METODE LESSONS STUDY DALAM PROSES KOMUNIKASI GURU DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
( Studi Deskriptif Kualitatif Metode Lessons Study Dalam ProsesKomunikasi Gur u Dengan Anak Berkebutuhan Khusus (Inklusi) di SMPN 39 Sur abaya )
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh Gelar Sar jana J ur usan Ilmu Komunikasi
SKRIPSI
OLEH :
SANDI RAMA PERMANA NPM. 0943010171
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“VETERAN”J AWATIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
Sur a baya)
Disusun Oleh : SANDI RAMA PERMANA
NPM : 0943010171
Telah diper ta hankan dihadapa n dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi Ilmu Komunikasi Fa kulta s Ilmu Sosia l dan Ilmu Politik Univer sitas Pemba ngunan
“Vetera n” J awa Timur Pada ta nggal 10 J anuar i 2014
Pembimbing Utama Tim Penguji 1. Ketua
Dr s. SAIFUDDIN ZUHRI,M.Si Ir . H. DIDIEK TRANGGONO, MSi. N.P.T 3 700694 00351 NIP. 1 95812 251990 011 001
2. Sekreta r is
Dr a. HERLINA SUKSMAWATI,M. Si. NIP. 1 96412 251993 092 001
3. Anggota
Dr s. SAIFUDDIN ZUHRI,M.Si N.P.T 3 700694 00351 Mengetahui,
Dekan Fa kulta s Ilmu Sosia l dan Ilmu Politik
Disusun Oleh :
SANDI RAMA PERMANA 0943010171
Menyetujui Pembimbing Utama
Dr s. Saifuddin Zuhr i, M.Si N.P.T 3 700694 00351
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Nya kepada peneliti sehingga skripsi dengan judul “METODE LESSONS STUDY DALAM PROSES KOMUNIKASI GURU DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (INKLUSI) DI SMPN 39 SURABAYA ( Studi Deskriptif Metode Lessons Study Dalam Proses Komunikasi Guru Dengan Anak Berkebutuhan Khusus (Inklusi) di SMPN 39 Surabaya) dapat terselesaikan dengan baik.
Peneliti mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Bapak Drs. Saifudin Zuhri, M.Si, selaku dosen pembimbing utama yang telah sangat sabar, selalu memberikan semangat tanpa henti dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasihat serta motivasi kepada peneliti. Dan juga peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak baik berupa moril, spiritual dan meteril, untuk itu peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Ir. Teguh Soedarto MP, Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Dra. Hj. Suparwati, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Drs. Sumardjijati, M.Si, selaku wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
sekali bagi penulis. Tanpa kehadiranmu penulis tidak mempunyai dorongan semangat yang lebih. Mudah - mudahan kita bisa membina rumah tangga yang baik selamanya. Amin Ya Robbal Alamin.
6. Keluarga Peneliti atas dorongan semangat tanpa henti dan bimbingan serta kesabaran yang diwujudkan dalam doa yang secara terus menerus tiada henti.
7. Sahabat dan teman-teman peneliti yang selalu memberikan dukungan baik secara motivasi dan masukan-masukan ide yang sangat membantu.
8. Seluruh pihak yang tidak mungkin peneliti sebutkan satu persatu. Terimakasi atas semangat yang telah diberikan secara terus menerus sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti sadar bahwa didalam skripsi ini banyak kekurangan untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan yang peneliti miliki semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang dan peneliti sendiri pada khususnya.
Surabaya, 10 Januari 2014
HALAMAN PERSETUJ UAN……...………...ii
KATA PE NGANTAR……….…...iv
DAFTAR ISI………...………...…vi
ABSTRAK...xi
BAB I PENDAHULUAN………..………....1
1.1.LatarBelakangMasalah………...1
1.2.RumusanMasalah………..………...20
1.3.TujuanPenelitian……….……...21
1.4.ManfaatPenelitian………...………...21
1.4.1. ManfaatTeoritis………..…..21
1.4.2. ManfaatPraktis………...21
BAB II KAJ IAN PUSTAKA………...…22
2.1. PenelitianTerdahulu………...……….…………...22
2.2. LandasanTeori………..25
2.2.1. PengertianKomunikasi……….……...25
2.2.2. FungsiKomunikasi………..30
2.2.3. HambatanKomunikasi………30
2.3.3. Model Garbner...37
2.3.4. Model Newcomb...40
2.3.5. Model Westleydan MacLean (1957)...42
2.3.6. Model Jakobson (1960)...44
2.3.7. Model DeFleur...47
2.4. KomunikasiMassa...…………..………....48
2.4.1. CiriUtamaKomunikasi Massa………...………….………...50
2.4.2. FungsiKomunikasi Massa………..………..52
2.5. Komunikasi Interpersonal...……...………...54
2.5.1. Pengertian Komunikasi Interpersonal...55
2.5.2. Komponen-Komponen Komunikasi Interpersonal...56
2.6. Pengertian Sosialisasi...58
2.6.1 Proses Sosialisasi...59
2.6.2. Jenis - Jenis Sosialisasi...62
2.6.3. Faktor Yang MempengaruhiSosialisasi...63
2.7. PengertianAnakberkebutuhankhusus (Inklusi)...………...64
2.8. Lessons Study... ………...75
3.2. DefinisiOperasionalKonsep………...…..92
3.2.1 Komunikator...92
3.2.2 Pesan...93
3.2.3 Konteks...93
3.2.4 Komunikan...94
3.2.5 Model Komunikasi...94
3.3. PembatasanMasalah……….95
3.4. LokasiPenelitian………..………...96
3.5. Unit Penelitian………..96
3.6. ObyekdanInformanPenelitian………….………...97
3.7. MetodePengumpulan Data………..98
3.8. TeknikAnalisis Data……….………...99
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...100
4.1. GambaranObjekPenelitian………...100
4.1.1. GambaranUmum SMPN 39 Surabaya……...……….100
4.1.2. Sejarah Perkembangan Lessons Study...101
4.2. Penyajian Data………...102
4.3.3. Konteks...111
4.3.4. Respons...112
4.3.5. Komunikan...113
4.3.6. Dampak Positif...114
4.4. Pembahasan………...115
4.4.1. Perbandingan Metode Konvensional dan Lessons Study...120
4.4.1.1 Metode Pembelajaran Konvensional...120
4.4.1.2 Lessons Study...122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….…124
5.1. Kesimpulan………..………...124
5.2. Saran………...123
5.2.1 Saran Akademis...125
5.2.2 Saran Praktis...125
DAFTAR PUSTAKA………...127
DAFTAR LAMPIRAN………...127
Gambar 2.6.1. KerangkaBerpikir...…………...……….….83
Study Gur u Dalam Belajar Mengajar Ana k Ber kebutuhan Khusus (Ink lusi) di SMPN 39 Sur abaya)
Lessons Study sebuah pembelajaran yang digunakan guru atau team yang mengacu pada metode pembelajaran, alat peraga, materi, guru observer, sama evaluasinya berdasar kebutuhan dan karakter siswa dalam mengajar siswa anak berkebutuhan khusus (Inklusi).
Landasan teori yang digunakan adalah Teori Pertukaran Sosial berdasarkan pada seorang guru yang harus merencanakan, melaksanakan dan refleksi dalam melakukan lessons study. Mengacu pada teori yang digunakan peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan wawancara mendalam. Lokasi penelitian dilakukan di SMPN 39 Surabaya yang mempunyai siswa abk dalam menerapkan lessons study.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lessons study yang digunakan guru menggunakan model komunikasi alir banyak tahap. Dimana seorang guru harus merencanakan terlebih dahulu dengan team untuk menyesuaikan materi dengan beranekaragam ketunaan yang dimiliki siswa.
Ka ta kunci : Lessons Study, Model Komunikasi Alir Banyak Tahap.
ABSTRACT
SANDI RAMA PERMANA , 0943010171 , MODEL STUDY OF COMMUNICATION TEACHER LESSONS IN LEARNING children with special needs ( Qualitative Descriptive Study On Model of Communication Lessons Study Teacher In Teaching Children with Special Needs ( Inclusion ) in SMP 39 Surabaya )
Study lessons teachers use a learning or team learning refers to the methods , props , materials , teacher observer , the same evaluation based on the needs and character of students in teaching students with special needs ( Inclusion ) . The foundation of the theory used is based on the Social Exchange Theory teacher who must plan , implement and perform reflection in the study lessons . Referring to the theory the researchers used a qualitative descriptive study using data collected with the use of observation and in-depth interviews . Location of the research conducted in Surabaya having SMP 39 crew in applying lessons students
study .
1.1 Lata r Belakang Masalah
Hampir semua di antara kita pernah mengunjungi pameran atau
museum. Disana diperlihatkan berbagai macam miniatur, seperti gedung,
candi, pesawat terbang, perahu, dan sebagainya. Miniatur - miniatur seperti
dimaksud adalah model. Model ialah suatu gambaran yang sistematis dan
abstrak, dimana menggambarkan potensi - potensi tertentu yang berkaitan
dengan berbagai aspek dari sebuah proses (Book,1980). Ada juga yang
menggambarkan model sebagai cara untuk menunjukkan sebuah objek,
dimana didalamnya dijelaskan kompleksitas suatu proses, pemikiran, dan
hubungan antara unsur - unsur yang mendukungnya.
Model dibangun agar kita dapat mengidentifikasi, menggambarkan
atau mengategorisasikan komponen - komponen yang relevan dari suatu
proses. Sebuah model dapat dikatakan sempurna, jika ia mampu
memperlihatkan semua aspek - aspek yang mendukung terjadinya sebuah
proses. Misalnya, dapat melakukan spesifikasi dan menunjukkan kaitan antara
satu komponen dengan komponen lainnya dalam suatu proses, serta
keberadaannya dapat ditunjukkan secara nyata. Secara garis besar model
dapat dibedakan atas dua macam, yakni model operasional dan model
Model operasional menggambarkan operasional, baik terhadap luaran maupun faktor - faktor lain yang memengaruhi jalannya suatu proses. Sementara itu, model fungsional berusaha menspesifikasi hubungan - hubungan tertentu di antara berbagai unsur dari suatu proses serta menggeneralisasinya menjadi hubungan - hubungan baru. Model fungsional banyak digunakan dalam pengkajian ilmu pengetahuan, utamanya ilmu pengetahuan yang menyangkut tingkah laku manusia (behavioral science).
Komunikasi sebagai ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam berkomunikasi, juga dapat digambarkan dalam berbagai macam model. Model komunikasi dibuat untuk membantu dalam memberi pengertian tentang komunikasi, dan juga untuk menspesifikasi bentuk - bentuk komunikasi yang ada dalam hubungan antar manusia. Selain dari itu, model juga dapat membantu untuk memberi gambaran fungsi komunikasi dari segi alur kerja, membuat hipotesis riset dan juga untuk memenuhi perkiraan - perkiraan praktis dalam strategi komunikasi.
Meski sudah banyak model komunikasi yang dibuat untuk memudahkan pemahaman terhadap proses komunikasi, tetapi para pakar komunikasi sendiri mengakui bahwa tidak ada satu pun model komunikasi yang paling sempurna, melainkan saling isi mengisi satu sama lainnya. ( Hafied Cangara,2008 : 39 )
penerima pesan sebagai komunikan. Dalam proses komunikasi tersebut bertujuan untuk mencapai saling pengertian ( mutual understanding ) antara kedua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirim pesan atau informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi. ( Tommy Soeprapto, 2011 : 5 ).
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial mendorong manusia untuk saling berkomunikasi satu sama lain, komunikasi digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi, dengan demikian wawasan dan pengetahuan manusia dapat berkembang. Proses komunikasi ini terjadi sejak manusia ini hadir dalam kehidupan. Sejak manusia ini hadir dalam kehidupan sejak itu juga terjadi proses pertukaran ide, informasi, gagasan, keterangan, imbauan permohonan, saran, usul, bahkan perintah.
Secara umum, komunikasi dapat didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antar manusia. Ilmu komunikasi adalah ilmu yang mempelajari usaha penyampaian pesan antar manusia, objek ilmu komunikasi adalah usaha penyampaian pesan antar manusia. Ilmu komunikasi tidak mengkaji proses penyampaian pesan kepada makhluk yang bukan manusia ( hewan dan tumbuhan). ( Nurani, 2010 : 5 ).
sebagaimana tak ada hubungan yang memungkinkan informasi atau pesan dapat dibagi terhadap orang lain yang membuat informasi, wawasan dan pesan dapat tersampaikan. Sejak manusia hadir dalam kehidupan, sejak itu pula terjadi proses pertukaran ide, informasi, gagasan, keterangan, imbauan, permohonan, saran, usul bahkan perintah. Dengan itu pula informasi atau pengetahuan yang dikemukakan oleh seseorang atau sekelompok manusia dapat di terima banyak orang dan akhirnya persepsi terhadap suatu hal mampu membuat masyarakat memahaminya secara bersama-sama. (Nurani, 2010 : 11-12 ).
Orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa dipastikan akan tersesat karena dia tidak berkesempatan menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasilah yang memungkinkan suatu individuu membangun suatu kerangkah rujukan dan menggunakannya sebagai panduan untuk menafsirkan situasi apapun yang dia hadapi, komunikasi pula yang memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi adaptif untuk mengatasi situasi problematic yang dia masuki. ( Deddy Mulyana, 2000 : 5 ).
sangat beragam dan memiliki banyak sisi yang sebenarnya terjadi pada fenomena komunikasi manusia. ( John Fiske, 2012 :1 ).
Komunikasi bisa terjadi dimana saja dan kapan saja. Wilayahnya bisa makro dan mikro. ( Nurani, 2010 : 6 ).
Komunikasi dapat dikatakan positif apabila terjadi suatu komukasi dengan intensi adanya pencapaian pengertian yang sama antara kedua belah pihak terhadap pesan yang disampaikan dengan tetap melakukan respect ke dalam prosesnya kalau tidak ada kompenan dari yang diatas maka larinya komunikasi tersebut adalah negatif, artinya tidak ada komunikasi dan perolehan yang ditimbulkannya berdampak pada kebosanan, adanya asumsi image yang kurang baik mungkin perpecahan, kalau ada komunikasi positif semuanya dapat dilakukan dan akan berbuah sinergi. ( w ww .w ordpress.com )
Dalam ilmu komunikasi yang mengakaji hubungan antara sesama manusia, aksi dan reaksi dalam hubungan antara-manusia dinamakan ‘interaksi sosial’. Interaksi sosial merupakan sarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan. Yang dimaksud dinamis adalah bahwa interaksi akan memungkinkan suatu individu atau kelompok berubah. ( Nurani, 2010 : 141 ).
berkelompok dengan banyak orang untuk menyampaikan program yang berisi pesan-pesan untuk mencapai tujuan bersama, cara berkomunikasi yang demikian biasa kita sebut dengan bersosialisasi. ( Alvin A, 2006 : 7 ).
Baru-baru ini ditemui suatu kegiatan dalam bentuk sosialisasi yang membahas tentang masalah dalam dunia pendidikan. Sosialisasi tersebut membahas seputar permasalahan Pengembangan CI (cerdas istimewa)-BI (bakat istimewa) dan SLB (Lesson Study) Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar. Sosialisasi ini dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Direktorat Pendidikan Dasar, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kegiatan ini dilaksanakan selama 5 hari yaitu dimulai pada hari Rabu sampai dengan hari Minggu, tanggal 29 Mei sampai 2 Juni 2013 di Hotel Equator Jalan Pakis Argosari no. 47 Surabaya. Kegiatan ini diikuti oleh Kepala Sekolah, Pengelola Program, Guru Pendamping Khusus dari Sekolah Luar Biasa (SDLB dan SMPLB), Sekolah Inklusi (SD dan SMP), dan sekolah penyelenggara pendidikan layanan untuk siswa cerdas istimewa dan bakat istimewa (CI-BI) seluruh Indonesia.
Kegiatan sosialisasi pengembangan pembelajaran CI-BI dan SLB ini bertujuan untuk:
1. meningkatkan kemampuan professional guru yang menangani anak berkebutuhan khusus dalam kegiatan belajar mengajar.
4. memberi wawasan yang lebih besar kepada guru yang menangani anak berkebutuhan khusus tentang pendekatan mengajar yang mampu melibatkan peran aktif seluruh siswa.
Kegiatan sosialisasi terbagi menjadi 2 (dua) kegiatan utama, yaitu: 1. Peningkatan kualitas pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus
(ABK) melalui Lesson Study.
a. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis lesson study.
b. Mengamati kegiatan pembelajaran untuk anak ABK yang menerapkan lesson study dalam seminar dan sosialisasi internasional tentang lesson study dengan pembicara Prof. Hideo Nakata, Ph.D. pada tanggal 1 Juni 2013 di Universitas Negeri Surabaya. Dalam kegiatan ini, peserta sosialisasi terlibat dalam proses pembelajaran sebagai observer. Di akhir kegiatan, para observer (peserta) diminta menyampaikan hasil pengamatannya untuk mendeskripsikan hal-hal baik yang telah terjadi dalam proses pembelajaran yang dimodelkan.
2. Peningkatan wawasan untuk melayani anak yang mengalami autis.
a. Pembuatan media pembelajaran untuk anak autis disajikan oleh Prof. Masahito Sato, Ph.D. dari Universitas Iwate Jepang.
Hasil dari kegiatan sosialisasi ini yaitu :
1. Terbentuknya contoh RPP berbasis lesson study untuk siswa anak berkebutuhan khusus (ABK).
2. Terbukanya wawasan tentang bentuk pelayanan dari orang tua dan guru serta pembuatan media belajar untuk siswa anak autis.
3. Terbukanya wawasan tentang peningkatan kualitas pembelajaran melalui kegiatan lesson study.
Dari hasil mengikuti kegiatan tersebut dapat disimpulkan bahwa: 1. Pembelajaran yang diperoleh dari kegiatan ini:
a. Pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus seharusnya lebih mengutamakan pada pengembangan kecakapan hidup untuk mempersiapkan masa depan mereka ketika hidup bermasyarakat.
b. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan dengan menerapkan lesson study.
c. Prinsip pembelajaran dengan lesson study adalah belajar dari proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh orang lain dengan mengidentifikasi hal-hal baik yang terjadi pada kegiatan pembelajaran tersebut.
2. Dampak pembelajaran tersebut bagi pengembangan selanjutnya:
b. Pembelajaran lesson study dapat diaplikasikan untuk semua mata pelajaran. Namun dalam sosialisasinya perlu keterbukaan sikap semua pihak yang terkait.
3. Tindakan yang akan dilakukan:
a. Mulai merancang pembelajaran yang mengembangkan sekaligus materi pembelajaran dan ketrampilan kecakapan hidup.
b. Mensosialisasikan pembelajaran lesson study dan membuka kelas untuk diamati teman sejawat.
Lesson Study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegialitas yang saling membantu dalam belajar untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study muncul sebagai salah satu alternatif guna mengatasi masalah praktik pembelajaran yang selama ini dipandang kurang efektif. Di Indonesia pada umumnya cenderung dilakukan secara konvensional yaitu melalui teknik komunikasi oral.
Materi pelajaran yang penting Lesson study memfokuskan pada materi atau bahan pelajaran yang dianggap penting dan menjadi titik lemah dalam pembelajaran siswa serta sangat sulit untuk dipelajari siswa.
Studi tentang siswa secara cermat. Fokus yang paling utama dari Lesson Study adalah pengembangan dan pembelajaran yang dilakukan siswa, misalnya, apakah siswa menunjukkan minat dan motivasinya dalam belajar, bagaimana siswa bekerja dalam kelompok kecil, dan sebagainya.
Observasi pembelajaran secara langsung. Observasi langsung boleh dikatakan merupakan jantungnya Lesson Study. Untuk menilai kegiatan pengembangan dan pembelajaran yang dilaksanakan siswa tidak cukup dilakukan hanya dengan cara melihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lesson Plan) atau hanya melihat dari tayangan video, namun juga harus mengamati proses pembelajaran secara langsung. Penggunaan videotape atau rekaman bisa saja digunakan hanya sebatas pelengkap, dan bukan sebagai pengganti.
Tahapan-Tahapan Lesson Study
- Perencanaan (Plan)
- Pelaksanaan (Do)
Dilaksanakan secara siklik
Tahapan Perencanaan ( Plan )
- Dalam tahap perencanaan, para guru yang tergabung dalam Lesson Study berkolaborasi untuk menyusun RPP yang mencerminkan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
- Perencanaan diawali dengan kegiatan menganalisis kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi dalam pembelajaran, seperti tentang: kompetensi dasar, cara membelajarkan siswa, mensiasati kekurangan fasilitas dan sarana belajar, dan sebagainya, sehingga dapat diketahui berbagai kondisi nyata yang akan digunakan untuk kepentingan pembelajaran.
benar-kemungkinan yang akan terjadi selama pelaksanaan pembelajaran berlangsung, baik pada tahap awal, tahap inti sampai dengan tahap akhir pembelajaran
Tahapan Pelaksanaan ( DO )
Terdapat dua kegiatan utama yaitu:
- Kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh salah seorang guru yang disepakati atau atas permintaan sendiri untuk mempraktikkan RPP yang telah disusun bersama, dan
- Kegiatan pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh anggota atau komunitas Lesson Study yang lainnya (baca: guru, kepala sekolah, atau pengawas sekolah, atau undangan lainnya yang bertindak sebagai pengamat/observer)
Tahapan Refleksi ( Check/See )
dilakukannya, misalnya mengenai kesulitan dan permasalahan yang dirasakan dalam menjalankan RPP yang telah disusun.
- Selanjutnya, semua pengamat menyampaikan tanggapan atau saran secara bijak terhadap proses pembelajaran yang telah dilaksanakan (bukan terhadap guru yang bersangkutan). Dalam menyampaikan saran-saranya, pengamat harus didukung oleh bukti-bukti yang diperoleh dari hasil pengamatan, tidak berdasarkan opininya. Berbagai pembicaraan yang berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan balik bagi seluruh peserta untuk kepentingan perbaikan atau peningkatan proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebaiknya seluruh peserta pun memiliki catatan-catatan pembicaraan yang berlangsung dalam diskusi.
Semua orang tua menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang dengan baik, tetapi kenyataan bisa berkata lain. Beberapa orangtua dianugerahi anak berkebutuhan khusus oleh Sang Pencipta. Apakah semua orangtua bisa menerima anaknya yang berkebutuhan khusus tersebut? Sebagian ada yang mengasingkan anak tersebut dan sebagian yang lain berusaha mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki oleh anak mereka. Untuk orang tua yang kedua adalah tipe orang tua yang mensyukuri kehidupan dan mencintai anaknya setulus hati serta berusaha mendidik anaknya untuk mandiri.
perkembangan fungsi organ. Perkembangan berjalan bersamaan dengan pertumbuhan. Kemudian apa bedanya perkembangan dan pertumbuhan? Pertumbuhan bisa dilihat dari ciri fisik, mulai dari gigi susu hingga munculnya tanda-tanda seks sekunder. Adapun perkembangan, dapat dicirikan dengan kemampuan berpikir, gerak, daya nalar, ingatan, dan asosiasi. Secara umum anak yang tumbuh kembangnya baik akan meningkat kemampuan pengetahuan, pemikiran, prinsip, toleransi, berani mencoba hal baru, gemar bertanya, seimbang antara kehidupan pribadi serta sosial, penyayang, dan mampu memahami kelebihan serta kekurangan diri sendiri. Semua kemampuan tersebut adalah life skill yang harus dimiliki setiap anak dalam menjalani kehidupannya.
terjaga pertumbuhan dan perkembangannya, untuk tahapan selanjutnya akan lebih mudah karena tahapan pertama sudah dilewati dengan baik.
Untuk anak berkebutuhan khusus, dukungan keluarga akan membantu pengembangan diri anak, akan menstimulasi kepercayaan diri serta semangat hidup mereka. Setelah dukungan dari keluarga diperoleh, maka dapat diminta bantuan dari ahli untuk mengembangkan bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus, mulai dari tenaga pengajar di sekolah hingga dokter maupun terapis yang menunjang pengembangan sisi sosial dan kesehatan anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang membutuhkan pelayanan dan pendidikan khusus dalam kerangka pengembangan dirinya sebagaimana layaknya seorang manusia. Dalam artian lebih luas , anak berkebutuhan khusus, anak yang perlu mendapat layanan khusus, baik bentuk layanan pendidikan, layanan sosial, bimbingan dan konseling serta bentuk layanan lainnya dimana layanan ini disesuaikan dengan kondisi sosial, kondisi ekonomi, kondisi politik serta kelainan bawaannya. Pendidikan yang di berikan kepada anak berkebutuhan ini tekenal dengan konsep “ Pendidikan Inklusi” yang pada dasarnya terdiri dari : * pendidikan semua anak dan orang dewasa yang butuh belajar. *pendidikan anak –anak dan orang dewasa yang mempunyai kemampuan/talenta yang tinggi (berbakat) dan anak yang memiliki IQ tinggi (Giftted) ·
anak jalanan, pekerja buruh anak,anak daerah tertinggal, anak pekerja tambang ,anak korban bencana alam, anak korban HIV _AIDS dan lain sebagainya. Skeels (1930) mengutarakan bahwa hubungan social dan pengalaman berinteraksi dari pada anak berkebutuhan khusus menunjukan bahwa pengalaman social dalam hal ini intensitas hubungan dengan orang lain , mampu mempengaruhi berkurangnya ketidak mampuan mereka., begitu juga Erick Erison mengungkapkan hubungan social manapun akan memegang peranan penting dalam setiap fase perkembangan individu termasuk sikap yang dapat dibentuk sebagai hasil interaksi individu dengan pengalaman sosialnya.
Dari dua pendapat diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa perkembangan anak berkebutuhan khusus juga sangat di pengaruhi oleh pengalaman dan kehidupan sosial budaya mereka. Bagaimana keluarga, sekolah dan lingkungan sosial lainya berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus memiliki dampak bagi perkembangan anak berkebutuhan khusus lebih lanjut. Didalam pandangan masyarakat adakala kecacatan dipandang sebagai buah dosa yang telah dilakukan oleh individu bersangkutan atau orang tuanya atau keturunannya.
menemukan didalam masyarakat, kelompok –kelompok (kaum philantropis) penyantun orang-orang cacat dan merawatnya dengan memberikan ketrampilan tertentu kepada penyandang cacat tersebut.. Beberapa Pandangan yang ada dalam masyarakat, dapat di simpulkan bahwa kehadiran anak berkebutuhan khusus didalam system social budaya masyarakat terdapat beragam reaksi, ada adakalanya masyarakat memberi penolakan terhadap keberadaan mereka ditengah masyarakat dengan pandangan yang negative “ mereka, buah dosa dari perbuatan yang ada “ atau dipandang “ pembawa sial “. Dan ada kalanya masyarakat setengah menerima keberadaan anak berkebutuhan khusus dilingkungan, artinya mereka tidak dianggap orang pembawa sial atau pendosa/ diterima namun adakala anak berkebutuhan dijadikan bahan lelucon dan mainan. Mereka secara fisik tidak diabaikan namun sebenarnya secara psikis dan sosial terabaikan.
keluarga dapat menjadi problema tersendiri bagi anak berkebutuhan khusus.
Terkait dengan adakalanya pandangan negatif daripada masyarakat, akan menimbulkan suatu prasangka sosial . Prasangka sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap anak-anak berkebutuhan khusus yang berbeda dengan dirinya. Awalnya prasangka sosial berawal dari pandangan negative yang lambat laun dapat terjadi tindakan diskriminatif terhadap anak berkebutuhan khusus tanpa alasan yang obyektif. Tindakan diskriminatif ini akan menghambat perkembangan anak berkebutuhan khusus.. Fase Perkembangan Anak berkebutuhan Khusus Perkembangan pandangan terhadap anak berkebutuhan khusus dapat dikatakan melalui 4 fase perkembangan adapun fase perkembangan anak berkebutuhan khusus ini yaitu :
- fase pengabaian , pada fase ini anak anak berkebutuhan khusus (ABK) di pandang sebagai orang tak berguna sehingga anak berkebutuhan berada dalam kondisi yang tidak manusia, ASBK tidak di rawat, dibiarkan hidup tanpa masa depan yan baik
- fase perlindungan , Anak berkebutuhan khusus mulai di pandang sebagai orang yang perlu dikasihani dan perlu di beri perlindungan dan status mereka mulai dan di akui dan tidak dibeda-bedakan dengan anak lain.. - Fase pemberian pendidikan , fase ini ada suatu kesadaran di berbagai
dan latihan ketrampilan untuk bisa mereka hidup mandiri dan layak sebagaimana orang normal, dalam hal ini mereka juga di berikan perlindungan sepanjang hidupnya . dalam hal bisa kita contohkan kebijakan dalam pendirian Sekolah Luar Biasa /sekolah berasrama anak berkebutuhan Khusus.
- Fase Pengembangan diri Anak Berkebutuhan Khusus. Fase yang memahami eksistensi ABK yang sama dengan anak normal lainnya.ABK di kembangkan sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan ABK, tidak hanya pendidikan dan terapi yang dilakukan namun memberikan stimulasi atau rangsangan teehadap potensi-potensi yang ABK miliki dan memberikan pembelajaran bersama-sama dengan anak normal, ABK akan berinteraksi dan mengikuti proses pembelajaran bersama dengan anak normal agar ABK dan anak lainnya dapat saling memberi pengaruh yang positif dan saling beradaptasi agar tumbuh kebersamaan dan kerja sama tanpa memandang negative terhadap kelemahan masing anak, pendidikan ini di kenal dengan nama pendidikan inklusi.
lain , mandiri dan kreatif serta menganggap manusia di dunia adalah sama , dan manusia pada dasarnya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dan dibalik kekurangan, ada kelebihan yang dahsyat.
Peneliti memilih SMPN 39 karena terletak ditengah kota dan termasuk SMPN favorit di surabaya dan SMPN ini mempunyai fasilitas ruang khusus siswa anak berkebutuhan khusus yang sangat memadai fasilitasnya dilain itu SMPN ini mempunyai siswa ABK lebih banyak daripada SMPN - SMPN yang lainnya. SMPN - SMPN yang diberikan kepercayaan oleh Dinas untuk menerima siswa berkebutuhan khusus (inklusi) yaituSMPN 5, SMPN 28, SMPN 29 , SMPN 36 serta SMPN 39 Surabaya. Baru Tahun 2011 Dinas memberi jatah siswa anak berkebutuhan khusus (Inklusi) pada SMPN 39. Di SMPN ini mempunyai 2 guru pengajar khusus siswa Inklusi dan 37 guru yang lainnya. Total siswa Inklusi 50 orang dengan rincian Kelas VII sebanyak 18 siswa, Kelas VIII sebanyak 16 siswa dan kelas IX sebanyak 16 siswa. Jam belajar siswa Inklusi sama hal nya dengan siswa reguler lainnya. Pada hari senin masuk pukul 06.30 - 14.10, hari selasa sampai kamis pukul 06.30 - 14.00, dan hari jumat pukul 06.30 - 10.50. Anak berkebutuhan khusus yang diberi Dinas ke SMPN - SMPN surabaya khususnya yang berada di SMPN 39 yaitu anak tunagrahita.
1.2. Rumusan Masalah
• Bagaimana Metode Lessons Study Dalam Proses Komunikasi Guru Dengan Anak Berkebutuhan Khusus (Inklusi) Di SMPN 39 Surabaya?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Metode Lessons Study Dalam Proses Komunikasi Guru dengan anak berkebutuhan khusus yang digunakan di SMPN 39 Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis
Bagi ilmu komunikasi, penelitian ini diharap mampu memberikan kontribusi yang besar berkaitan dengan Bagaimana Metode Lessons Study Dalam Proses Komunikasi Guru Dengan Anak Berkebutuhan Khusus yang digunakan di SMPN 39 Surabaya.
1.4.2. Manfaat Praktis
2.1. Penelitian Terdahulu
Dari penelitian terdahulu yang berjudul Model Komunikasi Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia yang dilakukan
Perguruan Tinggi sejak proses perencanaan program, pelaksanaan, dan
evaluasi. Analisis data juga melibatkan “diskusi teoretik” antara temuan
yang diperoleh dari hasil penelitian dengan konsep-konsep mengenai CSR.
Model komunikasi dapat diterapkan dalam rangka Pemberdayaan ekonomi
masyarakat korban gempa, dampaknya akan mempengaruhi proses
pembangunan masyarakat pada umumnya.
Lalu penelitian kedua yang berjudul Model Komunikasi Lintas
Budaya dalam Resolusi Konflik Berbasis Pranata Adat Melayu dan Madura di
Kalimantan Barat yang diteliti oleh Yohanes Bahari FKIP Universitas
Tanjungpura. Metode penelitian kualitatif fenomenologik dengan model
metode ethnographic multiple side studies ini menggunakan teknik
pengumpulan data secara trianggulasi dengan menempatkan peneliti sebagai
alat pengumpul data utama (sebagai instrumen). Model komunikasi yang
dapat menggambarkan komunikasi lintas budaya ini adalah Model Gudykunst
dan Kim bahwa penyandian pesan dan penyandian balik pesan merupakan
suatu proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-filter konseptual yang
dikategorikan menjadi faktor-faktor budaya, sosiobudaya, psikobudaya dan
faktor lingkungan. Pranata adat Melayu dan Madura yang berfungsi sebagai
media resolusi konflik adalah yang berbentuk pranata adat musyawarah
sebagai wujud komunikasi lintas budaya Melayu dan Madura. Proses adat
musyawarah dipimpin oleh kepala desa dibantu oleh para kiai dan para
musyawarah digunakan hanya untuk menyelesaikan konflik yang berskala
kecil sedangkan konflik yang berskala besar penyelesaiannya langsung
diserahkan ke aparat kepolisian. Adat musyawarah dapat berfungsi mencegah
meluasnya konflik dan menghentikan konflik. Apabila perdamaian tidak dapat
dicapai maka penyelesaiannya diserahkan kepada aparat kepolisian dengan
menggunakan hukum nasional. Masyarakat Kalimantan Barat dapat menerima
penggunaan pranata adat musyawarah sebagai media resolusi konflik.
Dari kedua penelitian tersebut diatas dapat dibandingkan dengan
penelitian yang sedang dilakukan peneliti saat ini yang berjudul Model
Komunikasi Lessons Study Guru Dalam Belajar Mengajar Anak
Berkebutuhan Khusus (Inklusi) di SMPN 39 Surabaya. Dari kedua penelitian
tersebut diatas memiliki persamaan dengan penelitian yang sedang dilakukan
oleh peneliti saat ini, metodenya sama-sama menggunakan metode kualitatif
dan juga sama-sama meneliti tentang model komunikasi. Terdapatnya
kesamaan berupa objek dari kedua penelitian,dimana objek kedua penelitian
adalah masyarakat umum yang anaknya menjadi dampak dari pembelajaran
baru Lessons Study yang digunakan guru. Sedangkan dalam penelitian yang
akan dilakukan oleh peneliti ini menggunakan objek siswa anak berkebutuhan
khusus yang nantinya menerima dampak dari adanya lessons study. Oleh
menggunakan wawancara mendalam ( in depth interview) dimana peneliti
melakukan wawancara dengan nara sumber.
Permasalahan tersebut penting untuk diteliti karena hasil penelitiannya
akan sangat berguna bagi masyarakat.
Lalu permasalahan dari penelitian terdahulu tersebut diatas dengan
penelitian yang dilakukan peneliti saat ini. Perbedaannya adalah bila
penelitian terdahulu di atas permasalahannya sudah berlangsung sejak lama
tetapi permasalahan kedua penelitian yang terdapat pada jurnal tidak
dimunculkan dan penelitian pada kedua jurnal tersebut tidak memberikan
manfaat secara teoritis dan praktis, teknik pengumpulan data yang digunakan
pun hanya satu teknik tiap jurnalnya, dan permasalahannya merupakan
permasalahan baru dan terkini serta memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis. Lalu teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti saat ini lebih
variatif dengan menggunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu wawancara,
observasi dan studi literatur.
2.2. Landasa n Teor i
2.2.1. Penger tian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal
dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang
terlibat dalam komunikasi dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan
terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang
dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu
belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan kata lain, mengerti
bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan oleh bahasa itu.
Jelas bahwa percakapan kedua orang tadi dapat dikatakan komunikatif apabila
kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti
makna dari bahan yang dipercakapan.
Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan,
dan politik sudah disadari oleh para cendekiawan sejak Aristoteles yang hidup
ratusan tahun lalu. Studi Aristoteles hanya berkisar pada retorika dalam
lingkungan kecil. Diantara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik
di Amerika Serikat, yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi
adalah Carl I. Hovland. Menurut Carl I. Hovland, ilmu komunikasi adalah
upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian
informasi serta pembentukan pendapat dan sikap. Definisi Hovland
menunjukkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja
penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum dan
sikap publik yang dalam kehidupan sosialdan kehidupan politik memainkan
proses mengubah perilaku orang lain (communication is the process to
modify the behavior of ther individuals).
Para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang
dikemukakan oleh Harold Lasswell. Lasswell mengatakan bahwa cara yang
baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan Who Says
What In Which Channel To Whom With What Effect. Paradigma Lasswell
menunjukkan bahwa komunikasi itu memiliki lima unsur yaitu :
1. Komunikator (communicator, source, sender)
2. Pesan (message)
3. Media (channel, media)
4. Komunikan (communicant, communicate, receiver, recipient)
5. Efek (effect, impact, influence).
Berdasarkan paradigma Lasswell, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. Lasswell menghendaki agar komunikasi dijadikan
objek studi ilmiah, bahkan setiap unsur diteliti secara khusus. Studi mengenai
komunikator dinamakan control analysis; penelitian mengenai pers, radio,
televisi, film, dan media lainnya disebut media analysis; penyelidikan
mengenai pesan dinamai content analysis; audience analysis adalah study
mengenai efek atau dampak yang ditimbulkan oleh komunikasi (Effendy,
1990;10).
Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
(komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain
sebagainya yang muncul di benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan,
kepastian, keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, dan sebagainya
yang timbul dari lubuk hati (Effendy, 1990; 11).
Yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu
pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek
tertentu pada komunikan. Dampak yang ditimbulkan dapat diklasifikasikan
menurut kadarnya, yakni :
a. Dampak Kognitif, yaitu yang timbul pada komunikan yang menyebabkan
dia menjadi tahu atau meningkatkan intelektualitasnya. Pesan yang
disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikan.
b. Dampak Afektif, yaitu tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya
komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, menimbulkan perasaan tertentu,
misalnya perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.
c. Dampak Behavioral, yaitu dampak yang timbul pada komunikan dalam
bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan (Effendy, 2012; 7).
Berikut ini adalah beberapa definisi tentang komunikasi yang
1. Car l Hovla nd, J anis dan Kelly, komunikasi adalah suatu proses melalui
dimana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam
bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku
orang-orang lainnya (khalayak).
2. Ber nar d Berelson dan Gar ry A. Stainer , komunikasi adalah suatu proses
penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui
penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dll.
3. Ha rold Lasswell, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang
menjelaskan “siapa” “mengapa” “apa” “dengan saluran apa” :kepada siapa”
dan “dengan akibat apa” (who says what in which channel to whom and with
what effect).
4. Bar nlund, komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk
mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, memperthanakan
ego.
5. Weaver , komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang
dapat mempengaruhi oikiran orang lain.
6. Gode, komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula
yang dimiliki oleh seseorang menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
2.2.2 Fungsi Komunikasi
Robbert G. King memasukkan fungsi komunikasi kedalam ruang
lingkup ilmu komunikasi. Menurutnya, ada tiga fungsi dari proses komunikasi
yang dapat dijadikan acuan dalam setiap rancangan materi pesan yang ingin
disampaikan. Efek apa yang ingin dicapai diakhir proses komunikasi. Ada tiga
fungsi komunikasi yang ditemukan oleh King, yaitu :
a. Proses pengembangan mental (Development of Menthal Process)
b. Penyesuaian dengan lingkungan (Adjustment of Environment)
c. Manupulir lingkungan (Manipulation of Environment) (Lukiti Komala,
2009:138).
2.2.3 Ha mbatan Komunikasi
1. Gangguan
Ada dua jenis gangguan yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan
sebagai :
a. Gangguan Mekanik, yaitu gangguan yang disebabkan saluran
komunikasi atau kegaduhan yang bersifat fisik. Yang termasuk
gangguan mekanik adalah bunyi mengaung pada pengeras suara atau
riuh hadirin atau bunyi kendaraan ketika seseorang berpidato dalam
b. Gangguan Semantik, yaitu bersangkutan dengan pesan komunikasi
yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke
dalam pesan melalui penggunaan bahasa. Lebih banyak kekacauan
mengenai pengertian suatu istilah yang terdapat pada komunikator
akan lebih banyak gangguan semantik dalam pesannya. Gangguan
semantik terjadi dalam salah pengertian.
2. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam
menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang akan hanya
memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan
kepentingan. Pihak yang berkepentingan biasanya tidak mengajukan
tanggapan dengan alasan yang sungguh-sungguh, tetapi seringkali
mengetengahkan argumentasi dan alasan tersembunyi.
3. Motivasi Terpendam
Keinginan, kebutuhan dan kekurangan seseorang berbeda dengan
orang lainnya dari waktu ke waktu dan dari temoat ke tempat,
sehingga karenanya motivasi itu berbeda dalam intensitasnya.
Demikianlah intensitas tanggapan seseorang terhadap suatu
komunikasi.
4. Prasangka
Merupakan suatu rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan
apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak
melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita
untuk menarik kesimpulan atas dasar wasangka tanpa menggunakan
pikiran yang rasional (Effendy, 1993; 45-49).
2.3 Model Komunikasi
Model adalah representasi suatu fenomena, baik nyata ataupun
abstrak, dengan menonjolkan unsur-unsur terpenting fenomena tersebut.
Sebagai alat untuk menjelaskan fenomena komunikasi, model mempermudah
penjelasan tersebut. Menurut Sereno dan Mortensen dalam Deddy, suatu
model komunikasi merupakan deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan
untuk terjadinya komunikasi. Suatu model merepresentasikan secara abstrak
ciri-ciri penting dan menghilangkan rincian komunikasi yang tidak perlu
dalam dunia nyata. Sedangkan B. Aubrey Fisher mengatakan model adalah
analogi yang mengabstraksikan dan memilih bagian dari keseluruhan, unsur,
sifat, atau komponen yang penting dari fenomena yang dijadikan model.
Oleh karena kita memilih unsur-unsur tertentu yang kita masukkan
dalam model, suatu model mengimplikasikan penilaian atas relevansi, dan ini
pada gilirannya mengimplikasikan suatu teori mengenai fenomena yang
diteorikan. Model dapat berfungsi sebagai basis bagi suatu teori yang lebih
memperbaiki konsep-konsep. Sehubung dengan model komunikasi, Gordon
Wiseman dan Larry Barker mengemukakan bahwa model komunikasi
mempunyai tiga fungsi: pertama, melukiskan proses komunikasi; kedua,
menunjukkan hubungan visual; dan ketiga, membantu dalam menemukan dan
memperbaiki kemacetan komunikasi. Sedangkan Deutsch menyebutkan
bahwa model itu mempunyai empat fungsi : mengorganisasikan (kemiripan
data dan hubungan), heuristik (menunjukkan fakta-fakta dan metode baru
yang tidak diketahui), prediktif (memungkinkan peramalan dari sekedar tipe
ya atau tidak hingga yang kuantitatif yang berkenaan dengan kapan dan
berapa banyak), pengukuran (mengukur fenomena yang diprediksi) (Deddy
Mulyana, 2000:123).
2.3.1 Model Shannon dan Weaver
Salah satu model awal komunikasi dikemukakan Claude Shannon dan
Warren Weaver pada 1949. Model yang sering disebut model matematis atau
model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya
palingkuat atas model dan teori komunikasi lainnya (Deddy Mulyana, 2000;
137).
Model dasar komunikasi mereka menyajikan komunikasi sebagai
turunannya, dan sifat liniearnya yang berpusat pada proses ( John Fiske,
2012;15)
Signal
Message Receive Message Signal
Gambar 1. Model Shannon-Weaver
Model Shannon Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan
berdasarkan tingkat kecermatannya. Model itu melukiskan suatu sumber yang
menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu
saluran kepada seorang penerima yang menyandi balik pesan tersebut. Model
Shannon Weaver mengasumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan
suatu pesan untu dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang
dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi suatu sinyal
yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah
medium yang mengirimkan sinyal dari transmitter ke penerima (receiver).
Dalam percakapan, sumber informasi ini adalah otak, transmitter nya adalah
mekanisme suarayang menghasilkan sinyal, yang ditransmisikan lewat udara.
Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi yang
sebaliknya dilakukan transmitter dengan merekonstruksi pesan dari sinyal.
Sasaran (destination) adalah orang yang menjadi tujuan pesan itu. Suatu Information
sourc
Transmitter Channel Receiver Destination
konsep penting dalam model Shannon Weaver ini adalah gangguan (noise),
yakni setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki yang dapat
mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Menurut Shannon dan
Weaver, gangguan ini selalu ada dalam saluran bersama pesan tersebut yang
diterima oleh penerima (Deddy Mulyana , 2000;138).
Gangguan selalu ada dalam komunikasi. Oleh sebab itu kita harus
menetralkan gangguan dan tidak terkejut dengan kehadirannya. Untuk
menetralkan gangguan ini Shannon mengemukakan empat cara, yaitu :
1. Menambah kekuatan (power) dari signal. Misal dalam suasana hiruk
pikuk kita perlu memperkeras suara kita dalam berbicara supaya
didengar oleh lawan bicara.
2. Mengarahkan signal dengan tepat. Komunikator dapat mengatasi
gangguan dengan berbicara dekat sekali dangan lawan bicara sehinggan
suara kita dapat menetralkan gangguan.
3. Menggunakan signal lain. Dapat digunakan taktik lain untuk menetralisir
gangguan yaitu dengan memperkuat pesan dengan signal lain misalnya
dengan gerakan kepala, gerakan badan, sentuhan, dan sebagainya.
4. Redudansi, dalam situasi yang normal kurang baik digunakan, tetapi
dalam suasana hiruk-pikuk pengulangan kata-kata kunci dalam
pembicaraan perlu dilakukan untuk membantu memperjelas pesan yang
2.3.2 Model Lasswell
Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal, yakni
Who Says what In which channel To whom
With what effect?
Gambar 2. Model Lasswell
Model ini dikemukakan Harold Lasswell tahun 1948 yang
menggambarkan proses komunikasi dan fungsi-fungsi yang diembannya
dalam masyarakat. Lasswell mengemukakan tiga fungsi komunikasi, yaitu :
pertama, pengawasan lingkungan yang mengingatkan anggota-anggota
masyarakat akan bahaya dan peluang dalam lingkungan; kedua, korelasi
berbagai bagian terpisah dalam masyarakat yang merespons lingkungan; dan
ketiga, transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi lainnya.
Lasswell mengakui bahwa tidak semua komunikasi bersifat dua arah, dengan
suatu aliran yang lancar dan umpan balik yang terjadi antara pengirim dan
penerima. Model Lasswel sering diterapkan dalam komunikasi massa. Model
tersebut mengisyaratkan bahwa lebih dari satu saluran dapat membawa pesan.
Unsur sumber (who) merangsang pertanyaan mengenai pengendalian pesan,
unsur pesan (says what) merupakan bahan untuk analisis media. Saluran
(to whom) dikaitkan dengan analisis khalayak, sedangkan unsur pengaruh
(with what effect) berhubugan dengan akibat yang ditimbulkan pesan
komunikasi massa pada khalayak pembaca, pendengar, atau pemirsa (Deddy
Mulyana, 2000; 136-137).
2.3.3 Model Gar bner
Model Garbner (1956) merupakan perluasan dari model Lasswell.
Model ini terdiri dari model verbal dan model diagramatik.
Ketersediaan Dimensi cara dan
kendali
Konteks pilihan
Akses pada Berbagai saluran
Dimensi Persepsi Kendali media
Ketersediaan
konteks pilihan
Gamba r 3. Model Komunikasi Gar bner Dimensi Horisontal
Proses diawali dengan sebuah peristiwa E, sesuatu di dalam realitas
eksternal yang diserap oleh M (bisa seorang manusia atau sebuah mesin
seperti kamera atau mikrofon). Persepsi M atas E adalah persepsi Eı. Persepsi E
peristiwa
Eı
Persepsi
S E
Bentuk konten
dimensi perseptual pada awal proses. Relasi antara E dan Eı melibatkan
seleksi, mengingat M tidak mungkin bisa menyerap keseluruhan kompleksitas
E. Bila M-nya sebuah mesin, seleksi ditentukan oleh kapasitas teknis atau
kapasitas fisiknya. Sedangkan bila M-nya adalah manusia, maka seleksinya
menjadi lebih kompleks lagi. Persepsi manusia bukanlah sekedar
resepsi/proses penerimaan sederhana atas stimulus, namun merupakan sebuah
proses interaksi atau negoisasi. Apa yang berlangsung adalah kita mencoba
untuk mencocokkan stimulus eksternal dengan pola-pola internal pemikiran
dan konsep. Bila kecocokan bisa dibuat, kita kemudian mempersepsi sesuatu,
dan kita memberinya makna. Jadi, “makna” dalam artian ini bersumber dari
kecocokan stimulus eksternal dengan konsep-konsep internal. Pencocokan
dikontrol oleh kebudayaan kita, yang didalamnya pola-pola atau
konsep-konsep internal pemikiran dikembangkan sebagai hasil dari pengalaman
kultural kita. Karene itu, persepsi bukan semata-mata merupakan sebuah
proses fisiologis di dalam diri individu, persepsi pun merupakan masalah
kebudayaan (John Fiske, 2012; 38-39).
Dimensi Vertikal
Tahap kedua yaitu dimensi vertikal berlangsung ketika persepsi atas Eı
diubah menjadi sinyal tentang E, atau menggunakan kode Gerbner, SE. Inilah
yang biasanya dinamakan sebagai pesan, yakni sinyal atau pernyataan tentang
mengacu pada pesansebagai sinyal, yakni bentuk yang diambilnya, dan E
mengacu pada isi pesan tersebut. Isi yang ada atau E bisa
dikomunikasikandengan berbagai cara, ada sejumlah Ss potensial untuk
dipilih. Menemukan S terbaik untuk E tertentu merupakan salah satu pokok
perhatian umum komunikator. SE merupakan konsep yang utuh, bahkan dua
bidang terpisah yang disatukan, yang di dalamnya S yang dipilih akan dengan
jelasmempengaruhi presentasi E-relasi antara bentuk dan isi bersifat dinamis
dan interaktif. Isi tidak hanya dikirim oleh bentuk, seperti yang secara sinis
diungkapkan oleh I.A. Richards sebagai “kemasan kasar teori komunikasi”.
Bagi Richards, Model Shannon Weaver secara tak langsung menunjukkan
adanya inti pesan yang ada secara independen. Kemudian di encode,
dibungkus dalam bahasa seperi paket untuk kemudian ditransmisikan.
Penerima men-decode-nya atau membuka bungkusnya dan menangkap isi
pesannya. Kekeliruannya bagi Richards adalah pemikiran bahwa sebuah pesan
sudah ada sebelum diartikulasikan. Artikulasi merupakan sebuah proses
kreatif, sebelum diartikulasikan yang ada hanya dorongan, kebutuhan untuk
mengartikulasikan, bukan sebuah gagasan dan isi yang sudah ada sebelumnya.
Dalam dimensi vertikal ini seleksi merupakan hal yang sama
pentingnya seperti pada dimensi horisontal. Pertama, disini ada seleksi atas
“makna” (medium dan saluran komunikasi). Selanjutnya, ada seleksi dari
secara utuh dan komprehensif dalam merespon E, begitu juga halnya dengan
sinyal tentang Eı tak pernah bisa ditangkap secara utuh dan komprehensif.
Seleksi dan distorsi pasti terjadi (John Fiske, 2012; 39-41).
2.3.4 Model Newcomb
Tak semua model bersifat liniear. Model Newcomb salah satu model
yang memperkenalkan kita pada bentuk yang secara mendasar berbeda, model
ini bentuknya segitiga.
X
B A
Ga mbar 4. Model Newcomb
Dalam model Newcomb, komunikasi adalah suatu cara yang lazim dan
efektif yang memungkinkan orang-orang mengorientasikan diri terhadap
lingkungan mereka. Ini adalah salah satu model tindakan komunikatif dua
orang yang disengaja (intensional). Model ini mengisyaratkan bahwa setiap
sistem apapun mungkin ditandai oleh suatu keseimbangan kekuatan-kekuatan
dan bahwa setiap perubahan dalam bagian manapun dari sistem tersebut akan
menimbulkan suatu ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena Topic
Message Sender Messager
ketidaksimbangan secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan
tekanan inrenal untuk memulihkan keseimbangan (Deddy Mulyana, 2000;
143).
Cara kerja model ini adalah seperti berikut. A dan B adalah
komunikator dan penerima, mereka bisa saja para individu, atau manajemen
dan serikat kerja, atau pemerintah dan rakyat. X adalah bagian dari
lingkungan sosial mereka. ABX adalah sebuah sistem, yang berarti relasi
internalnya saling bergantung. Bila A berubah, maka B dan X pun akan
berubah, atau bila A merubah relasinya pada X, maka B pun akan mengubah
relasinya baik pada X maupun pada A. Bila A dan B adalah sahabat baik, dan
X adalah sesuatu atau seseorang yang dikenal keduanya, maka akan menjadi
penting A dan B memiliki sikan yang mirip terhadap X. Bila itu terjadi, maka
sistem akan berada pada keseimbangan. Namun, bila A menyukai B
sedangkan B sebaliknya pada A, maka A dan B akan berada dibawah tekanan
untuk berkomunikasi sampai ada dua sahabat yang memiliki sikap yang
secara luas sama terhadap X (John Fiske, 2012; 47).
Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B
dan X saling bergantung, dan ketiganya merupakan sistem yang terdiri dari
1. Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek
yang harus didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan
tatanan kognitif)
2. Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama.
3. Orientasi B terhadap X
4. Orientasi B terhadap A (Deddy Mulyana, 2000; 142).
2.3.5 Model Westley dan MacLean (1957)
Bruce Westley dan Malcolm MacLean merumuskan suatu model yang
mencakup komunikasi antarpribadi dan komunikasi massa, dan memasukkan
umpan balik sebagai bagian integral dari proses komunikasi. Model ini
dipengaruhi model Newcomb, selain juga oleh model Lasswell dan model
Shannon Weaver. Mereka menambahkan jumlah peristiwa, gagasan, objek,
dan orang yang tidak erbatas (dari Xı hingga Xoo) yang kesemuanya
merupakan “objek orientasi”, menempatkan suatu peran C diantara A dan B,
dan menyediakan umpan balik. Perbedaan dalam umpan balik inilah yang
membedakan komunikasi antarpribadi, sementara dalam komunikasi massa
bersifat minimal atau tertunda. Dalam model Wetley dan MacLean terdapat
lima unsur, yaitu : objek orientasi, pesan, sumber, penerima, dan umpan balik.
Sumber (A) menyoroti suatu objek atau peristiwa tertentu dalam
kirimkan kepada penerima (B). Pada gilirannya, penerima mengirimkan
umpan balik (fBA) mengenai pesan kepada sumber.
X1b
Xı X1a
X2 X2 X’
X3 X3m fBA
X4
Gambar 5. Model Komunikasi Dasar
Westley dan MacLean menambahkan suatu unsur lain (C). C adalah
“penjaga gerbang” (gatekeeper) atau pemimpin pendapat (opinion leader)
yang menerima pesan (X’) dari sumber media massa (A) atau menyoroti objek
orientasi (X3,X4) dalam lingkungannya. Menggunakan informasi ini penjaga
gerbang kemudian menciptakan pesannya sendiri (X”) yang ia kirimkan
kepada penerima (B). Maka terbentuklah suatu sistem peyaringan, karena
penerima tidak memperoleh informasi langsung dari sumbernya, melainkan
dari orang yang memilih informasi dari berbagai sumber. Dalam komunikasi
massa, umpan balik dapat mengalir dengan tiga arah : dari penerima ke
penjaga gerbang, dari penerima ke sumber media massa, dan dari pemimpin
pendapat ke sumber media massa (Deddy Mulyana, 2001; 144-146).
Gamba r 6. Model Komunikasi Massa
Catatan : pesan-pesan C yang dikirim ke C (X”) merepresentasikan seleksi C
dari pesan-pesan A kepadanya (X’) dan juga seleksi dan abstraksi C dari Xs
yang ada didalam srena sensor yang dimilikinya. Umpan balik tidak hanya
bergerak dari B ke A (Fba) dan dari B (Fbc), namun juga dari C ke A (fCA).
(John Fiske, 2012 : 56).
2.3.6 Model J akobson (1960)
Model Jakobson memiliki kemiripan dengan model linear dan model
segitiga. Modelnya merupakan salah satu model yang memadukan dua
mahzab (Mahzab Proses dan Semiotika). Dia menjembatani kesenjangan
antara mahzab proses dan semiotika. Dia memulainya dengan pemodelan
faktor-faktor konstitutif dalam suatu tindakan komunikasi. Ada 6 faktor yang
dengan basis linear yang familiar. Seorang pengirim menyampaikan pesan
pada penerima. Dia mengakui bahwa pesan ini mesti mengacu pada sesuatu
yang lain di luar pesan itu sendiri. Inilah yang dinamakan konteks. Ini menjadi
poin ketiga dari segitiga, sedangkan dua lainnya adalah pengirim dan
penerima. Jakobson menambahkan dua faktor lain yakni kontak, yang
dimaksudkannya sebagai sarana saluran fisik dan koneksi fisiologis antara
pengirim dan penerima, dan faktor lainnya adalah kode.
Konteks Pesan
Pengirim Penerima
Kontak Kode
Ga mbar 6. Faktor-faktor konstitutif komunikasi
Masing-masing faktor tersebut menentukan fungsi bahasa yang
berbeda-beda, dan pada setiap tindakan komunikasi kita bisa menemukan
sebuah hierarki fungsi. Jakobson membuat sebuah model struktur identik
untuk menjelaskan 6 fungsi tersebut.
Referensial Puitis
Emotif Fatis Konatif
Metalingual
Fungsi Emotif menggambarkan relasi pesan dengan penerima. Fungsi
Emotif pesan adalah untuk mengkomunikasikan sikap, emosi, status, kelas
dari pengirim, semua hal tersebut membuat pesan menjadi unik secara
personal. Fungsi konatif mengacu pada efek pesan terhadap penerima. Dalam
pemerintah atau propaganda, fungsi ini dianggap sangat penting, dalam
tipe-tipe komunikasi yang lain, fungsi ini ditempatkan pada prioritas terendah.
Fungsi Referensial, orientasi realitas dari pesan, menempati prioritas utama
dalam komunikasi yang objektif dan faktual. Fungsi Fatis adalah untuk
menjaga saluran komunikasi tetap terbuka, fungsinya untuk menjaga relasi
antara pengirim dan penerima, ini untuk menegaskan bahwa komunikasi
berlangsung. Fungsi ini di orientasikan pada faktor kontak, yakni koneksi fisik
dan fisiologis yang mesti ada. Fungsi Metalingual adalah untuk
mengidenifikasikan kode yang digunakan. Bungkus rokok kosong yang
dileparkan pada selembar koran tua biasanya dinamakan sampah. Tapi bila
bungkus rokok dilekatkan pada selembar koran, lalu diberi bingkai dan
digantungkan di dinding galeri seni, maka akan menjadi seni. Semua pesan
harus memiliki fungsi metalingual ekspilist atau implisit. Yang terakhir adalah
fungsi puitis (phoetic), merupakan relasi pesan dengan pesan itu sendiri.
Jakobson menunjukkan fungsi ini berlangsung dalam percakapan biasa (John
2.3.7 Model DeFleur
Model DeFleur merupakan perluasan dari model-model yang
dikemukakan para ahli lain, khususnya Shannon dan Weaver, dengan
memasukkan perangkat media massa (mass medium device) dan perangkat
umpan balik (feedback device). Dia menggambarkan sumber (source),
pemancar (transmitter), penerima (receiver), dan sasaran (destination) sebagai
fase-fase terpisah dalam proses komunikasi massa. Transmitter dan receiver
dalam model DeFleur, seperti juga transmitter dan receiver dalam model
Shannon dan Weaver, paralel dengan encoder dan decoder dalam model
Schramm. Fungsi receiver dalam model DeFleur adalah menerima informasi
dan menyandi baliknya mengubah peristiwa fisik informasi menjadi pesan.
Dalam percakapan biasa, receiver ini merujuk pada alat pendengaran manusia,
yang menerima getaran udara dan mengubahnya menjadi impuls saraf,
sehingga menjadi simbol verbal yang dapat dikenal. Menurut DeFleur
komunikasi bukanlah pemindahan makna. Komunikasi terjadi lewat suatu
operasi seperangkat komponen dalam suatu sistem teoritis, yang
konsekuensinya adalah isomorfisme diantara respons internal terhadap
seperangkat simbol tertentu pada pihak pengirim dan penerima (Deddy
Gambar 8. Model komunikasi DeFleur
2.4 Komunikasi Massa
Pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan
media massa untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau
khalayak dalam jumlah besar. Disamping itu, adapula makna asli dari kata
massa, yakni suatu makna yang mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang
komponen-komponennya sulit dibedakan satu sama lain. Kamus bahsa Inggris
membrikan definisi “massa” sebagai suatu kumpulan orang banyak yang tidak
mengenal keberadaan individualitas. Herbert Blumer (1939) membuat definisi
massa dengan membandingkan istilah tersebut dengan bentuk kolektivitas
kerumunan, publik. Massa ditandai oleh komposisi yang selalu berubah dan
berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula. Ia tidak bertindak untuk
dirinya sendiri, tetapi disetir untuk menentukan suatu tindakan. Para
anggotanya heterogen dan banyak sekali jumlahnya, serta berasal dari semua
lapisan sosial dan kelompok demografis. Sumber komunikasi massa bukanlah
satu orang, melainkan suatu organisasi formal, dan sang pengirimnya sering
kali merupakan komunikator profesional. Pesannya tidak unik dan beraneka
ragam, serta dapat diperkirakan. Pesan tersebut seringkali diproses,
distandarisasi, dan selalu diperbanyak. Pesan itu juga merupakan suatu produk
dan komoditi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang
mengandung nilai kegunaan (Denis McQuail, 1991 : 31-33).
Komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media
massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang
dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan
kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyan tempat, anonim dan
heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak
dan selintas (Deddy Mulyana, 2001 ; 75).
Sehubung dengan itu, dalam berbagai literatur sering dijumpai iatilah
mass communications (pakai s) dan mass communication (tanpa s). Arti mass
communications (pakai s) sama dengan mass media atau dalam bahasa
indonesia media massa. Sedangkan yang dimaksud dengan mass
media massa. Media massa dalam cakupan komunikasi massa adalah surat
kabar, majalah, radio, televisi atau film. Jadi media massa modern merupakan
produk teknologi modern yang selalu berkembang menuju kesempurnaan. Hal
tersebut perlu dijelaskan sebab cendekiawan Everett M. Rogers mengatakan
bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional,
diantaranya teater rakyat, juru dongeng, dan juru pantun. Bagi para ahli
komunikasi umumnya, juru dongen dan juru pantun adalah jelas komunikator,
dan medianya dalam hal ini media primer adalah bahasa.
2.4.1 Cir i-cir i Komunikasi Massa
1) Komunikasi massa berlangsung satu arah
Tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.
Wartawan sebagai komunikator tidak mengetahui tanggapan para
pembacanya terhadap pesan atau berita yang disiarkannya itu. Yang
dimaksud tidak m