• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

3. Sekolah Inklusi

a. Pengertian Sekolah Inklusi

Secara bahasa kata inklusi merupakan lawan kata dari eksklusi, inklusi berarti terbuka sedangkan eksklusi berarti tertutup. Pendidikan inklusif merupakan bermakna pendidikan yang sifatnya terbuka untuk siapapun yang ingin masuk sekolah baik dari golongan anak normal ataupun anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itu, sarana dan prasarana yang ada di sekolah itu dirancang untuk bisa oleh semua kalangan termasuk anak berkebutuhan khusus seperti lingkungan sekolah, tata ruang kelas, laboraturium dan lain sebagainya.61

Di negara Indonesia, pendidikan inklusif merupakan layanan pendidikan yang menggabungkan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama denagan teman sebayanya di sekolah umum yang terdekat dengan tempat tinggalnya.62 Melalui pendidikan inklusif, anak berkelaianan dididik bersma-sama dengan anak normal untuk mengoptimalkan potesi yang dimilikinya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika sekolah umum dengan orientasi inklusif merupakan

59 Ibid, h. 150-151

60 Ibid, h. 157.

61 Ilun Mualifah, dkk, Perkembangan Peserta Didik (Edisi Pertama), (Jakarta: Learning Assistance Program For Islamic Schools, 2008) h. 12.

62 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 26.

sarana yang paling efektif untuk melawan sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang ramah, membangun masyarakat yang inklusif dan mencapai pendidikan bagi semua (educarion for all).63

Pendidikan inklusif berarti sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang cacat dan berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja, anak berasal dari populasi terpencil atau yang berpindah-pindah. Anak dari kelompok etnis minoritas, linguistik atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang beruntung atau termajinalisasi. 64

Dengan ini dapat dipahami, sekolah inklusif adalah sekolah yang menempatkan anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal dalam satu kelas di sekolah umum yang dekat dengan tempat tinggalnya.

b. Dasar Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

Sekolah inklusi merupakan layanan pendidikan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus supaya memperoleh pendidikan yang layak. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikannya, anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dengan anak normal lainnya. Dalam pasal 31 UUD 194565 disebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.66 Sedangkan mengenai pendidikan inklusi telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20

63 Ibid,.h. 27.

64 Hidayat, dkk, Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Setting Inklusisf, (Bandung: UPI Press, 2006), h. 2.

65 Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat I sesudah Amandemen I–IV, dilengkapi Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009–2014 dan Butir–butir Pancasila, (Surakarta: ITA, tt), h. 23.

66 Jamilah Candra Pratiwi, Sekolah Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus: Tanggapan Terhadap Tantangan Kedepannya, Seminar Nasional Pendidikan UNS & ISPI Jawa Tengah, ISBN: 978-979-3456-52-2, 2015, h. 237-238.

Tahun 2003 Pasal 567 tentang Pendidikan Khusus, bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau peserta dididk dengan kecerdasan luar biasa dan diselenggarakan secara inklusi. Selain itu, dalam aturan Permendiknas No. 70 Tahun 200968 juga ditegaskan bahwa telah diberikan kesempatan pada anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan di sekolah reguler pada tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah. Serta ada juga Peraturan Pemerintah No.19 tahun 2005 mengenai Standar Nasional Pendididkan dalam pasal 4(1) yang mendorong terwujudnya pendidikan inklusi di Indonesia dengan tenaga pendidik yang kompeten untuk menyelenggarakan pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus.69

Hak untuk mendapatkan pendidikan inklusi bukan hanya dilindungi dalam Undang-undang dalam negeri saja, melainkan dunia internasional juga telah membuat kesepakatan mengenai itu. Hal ini tertuang dalam Conventional on the Right of Person with Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada bulan Maret tahun 2007.

Tepatnya di pasal 24, diterangkan bahwa setiap negara wajib menyelenggarakan pendidikan inklusi di setiap tingkat pendidikan.

Tujuan yang mendasari terbentuknya konvensi ini adalah supaya anak berkebutuhan khusus bisa berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat umum.70

67 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h.7

68 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, h. 1.

69 Stella Olivia, Pendidikan Inklusi untu Anak Berkebutuhan Khusus – Diintegrasikan Belajar di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Andi, 2017), h. 6.

70 Ibid.

c. Tujuan Sekolah Inklusi

Pada umumnya, tiap kali lahir ide baru dalam dunia pendidikan, pasti mempunyai tujuan ideal untuk membangun optimisme tinggi tentang landasan pendidikan yang mengasaskan keadilan dan anti diskriminasi. Begitu halnya dengan pendidikan inklusif yang merupakan ide baru, ada hal yang perlu dicermati mengenai tujuan pendidikan inklusif, yakni : (a) memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada semua peserta didik mempunyai kelainan fisik, emosional, mental dan juga sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa agar memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, (b) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.71

Anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama dalam menempuh pendidikan tanpa harus ada pelabelan atau pendiskriminasian dalam dunia sekolah. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang pada hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia sebagai bentuk perlawanan terhadap sikap diskriminasi terhadap lembaga sekolah yang menolak menampung anak berkebutuhan khusus.

Sesuai dengan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pendidikan Indonesia harus membela anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat yang kurang mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan formal, akibatnya mereka merasa terpinggirkan dari lingkungan sekolah dan masyarakat.72

71 Mohammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h. 39-40.

72 Mohammad Takdir Ilahi , Ibid, h. 41.

d. Manfaat Sekolah Inklusi 1) Manfaat untuk anak73

a) Menanamkan dan mengembangkan kepercayaan diri b) Belajar secara mandiri

c) Mampu berinteraksi dengan guru dan teman secara aktif

d) Belajar menerima perbedaan dan beradaptasi terhadap perbedaan itu

e) Anak lebih kreatif dalam pembelajaran 2) Manfaat untuk guru

a) Mendapat kesempatan mengajar siswa dengan latar belakang yang berbeda-beda

b) Mampu mengatasi tantangan

c) Mampu mengembangkan sikap positif terhadap masyarakat, anak dan situasi yang beragam

d) Mempunyai peluang dalam menggali gagasan-gagasan baru melalui komunikasi dengan orang lain di dalam maupun di luar sekolah

e) Mampu mengaplikasikan gagasan baru dan mendorong siswa lebih proaktif, kritis dan kreatif

f) Agar mendapatkan hasil positif, guru mempunyai keterbukaan terhadap masukan orang tua dan anak

g) Di sekolah inklusi, ramah terhadap pembelajaran, terbuka kesempatan bagi relawan untuk membantu pelaksanaan pembelajaran melalui kerjasama dengan guru

3) Manfaat untuk orang tua

a) Orang tua belajar lebih banyak tentang bagaimana mendidik anak

73 Haenudin, Op.Cit., h. 99-101.

b) Terlibat dan merasakan pentingnya membantu anak belajar c) Orang tua merasa dihargai dan menganggap dirinya sebagai

teman dalam memberikan kesempatan belajar yang berkualitas untuk anak

d) Orang tua jadi belajar cara membimbing anaknya dirumah dengan menggunakan teknik yang digunakan sekolah

e) Orang tua menyadari anaknya dan semua anak mendapatkan Pendidikan yang berkualitas

4) Manfaat untuk masyarakat umum

a) Masyarakat merasa bangga ketika banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran tanpa adanya diskriminasi

b) Masyarakat lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan hubungan yang lebih baik lagi antara sekolah dan masyarakat

e. Model Pembelajaran Sekolah Inklusi

Pendidikan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi bisa dilakukan dengan macam-macam penggunaan model, antara lain:

1) Kelas Reguler

Anak berkebutuhan khusus dengan anak non berkebutuhan khusus berada dalam satu kelas sepanjang hari dengan menggunakan kurikulum yang sama

2) Kelas Regular dengan Cluster

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak non berkebutuhan khusus di kelas regular akan tetapi ada pembimbing bagi anak berkebutuhan khusus jika mengalami hambatan dalam belajar

3) Kelas Reguler dengan Pull Out

Anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler, akan tetapi pada

waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke tempat belajar dengan guru pembimbing khusus

4) Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out

Kombinasi antara cluster dan pull out yakni anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak non berkebutuhan khusus belajar bersama di kelas reguler dengan pendamping khusus, akan tetapi waktu-waktu tertentu ditarik keluar kelas reguler untuk belajar di kelas lain dengan guru pembimbing khusus

5) Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian

Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular, akan tetapi pada bidang-bidnag tertentu bisa belajar bersama dengan anak non berkebutuhan khusus di kelas reguler74

f. Implikasi Penyelenggaraan Sekolah Inklusi

Harus diakui bahwasanya penyelenggaraan sekolah inklusi mempunyai implikasi yang luar biasa bagi anak berkebutuhan khusus.

Sebagaimana kita ketahui sekolah inklusi merupakan unsur penting dalam merangkul semua pihak yang berkebutuhan khusus untuk dapat sama-sama mengembagkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Salah satu karakteristik sekolah inklusi yakni komunitas yang melekat satu sama lain, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual anak. Terdapat lima profil pembelajaran sebagai berikut:

1) Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga kumpulan kelas yang menerima kenaekaragaman dan menghargai perbedaan.

74 Stella Olivia, op. Cit., h. 6.

2) Mengajar di kelas memerlukan perubahan dalam penerapan kurikulum. Mengajar di kelas inklusif berbeda dengan mengajar di kelas reguler yang siswanya berasal dari kalangan anak normal. Membutuhkan penanganan serius untuk memberikan pelayanan yang terbaik, karena siswanya berasal dari latar belakang yang beranekaragam. Pendekatan pengajaran memerlukan kerjasama yang intens anatara guru dan siswa.

3) Mendorong guru untuk mengajar pendidikan inklusif berarti menyiapkan pembelajaran yang interaktif. Semua anak di satu kelas bukan untuk kompetisi, namun untuk saling belajar dan mengajarkan yang lain.

4) Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnaya untuk menghapus seala hambatan dalam proses pembelajaran

5) Pendidikan inklusif berarti melibatkan peran orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.75

B. Penelitan Relevan

1. Jurnal Tarbiyah Islamiyah: Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi SDN Benua Anyar Kota Banjarmasin, yang diteliti oleh Rizali Hadi tahun 2017. Dalam penelitiannya peneliti menyatakan keadaan para siswa sangat merespon terhadap pelajaran yang disampaikan guru agama dan terlihat aktif dan mempunyai minat yang bagus untuk mengikuti pelajaran agama Islam, untuk anak yang lamban juga bisa diatasi dengan adanya guru pendamping, walaupun banyak ABK nya di kelas VB pembelajaran masih bisa tenang dan kondusif. Dan yang tidak kalah penting adalah suasana dan lingkungan

75 Mohammad Takdir Ilahi, Op.Cit., h. 106-107.

SDN Benua Anyar 8 Banjarmasin sangat baik dan nyaman serta aman, adanya orangtua yang memahami keadaan anak dan siswa yang normal menghargai temannya yang berkebutuhan khusus dan tidak mendiskriminasikannya.76

2. Penelitian yang ditulis oleh Khoirudin Hidayat pada tahun 2015 dengan judul “Pembelajaran Penddidikan Agama Islam Pada Kelas Inklusi di SD Islam Terpadu Annida Sokaraja Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015”.

Hasil penelitian menunjukkan bahwasanya pelaksanaan pembelajaran di sekolah inklusi SD Islam Annida menggunakan sistem pull out, yakni menggabungkan anak normal dengan anak ABK untuk belajar bersama, akan tetapi pada waktu tertentu anak ABK ditarik keluar kelas untuk mendapatkan bimbingan khusus. Mengenai tujuan pembelajaran, anak ABK lebih ditekankan pada ranah afektif dan psikomotor, sedangkan untuk kognitif tidak ditekankan. Untuk penanganan anak ABK selain ada guru PAI itu sendiri, terdapat pula guru pendamping.77

3. Penelitian yang diadakan pada tahun 2016 oleh Alfin Nursalim dengan judul “Implementasis Pembelajaran Pendididkan Agama Islam terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi (Studi Multisitus di SDN Mojorejo 01 dan SDN Junrejo 01 Kota Batu)”. Hasil penelitian mengemukakan dalam pelaksanaan pembelajaran di SDN 01 dengan memberi ruangan khusus bagi siswa berkebutuhan khusus sedangkan di SDN junrejo 01 terdapat dua model yakni kelas sumber (terdiri dari siswa

76 Rizali Hadi, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada Anak Berkebutuhan Khusus Autistik di Sekolah Inklusi SDN Benua Anyar Kota Banjarmasin, 2017, https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/1798. Diakses pada tahun 2017

77 Khoirudin Hidayat, Pembelajaran Penddidikan Agama Islam Pada Kelas Inklusi di SD Islam Terpadu Annida Sokaraja Kabupaten Banyumas Tahun 2014/2015, 2015, http://repository.iainpurwokerto.ac.id/213/1/Cover%2C%20BabI%2CV%2CDaftar%20Pustaka.pdf.

Dipublikasi 14 Juni 2016

berkebutuhan khusus yang dikategorkan berat) dan kelas regular (siswa berkebutuhan khusus belajar bersama-sama di kelas).78

4. Penelitian dengan judul “Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Tuna Ganda di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri 1 Pemalang” yang ditulis oleh Rizka Nurlaili Afriani tahun 2016. Hasil penelitian ini menyatakan bahwasanya pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa tuna ganda dilakukan melalui 3 tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Tahap perencanaan:

menggunakan sistem hafalan surat-surat pendek untuk menyalurkan materi PAI kepada siswanya dan tidak tertuangkan dalam bentuk tulisan, Hal ini menjadi sudah melalui pertimbangan kemampuan siswanya. Tahap pelaksanaan: materi Pembelajaran yang berupa hafalan surah-surah pendek dan terjemahannya. Adapun evaluasi pembelajaran Al-Qur’an bagi siswa tuna ganda meliputi tes dan non tes.79

5. Penelitian yang ditulis oleh Nelly Umama pada tahun 2015 dengan judul

“Pembelajaran Al-Qur’an Pada Peserta Didik Tuna Netra di SMPLB Negeri Semarang Tahun 2014/2015”. Hasil penelitian menyatakan bahwasanya Pembelajaran Al-Qur’an Pada Peserta Didik Tuna Netra di SMPLB Negeri Semarang Tahun 2014/2015 mempunyai kesamaan dengan pembelajaran al-Qur’an pada umumnya, akan tetapi dalam pelaksanaan pembelajarannya membutuhkan modifikasi yang sesuai dengan kondisi siswa. Di antara hambatan yang dialami dalam pembelajaran al-Qur’an yakni: keterbatasan

78 Alfin Nursalin, Implementasis Pembelajaran Pendididkan Agama Islam terhadap Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi (Studi Multisitus di SDN Mojorejo 01 dan SDN Junrejo 01 Kota Batu), 2016, http://etheses.uin-malang.ac.id/6114/1/14771015.pdf. Dipublikasi pada 29 Maret 2017

79 Rizka Nurlaili Afriani, Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Siswa Tuna Ganda di Sekolah Luar

Biasa (SLB) Negeri 1 Pemalang, 2016,

http://repository.iainpurwokerto.ac.id/1047/1/COVER_DAFTRA%20ISI_BAB%20I_BAB%20V_DA FTAR%20PUSTAKA.pdf. Dipublikasikan pada 8 September 2016

fisik siswa, klasifikasi ketunaan, motivasi belajar yang tidak stabil, dan perbedaan daya tangkap siswa.80

80Nelly Umama, Pembelajaran Al-Qur’an Pada Peserta Didik Tuna Netra di SMPLB Negeri Semarang Tahun 2014/2015, 2015, http://eprints.walisongo.ac.id/4685/1/113111075.pdf.

Dipublikasikan pada 24 Maret 2015

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Aluna yang beralamat Jalan Kebagusan Dalam 4 No 34A, RT.7/RW.4, Kebagusan, Pasar Minggu, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520. Telepon: (021) 78848441.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil-genap tahun pelajaran 2019/2020, tepatnya pada bulan November 2019- Februari 2020.

B. Latar Penelitian

Penelitian kualitatif berpandangan bahwa gejala itu bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti kualitatif tidak akan menetapkan penelitinya hanya berdasarkan variabel penelitian, akan tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.81

Pada penelitian ini, peneliti mengambil objek di sebuah lembaga pendidikan inklusif yaitu Sekolah Aluna yang berada di Kebagusan, Jakarta Selatan. Sekolah Aluna merupakan sekolah inklusi, yakni pola pendidikan yang menyatukan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak tanpa berkebutuhan khusus, guna mengikuti proses belajar-mengajar bersama. Anak berkebutuhan khusus yang terdapat di Sekolah Aluna ada beberapa jenis, di antaranya adalah anak tunarungu, autis, speech delay, dan ADHD. Sekolah

81 Sugiyono, Metode Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2016), h. 207.

44

tersebut melayani anak normal dan anak berkebutuhan khusus terutama tunarungu jenjang Taman Bermain, Taman Kanak-kanak dan PKMB (setara dengan Sekolah Dasar).

Dalam penelitian ini, pelaku (actor) yang diteliti penulis adalah guru dan siswa yang berada di PKMB Aluna, sedangkan kepala sekola sedikit memberikan informasi dan menyetujuinya. Lebih tepatnya penelitian ini dilakukan di kelas tiga dan empat. Siswa kelas tiga terdapat delapan orang siswa dan di kelas empat terdapat empat belas orang siswa. Sedangkan aktivitas yang diteliti yakni terkait pelaksanaan pembelajaran membaca al-Qur’an meliputi proses belajar al-Qur’an di dalam kelas, metode yang digunakan, serta media pelajaran yang dipakai dalam proses pembelajaran tersebut.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pola pendekatan deskriptif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang yang perilakunya dapat diamati.82 Penelitian deskriptif bertujuan untuk memaparkan dan menggambarkan kondisi secara fakta dalam penyelenggaraan pendidikan atau hal-hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan.83

Peran penulis dalam penelitian ini sebagai instrument kunci yang bertugas mengumpulkan data demi data melalui observasi guru dan siswa yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran al-Qur’an di dalam kelas, menjadi interviewer dalam proses wawancara terhadap guru, sedangkan kepala sekolah menjustifikasi serta mengumpulkan dokumen-dokumen sebagai data pelengkap dalam penelitian kualitatif ini yang ditulis berdasarkan kejadian alamiah, atau kejadian yang sebenarnya pada sebuah objek penelitian.

82 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 4.

83 Mahmud, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), h. 101.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Observasi

Metode observasi adalah teknik pengumpulan data, dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung tarhadap gejala-gejala yang dihadapi. Observasi juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.84 Melalui teknik observasi inilah seorang peneliti bisa terbantu dalam mengetahui serta menyelidiki keadaan kondisi maupun tingkah laku objek penelitian.85 Metode observasi ini penulis pergunakan untuk memperoleh data tentang keadaan Sekolah Aluna dan proses pembelajaran membaca al-Qur’an bagi siswa tunarungu di Sekolah Aluna yang meliputi observasi metode, media, juga cara yang digunakan guru dalam pembelajaran serta faktor pendukung dan penghambat proses pembelajaran al-Qur’an tersebut di Sekolah Aluna.

Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi

No Aspek yang Diamati Indikator

1. Sekolah • Lokasi sekolah

• Kondisi dan situasi sekolah

• Sarana dan prasarana

2. Guru • Aktivitas guru

• Kemampuan guru

3. Siswa • Kondisi siswa

84 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), h. 158.

85 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 384.

• Interaksi antara sesama siswa maupun dengan guru

• Kemampuan siswa 4. Pembelajaran membaca

al-Qu’an

• Strategi pembelajaran

• Metode pembelajaran

• Evaluasi pembelajaran

• Media pembelajaran

• Jadwal pembelajaran

• Tata ruang kelas

2. Wawancara

Wawancara yakni memperoleh data sebanyak-banyaknya berkaitan dengan subjek penelitian. Cara ini dilakukan untuk mencari data yang dilakukan dengan cara bertemu langsung dengan responden atau sumber data. Wawancara bukan hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga memangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif yang dimiliki oleh respinden yang bersangkutan.86

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis wawancara dengan pedoman standar terbuka, yakni penulis terlebih dahulu sudah menyiapkan pedoman wawancara. Kemudian melakukan interview dengan guru (wali kelas 3 sebanyak 1 orang dan wali kelas 4 sebanyak 2 orang) dan Kepala Sekolah Aluna.

86 W. Gulo, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Gransindo, 2010), h. 119.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara No Sub Pokok

Pertanyaan

Aspek yang Diungkap Sumber

1. Proses

membaca al-Qur’an bagi anak

berkebutuhan khusus tunarungu

a. Dokumen

Hasil penelitian observasi dan wawancara akan dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen yang dijadikan sebagai bahan referensi dalam perencanaan pengumpulan data serta bisa menjadi kebenaran hasil observasi dan wawancara. Dokumen yang dicari berupa dokumen-dokumen sekolah yang dijadikan obyek penelitian, selain itu dokumen-dokumen ini dipergunakan untuk mengetahui dan mengungkap data latar belakang obyek seperti profil sekolah, data guru, siswa, fasilitas, jadwal pembelajaran al-Qur’an serta dokumen pendukung lainnya.

E. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data 1. Perpanjangan Pengamatan

Dengan memperpanjang pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.87 Peneliti mengumpulkan data dengan lebih dari satu kali kunjungan dari mulai November 2019 - selesai yang bertujuan untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan. Proses memperpanjang pengamatan ini berguna untuk menguatkan data yang didapat dalam penelitian, serta untuk menguji keabsahan dan validitas suatu data yang di,dapat.

87 Sugiyono, op. cit., h. 270.

2. Triangulasi Data

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.88 Pada penelitian ini, peneliti dapat mengecek data maupun memperoleh data melalui teknik triangulasi, yakni dengan melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran al-Qur’an bagi anak berkebutuhan khusus tunarungu beberapakali. Selanjutnya membandingkan data hasil pengamatan dalam proses pembelajaran al-Qur’an dengan data hasil wawancara dengan beberapa guru dan Kepala Sekolah Aluna. Peneliti juga membandingkan hasil wawncara dengan dokumen yang berkaitan.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.89

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi atau pengamatan kepada

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, observasi atau pengamatan kepada

Dokumen terkait