• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN AL-QUR AN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI ALUNA JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMBELAJARAN AL-QUR AN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH INKLUSI ALUNA JAKARTA"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Disusun Oleh:

Zara Fauziah (11150110000030)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020

(2)

PEM BELAJARAIT{ AL-Q R'AN BAGT AITA K BE R KE BIITUIIAN

KHUSUS DI SEKOLAII INKLIJSI ALUNA JAKARTTI

Skrtp..^t

Diajukan Kepada Fakultas llmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Mernenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Zara Fauziah NrM. 11150110t)0txl30

Dr. Ahdul Ghofur. MA.

NrP. 1 968 1 2481997 003 I 003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISL, .M FAKULTAS ILMU TARBTYAH DAN KEGURUAN

UNTYERSITAS ISLAM NtrGERI (UII{)

SYARIF' HII}AYATULLAII JAKARTA

2420

(3)

11 150110000030, Jurusan Pendidikan Agarna Isiarn, Fakultas Ihnu Tarhil,ah dan Keguruan, Universitas isiarn Negeri Sl.arit Flidavatullah "Iakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah .vang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 13 Februari 1020

Yang rnengesahkan,

Dr. Abdul Ghofqr, MA=

lYrP. 1 968 1 2081997 0A3 I 003

(4)
(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama

: ZaraFauziah

Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta,l0 Juni 1997

NIM

: 11150110000030

Jurusan /

Prodi

: Pendidikan Agama Islam

Judul

Skripsi

: Pembelajaran Al-Qur'an Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi Aluna Jakafia

Dosen Pernbimbing : Dr. Abdul Ghofur, M.Ag.

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh tr3ian Munaqasah.

Jakarta, 12 Februari 2020 Mahasiswa Ybs.

NrM. 11150110000030 ZaraFarziah

(6)

i

membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta mulai dari metode, media, hingga evaluasi serta mengetahui perbedaan kemampuan anak normal dengan anak berkebutuhan khusus yang berada dalam satu kelas; 2) untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Prosedur penelitian data yang digunakan yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan perpanjang pengamatan dan triangulasi data. Proses analisis data yang digunakan yakni dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode membaca al-Qur’an yang digunakan di Sekolah Aluna adalah metode Iqro’. Metode Iqro’ ini digunakan sebagai dasar sebelum nantinya lanjut kepada tahap membaca al-Qur’an. Materi yang diajarkan bersifat fleksibel yakni menyesuaikan dengan kemampuan peserta didik dan dalam proses pembelajarannya tidak membutuhkan bermacam-macam alat hanya menggunakan buku iqro’ saja, karena yang ditekankan pada metode iqro’ ini adalah bacaannya. Rata-rata peserta didik tunarungu masih dalam tahapan iqro’ sedangkan peserta didik normal beberapa anak sudah masuk ke tahapan al-Qur’an. kejelasan dalam melafalkan pada anak tunarungu tergantung pada teraf kemampuan mendengar peserta didik. Semakin rendah taraf kerusakan pendengarannya, maka semakin jelas kejelasan dalam melafakan huruf-huruf hijaiyahnya, dan begitupun sebaliknya. faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna adanya sikap saling menghargai dan menyemangati sesama peserta didik, peran serta orang tua yang mendukung pembelajaran membaca al-Qur’an dengan memberikan pembelajaran serupa di rumah, dan dukungan sesama pendidik. Adapun faktor penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an di Sekolah Aluna adalah keterbatasan fisik peserta didk tunarungu, focus dan mood belajar peserta didik yang tidak stabil, dan kurangnya tenaga pendidik di bidang PAI.

Kata Kunci: Pembelajaran al-Qur’an, Anak Berkebutuhan Khusus, Sekolah Inklusi.

(7)

ii

learning of reciting qur'an for children with special needs with hearing impairment in the Aluna inclusive school starting from the methods, media, evaluation and knowing the differences in the abilities of normal children and children with special needs who are in one class; 2) to find out the supporting and inhibiting factors in the implementation of the learning of reciting qur'an for children with hearing impaired special needs in Aluna inclusive schools.

The method of this research is qualitative with a descriptive approach. The procedures of data research are observation, interviews, and documentation. The validity of the data is checked by extending the observations and triangulating the data.

The data analysis process used is data reduction, data presentation and conclusion drawing.

The results of this research indicate that the method of reciting the Qur'an used at Aluna School is the Iqro' method. The Iqro' method is used as a basis before continuing to the stage of reciting the Qur'an. The subject of the study is adjusting to the ability of students and in the learning process does not require a variety of tools, but using only the iqro' book, because the emphasis on the iqro' method is the reading.

The average of deaf student is still in the iqro' stage while some normal students have entered the Qur'anic stage. clarity in the pronunciation of children with hearing impairment depends on teraf listening ability of students. The clarity of pronunciation in children with hearing impairment depends on the level of ability to hear. The lower the level of hearing damage, the clearer the hijaiyah pronunciation is, and vice versa.

The supporting factors in the implementation of learning od reciting Qur'an at the Aluna School are mutual respect and encouraging fellow students, the participation of parents who support the learning by providing similar learning at home, and the support of fellow educators. The inhibiting factors in the implementation of learning of reciting Qur'an at Aluna School are physical limitations of deaf students, focus and mood of students learning that is not stable, and the lack of educators in the field of PAI.

Keywords: Learning of Reciting Qur'an, Children with Special Needs, Inclusion Schools.

(8)

iii

dan upaya melainkan-Nya. Shalawat serta salam tak lupa dihanturkan kepada sang pembawa kebenaran, cahaya di atas cahaya, suri tauladan bagi seluruh insan yakni baginda Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Semoga kita kelak mendapatkan syafa’atnya di hari akhir nanti. Aamiin.

Penulis menyadari banyak sekali kekurangan, hambatan dan kesulitan dalam penulisan skripsi ini. Terlepas dari itu, penulis mendapat banyak bantuan, motivasi, bimbingan dan arahan dari guru-guru, keluarga, sahabat juga teman-teman sekalian.

Terkhusus penulis ucapkan terimakasi kepada kedua orangtua yakni ayahanda Fahrul Rozi dan Ibunda Arfah atas segala kasih sayang, didikan, dukungan dan pastinya doa yang selalu teruntai untuk penulis. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

2. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Abdul Ghofur, M.Ag. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktunya, memberikan bimbingan, motivasi, dorongan serta ilmu kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Pendidikan Agama Islam Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan banyak ilmu dan pengetahuan dari awal hingga akhir perkuliahan. Semoga ilmu yang telah diberikan mendapat berkah dari Allah dan bisa bermanfaat.

(9)

iv

membantu penulis selama melakukan penelitian.

8. Kedua adik penulis, Fadhya Hamdaniah dan Alfian Arrazi serta keluarga besar H.

Mahmud dan Keluarga besar Hamdani terimakasih atas segala doa, nasihat, dukungan serta kasih sayang yang tercurah kepada penulis.

9. Shifa Aulia dan Intan Larasati yang tiada bosan memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

10. Para sahabat PAI kelas B, Wahyu Adiningsih, Ananda Rakhmatul Ummah, dan Iik Hikmatul Hidayat yang sudah penulis anggap seperti keluarga. Terimakasih telah menemani perjalanan kuliah di PAI selama ini baik suka maupun duka. Serta memberikan dukungan dan bantuan bukan hanya sekedar ucapan tapi juga perbuatan. Mereka menjadi tempat pengisi asupan semangat ketika penulis mulai lemah selain itu juga menjadi time keeper dalam mengerjakan tugas, mulai dari zaman kuliah sampai selesainya tugas akhir kuliah (skripsi) ini.

11. Mantan Formatur LTTQ Fathullah 2018, Nana Andriyana, Halimatussa’diah, Badriyah, Febriyansyah dan terkhusus Husen Ali Zaenal Abidin yang sudah banyak membantu dan mengajarkan penulis banyak hal. Terimakasih sudah mau mengorbankan waktunya dan berjuang bersama serta saling menyemangati satu sama lain.

12. Keluarga besar Lembaga Tahfizh dan Ta’lim Al-Qur’an Masjid Fathullah UIN Syarif Hidayatullah.

13. Teman-teman mahasiswa PAI Angkatan 2015 khususnya kelas B yang telah mewarnai perjalanan penulis semasa kuliah.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dan juga kesalahan dalam penelitian maupun penyusunan skripsi ini. Dan tak lupa penulis sampaikan terimakasih

(10)

v

Jakarta, 13 Februari 2020 Penulis,

Zara Fauziah

(11)

6

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 10

A. Kajian Teori ... 10

1. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an ... 10

2. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu ... 22

3. Sekolah Inklusi ... 33

B. Penelitian Relevan ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Latar Penelitian ... 44

C. Metode Penelitian ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 46

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data... 49

F. Teknis Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Profil Sekolah Aluna ... 53

B. Hasil Temuan ... 57

C. Pembahasan ... 68 vi

(12)

7

LAMPIRAN ... 79

vii

(13)

8

Tabel 4.1 Data Guru PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020 Tabel 4.2 Data Siswa PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020

viii

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan mukjizat Islam yang abadi dan selalu diperkuat dengan kemajuan ilmu pengetahun. Allah menurunkan al-Qur’an kepada Rasulullah saw. agar manusia keluar dari kegelapan menuju ke jalan yang terang benderang serta membimbing pada jalan yang lurus.1 Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi sekaligus Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad saw. melalui perantara malaikat Jibril, diawali dengan surah al-Fatihah dan di akhiri dengan surah an-Nas, ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta yang mempelajarinya dinilai ibadah.2 Al-Qur’an disampaikan kepada kita secara mutawatir dari satu generasi ke generasi lain, yang terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian serta pemalsuan terhadap teks-teksnya, bahkan Allah sendiri menjamin pemeliharaannya.3

Al-Qur’an juga menjadi sumber pertama dan utama ajaran Islam. Oleh sebab itu, mempelajari al-Qur’an adalah keharusan bagi setiap umat Islam.

Rasulullah saw. memberikan pesan kepada kita, bahwasanya sebaik-baik dari kalian ialah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. Oleh sebab itu, hendaknya kita senantiasa mempelajari al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat kedamaian dan ketentraman bagi siapa yang membaca apalagi mengkajinya secara mendalam. Ditambah lagi jika ilmu al-Qur’an yang dimiliki tersebut kita

1 Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004), h. 1.

2 Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 15.

3 Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), h. 27.

(15)

amalkan dan ajarkan pada orang lain, niscaya ilmu tersebut akan lebih bermaanfaat bahkan bisa menjadi amal jariyah untuk kita.

Mengajarkan al-Qur’an kepada anak harus sejak dini. Diantara Teknik mengajarkan al-Qur’an yakni mengenalkan huruf-huruf yang ada di al-Qur’an dengan cara membaca. Membaca merupakan jembatan menuntut ilmu. Hal ini sejalan dengan awal mula turunnya wahyu al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. yakni perintah untuk membaca.4 Mempelajari al-Qur’an merupakan keharusan baik yang memiliki fisik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Ada cara tersendiri untuk mengajarkan membaca al-Qur’an kepada anak-anak terlebih lagi jika anak tersebut adalah anak berkebutuhan khusus.

Kesulitan yang dialami anak berkebutuhan khusus masih jarang diperhatikan oleh orang tua dan guru. Padahal kedua elemen tersebut memiliki andil yang besar terhadap perkembangan anak.

Perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus masih terbilang kurang, terlebih lagi dalam hal belajar dan mengarkan al-Qur’an kepada mereka. Media pembelajaran yang digunakan juga masih terbatas. Selain itu, masih banyak ditemukan guru yang memang tidak sesuai dengan bidangnya, sehingga mereka mengajar dengan ilmu yang seadanya dan tidak kompatibel. Padahal guru yang kompatibel itu merupakan unsur yang penting dalam mutu pendidikan. Apalagi yang dihadapi adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang memang membutuhkan penanganan lebih.

Mengenai anak berkebutuhan khusus, setiap orang tua pasti memiliki harapan jika anaknya akan terlahir normal tanpa ada kekurangan apapun. Akan tetapi, ada beberapa kejadian di mana anak yang diharapkan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi. Anak tersebut terlahir berbeda dengan yang lain.

Pada kondisi demikian, tak bisa dipungkiri bila orang tua yang mempunyai anak

4 Bahril Hidayat, Pembelajaran Alquran pada Anak Usia Dini Menurut Psikologi Agama dan Neurosain, The 2nd Annual Conference on Islamic Early Childhood Education Vol.2, (e-ISSN): 2548- 4516, 2017, h. 60.

(16)

berkebutuhan khusus akan merasakan kecewa. Akan tetapi, perlu diketahui bahwasanya hal tersebut sudah menjadi qadarullah. Dan meyakini setiap anak mempunyai kelebihan disamping kekurangan yang mereka miliki.

Islam memandang semua manusia itu sama, karena Allah tidak pernah menilai seseorang baik dari fisik, kecerdasan, harta ataupun jabatan melainkan yang dinilai adalah keimanannya. Mengenai anak berkebutuhan khusus, walaupun mereka merupakan anak yang mempunyai ciri yang berbeda dengan anak pada umumnya karena mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya5, akan tetapi bagaimanapun keadaannya mereka tetaplah makhluk Allah yang dinilai dari segi kemanusiaan mendapat pelayanan- pelayanan kesejahteraan bagi mereka dengan cara memberikan bimbingan rohani, agar mereka mendapat ketenangan. Sama halnya dengan orang normal pada umumnya. Allah berfirman dalam QS. Abasa (78) ayat 1-10:

ٰٓىَلّ َوَتَو َسَبَع ىىَ أعَۡ ألۡ أ ُهَءٰٓاَج نَأ ١

٢ ٰٓى َكّ َزَي ۥَُلََّعَل َكيِر أدُي اَمَو َعَفنَتَف ُرَكَذَي أوَأ ٣

ٰٓ ىىَرأكِذل أ ُه ٤

ى َنَأغَت أ س أ ِنَم اَمَأ ىىَد َصَت ۥُ َلَ َتنَأَف ٥

٦ ى َكّ َزَي َلََّأ َكأيَلَع اَمَو ٧

َكَءٰٓاَج نَم اَمَأَو ىىَع أسَي

٨

ى َشَأ َيَ َوُهَو ىىىَهَلَت ُهأنَع َتنَأَف ٩

١٠

Artinya: 1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling 2. karena telah datang seorang buta kepadanya 3. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) 4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya 5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup 6. maka kamu melayaninya 7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman) 8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) 9. sedang ia takut kepada (Allah) 10. maka kamu mengabaikannya. (QS. Abasa (79): 1- 10)

5 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2017), h. 1.

(17)

Ayat di atas mengisahkan suatu ketika nabi hendak menjelaskan al- Qur’an pada beberapa pemuka Quraisy dengan harapan meraka bisa menerima Islam dan tentu dapat menambah banyak orang untuk masuk Islam. Akan tetapi ketika nabi sedang menejelaskan, tiba-tiba datang seorang yang bernama Abdullah ibn Ummi Maktum berpenampilan miskin dan juga buta ingin mempelajari al-Qur’an dan meminta untuk mengajarkannya. Nabi tidak suka dengan Abdullah yang berkali-kali menyela ucapannya, dan sikap tersebut terlihat dari wajah beliau. Saat itu nabi berpaling darinya dan saat itu pula Allah menurunkan wahyu untuk menegur nabi terhadap sikap mengabaikan seseorang yang sedang mencari kebenaran.6 Di sini Allah mengingatkan nabi untuk memberikan peringatan kepada siapapun tanpa pilih kasih. Kemudian Allahlah yang memberikan petunjuk pada jalan yang lurus bagi siapa saja yang Allah kehendaki.7 Sangat terlihat jelas, bahwasanya untuk mempelajari al- Qur’an tidak membeda-bedakan antara orang normal maupun orang berkebutuhan khusus.

Berbicara mengenai anak berkebutuhan khusus, mereka juga memiliki hak yang sama di antaranya dalam hal pendidikan. Anak berkebutuhan khusus juga berhak mendapat pendidikan sebagaimana anak normal pada umumnya, karena pada dasarnya manusia dilahirkan di dunia mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat I yang berbunyi: “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”8. Maksud tersebut yakni bahwasanya setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran baik dari kalangan laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, tinggal di wilayah perkotaan atau pedesaan, maupun anak normal atau anak berkebutuhan khusus. Mereka

6 Allamah kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta: AlHuda, 2003), jilid 19, h. 219.

7 Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Taisuru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:

Gema Insani, 2000), jilid 4, h. 912.

8 Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat I sesudah Amandemen I–IV, dilengkapi Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009–2014 dan Butir–butir Pancasila, (Surakarta: ITA, tt), h. 23.

(18)

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri dengan belajar untuk mendapatkan pengetahuan tak luput juga pengetahuan agama.

Pendidikan menjadi salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi dan dijamin baik oleh hukum nasional maupun internasional. Hal ini berdasarkan bentuk ketidaksetujuan akan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Adanya diskriminasi terhadap sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal sehingga membuat anak berkebutuhan khusus sulit untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat umum. Jika hal ini terus menerus terjadi dampaknya adalah anak normal tidak akan mengerti bahwasanya anak berkebutuhan khusus juga ingin memperoleh pengakuan dari orang lain dan mendaptkan pendidikan yang sama dengan mereka. Karena dalam faktanya dilingkungan masyarakat, anak normal dengan anak berkebutuhan khusus hidup bersama dalam suatu lingkungan, dan hal itu tidak bisa dipisahkan.9

Penyuaraan penegak hak asasi manusia semakin semarak dalam kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia, yakni munculnya pandangan baru bahwa semua penyandang kelainan baik yang kategori berat maupun yang ringan (tanpa diskriminasi) mempunyai hak yang sama untuk dididik bersama- sama dengan teman sebayanya di sekolah reguler. Dengan kata lain para anak berkebutuhan khusus tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. Sistem pendidikan semacam inilah yang sekarang kita kenal dengan pendidikan inklusif.10

Kehadiran pendidikan inklusif sesungguhnya diawali oleh ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang terlebih dahulu mengiringi perjalanan anak berkelainan dan ketunaan dalam memperoleh

9 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 3.

10 Hidayat, Yayan Heryana, dan Atang Setiawan, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: UPI PRESS, 2006) h. 11

(19)

layanan pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka.

Pendidikan inklusif tidak lepas dari sebuah ironi yang menyayat hati nurani anak berkebutuhan khusus yang semakin tersingkirkan dalam dunia pendidikan formal. Bahkan kesempatannya untuk memperoleh pendidikan saja semakin sulit diraih akibat kebijakan pemerintah yang kurang mendukung fasilitas kalangan yang disebut different ability.11

Pendidikan inklusif dianggap sebagai pembaruan dalam dunia pendidikan. Sebagaimana kita ketahui pembaruan ialah suatu usaha untuk mengubah sesuatu yang dianggap lama dan diganti dengan sesuatu yang dianggap baru.12 Pendidikan inklusif bisa dibilang pembaruan pendidikan yang mampu menerima anak berkebutuhan khusus untuk sama-sama belajar dengan anak normal di pendidikan umum. Melalui pendidikan inklusif, anak normal dan anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Adanya sekolah inklusi bisa menjadi sekolah harapan bagi anak berkebutuhan khusus untuk bisa belajar bersama dalam satu kelas dengan teman sebayanya tanpa adanya “pandangan berbeda” di antara mereka. Maka dari itu para guru harus siap menerima siswanya dalam kondisi apapun.

Terkhusus pengajar anak berkebutuhan khusus dituntut untuk lebih kreatif menggunakan teknik atau cara yang sesuai bagi anak. Seperti halnya yang dilakukan oleh sekolah Aluna yang memberikan layanan pendidikan yang sama bagi anak berkebutuhan khusus dan normal dengan menjadikan sekolah tersebut sekolah inklusi.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Aluna yang merupakan salah satu sekolah inklusi bertempat di Kebagusan Jakarta. Di antara alasan Ibu Rina

11 Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogjakarta: Ar Ruzz Media, 2013) h. 30.

12 Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogjakarta: Ar Ruzz Media, 2013) h. 92.

.

(20)

Jayani (Founder sekaligus Kepala Sekolah Aluna) mendirikan Sekolah Aluna adalah karena sekoah inklusi di Indonesia belum banyak. Sekolah ini menerima peserta didik dengan berbagai latar belakang. Meskipun pada dasarnya Sekolah Aluna lebih memfokuskan pada anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu). Akan tetepi, terdapat juga beberapa anak dengan berkebutuhan khusus lainnya. Sekolah inklusi ini membuat anak baik anak non berkebutuhan khusus ataupun anak dengan berkebutuhan khusus bisa berbaur dan berbagi antar sesama tanpa adanya pandangan berbeda di antara mereka.

Sekolah Aluna memberikan kesempatan untuk peserta didik dalam mengenalkan cara membaca a-Qur’an bagi mereka yang beragama Islam.

Dalam hal ini, Sekolah Aluna menyiapkan waktu pembelajaran al-Qur’an khusus setiap hari rutin setiap pagi. Program ini dilakukan di luar jam pelajaran agama. Berbeda dengan sekolah inklusi lainnya yang kebanyakan hanya memberikan kesempatan mereka mengenal agama terutama kitab suci hanya sebatas pada saat jam pembelajaran agama saja.

Berdasarkan hasil pengamatan ketika pembelajaran al-Qur’an berlangsung, peserta didik sangat antusias bahkan tak jarang mereka menyodorkan diri untuk membaca al-Qur’an ke guru. Terkhusus pada anak berkebutuhan khusus tunarungu.13 Di Sekolah Aluna, untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu tidak diperkenankan menggunakan bahasa isyarat atau membaca gerak bibir. Setiap anak menggunakan alat bantu dengar baik ABD biasa ataupun dengan implan koklea. Guru melatih pendengaran mereka, dengan tujuan agar mereka bisa mendengar dan berkomuniaksi verbal. Hal itupun juga diterapkan ketika pembelajaran al-Qur’an.

Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang di atas, peneliti sangat tertarik untuk mengangkat masalah tersebut ke dalam sebuah penelitian yang

13 Hasil pengamatan pembelajaran al-Qur’an di kelas 3 & 4 Sekolah Aluna, Kamis, 13 Desember 2019.

(21)

berjudul “Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi Aluna Jakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Keterbatasan media pembelajaran dalam mempelajari al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus

2. Latar belakang pendidikan guru yang tidak linear dengan bidangnya 3. Kurangnya perhatian dalam pembelajaran al-Qur’an bagi anak

berkebutuhan khsusus

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan untuk memperjelas serta lebih terarah maka peneliti berikan batasan masalah. Pada penelitian ini dibatasi pada pembelajaran al-Qur’an pada anak berkebutuhan khusus tunarungu di kelas 3 dan 4 sekolah inklusi Aluna Jakarta. Dengan fokus penelitian untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu, serta faktor yang menjadi pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al- Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta.

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta?

(22)

2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta 2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan

pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah inklusi Aluna Jakarta

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

1. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu

2. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan dan mengoreksi diri agar sekolah bisa lebih maju dan mampu mengembangkan sistem pendidikan yang lebih bermutu terkhusus dalam pengembangan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu di sekolah

3. Bagi guru, untuk dijadikan inspirasi dalam menentukan pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu serta untuk meningkatkan kompetensi dalam mengajarkannya

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

a. Pengertian Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

Kata pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui atau dituruti, sedangkan kata pembelajaran bermakna proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.14 Pembelajaran adalah proses kerjasama antara guru dan siswa guna memanfaatkan potensi yang bersumber baik dari dalam diri siswa maupun potensi yang berasal dari luar diri siswa untuk mencapai tujuan belajar tertentu.15 Aktivitas guru berupa kegiatan penciptaan peristiwa atau sistem lingkungan, yang dimaksudkan agar mental-intelektual siswa terdorong dan terangsang untuk melakukan aktivitas belajar.16

Sedangkan dalam pengertian lain dikatakan pembelajaran merupakan usaha membelajarkan atau usaha mengarahkan kegiatan siswa ke arah kegiatan belajar. Di dalam proses pembelajaran terdapat dua kegiatan yakni kegiatan yang dilakukan oleh guru (mengajar) dan kegiatan yang dilakukan oleh siswa (belajar). Proses pembelajaran merupakan proses interaksi, yakni interaksi yang dilakukan oleh guru dengan siswa atau siswa dengan siswa.17

14 Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar & Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2011), h. 18.

15 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

26.

16 Jamaludin, dkk, Pembelajaran Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.

30.

17 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2006), h. 8.

10

(24)

Istilah pembelajaran berkaitan dengan kata pengajaran. Dalam Bahasa Arab dikenal dengan ta’lim. Sedangkan dalam Bahasa Inggris disebutkan to teach; to instruct; to train yang berarti mengajar, mendidik atau melatih. Selain itu, Muhibbin Syah mengemukakan pembelajaran dengan ‘allamal ‘ilma yang bermakna to teach or to instruct (mengajar atau mendidik).18

Sejalan dengan ajaran Islam, di dalam al-Qur’an begitu banyak ditemukan kata seperti ya’qiluun, yatafakkaruun, yubshiruun, yasma’uun, dan lain-lain. Kata-kata tersebut mengisyaratkan bahwa al- Qur’an menganjurkan kita untuk menggunakan potensi dan organ-organ tubuh seperti akal, mata sebagai indra penglihatan dan telinga sebagai indra pendengar untuk melakukan kegiatan belajar. Sebagai alat belajar, akal merupakan potensi jiwa manusia berupa sistem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengelola, menyimpan dan menghasilkan kembali informasi dan pengetahuan. Kemudian, mata dan telinga merupakan alat fisik yang digunakan untuk menerima informasi visual dan informasi verbal.19

Selain itu, Allah telah menurunkan wahyu pertamanya kepada Rasulullah saw. yakni surah Al-‘Alaq ayat 1-5 yang berbunyi:

َقَلَخ يِ َل أ َكِذبَر ِ أسۡ أِب أ أَرأق أ ١

ٍقَلَع أنِم َنَٰ َسن ِ ألَّ أ َقَلَخ ٢

ُمَرأكَ ألۡ أ َكُّبَرَو أ أَرأق أ ٣

َِلََّقأل أِب ََلََّع يَِل أ أَلَّأعَي أمَل اَم َنَٰ َسن ِ ألَّ أ ََلََّع ٤

٥

Artinya: 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah 3.

Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah 4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq (96): 1-5)

18 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 20.

19 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2006), h.

54.

(25)

Ayat di atas memberikan tanda bahwa umat Islam sangat memperhatikan masalah belajar (dalam konteks menuntut ilmu), sehingga implementasinya menuntut ilmu (belajar) itu wajib dalam ajaran agama Islam. Pada ayat pertama Allah memerintahkan untuk membaca karena membaca merupakan kunci keberhasilan dunia dan akhirat selama dilakukan lillahita’ala. Meskipun bacaan yang dimaksud tersebut bukan hanya sekedar ayat-ayat al-Qur’an saja melainkan apapun yang bisa dibaca.20 Dengan membaca, pengetahuan akan bertambah, apalagi jika yang dibaca adalah al-Qur’an (ayat Allah yang Mulia) maka pahala pun akan kita raih. Selain itu, Rasulullah bersabda:

ِنْب َةَمَقْلَع ْنَع ،ُةَبْع ُش اَنَثَدَح ، َرَ ُعۡ ُنْب ُصْفَح اَنَثَدَح ِنْب ِدْع َس ْنَع ،ٍدَثْرَم

ْبَع ِبَِأ ْنَع ،َةَدْيَبُع :َلاَق ََلَّ َسَو ِهْيَلَع ُالله َلَّ َص ِذ ِبَنلا ِنَع ،َناَمْثُع ْنَع ، ِنَ ْحَْرلا ِد

21

» ُهَمَل َعَو َنٰٓأْرُقْلا ََلََّعَت ْنَم ْ ُكُُ ْيَْخ«

Teks hadits di atas memberitahukan bahwasanya sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengamalkannya. Hal itu mengisyaratkan akan pentingnya dan mulianya orang yang mempelajari al-Qur’an. Rasulullah saw. memberikan pesan kepada kita untuk senantiasa mempelajari al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat kedamaian dan ketentraman bagi siapa yang membaca apalagi mengkajinya secara mendalam.

Al-Qur’an berasal dari kata qara’a, qiratan, wa qur’anan. Kata qara’a mempunyai makna mengumpulkan dan menghimpun, dan kata qira’ah memiliki makna menghimpun huruf-huruf dan kata-kata menjadi satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.22

20 M. Quraish Shihab, Al-Lubab, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h. 689.

21 Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Sijistani, Sunan Abi Daud, (Bairut: Maktabah Ashriyah), Juz 2, h. 70.

22 Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004), h. 15.

(26)

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang diturunkan dari sisi Allah kepada Rasul-Nya penutup para nabi yakni Muhammad bin Abdullah yang dinukilkan daripadanya dengan penukilan yang mutawatir lafaz maupun maknanya, serta merupakan kitab samawi yang terakhir turun.23 Pendapat lain menyatakan bahwasanya al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dan membacanya bernilai ibadah.24

Pembelajaran membaca al-Qur’an merupakan pembelajaran yang penting sekali untuk umat muslim. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5 di atas bahwasanya wahyu pertama yang turun adalah perintah untuk membaca, bahakan Malaikat Jibril sampai mengulang perintah tersebut sebanyak tiga kali. Dan nabi pun mengikut cara Malaikat Jibril ketika menyampaikan wahyu kepada para sahabat, karena saat itu para sahabat juga belum banyak yang bisa membaca apalagi menulis, akan tetapi para sahabat bisa menerima bacaan secara baik.25 Hal ini menjadikan membaca merupakan gerbang ilmu pengetahuan. Banyak sekali manfaat dari membaca, apalagi yang dibaca adalah al-Qur’an, karena al-Qur’an menjadi kunci petunjuk bagi umat muslim.

Dengan ini dapat dipahami, pembelajaran membaca al-Qur’an ialah suatu proses aktivitas belajar, mengajar, membimbing dan melatih siswa untuk membaca al-Qur’an yang benar dan fasih serta sesuai dengan kaidah tajwid. Menjelaskan manfaat yang bisa didapat oleh siswa di samping membaca al-Qur’an merupakan ibadah bagi siapa

23 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 23.

24 Manna al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 17.

25 Muhammad Aman Ma’mun, Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an, Jurnal Pendidikan Islam Vol.4 No.1, Maret 2016, h. 54.

(27)

yang membacanya, serta memotivasi siswa agar menjadikan membaca al-Qur’an kebiasaan rutin yang dilakukan setiap hari.

b. Komponen-komponen Pembelajaran dalam Membaca Al-Qur’an Di dalam pembelajaran, terdapat komponen-komponen pembelajaran yang sangat berkaitan satu sama lain. Di antara komponen-komponen pembelajaran adalah tujuan, bahan atau materi, guru, siswa, metode, media, dan evaluasi.26 Begitupun dalam pembelajaran membaca al-Qur’an tak lepas dari komponen-komponen tersebut. Adapun komponen-komponen di atas sebagai berikut:

1) Tujuan Pembelajaran

Pada proses pembelajaran, tujuan menjadi komponen pertama yang harus ditetapkan yang berfungsi sebagai indikator keberhasilan pembelajaran. Tujuan ini pada dasarnya merupakan tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki siswa setelah ia menyelesaikan kegiatan belajar. Isi tujuan pembelajaran pada dasarnya merupakan hasil belajar yang diharapkan.

Pembelajaran al-Qur’an sebagai kegiatan interaksi belajar mengajar juga mempunyai tujuan, di antara tujuan tersebut adalah:

a) Agar siswa mampu membaca al-Qur’an dengan fasih dan sesuai dengan kaidah tajwid

b) Diharapkan siswa mampu membiasakan diri membaca al- Qur’an dalam hidupnya

26 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 10.

(28)

c) Memperbanyak pengetahuan kata-kata dan kalimat yang indah dan menyejukkan hati.27

2) Bahan atau Materi Pembelajaran

Materi pembelajaran adalah pengetahuan atau isi pembelajaran yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar yang ditetapkan. Materi pembelajaran diharapkan mampu mendukung tercapainya tujuan pembelajaran.

Berikut ini adalah materi dari pembelajaran membaca al-Qur’an:

a) Pengenalan huruf hijaiyah dari alif samapai huruf ya

b) Cara membunyikan masing-masing huruf hijaiyah dan sifat- sifat hurufnya yang dibahas dalam ilmu makhraj

c) Bentuk dan fungsi tanda baca, seperti syakal, syaddah, mad, dan lain sebagainya

d) Bentuk dan fungsi tanda berhenti baca (waqaf)

e) Cara membaca dengan melagukan macam-macam irama dan macam-macam qiraat yang dimuat dalam Ilmu Nagham dan Ilmu Qira’at

f) Adabut Tilawah, yang berisi tata cara dan etika membaca al- Qur’an sesuai dengan fungsi bacaan itu sebagai ibadah.28 3) Guru

Guru adalah seseorang yang menyebabkan orang lain mengetahui atau memberikan pengetahuan dan keterampilan. Ada juga yang mengatakan bahwa guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru.29 Guru merupakan tempat sentral yang keberadaannya merupakan penentu bagi keberhasilan pendidik

27 Ibid. hlm. 56.

28 Muhammad Aman Ma’mun, Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an, Jurnal Pendidikan Islam Vol.4 No.1, Maret 2016, h. 57.

29 Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usaman, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 7.

(29)

dan pengajar. Tugas guru secara umum adalah menyampaikan perkembangan seluruh potensi siswa semaksimal mungkin baik psikomotorik, kognitif, maupun afektif. Tugas ini tidaklah mudah, perlu dedikasi yang tinggi dan penuh tanggung jawab.

4) Siswa

Siswa bisa diartikan juga murid atau peserta didik. siswa adalah orang yang menghendaki dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan kerpibadian yang baik. Yang nantinya akan menjadi bekal dalam hidupnya agar Bahagia di dunia dan akhirat melalui jlan belajar dan kesungguhan hati.

5) Metode

Metode berasal dari Bahasa Latin yakni methodos yang memiliki makna jalan yang harus dilalui. Dalam KBBI dikatakan metode berarti cara yang tersusun rapi dan ilmiah agar mendapatkan ilmu atau juga cara mendekati, mengamati, menganalisis serta menjelaskan fenomena dengan melakukan sesuatu dengan landasan teori.30 Sedangkan metodologi pembelajaran ialah ilmu yang membahas mengenai tata cara melakukan aktivitas yang tersusun dari sebuah lingkungan yang terdiri dari guru dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan baik dan tujuan pembelajaran tercapai. Oleh sebab itu metode

30 Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 154.

(30)

pembelajaran digunakan untuk merealisasikan strategi pembelajaran yang telah ditetapkan. 31

Umat muslim memulai hubungan dengan al-Qur’an melalui belajar cara membacanya. Zaman dahulu orang-orang untuk belajar membaca al-Qur’an membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akan tetapi, sekarang banyak cara untuk memudahkan dalam membaca al-Qur’an yaitu dengan adanya metode-metode membaca al-Qur’an yang ditawarkan. Di Indonesia ada bermacam-macam metode membaca al-Qur’an, diantaranya Metode Baghdadiyah, Metode Hattaiyah di Riau, Metode Al- Barqi di Surabaya, Metode Qiro’ati di Semarang, Metode Iqra’ di Yogyakarta, Metode Al-Banjari di Banjarmasin, Metode Tombak Alam di Sumatera Barat, Metode Muhafakah (metode yang digunakan untuk pengajaran dengan cara hafalan kalimat sehari- hari), Metode Muqoronah (metode dengan padanan huruf atau persamaan huruf ), Metode Wasilah (Metode urai baca dengan alat peraga), Metode Saufiyah (dengan cara gestalt), Metode Tarqidiyah, Metode Jam’iyyah (metode campuran), Metode An- Nur, Metode El-Fath, Metode 15 jam belajar al-Qur’an dan Metode A Ba Ta Tsa.32

Salah satu metode dalam membaca al-Qur’an adalah Metode Iqro’. Metode Iqra’ adalah metode membaca al-Qur’an yang disusun oleh H. As’ad Humam bertempat di Yogyakarta.

Metode ini mengutamakan langsung pada latihan membaca tanpa dieja, sehingga tidak memerlukan alat bantu yang beranekaragam.

31 Ali Mudlofir dan Evi Fatimatur Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2017), h. 105.

32 Muhammad Aman Ma’mun, Kajian Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an, Jurnal Pendidikan Islam Vol.4 No.1, Maret 2016, h. 57.

(31)

Terdapat enam jilid buku yang menjadi panduan dalam pembelajaran membaca al-Qur’an ini disertai dengan petunjuk pembelajaranya. Mulai dari tingkatan yang sederhana hingga pada tingkatan yang sempurna secara bertahap. Hal ini mempermudah bagi setiap orang yang sedang belajar membaca al-Qur’an ataupun yang mengajarkannya.33

Dilihat dari sudut kata Iqra’ memiliki arti bacalah, yang bisa diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan harus diawali dengan membaca. Sama halnya dengan Metode Iqra’ ini yang digunakan sebagai tahap awal agar mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan lancar. Dan metode ini juga tidak asing lagi dikalangan masyarakat karena sudah banyak yang menggunakannya sebagai jembatan dalam belajar membaca al-Qur’an.34 Bahkan pernah menjadi proyek oleh Departemen Agama RI sebagai upaya untuk mengembangkan minat baca terhadap kitab suci al-Qur’an.

Kelebihan dan kekurangan dari Metode Iqra’ adalah sebagai berikut:35

Tabel 2.1 Metode Iqra’

Kelebihan Kekurangan

a) Adanya buku yang mudah dibawa dan dilengkapi

a) Siswa kurang tahu nama huruf hijaiyah karena

33 Srijatun, Implementasi Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an Dengan Metode Iqro Pada Anak Usia Dini Di RA Perwanida Slawi Kabupaten Tegal, Jurnal Pendidikan Islam, Vol.11 Nomor 1, ISSN 1979-1739, 2017, h. 33.

34 Fitri Liza, Analisis Metode Iqra dalam Pembacaan Fawatihussuwar Mahasiswa FAI UHAMKA, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 10 Nomor 1, E-ISSN: 25497146, Mei 2019, h. 34.

35 Srijatun, Op.Cit, h.36.

(32)

dnegan beberapa petunjuk teknis pembelajaran

b) CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif)

c) Bersifat individual

d) Menggunakan bacaan yang langsung mengenal bunyi bacaan (praktis)

e) Sistematis dan mudah diikuti

tidak diperkenalkan pada awal pembelajaran

b) Siswa kurang tahu istilah atau nama hukum bacaan dalam ilmu tajwid

6) Media Pembelajaran

Media berasal dari bahasa Latin yakni “medium” yang berarti perantara atau pengantar. Lebih lanjut lagi, media adalah sarana penyalur pesan atau informasi belajar yang hendak disampaikan oleh sumber pesan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut. Pengertian lain bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu baik berupa fisik maupun teknis dalam proses pembelajaran yang dapat membantu guru untuk mempermudah dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa sehingga memudahkan pencapaian tujuan pembelajaran yang telah drumuskan.36

Media pembelajaran memiliki peran yang snagta penting dalam proses belajar mengajar. Media memiliki tiga peranan, yakni peran sebagai penarik perhatian (international role), peran

36 Talizato Tafonao, Peranan Media Pembelajaran dalam Meningkatkan Minat Belajar Mahasiswa, Jurnal Komunikasi Pendidikan, Vol.2 No.2, E-ISSN 2549-4163, Juli 2018, h. 104-105.

(33)

komunikasi (communication role), dan peran ingatan atau penyimpanan (retention role).37

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, guru perlu dilandasi Langkah-langkah dengan sumber ajaran agama, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah An-Nahl ayat 44, yakni:

ِتَٰ َنِذيَبأل أِب أمِ أيَۡلِا َلِذزُن اَم ِساَنلِل َ ِذيَّبُتِل َرأكِذل أ َكأيَل ا ٰٓاَنألَزنَأَو ِِۗرُبُّزل ِ أَو

َنو ُرَكَفَتَي أمُهَلَعَلَو ٤٤

Artinya: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44)

7) Evaluasi Pembelajaran

Secara bahasa, evaluasi berarti evaluation (Inggris), al-taqdiir (Arab), penilaian (ndonesia). Sedangkan menurut istilah evaluasi adalah kegiatan atau proses penentuan nilai, sehingga dapat diketahui mutu atau hasil-hasilnya.38

Berikut adalah jenis-jenis evaluasi dalam jangka panjang dan pendek:

a) Evaluasi harian

Evaluasi harian merupakan kegiatan evaluasi ynag dilakukan sehari-hari. Evaluasi ini dalam bentuk post test pada akhir pembelajaran dan juga berupa pekerjaan rumah.

Evaluasi melalui test tulis maupun test lisan baik diberi

37 M. Ramli, Media Pembelajaran dalam Perspektif Al-Qur’an dan Al-Hadits, Ittihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan, Vol. 13 No.23, April 2015, h. 133.

38 Dedi Wahyudi, Konsepsi Al-Qur’an tengtang Hakikat Evaluasi dalam Pendidikan Islam, Hikmah, Vol. XII, No. 2, 2016, h. 284.

(34)

tahukan terlebih dahulu maupun tidak. Soal evaluasi harian dibuat oleh guru, disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi siswa yang sangat dipahami oleh guru yang bersangkutan. Dalam evaluasi harian guru melihat hasil yang dikerjakan oleh siswa kemudian jikalau masih ada kesalahan maka guru akan membenarkan dan memberi masukan.

b) Test formatif

Test formatif ini diadakan untuk mengetahuo hasil belajar siswa pada tiap bab. Setiap pembelajaran dalam satu bab maka guru mengadakan test dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana keberhaslan pembelajaran yang telah dilakukan.

c) Ujian tengah semester

Ujian tengah semester merupakan test yang diadakan untuk mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan pada tengah semester. Pelaksanaan ujian tengah semester mengacu pada kalender Pendidikan yang berlangsung bersamaan dengan ujian tengah smester pada sekolah umum.

d) Test semester

Test umum yang diadakan untuk kenaikan kelas pada akhir tahun pelajaran. Hasil dari test semester ini nantinya digabungkan dengan nilai tes harian, tes formatif, dan tengah semester. Sehingga akan dihasilkan nilai rata-rata untuk kenaikan kelas.39

39 M. Zein, Metodologi Pengajaran Islam, (Yogyakarta: AK Group, 1995), h. 88.

(35)

2. Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Anak berkebutuhan khusus atau yang biasa disebut dengan ABK menurut undang-undang nomor 12 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 32 ayat 1 dan penjelasan pasal 15, yakni mereka yang memiliki kelainan baik fisik, emosional, mental.

Sosial, dan atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa.40

Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” yang berarti kurang dan

“rungu” berarti pendengaran.41 Tunarungu secara umum digunakan untuk menyebut kondisi seseorang yang mengalami gangguan pendengaran.42 Tunarungu adalah suatu keadaan di mana seseorang kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat mendapat rangsangan, terutama melalui indra pendengarannya. 43 Baik seseorang itu mengalami kekurangmampuan mendengar ataupun mengalami kehilangan pendengarannya. Dalam pengertian lain dikatakan tunarungu memiliki pengertian individu dengan hambatan sensori pendengaran yakni mereka yang mengalami kehilangan kemampuan pendengaran menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi bantuan dengan alat bantu dengar masih tetap membutuhkan penyesuaian layanan pendidikannya.44

Pengertian tunarungu menurut beberapa ahli, sebagai berikut:45 1) Menurut Andreas Dwijosumarto

40 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h.16

41 Haenudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu, (Jakarta: PT Lxima Metro Media, 2013), h. 53

42 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 34.

43 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:

Lembaga Peneltian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 48.

44 Hidayat, dkk, Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Setting Inklusisf, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 2.

45 Agustyawati dan Solicha, Loc.Cit.

(36)

Tunarungu adalah seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara.

2) Menurut Mufti Salim

Tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

3) Menurut Donal F. Moores yang dikutip oleh Haenudin dalam buku Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Tunarungu adalah istilah yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat. Digolongkan ke dalam tuli dan kurang mendengar.46

Tunarungu dapat dibedakan menjadi dua, yakni:47

1) Tuli (deaf) yaitu ketika indra pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi.

2) Kurang dengar (low of hearing) yaitu indra pendengarannya mengalami kerusakan akan tetapi masih bisa berfungsi untuk mendengar baik dengan maupun melalui alat bantu dengar (hearing aid).

Dari beberapa pengertian tunarungu di atas dapat dipahami bahwasanya tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan ataupun kehilangan pendengarannya baik sebagian ataupun keseluruhan yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia tidak bisa menggunakan alat

46 Haenudin, Op.Cit., h. 55.

47 Agustyawati dan Solicha, Op.Cit.

(37)

pendengarannya dalam kehidupan sehari hari dan membawa dampak dalam kehidupan secara kompleks.

b. Ciri-ciri Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Pada anak tunarungu, ketika anak tersebut lahir ia tidak dapat menangis, sekalipun memakai cara adat, misalnya pada adat Jawa menggunakan cara digeblek atau si bayi dibuat kaget agar anak dapat menangis.48 Jika dilihat secara fisik, pada anak tunarungu terlihat biasa saja seperti anak normal pada umumnya, akan tetapi akan terlihat bahwa anak tersebut adalah tunarungu jika kita berkomunikasi dengannya.

Anak tunarungu bukan hanya mengalami gangguan dalam pendengaran namun mengalami kesulitan juga dalam berbicara.

Sebagaimana kita ketahui bahwasanya kemampuan berbicara seseorang dipengaruhi seberapa sering mendengarkan pembicaraan. Akan tetapi anak tunarungu tidak bisa mendengarkan pembicaraan sehingga kesulitan untuk memahami percakapan yang dibicarakan oleh orang lain. Selain kesulitan untu berbicara, ketiadaan informasi yang berhubungan dengan pendengaran menambah lambatnya respon bagi sebagian besar anak tunarungu.49

Penderita tunarungu harus menggunakan bahasa isyarat untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain. Adapun ciri-ciri anak tunarungu, antara lain:

1) Kemampuan bahasanya terlambat 2) Tidak bisa mendengar

3) Lebih sering menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi

4) Ucapan kata yang dikeluarkan tidak begitu jelas

48 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 34.

49 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi, (Bandung: Rafika Aditama, 2006). h. 105.

(38)

5) Kurang atau tidak menanggapi komunikasi yang dilakukan orang lain terhadapnya

6) Sering memiringkan kepala bila disuruh mendengar 7) Keluar nanah dari kedua telinga

8) Terdapat kelainan organis telinga.50

Sedangkan dalam buku Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi karya Bandi Delphie menyebutkan ciri-ciri bagi anak tunarungu adalah sebagai berikut:

1) Kurang memperhatikan saat guru menjelaskan pelajaran di kelas

2) Selalu memiringkan kepalanya sebagai pergantian telinga terhadap sumber bunyi dan seringkali meminta pengulangan penjelasan guru di kelas

3) Memiliki kesulitan untuk mengikuti petunjuk secara lisan 4) Enggan berpartisipasi secara oral karena dimungkinkan

mengalami hambatan dalam pendengarannya

5) Adanya ketergantungan terhadap petunjuk atau instruksi di kelas

6) Mengalami hambatan perkembangan bahasa dan bicara 7) Perkembangan intelektual siswa terganggu

8) Memiliki kemampuan akademik yang rendah, khususnya dalam membaca.

c. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Para ahli berpendapat pentingnya klasifikasi bagi anak tunarungu, hal ini digunakan untuk keperluan layanan pendidikan khsusus. Dengan

50 Aqila Smart, Op.Cit,.

(39)

adanya klasifikasi ini bisa menentukan alat bantu dengar yang disesuaikan dengan sisa pendengarannya dan bisa menunjang pembelajaran yang efektif. Penentuan tingkat kedengaran, pemilihan alat bantu serta layanan khusus yang tepat akan menghasilkan pencapaian yang optimal dalam mempersepsi bunyi bahasa dan wicara.51

Ada beberapa jenis klasifikasi terhadap anak tunarungu, di antaranya:

1) Kalsifikasi berdasarkan etiologi, yakni pembagian berdasarkan sebab-sebab, sebagai berikut:

a) Pada saat sebelum lahir

(1) Salah satu kedua orang tua mempunyai gen sel bersifat abnormal, seperti dominant ganes, resecive gen dan lain- lain.

(2) Saat sedang hamil terutama pada trimester pertama yakni saat pembentukan ruang telinga, sang ibu terkena penyakit seperti penyakit Rubella, Moribli, dan lain-lain.

(3) Karena kecanduan obat-obatan atau alkohol.

b) Pada saat kelahiran

(1) Pada saat melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga dibantu dengan penyedot (tang).

(2) Prematuritas.

c) Pada saat setelah melahirkan

(1) Terjangkit infeksi otak (meningitis) atau infeksi umum misalnya Difteri, Morilbi, dan lain-lain.

(2) Pemakaian obat-obat otoksi pada anak.

51 Haenudin, Op.Cit., h. 56

(40)

(3) Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada alat dengar bagian dalam, misalnya jatuh.52

2) Klasifikasi berdasarkan anatio sosiologi, sebagai berikut:

a) Tunarungu hantaran (Konduksi), yakni tunarungu yang disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya alat- alat penghantar getaran suara pada telinga bagian tengah.

b) Tunarungu syaraf (Sensorineural), yakni tunarungu yang disebabkan karena kerusakan atau tidak berfungsinya alat- alat pendengaran bagian dalam syaraf pendengaan yang menyalurkan getaran ke pusat pendengaran pada Lobus Temporalis.

c) Tunarungu campuran, yakni tunarungu yang disebabkan kerusakan pada penghantar suara dan kerusakan pada syaraf pendengaran.53

3) Klasifikasi menurut taraf pendengaran, dapat diketahui melalui alat audiometer (alat pengukur derajat kehilangan pendengaran dengan ukuran decibel (dB)), antara lain:

a) 0-26 dB masih mempunyai pendengaran normal

b) 27-40 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat ringan, masih mampu mendengar bunyi-bunyian yang jauh. Individu tersebut membutuhkan terapi bicara.

c) 41-55 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat menengah, dapat mengerti percakapan. Individu tersebut membutuhkan alat bantu dengar.

d) 56-70 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat menengah berat. Kurang mendengar dari jarak dekat, memerlukan alat

52 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan: Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:

Lembaga Peneltian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, h. 48-49.

53 Haenudin, Op.Cit., h. 62-63.

(41)

bantu dengar dan membutuhkan latihan berbicara secara khusus.

e) 71-90 dB mempunyai kesulitan mendengar tingkat berat.

Individu tersebut termasuk orang yang mengalami ketulian, hanya bisa mendengarkan suara keras yang berjarak kurang lebih satu meter. Kesulitan membedakan suara yang berhubungan dengan bunyi secara tetap.

f) 91- seterusnya, termasuk individu mempunyai ketulian sangat berat. Tidak dapat mendengarkan suara, sangat membutuhkan bantuan khusus secara intensif terutama dalam keterampilan percakapan atau berkomunikasi.54

d. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Berikut ini adalah karakteristik anak tunarungu dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial.

1) Karakteristik dalam Segi Intelegensi

Secara potensial anak tunarungu tidaklah berbeda dengan anak normal padan umumnya. Ada yang pintar, sedang dan ada pula yang bodoh. Akan tetapi secara fungsional intelegensi anak tunarungu dibawah anak normal, hal ini karena kesulitan yang mereka hadapi dalam memahami bahasa. Perkembangan intelegensi anak tunarungu berbeda dengan anak yang mendengar, karena anak yang mendengar belajar banyak dari apa yang mereka dengar, dan secara tidak langsung hal itu merupakan proses latihan dari berfikir.

Rendahnya prestasi belajar anak tunarungu bukan karena

54 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi, (Bandung: Rafika Aditama, 2006). h. 102.

(42)

intelegensi mereka rendah, namun karena intelegensinya tidak mampu berkembang secara optimal.

2) Karakteristik dalam Segi Bahasa dan Bicara

Adanya hubungan antara bahasa dan bicara membuat anak tunarungu mengalami hambatan. Bahasa dan bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga anak tunarungu memiliki ciri khas dalam segi bahasa, yakni sangat terbatas dalam pemilihan kosa kata, sulit mengartikan arti kiasan dan kata-kata yang bersifat abstrak.

3) Karakteristik dalam Segi Emosi dan Sosial

Anak tunarungu memiliki hambatan dalam komunikasi dengan orang lain, hal ini membuat anak tunarungu merasa terasingi dilingkungannya. Anak tunarungu bisa melihat semua kejadian namun sulit untuk memahami dan mengikutinya secara keseluruhan sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan kurang percaya diri. Dalam pergaulan juga cenderung merasa minder karena memiliki keterbatasan dalam komunikasi secara lisan sehingga memilih untuk memisahkan diri dari orang normal.

a) Egosentrisme yang melebihi anak normal

b) Mempunyai perasaan takut akan lingkungannya yang lebih luas c) Memiliki ketergantungan pada orang lain

d) Perhatian mereka lebih sulit dialihkan

e) Umumnya anak tunarungu mempunyai sifat yang polos, sederhana dan tidak banyak masalah

f) Lebih mudah marah dan cepat tersinggung55

55 Haenudin, Op.Cit., h. 66-67.

(43)

e. Media Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu Secara umum, anak berkebutuhan khusus tunarungu membutuhkan media pembelajaran yang sama dengan anak normal.

Akan tetapi, karena anak tunarungu memiliki hambatan dalam mendengar dan juga berbicara, maka mereka memerlukan alat bantu khusus. Berikut ini adalah beberapa alat bantu khusus bagi anak tunarungu:56

1) Audiometer

Audiometer merupakan alat elektronik untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran seseorang. Dengan audiometer ini dapat diketahui sejauh mana sisa pendengaran anak yang masih bisa difungsikan.

2) Hearing Aids (Alat bantu dengar)

Cara bekerja alat ini yakni: suara (energi akustik) diterima michrophone, kemudian diubah menjadi energi listrik dan dikeraskan melalui amplifer, kemudian diteruskan ke receiver (telephone) yang mengubah Kembali energi listrik menjadi suara seperti alat pendengaran pada telepon dan diarahkan kegendang telinga. Adanya alat bantu dnegar ini anak tuna rungu bisa berlatih mendnegar baik secra individual maupun kelompok.

3) Komputer

Komputer dapat memberikan informasi secara visual. Hal ini sangat beguna bagi anak tunarungu yang mengalami kelainan berta.

Disamping itu, anak tunarungu terlebih dahulu harus bisa membaca atau paling tidak bisa menginterpretasikan simbol-simbol yang dipakai.

56 Haenudin, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu, (Jakarta: Luxima Metro Media, 2013), h. 113-118.

(44)

4) Audiovisual

Audiovisual sangat berguna bagi anak tunarungu, karena dengan itu anak tunarungu bisa memperhatikan sesuatu yang ditampilkan walaupun dalam kemampuan mendengar yang terbatas. Hal ini bisa berupa film, video-tapes, TV.

5) Tape Recorder

Alat ini berguna untuk mengontrol ucapan yang sudah direkam, sehingga dapat mengetahui perkembangan bahasa anak tunarungu dari hari kehari.

6) Spatel

Spatel adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara.

Dengan menggunakan spatel, kita dapat membetulkan posisi lidah anak tunarungu, sehingga mereka dapat berbicara dengan benar.

7) Cermin

Cermin bermanfaat bagi anak tunarungu untuk belajar mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yang baik. Selain itu, anak bisa menyamakan ucapan melalui cermin dengan apa yang diucapkan oleh guru artikulator. Dengan cermin, articulator bisa mengontrol Gerakan-gerakan yang tidak tepat dari anak, sehingga mereka sadar dalam mengucapkan konsonan, vocal, kata-kata, atau kalimat secara benar.

f. Metode Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu

Pada proses pendidikan, metode pembelajaran sangat penting bagi peserta didik. Bahasa memegang peran baik bagi bentuk lisan, tulisan maupun isyarat. Berikut adalah metode yang digunakan bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu:

Gambar

Tabel 4.1  Data Guru PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020  Tabel 4.2  Data Siswa PKMB Sekolah Aluna Tahun Ajaran 2019/2020
Tabel 2.1  Metode Iqra’
Tabel 3.1  Kisi-kisi Observasi
Tabel 3.2  Kisi-kisi Wawancara   No  Sub Pokok

Referensi

Dokumen terkait

terdapat batu pasir atau terletak pada kedalaman 5 - > 15 m di bawah permukaan tanah setempat Kondisi geologi baik vertikal-horizontal di permukaan di rencana tapak

Disiplin dan Tanggung jawab Kehadiran peserta didik tepat waktu Setiap hari belajar Seluruh peserta didik minimal 90% Kepala sekolah, wakasek, seluruh guru v v

Kita ambil satu contoh untuk kayu asam (Tamarindusindica) setelah maraknya penggunaan kayu asam sebagai bahan pengomprongan maka manfaat langsung berupa buahnya

bisa disimpulkan dalam penelitian yang sudah diteliti. Untuk menganalisis data yang sudah terkumpul menggunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan dalam rangka untuk

6) Menganjurkan ibu untuk tetap melanjutkan terapi obat yang diberikan (SF, Kalk, Vit C masing-masing 1x1). Zat besi dan vitamin C sebaiknya dikonsumsi ibu dengan

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu terdapat beberapa perusahaan sampel memberikan keterangan yang tidak lengkap sesuai dengan variabel – variabel yang akan di uji

Pemberlakuan tarif pelayanan pemeriksaan radiodiagnostik di instalasi radiologi RSUD Linggajati Kuningan berdasarkan PERDA Kabupaten Kuningan nomor 9 tahun 2012 tentang

: LAIIIUTA'{ PEIIBAI{GUIIAI{ PAGAR Tru DAN JAYA XECAI,IATAII UIBAT TO]IIAN. : IGGAMATAII