HALAMAN JUDUL
HALAMAN JUDUL ... ... ii KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR ... ... iiii DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... ... iiiiii BAB
BAB I I PENDAHULUANPENDAHULUAN... ... 11 BAB
BAB II II LAPORAN LAPORAN KASUSKASUS ... ... 22 2.1
2.1 Identitas Identitas Pasien...Pasien... ... 22 2.2
2.2 Anamnesis Anamnesis ... ... 22 2.3
2.3 Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik Fisik ... .. 33 2.4
2.4 Status Status Neurologis Neurologis ... ... 55 2.5
2.5 Diagnosis Diagnosis ... ... 99 2.6
2.6 Pemeriksaan Pemeriksaan Penunjang Penunjang ... ... 99 2.7
2.7 Terapi Terapi ... ... 99 2.8
2.8 Prognosis Prognosis ... ... 99 BAB
BAB III III PEMBAHASANPEMBAHASAN... ... 1010 3.1 Anatomi
3.1 Anatomi Lower Motor Neuron Lower Motor Neuron... 10... 10 3.2 Etiologi
3.2 Etiologi Sindroma Guillain BarreSindroma Guillain Barre... .. 1313 3.3 Etiologi
3.3 Etiologi Sindroma Guillain BarreSindroma Guillain Barre... .. 1313 3.4 Patogenesis
3.4 Patogenesis Sindroma Guillain BarreSindroma Guillain Barre... ... 1414 3.5
3.5 Gejala Gejala KlinisKlinis Sindroma Guillain BarreSindroma Guillain Barre ... ... 1414 3.6
3.6 Tatalaksana Tatalaksana ... ... 1515 BAB
BAB IV IV KESIMPULANKESIMPULAN ... 1616 DAFTAR
1 1 Sindrom Guillain Barre
Sindrom Guillain Barre merupakan polineuropati akut yang disebabkanmerupakan polineuropati akut yang disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap saraf perifer. SGB ditandai dengan gejala dan tanda oleh reaksi autoimun terhadap saraf perifer. SGB ditandai dengan gejala dan tanda paralisis
paralisis lower lower motor motor neuron neuron (LMN) (LMN) akut akut disertai disertai disosiasi disosiasi sitoalbumin sitoalbumin padapada cairan serebrospinal (CSS). Pada perjalanan penyakit SGB, perburukan klinis cairan serebrospinal (CSS). Pada perjalanan penyakit SGB, perburukan klinis hingga mencapai titik nadir biasanya tidak lebih dari 28 hari.
hingga mencapai titik nadir biasanya tidak lebih dari 28 hari.(1)(1)
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 semua umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non orang pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa gejala pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan SGB dapat mengalami kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. Bila terjadi relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai(CIDP). Sampai saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan yang baik dapat
perawatan yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.memperbaiki prognosisnya.(2)(2)
Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Insiden Belum diketahui angka kejadian penyakit ini di Indonesia. Insiden Sindrom ini termasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi Sindrom ini termasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada anak-anak, khususnya
pada anak-anak, khususnya selama 2 selama 2 tahun pertama tahun pertama kehidupan dan setelakehidupan dan setelah umurh umur tersebut frekuensinya cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa tersebut frekuensinya cenderung meningkat. Frekuensi puncak pada usia dewasa muda. SGB tampil sebagai salah satu penyebab kelumpuhan yang utama di muda. SGB tampil sebagai salah satu penyebab kelumpuhan yang utama di negara maju atau berkembang seperti Indonesia.
2 2.1 Identitas Pasien
Nama : AS
Tanggal lahir : 22-05-2000 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Peukan Bada, Aceh Besar
Agama : Islam
Suku : Aceh
Jaminan : BPJS
Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2017
2.2 ANAMNESIS 2.2.1
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sejak 4 hari SMRS 2.2.2
Riwayat Penyaki t Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sejak 4 hari SMRS, 6 hari yll pasien mengeluhkan sakit kepala, lemas, mual,dan muntah. Terdapat demam tinggi sejak 6 hari yll. Terdapat pilek dan hidung tersumbat sejak 8 hari yll. Sejak 4 hari yll, pasien mengeluhkan tidak dapat berjalan.Kelemahan mulai dirasakan dari ujung kaki yang naik ke atas. Pasien juga mulai berbicara pelo sejak 2 hari yll. Bicara pelo dialami secara tiba-tiba.
2.2.3
Riwayat Penyaki t Dahulu
Riwayat Trauma Kepala pada tahun 2015 2.2.4
Riwayat Penyaki t keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki gejala serupa. 2.2.5
Riwayat Pemakaian Obat
2.2.6
Riwayat Kebiasaan Sosial
Riwayat merokok sejak 3 tahun yll 2.3 Vital Sign KeadaanUmum :Baik Tekanandarah : 160/110 mmHg Nadi : 100x/menit Pernapasan : 30x/menit Suhu :37,3oC 2.4 Status General Kulit
Warna : Sawo matang
Turgor : Cepat kembali (kurang dari 3 detik)
Ikterus : (-)
Anemia : (-)
Sianosis : (-)
Kering : (+)
Kepala
Bentuk : Kesan normocephali
Rambut : Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam
Mata : Cekung (-), refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-), konj. palpebra inf pucat (-/-)
Telinga : Sekret (-/-), perdarahan (-/-) Hidung : Sekret (-/-), perdarahan (-/-) Mulut
Bibir : Pucat (-), sianosis (-) Gigi Geligi : Karies (-), gigi tanggal (-)
Lidah : Tremor (-)
Mukosa : Basah (+)
Tenggorokan : Tonsil dalam batas normal
Faring : Hiperemis (-)
Leher
Kel. Getah Bening : Kesan simetris, pembesaran (-) Peningkatan TVJ : (-), R-2 cmH2O Axilla Pembesaran KGB : (-) Thorax Thorax depan 1. Inspeksi
- Bentuk dan Gerak : Normochest, pergerakan simetris - Tipe Pernafasan : Abdominal thoracal
- Retraksi : (-)
2. Palpasi
- Pergerakan dada simetris - Nyeri tekan (-/-)
- Suara fremitus taktil kanan = suara fremitus taktil kiri 3. Perkusi - Sonor (+/+) - Redup (-/-) 4. Auskultasi - Vesikuler (+/+) - Ronkhi (-/-) - Wheezing (-/-)
Thorak dan Tulang Belakang Tidak dilakukan penilaian
Tulang Belakang
Tidak dilakukan penilaian Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V sekitar satu cm lateral linea axilaris anterior sinistra
Perkusi : Batas jantung atas : di hemithorax sinistra ICS III Batas jantung kanan : di linea parasternalis dektra ICS V
Batas jantung kiri : di ICS V sekitar satu cm lateral dari linea axilaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I > BJ II, regular, bising (-), gallop (-) Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : Timpani (+), shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat - - -
-Edema - - -
-Ikterik - - -
-Gerakan Kurang Kurang Kurang Kurang
Tonus otot Hipotonus Hipotonus Hipotonus Hipotonus
Sensibilitas N N N N Atrofi otot - - - -Akral dingin - - - -Luka - - - -Status Neurologis 1.5 Status Neurologis GCS : E4 M6 V5
Pupil : Isokor, bulat, ukuran 3 mm/3 mm Reflek Cahaya : Langsung (+ /+), tidak langsung (+/+) Rangsang meningeal Kaku Kuduk : (-) Tanda Kernig : (-) Tanda Laseque : (-) Tanda brudzinski I : (-) Tanda brudzinski II : (-)
Tanda brudzinski III : (-) Tanda brudzinski IV : (-)
Peningkatan tekanan intrakranial
Muntah : (-)
Sakit kepala : (-)
Kejang : (-)
Pemeriksaan Nervus Cranialis
Kelompok Optik Kanan Kiri
Nervus II (visual)
- Visus dalam batas normal dalam batas normal
- Lapangan pandang dalam batas normal dalam batas normal - Melihat warna dalam batas normal dalam batas normal Nervus III (otonom)
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Bentuk Pupil bulat bulat
- Reflek cahaya positif positif
- Nistagmus negatif negatif
- Strabismus negatif negatif
Nervus III, IV, VI (gerakan okuler)
- Lateral dalam batas normal dalam batas normal
- Atas dalam batas normal dalam batas normal
- Bawah dalam batas normal dalam batas normal
- Medial dalam batas normal dalam batas normal
Kelompok Motorik
Nervus V (fungsi motorik)
- Inspeksi kening dan pipi : tidak ada atrofi dan otot massater dan temporalis - Menyuruh pasien mengigit touge depressor : dalam batas normal
- Menyuruh membuka mulut : dalam batas normal
- Menggerakkan rahang : dalam batas normal
Nervus VII (fungsi motorik)
- Mengerutkan dahi : dapat mengerutkan kedua dahi
- Menggembungkan pipi : simetris
- Memperlihatkan gigi : Simetris
- Sudut bibir : Dalam batas normal
Nervus IX dan X (fungsi motorik)
- Pasien diminta menyebutkan aaaa : dalam batas normal
- Menelan air : bisa tertelan
- Membuka mulut : arkus faring, palatum mole dan uvula dalam batas normal
Nervus XI (fungsi motorik)
- Mengangkat bahu : dalam batas normal
- Memutar kepala : dalam batas normal
Nervus XII (fungsi motorik)
Menyuruh pasien membuka mulut dan menilai lidah saat istirahat: pasien dapat membuka mulut dengan lebar.
Menyuruh pasien menekan lidah ke bagian dalam pipi: pasien sulit untuk melakukannya
Kelompok Sensoris
- Nervus I (penciuman) : dalam batas normal - Nervus V (sensasi wilayah) : dalam batas normal - Nervus VII (pengecapan) : dalam batas normal - Nervus VIII (pendengaran) : dalam batas normal Sensibilitas
- Rasa Suhu : dalam batas normal
- Rasa nyeri : sensasi nyeri berkurang
- Rasa Raba : sensasi raba berkurang
Anggota Gerak Atas
Refleks Kanan Kiri
- Bisceps hiporeflek hiporeflek
Anggota Gerak Bawah
Refleks Kanan Kiri
- Patella hiporeflek hiporeflek
- Achilles hiporeflek hiporeflek
- Babinski negatif negatif
- Chaddok negatif negatif
- Gordon negatif negatif
- Oppenheim negatif negatif
- Schaefer negatif negatif
- Hoffman-Tromner negatif negatif
Motorik 3322 3322 1111 1111
Sensibilitas
- Rasa Suhu : dalam batas normal
- Rasa nyeri : dalam batas normal
- Rasa Raba : dalam batas normal
2.5 Pemeriksaan Penunjang
2.6 Hasil Laboratorium
2.7 Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis : Tetraparase LMN ec Syndroma Guillian Barre Dianosa Topis : Poli Radikulo neuropati inflamasi akut
Diagnosa etiologi : Reaksi autoimun Diagnosa Banding :
- Poliomielitis - Myositis Akut - Myastenia Gravis
-Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradial Neurophaty 2.8 Tata Laksana IVFD RL 20 gtt/i Mecobalamin 3 x 500 mg Citicolin 3 x 1000 mg Piracetam 3 x 1000 mg
Pemeriksaan Laboratorium Hasil Nilai Normal
Darah Rutin Hb 14,2 gr/dl 12,0-15,0 gr/dl Ht 41 % 37-47 % Leukosit 4,9/mm3 4.500-10.500/mm3 Eritrosit 17,3 x 106 /µL 4,2-5,4 jt/ µL Trombosit 580.000 / mm3 150.000-450.000/mm3 Elektrolit- Serum
Natrium (Na) 132 132-146 mmol/L
Kalium (K) 3,9 3,7-5,4 mmol/L
Clorida (Cl) 92 98-106 mmol/L
Kalsium (Ca) 9,1 8,6 – 10,3 mg/dl
2.8 Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam Quo ad Functionam : Dubia ad malam Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
17
Telah diperiksa seorang laki-laki berusia 17 tahun dengan kelemahan seluruh anggota gerak. Kelemahan anggotaa gerak dirasakan secara perlahan-lahan. Awalnya kelemahan dirasakan pada bagian ektremitas bawah lalu ke bagian ektremitas atas. Pasien sempat mengalami gagal nafas dan telah dilakukan
trakeostomi di ICU RSUD Zainoel Abidin. Dua minggu sebelum kelemahan anggota gerak, pasien sempat mengalami demam dan sakit tenggorokan. Keluhan semacam ini adalah gejala khas dari Sindroma Guillian Barre.
Secara teori, Sindroma Guillian Barre, dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala dan tanda SGB diantaranya adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak
napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan
sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi. Selain itu, terdapat tanda hiporefleksia atau arefleksia.(4)
Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Gangguan sensorik juga dapat timbul, kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan. Selain itu terdapat gangguan nyeri, Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; takikardia, bradikardia, Facial flushing , Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.(4)
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa SGB diantaranya adalah pemeriksaan LCS, EMG, dan MRI. Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1 – 1,5 g/dl) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar.(5)
3.1 Diagnosa Banding Sindroma Guliilian Barre. 1. Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal tidal normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.(6)
2. Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.(6)
3. Myastenia gravis
Pada penyakit ini (didapatkan infiltrate pada motor end plate, kelumpuhan tidak bersifat ascending).(6)
4. CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy). Gejala yang didapatkan progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.(6)
3.2 Etiologi Sindroma Guillian Barre
Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini merupakan proses autoimun.(7) Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini:
- Infeksi virus: Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV).
- Pasca pembedahan dan Vaksinasi.
- Sekitar 50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran
Pencernaan.
3.3 Patologi Sindroma Guillian Barre
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan dan makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari sel schwan dan akson.(8)
Gambar 1. Ilustrasi perbedaan saraf normal dan saraf yang mengalami kerusakan
3.4 Patogenesis Sindroma Guillian Barre
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf
tepi pada sindroma ini adalah:
a. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
b. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.
c. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf.(8)
3.5 Klasifikasi Sindroma Guillian Barre Berikut terdapat klasifikasi dari SGB, yaitu:
a.
Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy
(AMSAN)Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikit demielinisasi .(4) b.
Acute Motor-Axonal Neuropa
thy (AMAN)Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.(4)
c. Miller F isher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan.(4)
d.
Chronic I nflammatory Demyelinative Polyneuropathy
(CIDP)CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.(4)
e. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimpatis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salivasi dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.(4)
3.6 Tata Laksana Sindroma Guillian Barre
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk
terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah(6)
a. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan trakeostomi, penggunaan alat bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah 50%.
b. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.
c. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
o
Plasma exchange therapy
(PE)Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali exchange.
o Imunoglobulin IV
Intravenous infusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut.
Pengobatan dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/ komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.
o Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.
3.7 Komplikasi Sindroma Guillian Barre
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam, paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.
3.8 Prognosis Sindroma Guillian Barre
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. (9)
5 BAB V
6 KESIMPULAN
7 Telah dibahas suatu laporan kasus penderita Sindroma Guillian Barre. Sindroma Guillian Barre merupakan suatu penyakit polineuropati akut yang disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap saraf perifer. Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Dua pertiga kasus SGB didahului penyakit
infeksi,baik infeksi pada saluran napas atas dan gastrointestinal.
8 Defisit neurologis yang terjadi pada SGB terjadi perlahan-lahan. Defisit neurologis akan terjadi perburukan hingga mencapai puncaknya tidak lebih dari 28 hari. Defisit neurologis yang terjadi diantaranya adalah kelemahan motorik tipe LMN ( tetraparesis atau tetraplegi), gangguan sensorik berupa parastesia, gangguan saraf otonom, kelemahan otot bantu pernafasan, gangguan nervus cranialis dan hiporefleksia atau arefleksia.
9 Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Fase pemulihan dapat berangsur beberapa minggu, bulan, bahkan baertahun-tahun, tergantung proses patologi yang terjadi. Lesi demielinasi (AIDP) mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan degenerasi aksonal (AMAN). Pemulihan SGB tipe demielinasi dan degenerasi akan terjadi secara berangsur-angsur sesuai dengan perawatan dan terapi yang adekuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dewanto G dkk. 2009. Diagnosis dan tata laksana penyakit saraf . Jakarta : kedokteran egc
2. Yuki N. Hartung H-P. Guillain – Barre Syndrome. N Eng Med. 2012 : 366 (24) : 2294-304
3. WHO. Indonesia launches country’s largest ever immunization campaign to tackle expanding polio epidemic.2005
4. Wakerley BR, Unchini A, Yuki N. Guillain-Barreand Miiller Fishr syndrome-new diagnostic classification.
5. Bae JS, Yuki N, Kuwabara S, Kim JK, Vusic S, Lin CS, et al.Guillian-Barre Syndrome in Asia. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2014;85 (8):907-13 6. Van den Berg, Walgard C, Drenthen J, Fokke drome : patogenesis,
diagnosis, treatment and prognosis.Nat Rev Neurol. 2014: 85(8): 469-62 7. Ho Tw, Mishu B, Li CY, Gao CY, Cornbalth DR, Griffin JW,dkk. Guilllain
Barre syndrome in north era China. Relationship to campylobacter jejuni infection and anti glycopid antibodies. Brain. 1995;118(Pt 3):597 – 605. 8. Van Doorn PA, Ruts L, Jacob BC, Clinical feature, pathogenesis, and
treatment of Guillain Barre Syndrome. Lancet Neurol. 2008 ; 7(10) : 939-50 9. Van Koningsveld R, Steyeberg EW, Hughes RA, Swan AV, van doorn PA, Jacobs BC. A clinical prognostic scoring system for Guillain Barre syndrome. Lancet Neurol.2007;6(7)589-94.