Pembelajaran Siswa Kelas IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Yogyakarta; Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) di SD Kanisius Sorowajan kelas IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Serta dampak yang ditimbulkan dari penerapan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif tersebut.
Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, wali kelas IVB, siswa kelas IVB dan orang tua murid. Metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan pengamatan sebagai sumber data utama. Pengolahan data wawancara dilakukan dengan koding, yaitu cara mengorganisasikan dan sistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa kelas telah menggunakan PPR, salah satunya adalah kelas IVB tetapi PPR belum bisa diterapkan pada semua materi pelajaran. Hal itu dikarenakan adanya faktor kesulitan yang dialami guru, antara lainI waktu persiapan, pengadaan media/alat peraga, tugas admistrasi guru yang banyak dan kurangnya pelatihan guru tentang PPR. Dampak yang ditimbulkan pasca pembelajaran PPR di kelas antara lain murid merasakan perubahan sikap positif dari hari ke hari dan prestasi akademik semakin meningkat. Tanggapan orang tua adalah mereka merasa senang dan terbantu dengan adanya PPR di SD K Sorowajan Yogyakarta.
Class IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Academic Year 2010/2011. Yogyakarta, Faculty of Teacher Training and Education; Sanata Dharma University.
This study aims to describe the application of Reflective Pedagogy Paradigm approach (PPR) in SD Kanisius Sorowajan IVB class semester academic year 2010/2011, and the impact of the application of the Reflective Pedagogical Paradigm Approach.
The subject of this research was the principal, homeroom IVB, IVB grade students and parents. Qualitative research methods with interviews and observations as the primary data source. Interviews were conducted with the data processing coding, namely how to organize and systematize the data are complete and detailed picture so that the data can bring about the topic being studied.
Results of this study showed that some classes have been using PPR, one of which was class IVB. But, PPR can not be applied to all subjects. It was due to the difficulty experienced by teachers, among othersI the preparation, procurement of media/visual aids, teacher administration tasks are many and the lack of teacher training on PPR. The impact of post-learning PPR among other students in the class feel the positive attitude change from day to day and increasing academic achievement. Responses are their parents feel happy and helped with the PPR in SD K Sorowajan Yogyakarta.
IMPLEMENTASI PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF
DALAM PEMBELAJARAN SISWA KELAS IVB SD KANISIUS
SOROWAJAN SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN
2010/ 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Guru
Sekolah Dasar
Disusun oleh:
Tiksna Purnamasari 071134011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Skripsi Ini Aku Persembahkan Kepada:
Tuhan Yesus Kristus yang selalu memberkati
kehidupanku.
Bapak dan Ibuku (Purbohadi dan Sunarti)
tersayang, yang senantiasa membimbing,
mendukung, memenuhi kebutuhan materi dan doa
dalam setiap hela nafas hidupku.
Adikku satu-satunya, Aris Kristiana Putri.
Ade Prabowo dan Billy Tungtik.
MOTTO
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku”
FILIPI 4:13
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang
memelihara kamu”
1 Petrus 5:7
“ Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari
situlah terpancar kehidupan”
ABSTRAK
Tiksna Purnamasari.2007. Implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam Pembelajaran Siswa Kelas IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Genap Tahun Pelajaran 2010/2011. Yogyakarta; Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan; Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) di SD Kanisius Sorowajan kelas IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Serta dampak yang ditimbulkan dari penerapan Pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif tersebut.
Subjek penelitian ini adalah kepala sekolah, wali kelas IVB, siswa kelas IVB dan orang tua murid. Metode penelitian kualitatif dengan wawancara dan pengamatan sebagai sumber data utama. Pengolahan data wawancara dilakukan dengan koding, yaitu cara mengorganisasikan dan sistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa kelas telah menggunakan PPR, salah satunya adalah kelas IVB tetapi PPR belum bisa diterapkan pada semua materi pelajaran. Hal itu dikarenakan adanya faktor kesulitan yang dialami guru, antara lain: waktu persiapan, pengadaan media/alat peraga, tugas admistrasi guru yang banyak dan kurangnya pelatihan guru tentang PPR. Dampak yang ditimbulkan pasca pembelajaran PPR di kelas antara lain murid merasakan perubahan sikap positif dari hari ke hari dan prestasi akademik semakin meningkat. Tanggapan orang tua adalah mereka merasa senang dan terbantu dengan adanya PPR di SD K Sorowajan Yogyakarta.
ABSTRACT
Tiksna Purnamasari.2007. Reflective Pedagogical Paradigm Implementation in Class IVB SD Kanisius Sorowajan Semester Academic Year 2010/2011. Yogyakarta, Faculty of Teacher Training and Education; Sanata Dharma University.
This study aims to describe the application of Reflective Pedagogy Paradigm approach (PPR) in SD Kanisius Sorowajan IVB class semester academic year 2010/2011, and the impact of the application of the Reflective Pedagogical Paradigm Approach.
The subject of this research was the principal, homeroom IVB, IVB grade students and parents. Qualitative research methods with interviews and observations as the primary data source. Interviews were conducted with the data processing coding, namely how to organize and systematize the data are complete and detailed picture so that the data can bring about the topic being studied.
Results of this study showed that some classes have been using PPR, one of which was class IVB. But, PPR can not be applied to all subjects. It was due to the difficulty experienced by teachers, among others: the preparation, procurement of media/visual aids, teacher administration tasks are many and the lack of teacher training on PPR. The impact of post-learning PPR among other students in the class feel the positive attitude change from day to day and increasing academic achievement. Responses are their parents feel happy and helped with the PPR in SD K Sorowajan Yogyakarta.
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu izinkan penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus atas penyertaanNya dalam setiap langkah hidupku.
2. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan lmu Pendidikan.
Universitas Sanata Dharma.
3. Gregorius Ari Nugrahanta, S.J., S.S., B.S.T., M.A. selaku Ketua Program
Studi PGSD, dosen pembimbing akademik dan pembimbing 2.
4. Drs. T. Sarkim, M.E.d., Ph.D. selaku pembimbing 1, terima kasih atas
kesempatan yang telah diberikan selama proses studi dan telah banyak
memberikan bimbingan, saran, motivasi serta kesabaran selama
penyelesaian skripsi.
5. Segenap staf dan karyawan PGSD, terima kasih untuk setiap bantuan
selama ini.
6. Segenap warga SD K Sorowajan sebagai tempat penelitian. Bapak
Suwardi, S.Pd. sebagai Kepala Sekolah, Ibu Wulan sebagai wali kelas
IVB, siswa kelas IVB, dan orang tua siswa. Terima kasih karena sudah
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……….. iv
MOTTO ... ……… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……… vii
ABSTRAK ... ……….. viii
ABSTRACT ... ………... ix
PRA KATA ………. ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ………....xiii DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah ... 2
C. Rumusan Masalah ... 2
D. Batasan Pengertian ... 2
F. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Paradigma Pedagogi Reflektif………..4
1. Sejarah Munculnya PPR………4
2. Pengertian ……….5
3. Dinamika PPR………6
4. Ciri-ciri PPR ………11
5. Pengembangan Pendidikan Melalui PPR………13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN……….16
B. METODE PENGUMPULAN DATA ………..16
C. METODE ANALISIS DATA ……….…20
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. PELAKSANAAN PENELITIAN ……….22
B. DATA ………22
C. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………..23 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………30
B. Saran ……….. 31
DAFTAR PUSTAKA ………...32
LAMPIRAN ………..33
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 3.1 Panduan Wawancara ... 25
Tabel 3.2 Panduan Pengamatan ... 26
Tabel 3.3 Pelaksanaan Wawancara ... 27
Tabel 3.4 Pelaksanaan Pengamatan ………. 28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Pengamatan Guru Mengajar ... 45
Lampiran 2: Wawancara Kepala Sekolah ... 53
Lampiran 3: Wawancara Wali Kelas ... ... 70
Lampiran 4: Wawancara Orang Tua Siswa ... 78
Lampiran 5: Wawancara Siswa ... ... 82
Lampiran 6: Penerapan PPR oleh Peneliti ... 84
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pedagogi sebagai seni dan ilmu dalam mengajar mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Berdasarkan pengamatan peneliti pada 1 Mei 2010 di SD Kanisius Wirobrajan (saat probaling 2), guru cenderung menerapkan pembelajaran yang menitikberatkan pada pengalaman dan evaluasi. Murid dijejali berbagai ilmu pengetahuan, kemudian harus di evaluasi secara tertulis dengan tuntutan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) tertentu yang sudah ditentukan sekolah. Murid diforsir untuk belajar secara teoritis, tanpa melihat nilai-nilai moral dan kehidupan. Pengajaran seperti itu pada akhirnya hanya akan mencetak lulusan yang pintar dalam bidang akademik tanpa diimbangi dengan moralitas yang baik. Hal itu menjadi keprihatinan dalam dunia pendidikan saat ini.
Paradigma Pedagogi Reflektif diangkat dalam dunia pendidikan di Indonesia sebagai angin segar yang membawa perubahan positif. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yang mengandung lima langkah yaitu konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi, membimbing siswa untuk menjadi manusia yang utuh dalam perkembangan kehidupannya di dunia ini.
Siswa dibimbing untuk mengembangkan diri dalam tiga ranah yaitu competence (kompetensi yang utuh), conscience (kepekaan dan ketajaman hati
nurani) dan compassion (bela rasa bagi sesama) dalam pengalamannya. Pengalaman yang menunjukkan kegiatan kognitif dan afektif dalam pembelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan refleksi sebagai ciri khas dalam PPR guna memperdalam makna dari sebuah pengalaman.
Penerapan PPR saat ini diharapkan dapat mengubah pola ajar guru selama ini yang hanya mengedepankan aspek akademik, sehingga tercipta lulusan
B.Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penelitian ini dibatasi pada Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran di kelas IVB SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.
C.Perumusan Masalah
Dilandasi latar belakang masalah, masalah dan pembatasannya, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimanakah implementasi Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran di kelas IVB SD Kanisius Sorowajan semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011.
D.Batasan Pengertian
1. Paradigma Pedagogi Reflektif
Paradigma Pedagogi Reflektif adalah suatu pendekatan yang dilakukan pengajar untuk mendampingi siswanya dalam perkembangannya baik dalam segi berpikir dan bertindak dalam menerapkan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga siswa memiliki pribadi yang utuh dan manusiawi.
2. Pemecahan Masalah
E. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan pendekatan Paradigma Pedagogik Reflektif di SD Kanisius Sorowajan kelas IVB semester genap Tahun Pelajaran 2010/ 2011.
F. Manfaat
Manfaat penelitian: 1. Secara teoritis
Hasil penelitian tersebut dapat menambah wawasan tentang salah satu model pembelajaran yang dapat membentuk keutuhan pribadi siswa terkait dengan menerapkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif.
2. Secara praktis
a. Bagi peneliti sendiri, dapat memberikan pengalaman yang berharga dalam mempelajari dan menerapkan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran, sehingga dapat menerapkannya saat menjadi guru.
b. Bagi rekan-rekan guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan inspirasi bahwa menggunakan pendekatan Paradigma Pedagogi Reflektif merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat dikembangkan untuk materi pokok/mata pelajaran yang disesuaikan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Pendekatan Paradigma Pedagogik Reflektif (PPR)
Pengertian PPR dalam BAB II ini hampir semuanya diambil dari buku Paradigma Pedagogi Reflektif yang merupakan terjemahan dari Ignatian Pedagogy, A Practical Approach (diterjemahkan oleh Rm. J. Subagya, SJ.)
tahun 2010.
1. Sejarah munculnya PPR
Awal mula terbentuknya istilah PPR yaitu ada seorang yang bernama Ignatius. Ia mendirikan Serikat Jesus tahun 1540. Kelompok religius ini tidak pertama-tama langsung menerapkannya di sekolah-sekolah, namun kepentingan masyarakat waktu itu menuntut Ignatius untuk mengambil keputusan memilih pendidikan sebagai cara yang efektif bagi pengembangan manusia-manusia yang unggul dalam imannya dan berkarakter. Keberhasilan sekolah-sekolah yang didirikan oleh para Jesuit, anggota Serikat Jesus, menjadi kekaguman banyak orang sehingga dengan cepat tersebar dan diminati negara Eropa, yang menjadi kunci keberhasilannya adalah adanya seperangkat Rencana Pengajaran sekolah Jesuit.
Pada tahun 1581 pemimpin tertinggi Serikat Jesus, Claudius Aquaviva membentuk sebuah tim yang tugasnya mengumpulkan “best practices” dari sekolah-sekolah Jesuit itu, dan merumuskan sebuah “ Rencana Pengajaran”. Di
Eropa dikenal dengan nama” Ratio Studiorum” yang disingkat dengan nama “ Ratio atque Institutio Studiorum Societatis Iesu” (Rencana Pengajaran untuk Lembaga Pendidikan Serikat Jesus). Tim itu menyelesaikan draft Ratio Studiorum tahun 1586 dan digunakan untuk dievaluasi di kemudian hari. Sejak
Berabad-abad kemudian sampai abad ke-20, kehebatannya diterima dan diakui banyak orang. Pemimpin tertinggi Jesuit, P.H. Kolvenbach SJ, membuat tim untuk merumuskan ulang Ratio Studiorum agar sesuai dengan konteks zaman. Pada tahun 1993, di Roma ada tim yang betugas untuk menyebarluaskan Rencana Pengajaran itu di belahan dunia. Mereka selalu berkumpul dan berbagi pengalaman mengenai metode-metode kunci dalam penyelenggaraan pendidikan modern. Mereka sadar bahwa Ignatius telah mewariskan metode pedagogis yang berkembang dari spiritual Ignatian yang sangat mendalam. Maka dokumen yang dikembangkan dalam forum itu
berjudul “Ignatian Pedagogy. A Practical Approach. Dari pertemuan itu, Paradigma Pedagogi Ignatian mulai menggema dan mengubah penyelenggaraan pendidikan disekolah-sekolah Jesuit di mana-mana.
2. Pengertian
semacam itu merupakan kemauannya sendiri dalam mengambil keputusan-keputusan yang bertanggung jawab.
Proses pembelajaran berbasiskan PPR di sekolah atau di kelas, tidak lain mengarah pada perkembangan pribadi yang semakin utuh. Namun jangan hanya terintegrasi dalam keutuhan pribadinya sebagai seorang manusia, tetapi PPR yang diintegrasikan dalam proses pembelajaran di sekolah adalah membantu peserta didik berkembang menjadi seorang pribadi yang kompeten, bersuara hati, bertanggung jawab, dan memiliki kepedulian pada sesama. Pribadi semacam itulah yang disebut pribadi yang utuh baik dari dalam dan luar dirinya.
3. Dinamika PPR
Secara umum model pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pedagogik reflektif ini mencakup lima langkah pokok, antara lain (Tim Penyusun P3MP dan LPM, Universitas Sanata Dharma, 2008:20 dan Riyanto, 2009):
1) Konteks
membantu guru dalam menciptakan suasana belajar yang berkualitas, yakni siswa akan lebih memahami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam belajar.
Konteks-konteks yang perlu dipahami oleh guru: a. Konteks kehidupan nyata siswa.
Kehidupan nyata siswa yang meliputi cara hidup keluarga, teman-teman, kelompok sebaya, keadaan sosial-ekonomi, kesenangan, lembaga pendidikan, susasana kebudayaan atau yang lain yang berdampak menguntungkan atau merugikan siswa. Selain itu, kadang berguna dan penting dalam mendorong para siswa berefleksi atas faktor-faktor kontekstual yang mereka alami dan bagaimana hal itu mempengaruhi sikap, tanggapan, penilaian dan pilihan mereka.
1) Pengertian-pengertian yang dibawa siswa ketika memulai proses belajar. Pengertian dan pemahaman yang siswa peroleh dari studi sebelumnya atau dari lingkungan hidup siswa merupakan konteks belajar yang harus diperhatikan. Selain itu, perasan, sikap, dan nilai-nilai yang para siswa miliki termasuk konteks nyata proses belajar mereka.
2) Konteks sosio-ekonomi, politik, kebudayaan, kebiasaan kaum muda, agama, media massa, dan lain-lain merupakan lingkungan hidup siswa yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa dalam hubungannya dengan orang lain. Misalnya siswa yang status ekonominya rendah akan berdampak pada harapan siswa untuk berhasil dalam studi dan dalam mengembangkan kreativitas siswa secara bebas menjadi terhambat.
sebagai tempat pengembangan moral dan pembentukan religius siswa. Secara konkret, unsur-unsur suasana sekolah dapat diwujudkan dalam perhatian pada mutu akademik, kepercayaan orang lain, perhatian dan penghargaan pada sesama, memperlakukan sesama secara jujur dan adil, usaha membantu siswa menjadi pribadi yang dewasa dan utuh baik dalam hal moral dan imannya. Tanpa unsur-unsur tersebut kekuatan khas pendidikan dan pengajaran akan melemah, karena kepercayaan dan persahabatan antara guru dan siswa merupakan prasyarat yang menunjang Paradigma Pedagogi Reflektif.
Pemahaman konteks itu akan sangat membantu para guru dalam menciptakan hubungan yang dicirikan oleh autentisitas dan kebenaran. Jika suasana saling mempercayai dan saling menghargai terjadi, siswa akan mengalami bahwa orang lain merupakan teman sejati dalam proses belajar. Dalam suasana seperti itulah proses belajar akan berjalan lancar secara sekaligus berkualitas.
b. Pengalaman
Bagi Ignatius, pengalaman berarti “mengenyam sesuatu hal dalam batin”.
Pengalaman yang didapat siswa (fakta, pengertian, asas) akan dianalisis dan dinilai ide-idenya untuk lebih memahami dan menghargai maknanya. Tahap pengalaman merupakan tahap yang sangat penting dalam menentukan tingkat pencapaian kompetensi yang dicapai baik dalam aspek kognitif, psikomotorik, maupun afektif. Selain itu, tahap ini juga menjadi bahan atau dasar bagi tahap refleksi dan aksi yang merupakan kelanjutan dari tahap pengalaman.
ini, siswa akan diajak mendalami materi belajar agar pada dirinya terbangun pemahaman dan menumbuhkan sikap positif terkait dengan pemahaman tersebut (keterampilan). Pengalaman yang akan dipelajari siswa berasal dari pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung didapat dari pengalaman interpersonal, misalnya saat diskusi, praktikum, kegiatan lintas alam, mengambil bagian dari olah raga, dan sebagainya. Sedangkan pengalaman tidak langsung bisa lewat membaca atau mendengarkan. Sesuatu hal yang siswa baca dan dengar akan ditantang guru untuk merangsang imajinasi dan indera siswa, sehingga mereka dapat dengan sunguh-sungguh memasuki kenyataan yang sedang dipelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan metode role playing, pemakaian audio visual, dan sebagainya.
c. Refleksi
Refleksi merupakan unsur yang penting dalam Pendekatan Pedagogi Reflektif, karena menjadi penghubung antara pengalaman dan tindakan. Agar pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat bermakana maka perlu direfleksikan. Tujuan dari kegiatan refleksi adalah a) Siswa mampu menangkap nilai hakiki dari apa yang dipelajari; b) Menemukan keterkaitan antar unsur pengetahuan dan antara pengetahuan dengan realitasnya; c) Memahami implikasi pengetahuan dan seluruh tanggung jawabnya guna menemukan kebenaran dan kebebasan; dan d) Membentuk hati nurani siswa baik itu dalam hal keyakinan, nilai, sikap dan seluruh cara bernalar mereka.
dari sudut pandang pribadi dan manusiawi, dengan tujuan agar siswa mampu memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik, mengetahui reaksi perasaan yang dialami, agar siswa mampu menemukan maknanya bagi diri sendiri dan mulai memahami siapa dirinya serta bagaimana sikapnya terhadap orang lain. Ada kemungkinan siswa yang telah berefleksi tidak menunjukkan perubahan ke arah perkembangan. Hal ini bisa terjadi karena siswa baru dalam taraf perkembangan untuk menjadi dewasa, akan tetapi yang penting guru sudah menanamkan "benih" kehidupan ke dalam diri siswa dan benih itu pasti akan tumbuh pada saatnya.
Refleksi dalam Pedagogi Ignasian harus bermuara pada keputusan dan tekad yang kuat untuk melakukan segala hal yang siswa rasakan, dan refleksi jangan menjadi mentah kalau hanya menghasilkan pemahaman dan reaksi afektif. Hal ini dikarenakan pengalaman harus bersifat positif dan memberikan perubahan pada diri siswa sehingga menjadi pribadi yang utuh.
d. Tindakan
Paradigma Pedagogi Ignasian tidak hanya berhenti pada refleksi, tetapi justru dari refleksi itu diharapkan siswa terdorong untuk mengambil keputusan atau komitmen dan kemudian melaksanakannya. Refleksi yang bermula dari pengalaman harus berakhir pada realitas pengalaman yang baru dalam wujud pengambilan sikap atau tindakan. Perwujudan pengalaman baru inilah yang disebut aksi.
e. Evaluasi
Tahap terakhir dari pembelajaran yang berbasis pedagogi reflektif adalah evaluasi. Tahap ini dilakukan untuk memantau kemajuan akademik dan menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh. Tes, ulangan, atau ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai atau mengukur seberapa jauh pengetahuan sudah dikuasai dan keterampilan sudah diperoleh, yang tidak lain hal ini merupakan hasil dari evaluasi. Hasil evaluasi ini akan menjadi umpan balik bagi guru dan siswa. Bagi siswa, hasil evaluasi ini bermanfaat untuk memperbaiki cara belajarnya, sedangkan bagi guru merupakan masukan untuk memperbaiki cara dan metode pembelajaran yang digunakan.
Di dalam pedagogi Ignasian, evaluasi dilakukan dalam aspek akademis dan aspek kemanusiaan. Evaluasi akan dilakukan secara periodik untuk mendorong guru dan siswa memperhatikan perkembangan pengetahuan, sikap dan tindakan-tindakan yang selaras dengan prinsip men and women for and with other.
2. Ciri-ciri PPR
Paradigma Pedagogi Reflektif mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan pendidikan Jesuit (Paradigma Pedagogi Reflektif.2010:66), yaitu:
a) Paradigma Pedagogi Reflektif dapat diterapkan kepada semua kurikulum. Paradigma ini tidak menuntut tambahan apapun selain pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada.
paradigma ini dapat dijadikan sebagai panduan dalam mempersiapkan pengajaran, memilih bahan dan kegiatan-kegiatan lainnya. Paradigma ini dapat membantu peserta didik menemukan hubungan antara suatu bidang studi dengan bidang studi lain, selain itu dapat membantu menyaturagakan studi peserta didik dengan yang dahulu sudah dipelajari. Penerapan teratur dari pola ini dalam kegiatan belajar mengajar akan membantu pembentukan kebiasaan berefleksi dahulu sebelum bertindak.
c) Paradigma Pedagogi Reflektif menjamin para pengajar menjadi pengajar yang lebih baik. Paradigma ini akan membantu para pengajar memperkaya isi materi maupun susunan kegiatan yang diajarkan. Para pengajar akan berusaha lebih keras menuntut para siswa untuk belajar lebih aktif dan menjadi lebih bertanggung jawab terhadap hasil studi. Paradigma ini membantu para pengajar memotivasi para siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dalam pengalaman mereka.
d) Paradigma Pedagogi Reflektif mempribadikan proses belajar dan mendorong siswa merefleksikan makna dan arti dari apa yang dipelajari. Pengalaman dalam hidup siswa akan membantu mereka menjadi lebih kritis dalam proses belajar mengajar serta meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Pengalaman yang siswa peroleh direfleksikan lebih pribadi agar tercipta hubungan pengajar dan siswa yang lebih dekat.
3. Pengembangan Pendidikan Melalui PPR
Penerapan PPR dapat membantu perkembangan pendidikan budaya yang ada di masyarakat. Beberapa kemungkinan yang masih terus dicoba dan dikembangkan lebih lanjut adalah sebagai berikut (Tim Redaksi Kanisius, 2008:45):
a. Budaya antikorupsi, antikekerasan, antiperusakan lingkungan.
Upaya yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan budaya ini satu per satu, misalnya sebagai berikut.
1) Antinyontek ≈ antikorupsi
Menumbuhkan budaya antikorupsi pada siswa dapat dilakukan dengan cara siswa diajak membahas masalah korupsi dengan memperbincangkan misalnya, kejadiannya, dampaknya, siapa yang dirugikan, siapa yang diuntungkan, perasaan orang-orang yang terkena imbas negatifnya dan lain-lain. Cara ini kemudian direfleksikan dan siswa diminta untuk melakukan aksinya.
Antikorupsi dapat diberikan dengan mengembangkan budaya antinyontek. Strategi yang bisa dilakukan oleh guru adalah diciptakannya suasana atau wacana (sebagai konteks) bahwa lebih bekerja sendiri daripada menyontek. Bila ada siswa kedapatan nyontek, guru tidak memarahinya tetapi mengajak berefleksi. Dengan metode kerja kelompok, siswa kan diajak bekerja keras sehingga tumbuh rasa percaya diri dan tidak takut mengikuti tes tanpa gagal.
2) Persaudaraan, solidaritas dan saling menghargai ≈ antikekerasan
penghargaan terhadap sesama, akan membuat persaudaraan menjadi kurang berarti. Persaudaraan akan mampu menumbuhkan cara pandang, sikap dan perilaku antikekerasan. Cara pengembangan ini akan berhasil jika pengalaman itu direfleksikan dan ditanggapi dengan aksi, dan selanjutnya seluruh proses dievaluasi.
3) Mencintai lingkungan hidup ≈ antiperusakan lingkungan
Mencintai lingkungan di sini adalah mencintai kelas sehingga membuatnya nyaman. Pengalaman untuk mengembangkan cinta lingkungan dapat dilakukan praktik-praktik di sekolah misalnya dengan membersihkan kelas, membuat kelas nyaman, atau memelihara kebun di depan kelas masing-masing.
b. Sikap kemanusiaan kritis
Pendidikan tidak hanya menjadikan seorang siswa menjadi cerdas dalam hal akademik, tatapi harus cerdas dalam sikap kemanusiaan yang kritis. Maksudnya peserta didik yang cerdas dalam bersikap, memutuskan, memilih, menilai dan bertindak. Hal ini dapat diwujudkan dengan bantuan atau bimbingan guru yang selalu mengajak siswanya untuk melihat kejadian-kejadian aktual yang terjadi di mayarakat demi pembentukan sikap kritis dalam memberikan pendapat.
c. Religiositas terbuka
d. Penalaran, eksplorasi, kreativitas, dan kemandirian
Siswa seharusnya diajak untuk melakukan perubahan sosial menuju kebersamaan yang damai (lawan korupsi, kekerasan, dan perusakan lingkungan hidup). Maka diperlukan kemampuan penalaran, eksplorasi, dan kemandirian dalam belajar.
Untuk penalaran, siswa diajak untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, siswa akan berusaha mencari jalan keluar dengan mencari data-data (eksplorasi), mengutak-ngatik solusi, dan mencari data untuk mengujinya (kreativitas).
e. Kemahiran berbicara
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Metodologi penelitian merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena semakin baik metode yang digunakan dalam penelitian, penelitian tersebut akan efektif dan efisien serta hasil yang dicapai akan semakin sempurna. Istilah metodologi penelitian berasal dari bahasa
Yunani yaitu: “methodos” yang artinya metode atau cara, sedangkan logos
artinya ilmu. Dari arti kata di atas dapat ditarik kesimpulan metodologi penelitian adalah ilmu pengetahuan tentang metode atau cara yang dapat ditempuh untuk mencapai suatu tujuan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif seperti transkrip wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video, dan sebagainya (Poerwandari, 1998).
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data dengan menyajikan data-data, menganalisis, dan mengintrepretasikannya (Moleong, 2002).
B.Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan wawancara dan pengamatan sebagai alat utama dalam pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada key informan dan pengamatan dilakukan kepada siswa-siswa kelas IVB pada saat kegiatan belajar berlangsung, yang direkam dengan menggunakan tape recorder, kamera foto, dan handycam.
pemahaman informan mengenai sesuatu hal baik itu pengalaman, perasaan, dan pemikiran individu (Poerwandari, 1998).
Di dalam penelitian ini, wawancara dilakukan pada kepala sekolah SD Kanisius Sorowajan, wali kelas IVB, siswa-siswa kelas IVB, dan orang tua murid kelas IVB. Untuk mencari subjek penelitian, peneliti melakukan beberapa hal berikut:
a. Menghubungi secara langsung para calon subjek penelitian yang akan dimintai kesediaannya untuk diwawancara.
b. Mencari dua siswa kelas IVB SD Kanisius Sorowajan secara acak dengan kriteria dan karakter tertentu.
c. Mengadakan janji waktu dan tempat untuk melakukan wawancara. Pengalaman-pengalaman yang diungkap dalam wawancara dengan calon subjek penelitian baik itu kepala sekolah SD Kanisius Sorowajan, wali kelas IVB, siswa-siswa kelas IVB, dan orang tua murid meliputi hal-hal berikut:
Tabel 3. 1 Panduan Wawancara
No. Pengalaman Deskripsi Fokus
1. Paradigma Pedagogi Reflektif
Pola pikir (paradigma) untuk menumbuhkembangkan pribadi manusia menjadi pribadi yang utuh (kristiani)
Penerapan PPR di SD Kanisius Sorowajan, yakni di kelas IVB 2. Dampak Hasil yang akan diperoleh dari
penerapan PPR
Dampak positif dan negatif 3. Hambatan Faktor-faktor internal maupun
eksternal yang mempengaruhi perkembangan dari penerapan PPR
Hambatan yang dialami informan
4. Strategi pemecahan masalah
Alternatif cara yang dipilh untuk mengatasi hambatan yang muncul
Cara mengatasi hambatan
2JP alokasi waktu). Hal yang diamati selama kegiatan belajar mengajar adalah ingin mengetahui bagaimana guru menerapkan PPR dalam pembelajaran di kelas, yang menunjukkan langkah-langkah dari penerapan PPR.
Tabel 3.2 Panduan Pengamatan No.
Langkah-langkah PPR
Deskripsi Fokus
1. Konteks Pemahaman dunia siswa mengenali faktor-faktor yang berpotensi mendukung atau menghambat proses pembelajaran yang akan dialaminya
Konteks dari siswa
2. Pengalaman Pengalaman belajar yang dialami siswa untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
Pemberian pengalaman atau
pengetahuan pada siswa 3. Refleksi Proses yang memunculkan makna dalam
pengalaman manusiawi
Pertanyaan refleksi, suasana dan keadaan saat refleksi berlangsung 4. Tindakan Memaknai hasil pembelajaran dengan
pikiran dan hati untuk mewujudkan pengetahuannya dalam kehidupan nyata
Aksi nyata siswa setelah refleksi 5. Evaluasi Memantau perkembangan akademik dan
menilai kemajuan pembentukan pribadi siswa secara menyeluruh
Hasil akademik yang siswa peroleh
Sebelum melakukan wawancara dan pengamatan, peneliti mempersiapkan hal-hal yang diperlukan.
b) Alat untuk merekam atau handycam dengan durasi berbeda-beda. Setiap melakukan wawancara dan pengamatan, peneliti
mempersiapkan alat cadangan lain untuk merekan yaitu kamera digital dengan menggunakan 2 buah baterai dan cadangan 4 buah baterai. c) Kertas atau alat tulis yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting
yang akan ditanyakan pada subjek penelitian untuk menggali informasi lebih dalam.
Tabel 3.3 Pelaksanaan Wawancara No.
13.36 WIB (15:38 menit)
14.02 WIB ( 42 menit) 10.01 WIB (18.21 menit) 09.04 WIB (10 menit)
Pelaksanaan Pengamatan No. Mata
Pelajaran
Tanggal Waktu Tempat
2. IPS (masalah sosial)
Selasa, 3 Mei 2011
(09.20 – 10.40 WIB) Ruang kelas IVB
Tabel 3.5
Penerapan PPR oleh peneliti No. Mata
Pelajaran
Tanggal Waktu Materi
1. IPS 9 Mei 2011 09.20 - 10.40 WIB Masalah Sosial
2. PKN 16 Mei 2011 11.00 – 12.20 WIB
Jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional
C. Metode Analisis Data
Pengolahan atau analisis data dapat dimulai dengan mengorganisasi data dan koding. Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 1998), mengatakan bahwa organisasi data bertujuan untuk :
1) Memperoleh kualitas data yang baik
2) Mendokumentasikan analisis yang dilakukan.
3) Menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian.
Organisasi data dilakukan untuk mempermudah peneliti dan pihak lain dalam memeriksa ketepatan langkah-langkah yang telah diambil dan memungkinkan data tidak tercampur aduk. Organisasi data memungkinkan data tersusun rapi, sistematis dan selengkap mungkin (Poerwandari, 1998).
peneliti nantinya dapat menemukan makna dari data yang dikumpulkan (Poerwandari,1998).
Setelah melakukan proses wawancara, peneliti menyusun verbatim. Untuk proses koding, peneliti membuat 4 buah kolom yang berisikan kolom pertama untuk nomor, kolom kedua untuk pertanyaan peneliti, kolom ketiga untuk jawaban objek, dan terakhir kolom keempat untuk keterangan. Peneliti kemudian menemukan beberapa tema sementara yang muncul dari proses koding.
Setelah melakukan pengorganisasian data dan koding, peneliti mulai melakukan analisis data. Smith (dalam Poerwandari, 1988), menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk analisis data, yaitu sebagai berikut:
1. Membaca transkip untuk mendapatkan pemahaman tentang suatu masalah dan menuliskan interpretasi sementara yang muncul dari bagian yang kosong.
2. Menuliskan tema atau kata kunci yang dapat ditangkap yang mencerminkan isi dari teks tersebut pada bagian atau sisi lain yang kosong.
3. Mendaftar tema-tema yang muncul pada lembar lain dan mencari hubungan antara tema-tema tersebut.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Pelaksanaan Penelitian
1. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan SD Kanisius Sorowajan, Jl. Sorowajan No. 111, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta.
2. Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IVB, guru kelas IVB dan SD K Sorowajan Yogyakarta.
3. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah penerapan pendekatan pembelajaran di kelas IVB SD K Sorowajan dengan menggunakan Paradigma Pedagogi Reflektif. 4. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester II tahun pelajaran 2010/2011, yaitu bulan Maret-Mei 2011.
B.Data
1. Data Hasil Pengamatan
Data hasil pengamatan terdiri dari pengamatan guru mengajar sebanyak 2 kali, yaitu:
No. Mata Pelajaran
Tanggal Waktu Tempat
1. IPA (pengaruh perubahan lingkungan fisik terhadap daratan.)
Senin, 2 Mei 2011
(07.00 – 08.20 WIB) Ruang kelas IVB
2. IPS (masalah sosial)
Selasa, 3 Mei 2011
(09.20 – 10.40 WIB) Ruang kelas IVB
2. Data Hasil Wawancara
Data Hasil Wawancara terdiri dari wawancara Kepala Sekolah, Wali Kelas, Orang Tua, dan Siswa, yaitu:
13.36 WIB (15:38 menit)
14.02 WIB ( 42 menit) 10.01 WIB (18.21 menit) 09.04 WIB (10 menit)
3. Data Hasil Penerapan PPR oleh Peneliti
Data Hasil Penerapan PPR oleh Peneliti terdiri dari mengajar menggunakan PPR sebanyak dua kali, yaitu:
No. Mata Pelajaran
Tanggal Waktu Materi
1. IPS 9 Mei 2011 09.20 - 10.40 WIB Masalah Sosial
2. PKN 16 Mei 2011 11.00 – 12.20 WIB
Jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional
(lihat di lampiran 6)
C.Analisis dan Pembahasan 1. SD Kanisius Sorowajan
a. Deskripsi Sekolah
mempunyai kelas paralel dari kelas 1-5 (A dan B), kecuali kelas 6 (hanya satu kelas). Terdiri dari seorang kepala sekolah (BS/bukan nama sebenarnya), 11 guru kelas, dua orang guru olah raga, seorang guru komputer, empat orang guru ekstrakurikuler (tari, taekwondo, menyayi, karawitan), dan tiga orang petugas tata usaha, serta seorang satpam.
Sekolah yang memiliki visi ”Menjadi pendidik anak Indonesia agar cerdas, berkarakter, peduli terhadap sesama dan lingkungan” dan misi
”Menyelenggarakan pendidikan sekolah dasar dan menengah yang
berkualitas berlandaskan Paradigma Pedagogi Reflektif dan
mengoptimalkan sumber daya bersama mitra strategis” ini telah
menerapkan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) sejak tahun 2008 dengan salah satu alasan sebagai berikut: pendidikan intelektual belaka ternyata tidak cukup berhasil membuat orang sukses dalam kehidupannya. Banyak orang pandai tetapi tidak sukses dan banyak juga yang kendati tidak menonjol di bidang pengetahuan, tapi sukses karir atau hidupnya. Sebelum penerapan PPR, di sekolah ini terlebih dahulu menerapkan pendidikan karakter MATIUS (MANDIRI, AKTIF, TAAT, INOVATIF, ULET, SANTUN) yang Multikultur dengan alasan bahwa pendidikan bukan hanya mengembangkan aspek intelektual saja, tetapi aspek yang lain juga dikembangkan, maka sekolah ini mencoba mengembangkan sekolah yang berwawasan lingkungan berbasis kearifan lokal yaitu dengan menerapkan pendekatan pendidikan karakter MATIUS yang Multikultur. (Selayang Pandang SD K Sorowajan.2010).
b. Guru Kelas IVB
Penelitian ini difokuskan pada kelas IVB dengan wali kelas bernama R. Ibu R sudah mengajar di SD K Sorowajan selama satu setengah tahun. Sebelum ditempatkan di SD K Sorowajan, ia mengajar di SD K Demangan Baru. Ia tinggal bersama dengan orangtuanya karena masih berstatus lajang di daerah Samben RT 05/Argomulyo Sedayu Bantul, Yogyakarta. Jenjang pendidikan yang ia tempuh semuanya
berada di Yogyakarta, antara lain di “SD N Gunung Mulyo Sedayu (1993-1998), SMP N Sedayu (1998-2001), SMA N 1 Godean (2001-2004),
Universitas Sanata Dharma (th. 2004-2008”) (WK/17-21/260311.) Ibu Roz ini memilih untuk jadi guru SD, walaupun ia lulusan dari Prodi Matematika karena arahan dari ibu kandungnya yang juga seorang guru sekolah dasar. Selain alasan tersebut, ia juga mempunyai keinginan yang kuat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pekerjaannya.
c. Siswa Kelas IVB
Subjek ketiga yaitu siswa kelas IVB SD K Sorowajan yang berjumlah 32 orang. Mereka berumur rata-rata 9-10 tahun. Jumlah siswa laki-laki 15 orang, sedangkan jumlah siswa perempuan yaitu 17 orang. Mereka mayoritas tinggal di sekitar lingkungan SDK Sorowajan. Latar belakang ekonomi keluarga cukup merata dari atas, menengah dan bawah, misalnya dokter, guru, buruh.
Wawancara dilakukan kepada dua orang siswa yang dipilih secara acak yaitu K dan VR. Wawancara bertujuan untuk mengetahui dampak dari pendekatan pedagogi reflektif dalam setiap pembelajaran oleh Ibu R.
d. Orang Tua Murid IVB
Bantul Yogyakarta. Suaminya adalah seorang dokter di salah satu rumah sakit di Yogyakarta. Ibu BD cukup ramah dan terbuka dalam menceritakan anaknya (K). K bukan anak kandung dari Ibu BD, ia mempunyai kelainan pada salah satu organ (jantung) tubuhnya yang membuat orang tua kandung tidak bisa merawatnya. Meskipun demikian, K tetap tumbuh sebagai gadis yang ceria di tengah orang tua dan kakak-kakaknya di rumah.
Bapak TT adalah seorang guru olah raga di SD K Sorowajan. Dia mempunyai seorang istri dan dua orang anak (R dan VR). Bapak TT sangat memperhatikan perkembangan anaknya, baik dalam sekolah maupun pergaulan di masyarakat.
2. Implementasi PPR
Implementasi PPR di SD Kanisius Sorowajan belum optimal diseluruh kelas dan di semua mata pelajaran. Hanya beberapa kelas saja yang sudah menerapkan PPR dalam pembelajarannya yaitu kelas IVB dan VA. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sekolah, guru masih kesulitan dalam menerapkan PPR dalam pembelajaran. Selain karena kurang mendapatkan pelatihan dan bimbingan, hal ini juga disebabkan karena hanya para guru yang mendapatkan pelatihan dan bimbingan PPR, sehingga pemberian pelatihan dan bimbingan PPR kepada para guru tidak merata.
khusus tentang PPR. Hasil yang didapat masih saja guru merasa bingung tentang penerapan PPR, karena sesuatu hal yang baru dibutuhkan proses yang panjang untuk mempelajari serta menerapkannya.
Walaupun tidak utuh penerapan tahapannya, yang terpenting adalah kekhasan dari PPR itu sendiri yaitu refleksi dan aksi, karena refleksi dan aksi dapat dilakukan dalam setiap metode pembelajaran yang guru gunakan. Hal yang dilakukan guru sudah baik, beliau masih berusaha menerapkan PPR sesuai dengan kemampuannya. Karena beliau menginginkan anak didiknya berkembang secara utuh dan maksimal, baik dalam prestasi, moral, dan sikapnya. Maka sebaiknya, dalam hal ini guru masih perlu banyak waktu untuk lebih memperdalam tentang PPR, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan PPR itu sendiri serta anak didiknya dapat berkembang secara maksimal dan utuh.
Penerapan yang dilakukan oleh Ibu Ros telah memberikan dampak positif bagi siswanya. Sejauh pengamatan dan wawancara, siswa menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab dengan apa yang menjadi tugasnya, baik di sekolah maupun di rumah. Dengan adanya PPR ini, siswa lebih mudah untuk mengerti materi yang guru berikan, karena guru menggunakan alat peraga yang akan membuat siswa antusias mengikuti pelajaran dan pembelajaran menjadi menyenangkan. Nilai-nilai pelajaran siswa pun sebagian besar sudah melebihi KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Namun tidak dipungkiri, masih ada sebagian kecil siswa yang mendapatkan nilai di bawah rata-rata.
3. Dampak PPR
misalnya “semakin rajin mengerjakan PR dan tugas”.(S/14-19/24051). Demikian juga K (siswa) mengatakan bahwa ia “tidak mencontek teman, rajin belajar dan piket” pasca mendapatkan pendekatan PPR (S/18-20/240511).
Sedangkan di rumah, mereka (Vr dan K) juga semakin rajin dalam melakukan tugas mereka sebagai anak dalam membantu meringankan tugas orang tua. Misalnya, Vr biasanya “menyapu lantai” (S/44/240511) sedangkan K “bantu ibu cuci piring” (S/45/240511). Dampak juga dirasakan sendiri oleh guru kelas IVB. Ibu R mengatakan bahwa ada perubahan baik dari segi akademik maupun nonakademik. Menurut Ibu R misalnya perubahan sikap (emosional) salah satu siswa, “Contohnya: N, dulu Ia sangat tomboy dan suka ngatur-ngatur temannya dengan
bentak-bentak. Lambat laun Ia semakin feminine dan bisa mengalah dengan temannya” (WK/236-244/290411). Sedangkan dari segi akademik, Ibu R mengatakan bahwa pembelajaran PPR juga memberikan perubahan
misalnya “T, rata-rata nilainya cenderung membaik” (WK/277-278/290411). Demikian juga yang dirasakan oleh orang tua dari siswa
kelas IVB. Orang tua dari Vr mengatakan bahwa, “Vr mengalami perubahan sikap yang sangat terlihat jika dibandingkan sebelum
mendapatkan PPR, yaitu sikap pemberani dalam setiap hal. Sekarang Vr
berani untuk berkecimpung di dalam masyarakat, terutama dalam
kegiatan gereja. Misalnya ikut Puteri Altar” (OtV/1-9/230511). Sedangkan
orang tua dari K mengatakan bahwa “secara keseluruhan, Kinanti belum mengalami perubahan yang signifikan dalam bersikap pasca mendapatkan
PPR di sekolah, namun rasa empati terhadap teman sebaya saat bergaul
di lingkungan rumah semakin terlihat saat ia memberi bantuan baik
Pembelajaran yang menggunakan PPR ini memberikan pengaruh dan dampak yang sangat positif, dilihat dari hasil wawancara dengan guru, murid, dan orang tua. Mereka menyadari bahwa ada perubahan positif yang terus terjadi baik dari prestasi maupun sikap, setelah mendapatkan pembelajaran yang berbasis PPR ini secara berkelanjutan.
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan:
1. Penerapan PPR di SDK Sorowajan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
a. Sekolah menerapkan PPR di setiap kelas, akan tetapi belum maksimal di seluruh kelas dan di semua mata pelajaran karena guru masih perlu banyak waktu untuk lebih mempelajari dan mendapatkan pelatihan tentang cara penerapan PPR dalam kegiatan pembelajaran.
b. Sekolah melakukan pemantauan yaitu dengan diadakannya rapat evaluasi PPR dan membentuk tim sukses PPR untuk mengatasi kendala-kendala yang dialami guru.
2. Penerapan PPR yang dilakukan guru di kelas IVB adalah guru tidak menerapkan siklus PPR secara utuh dalam setiap mata pelajaran. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 mapel yang menggunakan PPR secara utuh. Hal ini dikarenakan beberapa faktor yaitu:
a. Penerapan PPR membutuhkan waktu persiapan kurang lebih seminggu per materi pelajaran.
b. Untuk materi-materi yang tidak bisa diterapkan PPR secara utuh, guru hanya memberikan tahap refleksi dan aksi pada materi tersebut.
3. Dampak positif yang ditimbulkan adalah: a. SD K Sorowajan
b. Siswa
Siswa merasa senang dan mengalami perubahan yang positif dari hari ke hari baik dari segi akademik maupun nonakademik. Dari segi akademik dapat dilihat peningkatan nilai siswa. Dari segi nonakademik, siswa mengalami perubahan sikap yang positif baik di rumah maupun di sekolah. c. Guru
Guru terbantu dengan adanya pendekatan (PPR) yang sangat dibutuhkan siswa saat ini, yaitu pendekatan yang dapat mengembangkan pribadi siswa menjadi lebih bertanggung jawab, peduli terhadap sesama dan mandiri.
B. Saran
Beberapa saran peneliti adalah sebagai berikut: 1. Bagi SD K Sorowajan
a. Sebaiknya sekolah semakin mengoptimalkan keterlibatan semua guru dalam tim sukses PPR dan dibimbing oleh guru yang paling berpengalaman dalam penerapan PPR.
b. Sebaiknya sekolah melengkapi alat peraga yang dibutuhkan guru, sehingga semakin mendukung pembelajaran.
c. Sebaiknya sekolah mengadakan pelatihan atau seminar mengenai PPR.
2. Bagi Guru
a. Sebaiknya guru lebih berinovasi dalam merangkai alat peraga guna mendukung menyampaian materi.
b. Guru diharapkan dapat terus berlatih dan mempelajari PPR sehingga dapat mengembangkan pembelajaran di kelas secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Bukti acara Pengantar Sekolah dalam Rangka Sosialisasi Program Sekolah Tahun Ajaran 2009/2010.
Moleong, L.J., 2002. Methodology Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Pedoman Penulisan Skripsi.2004. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Poerwandari, E. 1998. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta: Lembaga Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3). Fakultas Universitas Indonesia.
P3MP USD. 2008. Pedoman Model Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignasian. Yogyakarta: P3MP USD.
Sarkim, T. April 2011. Artikel EDUCARE “Pengalaman Belajar dan Pemanfaatan Buku Pelajaran”. Jakarta: Komisi Pendidikan KWI.
SD Kanisius Sorowajan, (2011/2012). Draf Visi, Misi dan Strategi Sekolah. Yogyakarta.
SD Kanisius Tegalmulyo. Panduan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Berpola Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta.
Sekolah Dasar Kanisius Sorowajan. 2009. Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD, MI dan SDLB.
2010. Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta: Kanisius.
LAMPIRAN
1
Pengamatan Penerapan PPR oleh Wali Kelas IVB
Peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dalam penerapan PPR di kelas sebanyak dua kali pada mata pelajaran yang berbeda. Pengamatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui cara guru dalam menerapkan PPR pada mata pelajaran dengan langkah: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi.
Pengamatan I
Mata pelajaran : IPA
Materi : Pengaruh perubahan lingkungan fisik
terhadap daratan.
Alokasi waktu : 2JP (07.00-08.20WIB).
Metode Pembelajaran : ceramah singkat, tanya-jawab dan diskusi.
Waktu pengamatan : 2 Mei 2011
Langkah PPR :
1. Konteks
Pada tahap konteks ini guru menilik kesiapan siswa dalam memulai pelajaran. Guru melakukan tanya-jawab dengan murid mengenai keadaan alam
di sekitar rumah mereka. Contoh pertanyaan dari guru adalah ”ada apa saja di lingkungan sekitar rumahmu?”, ”Bagaimana keadaannya?”. Contoh jawaban dari murid yaitu ” ada rumah, kali, kebon, sungai, gunung”, ”keadaannya bersih, rapi, kotor, indah, bau tidak enak”. Pada tahap konteks ini guru
mencoba mendalami seberapa jauh pemahaman siswa mengenai keadaan di sekitar rumah siswa yang merupakan kenampakan alam. Respon siswa terhadap pertanyaan guru ini sangat antusias dalam menjawab, karena berhubungan dengan keadaan sekitar rumah. Pertanyaan yang diajukan guru secara terbuka sehingga terkesan kelas ramai.
2. Pengalaman
masing-masing. Selesai mencatat, siswa melakukan diskusi dengan teman sebangkunya. Mereka melakukan diskusi mengenai satu pertanyaan dari guru
yaitu ” Bagaimana dampak perubahan lingkungan bagi kehidupan manusia?”.
Mereka mendiskusikan pertanyaan tersebut dan menuliskan jawaban di buku tulis masing-masing. Selesai berdiskusi, siswa membahas jawabannya dengan bimbingan guru. Guru memillih secara acak siswa yang harus menjawab pertanyaan diskusi tersebut. Siswa yang dipilih menjawab pertanyaan dari guru, membacakan hasil diskusi di tempat duduknya. Kemudian siswa dari kelompok diskusi lain mencocokkan hasil diskusinya. Dari beberapa kelompok diskusi mengungkapkan bahwa perubahan lingkungan mempunyai dampak yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia, misalnya tsunami, banjir, tanah longsor. Semua hal tersebut dapat mengubah kelayakan hidup manusia. Sebagian besar siswa di kelas IV B tersebut mengerti bahwa perubahan lingkungan tersebut memberikan dampak yang nyata bagi kehidupan manusia. Hal itu terlihat dari jawaban-jawaban siswa, baik yang mendapat giliran mengungkapkan di depan kelas maupun tidak.
Gambar 2.1 Guru menuliskan materi
3. Refleksi
cara menulis pertanyaan refleksi di papan tulis. Kemudian siswa menuliskan refleksinya di buku refleksi masing-masing. Pertanyaan refleksi dari guru yaitu
” Apakah sikap kita selama ini sudah menjaga kelestarian lingkungan atau justru malah merusak lingkungan?”. Setelah menuliskan refleksinya, siswa
kemudian mengumpulkan buku refleksi masing-masing di meja guru untuk meminta tanda tangan guru serta komentar. Buku refleksi tersebut nantinya dibawa pulang ke rumah untuk diperlihatkan kepada orang tua dan dimintakan tanda tangan. Hasil refleksi siswa ini tidak diungkapkan kepada siswa lain di kelas. Baik dibacakan atau pun di ceritakan secara langsung di depan siswa. Refleksinya pun tanpa dibantu menggunakan media agar siswa lebih mudah untuk melakukan pemaknaan pengalaman dari materi yang telah dipelajari.
Gambar 3.1 Siswa melakukan refleksi
4. Aksi
Pertanyaan aksi tersebut yaitu ”Usaha apa saja yang dapat dan akan kamu lakukan untuk menjaga lingkungan di sekolah maupun di rumah?”. Dari
pertanyaan tersebut, siswa mulai terbantu untuk merumuskan tindakan yang akan dilakukan guna menindaklanjuti
5. Evaluasi
Guru melakukan tahap evaluasi ini dengan memberikan soal yang sudah tertera di dalam buku paket halaman 167-169, A dan B. Siswa menjawab soal-soal tersebut di buku tugas masing-masing. Setelah selesai mengerjakan evaluasi, guru dan siswa membahasnya bersama-sama. Siswa secara bergantian membacakan jawaban mereka dan guru mengoreksi jawaban tersebut. Siswa lain juga mengoreksi jawaban mereka masing-masing.
Gambar 5.1 Siswa melakukan evaluasi
Pengamatan II
Mata pelajaran : IPS
Materi : Masalah Sosial
Alokasi Waktu : 2 JP (09.20-10.40WIB)
Metode Pembelajaran : ceramah singkat, tanya-jawab, diskusi.
Waktu pengamatan : 3 Mei 2011
1. Konteks
Tahap konteks pada pengamatan kedua ini, seperti pada pengamatan pertama, guru melakukan tanya-jawab dengan siswa mengenai pengetahuan awal siswa yang berkaitan dengan materi (masalah sosial). Contoh
pertanyaannya yaitu ” apa yang kalian ketahui tentang masalah sosial?”
2. Pengalaman
Guru memberikan materi melalui ceramah singkat dan dilanjutkan dengan diskusi berkelompok. Setiap kelompok terdiri dari empat siswa. Guru membagikan LKS(Lembar Kerja Siswa) yang berisi pertanyaan-pertanyaan kasus sosial di sekitar kita yang harus dijawab oleh kelompok diskusi tersebut.
Contoh pertanyaannya yaitu ”Sebutkan beberapa penyebab kenakalan remaja?”.
Setelah diskusi selesai, maka hasil diskusi tersebut dibahas dengan bimbingan guru. Perwakilan setiap kelompok maju untuk menuliskan jawaban hasil diskusi di papan tulis, kemudian kelompok lain mencocokkan hasil pekerjaannya.
Gambar 2.2 Lembar Kerja Siswa
3. Refleksi
Gambar 3.1. Siswa melakukan refleksi
4. Aksi
Aksi yang terlihat di lingkungan sekolah yaitu membuang sampah pada tong sampah, meminjamkan teman yang tidak membawa alat tulis.
5. Evaluasi
Subyek 1: Kepala Sekolah
No. Pertanyaan Jawaban Kode
Wawancara 1
Tanggal: Rabu, 18 Mei 2011 Kode: KS/Pg/180511
Baik… untuk Sorowajan itu mengawali PPR sebenarnya mulai tahun 2008. Sebenarnya pada waktu itu bersamaan dengan penerapan pendidikan karakter yang kami disebut namanya pada waktu itu pendidikan karakter MATIUS. Nah bersamaan tu kami undang dari yayasan, dari tim PPR percetakan pendidikan Kanisius yang dokumennya sebenarnya masih ada tahun 2008/2009. Cuma dalam perjalanannya memang PPR ini kan sebuah proses yang sebuah pembelajaran inovasi yang setiap saat dievaluasi lalu dikembangkan, evaluasi dikembangkan. Nah.. ini secara keseluruhan sekolah ini sudah melaksanakan PPR hanya ada
hal-hal yang menjadi kendala… ada kendala yang ehm… jadi PPR itu kan sebuah
inovasi yang mengembangkan sebenarnya menggali kembali apa ya...? Pendidikan Yesuit pada dokumen Yesuit yang sekian ribu tahun yang lalu digali lalu di Indonesiakan. Lalu tentu ini perlu banyak sosialisasi karna ini pendidikan Yesuit sedangkan pelaksanaan pendidikan ini awam sehingga kendalanya ini persoalan Yesuit, mengolah hati, padahal komunitas yang kita terapkan adalah komunitas awam. Nah maka ini perlu sosialisasi dan terus ada inovasi-inovasi yang dilakukan dan evaluasi setiap berakhirnya tahun pelajaran begitu.
Sebelum ada PPR ya kami kan tentu untuk pembelajaran saya kira secara umum ya untuk kelas 1,2,3 tematik, yang 4,5,6 ya terpadu. Pembelajarannya dulu saya kira
37.
itu. Cuman ee…kita sebagai sekolah swasta
harus melihat apa ya..? sebuah proses yang seiring dengan perkembangan global. Jadi kami terus ada inovasi pembelajaran yang tematik seperti apa, yang terpadu seperti apa, lalu kurikulum berbasis kompetensi, yang kami terapkan seperti itu.
PPR sudah kami sosialisasikan pada awal tahun ajaran. Semua program untuk termasuk buku refleksi pendidikan karakter yang setiap orang tua tanda tangan dan sebagainya, cuma ee...berapa persen PPR ini dapat diserap oleh orang tua? dan tidak semua orang tua memahami ee...apa itu PPR. Itu senang sekali kalo orang tua paham. Bahkan pada waktu itu ada workshop apa itu PPR. Jadi seluruh wali murid awal mulanya itu kita undang workshop 1 hari, dari kelas 1 sampai kelas 6 kita undang di area ini. Itu awalnya, cuman Mbak juga harus tahu bahwa daya pikir, latar belakang pendidikan dari orang tua itu sangat heterogen. Maka kami yakin bahwa orang tua memahami sekian persen
ee…sudah ada 50% itu sudah luar biasa,
tapi saya pikir paling banyak 60% yang memahami tentang PPR itu sendiri.
Ciri khas PPR itu sebenarnya adanya pembelajaran yang ditandai oleh adanya refleksi. Refleksi dan aksi setiap ee...berakhirnya pembelajaran. kemudian kekhasannya begitu. Jadi yang diolah adalah tidak hanya daya nalarnya tapi mengolah hati melalui refleksi lalu ada tindakannya yang kita namakan aksi, itu ciri khasnya. Jadi saya pikir sekolah-sekolah yang lain ee...memahami bahwa PPR ini memang ee...sebuah paradigma yang dikembangkan di sekolah Kanisius, belum meluas, belum semua yayasan. Di Yogyakarta saja baru Yayasan Kanisius yang yang memulai PPR, lah kekhasannya itu tadi saya katakan kekhasannya adalah
80. pelanggaran tidak berupa sanksi tetapi anak disuruh menulis merefleksikan misalnya
”kalau bertengkar itu coba apa untungnya
kamu tuliskan” lalu ”apa yang mau kamu bangun setelah itu” ee… bertengkar begitu “iya” sebentar ya… (mengangkat telepon). Standar ya… standar, saya kira belum. Ya
karna ini kan merupakan suatu hal yang
baru ya…full artinya semua kelas sudah menjalankan dan semua mata pelajaran, Cuma memang ee... Belum semua artinya yang sudah full 5 mapel, lalu yang lain juga masih proses. Kemudian kendalanya apa? Sesuatu hal yang baru pasti ada kendala. mengevaluasi maka kita terus berjalan. Ya, yang pertama prestasi tidak dimaknai semata-mata akademik. Prestasi dalam artian prestasi budi pekerti, perubahan sikap, perubahan perilaku. Itu sebuah prestasi. Nah dampaknya, dampak positif
tentu, ini adalah sekolah ee…dalam hal
memberikan sanksi tidak perlu adanya
sanksi yang ee…apa ya? Tata tertib yang berlebihan ya. Tetapi dengan refleksi anak akan semakin menyadari apa yang menjadi kekurangan, apa yang menjadi kesalahannya. Jadi anak muncul kesadaran dari dalam bukan karna paksaan atau tekanan, tapi ada refleksi berarti ada melihat kembali kekurangan dalam dirinya, ee...orang tua pun mulai senang karna
ee…karna ada perubahan sikap, perubahan
124.
sudah merasakan artinya ada beberapa orang tua yang ditanya atau diwawancara, itu menurut orang tua seperti itu.
Ya tentu, PPR ini setiap kami melakukan
ee…tindakan mesti kita tidak lepas dari
tujuan. Tujuan itu tidak lepas juga dari visi
dan misi yaitu untuk ee…sebagai sekolah
yang kita visinya mencerdaskan peserta didik atau menjadi guru yang mendidik anak-anak Indonesia untuk menjadi anak yang cerdas, peduli lingkungan dan sesama, itu yang menjadi tujuan ke depan. Nah PPR ini sudah relevansi, jadi kemudian apa buktinya, buktinya yang pertama dalam visi tadi peduli pada lingkungan, kita juga kemarin anak-anak memberikan sebagian dari sembako kita bagian kepada masyarakat yang membutuhkan. Ini kan ee...artinya perilaku anak diubah untuk kepedulian sosialnya, begitu. Lalu juga lingkungannya yang secara fisik anak-anak juga memelihara lingkungan yang ada disekolah. Mungkin juga memperhatikan pada lingkungan. Nah tujuannya adalah menjadi manusia yang cerdas, yang peduli terhadap ee...sesama
dan lingkungannya..sebentar (kring…bunyi
telepon).
Ya tentu pendidikan itu kan mengalami perubahan inovasi, trus ada evaluasi kemudian ada evaluasi. Hasil pendidikan ee...sistem pendidikan yang sebelumnya itu kan dinilai bahwa yang diukur adalah kemampuan akademik saja, padahal manusia yang utuh, itu kan mansia yang
cerdas…cerdas akademiknya, cerdas
hatinya, cerdas rasanya. Nah maka dari tahun ke tahun kan hasil pendidikan ini
ee…yang diukur itu akademiknya,
168. manusia utuh. Sehingga manusia yang tumbuh dewasa seiring dengan pertumbuhan harkat dan martabat manusia. Bukan soal otak yang cerdas. Itu berdasarkan penilaian hasil kajian dari penerapan sistem pendidikan yang lampau. Maka Yayasan Kanisius menilai mengevaluasi lalu mencari solusi agar kedepan genarasi muda ini tidak hanya soal cerdas akademik tapi cerdas hatinya, peduli pada sesama, lingkungan. Jadi terbukti
dengan banyaknya ee…negara, warga
negara, pejabat yang korupsi, banyaknya lingkungan yang dirusak oleh mereka-mereka. Ini kan tu hasil pendidikan. Tu karna soal kecerdasan saja. Jadi kecerdasan untuk mencerdasi orang lain, sisinya negatif. Maka lalu PPR lah yang jawabannya sekarang ini.
Ya sesuatu yang baru menbutuhkan profesional, itu sesuatu yang lebih sempurna tentu saja banyak membutuhkan banyak menyita waktu, kemudian butuh sarana dan prasarana yang lebih banyak. Disatu sisi memang tuntutan untuk bisa memenuhi, disisi lain memang guru sendiri, karena guru swasta kan otomatis ee..disni hari juga pertimbangkan hal-hal lain nah yang perlu dipikirkan yang pertama guru memang dikatakan senang atau susah ya mungkin awalnya susah karna ada tambahan pekerjaan yang luar biasa tapi kalau melihat dari tujuan PPR itu
sendiri saya kira juga ee…nanti lama-lama harapan kami guru juga menyadari semakin menyadari bahwa pekerjaan fungsinya itu
ee…. semakin berat tetapi juga outputnya
213.
menjadi susah tetapi bukan suatu beban ya kan? Lain kan beban dengan susah begitu itu..ya
Ya..ada disini kami sendiri kepala sekolah lalu ada Bu Susan, Bu Ririn, Bu Yuli, ada kemudian yang dah mendapatkan pelatihan dua kali ada, baru yang satu kali ada, bersama-sama belajar juga ada, sehingga semua sudah mengenal. Cuma pelatihan tingkat ketiga itu memang baru beberapa
guru ya…ada 40.
Wawancara 2
Tanggal: Jumat, 27 Mei 2011 Kode: KS/Pg/270511
Baik teman-teman mahasiswa, yang sedang melakukan penelitian. Kita akan memperdalam tentang beberapa hal mengenai wawancara dengan kepala sekolah, kita akan
menyampaikan berusaha dengan ee…mengupayakan
supaya dapat dipakai sebagai data untuk penyelesaian masalah penelitian. Yang pertama masalah pendidikan karakter MATIUS yang seperti apa maksudnya?. Sebelum pemerintah menggelontorkan masalah pendidikan karakter bangsa, sekolah ini sudah berfikir soal pendidikan karakter itu. Dimulai tahun 2009/ 2010 ee..2008 sebenarnya..2009. lalu baru kita sosialisasikan kepada orang tua juga kita mengundang psikolog itu awal tahun 2009/ 2010. Buktinya ada disini (menunjukkan bukti acara workshop) ada bukti yang waktu itu acaranya ini tentang pendidikan karakter dan PPR pada waktu 2009, tetapi lebih dulu PPR dengan pendidikan karakter, Sorowajan lebih dulu pendidikan karakternya. Nah karakter yang kita kembangkan di sekolah ini pada awalnya gagasan ini, pendidikan karakter yang kita sebut dengan pendidikan karakter MATIUS (sambil melihat buku selayang pandang SDK Sorowajan), MATIUS itu
31.