengan menggunakan FT-IR. Tujuan dari pengamatan ini secara khusus untuk mengatahui komposisi kimia pada sampel yang diamati dengan menggunakan FT-IR atau dapat menggunakan Raman Spectrocopy. Pengamatan dengan menggunakan kedua alat tersebut akan memberikan informasi lebih mengenai struktur kristal polimer (Claessens et al., 2011). Prinsip kerja dari alat tersebut yaitu dengan membandingkan spectrum yang ada pada sampel yang akan diamati dengan spectrum polimer plastik yang sudah diketahui. Selain itu dapat juga untuk mengetahui ada

(9)

atau tidaknya pigmen organik dari suatu sumber yang tidak alami dan yang pada umumnya digunakan pada industri plastik.

Pada hasil penelitian yang dilakukan terdapat dua spektrumyang memiliki beberapa tingkat kemiripan pada hasil pengujian dengan menggunakan FT-IR. Spektrumtersebut merupakan hasil dari pengujian dengan menggunakan sampel dari sedimen yang ada pada lokasi pengambilan sampel. Dari hasil tersebut diketahui bahwa PSM yang diidentifikasi merupakan jenis Polyvinyl Chloride (PVC) dengan memiliki tingkat kemiripan sebesar 666/1000 dari spektrum polimer yang sudah diketahui sebelumnya. Dengan hasil yang demikian dapat dikatakan bahwa PVC merupakan salah satu PSM yang ditemukan dalam sampel sedimen karena sifat fisik dari PVC itu sendiri memiliki densitas yang lebih besar dibanding dengan air laut, sehingga akan cenderung tenggelam.

Pencegahan penggunaan plastik sudah banyak dilakukan untuk mengurangi tingginya produksi limbah plastik yang ada. Dalam beberapa negara memanfaatkan limbah plastik sebagai bahan campuran pada pembuatan aspal. Selain itu, ada pula negara yang mulai menggunakan sistem tidak menggunakan plastik sebagai kemasan. Hal tersebut diterapkan dalam supermarket yang menggunakan sediaan kaca dan tidak menyediakan plastik kepada pelanggannya. Banyaknya inovasi terkait dengan pemanfaatan limbah plastik sangat penting untuk mengurangi tingginya angka produksi sampah plastik yang ada di Indonesia. Kesadaran dari masyarakat sekitar akan penggunaan dan bahaya dari plastik merupakan faktor yang penting dalam menekan angka produksi limbah plastik di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi personal yang dilakukan humas SMK Muhammadiyah 2 Pekanbaru dalam melakukan promosi melalui komunikasi langsung yaitu dengan menyampaikan langsung pada siswa

Bandros sendiri diciptakan menarik wisatawan luar kota agar mengunjugi kota Bandung (City Branding). Walikota Bandung Ridwan Kamil memilih Warna-warna cerah agar membuat

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 58 responden di SMA Negeri 1 Likupang, diperoleh hasil dari 19 responden yang memiliki kebiasaan makan baik terdapat responden

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bersama guru melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk memperbaiki proses pembelajaran, model

1) Setiap perusahaan harus mempekerjakan 40% (empat puluh persen) tenaga kerja lokal dan 60% (enam puluh persen) tenaga kerja non lokal, baik tenaga kerja yang

Survey dilakukan terhadap Posyandu di wilayah Kota Surabaya yang mempunyai katagori Posyandu Merah di wilayah atau kantong kemiskinan di Kota Surabaya yang

Analisis kuantitatif yang digunakan pada penelitian ini antara lain analisis besar penerimaan, analisis kelayakan usaha (R/C) dan analisis nilai tambah pada hasil

Metode pembeajaran Auditory Intelectually Repetition (AIR) dalam proses pembelajaran adalah metode pembelajaran yang menekakan pada 3 aspek yaitu auditory, intellectually