• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Escherichia coli

Escherichia coli ( E. Coli) adalah organisme kelompok Gram negatif (Jawetz 1968). Bakteri ini pertama kali diisolasi oleh Esheric dari feses pada tahun 1885 dan disebut sebagai Bacterium coli commune. Escherichia coli adalah bakteri yang secara normal berada dalam tubuh manusia. Menurut Todar (2007), E. coli diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteri

Kelas : Gamma Proteobacter Ordo : Enterobacteria Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Gambar 1. Escherichia coli (Todar 2008)

(2)

4

Morfologi E. coli berbentuk batang, lurus, berukuran 1.1-1.5 x 2.0-0.6 μm (Jakson and Cockcroft 2002), dapat berpasangan atau berbentuk tunggal, bergerak dengan menggunakan fimbriae (Gambar1) (Merchant and Parker 1961). Tumbuh baik pada pH 7 dan dapat rusak pada suhu 60 oC selama 30 menit (Temadja 1978), beberapa sel dapat hidup pada pembekuan selama 6 bulan (Jakson and Cockcroft 2002).

Escherichia coli menghasilkan zat antara lain asam, gas, laktosa, fruktosa, galaktosa, maltosa, arabinosa, xylase, rhaminose dan manitol.Beberapa strain E. coli dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas. Gas yang terbentuk selama fermentasi terdiri dari CO2 dan hidrogen, dimana rasio dari dua

zat ini sebanding serta tidak dihasilkan H2S selama fermentasi (Merchant and

Parker 1961).

Bakteri E. coli dapat menghasilkan endotoksin dalam saluran pencernaan. Endotoksin dalam saluran pencernaan akan meningkatkan sekresi elektrolit dan cairan ke dalam lumen usus sehingga terjadi ketidakseimbangan larutan elektrolit dan menyebabkan dehidrasi (Suharyono 1985). Infeksi E. coli dapat mengakibatkan terbentuknya koloni pada lapisan epitel yang diperantarai pilus, sehingga menyebabkan E. coli dapat melekatkan diri pada permukaan epitel dan memproduksi toksin (Lay dan Hastowo 2000).

Escherichia coli adalah bakteri yang mudah tumbuh dalam berbagai media di laboratorium. Biakan berbentuk granul halus pada media padat dan pada biakan yang lebih tua akan berubah menjadi kasar. Koloni E. coli akan berubah warna menjadi merah pada media Mac Conkey. Sedangkan pada media cair pertumbuhan akan ditunjukkan oleh adanya kekeruhan pada bagian dasar tabung (Nevade et al. 2000).

Bakteri E. coli dapat digolongkan menjadi dua kelompok berdasarkan pada penyakit yang ditimbulkan, yaitu E. coli yang bersifat oportunistik dan enteropatogenik.Berdasarkan zat spesifik yang ditemukan pada permukaan bakteri, maka E. coli dibagi menjadi H antigen pada flagel, O antigen pada somatik dan K pada kapsel. Determinan antigen O terletak pada bagian polisakarida, sedangkan antigen K merupakan protein dan polisakarida, dan

(3)

5

antigen H mengandung protein. Dewasa ini telah ditemukan sekitar 200 O antigen pada E. coli. Akumulasi E. coli enterotoksigenik pada usus halus tergantung pada pili (Jay 1996).

Galur enterotoksin dapat menghasilkan dua macam toksin yaitu toksin yang tahan panas dan yang tidak tahan panas. Toksin yang tidak tahan panas memiliki kemampuan menggertak adenilsiklase untuk mengubah ATP (adenosine triphosphate) menjadi cAMP (cyclic adenosine monophosphate) sehingga terjadi pengeluaran Cl- dan penghambatan Na+. Toksin yang tidak tahan panas memiliki sifat mudah dirusak pada suhu 600C selama 30 menit, daya kerja yang lambat dan bersifat antigenik. Sifat toksin yang tahan panas adalah tahan terhadap suhu 121

0

C selama 15 menit dan memiliki waktu serta daya kerja yang cepat dan singkat (Jay 1996).

2.2. Kolostrum

Sapi memiliki kekebalan yang sangat rendah pada saat pertama kali lahir. Hal ini dikarenakan sifat plasenta yang impermeabel terhadap protein kolostrum (Tizard 2000). Tipe plasenta ruminansia adalah syndesmochorial dimana epitel korion tidak berkontak langsung dengan jaringan uterus (Sevendsen and Carter 1993). Tipe uterus yang demikian menyebabkan antibodi maternal tidak dapat melalui plasenta. Untuk meningkatkan kekebalan pada sapi yang baru lahir, harus diberikan kolostrum (Andrews 2002).

Menurut Tizard (2000), kolostrum adalah sekresi kelenjar ambing yang terkumpul selama beberapa minggu terakhir masa kebuntingan, dikeluarkan dari aliran darah dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron. Sedangkan menurut Hodek and Haven (1985), kolostrum adalah susu yang pertama kali disekresikan setelah partus dengan kadar protein yang tinggi. Kolostrum mengandung beberapa macam imunoglobulin (Ig), antara lain IgG, IgM, dan IgA.

Konsentrasi IgG akan menurun sebanyak 50% pada 2 hari setelah induk sapi melahirkan. Jenis sapi Jersey dan Holstein memiliki konsentrasi IgG yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis sapi perah lainnya (Kebreak 2004).

(4)

6

Kolostrum merupakan sumber energi bagi hewan yang baru lahir. Hewan membutuhkan kolostrum sebesar 8-10% atau lebih dari total berat tubuhnya. Kemampuan penyerapan kolostrum pada anak bergantung pada kemampuan dari pedet untuk mengabsorbsi volume kolostrum yang diminum, kandungan imunoglobulin dalam kolostrum, dan manajemen pemeliharaan pedet. Kemampuan pedet dalam menyerap imunoglobulin secara maksimal terjadi pada 6-8 jam setelah lahir dan akan menurun atau tidak dapat menyerap sama sekali pada 24-36 jam setelah lahir ( Andrews 2002).

Kolostrum mengandung banyak zat nutrisi diantaranya kalsium, magnesium, phospor, dan kolin. Konsentrasi zat ini sangat tinggi dalam kolostrum dibandingkan dengan susu sapi. Kandungan vitamin A dalam kolostrum hampir sepuluh kali dan vitamin D tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Andrews 2002). Jumlah kolostrum yang diproduksi induk dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya hewan terlalu muda dikawinkan, kondisi induk yang kurang baik akibat malnutrisi, gangguan pada ambing induk serta infeksi cacing pada induk yang sedang laktasi (Andrews 2002). Perbandingan kandungan masing-masing jenis Ig dalam kolostrum dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan imunoglobulin dalam kolostrum dan susu sapi

(Sumber: Tizard 2000)

Kandungan IgG dalam kolostrum sapi lebih tinggi bila dibandingkan dengan kolostrum manusia. Kolostrum manusia memiliki konsentrasi IgG 2% sedangkan sapi 86% (Colostrum Center 2008). Kandungan imunoglobulin dalam kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi (Tabel 1). Menurut Tizard (2000), pada hewan domestik konsentrasi IgG dalam kolostrum berkisar 65-90%

Imunoglobulin Kolostrum (mg/100ml) Susu Biasa(mg/100 ml)

IgA 100-700 10-50

IgM 300-1300 10-20

(5)

7

dari total antibodi, sedangkan konsentrasi IgA dan Ig lainnya cenderung sedikit tetapi merupakan komponen yang nyata.

Kolostrum harus segera diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah kelahiran (Husnawati 2002). Hal ini bertujuan agar sapi yang baru lahir dapat melawan mikroorganisme pada lingkungan yang baru (Tizard 2000). Kolostrum yang diberikan pada sapi yang baru lahir akan memberikan perlindungan pada anak sapi hingga anak sapi mampu membentuk kekebalan sendiri (Colville and Joanna 2002). Perbandingan komposisi kolostrum dengan susu sapi diantra spesies hewan dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Konsentrasi imunoglobulin (mg/100ml) kolostrum pada beberapa spesies hewan

Hewan IgA IgM IgG

Kuda 500 – 1500 100 – 350 1500 – 5000 Sapi 100 – 700 300 – 1300 3400 – 8000 Domba 100 – 700 400 – 1200 4000 – 6000 Babi 950 – 1050 250 – 320 3000 - 7000 Anjing 5500 – 2200 14 – 57 120 - 300 (Sumber: Tizard 2000)

Darah mamalia mengandung 5 kelas imunoglobulin yaitu IgM, IgG, IgA, IgD dan IgE. Imunoglobulin M dibentuk paling awal pada respon primer. Fungsi IgM adalah mencegah gerakan mikroorganisme patogen dan memudahkan fagositosis. Imunoglobulin M banyak terdapat di dalam sekresi susu, sekresi usus, paru-paru domba dan sapi. Konsentrasi IgM dalam serum mencapai 10%. Imunoglobulin M memiliki waktu paruh 5 hari dalam peredaran darah dan memiliki berat molekul 970 Kd (Soejoedono et al. 2007) .

(6)

8

Tabel 3. Perbandingan komposisi kolostrum dan susu pada sapi dan babi Kolostrum

Sapi

Susu Sapi Kolostrum Babi Susu Babi Natrium (mg) 60 50 75 30 Kalium (mg) 150 150 125 90 Kalsium (mg) 170 120 50 240 Magnesium(mg) 15 10 - -

Vitamin A (i. u.) 700 120 200 120

Vitamin D (i. u.) 4 3 - 4

Vitamin E (mg) 2 0,4 - -

Thiamin (Ug) 60 30 100 65

Riboflavin (Ug) 500 170 165 400

VitaminB6 (Ug) 50 50 10 40

(Sumber: Sevendsen and Carter 1993)

Imunoglobulin G merupakan komponen utama imunoglobulin dalam serum, dimana konsentrasi mencapai 75% dari semua kelas imunoglobulin dalam serum. Imunoglobulin G memiliki struktur monomer dan berat molekul 146 Kd. Imunoglobulin G berperan dalam respon sekunder. Imunoglobulin G pada ruminansia dibagi menjadi 2 kelas yaitu IgG1 dan IgG2. Imunoglobulin G1

dikeluarkan dari kolostrum dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan IgG2. Imunoglobulin G2 (IgG2)berfungsi sebagai opsonisasi bakteri dan fagositosis

(Soejoedono et al. 2007). Fungsi IgG1 adalah memudahkan makrofag untuk

mefagosit bakteri yang telah diopsonisasi (Cunningham 2002).

Imunoglobulin A merupakan imunoglobulin yang memiliki dua bentuk yaitu sirkulatori dan sekretori. Jumlah IgA ditemukan sedikit dalam serum tetapi melimpah jumlahnya dalam cairan sekresi saluran cerna, saluran pernafasan, saluran kemih, ludah dan air susu. Fungsi IgA adalah mencegah terjadinya kontak antara virus atau toksin pada sel target. Konsentrasi IgA dalam serum darah adalah 15-20% dan memiliki struktur berupa monomer atau dimer (Soejoedono et al. 2007).

(7)

9

Imunoglobulin D adalah imunoglobulin yang ditemukan dengan konsentrasi rendah dalam sirkulasi. Imunoglobulin D memiliki fungsi sebagai reseptor pada aktivasi sel B. Imunoglobulin D dibagi menjadi dua sub kelas yaitu IgD1 dan IgD2 (Soejoedono et al. 2007).

Imunoglobulin E merupakan imunoglobulin dengan konsentrasi yang rendah dalam serum dan meningkat saat terjadi reaksi alergi. Imunoglobulin E ditemukan pada permukaan sel mast, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit. Fungsi dari imunoglobulin ini adalah sebagai imunitas terhadap infeksi cacing (Soejoedono et al. 2007).

2.3. Sapi Friesian Holstein

Sapi Friesian Holstein (FH) berasal dari propinsi Belanda Utara dan propinsi Friesland Barat. Beberapa bangsa sapi perah yang dikenal dari Amerika Serikat adalah Friesian Holstien dan Holstein, sedangkan di Eropa sapi perah lebih banyak dikenal dengan nama Friesian. Friesian Holstein adalah jenis sapi perah yang paling banyak digunakan dalam industri susu. Hal ini dikarenakan sapi ini memiliki produksi susu yang paling tinggi bila dibandingkan dengan jenis sapi perah lainnya (Sudono et al. 2003).

Friesian Holstein merupakan jenis sapi yang termasuk bangsa sapi besar, dimana berat sapi betina dapat mencapai 650 kg, jantan 1000 kg dan yang baru lahir sekitar 43 kg (Ginting and Sitepu 1989). Sapi FH memiliki ciri–ciri yaitu bulu pada umumnya berwarna hitam putih dengan batas–batas yang jelas dan kadang–kadang berwarna merah putih (Gambar 2) (Sudono et al. 2003), pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk persegi, warna bulu pada bagian bawah kaki dan ekor berwarna putih, memiliki sifat jinak, tenang, mudah dikendalikan, tidak tahan panas dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan (French 1996).

(8)

10

Gambar 2. Sapi Friesian Holstein

Produksi susu FH akan meningkat sampai induk sapi mencapai umur 6-8 tahun, setelah itu produksi menurun. Umur 24 bulan dapat menghasilkan susu sebanyak 70-75%, 3 tahun 80-85% dan 92-98% umur 4-5 tahun dari seluruh pemerahan pada (French 1996; Sudono et al. 2003). Sapi FH memiliki produksi susu tinggi dengan kadar lemak rendah bila dibandingkan dengan sapi perah dari bangsa lain (Tabel 4).

Tabel 4. Produksi susu dan kadar lemak berbagai bangsa sapi

Bangsa Produksi Susu

(kg/Thn) % Lemak Ayrshire 500 4 Brown Swiss 500-5000 4 Guernsy 400 4,7 FH 5750 3,7 Jersey 400 5

(9)

11

2.4. Kekebalan Pasif

Kekebalan adalah kemampuan tubuh untuk menahan infeksi, meniadakan kerja infeksi dan faktor virulensi lainnya (Soejoedono et al. 2007). Antibodi dari induk dapat diturunkan kepada anaknya melalui plasenta dan kolostrum. Imunoglobulin G, IgA, IgE pada jenis primata dan manusia dapat diturunkan langsung melalui plasenta, sedangkan pada ruminansia, IgG tidak bisa diturunkan langsung dari induk melalui plasenta, tetapi harus melalui kolostrum. Hal ini yang disebut sebagai transfer imun pasif, dimana hewan mendapat antibodi melalui pemberian kolostrum. Imun pasif memiliki peran yang penting yaitu mencegah septisemia, bakteremia dan viremia (Tizard 2000).

Pemindahan antibodi dari induk ke fetus ditentukan oleh sifat penghalang dari plasenta. Manusia memiliki plasenta dengan jenis hemokorial, dimana darah induk dapat langsung berkontak dengan trofoblas sehingga memungkinkan IgG dapat diturunkan pada fetus melalui plasenta. Kondisi ini berbeda dengan bangsa ruminasia dimana memiliki tipe plasenta syndesmochorial, yaitu epitel korion berkontak langsung dengan jaringan uterine sehingga antibodi tidak dapat diturunkan melalui plasenta tetapi harus melalui kolostrum (Tizard 2000). Antibodi yang diwariskan induk pada anaknya berfungsi menjaga agar anak terhindar dari infeksi pada masa awal kehidupan (Andrews 2002).

Pedet baru lahir tidak memiliki kandungan antibodi dalam darahnya sampai pedet menerima kolostrum. Dalam kolostrum terdapat globulin yang dapat masuk ke dalam pembuluh darah secara langsung dalam waktu kurang dari 24 jam. Laktoglobulin dalam kolostrum ditangkap oleh epitel usus halus melalui proses pinositosis dan pembuluh limfe, setelah itu menuju ke sirkulasi darah (Roy 1980).

Kolostrum yang diabsorbsi oleh hewan muda langsung masuk ke dalam saluran usus. Antibodi dalam kolostrum langsung masuk ke dalam saluran pencernaan tanpa melalui proses pemecahan. Hal ini dikarenakan pada hewan yang baru lahir tingkat aktivitas proteolitik dalam saluran cerna pada hewan yang baru lahir masih rendah (Imron 2009).

(10)

12

Hewan yang tidak menyusu biasanya memiliki konsentrasi imunoglobulin yang rendah. Penyerapan yang baik dari imunoglobulin kolostrum akan mengakibatkan kadar imunoglobulin dalam serum mendekati konsentrasi hewan dewasa (Tizard 2000).

2.5. Suhu Tubuh

Berdasarkan suhu tubuh, hewan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu hewan berdarah dingin (poikilotermik) dan berdarah panas (homeotermia). Hewan berdarah dingin dapat menyesuaikan suhu tubuh dengan lingkungan, sedangkan hewan berdarah panas dapat mempertahankan suhu tubuh konstan terhadap perubahan lingkungan. Sapi termasuk dalam kelompok hewan berdarah panas. Suhu normal sapi dewasa 380C-390C sedangkan suhu sapi neonatus 38,60 C-39,80C (Kelly 1982). Secara umum suhu tubuh hewan baru lahir lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dewasa, hal ini dikarenakan tingginya aktivitas metabolisme pada hewan yang baru lahir (Hodek and Haven 1985).

Suhu tubuh hewan sehat akan turun pada pagi hari dan mengalami peningkatan pada siang hari. Suhu tubuh pada siang hari 0,8 0C lebih tinggi dibandingkan dengan malam hari. Suhu tubuh dapat mengalami peningkatan dan penurunan. Peningkatan suhu tubuh terjadi akibat peningkatan produksi panas, misalnya karena kelelahan, reabsorbsi panas yang tinggi, udara lembab, obesitas, bulu lebat dan panjang, dan setelah bekerja (Phillis 1976).

Pada saat pusat suhu tubuh menerima informasi bahwa tubuh terlalu panas atau dingin, maka pusat suhu tubuh akan memberikan respon dengan cara menurunkan atau meningkatkan suhu. Mekanisme penurunan suhu ketika tubuh terlalu panas adalah dengan cara berkeringat, vasodilatasi dan penurunan pembentukan panas. Sedangkan untuk meningkatkan suhu tubuh adalah dengan cara vasokonstriksi, Piloereksi dan peningkatan pembentukan panas (Guyton and Hall 1997).

Suhu tubuh diatur dengan cara menyeimbangkan antara produksi dan kehilangan panas (termoregulator). Bila laju pembentukan lebih besar dari pembuangan panas, maka akan meningkatkan suhu tubuh. Sebaliknya bila

(11)

13

pembentukan lebih rendah dari pembuangan panas maka akan menurunkan suhu tubuh (Guyton and Hall 1997).

Sebagian besar produksi panas dihasilkan oleh organ dalam seperti hati, otak, jantung dan otot rangka selama aktivitas. Setelah itu panas yang diproduksi oleh organ akan dihantarkan ke jaringan kulit dan panas akan dilepas ke lingkungan. Penghantaran panas ke kulit dilakukan oleh darah, kemudian saraf simpatik akan memberikan respon terhadap perubahan tubuh dan lingkungan (Guyton and Hall 1997).

Demam atau pireksia adalah peningkatan suhu tubuh sebesar 10C diatas normal akibat adanya penyakit (Lorenz and Cornelius 1987; Guyton and Hall 1997). Pada keadaan tertentu hewan dapat mengalami hiperpireksia (hipertermia). Hiperpireksia terjadi apabila suhu tubuh mencapai 40,5 0C / 105 0F. Pada keadaan tertentu kadang–kadang suhu turun dibawah normal dan akan naik beberapa hari kemudian (Lorenz and Cornelius 1987 ).

Demam dapat dibagi menjadi 3 stadium yaitu inkrementi, fastigium, dan dekrementi. Stadium inkrementi adalah stadium dimana terjadi peningkatan suhu tubuh, sedangkan pada stadium fastigium terjadi ketika suhu tubuh mencapai puncak dan keadaan dimana suhu tubuh turun disebut dengan stadium dekrementi. Keadaan dimana terjadi penurunan suhu tubuh secara cepat disebut dengan crisis sedangkan penurunan suhu tubuh secara lambat disebut dengan lytis (Kelly 1982). Penyebab demam dapat digolongkan menjadi dua yaitu agen spesifik dan non spesifik. Agen spesifik diantaranya virus, bakteri, protozoa dan fungi, sedangkan agen non spesifik adalah protein dan zat yang dapat merusak jaringan. Bahan–bahan ini dapat mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Efek peningkatan suhu adalah pendarahan lokal dan degenerasi sel parenkim pada seluruh tubuh (Guyton and Hall 1997).

Pirogen adalah senyawa yang merangsang peningkatan suhu tubuh. Pirogen dibedakan menjadi pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen terdiri atas toksin dan lipopolisakarida dari sel bakteri. Sedangkan pirogen endogen adalah interleukin-1 (IL-1), tumor factor nekrosis (TNF), interleukin-6 (IL- 6) dan interferon (Lorenz and Cornelius 1987 ). Demam terjadi ketika agen infeksius

(12)

14

seperti bakteri masuk ke dalam tubuh inang yang sehat sebagai pirogen eksogen. Setelah itu sistem imun mulai bekerja menyingkirkan bakteri tersebut. Penyingkiran bakteri oleh sistem imun akan menghasilkan pirogen endogen. Pirogen endogen masuk ke dalam pembuluh darah dan menuju hipotalamus. Kehadiran pirogen endogenus dapat merangsang peningkatan set point suhu tubuh pada hipotalamus dan menekan neuron yang sensitif terhadap panas (Guyton and Hall 1997).

Termoregulator tubuh terletak di hipotalamus, sedangkan sensor suhu tubuh terletak pada seluruh tubuh terutama pada kulit, abdomen dan hipotalamus. Demam pada sapi dibedakan menjadi empat tipe, yaitu febris sederhana (peningkatan suhu dan tetap tinggi dalam beberapa hari dimana variasi peningkatan dan penurunan kurang dari 10C), febris kontinyu (seperi febris sederhana tetapi waktu terjadinya lebih lama), febris remitten (kenaikan suhu dalam waktu sebentar dan terulang dalam waktu yang singkat) dan febris atipikal (suhu tubuh naik turun tidak berpola) (Kelly 1982).

Gambar

Gambar 1. Escherichia coli                                                 (Todar 2008)
Tabel 3. Perbandingan komposisi kolostrum dan susu pada sapi dan babi
Gambar 2. Sapi Friesian Holstein

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan mendasar pembelajaran sosiologi di tingkat SMA saat ini adalah proses pembelajaran sosiologi cenderung mengajarkan doktrin norma, moral, etika yang

Buku ilmiah populer Etnobotani Tumbuhan Leucosyke capitellata di Kawasan Hutan Bukit Tamiang Kabupaten Tanah Laut mempunyai nilai 92,71% dengan kriteria sangat valid yang

Nilai α merupakan tinggi dari garis trend pada titik rata- rata waktu; dan β merupakan slope atau konstanta. perubahan vertikal

Iz enačbe pričakovanih povprečnih stroškov enote kapitala določenega podjetja in enačbe vrednotenja podjetja v razmerah negotovosti sledi, da če sta ke in ki konstantna ali če

a. Perasaan takut dalam kehidupan sehari-hari untuk menempatkan diri secara realistis. Cara menempatkan diri ini berbeda bagi setiap individu. Ada yang menghadapi

Hal diatas sejalan dengan yang diungkapkan oleh Pramudia (2006) dalam jurnal yang menyatakan bahwa, tujuan dari kegiatan orientasi peserta didik baru antara lain agar

Ketua Ketua Lingkungan Lingkungan Ketua Ketua Wilayah Wilayah Sekretariat Sekretariat Paroki Paroki Seksi Katekese Seksi Katekese DPP DPP Seksi Liturgi Seksi Liturgi DPP DPP

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan