• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan mukjizat Islam yang abadi dan selalu diperkuat dengan kemajuan ilmu pengetahun. Allah menurunkan al-Qur’an kepada Rasulullah saw. agar manusia keluar dari kegelapan menuju ke jalan yang terang benderang serta membimbing pada jalan yang lurus.1 Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi sekaligus Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad saw. melalui perantara malaikat Jibril, diawali dengan surah al-Fatihah dan di akhiri dengan surah an-Nas, ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan kepada kita secara mutawatir (oleh orang banyak), serta yang mempelajarinya dinilai ibadah.2 Al-Qur’an disampaikan kepada kita secara mutawatir dari satu generasi ke generasi lain, yang terpelihara dari berbagai perubahan dan pergantian serta pemalsuan terhadap teks-teksnya, bahkan Allah sendiri menjamin pemeliharaannya.3

Al-Qur’an juga menjadi sumber pertama dan utama ajaran Islam. Oleh sebab itu, mempelajari al-Qur’an adalah keharusan bagi setiap umat Islam.

Rasulullah saw. memberikan pesan kepada kita, bahwasanya sebaik-baik dari kalian ialah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya. Oleh sebab itu, hendaknya kita senantiasa mempelajari al-Qur’an, karena di dalamnya terdapat kedamaian dan ketentraman bagi siapa yang membaca apalagi mengkajinya secara mendalam. Ditambah lagi jika ilmu al-Qur’an yang dimiliki tersebut kita

1 Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2004), h. 1.

2 Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1998), h. 15.

3 Abdul Hamid, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016), h. 27.

amalkan dan ajarkan pada orang lain, niscaya ilmu tersebut akan lebih bermaanfaat bahkan bisa menjadi amal jariyah untuk kita.

Mengajarkan al-Qur’an kepada anak harus sejak dini. Diantara Teknik mengajarkan al-Qur’an yakni mengenalkan huruf-huruf yang ada di al-Qur’an dengan cara membaca. Membaca merupakan jembatan menuntut ilmu. Hal ini sejalan dengan awal mula turunnya wahyu al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. yakni perintah untuk membaca.4 Mempelajari al-Qur’an merupakan keharusan baik yang memiliki fisik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Ada cara tersendiri untuk mengajarkan membaca al-Qur’an kepada anak-anak terlebih lagi jika anak tersebut adalah anak berkebutuhan khusus.

Kesulitan yang dialami anak berkebutuhan khusus masih jarang diperhatikan oleh orang tua dan guru. Padahal kedua elemen tersebut memiliki andil yang besar terhadap perkembangan anak.

Perhatian terhadap anak berkebutuhan khusus masih terbilang kurang, terlebih lagi dalam hal belajar dan mengarkan al-Qur’an kepada mereka. Media pembelajaran yang digunakan juga masih terbatas. Selain itu, masih banyak ditemukan guru yang memang tidak sesuai dengan bidangnya, sehingga mereka mengajar dengan ilmu yang seadanya dan tidak kompatibel. Padahal guru yang kompatibel itu merupakan unsur yang penting dalam mutu pendidikan. Apalagi yang dihadapi adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang memang membutuhkan penanganan lebih.

Mengenai anak berkebutuhan khusus, setiap orang tua pasti memiliki harapan jika anaknya akan terlahir normal tanpa ada kekurangan apapun. Akan tetapi, ada beberapa kejadian di mana anak yang diharapkan tersebut tidak sesuai dengan ekspektasi. Anak tersebut terlahir berbeda dengan yang lain.

Pada kondisi demikian, tak bisa dipungkiri bila orang tua yang mempunyai anak

4 Bahril Hidayat, Pembelajaran Alquran pada Anak Usia Dini Menurut Psikologi Agama dan Neurosain, The 2nd Annual Conference on Islamic Early Childhood Education Vol.2, (e-ISSN): 2548-4516, 2017, h. 60.

berkebutuhan khusus akan merasakan kecewa. Akan tetapi, perlu diketahui bahwasanya hal tersebut sudah menjadi qadarullah. Dan meyakini setiap anak mempunyai kelebihan disamping kekurangan yang mereka miliki.

Islam memandang semua manusia itu sama, karena Allah tidak pernah menilai seseorang baik dari fisik, kecerdasan, harta ataupun jabatan melainkan yang dinilai adalah keimanannya. Mengenai anak berkebutuhan khusus, walaupun mereka merupakan anak yang mempunyai ciri yang berbeda dengan anak pada umumnya karena mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya5, akan tetapi bagaimanapun keadaannya mereka tetaplah makhluk Allah yang dinilai dari segi kemanusiaan mendapat pelayanan-pelayanan kesejahteraan bagi mereka dengan cara memberikan bimbingan rohani, agar mereka mendapat ketenangan. Sama halnya dengan orang normal pada umumnya. Allah berfirman dalam QS. Abasa (78) ayat 1-10:

ٰٓىَلّ َوَتَو َسَبَع

membersihkan dirinya (dari dosa) 4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya 5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup 6. maka kamu melayaninya 7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman) 8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran) 9. sedang ia takut kepada (Allah) 10. maka kamu mengabaikannya. (QS. Abasa (79): 1-10)

5 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2017), h. 1.

Ayat di atas mengisahkan suatu ketika nabi hendak menjelaskan al-Qur’an pada beberapa pemuka Quraisy dengan harapan meraka bisa menerima Islam dan tentu dapat menambah banyak orang untuk masuk Islam. Akan tetapi ketika nabi sedang menejelaskan, tiba-tiba datang seorang yang bernama Abdullah ibn Ummi Maktum berpenampilan miskin dan juga buta ingin mempelajari al-Qur’an dan meminta untuk mengajarkannya. Nabi tidak suka dengan Abdullah yang berkali-kali menyela ucapannya, dan sikap tersebut terlihat dari wajah beliau. Saat itu nabi berpaling darinya dan saat itu pula Allah menurunkan wahyu untuk menegur nabi terhadap sikap mengabaikan seseorang yang sedang mencari kebenaran.6 Di sini Allah mengingatkan nabi untuk memberikan peringatan kepada siapapun tanpa pilih kasih. Kemudian Allahlah yang memberikan petunjuk pada jalan yang lurus bagi siapa saja yang Allah kehendaki.7 Sangat terlihat jelas, bahwasanya untuk mempelajari al-Qur’an tidak membeda-bedakan antara orang normal maupun orang berkebutuhan khusus.

Berbicara mengenai anak berkebutuhan khusus, mereka juga memiliki hak yang sama di antaranya dalam hal pendidikan. Anak berkebutuhan khusus juga berhak mendapat pendidikan sebagaimana anak normal pada umumnya, karena pada dasarnya manusia dilahirkan di dunia mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat I yang berbunyi: “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”8. Maksud tersebut yakni bahwasanya setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan pengajaran baik dari kalangan laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, tinggal di wilayah perkotaan atau pedesaan, maupun anak normal atau anak berkebutuhan khusus. Mereka

6 Allamah kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an, (Jakarta: AlHuda, 2003), jilid 19, h. 219.

7 Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Taisuru al-Aliyyul Qadir li Ikhtishari Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta:

Gema Insani, 2000), jilid 4, h. 912.

8 Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat I sesudah Amandemen I–IV, dilengkapi Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009–2014 dan Butir–butir Pancasila, (Surakarta: ITA, tt), h. 23.

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri dengan belajar untuk mendapatkan pengetahuan tak luput juga pengetahuan agama.

Pendidikan menjadi salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi dan dijamin baik oleh hukum nasional maupun internasional. Hal ini berdasarkan bentuk ketidaksetujuan akan ketidakadilan dalam memperoleh pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Adanya diskriminasi terhadap sistem pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal sehingga membuat anak berkebutuhan khusus sulit untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat umum. Jika hal ini terus menerus terjadi dampaknya adalah anak normal tidak akan mengerti bahwasanya anak berkebutuhan khusus juga ingin memperoleh pengakuan dari orang lain dan mendaptkan pendidikan yang sama dengan mereka. Karena dalam faktanya dilingkungan masyarakat, anak normal dengan anak berkebutuhan khusus hidup bersama dalam suatu lingkungan, dan hal itu tidak bisa dipisahkan.9

Penyuaraan penegak hak asasi manusia semakin semarak dalam kehidupan masyarakat demokratis di Indonesia, yakni munculnya pandangan baru bahwa semua penyandang kelainan baik yang kategori berat maupun yang ringan (tanpa diskriminasi) mempunyai hak yang sama untuk dididik bersama-sama dengan teman sebayanya di sekolah reguler. Dengan kata lain para anak berkebutuhan khusus tidak boleh ditolak untuk belajar di sekolah umum yang mereka inginkan. Sistem pendidikan semacam inilah yang sekarang kita kenal dengan pendidikan inklusif.10

Kehadiran pendidikan inklusif sesungguhnya diawali oleh ketidakpuasan sistem segregasi dan pendidikan khusus yang terlebih dahulu mengiringi perjalanan anak berkelainan dan ketunaan dalam memperoleh

9 Jati Rinakri Atmaja, Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2017), h. 3.

10 Hidayat, Yayan Heryana, dan Atang Setiawan, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: UPI PRESS, 2006) h. 11

layanan pendidikan sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka.

Pendidikan inklusif tidak lepas dari sebuah ironi yang menyayat hati nurani anak berkebutuhan khusus yang semakin tersingkirkan dalam dunia pendidikan formal. Bahkan kesempatannya untuk memperoleh pendidikan saja semakin sulit diraih akibat kebijakan pemerintah yang kurang mendukung fasilitas kalangan yang disebut different ability.11

Pendidikan inklusif dianggap sebagai pembaruan dalam dunia pendidikan. Sebagaimana kita ketahui pembaruan ialah suatu usaha untuk mengubah sesuatu yang dianggap lama dan diganti dengan sesuatu yang dianggap baru.12 Pendidikan inklusif bisa dibilang pembaruan pendidikan yang mampu menerima anak berkebutuhan khusus untuk sama-sama belajar dengan anak normal di pendidikan umum. Melalui pendidikan inklusif, anak normal dan anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat mampu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Adanya sekolah inklusi bisa menjadi sekolah harapan bagi anak berkebutuhan khusus untuk bisa belajar bersama dalam satu kelas dengan teman sebayanya tanpa adanya “pandangan berbeda” di antara mereka. Maka dari itu para guru harus siap menerima siswanya dalam kondisi apapun.

Terkhusus pengajar anak berkebutuhan khusus dituntut untuk lebih kreatif menggunakan teknik atau cara yang sesuai bagi anak. Seperti halnya yang dilakukan oleh sekolah Aluna yang memberikan layanan pendidikan yang sama bagi anak berkebutuhan khusus dan normal dengan menjadikan sekolah tersebut sekolah inklusi.

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Aluna yang merupakan salah satu sekolah inklusi bertempat di Kebagusan Jakarta. Di antara alasan Ibu Rina

11 Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogjakarta: Ar Ruzz Media, 2013) h. 30.

12 Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogjakarta: Ar Ruzz Media, 2013) h. 92.

.

Jayani (Founder sekaligus Kepala Sekolah Aluna) mendirikan Sekolah Aluna adalah karena sekoah inklusi di Indonesia belum banyak. Sekolah ini menerima peserta didik dengan berbagai latar belakang. Meskipun pada dasarnya Sekolah Aluna lebih memfokuskan pada anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu). Akan tetepi, terdapat juga beberapa anak dengan berkebutuhan khusus lainnya. Sekolah inklusi ini membuat anak baik anak non berkebutuhan khusus ataupun anak dengan berkebutuhan khusus bisa berbaur dan berbagi antar sesama tanpa adanya pandangan berbeda di antara mereka.

Sekolah Aluna memberikan kesempatan untuk peserta didik dalam mengenalkan cara membaca a-Qur’an bagi mereka yang beragama Islam.

Dalam hal ini, Sekolah Aluna menyiapkan waktu pembelajaran al-Qur’an khusus setiap hari rutin setiap pagi. Program ini dilakukan di luar jam pelajaran agama. Berbeda dengan sekolah inklusi lainnya yang kebanyakan hanya memberikan kesempatan mereka mengenal agama terutama kitab suci hanya sebatas pada saat jam pembelajaran agama saja.

Berdasarkan hasil pengamatan ketika pembelajaran al-Qur’an berlangsung, peserta didik sangat antusias bahkan tak jarang mereka menyodorkan diri untuk membaca al-Qur’an ke guru. Terkhusus pada anak berkebutuhan khusus tunarungu.13 Di Sekolah Aluna, untuk anak berkebutuhan khusus tunarungu tidak diperkenankan menggunakan bahasa isyarat atau membaca gerak bibir. Setiap anak menggunakan alat bantu dengar baik ABD biasa ataupun dengan implan koklea. Guru melatih pendengaran mereka, dengan tujuan agar mereka bisa mendengar dan berkomuniaksi verbal. Hal itupun juga diterapkan ketika pembelajaran al-Qur’an.

Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang di atas, peneliti sangat tertarik untuk mengangkat masalah tersebut ke dalam sebuah penelitian yang

13 Hasil pengamatan pembelajaran al-Qur’an di kelas 3 & 4 Sekolah Aluna, Kamis, 13 Desember 2019.

berjudul “Pembelajaran Al-Qur’an Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusi Aluna Jakarta”.

Dokumen terkait