• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN SISWA KELAS IVB SD KANISIUS SOROWAJAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2010 2011 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN SISWA KELAS IVB SD KANISIUS SOROWAJAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2010 2011 SKRIPSI"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF

DALAM PEMBELAJARAN SISWA KELAS IVB SD KANISIUS

SOROWAJAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN

2010/ 2011

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru

Sekolah Dasar

Disusun oleh:

Tiksna Purnamasari

071134011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi Ini Aku Persembahkan Kepada:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati

kehidupanku.

Bapak dan Ibuku (Purbohadi dan Sunarti)

tersayang, yang senantiasa membimbing,

mendukung, memenuhi kebutuhan materi dan doa

dalam setiap hela nafas hidupku.

Adikku satu-satunya, Aris Kristiana Putri.

Ade Prabowo dan Billy Tungtik.

(5)

MOTTO

“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi

kekuatan kepadaku”

FILIPI 4:13

“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang

memelihara kamu”

1 Petrus 5:7

“ Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari

situlah terpancar kehidupan”

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Tiksna Purnamasari.2007. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam Pembelajaran Siswa Kelas IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Yogyakarta; Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) di SD Kanisius Sorowajan kelas IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Serta dampak yang ditimbulkan dari penerapan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif tersebut.

Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, wali kelas IVB, siswa kelas IVB dan orang tua murid. Metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan pengamatan sebagai sumber data utama. Pengolahan data wawancara dilakukan dengan koding, yaitu cara mengorganisasikan dan sistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa kelas telah menggunakan PPR, salah satunya adalah kelas IVB tetapi PPR belum bisa diterapkan pada semua materi pelajaran. Hal itu dikarenakan adanya faktor kesulitan yang dialami guru, antara lain: waktu persiapan, pengadaan media/alat peraga, tugas admistrasi guru yang banyak dan kurangnya pelatihan guru tentang PPR. Dampak yang ditimbulkan pasca pembelajaran PPR di kelas antara lain murid merasakan perubahan sikap positif dari hari ke hari dan prestasi akademik semakin meningkat. Tanggapan orang tua adalah mereka merasa senang dan terbantu dengan adanya PPR di SD K Sorowajan Yogyakarta.

(9)

ABSTRACT

Tiksna Purnamasari.2007. Reflective Pedagogical Paradigm Implementation in Class IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Academic Year 2010/2011. Yogyakarta, Faculty of Teacher Training and Education; Sanata Dharma University.

This study aims to describe the application of Reflective Pedagogy Paradigm approach (PPR) in SD Kanisius Sorowajan IVB class semester academic year 2010/2011, and the impact of the application of the Reflective Pedagogical Paradigm Approach.

The subject of this research was the principal, homeroom IVB, IVB grade students and parents. Qualitative research methods with interviews and observations as the primary data source. Interviews were conducted with the data processing coding, namely how to organize and systematize the data are complete and detailed picture so that the data can bring about the topic being studied.

Results of this study showed that some classes have been using PPR, one of which was class IVB. But, PPR can not be applied to all subjects. It was due to the difficulty experienced by teachers, among others: the preparation, procurement of media/visual aids, teacher administration tasks are many and the lack of teacher training on PPR. The impact of post-learning PPR among other students in the class feel the positive attitude change from day to day and increasing academic achievement. Responses are their parents feel happy and helped with the PPR in SD K Sorowajan Yogyakarta.

(10)

PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas

dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu izinkan penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus atas penyertaanNya dalam setiap langkah hidupku.

2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan lmu Pendidikan.

Universitas Sanata Dharma.

3. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Ketua Program

Studi PGSD, dosen pembimbing akademik dan pembimbing 2.

4. Drs. T. Sarkim, M.E.d., Ph.D. selaku pembimbing 1, terima kasih atas

kesempatan yang telah diberikan selama proses studi dan telah banyak

memberikan bimbingan, saran, motivasi serta kesabaran selama

penyelesaian skripsi.

5. Segenap staf dan karyawan PGSD, terima kasih untuk setiap bantuan

selama ini.

6. Segenap warga SD K Sorowajan sebagai tempat penelitian. Bapak

Suwardi, S.Pd. sebagai Kepala Sekolah, Ibu Wulan sebagai wali kelas

IVB, siswa kelas IVB, dan orang tua siswa. Terima kasih karena sudah

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv

MOTTO ... ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……… vii

ABSTRAK ... ……….. viii

ABSTRACT ... ………... ix

PRA KATA ………. ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ………....xiii DAFTAR LAMPIRAN ...xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 2

C. Rumusan Masalah ... 2

D. Batasan Pengertian ... 2

(12)

F. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Paradigma Pedagogi Reflektif………..4

1. Sejarah Munculnya PPR………4

2. Pengertian ……….5

3. Dinamika PPR………6

4. Ciri-ciri PPR ………11

5. Pengembangan Pendidikan Melalui PPR………13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN……….16

B. METODE PENGUMPULAN DATA ………..16

C. METODE ANALISIS DATA ……….…20

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….22

B. DATA ………22

C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………..23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………30

B. Saran ……….. 31

DAFTAR PUSTAKA ………...32

LAMPIRAN ………..33

(13)

DAFTAR TABEL

halaman

Tabel 3.1 Panduan Wawancara ... 25

Tabel 3.2 Panduan Pengamatan ... 26

Tabel 3.3 Pelaksanaan Wawancara ... 27

Tabel 3.4 Pelaksanaan Pengamatan ………. 28

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Pengamatan Guru Mengajar ... 45

Lampiran 2: Wawancara Kepala Sekolah ... 53

Lampiran 3: Wawancara Wali Kelas ... ... 70

Lampiran 4: Wawancara Orang Tua Siswa ... 78

Lampiran 5: Wawancara Siswa ... ... 82

Lampiran 6: Penerapan PPR oleh Peneliti ... 84

(15)

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pedagogi sebagai seni dan ilmu dalam mengajar mengalami perubahan

dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengamatan peneliti pada 1 Mei 2010 di SD

Kanisius Wirobrajan (saat probaling 2), guru cenderung menerapkan

pembelajaran yang menitikberatkan pada pengalaman dan evaluasi. Murid

dijejali berbagai ilmu pengetahuan, kemudian harus di evaluasi secara tertulis

dengan tuntutan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) tertentu yang sudah

ditentukan sekolah. Murid diforsir untuk belajar secara teoritis, tanpa melihat

nilai-nilai moral dan kehidupan. Pengajaran seperti itu pada akhirnya hanya

akan mencetak lulusan yang pintar dalam bidang akademik tanpa diimbangi

dengan moralitas yang baik. Hal itu menjadi keprihatinan dalam dunia

pendidikan saat ini.

Paradigma Pedagogi Reflektif diangkat dalam dunia pendidikan di

Indonesia sebagai angin segar yang membawa perubahan positif. Paradigma

Pedagogi Reflektif (PPR) yang mengandung lima langkah yaitu konteks,

pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi, membimbing siswa untuk menjadi

manusia yang utuh dalam perkembangan kehidupannya di dunia ini.

Siswa dibimbing untuk mengembangkan diri dalam tiga ranah yaitu

competence (kompetensi yang utuh), conscience (kepekaan dan ketajaman hati

nurani) dan compassion (bela rasa bagi sesama) dalam pengalamannya.

Pengalaman yang menunjukkan kegiatan kognitif dan afektif dalam

pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan refleksi sebagai ciri khas dalam

PPR guna memperdalam makna dari sebuah pengalaman.

Penerapan PPR saat ini diharapkan dapat mengubah pola ajar guru selama

ini yang hanya mengedepankan aspek akademik, sehingga tercipta lulusan

(16)

B.Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penelitian ini dibatasi

pada Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran di kelas

IVB SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

C.Perumusan Masalah

Dilandasi latar belakang masalah, masalah dan pembatasannya, masalah

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam

pembelajaran di kelas IVB SD Kanisius Sorowajan semester genap Tahun

Pelajaran 2010/ 2011.

D.Batasan Pengertian

1. Paradigma Pedagogi Reflektif

Paradigma Pedagogi Reflektif adalah suatu pendekatan yang

dilakukan pengajar untuk mendampingi siswanya dalam perkembangannya

baik dalam segi berpikir dan bertindak dalam menerapkan nilai-nilai

kemanusiaan, sehingga siswa memiliki pribadi yang utuh dan manusiawi.

2. Pemecahan Masalah

Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang dan tersirat dalam

rumusan masalah, masalah tentang pembelajaran yang hanya mengarah

pada satu aspek (akademik), akan diatasi dengan pembelajaran yang

menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif yang mengarah

pada suatu keutuhan (akademik dan non akademik), dan pelaksanaan

(17)

E. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan

pendekatan Paradigma Pedagogik Reflektif di SD Kanisius Sorowajan kelas

IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011.

F. Manfaat

Manfaat penelitian:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian tersebut dapat menambah wawasan tentang salah satu

model pembelajaran yang dapat membentuk keutuhan pribadi siswa terkait

dengan menerapkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif.

2. Secara praktis

a. Bagi peneliti sendiri, dapat memberikan pengalaman yang berharga

dalam mempelajari dan menerapkan pendekatan Paradigma

Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran, sehingga dapat

menerapkannya saat menjadi guru.

b. Bagi rekan-rekan guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

inspirasi bahwa menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi

Reflektif merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat

dikembangkan untuk materi pokok/mata pelajaran yang disesuaikan.

c. Untuk perpustakaan sekolah, laporan penelitian ini dapat menambah

satu bahan bacaan yang dapat dimanfaatkan untuk teman-teman guru

sebagai contoh skripsi studi deskriptif, tertama bagi yang masih

mengalami kesulitan dalam menyusun skripsi studi deskriptif

melakukan; sedangkan bagi yang sudah bisa menyusun dapat

(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Pendekatan Paradigma Pedagogik Reflektif (PPR)

Pengertian PPR dalam BAB II ini hampir semuanya diambil dari buku

Paradigma Pedagogi Reflektif yang merupakan terjemahan dari Ignatian

Pedagogy, A Practical Approach (diterjemahkan oleh Rm. J. Subagya, SJ.)

tahun 2010.

1. Sejarah munculnya PPR

Awal mula terbentuknya istilah PPR yaitu ada seorang yang bernama

Ignatius. Ia mendirikan Serikat Jesus tahun 1540. Kelompok religius ini tidak

pertama-tama langsung menerapkannya di sekolah-sekolah, namun

kepentingan masyarakat waktu itu menuntut Ignatius untuk mengambil

keputusan memilih pendidikan sebagai cara yang efektif bagi pengembangan

manusia-manusia yang unggul dalam imannya dan berkarakter. Keberhasilan

sekolah-sekolah yang didirikan oleh para Jesuit, anggota Serikat Jesus, menjadi

kekaguman banyak orang sehingga dengan cepat tersebar dan diminati negara

Eropa, yang menjadi kunci keberhasilannya adalah adanya seperangkat

Rencana Pengajaran sekolah Jesuit.

Pada tahun 1581 pemimpin tertinggi Serikat Jesus, Claudius Aquaviva

membentuk sebuah tim yang tugasnya mengumpulkan “best practices” dari sekolah-sekolah Jesuit itu, dan merumuskan sebuah “ Rencana Pengajaran”. Di Eropa dikenal dengan nama” Ratio Studiorum” yang disingkat dengan nama “ Ratio atque Institutio Studiorum Societatis Iesu” (Rencana Pengajaran untuk Lembaga Pendidikan Serikat Jesus). Tim itu menyelesaikan draft Ratio

Studiorum tahun 1586 dan digunakan untuk dievaluasi di kemudian hari. Sejak

itu dengan cepat lebih dari 1000 sekolah yang dikelola Jesuit di berbagai

tempat selalu mengacu pada Ratio Studiorum untuk mengembangkan

(19)

Berabad-abad kemudian sampai abad ke-20, kehebatannya diterima dan

diakui banyak orang. Pemimpin tertinggi Jesuit, P.H. Kolvenbach SJ, membuat

tim untuk merumuskan ulang Ratio Studiorum agar sesuai dengan konteks

zaman. Pada tahun 1993, di Roma ada tim yang betugas untuk

menyebarluaskan Rencana Pengajaran itu di belahan dunia. Mereka selalu

berkumpul dan berbagi pengalaman mengenai metode-metode kunci dalam

penyelenggaraan pendidikan modern. Mereka sadar bahwa Ignatius telah

mewariskan metode pedagogis yang berkembang dari spiritual Ignatian yang

sangat mendalam. Maka dokumen yang dikembangkan dalam forum itu berjudul “Ignatian Pedagogy. A Practical Approach. Dari pertemuan itu, Paradigma Pedagogi Ignatian mulai menggema dan mengubah

penyelenggaraan pendidikan disekolah-sekolah Jesuit di mana-mana.

2. Pengertian

Menurut buku Paradigma Pedagogi Reflektif yang merupakan terjemahan

dari Ignatian Pedagogy, A Practical Approach (yang diterjemahkan oleh Rm.

J. Subagya, SJ.) tahun 2010, Paradigma Pedagogi Reflektif adalah “suatu pendekatan yang dilakukan pengajar untuk mendampingi siswanya dalam

perkembangannya baik dalam segi berpikir dan bertindak dalam menerapkan

nilai-nilai kemanusiaan, sehingga siswa memiliki pribadi yang utuh dan

manusiawi”. Pengertian tersebut sesuai dengan esensi dari pendidikan yaitu sebagai suatu proses penanaman nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan

dan keterampilan. Pendidikan itu sendiri seharusnya mendampingi peserta

didik untuk berproses tumbuh dan berkembangnya kesadaran nilai-nilai

kehidupan atau nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan yang diperoleh

tersebut akan direfleksikan, dan hasil dari refleksi siswa akan diterapkan dalam

kehidupannya sehingga akan tampak perubahan pola tingkah laku dan sikap

yang utuh. Utuh di sini adalah siswa mampu memiliki sikap yang berbudi

pekerti, berbela rasa pada sesama dan lingkungan, yakni sikap yang mengarah

(20)

semacam itu merupakan kemauannya sendiri dalam mengambil

keputusan-keputusan yang bertanggung jawab.

Proses pembelajaran berbasiskan PPR di sekolah atau di kelas, tidak lain

mengarah pada perkembangan pribadi yang semakin utuh. Namun jangan

hanya terintegrasi dalam keutuhan pribadinya sebagai seorang manusia, tetapi

PPR yang diintegrasikan dalam proses pembelajaran di sekolah adalah

membantu peserta didik berkembang menjadi seorang pribadi yang kompeten,

bersuara hati, bertanggung jawab, dan memiliki kepedulian pada sesama.

Pribadi semacam itulah yang disebut pribadi yang utuh baik dari dalam dan

luar dirinya.

3. Dinamika PPR

Secara umum model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

pedagogik reflektif ini mencakup lima langkah pokok, antara lain (Tim

Penyusun P3MP dan LPM, Universitas Sanata Dharma, 2008:20 dan Riyanto,

2009):

1) Konteks

Tahap awal dari pembelajaran yang berbasis pedagogi reflektif ini adalah

pengenalan konteks siswa. Siswa diajak mencermati konteks-konteks yang ada

dalam hidupnya sehingga mereka mampu mengenali faktor-faktor yang

berpotensi mendukung atau menghambat proses pembelajaran yang akan

dialaminya. Guru akan memulai proses pembelajarannya dari diri siswa yaitu

dengan memahami dunia siswa termasuk cara-cara hidup keluarga dan

lingkungannya, kebudayaan dan adat, dan juga tekanan sosial, politik, agama,

ekonomi yang terjadi di sekitarnya, dan hal lain yang mempengaruhi dunia

siswa dan mempengaruhinya ke arah yang baik dan buruk. Hal ini dilakukan

karena siswa adalah subjek yang akan ditantang, didorong, dan didukung untuk

(21)

membantu guru dalam menciptakan suasana belajar yang berkualitas, yakni

siswa akan lebih memahami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam

belajar.

Konteks-konteks yang perlu dipahami oleh guru:

a. Konteks kehidupan nyata siswa.

Kehidupan nyata siswa yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman,

kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, lembaga

pendidikan, susasana kebudayaan atau yang lain yang berdampak

menguntungkan atau merugikan siswa. Selain itu, kadang berguna dan

penting dalam mendorong para siswa berefleksi atas faktor-faktor

kontekstual yang mereka alami dan bagaimana hal itu mempengaruhi

sikap, tanggapan, penilaian dan pilihan mereka.

1) Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses

belajar. Pengertian dan pemahaman yang siswa peroleh dari studi

sebelumnya atau dari lingkungan hidup siswa merupakan konteks

belajar yang harus diperhatikan. Selain itu, perasan, sikap, dan

nilai-nilai yang para siswa miliki termasuk konteks nyata proses belajar

mereka.

2) Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum

muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup

siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam

hubungannya dengan orang lain. Misalnya siswa yang status

ekonominya rendah akan berdampak pada harapan siswa untuk berhasil

dalam studi dan dalam mengembangkan kreativitas siswa secara bebas

menjadi terhambat.

3) Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi.

Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah

(22)

sebagai tempat pengembangan moral dan pembentukan religius siswa.

Secara konkret, unsur-unsur suasana sekolah dapat diwujudkan dalam

perhatian pada mutu akademik, kepercayaan orang lain, perhatian dan

penghargaan pada sesama, memperlakukan sesama secara jujur dan

adil, usaha membantu siswa menjadi pribadi yang dewasa dan utuh baik

dalam hal moral dan imannya. Tanpa unsur-unsur tersebut kekuatan

khas pendidikan dan pengajaran akan melemah, karena kepercayaan

dan persahabatan antara guru dan siswa merupakan prasyarat yang

menunjang Paradigma Pedagogi Reflektif.

Pemahaman konteks itu akan sangat membantu para guru dalam

menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Jika

suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan

mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar.

Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar secara

sekaligus berkualitas.

b. Pengalaman

Bagi Ignatius, pengalaman berarti “mengenyam sesuatu hal dalam batin”. Pengalaman yang didapat siswa (fakta, pengertian, asas) akan dianalisis dan

dinilai ide-idenya untuk lebih memahami dan menghargai maknanya. Tahap

pengalaman merupakan tahap yang sangat penting dalam menentukan tingkat

pencapaian kompetensi yang dicapai baik dalam aspek kognitif, psikomotorik,

maupun afektif. Selain itu, tahap ini juga menjadi bahan atau dasar bagi tahap

refleksi dan aksi yang merupakan kelanjutan dari tahap pengalaman.

Di dalam pembelajaran, pengalaman sama artinya dengan pengalaman

belajar, atau dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) disebut dengan

kegiatan pembelajaran. Pengalaman di sini adalah pengalaman belajar yang

(23)

ini, siswa akan diajak mendalami materi belajar agar pada dirinya terbangun

pemahaman dan menumbuhkan sikap positif terkait dengan pemahaman

tersebut (keterampilan). Pengalaman yang akan dipelajari siswa berasal dari

pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung

didapat dari pengalaman interpersonal, misalnya saat diskusi, praktikum,

kegiatan lintas alam, mengambil bagian dari olah raga, dan sebagainya.

Sedangkan pengalaman tidak langsung bisa lewat membaca atau

mendengarkan. Sesuatu hal yang siswa baca dan dengar akan ditantang guru

untuk merangsang imajinasi dan indera siswa, sehingga mereka dapat dengan

sunguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang dipelajari. Kegiatan ini

dapat dilakukan dengan metode role playing, pemakaian audio visual, dan

sebagainya.

c. Refleksi

Refleksi merupakan unsur yang penting dalam Pendekatan Pedagogi

Reflektif, karena menjadi penghubung antara pengalaman dan tindakan. Agar

pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat bermakana maka perlu

direfleksikan. Tujuan dari kegiatan refleksi adalah a) Siswa mampu menangkap

nilai hakiki dari apa yang dipelajari; b) Menemukan keterkaitan antar unsur

pengetahuan dan antara pengetahuan dengan realitasnya; c) Memahami

implikasi pengetahuan dan seluruh tanggung jawabnya guna menemukan

kebenaran dan kebebasan; dan d) Membentuk hati nurani siswa baik itu dalam

hal keyakinan, nilai, sikap dan seluruh cara bernalar mereka.

Istilah refleksi dipakai dalam arti: menyimak kembali penuh perhatian

bahan studi tertentu, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan supaya

dapat menangkap maknanya lebih mendalam. Jadi refleksi adalah suatu proses

yang memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi. Di dalam proses ini

guru membimbing siswa merefleksikan pengalaman belajarnya, dan siswa

(24)

dari sudut pandang pribadi dan manusiawi, dengan tujuan agar siswa mampu

memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik, mengetahui reaksi

perasaan yang dialami, agar siswa mampu menemukan maknanya bagi diri

sendiri dan mulai memahami siapa dirinya serta bagaimana sikapnya terhadap

orang lain. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan

perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam

taraf perkembangan untuk menjadi dewasa, akan tetapi yang penting guru

sudah menanamkan "benih" kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti

akan tumbuh pada saatnya.

Refleksi dalam Pedagogi Ignasian harus bermuara pada keputusan dan

tekad yang kuat untuk melakukan segala hal yang siswa rasakan, dan refleksi

jangan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi

afektif. Hal ini dikarenakan pengalaman harus bersifat positif dan memberikan

perubahan pada diri siswa sehingga menjadi pribadi yang utuh.

d. Tindakan

Paradigma Pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi

justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan

atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi yang bermula dari

pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud

pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman baru inilah yang

disebut aksi.

Di dalam proses pembelajaran, yang dimaksud dengan tindakan adalah

memaknai hasil pembelajaran dengan pikiran dan hati untuk mewujudkan

pengetahuannya dalam kehidupan nyata. Jika siswa tersebut mengalami

keberhasilan atau kegagalan, ia akan kembali kepada Tuhan untuk bersyukur

(25)

e. Evaluasi

Tahap terakhir dari pembelajaran yang berbasis pedagogi reflektif adalah

evaluasi. Tahap ini dilakukan untuk memantau kemajuan akademik dan

menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes,

ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur

seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh,

yang tidak lain hal ini merupakan hasil dari evaluasi. Hasil evaluasi ini akan

menjadi umpan balik bagi guru dan siswa. Bagi siswa, hasil evaluasi ini

bermanfaat untuk memperbaiki cara belajarnya, sedangkan bagi guru

merupakan masukan untuk memperbaiki cara dan metode pembelajaran yang

digunakan.

Di dalam pedagogi Ignasian, evaluasi dilakukan dalam aspek akademis

dan aspek kemanusiaan. Evaluasi akan dilakukan secara periodik untuk

mendorong guru dan siswa memperhatikan perkembangan pengetahuan, sikap

dan tindakan-tindakan yang selaras dengan prinsip men and women for and

with other.

2. Ciri-ciri PPR

Paradigma Pedagogi Reflektif mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan

pendidikan Jesuit (Paradigma Pedagogi Reflektif.2010:66), yaitu:

a) Paradigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan kepada semua kurikulum.

Paradigma ini tidak menuntut tambahan apapun selain pendekatan baru pada

cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada.

b) Paradigma Pedagogi Reflektif fundamental untuk proses belajar mengajar.

Paradigma tersebut dapat diterapkan pada ranah akademik dan non-akademik

(kegiatan ekstrakurikuler, olah raga, retret, dan sebagainya). Dalam bidang

(26)

paradigma ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam mempersiapkan

pengajaran, memilih bahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Paradigma ini dapat

membantu peserta didik menemukan hubungan antara suatu bidang studi

dengan bidang studi lain, selain itu dapat membantu menyaturagakan studi

peserta didik dengan yang dahulu sudah dipelajari. Penerapan teratur dari pola

ini dalam kegiatan belajar mengajar akan membantu pembentukan kebiasaan

berefleksi dahulu sebelum bertindak.

c) Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar

yang lebih baik. Paradigma ini akan membantu para pengajar memperkaya isi

materi maupun susunan kegiatan yang diajarkan. Para pengajar akan berusaha

lebih keras menuntut para siswa untuk belajar lebih aktif dan menjadi lebih

bertanggung jawab terhadap hasil studi. Paradigma ini membantu para pengajar

memotivasi para siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dalam

pengalaman mereka.

d) Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan

mendorong siswa merefleksikan makna dan arti dari apa yang dipelajari.

Pengalaman dalam hidup siswa akan membantu mereka menjadi lebih kritis

dalam proses belajar mengajar serta meningkatkan motivasi siswa dalam

belajar. Pengalaman yang siswa peroleh direfleksikan lebih pribadi agar

tercipta hubungan pengajar dan siswa yang lebih dekat.

e) Paradigma pedagogi reflektif menekankan matra sosial belajar maupun

mengajar. Para pengajar harus mendorong kerja sama yang erat dan berbagi

pengalaman serta dialog reflektif antara para siswa. Serta mendorong siswa

untuk bergerak maju kearah kegiatan yang berdampak baik bagi hidup orang

lain. Pengalaman yang paling mendalam timbul dari hubungan manusiawi

dengan sesama dan pengalaman bersama orang lain. Refleksi harus selalu

(27)

3. Pengembangan Pendidikan Melalui PPR

Penerapan PPR dapat membantu perkembangan pendidikan budaya yang

ada di masyarakat. Beberapa kemungkinan yang masih terus dicoba dan

dikembangkan lebih lanjut adalah sebagai berikut (Tim Redaksi Kanisius,

2008:45):

a. Budaya antikorupsi, antikekerasan, antiperusakan lingkungan.

Upaya yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan budaya ini satu per satu,

misalnya sebagai berikut.

1) Antinyontek ≈ antikorupsi

Menumbuhkan budaya antikorupsi pada siswa dapat dilakukan dengan

cara siswa diajak membahas masalah korupsi dengan memperbincangkan

misalnya, kejadiannya, dampaknya, siapa yang dirugikan, siapa yang

diuntungkan, perasaan orang-orang yang terkena imbas negatifnya dan

lain-lain. Cara ini kemudian direfleksikan dan siswa diminta untuk melakukan

aksinya.

Antikorupsi dapat diberikan dengan mengembangkan budaya antinyontek.

Strategi yang bisa dilakukan oleh guru adalah diciptakannya suasana atau

wacana (sebagai konteks) bahwa lebih bekerja sendiri daripada menyontek.

Bila ada siswa kedapatan nyontek, guru tidak memarahinya tetapi mengajak

berefleksi. Dengan metode kerja kelompok, siswa kan diajak bekerja keras

sehingga tumbuh rasa percaya diri dan tidak takut mengikuti tes tanpa gagal.

2) Persaudaraan, solidaritas dan saling menghargai ≈ antikekerasan

Hubungan antara persaudaraan, solidaritas dan menghargai sesama sangat

erat. Cara pengembangan persaudaraan dan solidaritas akan mengurangi tindak

(28)

penghargaan terhadap sesama, akan membuat persaudaraan menjadi kurang

berarti. Persaudaraan akan mampu menumbuhkan cara pandang, sikap dan

perilaku antikekerasan. Cara pengembangan ini akan berhasil jika pengalaman

itu direfleksikan dan ditanggapi dengan aksi, dan selanjutnya seluruh proses

dievaluasi.

3) Mencintai lingkungan hidup ≈ antiperusakan lingkungan

Mencintai lingkungan di sini adalah mencintai kelas sehingga

membuatnya nyaman. Pengalaman untuk mengembangkan cinta

lingkungan dapat dilakukan praktik-praktik di sekolah misalnya dengan

membersihkan kelas, membuat kelas nyaman, atau memelihara kebun di

depan kelas masing-masing.

b. Sikap kemanusiaan kritis

Pendidikan tidak hanya menjadikan seorang siswa menjadi cerdas dalam

hal akademik, tatapi harus cerdas dalam sikap kemanusiaan yang kritis.

Maksudnya peserta didik yang cerdas dalam bersikap, memutuskan, memilih,

menilai dan bertindak. Hal ini dapat diwujudkan dengan bantuan atau

bimbingan guru yang selalu mengajak siswanya untuk melihat

kejadian-kejadian aktual yang terjadi di mayarakat demi pembentukan sikap kritis dalam

memberikan pendapat.

c. Religiositas terbuka

Di dalam pemberian materi ajar sebaiknya siswa tidak hanya menerimanya

secara pasif, melainkan secara aktif yaitu siswa yang selalu diajak untuk

berpikir dan bkerja secara aktif. Dengan adanya masalah yang dijadikan

tantangan, siswa akan aktif bernalar, bereksplorasi dan berkreasi. Melalui

pembelajaran religiositas siswa dibantu untuk memahami dan menghayati

(29)

d. Penalaran, eksplorasi, kreativitas, dan kemandirian

Siswa seharusnya diajak untuk melakukan perubahan sosial menuju

kebersamaan yang damai (lawan korupsi, kekerasan, dan perusakan lingkungan

hidup). Maka diperlukan kemampuan penalaran, eksplorasi, dan kemandirian

dalam belajar.

Untuk penalaran, siswa diajak untuk memecahkan permasalahan yang

terjadi di masyarakat. Dengan demikian, siswa akan berusaha mencari jalan

keluar dengan mencari data-data (eksplorasi), mengutak-ngatik solusi, dan

mencari data untuk mengujinya (kreativitas).

e. Kemahiran berbicara

Siswa diharapkan untuk mampu berbicara logis, sistematis, manarik dan

berisi dalam bahasa yang baik dan benar. Dengan memiliki kemampuan ini,

diharapkan siswa akan memiliki sikap kepemimpinan yang mempunyai tujuan

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Metodologi penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

suatu penelitian, karena semakin baik metode yang digunakan dalam

penelitian, penelitian tersebut akan efektif dan efisien serta hasil yang dicapai

akan semakin sempurna. Istilah metodologi penelitian berasal dari bahasa Yunani yaitu: “methodos” yang artinya metode atau cara, sedangkan logos artinya ilmu. Dari arti kata di atas dapat ditarik kesimpulan metodologi

penelitian adalah ilmu pengetahuan tentang metode atau cara yang dapat

ditempuh untuk mencapai suatu tujuan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data

yang sifatnya deskriptif seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar,

foto, rekaman video, dan sebagainya (Poerwandari, 1998).

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang

berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan

data-data dengan menyajikan data-data, menganalisis, dan mengintrepretasikannya

(Moleong, 2002).

B.Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan wawancara dan pengamatan sebagai alat

utama dalam pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada key informan

dan pengamatan dilakukan kepada siswa-siswa kelas IVB pada saat kegiatan

belajar berlangsung, yang direkam dengan menggunakan tape recorder,

kamera foto, dan handycam.

Wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan yang dilakukan antara pencari

(31)

pemahaman informan mengenai sesuatu hal baik itu pengalaman, perasaan, dan

pemikiran individu (Poerwandari, 1998).

Di dalam penelitian ini, wawancara dilakukan pada kepala sekolah SD

Kanisius Sorowajan, wali kelas IVB, siswa-siswa kelas IVB, dan orang tua

murid kelas IVB. Untuk mencari subjek penelitian, peneliti melakukan

beberapa hal berikut:

a. Menghubungi secara langsung para calon subjek penelitian yang akan

dimintai kesediaannya untuk diwawancara.

b. Mencari dua siswa kelas IVB SD Kanisius Sorowajan secara acak

dengan kriteria dan karakter tertentu.

c. Mengadakan janji waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.

Pengalaman-pengalaman yang diungkap dalam wawancara dengan calon

subjek penelitian baik itu kepala sekolah SD Kanisius Sorowajan, wali kelas

IVB, siswa-siswa kelas IVB, dan orang tua murid meliputi hal-hal berikut:

Tabel 3. 1

Panduan Wawancara

No. Pengalaman Deskripsi Fokus

1. Paradigma Pedagogi Reflektif

Pola pikir (paradigma) untuk menumbuhkembangkan pribadi manusia menjadi pribadi yang utuh (kristiani)

Penerapan PPR di SD Kanisius Sorowajan, yakni di kelas IVB 2. Dampak Hasil yang akan diperoleh dari

penerapan PPR

Dampak positif dan negatif 3. Hambatan Faktor-faktor internal maupun

eksternal yang mempengaruhi perkembangan dari penerapan PPR

Hambatan yang dialami informan

4. Strategi pemecahan masalah

Alternatif cara yang dipilh untuk mengatasi hambatan yang muncul

Cara mengatasi hambatan

Selain itu, peneliti melakukan pengamatan terhadap guru IVB saat

mengajar di kelas. Pengamatan dilakukan dua kali pertemuan sesuai dengan

(32)

2JP alokasi waktu). Hal yang diamati selama kegiatan belajar mengajar adalah

ingin mengetahui bagaimana guru menerapkan PPR dalam pembelajaran di kelas,

yang menunjukkan langkah-langkah dari penerapan PPR.

Tabel 3.2

Panduan Pengamatan

No. Langkah-langkah

PPR

Deskripsi Fokus

1. Konteks Pemahaman dunia siswa mengenali faktor-faktor yang berpotensi mendukung atau menghambat proses pembelajaran yang akan dialaminya

Konteks dari siswa

2. Pengalaman Pengalaman belajar yang dialami siswa untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan

Pemberian pengalaman atau

pengetahuan pada siswa 3. Refleksi Proses yang memunculkan makna dalam

pengalaman manusiawi

Pertanyaan refleksi, suasana dan keadaan saat refleksi berlangsung 4. Tindakan Memaknai hasil pembelajaran dengan

pikiran dan hati untuk mewujudkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata

Aksi nyata siswa setelah refleksi 5. Evaluasi Memantau perkembangan akademik dan

menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh

Hasil akademik yang siswa peroleh

Sebelum melakukan wawancara dan pengamatan, peneliti mempersiapkan

hal-hal yang diperlukan.

(33)

b) Alat untuk merekam atau handycam dengan durasi berbeda-beda.

Setiap melakukan wawancara dan pengamatan, peneliti

mempersiapkan alat cadangan lain untuk merekan yaitu kamera digital

dengan menggunakan 2 buah baterai dan cadangan 4 buah baterai.

c) Kertas atau alat tulis yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting

yang akan ditanyakan pada subjek penelitian untuk menggali

informasi lebih dalam.

Tabel 3.3

Pelaksanaan Wawancara

No.

13.36 WIB (15:38 menit)

14.02 WIB ( 42 menit) 10.01 WIB (18.21 menit) 09.04 WIB (10 menit)

Pelaksanaan Pengamatan

No. Mata Pelajaran

Tanggal Waktu Tempat

(34)

2. IPS (masalah sosial)

Selasa, 3 Mei 2011

(09.20 – 10.40 WIB) Ruang kelas IVB

Tabel 3.5

Penerapan PPR oleh peneliti

No. Mata Pelajaran

Tanggal Waktu Materi

1. IPS 9 Mei 2011 09.20 - 10.40 WIB Masalah Sosial

2. PKN 16 Mei 2011 11.00 – 12.20 WIB

Jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional

C. Metode Analisis Data

Pengolahan atau analisis data dapat dimulai dengan mengorganisasi data

dan koding. Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 1998), mengatakan

bahwa organisasi data bertujuan untuk :

1) Memperoleh kualitas data yang baik

2) Mendokumentasikan analisis yang dilakukan.

3) Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian

penelitian.

Organisasi data dilakukan untuk mempermudah peneliti dan pihak lain

dalam memeriksa ketepatan langkah-langkah yang telah diambil dan

memungkinkan data tidak tercampur aduk. Organisasi data memungkinkan

data tersusun rapi, sistematis dan selengkap mungkin (Poerwandari, 1998).

Langkah selanjutnya yang sangat penting sebelum melakukan analisis

adalah koding. Koding dilakukan untuk mengorganisasikan dan

mengsistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat

memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Fokus topik yang akan

dipelajari adalah implementasi pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif

dalam pembelajaran di kelas dan dampak yang timbul pada perkembangan

(35)

peneliti nantinya dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkan

(Poerwandari,1998).

Setelah melakukan proses wawancara, peneliti menyusun verbatim. Untuk

proses koding, peneliti membuat 4 buah kolom yang berisikan kolom pertama

untuk nomor, kolom kedua untuk pertanyaan peneliti, kolom ketiga untuk

jawaban objek, dan terakhir kolom keempat untuk keterangan. Peneliti

kemudian menemukan beberapa tema sementara yang muncul dari proses

koding.

Setelah melakukan pengorganisasian data dan koding, peneliti mulai

melakukan analisis data. Smith (dalam Poerwandari, 1988), menjelaskan

langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk analisis data, yaitu sebagai

berikut:

1. Membaca transkip untuk mendapatkan pemahaman tentang suatu

masalah dan menuliskan interpretasi sementara yang muncul dari

bagian yang kosong.

2. Menuliskan tema atau kata kunci yang dapat ditangkap yang

mencerminkan isi dari teks tersebut pada bagian atau sisi lain yang

kosong.

3. Mendaftar tema-tema yang muncul pada lembar lain dan mencari

hubungan antara tema-tema tersebut.

4. Menyusun daftar tema-tema atau kategori-kategori sehingga

menampilkan pola hubungan antar kategori bukan lagi sebagai kasus

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.Pelaksanaan Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan SD Kanisius Sorowajan, Jl. Sorowajan No. 111,

Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta.

2. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVB, guru kelas IVB dan

SD K Sorowajan Yogyakarta.

3. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran di kelas

IVB SD K Sorowajan dengan menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif.

4. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2010/2011, yaitu

bulan Maret-Mei 2011.

B.Data

1. Data Hasil Pengamatan

Data hasil pengamatan terdiri dari pengamatan guru mengajar sebanyak 2 kali,

yaitu:

No. Mata Pelajaran

Tanggal Waktu Tempat

1. IPA (pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan.)

Senin, 2 Mei 2011

(07.00 – 08.20 WIB) Ruang kelas IVB

2. IPS (masalah sosial)

Selasa, 3 Mei 2011

(09.20 – 10.40 WIB) Ruang kelas IVB

(37)

2. Data Hasil Wawancara

Data Hasil Wawancara terdiri dari wawancara Kepala Sekolah, Wali Kelas, Orang

Tua, dan Siswa, yaitu:

13.36 WIB (15:38 menit)

14.02 WIB ( 42 menit) 10.01 WIB (18.21 menit) 09.04 WIB (10 menit)

3. Data Hasil Penerapan PPR oleh Peneliti

Data Hasil Penerapan PPR oleh Peneliti terdiri dari mengajar menggunakan PPR

sebanyak dua kali, yaitu:

No. Mata Pelajaran

Tanggal Waktu Materi

1. IPS 9 Mei 2011 09.20 - 10.40 WIB Masalah Sosial

2. PKN 16 Mei 2011 11.00 – 12.20 WIB

Jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional

(lihat di lampiran 6)

C.Analisis dan Pembahasan

1. SD Kanisius Sorowajan

a. Deskripsi Sekolah

SD Kanisius Sorowajan beralamat di Jl. Sorowajan No.111,

Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta.

(38)

mempunyai kelas paralel dari kelas 1-5 (A dan B), kecuali kelas 6 (hanya

satu kelas). Terdiri dari seorang kepala sekolah (BS/bukan nama

sebenarnya), 11 guru kelas, dua orang guru olah raga, seorang guru

komputer, empat orang guru ekstrakurikuler (tari, taekwondo, menyayi,

karawitan), dan tiga orang petugas tata usaha, serta seorang satpam. Sekolah yang memiliki visi ”Menjadi pendidik anak Indonesia agar cerdas, berkarakter, peduli terhadap sesama dan lingkungan” dan misi ”Menyelenggarakan pendidikan sekolah dasar dan menengah yang berkualitas berlandaskan Paradigma Pedagogi Reflektif dan mengoptimalkan sumber daya bersama mitra strategis” ini telah menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) sejak tahun 2008

dengan salah satu alasan sebagai berikut: pendidikan intelektual belaka

ternyata tidak cukup berhasil membuat orang sukses dalam

kehidupannya. Banyak orang pandai tetapi tidak sukses dan banyak juga

yang kendati tidak menonjol di bidang pengetahuan, tapi sukses karir

atau hidupnya. Sebelum penerapan PPR, di sekolah ini terlebih dahulu

menerapkan pendidikan karakter MATIUS (MANDIRI, AKTIF, TAAT,

INOVATIF, ULET, SANTUN) yang Multikultur dengan alasan bahwa

pendidikan bukan hanya mengembangkan aspek intelektual saja, tetapi

aspek yang lain juga dikembangkan, maka sekolah ini mencoba

mengembangkan sekolah yang berwawasan lingkungan berbasis kearifan

lokal yaitu dengan menerapkan pendekatan pendidikan karakter

MATIUS yang Multikultur. (Selayang Pandang SD K Sorowajan.2010).

Untuk kebijakan penerapan PPR di SD K Sorowajan ini, sejauh

pengamatan tidak ditemukan bagaimana bunyi kebijakan tersebut dan

bukti dokumennya. Yayasan Kanisius mengambil keputusan bahwa

untuk saat ini PPR merupakan pola pembelajaran yang terbaik. PPR

merupakan keputusan yang final untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah

(39)

b. Guru Kelas IVB

Penelitian ini difokuskan pada kelas IVB dengan wali kelas

bernama R. Ibu R sudah mengajar di SD K Sorowajan selama satu

setengah tahun. Sebelum ditempatkan di SD K Sorowajan, ia mengajar di

SD K Demangan Baru. Ia tinggal bersama dengan orangtuanya karena

masih berstatus lajang di daerah Samben RT 05/Argomulyo Sedayu

Bantul, Yogyakarta. Jenjang pendidikan yang ia tempuh semuanya berada di Yogyakarta, antara lain di “SD N Gunung Mulyo Sedayu (1993-1998), SMP N Sedayu (1998-2001), SMA N 1 Godean (2001-2004),

Universitas Sanata Dharma (th. 2004-2008”) (WK/17-21/260311.) Ibu

Roz ini memilih untuk jadi guru SD, walaupun ia lulusan dari Prodi

Matematika karena arahan dari ibu kandungnya yang juga seorang guru

sekolah dasar. Selain alasan tersebut, ia juga mempunyai keinginan yang

kuat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pekerjaannya.

c. Siswa Kelas IVB

Subjek ketiga yaitu siswa kelas IVB SD K Sorowajan yang

berjumlah 32 orang. Mereka berumur rata-rata 9-10 tahun. Jumlah siswa

laki-laki 15 orang, sedangkan jumlah siswa perempuan yaitu 17 orang.

Mereka mayoritas tinggal di sekitar lingkungan SDK Sorowajan. Latar

belakang ekonomi keluarga cukup merata dari atas, menengah dan bawah,

misalnya dokter, guru, buruh.

Wawancara dilakukan kepada dua orang siswa yang dipilih secara

acak yaitu K dan VR. Wawancara bertujuan untuk mengetahui dampak

dari pendekatan pedagogi reflektif dalam setiap pembelajaran oleh Ibu R.

d. Orang Tua Murid IVB

Peneliti memilih secara acak subjek pendukung penelitian yaitu

orang tua murid IVB, yang diwakili oleh bapak TT dan Ibu BD. Ibu BD

(40)

Bantul Yogyakarta. Suaminya adalah seorang dokter di salah satu rumah

sakit di Yogyakarta. Ibu BD cukup ramah dan terbuka dalam menceritakan

anaknya (K). K bukan anak kandung dari Ibu BD, ia mempunyai kelainan

pada salah satu organ (jantung) tubuhnya yang membuat orang tua

kandung tidak bisa merawatnya. Meskipun demikian, K tetap tumbuh

sebagai gadis yang ceria di tengah orang tua dan kakak-kakaknya di

rumah.

Bapak TT adalah seorang guru olah raga di SD K Sorowajan. Dia

mempunyai seorang istri dan dua orang anak (R dan VR). Bapak TT

sangat memperhatikan perkembangan anaknya, baik dalam sekolah

maupun pergaulan di masyarakat.

2. Implementasi PPR

Implementasi PPR di SD Kanisius Sorowajan belum optimal

diseluruh kelas dan di semua mata pelajaran. Hanya beberapa kelas saja

yang sudah menerapkan PPR dalam pembelajarannya yaitu kelas IVB dan

VA. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, guru masih

kesulitan dalam menerapkan PPR dalam pembelajaran. Selain karena

kurang mendapatkan pelatihan dan bimbingan, hal ini juga disebabkan

karena hanya para guru yang mendapatkan pelatihan dan bimbingan PPR,

sehingga pemberian pelatihan dan bimbingan PPR kepada para guru tidak

merata.

Dari pengamatan di kelas IVB, penerapan PPR sudah cukup

maksimal. Guru telah menerapkan PPR dalam lima mata pelajaran pokok

yaitu IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Matematika dan Pkn. Guru tidak

menerapkan siklus utuh dalam setiap mata pelajaran, karena butuh banyak

waktu untuk menerima PPR yang merupakan sesuatu hal yang baru,

sehingga tugas admisnistrasi guru menjadi semakin banyak serta RPP yang

berbeda dengan RPP yang lain telah menyita waktu berpikir guru. Maka

(41)

khusus tentang PPR. Hasil yang didapat masih saja guru merasa bingung

tentang penerapan PPR, karena sesuatu hal yang baru dibutuhkan proses

yang panjang untuk mempelajari serta menerapkannya.

Walaupun tidak utuh penerapan tahapannya, yang terpenting adalah

kekhasan dari PPR itu sendiri yaitu refleksi dan aksi, karena refleksi dan

aksi dapat dilakukan dalam setiap metode pembelajaran yang guru

gunakan. Hal yang dilakukan guru sudah baik, beliau masih berusaha

menerapkan PPR sesuai dengan kemampuannya. Karena beliau

menginginkan anak didiknya berkembang secara utuh dan maksimal, baik

dalam prestasi, moral, dan sikapnya. Maka sebaiknya, dalam hal ini guru

masih perlu banyak waktu untuk lebih memperdalam tentang PPR, agar

hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan PPR itu sendiri serta anak

didiknya dapat berkembang secara maksimal dan utuh.

Penerapan yang dilakukan oleh Ibu Ros telah memberikan dampak

positif bagi siswanya. Sejauh pengamatan dan wawancara, siswa menjadi

lebih mandiri dan bertanggung jawab dengan apa yang menjadi tugasnya,

baik di sekolah maupun di rumah. Dengan adanya PPR ini, siswa lebih

mudah untuk mengerti materi yang guru berikan, karena guru

menggunakan alat peraga yang akan membuat siswa antusias mengikuti

pelajaran dan pembelajaran menjadi menyenangkan. Nilai-nilai pelajaran

siswa pun sebagian besar sudah melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimal). Namun tidak dipungkiri, masih ada sebagian kecil siswa yang

mendapatkan nilai di bawah rata-rata.

3. Dampak PPR

Pembelajaran yang menggunakan PPR ini memberikan dampak

yang positif bagi siswa. Siswa mengatakan bahwa mereka merasa senang

dengan pembelajaran yang disampaikan Ibu R. Vr (siswa) menyadari

(42)

misalnya “semakin rajin mengerjakan PR dan tugas”.(S/14-19/24051).

Demikian juga K (siswa) mengatakan bahwa ia “tidak mencontek teman, rajin belajar dan piket” pasca mendapatkan pendekatan PPR (S/18-20/240511).

Sedangkan di rumah, mereka (Vr dan K) juga semakin rajin dalam

melakukan tugas mereka sebagai anak dalam membantu meringankan

tugas orang tua. Misalnya, Vr biasanya “menyapu lantai” (S/44/240511)

sedangkan K “bantu ibu cuci piring” (S/45/240511). Dampak juga dirasakan sendiri oleh guru kelas IVB. Ibu R mengatakan bahwa ada

perubahan baik dari segi akademik maupun nonakademik. Menurut Ibu R

misalnya perubahan sikap (emosional) salah satu siswa, “Contohnya: N, dulu Ia sangat tomboy dan suka ngatur-ngatur temannya dengan

bentak-bentak. Lambat laun Ia semakin feminine dan bisa mengalah dengan temannya” (WK/236-244/290411). Sedangkan dari segi akademik, Ibu R mengatakan bahwa pembelajaran PPR juga memberikan perubahan misalnya “T, rata-rata nilainya cenderung membaik” ( WK/277-278/290411). Demikian juga yang dirasakan oleh orang tua dari siswa kelas IVB. Orang tua dari Vr mengatakan bahwa, “Vr mengalami perubahan sikap yang sangat terlihat jika dibandingkan sebelum

mendapatkan PPR, yaitu sikap pemberani dalam setiap hal. Sekarang Vr

berani untuk berkecimpung di dalam masyarakat, terutama dalam

kegiatan gereja. Misalnya ikut Puteri Altar(OtV/1-9/230511). Sedangkan orang tua dari K mengatakan bahwa “secara keseluruhan, Kinanti belum mengalami perubahan yang signifikan dalam bersikap pasca mendapatkan

PPR di sekolah, namun rasa empati terhadap teman sebaya saat bergaul

di lingkungan rumah semakin terlihat saat ia memberi bantuan baik

(43)

Pembelajaran yang menggunakan PPR ini memberikan pengaruh

dan dampak yang sangat positif, dilihat dari hasil wawancara dengan guru,

murid, dan orang tua. Mereka menyadari bahwa ada perubahan positif

yang terus terjadi baik dari prestasi maupun sikap, setelah mendapatkan

pembelajaran yang berbasis PPR ini secara berkelanjutan.

Terakhir peneliti juga melakukan penerapan PPR dalam

pembelajaran di kelas IVB sebanyak dua kali pada mata pelajaran IPS dan

PKn. Hal itu difokuskan pada penerapan langkah-langkah PPR karena

peneliti ingin menemukan pengalaman seperti yang dialami oleh guru.

Dalam penerapannya peneliti telah mempersiapkan bahan ajar dan

instrument pembelajaran (RPP, LKS, lembar refleksi dan aksi, media

pembelajaran). Peneliti merasa senang telah melakukan penerapan PPR

(44)

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan:

1. Penerapan PPR di SDK Sorowajan dilakukan dengan beberapa cara,

yaitu:

a. Sekolah menerapkan PPR di setiap kelas, akan tetapi belum maksimal

di seluruh kelas dan di semua mata pelajaran karena guru masih perlu

banyak waktu untuk lebih mempelajari dan mendapatkan pelatihan tentang

cara penerapan PPR dalam kegiatan pembelajaran.

b. Sekolah melakukan pemantauan yaitu dengan diadakannya rapat

evaluasi PPR dan membentuk tim sukses PPR untuk mengatasi

kendala-kendala yang dialami guru.

2. Penerapan PPR yang dilakukan guru di kelas IVB adalah guru tidak

menerapkan siklus PPR secara utuh dalam setiap mata pelajaran.

Kadang-kadang hanya 1 atau 2 mapel yang menggunakan PPR secara utuh. Hal ini

dikarenakan beberapa faktor yaitu:

a. Penerapan PPR membutuhkan waktu persiapan kurang lebih seminggu

per materi pelajaran.

b. Untuk materi-materi yang tidak bisa diterapkan PPR secara utuh, guru

hanya memberikan tahap refleksi dan aksi pada materi tersebut.

3. Dampak positif yang ditimbulkan adalah:

a. SD K Sorowajan

Sekolah dapat memberikan lulusan yang kompeten dan berguna bagi diri

(45)

b. Siswa

Siswa merasa senang dan mengalami perubahan yang positif dari hari ke

hari baik dari segi akademik maupun nonakademik. Dari segi akademik

dapat dilihat peningkatan nilai siswa. Dari segi nonakademik, siswa

mengalami perubahan sikap yang positif baik di rumah maupun di sekolah.

c. Guru

Guru terbantu dengan adanya pendekatan (PPR) yang sangat dibutuhkan

siswa saat ini, yaitu pendekatan yang dapat mengembangkan pribadi siswa

menjadi lebih bertanggung jawab, peduli terhadap sesama dan mandiri.

B. Saran

Beberapa saran peneliti adalah sebagai berikut:

1. Bagi SD K Sorowajan

a. Sebaiknya sekolah semakin mengoptimalkan keterlibatan semua

guru dalam tim sukses PPR dan dibimbing oleh guru yang paling

berpengalaman dalam penerapan PPR.

b. Sebaiknya sekolah melengkapi alat peraga yang dibutuhkan guru,

sehingga semakin mendukung pembelajaran.

c. Sebaiknya sekolah mengadakan pelatihan atau seminar mengenai

PPR.

2. Bagi Guru

a. Sebaiknya guru lebih berinovasi dalam merangkai alat peraga guna

mendukung menyampaian materi.

b. Guru diharapkan dapat terus berlatih dan mempelajari PPR

sehingga dapat mengembangkan pembelajaran di kelas secara

maksimal.

c. Guru semakin memahami hambatan yang mungkin terjadi dan

dapat memberi solusi sehingga terlaksana pembelajaran yang

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Bukti acara Pengantar Sekolah dalam Rangka Sosialisasi Program Sekolah Tahun

Ajaran 2009/2010.

Moleong, L.J., 2002. Methodology Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya Offset.

Pedoman Penulisan Skripsi.2004. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Poerwandari, E. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:

Lembaga Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas

Universitas Indonesia.

P3MP USD. 2008. Pedoman Model Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignasian.

Yogyakarta: P3MP USD.

Sarkim, T. April 2011. Artikel EDUCARE “Pengalaman Belajar dan

Pemanfaatan Buku Pelajaran”. Jakarta: Komisi Pendidikan KWI.

SD Kanisius Sorowajan, (2011/2012). Draf Visi, Misi dan Strategi Sekolah.

Yogyakarta.

SD Kanisius Tegalmulyo. Panduan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Berpola Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta.

Sekolah Dasar Kanisius Sorowajan. 2009. Paradigma Pedagogi Reflektif.

Yogyakarta.

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI dan SDLB.

2010. Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta: Kanisius.

(47)

LAMPIRAN

1

(48)

Pengamatan Penerapan PPR oleh Wali Kelas IVB

Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dalam penerapan PPR di

kelas sebanyak dua kali pada mata pelajaran yang berbeda. Pengamatan ini

dilakukan dengan maksud untuk mengetahui cara guru dalam menerapkan PPR

pada mata pelajaran dengan langkah: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan

evaluasi.

Pengamatan I

Mata pelajaran : IPA

Materi : Pengaruh perubahan lingkungan fisik

terhadap daratan.

Alokasi waktu : 2JP (07.00-08.20WIB).

Metode Pembelajaran : ceramah singkat, tanya-jawab dan diskusi.

Waktu pengamatan : 2 Mei 2011

Langkah PPR :

1. Konteks

Pada tahap konteks ini guru menilik kesiapan siswa dalam memulai

pelajaran. Guru melakukan tanya-jawab dengan murid mengenai keadaan alam di sekitar rumah mereka. Contoh pertanyaan dari guru adalah ”ada apa saja di lingkungan sekitar rumahmu?”, ”Bagaimana keadaannya?”. Contoh jawaban dari murid yaitu ” ada rumah, kali, kebon, sungai, gunung”, ”keadaannya bersih, rapi, kotor, indah, bau tidak enak”. Pada tahap konteks ini guru mencoba mendalami seberapa jauh pemahaman siswa mengenai keadaan di

sekitar rumah siswa yang merupakan kenampakan alam. Respon siswa

terhadap pertanyaan guru ini sangat antusias dalam menjawab, karena

berhubungan dengan keadaan sekitar rumah. Pertanyaan yang diajukan guru

secara terbuka sehingga terkesan kelas ramai.

2. Pengalaman

Pada langkah pengalaman ini guru melakukan ceramah singkat sambil

(49)

masing-masing. Selesai mencatat, siswa melakukan diskusi dengan teman

sebangkunya. Mereka melakukan diskusi mengenai satu pertanyaan dari guru yaitu ” Bagaimana dampak perubahan lingkungan bagi kehidupan manusia?”. Mereka mendiskusikan pertanyaan tersebut dan menuliskan jawaban di buku

tulis masing-masing. Selesai berdiskusi, siswa membahas jawabannya dengan

bimbingan guru. Guru memillih secara acak siswa yang harus menjawab

pertanyaan diskusi tersebut. Siswa yang dipilih menjawab pertanyaan dari

guru, membacakan hasil diskusi di tempat duduknya. Kemudian siswa dari

kelompok diskusi lain mencocokkan hasil diskusinya. Dari beberapa

kelompok diskusi mengungkapkan bahwa perubahan lingkungan mempunyai

dampak yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia, misalnya tsunami,

banjir, tanah longsor. Semua hal tersebut dapat mengubah kelayakan hidup

manusia. Sebagian besar siswa di kelas IV B tersebut mengerti bahwa

perubahan lingkungan tersebut memberikan dampak yang nyata bagi

kehidupan manusia. Hal itu terlihat dari jawaban-jawaban siswa, baik yang

mendapat giliran mengungkapkan di depan kelas maupun tidak.

Gambar 2.1 Guru menuliskan materi

3. Refleksi

Kegiatan refleksi menuntun siswa untuk mengungkapkan hasil pemaknaan

(50)

cara menulis pertanyaan refleksi di papan tulis. Kemudian siswa menuliskan

refleksinya di buku refleksi masing-masing. Pertanyaan refleksi dari guru yaitu ” Apakah sikap kita selama ini sudah menjaga kelestarian lingkungan atau justru malah merusak lingkungan?”. Setelah menuliskan refleksinya, siswa kemudian mengumpulkan buku refleksi masing-masing di meja guru untuk

meminta tanda tangan guru serta komentar. Buku refleksi tersebut nantinya

dibawa pulang ke rumah untuk diperlihatkan kepada orang tua dan dimintakan

tanda tangan. Hasil refleksi siswa ini tidak diungkapkan kepada siswa lain di

kelas. Baik dibacakan atau pun di ceritakan secara langsung di depan siswa.

Refleksinya pun tanpa dibantu menggunakan media agar siswa lebih mudah

untuk melakukan pemaknaan pengalaman dari materi yang telah dipelajari.

Gambar 3.1 Siswa melakukan refleksi

4. Aksi

Tahap aksi dilakukan siswa setelah melakukan refleksi guna membuat

komitmen terhadap diri mereka sendiri dalam menindaklanjuti refleksi yang

baru saja mereka lakukan. Siswa menuliskan aksi mereka di buku tulis

(51)

Pertanyaan aksi tersebut yaitu ”Usaha apa saja yang dapat dan akan kamu lakukan untuk menjaga lingkungan di sekolah maupun di rumah?”. Dari pertanyaan tersebut, siswa mulai terbantu untuk merumuskan tindakan yang

akan dilakukan guna menindaklanjuti

5. Evaluasi

Guru melakukan tahap evaluasi ini dengan memberikan soal yang sudah

tertera di dalam buku paket halaman 167-169, A dan B. Siswa menjawab

soal-soal tersebut di buku tugas masing-masing. Setelah selesai mengerjakan

evaluasi, guru dan siswa membahasnya bersama-sama. Siswa secara bergantian

membacakan jawaban mereka dan guru mengoreksi jawaban tersebut. Siswa

lain juga mengoreksi jawaban mereka masing-masing.

Gambar 5.1 Siswa melakukan evaluasi

Pengamatan II

Mata pelajaran : IPS

Materi : Masalah Sosial

Alokasi Waktu : 2 JP (09.20-10.40WIB)

Metode Pembelajaran : ceramah singkat, tanya-jawab, diskusi.

Waktu pengamatan : 3 Mei 2011

(52)

1. Konteks

Tahap konteks pada pengamatan kedua ini, seperti pada pengamatan

pertama, guru melakukan tanya-jawab dengan siswa mengenai pengetahuan

awal siswa yang berkaitan dengan materi (masalah sosial). Contoh pertanyaannya yaitu ” apa yang kalian ketahui tentang masalah sosial?”

2. Pengalaman

Guru memberikan materi melalui ceramah singkat dan dilanjutkan dengan

diskusi berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat siswa. Guru

membagikan LKS(Lembar Kerja Siswa) yang berisi pertanyaan-pertanyaan

kasus sosial di sekitar kita yang harus dijawab oleh kelompok diskusi tersebut. Contoh pertanyaannya yaitu ”Sebutkan beberapa penyebab kenakalan remaja?”.

Setelah diskusi selesai, maka hasil diskusi tersebut dibahas dengan

bimbingan guru. Perwakilan setiap kelompok maju untuk menuliskan jawaban

hasil diskusi di papan tulis, kemudian kelompok lain mencocokkan hasil

pekerjaannya.

(53)

Gambar 2.2 Lembar Kerja Siswa

3. Refleksi

Siswa melakukan refleksi dengan bantuan pertanyaan dari guru yang

tertulis dalam selembar kertas. Kertas tersebut berisi pertanyaan beserta

gambar yang berkaitan dengan masalah sosial. Misalnya: gambar anak jalanan,

maka siswa diminta untuk memberikan tanggapan atas sikap yang seharusnya

siswa lakukan. Hasil refleksi tersebut dikumpulkan di meja guru, kemudian

secara lisan guru menanyai siswa yang ditunjuk untuk menceritakan hasil

refleksinya. Tidak semua siswa mendapatkan giliran mengungkapkan

refleksinya karena keterbatasan waktu. Contoh refleksi tersebut yaitu gambar

peristiwa anak jalanan. Sikap yang dituliskan siswa yaitu berusaha untuk

(54)

Gambar 3.1. Siswa melakukan refleksi

4. Aksi

Aksi yang terlihat di lingkungan sekolah yaitu membuang sampah pada

tong sampah, meminjamkan teman yang tidak membawa alat tulis.

5. Evaluasi

(55)
(56)

Subyek 1: Kepala Sekolah

No. Pertanyaan Jawaban Kode Wawancara 1

Tanggal: Rabu, 18 Mei 2011 Kode: KS/Pg/180511

Baik… untuk Sorowajan itu mengawali PPR sebenarnya mulai tahun 2008. Sebenarnya pada waktu itu bersamaan dengan penerapan pendidikan karakter yang kami disebut namanya pada waktu itu pendidikan karakter MATIUS. Nah bersamaan tu kami undang dari yayasan, dari tim PPR percetakan pendidikan Kanisius yang dokumennya sebenarnya masih ada tahun 2008/2009. Cuma dalam perjalanannya memang PPR ini kan sebuah proses yang sebuah pembelajaran inovasi yang setiap saat dievaluasi lalu dikembangkan, evaluasi dikembangkan. Nah.. ini secara keseluruhan sekolah ini sudah melaksanakan PPR hanya ada hal-hal yang menjadi kendala… ada kendala yang ehm… jadi PPR itu kan sebuah inovasi yang mengembangkan sebenarnya menggali kembali apa ya...? Pendidikan Yesuit pada dokumen Yesuit yang sekian ribu tahun yang lalu digali lalu di Indonesiakan. Lalu tentu ini perlu banyak sosialisasi karna ini pendidikan Yesuit sedangkan pelaksanaan pendidikan ini awam sehingga kendalanya ini persoalan Yesuit, mengolah hati, padahal komunitas yang kita terapkan adalah komunitas awam. Nah maka ini perlu sosialisasi dan terus ada inovasi-inovasi yang dilakukan dan evaluasi setiap berakhirnya tahun pelajaran begitu.

Sebelum ada PPR ya kami kan tentu untuk pembelajaran saya kira secara umum ya untuk kelas 1,2,3 tematik, yang 4,5,6 ya terpadu. Pembelajarannya dulu saya kira

Gambar

Tabel 3.1 Panduan Wawancara  ..............................................................
Tabel 3. 1
Tabel 3.2 Panduan Pengamatan
Tabel 3.3 Pelaksanaan Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bila penelitian dilakukan di sekolah jelas tidak mungkin bagi seorang peneliti memilih siswa-siswa tertentu untuk dikelompokkan dalam kelas khusus sebagai

Menurut ulama fiqh, setiap akad ini mempunyai akinat hukum, yaitu tercapainya sasaran yang ingin dicapai sejak semula, seperti pemindahan hak milik dari penjual

Kemampuan suatu zat antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya konsentrasi zat pengawet, waktu penyimpanan, suhu

Kelas Users digunakan untuk menyimpan seluruh data users , kelas BiayaDokter akan menyimpan data biaya dokter, kelas KuotaJamkes akan menyimpan data kuota jaminan

Terdapat dua strategic Objectives dalam pengukuran kinerja balanced scorecard yang mencerminkan baik dan buruknya kinerja rantai pasok berkenan dengan pelanggan, yaitu

Untuk memacu dan memicu Guru bidang studi Matematika, Fisika dan Kimia untuk meningkatkan kompetensi dan memiliki metode pembelajaran yang Inovatif dan Kreatif

Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap

Contoh SBR (styrene butadiene rubber) merupakan kopolimer acak dari butadiene dan stirena (25% stirena dan 75% butadiena) yang diproduksi dengan cara polimerisasi emulsi..