IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF
DALAM PEMBELAJARAN SISWA KELAS IVB SD KANISIUS
SOROWAJAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN
2010/ 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru
Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Tiksna Purnamasari
071134011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
PERSEMBAHAN
Skripsi Ini Aku Persembahkan Kepada:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati
kehidupanku.
Bapak dan Ibuku (Purbohadi dan Sunarti)
tersayang, yang senantiasa membimbing,
mendukung, memenuhi kebutuhan materi dan doa
dalam setiap hela nafas hidupku.
Adikku satu-satunya, Aris Kristiana Putri.
Ade Prabowo dan Billy Tungtik.
MOTTO
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku”
FILIPI 4:13
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang
memelihara kamu”
1 Petrus 5:7
“ Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari
situlah terpancar kehidupan”
ABSTRAK
Tiksna Purnamasari.2007. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam Pembelajaran Siswa Kelas IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Yogyakarta; Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) di SD Kanisius Sorowajan kelas IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Serta dampak yang ditimbulkan dari penerapan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif tersebut.
Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, wali kelas IVB, siswa kelas IVB dan orang tua murid. Metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan pengamatan sebagai sumber data utama. Pengolahan data wawancara dilakukan dengan koding, yaitu cara mengorganisasikan dan sistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa kelas telah menggunakan PPR, salah satunya adalah kelas IVB tetapi PPR belum bisa diterapkan pada semua materi pelajaran. Hal itu dikarenakan adanya faktor kesulitan yang dialami guru, antara lain: waktu persiapan, pengadaan media/alat peraga, tugas admistrasi guru yang banyak dan kurangnya pelatihan guru tentang PPR. Dampak yang ditimbulkan pasca pembelajaran PPR di kelas antara lain murid merasakan perubahan sikap positif dari hari ke hari dan prestasi akademik semakin meningkat. Tanggapan orang tua adalah mereka merasa senang dan terbantu dengan adanya PPR di SD K Sorowajan Yogyakarta.
ABSTRACT
Tiksna Purnamasari.2007. Reflective Pedagogical Paradigm Implementation in Class IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Academic Year 2010/2011. Yogyakarta, Faculty of Teacher Training and Education; Sanata Dharma University.
This study aims to describe the application of Reflective Pedagogy Paradigm approach (PPR) in SD Kanisius Sorowajan IVB class semester academic year 2010/2011, and the impact of the application of the Reflective Pedagogical Paradigm Approach.
The subject of this research was the principal, homeroom IVB, IVB grade students and parents. Qualitative research methods with interviews and observations as the primary data source. Interviews were conducted with the data processing coding, namely how to organize and systematize the data are complete and detailed picture so that the data can bring about the topic being studied.
Results of this study showed that some classes have been using PPR, one of which was class IVB. But, PPR can not be applied to all subjects. It was due to the difficulty experienced by teachers, among others: the preparation, procurement of media/visual aids, teacher administration tasks are many and the lack of teacher training on PPR. The impact of post-learning PPR among other students in the class feel the positive attitude change from day to day and increasing academic achievement. Responses are their parents feel happy and helped with the PPR in SD K Sorowajan Yogyakarta.
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu izinkan penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas penyertaanNya dalam setiap langkah hidupku.
2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan lmu Pendidikan.
Universitas Sanata Dharma.
3. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Ketua Program
Studi PGSD, dosen pembimbing akademik dan pembimbing 2.
4. Drs. T. Sarkim, M.E.d., Ph.D. selaku pembimbing 1, terima kasih atas
kesempatan yang telah diberikan selama proses studi dan telah banyak
memberikan bimbingan, saran, motivasi serta kesabaran selama
penyelesaian skripsi.
5. Segenap staf dan karyawan PGSD, terima kasih untuk setiap bantuan
selama ini.
6. Segenap warga SD K Sorowajan sebagai tempat penelitian. Bapak
Suwardi, S.Pd. sebagai Kepala Sekolah, Ibu Wulan sebagai wali kelas
IVB, siswa kelas IVB, dan orang tua siswa. Terima kasih karena sudah
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv
MOTTO ... ……… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……… vii
ABSTRAK ... ……….. viii
ABSTRACT ... ………... ix
PRA KATA ………. ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ………....xiii DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 2
C. Rumusan Masalah ... 2
D. Batasan Pengertian ... 2
F. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Paradigma Pedagogi Reflektif………..4
1. Sejarah Munculnya PPR………4
2. Pengertian ……….5
3. Dinamika PPR………6
4. Ciri-ciri PPR ………11
5. Pengembangan Pendidikan Melalui PPR………13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN……….16
B. METODE PENGUMPULAN DATA ………..16
C. METODE ANALISIS DATA ……….…20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….22
B. DATA ………22
C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………..23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………30
B. Saran ……….. 31
DAFTAR PUSTAKA ………...32
LAMPIRAN ………..33
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 3.1 Panduan Wawancara ... 25
Tabel 3.2 Panduan Pengamatan ... 26
Tabel 3.3 Pelaksanaan Wawancara ... 27
Tabel 3.4 Pelaksanaan Pengamatan ………. 28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Pengamatan Guru Mengajar ... 45
Lampiran 2: Wawancara Kepala Sekolah ... 53
Lampiran 3: Wawancara Wali Kelas ... ... 70
Lampiran 4: Wawancara Orang Tua Siswa ... 78
Lampiran 5: Wawancara Siswa ... ... 82
Lampiran 6: Penerapan PPR oleh Peneliti ... 84
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pedagogi sebagai seni dan ilmu dalam mengajar mengalami perubahan
dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengamatan peneliti pada 1 Mei 2010 di SD
Kanisius Wirobrajan (saat probaling 2), guru cenderung menerapkan
pembelajaran yang menitikberatkan pada pengalaman dan evaluasi. Murid
dijejali berbagai ilmu pengetahuan, kemudian harus di evaluasi secara tertulis
dengan tuntutan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) tertentu yang sudah
ditentukan sekolah. Murid diforsir untuk belajar secara teoritis, tanpa melihat
nilai-nilai moral dan kehidupan. Pengajaran seperti itu pada akhirnya hanya
akan mencetak lulusan yang pintar dalam bidang akademik tanpa diimbangi
dengan moralitas yang baik. Hal itu menjadi keprihatinan dalam dunia
pendidikan saat ini.
Paradigma Pedagogi Reflektif diangkat dalam dunia pendidikan di
Indonesia sebagai angin segar yang membawa perubahan positif. Paradigma
Pedagogi Reflektif (PPR) yang mengandung lima langkah yaitu konteks,
pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi, membimbing siswa untuk menjadi
manusia yang utuh dalam perkembangan kehidupannya di dunia ini.
Siswa dibimbing untuk mengembangkan diri dalam tiga ranah yaitu
competence (kompetensi yang utuh), conscience (kepekaan dan ketajaman hati
nurani) dan compassion (bela rasa bagi sesama) dalam pengalamannya.
Pengalaman yang menunjukkan kegiatan kognitif dan afektif dalam
pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan refleksi sebagai ciri khas dalam
PPR guna memperdalam makna dari sebuah pengalaman.
Penerapan PPR saat ini diharapkan dapat mengubah pola ajar guru selama
ini yang hanya mengedepankan aspek akademik, sehingga tercipta lulusan
B.Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penelitian ini dibatasi
pada Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran di kelas
IVB SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.
C.Perumusan Masalah
Dilandasi latar belakang masalah, masalah dan pembatasannya, masalah
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam
pembelajaran di kelas IVB SD Kanisius Sorowajan semester genap Tahun
Pelajaran 2010/ 2011.
D.Batasan Pengertian
1. Paradigma Pedagogi Reflektif
Paradigma Pedagogi Reflektif adalah suatu pendekatan yang
dilakukan pengajar untuk mendampingi siswanya dalam perkembangannya
baik dalam segi berpikir dan bertindak dalam menerapkan nilai-nilai
kemanusiaan, sehingga siswa memiliki pribadi yang utuh dan manusiawi.
2. Pemecahan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang dan tersirat dalam
rumusan masalah, masalah tentang pembelajaran yang hanya mengarah
pada satu aspek (akademik), akan diatasi dengan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif yang mengarah
pada suatu keutuhan (akademik dan non akademik), dan pelaksanaan
E. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan
pendekatan Paradigma Pedagogik Reflektif di SD Kanisius Sorowajan kelas
IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011.
F. Manfaat
Manfaat penelitian:
1. Secara teoritis
Hasil penelitian tersebut dapat menambah wawasan tentang salah satu
model pembelajaran yang dapat membentuk keutuhan pribadi siswa terkait
dengan menerapkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif.
2. Secara praktis
a. Bagi peneliti sendiri, dapat memberikan pengalaman yang berharga
dalam mempelajari dan menerapkan pendekatan Paradigma
Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran, sehingga dapat
menerapkannya saat menjadi guru.
b. Bagi rekan-rekan guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
inspirasi bahwa menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi
Reflektif merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat
dikembangkan untuk materi pokok/mata pelajaran yang disesuaikan.
c. Untuk perpustakaan sekolah, laporan penelitian ini dapat menambah
satu bahan bacaan yang dapat dimanfaatkan untuk teman-teman guru
sebagai contoh skripsi studi deskriptif, tertama bagi yang masih
mengalami kesulitan dalam menyusun skripsi studi deskriptif
melakukan; sedangkan bagi yang sudah bisa menyusun dapat
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Pendekatan Paradigma Pedagogik Reflektif (PPR)
Pengertian PPR dalam BAB II ini hampir semuanya diambil dari buku
Paradigma Pedagogi Reflektif yang merupakan terjemahan dari Ignatian
Pedagogy, A Practical Approach (diterjemahkan oleh Rm. J. Subagya, SJ.)
tahun 2010.
1. Sejarah munculnya PPR
Awal mula terbentuknya istilah PPR yaitu ada seorang yang bernama
Ignatius. Ia mendirikan Serikat Jesus tahun 1540. Kelompok religius ini tidak
pertama-tama langsung menerapkannya di sekolah-sekolah, namun
kepentingan masyarakat waktu itu menuntut Ignatius untuk mengambil
keputusan memilih pendidikan sebagai cara yang efektif bagi pengembangan
manusia-manusia yang unggul dalam imannya dan berkarakter. Keberhasilan
sekolah-sekolah yang didirikan oleh para Jesuit, anggota Serikat Jesus, menjadi
kekaguman banyak orang sehingga dengan cepat tersebar dan diminati negara
Eropa, yang menjadi kunci keberhasilannya adalah adanya seperangkat
Rencana Pengajaran sekolah Jesuit.
Pada tahun 1581 pemimpin tertinggi Serikat Jesus, Claudius Aquaviva
membentuk sebuah tim yang tugasnya mengumpulkan “best practices” dari sekolah-sekolah Jesuit itu, dan merumuskan sebuah “ Rencana Pengajaran”. Di Eropa dikenal dengan nama” Ratio Studiorum” yang disingkat dengan nama “ Ratio atque Institutio Studiorum Societatis Iesu” (Rencana Pengajaran untuk Lembaga Pendidikan Serikat Jesus). Tim itu menyelesaikan draft Ratio
Studiorum tahun 1586 dan digunakan untuk dievaluasi di kemudian hari. Sejak
itu dengan cepat lebih dari 1000 sekolah yang dikelola Jesuit di berbagai
tempat selalu mengacu pada Ratio Studiorum untuk mengembangkan
Berabad-abad kemudian sampai abad ke-20, kehebatannya diterima dan
diakui banyak orang. Pemimpin tertinggi Jesuit, P.H. Kolvenbach SJ, membuat
tim untuk merumuskan ulang Ratio Studiorum agar sesuai dengan konteks
zaman. Pada tahun 1993, di Roma ada tim yang betugas untuk
menyebarluaskan Rencana Pengajaran itu di belahan dunia. Mereka selalu
berkumpul dan berbagi pengalaman mengenai metode-metode kunci dalam
penyelenggaraan pendidikan modern. Mereka sadar bahwa Ignatius telah
mewariskan metode pedagogis yang berkembang dari spiritual Ignatian yang
sangat mendalam. Maka dokumen yang dikembangkan dalam forum itu berjudul “Ignatian Pedagogy. A Practical Approach. Dari pertemuan itu, Paradigma Pedagogi Ignatian mulai menggema dan mengubah
penyelenggaraan pendidikan disekolah-sekolah Jesuit di mana-mana.
2. Pengertian
Menurut buku Paradigma Pedagogi Reflektif yang merupakan terjemahan
dari Ignatian Pedagogy, A Practical Approach (yang diterjemahkan oleh Rm.
J. Subagya, SJ.) tahun 2010, Paradigma Pedagogi Reflektif adalah “suatu pendekatan yang dilakukan pengajar untuk mendampingi siswanya dalam
perkembangannya baik dalam segi berpikir dan bertindak dalam menerapkan
nilai-nilai kemanusiaan, sehingga siswa memiliki pribadi yang utuh dan
manusiawi”. Pengertian tersebut sesuai dengan esensi dari pendidikan yaitu sebagai suatu proses penanaman nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan
dan keterampilan. Pendidikan itu sendiri seharusnya mendampingi peserta
didik untuk berproses tumbuh dan berkembangnya kesadaran nilai-nilai
kehidupan atau nilai kemanusiaan. Nilai-nilai kemanusiaan yang diperoleh
tersebut akan direfleksikan, dan hasil dari refleksi siswa akan diterapkan dalam
kehidupannya sehingga akan tampak perubahan pola tingkah laku dan sikap
yang utuh. Utuh di sini adalah siswa mampu memiliki sikap yang berbudi
pekerti, berbela rasa pada sesama dan lingkungan, yakni sikap yang mengarah
semacam itu merupakan kemauannya sendiri dalam mengambil
keputusan-keputusan yang bertanggung jawab.
Proses pembelajaran berbasiskan PPR di sekolah atau di kelas, tidak lain
mengarah pada perkembangan pribadi yang semakin utuh. Namun jangan
hanya terintegrasi dalam keutuhan pribadinya sebagai seorang manusia, tetapi
PPR yang diintegrasikan dalam proses pembelajaran di sekolah adalah
membantu peserta didik berkembang menjadi seorang pribadi yang kompeten,
bersuara hati, bertanggung jawab, dan memiliki kepedulian pada sesama.
Pribadi semacam itulah yang disebut pribadi yang utuh baik dari dalam dan
luar dirinya.
3. Dinamika PPR
Secara umum model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pedagogik reflektif ini mencakup lima langkah pokok, antara lain (Tim
Penyusun P3MP dan LPM, Universitas Sanata Dharma, 2008:20 dan Riyanto,
2009):
1) Konteks
Tahap awal dari pembelajaran yang berbasis pedagogi reflektif ini adalah
pengenalan konteks siswa. Siswa diajak mencermati konteks-konteks yang ada
dalam hidupnya sehingga mereka mampu mengenali faktor-faktor yang
berpotensi mendukung atau menghambat proses pembelajaran yang akan
dialaminya. Guru akan memulai proses pembelajarannya dari diri siswa yaitu
dengan memahami dunia siswa termasuk cara-cara hidup keluarga dan
lingkungannya, kebudayaan dan adat, dan juga tekanan sosial, politik, agama,
ekonomi yang terjadi di sekitarnya, dan hal lain yang mempengaruhi dunia
siswa dan mempengaruhinya ke arah yang baik dan buruk. Hal ini dilakukan
karena siswa adalah subjek yang akan ditantang, didorong, dan didukung untuk
membantu guru dalam menciptakan suasana belajar yang berkualitas, yakni
siswa akan lebih memahami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam
belajar.
Konteks-konteks yang perlu dipahami oleh guru:
a. Konteks kehidupan nyata siswa.
Kehidupan nyata siswa yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman,
kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, lembaga
pendidikan, susasana kebudayaan atau yang lain yang berdampak
menguntungkan atau merugikan siswa. Selain itu, kadang berguna dan
penting dalam mendorong para siswa berefleksi atas faktor-faktor
kontekstual yang mereka alami dan bagaimana hal itu mempengaruhi
sikap, tanggapan, penilaian dan pilihan mereka.
1) Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses
belajar. Pengertian dan pemahaman yang siswa peroleh dari studi
sebelumnya atau dari lingkungan hidup siswa merupakan konteks
belajar yang harus diperhatikan. Selain itu, perasan, sikap, dan
nilai-nilai yang para siswa miliki termasuk konteks nyata proses belajar
mereka.
2) Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum
muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup
siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam
hubungannya dengan orang lain. Misalnya siswa yang status
ekonominya rendah akan berdampak pada harapan siswa untuk berhasil
dalam studi dan dalam mengembangkan kreativitas siswa secara bebas
menjadi terhambat.
3) Situasi sekolah tempat proses belajar mengajar terjadi.
Keberhasilan proses pendidikan sangat dipengaruhi oleh situasi sekolah
sebagai tempat pengembangan moral dan pembentukan religius siswa.
Secara konkret, unsur-unsur suasana sekolah dapat diwujudkan dalam
perhatian pada mutu akademik, kepercayaan orang lain, perhatian dan
penghargaan pada sesama, memperlakukan sesama secara jujur dan
adil, usaha membantu siswa menjadi pribadi yang dewasa dan utuh baik
dalam hal moral dan imannya. Tanpa unsur-unsur tersebut kekuatan
khas pendidikan dan pengajaran akan melemah, karena kepercayaan
dan persahabatan antara guru dan siswa merupakan prasyarat yang
menunjang Paradigma Pedagogi Reflektif.
Pemahaman konteks itu akan sangat membantu para guru dalam
menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Jika
suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan
mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar.
Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar secara
sekaligus berkualitas.
b. Pengalaman
Bagi Ignatius, pengalaman berarti “mengenyam sesuatu hal dalam batin”. Pengalaman yang didapat siswa (fakta, pengertian, asas) akan dianalisis dan
dinilai ide-idenya untuk lebih memahami dan menghargai maknanya. Tahap
pengalaman merupakan tahap yang sangat penting dalam menentukan tingkat
pencapaian kompetensi yang dicapai baik dalam aspek kognitif, psikomotorik,
maupun afektif. Selain itu, tahap ini juga menjadi bahan atau dasar bagi tahap
refleksi dan aksi yang merupakan kelanjutan dari tahap pengalaman.
Di dalam pembelajaran, pengalaman sama artinya dengan pengalaman
belajar, atau dalam RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) disebut dengan
kegiatan pembelajaran. Pengalaman di sini adalah pengalaman belajar yang
ini, siswa akan diajak mendalami materi belajar agar pada dirinya terbangun
pemahaman dan menumbuhkan sikap positif terkait dengan pemahaman
tersebut (keterampilan). Pengalaman yang akan dipelajari siswa berasal dari
pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung
didapat dari pengalaman interpersonal, misalnya saat diskusi, praktikum,
kegiatan lintas alam, mengambil bagian dari olah raga, dan sebagainya.
Sedangkan pengalaman tidak langsung bisa lewat membaca atau
mendengarkan. Sesuatu hal yang siswa baca dan dengar akan ditantang guru
untuk merangsang imajinasi dan indera siswa, sehingga mereka dapat dengan
sunguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang dipelajari. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan metode role playing, pemakaian audio visual, dan
sebagainya.
c. Refleksi
Refleksi merupakan unsur yang penting dalam Pendekatan Pedagogi
Reflektif, karena menjadi penghubung antara pengalaman dan tindakan. Agar
pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat bermakana maka perlu
direfleksikan. Tujuan dari kegiatan refleksi adalah a) Siswa mampu menangkap
nilai hakiki dari apa yang dipelajari; b) Menemukan keterkaitan antar unsur
pengetahuan dan antara pengetahuan dengan realitasnya; c) Memahami
implikasi pengetahuan dan seluruh tanggung jawabnya guna menemukan
kebenaran dan kebebasan; dan d) Membentuk hati nurani siswa baik itu dalam
hal keyakinan, nilai, sikap dan seluruh cara bernalar mereka.
Istilah refleksi dipakai dalam arti: menyimak kembali penuh perhatian
bahan studi tertentu, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan supaya
dapat menangkap maknanya lebih mendalam. Jadi refleksi adalah suatu proses
yang memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi. Di dalam proses ini
guru membimbing siswa merefleksikan pengalaman belajarnya, dan siswa
dari sudut pandang pribadi dan manusiawi, dengan tujuan agar siswa mampu
memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik, mengetahui reaksi
perasaan yang dialami, agar siswa mampu menemukan maknanya bagi diri
sendiri dan mulai memahami siapa dirinya serta bagaimana sikapnya terhadap
orang lain. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan
perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam
taraf perkembangan untuk menjadi dewasa, akan tetapi yang penting guru
sudah menanamkan "benih" kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti
akan tumbuh pada saatnya.
Refleksi dalam Pedagogi Ignasian harus bermuara pada keputusan dan
tekad yang kuat untuk melakukan segala hal yang siswa rasakan, dan refleksi
jangan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi
afektif. Hal ini dikarenakan pengalaman harus bersifat positif dan memberikan
perubahan pada diri siswa sehingga menjadi pribadi yang utuh.
d. Tindakan
Paradigma Pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi
justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan
atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi yang bermula dari
pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud
pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman baru inilah yang
disebut aksi.
Di dalam proses pembelajaran, yang dimaksud dengan tindakan adalah
memaknai hasil pembelajaran dengan pikiran dan hati untuk mewujudkan
pengetahuannya dalam kehidupan nyata. Jika siswa tersebut mengalami
keberhasilan atau kegagalan, ia akan kembali kepada Tuhan untuk bersyukur
e. Evaluasi
Tahap terakhir dari pembelajaran yang berbasis pedagogi reflektif adalah
evaluasi. Tahap ini dilakukan untuk memantau kemajuan akademik dan
menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes,
ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur
seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh,
yang tidak lain hal ini merupakan hasil dari evaluasi. Hasil evaluasi ini akan
menjadi umpan balik bagi guru dan siswa. Bagi siswa, hasil evaluasi ini
bermanfaat untuk memperbaiki cara belajarnya, sedangkan bagi guru
merupakan masukan untuk memperbaiki cara dan metode pembelajaran yang
digunakan.
Di dalam pedagogi Ignasian, evaluasi dilakukan dalam aspek akademis
dan aspek kemanusiaan. Evaluasi akan dilakukan secara periodik untuk
mendorong guru dan siswa memperhatikan perkembangan pengetahuan, sikap
dan tindakan-tindakan yang selaras dengan prinsip men and women for and
with other.
2. Ciri-ciri PPR
Paradigma Pedagogi Reflektif mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan
pendidikan Jesuit (Paradigma Pedagogi Reflektif.2010:66), yaitu:
a) Paradigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan kepada semua kurikulum.
Paradigma ini tidak menuntut tambahan apapun selain pendekatan baru pada
cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada.
b) Paradigma Pedagogi Reflektif fundamental untuk proses belajar mengajar.
Paradigma tersebut dapat diterapkan pada ranah akademik dan non-akademik
(kegiatan ekstrakurikuler, olah raga, retret, dan sebagainya). Dalam bidang
paradigma ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam mempersiapkan
pengajaran, memilih bahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Paradigma ini dapat
membantu peserta didik menemukan hubungan antara suatu bidang studi
dengan bidang studi lain, selain itu dapat membantu menyaturagakan studi
peserta didik dengan yang dahulu sudah dipelajari. Penerapan teratur dari pola
ini dalam kegiatan belajar mengajar akan membantu pembentukan kebiasaan
berefleksi dahulu sebelum bertindak.
c) Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar
yang lebih baik. Paradigma ini akan membantu para pengajar memperkaya isi
materi maupun susunan kegiatan yang diajarkan. Para pengajar akan berusaha
lebih keras menuntut para siswa untuk belajar lebih aktif dan menjadi lebih
bertanggung jawab terhadap hasil studi. Paradigma ini membantu para pengajar
memotivasi para siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dalam
pengalaman mereka.
d) Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan
mendorong siswa merefleksikan makna dan arti dari apa yang dipelajari.
Pengalaman dalam hidup siswa akan membantu mereka menjadi lebih kritis
dalam proses belajar mengajar serta meningkatkan motivasi siswa dalam
belajar. Pengalaman yang siswa peroleh direfleksikan lebih pribadi agar
tercipta hubungan pengajar dan siswa yang lebih dekat.
e) Paradigma pedagogi reflektif menekankan matra sosial belajar maupun
mengajar. Para pengajar harus mendorong kerja sama yang erat dan berbagi
pengalaman serta dialog reflektif antara para siswa. Serta mendorong siswa
untuk bergerak maju kearah kegiatan yang berdampak baik bagi hidup orang
lain. Pengalaman yang paling mendalam timbul dari hubungan manusiawi
dengan sesama dan pengalaman bersama orang lain. Refleksi harus selalu
3. Pengembangan Pendidikan Melalui PPR
Penerapan PPR dapat membantu perkembangan pendidikan budaya yang
ada di masyarakat. Beberapa kemungkinan yang masih terus dicoba dan
dikembangkan lebih lanjut adalah sebagai berikut (Tim Redaksi Kanisius,
2008:45):
a. Budaya antikorupsi, antikekerasan, antiperusakan lingkungan.
Upaya yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan budaya ini satu per satu,
misalnya sebagai berikut.
1) Antinyontek ≈ antikorupsi
Menumbuhkan budaya antikorupsi pada siswa dapat dilakukan dengan
cara siswa diajak membahas masalah korupsi dengan memperbincangkan
misalnya, kejadiannya, dampaknya, siapa yang dirugikan, siapa yang
diuntungkan, perasaan orang-orang yang terkena imbas negatifnya dan
lain-lain. Cara ini kemudian direfleksikan dan siswa diminta untuk melakukan
aksinya.
Antikorupsi dapat diberikan dengan mengembangkan budaya antinyontek.
Strategi yang bisa dilakukan oleh guru adalah diciptakannya suasana atau
wacana (sebagai konteks) bahwa lebih bekerja sendiri daripada menyontek.
Bila ada siswa kedapatan nyontek, guru tidak memarahinya tetapi mengajak
berefleksi. Dengan metode kerja kelompok, siswa kan diajak bekerja keras
sehingga tumbuh rasa percaya diri dan tidak takut mengikuti tes tanpa gagal.
2) Persaudaraan, solidaritas dan saling menghargai ≈ antikekerasan
Hubungan antara persaudaraan, solidaritas dan menghargai sesama sangat
erat. Cara pengembangan persaudaraan dan solidaritas akan mengurangi tindak
penghargaan terhadap sesama, akan membuat persaudaraan menjadi kurang
berarti. Persaudaraan akan mampu menumbuhkan cara pandang, sikap dan
perilaku antikekerasan. Cara pengembangan ini akan berhasil jika pengalaman
itu direfleksikan dan ditanggapi dengan aksi, dan selanjutnya seluruh proses
dievaluasi.
3) Mencintai lingkungan hidup ≈ antiperusakan lingkungan
Mencintai lingkungan di sini adalah mencintai kelas sehingga
membuatnya nyaman. Pengalaman untuk mengembangkan cinta
lingkungan dapat dilakukan praktik-praktik di sekolah misalnya dengan
membersihkan kelas, membuat kelas nyaman, atau memelihara kebun di
depan kelas masing-masing.
b. Sikap kemanusiaan kritis
Pendidikan tidak hanya menjadikan seorang siswa menjadi cerdas dalam
hal akademik, tatapi harus cerdas dalam sikap kemanusiaan yang kritis.
Maksudnya peserta didik yang cerdas dalam bersikap, memutuskan, memilih,
menilai dan bertindak. Hal ini dapat diwujudkan dengan bantuan atau
bimbingan guru yang selalu mengajak siswanya untuk melihat
kejadian-kejadian aktual yang terjadi di mayarakat demi pembentukan sikap kritis dalam
memberikan pendapat.
c. Religiositas terbuka
Di dalam pemberian materi ajar sebaiknya siswa tidak hanya menerimanya
secara pasif, melainkan secara aktif yaitu siswa yang selalu diajak untuk
berpikir dan bkerja secara aktif. Dengan adanya masalah yang dijadikan
tantangan, siswa akan aktif bernalar, bereksplorasi dan berkreasi. Melalui
pembelajaran religiositas siswa dibantu untuk memahami dan menghayati
d. Penalaran, eksplorasi, kreativitas, dan kemandirian
Siswa seharusnya diajak untuk melakukan perubahan sosial menuju
kebersamaan yang damai (lawan korupsi, kekerasan, dan perusakan lingkungan
hidup). Maka diperlukan kemampuan penalaran, eksplorasi, dan kemandirian
dalam belajar.
Untuk penalaran, siswa diajak untuk memecahkan permasalahan yang
terjadi di masyarakat. Dengan demikian, siswa akan berusaha mencari jalan
keluar dengan mencari data-data (eksplorasi), mengutak-ngatik solusi, dan
mencari data untuk mengujinya (kreativitas).
e. Kemahiran berbicara
Siswa diharapkan untuk mampu berbicara logis, sistematis, manarik dan
berisi dalam bahasa yang baik dan benar. Dengan memiliki kemampuan ini,
diharapkan siswa akan memiliki sikap kepemimpinan yang mempunyai tujuan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metodologi penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
suatu penelitian, karena semakin baik metode yang digunakan dalam
penelitian, penelitian tersebut akan efektif dan efisien serta hasil yang dicapai
akan semakin sempurna. Istilah metodologi penelitian berasal dari bahasa Yunani yaitu: “methodos” yang artinya metode atau cara, sedangkan logos artinya ilmu. Dari arti kata di atas dapat ditarik kesimpulan metodologi
penelitian adalah ilmu pengetahuan tentang metode atau cara yang dapat
ditempuh untuk mencapai suatu tujuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data
yang sifatnya deskriptif seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar,
foto, rekaman video, dan sebagainya (Poerwandari, 1998).
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan
data-data dengan menyajikan data-data, menganalisis, dan mengintrepretasikannya
(Moleong, 2002).
B.Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan wawancara dan pengamatan sebagai alat
utama dalam pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada key informan
dan pengamatan dilakukan kepada siswa-siswa kelas IVB pada saat kegiatan
belajar berlangsung, yang direkam dengan menggunakan tape recorder,
kamera foto, dan handycam.
Wawancara adalah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan yang dilakukan antara pencari
pemahaman informan mengenai sesuatu hal baik itu pengalaman, perasaan, dan
pemikiran individu (Poerwandari, 1998).
Di dalam penelitian ini, wawancara dilakukan pada kepala sekolah SD
Kanisius Sorowajan, wali kelas IVB, siswa-siswa kelas IVB, dan orang tua
murid kelas IVB. Untuk mencari subjek penelitian, peneliti melakukan
beberapa hal berikut:
a. Menghubungi secara langsung para calon subjek penelitian yang akan
dimintai kesediaannya untuk diwawancara.
b. Mencari dua siswa kelas IVB SD Kanisius Sorowajan secara acak
dengan kriteria dan karakter tertentu.
c. Mengadakan janji waktu dan tempat untuk melakukan wawancara.
Pengalaman-pengalaman yang diungkap dalam wawancara dengan calon
subjek penelitian baik itu kepala sekolah SD Kanisius Sorowajan, wali kelas
IVB, siswa-siswa kelas IVB, dan orang tua murid meliputi hal-hal berikut:
Tabel 3. 1
Panduan Wawancara
No. Pengalaman Deskripsi Fokus
1. Paradigma Pedagogi Reflektif
Pola pikir (paradigma) untuk menumbuhkembangkan pribadi manusia menjadi pribadi yang utuh (kristiani)
Penerapan PPR di SD Kanisius Sorowajan, yakni di kelas IVB 2. Dampak Hasil yang akan diperoleh dari
penerapan PPR
Dampak positif dan negatif 3. Hambatan Faktor-faktor internal maupun
eksternal yang mempengaruhi perkembangan dari penerapan PPR
Hambatan yang dialami informan
4. Strategi pemecahan masalah
Alternatif cara yang dipilh untuk mengatasi hambatan yang muncul
Cara mengatasi hambatan
Selain itu, peneliti melakukan pengamatan terhadap guru IVB saat
mengajar di kelas. Pengamatan dilakukan dua kali pertemuan sesuai dengan
2JP alokasi waktu). Hal yang diamati selama kegiatan belajar mengajar adalah
ingin mengetahui bagaimana guru menerapkan PPR dalam pembelajaran di kelas,
yang menunjukkan langkah-langkah dari penerapan PPR.
Tabel 3.2
Panduan Pengamatan
No. Langkah-langkah
PPR
Deskripsi Fokus
1. Konteks Pemahaman dunia siswa mengenali faktor-faktor yang berpotensi mendukung atau menghambat proses pembelajaran yang akan dialaminya
Konteks dari siswa
2. Pengalaman Pengalaman belajar yang dialami siswa untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
Pemberian pengalaman atau
pengetahuan pada siswa 3. Refleksi Proses yang memunculkan makna dalam
pengalaman manusiawi
Pertanyaan refleksi, suasana dan keadaan saat refleksi berlangsung 4. Tindakan Memaknai hasil pembelajaran dengan
pikiran dan hati untuk mewujudkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata
Aksi nyata siswa setelah refleksi 5. Evaluasi Memantau perkembangan akademik dan
menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh
Hasil akademik yang siswa peroleh
Sebelum melakukan wawancara dan pengamatan, peneliti mempersiapkan
hal-hal yang diperlukan.
b) Alat untuk merekam atau handycam dengan durasi berbeda-beda.
Setiap melakukan wawancara dan pengamatan, peneliti
mempersiapkan alat cadangan lain untuk merekan yaitu kamera digital
dengan menggunakan 2 buah baterai dan cadangan 4 buah baterai.
c) Kertas atau alat tulis yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting
yang akan ditanyakan pada subjek penelitian untuk menggali
informasi lebih dalam.
Tabel 3.3
Pelaksanaan Wawancara
No.
13.36 WIB (15:38 menit)
14.02 WIB ( 42 menit) 10.01 WIB (18.21 menit) 09.04 WIB (10 menit)
Pelaksanaan Pengamatan
No. Mata Pelajaran
Tanggal Waktu Tempat
2. IPS (masalah sosial)
Selasa, 3 Mei 2011
(09.20 – 10.40 WIB) Ruang kelas IVB
Tabel 3.5
Penerapan PPR oleh peneliti
No. Mata Pelajaran
Tanggal Waktu Materi
1. IPS 9 Mei 2011 09.20 - 10.40 WIB Masalah Sosial
2. PKN 16 Mei 2011 11.00 – 12.20 WIB
Jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional
C. Metode Analisis Data
Pengolahan atau analisis data dapat dimulai dengan mengorganisasi data
dan koding. Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 1998), mengatakan
bahwa organisasi data bertujuan untuk :
1) Memperoleh kualitas data yang baik
2) Mendokumentasikan analisis yang dilakukan.
3) Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian
penelitian.
Organisasi data dilakukan untuk mempermudah peneliti dan pihak lain
dalam memeriksa ketepatan langkah-langkah yang telah diambil dan
memungkinkan data tidak tercampur aduk. Organisasi data memungkinkan
data tersusun rapi, sistematis dan selengkap mungkin (Poerwandari, 1998).
Langkah selanjutnya yang sangat penting sebelum melakukan analisis
adalah koding. Koding dilakukan untuk mengorganisasikan dan
mengsistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat
memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari. Fokus topik yang akan
dipelajari adalah implementasi pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif
dalam pembelajaran di kelas dan dampak yang timbul pada perkembangan
peneliti nantinya dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkan
(Poerwandari,1998).
Setelah melakukan proses wawancara, peneliti menyusun verbatim. Untuk
proses koding, peneliti membuat 4 buah kolom yang berisikan kolom pertama
untuk nomor, kolom kedua untuk pertanyaan peneliti, kolom ketiga untuk
jawaban objek, dan terakhir kolom keempat untuk keterangan. Peneliti
kemudian menemukan beberapa tema sementara yang muncul dari proses
koding.
Setelah melakukan pengorganisasian data dan koding, peneliti mulai
melakukan analisis data. Smith (dalam Poerwandari, 1988), menjelaskan
langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk analisis data, yaitu sebagai
berikut:
1. Membaca transkip untuk mendapatkan pemahaman tentang suatu
masalah dan menuliskan interpretasi sementara yang muncul dari
bagian yang kosong.
2. Menuliskan tema atau kata kunci yang dapat ditangkap yang
mencerminkan isi dari teks tersebut pada bagian atau sisi lain yang
kosong.
3. Mendaftar tema-tema yang muncul pada lembar lain dan mencari
hubungan antara tema-tema tersebut.
4. Menyusun daftar tema-tema atau kategori-kategori sehingga
menampilkan pola hubungan antar kategori bukan lagi sebagai kasus
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Pelaksanaan Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan SD Kanisius Sorowajan, Jl. Sorowajan No. 111,
Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta.
2. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVB, guru kelas IVB dan
SD K Sorowajan Yogyakarta.
3. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran di kelas
IVB SD K Sorowajan dengan menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif.
4. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2010/2011, yaitu
bulan Maret-Mei 2011.
B.Data
1. Data Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan terdiri dari pengamatan guru mengajar sebanyak 2 kali,
yaitu:
No. Mata Pelajaran
Tanggal Waktu Tempat
1. IPA (pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan.)
Senin, 2 Mei 2011
(07.00 – 08.20 WIB) Ruang kelas IVB
2. IPS (masalah sosial)
Selasa, 3 Mei 2011
(09.20 – 10.40 WIB) Ruang kelas IVB
2. Data Hasil Wawancara
Data Hasil Wawancara terdiri dari wawancara Kepala Sekolah, Wali Kelas, Orang
Tua, dan Siswa, yaitu:
13.36 WIB (15:38 menit)
14.02 WIB ( 42 menit) 10.01 WIB (18.21 menit) 09.04 WIB (10 menit)
3. Data Hasil Penerapan PPR oleh Peneliti
Data Hasil Penerapan PPR oleh Peneliti terdiri dari mengajar menggunakan PPR
sebanyak dua kali, yaitu:
No. Mata Pelajaran
Tanggal Waktu Materi
1. IPS 9 Mei 2011 09.20 - 10.40 WIB Masalah Sosial
2. PKN 16 Mei 2011 11.00 – 12.20 WIB
Jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional
(lihat di lampiran 6)
C.Analisis dan Pembahasan
1. SD Kanisius Sorowajan
a. Deskripsi Sekolah
SD Kanisius Sorowajan beralamat di Jl. Sorowajan No.111,
Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta.
mempunyai kelas paralel dari kelas 1-5 (A dan B), kecuali kelas 6 (hanya
satu kelas). Terdiri dari seorang kepala sekolah (BS/bukan nama
sebenarnya), 11 guru kelas, dua orang guru olah raga, seorang guru
komputer, empat orang guru ekstrakurikuler (tari, taekwondo, menyayi,
karawitan), dan tiga orang petugas tata usaha, serta seorang satpam. Sekolah yang memiliki visi ”Menjadi pendidik anak Indonesia agar cerdas, berkarakter, peduli terhadap sesama dan lingkungan” dan misi ”Menyelenggarakan pendidikan sekolah dasar dan menengah yang berkualitas berlandaskan Paradigma Pedagogi Reflektif dan mengoptimalkan sumber daya bersama mitra strategis” ini telah menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) sejak tahun 2008
dengan salah satu alasan sebagai berikut: pendidikan intelektual belaka
ternyata tidak cukup berhasil membuat orang sukses dalam
kehidupannya. Banyak orang pandai tetapi tidak sukses dan banyak juga
yang kendati tidak menonjol di bidang pengetahuan, tapi sukses karir
atau hidupnya. Sebelum penerapan PPR, di sekolah ini terlebih dahulu
menerapkan pendidikan karakter MATIUS (MANDIRI, AKTIF, TAAT,
INOVATIF, ULET, SANTUN) yang Multikultur dengan alasan bahwa
pendidikan bukan hanya mengembangkan aspek intelektual saja, tetapi
aspek yang lain juga dikembangkan, maka sekolah ini mencoba
mengembangkan sekolah yang berwawasan lingkungan berbasis kearifan
lokal yaitu dengan menerapkan pendekatan pendidikan karakter
MATIUS yang Multikultur. (Selayang Pandang SD K Sorowajan.2010).
Untuk kebijakan penerapan PPR di SD K Sorowajan ini, sejauh
pengamatan tidak ditemukan bagaimana bunyi kebijakan tersebut dan
bukti dokumennya. Yayasan Kanisius mengambil keputusan bahwa
untuk saat ini PPR merupakan pola pembelajaran yang terbaik. PPR
merupakan keputusan yang final untuk dilaksanakan di sekolah-sekolah
b. Guru Kelas IVB
Penelitian ini difokuskan pada kelas IVB dengan wali kelas
bernama R. Ibu R sudah mengajar di SD K Sorowajan selama satu
setengah tahun. Sebelum ditempatkan di SD K Sorowajan, ia mengajar di
SD K Demangan Baru. Ia tinggal bersama dengan orangtuanya karena
masih berstatus lajang di daerah Samben RT 05/Argomulyo Sedayu
Bantul, Yogyakarta. Jenjang pendidikan yang ia tempuh semuanya berada di Yogyakarta, antara lain di “SD N Gunung Mulyo Sedayu (1993-1998), SMP N Sedayu (1998-2001), SMA N 1 Godean (2001-2004),
Universitas Sanata Dharma (th. 2004-2008”) (WK/17-21/260311.) Ibu
Roz ini memilih untuk jadi guru SD, walaupun ia lulusan dari Prodi
Matematika karena arahan dari ibu kandungnya yang juga seorang guru
sekolah dasar. Selain alasan tersebut, ia juga mempunyai keinginan yang
kuat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pekerjaannya.
c. Siswa Kelas IVB
Subjek ketiga yaitu siswa kelas IVB SD K Sorowajan yang
berjumlah 32 orang. Mereka berumur rata-rata 9-10 tahun. Jumlah siswa
laki-laki 15 orang, sedangkan jumlah siswa perempuan yaitu 17 orang.
Mereka mayoritas tinggal di sekitar lingkungan SDK Sorowajan. Latar
belakang ekonomi keluarga cukup merata dari atas, menengah dan bawah,
misalnya dokter, guru, buruh.
Wawancara dilakukan kepada dua orang siswa yang dipilih secara
acak yaitu K dan VR. Wawancara bertujuan untuk mengetahui dampak
dari pendekatan pedagogi reflektif dalam setiap pembelajaran oleh Ibu R.
d. Orang Tua Murid IVB
Peneliti memilih secara acak subjek pendukung penelitian yaitu
orang tua murid IVB, yang diwakili oleh bapak TT dan Ibu BD. Ibu BD
Bantul Yogyakarta. Suaminya adalah seorang dokter di salah satu rumah
sakit di Yogyakarta. Ibu BD cukup ramah dan terbuka dalam menceritakan
anaknya (K). K bukan anak kandung dari Ibu BD, ia mempunyai kelainan
pada salah satu organ (jantung) tubuhnya yang membuat orang tua
kandung tidak bisa merawatnya. Meskipun demikian, K tetap tumbuh
sebagai gadis yang ceria di tengah orang tua dan kakak-kakaknya di
rumah.
Bapak TT adalah seorang guru olah raga di SD K Sorowajan. Dia
mempunyai seorang istri dan dua orang anak (R dan VR). Bapak TT
sangat memperhatikan perkembangan anaknya, baik dalam sekolah
maupun pergaulan di masyarakat.
2. Implementasi PPR
Implementasi PPR di SD Kanisius Sorowajan belum optimal
diseluruh kelas dan di semua mata pelajaran. Hanya beberapa kelas saja
yang sudah menerapkan PPR dalam pembelajarannya yaitu kelas IVB dan
VA. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, guru masih
kesulitan dalam menerapkan PPR dalam pembelajaran. Selain karena
kurang mendapatkan pelatihan dan bimbingan, hal ini juga disebabkan
karena hanya para guru yang mendapatkan pelatihan dan bimbingan PPR,
sehingga pemberian pelatihan dan bimbingan PPR kepada para guru tidak
merata.
Dari pengamatan di kelas IVB, penerapan PPR sudah cukup
maksimal. Guru telah menerapkan PPR dalam lima mata pelajaran pokok
yaitu IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Matematika dan Pkn. Guru tidak
menerapkan siklus utuh dalam setiap mata pelajaran, karena butuh banyak
waktu untuk menerima PPR yang merupakan sesuatu hal yang baru,
sehingga tugas admisnistrasi guru menjadi semakin banyak serta RPP yang
berbeda dengan RPP yang lain telah menyita waktu berpikir guru. Maka
khusus tentang PPR. Hasil yang didapat masih saja guru merasa bingung
tentang penerapan PPR, karena sesuatu hal yang baru dibutuhkan proses
yang panjang untuk mempelajari serta menerapkannya.
Walaupun tidak utuh penerapan tahapannya, yang terpenting adalah
kekhasan dari PPR itu sendiri yaitu refleksi dan aksi, karena refleksi dan
aksi dapat dilakukan dalam setiap metode pembelajaran yang guru
gunakan. Hal yang dilakukan guru sudah baik, beliau masih berusaha
menerapkan PPR sesuai dengan kemampuannya. Karena beliau
menginginkan anak didiknya berkembang secara utuh dan maksimal, baik
dalam prestasi, moral, dan sikapnya. Maka sebaiknya, dalam hal ini guru
masih perlu banyak waktu untuk lebih memperdalam tentang PPR, agar
hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan PPR itu sendiri serta anak
didiknya dapat berkembang secara maksimal dan utuh.
Penerapan yang dilakukan oleh Ibu Ros telah memberikan dampak
positif bagi siswanya. Sejauh pengamatan dan wawancara, siswa menjadi
lebih mandiri dan bertanggung jawab dengan apa yang menjadi tugasnya,
baik di sekolah maupun di rumah. Dengan adanya PPR ini, siswa lebih
mudah untuk mengerti materi yang guru berikan, karena guru
menggunakan alat peraga yang akan membuat siswa antusias mengikuti
pelajaran dan pembelajaran menjadi menyenangkan. Nilai-nilai pelajaran
siswa pun sebagian besar sudah melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal). Namun tidak dipungkiri, masih ada sebagian kecil siswa yang
mendapatkan nilai di bawah rata-rata.
3. Dampak PPR
Pembelajaran yang menggunakan PPR ini memberikan dampak
yang positif bagi siswa. Siswa mengatakan bahwa mereka merasa senang
dengan pembelajaran yang disampaikan Ibu R. Vr (siswa) menyadari
misalnya “semakin rajin mengerjakan PR dan tugas”.(S/14-19/24051).
Demikian juga K (siswa) mengatakan bahwa ia “tidak mencontek teman, rajin belajar dan piket” pasca mendapatkan pendekatan PPR (S/18-20/240511).
Sedangkan di rumah, mereka (Vr dan K) juga semakin rajin dalam
melakukan tugas mereka sebagai anak dalam membantu meringankan
tugas orang tua. Misalnya, Vr biasanya “menyapu lantai” (S/44/240511)
sedangkan K “bantu ibu cuci piring” (S/45/240511). Dampak juga dirasakan sendiri oleh guru kelas IVB. Ibu R mengatakan bahwa ada
perubahan baik dari segi akademik maupun nonakademik. Menurut Ibu R
misalnya perubahan sikap (emosional) salah satu siswa, “Contohnya: N, dulu Ia sangat tomboy dan suka ngatur-ngatur temannya dengan
bentak-bentak. Lambat laun Ia semakin feminine dan bisa mengalah dengan temannya” (WK/236-244/290411). Sedangkan dari segi akademik, Ibu R mengatakan bahwa pembelajaran PPR juga memberikan perubahan misalnya “T, rata-rata nilainya cenderung membaik” ( WK/277-278/290411). Demikian juga yang dirasakan oleh orang tua dari siswa kelas IVB. Orang tua dari Vr mengatakan bahwa, “Vr mengalami perubahan sikap yang sangat terlihat jika dibandingkan sebelum
mendapatkan PPR, yaitu sikap pemberani dalam setiap hal. Sekarang Vr
berani untuk berkecimpung di dalam masyarakat, terutama dalam
kegiatan gereja. Misalnya ikut Puteri Altar” (OtV/1-9/230511). Sedangkan orang tua dari K mengatakan bahwa “secara keseluruhan, Kinanti belum mengalami perubahan yang signifikan dalam bersikap pasca mendapatkan
PPR di sekolah, namun rasa empati terhadap teman sebaya saat bergaul
di lingkungan rumah semakin terlihat saat ia memberi bantuan baik
Pembelajaran yang menggunakan PPR ini memberikan pengaruh
dan dampak yang sangat positif, dilihat dari hasil wawancara dengan guru,
murid, dan orang tua. Mereka menyadari bahwa ada perubahan positif
yang terus terjadi baik dari prestasi maupun sikap, setelah mendapatkan
pembelajaran yang berbasis PPR ini secara berkelanjutan.
Terakhir peneliti juga melakukan penerapan PPR dalam
pembelajaran di kelas IVB sebanyak dua kali pada mata pelajaran IPS dan
PKn. Hal itu difokuskan pada penerapan langkah-langkah PPR karena
peneliti ingin menemukan pengalaman seperti yang dialami oleh guru.
Dalam penerapannya peneliti telah mempersiapkan bahan ajar dan
instrument pembelajaran (RPP, LKS, lembar refleksi dan aksi, media
pembelajaran). Peneliti merasa senang telah melakukan penerapan PPR
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan:
1. Penerapan PPR di SDK Sorowajan dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
a. Sekolah menerapkan PPR di setiap kelas, akan tetapi belum maksimal
di seluruh kelas dan di semua mata pelajaran karena guru masih perlu
banyak waktu untuk lebih mempelajari dan mendapatkan pelatihan tentang
cara penerapan PPR dalam kegiatan pembelajaran.
b. Sekolah melakukan pemantauan yaitu dengan diadakannya rapat
evaluasi PPR dan membentuk tim sukses PPR untuk mengatasi
kendala-kendala yang dialami guru.
2. Penerapan PPR yang dilakukan guru di kelas IVB adalah guru tidak
menerapkan siklus PPR secara utuh dalam setiap mata pelajaran.
Kadang-kadang hanya 1 atau 2 mapel yang menggunakan PPR secara utuh. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor yaitu:
a. Penerapan PPR membutuhkan waktu persiapan kurang lebih seminggu
per materi pelajaran.
b. Untuk materi-materi yang tidak bisa diterapkan PPR secara utuh, guru
hanya memberikan tahap refleksi dan aksi pada materi tersebut.
3. Dampak positif yang ditimbulkan adalah:
a. SD K Sorowajan
Sekolah dapat memberikan lulusan yang kompeten dan berguna bagi diri
b. Siswa
Siswa merasa senang dan mengalami perubahan yang positif dari hari ke
hari baik dari segi akademik maupun nonakademik. Dari segi akademik
dapat dilihat peningkatan nilai siswa. Dari segi nonakademik, siswa
mengalami perubahan sikap yang positif baik di rumah maupun di sekolah.
c. Guru
Guru terbantu dengan adanya pendekatan (PPR) yang sangat dibutuhkan
siswa saat ini, yaitu pendekatan yang dapat mengembangkan pribadi siswa
menjadi lebih bertanggung jawab, peduli terhadap sesama dan mandiri.
B. Saran
Beberapa saran peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagi SD K Sorowajan
a. Sebaiknya sekolah semakin mengoptimalkan keterlibatan semua
guru dalam tim sukses PPR dan dibimbing oleh guru yang paling
berpengalaman dalam penerapan PPR.
b. Sebaiknya sekolah melengkapi alat peraga yang dibutuhkan guru,
sehingga semakin mendukung pembelajaran.
c. Sebaiknya sekolah mengadakan pelatihan atau seminar mengenai
PPR.
2. Bagi Guru
a. Sebaiknya guru lebih berinovasi dalam merangkai alat peraga guna
mendukung menyampaian materi.
b. Guru diharapkan dapat terus berlatih dan mempelajari PPR
sehingga dapat mengembangkan pembelajaran di kelas secara
maksimal.
c. Guru semakin memahami hambatan yang mungkin terjadi dan
dapat memberi solusi sehingga terlaksana pembelajaran yang
DAFTAR PUSTAKA
Bukti acara Pengantar Sekolah dalam Rangka Sosialisasi Program Sekolah Tahun
Ajaran 2009/2010.
Moleong, L.J., 2002. Methodology Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset.
Pedoman Penulisan Skripsi.2004. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Poerwandari, E. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta:
Lembaga Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas
Universitas Indonesia.
P3MP USD. 2008. Pedoman Model Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignasian.
Yogyakarta: P3MP USD.
Sarkim, T. April 2011. Artikel EDUCARE “Pengalaman Belajar dan
Pemanfaatan Buku Pelajaran”. Jakarta: Komisi Pendidikan KWI.
SD Kanisius Sorowajan, (2011/2012). Draf Visi, Misi dan Strategi Sekolah.
Yogyakarta.
SD Kanisius Tegalmulyo. Panduan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Berpola Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta.
Sekolah Dasar Kanisius Sorowajan. 2009. Paradigma Pedagogi Reflektif.
Yogyakarta.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI dan SDLB.
2010. Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta: Kanisius.
LAMPIRAN
1
Pengamatan Penerapan PPR oleh Wali Kelas IVB
Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dalam penerapan PPR di
kelas sebanyak dua kali pada mata pelajaran yang berbeda. Pengamatan ini
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui cara guru dalam menerapkan PPR
pada mata pelajaran dengan langkah: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan
evaluasi.
Pengamatan I
Mata pelajaran : IPA
Materi : Pengaruh perubahan lingkungan fisik
terhadap daratan.
Alokasi waktu : 2JP (07.00-08.20WIB).
Metode Pembelajaran : ceramah singkat, tanya-jawab dan diskusi.
Waktu pengamatan : 2 Mei 2011
Langkah PPR :
1. Konteks
Pada tahap konteks ini guru menilik kesiapan siswa dalam memulai
pelajaran. Guru melakukan tanya-jawab dengan murid mengenai keadaan alam di sekitar rumah mereka. Contoh pertanyaan dari guru adalah ”ada apa saja di lingkungan sekitar rumahmu?”, ”Bagaimana keadaannya?”. Contoh jawaban dari murid yaitu ” ada rumah, kali, kebon, sungai, gunung”, ”keadaannya bersih, rapi, kotor, indah, bau tidak enak”. Pada tahap konteks ini guru mencoba mendalami seberapa jauh pemahaman siswa mengenai keadaan di
sekitar rumah siswa yang merupakan kenampakan alam. Respon siswa
terhadap pertanyaan guru ini sangat antusias dalam menjawab, karena
berhubungan dengan keadaan sekitar rumah. Pertanyaan yang diajukan guru
secara terbuka sehingga terkesan kelas ramai.
2. Pengalaman
Pada langkah pengalaman ini guru melakukan ceramah singkat sambil
masing-masing. Selesai mencatat, siswa melakukan diskusi dengan teman
sebangkunya. Mereka melakukan diskusi mengenai satu pertanyaan dari guru yaitu ” Bagaimana dampak perubahan lingkungan bagi kehidupan manusia?”. Mereka mendiskusikan pertanyaan tersebut dan menuliskan jawaban di buku
tulis masing-masing. Selesai berdiskusi, siswa membahas jawabannya dengan
bimbingan guru. Guru memillih secara acak siswa yang harus menjawab
pertanyaan diskusi tersebut. Siswa yang dipilih menjawab pertanyaan dari
guru, membacakan hasil diskusi di tempat duduknya. Kemudian siswa dari
kelompok diskusi lain mencocokkan hasil diskusinya. Dari beberapa
kelompok diskusi mengungkapkan bahwa perubahan lingkungan mempunyai
dampak yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia, misalnya tsunami,
banjir, tanah longsor. Semua hal tersebut dapat mengubah kelayakan hidup
manusia. Sebagian besar siswa di kelas IV B tersebut mengerti bahwa
perubahan lingkungan tersebut memberikan dampak yang nyata bagi
kehidupan manusia. Hal itu terlihat dari jawaban-jawaban siswa, baik yang
mendapat giliran mengungkapkan di depan kelas maupun tidak.
Gambar 2.1 Guru menuliskan materi
3. Refleksi
Kegiatan refleksi menuntun siswa untuk mengungkapkan hasil pemaknaan
cara menulis pertanyaan refleksi di papan tulis. Kemudian siswa menuliskan
refleksinya di buku refleksi masing-masing. Pertanyaan refleksi dari guru yaitu ” Apakah sikap kita selama ini sudah menjaga kelestarian lingkungan atau justru malah merusak lingkungan?”. Setelah menuliskan refleksinya, siswa kemudian mengumpulkan buku refleksi masing-masing di meja guru untuk
meminta tanda tangan guru serta komentar. Buku refleksi tersebut nantinya
dibawa pulang ke rumah untuk diperlihatkan kepada orang tua dan dimintakan
tanda tangan. Hasil refleksi siswa ini tidak diungkapkan kepada siswa lain di
kelas. Baik dibacakan atau pun di ceritakan secara langsung di depan siswa.
Refleksinya pun tanpa dibantu menggunakan media agar siswa lebih mudah
untuk melakukan pemaknaan pengalaman dari materi yang telah dipelajari.
Gambar 3.1 Siswa melakukan refleksi
4. Aksi
Tahap aksi dilakukan siswa setelah melakukan refleksi guna membuat
komitmen terhadap diri mereka sendiri dalam menindaklanjuti refleksi yang
baru saja mereka lakukan. Siswa menuliskan aksi mereka di buku tulis
Pertanyaan aksi tersebut yaitu ”Usaha apa saja yang dapat dan akan kamu lakukan untuk menjaga lingkungan di sekolah maupun di rumah?”. Dari pertanyaan tersebut, siswa mulai terbantu untuk merumuskan tindakan yang
akan dilakukan guna menindaklanjuti
5. Evaluasi
Guru melakukan tahap evaluasi ini dengan memberikan soal yang sudah
tertera di dalam buku paket halaman 167-169, A dan B. Siswa menjawab
soal-soal tersebut di buku tugas masing-masing. Setelah selesai mengerjakan
evaluasi, guru dan siswa membahasnya bersama-sama. Siswa secara bergantian
membacakan jawaban mereka dan guru mengoreksi jawaban tersebut. Siswa
lain juga mengoreksi jawaban mereka masing-masing.
Gambar 5.1 Siswa melakukan evaluasi
Pengamatan II
Mata pelajaran : IPS
Materi : Masalah Sosial
Alokasi Waktu : 2 JP (09.20-10.40WIB)
Metode Pembelajaran : ceramah singkat, tanya-jawab, diskusi.
Waktu pengamatan : 3 Mei 2011
1. Konteks
Tahap konteks pada pengamatan kedua ini, seperti pada pengamatan
pertama, guru melakukan tanya-jawab dengan siswa mengenai pengetahuan
awal siswa yang berkaitan dengan materi (masalah sosial). Contoh pertanyaannya yaitu ” apa yang kalian ketahui tentang masalah sosial?”
2. Pengalaman
Guru memberikan materi melalui ceramah singkat dan dilanjutkan dengan
diskusi berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat siswa. Guru
membagikan LKS(Lembar Kerja Siswa) yang berisi pertanyaan-pertanyaan
kasus sosial di sekitar kita yang harus dijawab oleh kelompok diskusi tersebut. Contoh pertanyaannya yaitu ”Sebutkan beberapa penyebab kenakalan remaja?”.
Setelah diskusi selesai, maka hasil diskusi tersebut dibahas dengan
bimbingan guru. Perwakilan setiap kelompok maju untuk menuliskan jawaban
hasil diskusi di papan tulis, kemudian kelompok lain mencocokkan hasil
pekerjaannya.
Gambar 2.2 Lembar Kerja Siswa
3. Refleksi
Siswa melakukan refleksi dengan bantuan pertanyaan dari guru yang
tertulis dalam selembar kertas. Kertas tersebut berisi pertanyaan beserta
gambar yang berkaitan dengan masalah sosial. Misalnya: gambar anak jalanan,
maka siswa diminta untuk memberikan tanggapan atas sikap yang seharusnya
siswa lakukan. Hasil refleksi tersebut dikumpulkan di meja guru, kemudian
secara lisan guru menanyai siswa yang ditunjuk untuk menceritakan hasil
refleksinya. Tidak semua siswa mendapatkan giliran mengungkapkan
refleksinya karena keterbatasan waktu. Contoh refleksi tersebut yaitu gambar
peristiwa anak jalanan. Sikap yang dituliskan siswa yaitu berusaha untuk
Gambar 3.1. Siswa melakukan refleksi
4. Aksi
Aksi yang terlihat di lingkungan sekolah yaitu membuang sampah pada
tong sampah, meminjamkan teman yang tidak membawa alat tulis.
5. Evaluasi
Subyek 1: Kepala Sekolah
No. Pertanyaan Jawaban Kode Wawancara 1
Tanggal: Rabu, 18 Mei 2011 Kode: KS/Pg/180511
Baik… untuk Sorowajan itu mengawali PPR sebenarnya mulai tahun 2008. Sebenarnya pada waktu itu bersamaan dengan penerapan pendidikan karakter yang kami disebut namanya pada waktu itu pendidikan karakter MATIUS. Nah bersamaan tu kami undang dari yayasan, dari tim PPR percetakan pendidikan Kanisius yang dokumennya sebenarnya masih ada tahun 2008/2009. Cuma dalam perjalanannya memang PPR ini kan sebuah proses yang sebuah pembelajaran inovasi yang setiap saat dievaluasi lalu dikembangkan, evaluasi dikembangkan. Nah.. ini secara keseluruhan sekolah ini sudah melaksanakan PPR hanya ada hal-hal yang menjadi kendala… ada kendala yang ehm… jadi PPR itu kan sebuah inovasi yang mengembangkan sebenarnya menggali kembali apa ya...? Pendidikan Yesuit pada dokumen Yesuit yang sekian ribu tahun yang lalu digali lalu di Indonesiakan. Lalu tentu ini perlu banyak sosialisasi karna ini pendidikan Yesuit sedangkan pelaksanaan pendidikan ini awam sehingga kendalanya ini persoalan Yesuit, mengolah hati, padahal komunitas yang kita terapkan adalah komunitas awam. Nah maka ini perlu sosialisasi dan terus ada inovasi-inovasi yang dilakukan dan evaluasi setiap berakhirnya tahun pelajaran begitu.
Sebelum ada PPR ya kami kan tentu untuk pembelajaran saya kira secara umum ya untuk kelas 1,2,3 tematik, yang 4,5,6 ya terpadu. Pembelajarannya dulu saya kira