• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II FENOMENA KOREIKA SHAKAI. Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II FENOMENA KOREIKA SHAKAI. Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

15 BAB II

FENOMENA KOREIKA SHAKAI

2.1 Pengertian Koreika Shakai

Menjadi tua bagi setiap manusia adalah suatu fase kehidupan yang tidak bisa dihindari dan tidak terjadi secara drastis. Menua merupakan gejala universal yang terjadi pada setiap orang. Pada fase ini, kekuatan fisik dan psikis menurun, sehingga perlindungan dan perawatan dari pihak lain dibutuhkan untuk membantu menjalankan aktifitas sehari-hari. Usia tua dipandang sebagai masa kemunduran dan kelemahan seseorang baik terhadap dirinya, maupun saat berhubungan dengan orang lain.

Penuaan datang pada setiap orang dengan kecepatan yang berbeda. Naganuma (2006) mengatakan bahwa seseorang dikatakan menua saat ia merasa dirinya menjadi tua (hlm. 25). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa istilah tua atau lanjut usia (lansia) merupakan batasan yang ambigu. Menurutnya, untuk mengungkapkan usia lanjut “kita mengatakan tua dengan istilah oita untuk diri sendiri, dan mengatakan ia telah menjadi tua dengan istilah roujin atau rougo bila ditujukan pada orang lain. Istilah rounen, chuukounen dan koureisha lebih formal dan kuno dibanding istilah otoshiyori, shirubaa, shinia dan erudaa yang memberikan kesan kedekatan hubungan pada penggunanya” (hlm. 25-26). Dalam penamaan fasilitas-fasilitas umum yang diperuntukkan untuk usia lanjut, masyarakat Jepang sering menggunakan istilah silver, misalnya sirubaa siito (silver-seat) yang berarti kursi untuk para lansia, atau shirubaa eeji (silver age) yang bermakna usia perak.

▸ Baca selengkapnya: yang tidak termasuk dalam fase kegiatan eksperimentasi karya adalah

(2)

16

Koreika shakai ditulis dengan kanji 高齢化社会 dimana Ko Berasal dari

kanji takai高い yang artinya tinggi, Rei berasal dari kanji yowai 齢 yang artinya

umur, Ka berasal dari kanji fukeru 化 け る yang artinya tumbuh menjadi

tinggi/meninggi, dan Shakai 社 会 memiliki arti masyarakat. Sehingga dapat

disimpulkan Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur panjang. Awalnya koreika shakai merupakan sesuatu yang membanggakan Negara Jepang karena menunjukkan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang yang tinggi sehingga membuat orang-orang diluar Jepang berfikir bahwa orang-orang Jepang memiliki kesadaran yang tinggi untuk hidup sehat. Namun, semakin lama koreika shakai berubah menjadi suatu masalah yang cukup berpengaruh bagi Negara Jepang itu sendiri. Hal ini dikarenakan tingkat harapan hidup masyarakat Jepang tinggi sedangkan angka kelahiran di Jepang sangat rendah sehingga membuat ketidakstabilan demografi kependudukan Jepang. Maka sekarang makna koreika shakai telah mengalami perubahan menjadi sesuatu yg sedikit negative dan menjadikannya sebagai suatu fenomena yang berkembang pada masyarakat Jepang. Fenomena Koreika Shakai adalah peningkatan jumlah penduduk berusia lanjut. Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas dan merupakan penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan membayar uang pensiun serta merupakan orang yang secara rutin mandapat asuransi perbulannya atau dapat dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan dihidupi oleh Negara.

Jepang dikenal dengan Negara yang masyarakatnya memiliki umur yang panjang. Bahkan apabila dibandingkan dengan Negara-negara lain, jepang merupakan salah satu negara yang memiliki umur paling panjang. Jepang

(3)

17

memiliki banyak tradisi-tradisi yang sudah melekat sejak lama yang berhubungan dengan aktifitas sehari-hari masyarakat jepang dan membuat mereka memiliki umur yang panjang, seperti contoh tradisi minum teh hijau, lebih memilih untuk berjalan kaki dari pada menggunakan alat transportasi, dan lain-lain.

Maka dari itu tidak heran apabila jepang memiliki jumlah lansia yang banyak dan sebagian besar masih bekerja dan mempunyai tingkat produktifitas yang tidak kalah dari para kaum yang masih muda.

2.2 Sejarah Koreika Shakai

Istilah koureisha 高 齢 社 会 yang bermakna usia lanjut secara resmi

digunakan oleh pemerintah pada tahun 1996 dalam keputusan “Kourei Shakai

Seisaku Taikou” (Pokok Kebijakan Masyarakat Lansia) sebagai pengganti istilah

chouju” (berumur panjang) dalam Chouju Shakai Seisaku Taiko (Pokok

Kebijakan Masyarakat Berumur Panjang) yang ditetapkan pada tahun 1986.

Dalam perkembangan selanjutnya, istilah koureika shakai ‘masyarakat lansia’

lebih sering digunakan untuk orang-orang yang berumur panjang dengan nuansa yang lebih kompleks. Kekompleksan makna tersebut meliputi perawatan dan perlindungan untuk mereka serta kekhawatiran akan beratnya beban yang harus ditanggung dalam menjalankan penjagaan dan perlindungan terhadap penduduk lansia di atas 65 tahun yang harus dipikul oleh masyarakat di sekitarnya.

Menurut Makizono Kiyoko ( 1993 : 448 ), sebuah negara dapat disebut

sebagai koureika shakai apabila persentase penduduk lansianya ( persentase

penduduk usia 65 tahun keatas dari seluruh jumlah penduduk ) mencapai 7 persen dan indeks penduduk lansia ( indeks penduduk lansia 65 tahun keatas terhadap

(4)

18

penduduk usia produktif di atas 15 tahun di bawah 64 tahun) melewati sekitar

12,0. Jepang pada tahun 1970 persentase lansianya adalah 7 persen dan indeks lansianya 12,0 pada tahun 1975. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jepang menjadi koreika shakai sejak tahun 1970.

Peningkatan jumlah kaum lansia dapat ditinju dari sudut demografi. Demografi menurut Ida Bagus Mantra (2002 : 2-3 ), yang mengutip pendapat Philip M. Hauser dan Dudley Duncan, adalah ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran teritorial dan komposisi penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab – sebab dari perubahan tersebut, yang biasanya timbul karena natalitas (kelahiran), mortalitas ( kematian ), migrasi, dan mobilitas sosial (perubahan Status). Komposisi penduduk suatu negara sangat dipengaruhi faktor-faktor di atas. Begitu juga dengan jepang, komposisi penduduk Jepang ditinjau dari sudut demografi berubah dengan cepat.

Penyebab terbesar dari bertambah besarnya jumlah penduduk yang menua ditinjau dari sudut demografi disebabkan oleh menurunnya angka kelahiran dan kematian. Menurunnya angka kematian menyebabkan meningkatnya persentase orang yang mencapai usia tua, memperbesar piramida penduduk bagian atas. Dengan sendirinya sedikit tingkat kelahiran dan kematian ini menyebabkan meningkatnya penduduk yang menua.

Beberapa ahli demografi membagi usia lanjut ke dalam dua golongan, yaitu golongan usia lanjut pertama yang terdiri atas usia 65-74 tahun, dan usia lanjut kedua terdiri atas usia 75 tahun ke atas. Dalam beberapa buku laporan tahunan tentang lansia ( Kourei Shakai Hakusho 2004-2006) yang diterbitkan pemerintah Jepang, usia penduduk lansia dibedakan ke dalam 3 kelompok

(5)

19

(http://www8.cao.go.jp/kourei/whitepaper/html). Kelompok tersebut adalah lansia berusia 65-74 tahun, usia 75-84 tahun dan usia 85 tahun ke atas. Dari kedua pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa penduduk lanjut usia merujuk pada orang-orang yang berusia di atas 65 tahun.

Pasca perang dunia II, penduduk warga Negara Jepang mulai memfokuskan diri pada pembangunan Negara. Dalam masa pembangunan dan pemulihan Negara, kesejahteraan masyarakat dengan sendirinya didapat sejalan dengan majunya Negara Jepang menjadi salah satu Negara dengan perekonomian terkuat nomor dua di Dunia. Kesejahteraan masyarakat salah satunya tercermin dengan meningkatnya usia penduduk yang semakin bertambah seiring naiknya batas usia produktif di jepang yang tadinya 60 tahun dinaikkan menjadi 65 tahun.

Seperti telah disebutkan di atas, sejak jepang dikatakan sebagai penduduk

koreika shakai muncullah masalah perawatan orang tua. Sejak tahun 1975, usia harapan hidup orang jepang bertambah panjang, tingkat kesehatan yang meningkat, dan jumlah orang tua lanjut usia yang memerlukan perawatan juga meningkat. Masalah perawatan orang tua lanjut usia mulai menjadi wacana dalam masyarakat dan memberikan dampak terhadap keluarga, lingkungan, serta pemerintah.

(6)

20

Tabel 2.1 Perubahan Komposisi Penduduk Lansia (Katsumi, 1995 : 4 ; Statistik dari Kementrian Kesejahteraan Sosial)

(7)

21

Tabel 2.2 Perubahan Struktur Penduduk (Statistik dari Kementrian Kesejahteraan Sosial)

Pada tabel diatas kelompok usia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu penduduk usia muda (usia 0-19 tahun), penduduk usia produktif (usia 20-64 tahun), dan penduduk lansia usia di atas 65 tahun. Dalam tabel terlihat penduduk usia muda mengalami penurunan, sebaliknya penduduk lansia bertambah, dan diperkirakan setelah tahun 2010 penduduk lansia akan melampaui penduduk usia muda.

(8)

22

Penduduk usia produktif bertambah sampai tahun 2000 yang berasal dari generasi baby boom yang kedua, yaitu generasi yang lahir dari baby boom setelah perang. Tambah lagi, diantara penduduk usia produktif jumlah yang menua pun mengalami peningkatan ( penduduk usia 55 Tahun ke atas bertambah). Puncaknya terjadi di tahun 2010, dimana diperkirakan 1 dari 4 penduduk usia produktif akan berusia 55 tahun keatas. Selanjutnya, dengan meningkatnya kaum lansia ini, pada tahun 1990 sebanyak 5,1 penduduk usia produktif menanggung beban satu orang lansia, tahun 2000 dari 3,7 orang usia produktif menanggung beban satu orang, dan tahun 2010 diperkirakan dari 2,7 orang usia produktif akan menanggung beban satu orang, dan tahun 2020 dari 2,1 orang akan menanggung beban satu orang. Dengan kata lain, mulai sekarang perkembangan usia produktif diiringi dengan bertambahnya penduduk yang menua sehingga beban penduduk usia produktif untuk menyokong penduduk lansia menjadi tinggi.

Gambar berikut menunjukan bentuk piramid penduduk jepang pada tahun 1998 dan perkiraan bentuk piramid penduduk pada tahun 2025. Pada gambar piramid tersebut terlihat perubahan dimana terjadi perampingan bentuk piramid usia 20-30-an pada tahun 2025, yaitu penduduk usia 20-30-an pada tahun 1998 telah berumur 50-60-an dan pertambahan penduduk usia 50 dan 70 tahun keatas

(9)

23

Gambar 2.2 Piramida Penduduk Jepang

Jumlah penduduk yang berusia di atas 75 tahun meningkat dengan cepat. Pada tahun 2025, ketika generasi baby boom mencapai usia 75 tahun ke atas, rasio penduduk yang berusia 75 tahun ke atas diperkirakan akan melampaui penduduk yang berusia antara 65 dan 75 tahun. Tingkat penuaan lebih cepat terjadi pada wanita dari pada pria. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel populasi penduduk jepang berdasarkan umur dan jenis kelamin di bawah (Takako Sodei, 1995 : 214).

(10)

24

Tabel 2.3 Populasi Jepang Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

2.3 Penyebab Koreika Shakai

Koreika Shakai adalah peningkatan masyarakat berumur panjang/lansia. Lebih tepatnya adalah pertumbuhan dengan peningkatan yang sangat tajam pertahunnya dari penduduk yang berusia 65 tahun keatas dan merupakan penduduk yang sudah tidak wajib lagi bekerja dan membayar uang pensiun serta merupakan orang yang secara rutin mandapat asuransi perbulannya atau dapat dikatakan sebagai warga yang sisa hidupnya akan dihidupi oleh Negara. Adapun penyebab dari timbulnya Koreika Shakai adalah sebagai berikut.

(11)

25

2.3.1 Shoshika shakai

Shoshika Shakai adalah Kekurangan generasi muda atau lebih tepatnya menurunnya tingkat kelahiran bayi pertahun yang merupakan generasi muda mendatang yang akan membangun Negara. Adapun penyebab dari Shosika Shakai adalah :

 Bankonka

Merupakan penundaan usia menikah oleh para wanita yang lebih memilih untuk berkarir terlebih dahulu dari pada menikah. Bankonka sendiri merupakan salah satu dampak negative yang diperoleh Jepang, dimana mengikuti kebudayaan workaholic yang gila akan bekerja ini tentu perihal bankonka ini bukanlah hal yang tak lazim. Tapi karena kebudayaan gila kerja yang merambah sangat meluas di kalangan wanita inilah yang menjadi masalah, yang kemudian lambat laun kebanyakan wanita mulai lebih mengutamakan karir mereka dan mengesampingkan pikiran untuk membentuk keluarga baru. Walaupun begitu keinginan mereka untuk memiliki pasangan memang ada tetapi tidak harus menikah terlebih dahulu.

 Tingkat perceraian yang tinggi

Hal ini jelas mempengaruhi pasangan-pasangan muda yang sudah siap fisik dan material tetapi ternyata tidak siap mental karena isu-isu akan perceraian yang sering terjadi di Jepang. Untuk itu banyak dari mereka yang lebih memilih

(12)

26

hubungan saling melengkapi bak perkawinan tetapi sebenarnya mereka tidak memiliki ikatan pernikahan.

 Maraknya hubungan tanpa ikatan pernikahan

Hal ini menjadi salah satu sebab takutnya pasangan muda memiliki anak. Karena takut akan malu yang dihadapi karena memiliki anak di luar pernikahan. Dan hal ini jugalah yang menjadi sebab maraknya bankonka di kalangan generasi muda sekarang. Mereka memiliki pasangan dan dapat hidup bersama tanpa harus memiliki ikatan hubungan dalam pernikahan.

 Mahalnya biaya memiliki anak

Karena biaya kelahiran tidak termasuk dalam asuransi kesehatan yang dimiliki setiap warga Negara Jepang, maka mahalnya biaya kelahiran dan perawatan anak menjadi alasan yang hampir selalu ditemui di masyarakat. Tetapi ada pengecualian untuk kelahiran Caesar yang mendapatkan asuransi kesehatan karena dianggap sebagai sebuah penyakit.

 Tingkat natalitas yang sangat rendah.

Kebanyakan orang Jepang tidak ingin menikah dan tidak ingin mempunyai anak. Kalaupun mereka menikah dan ingin mempunyai anak, mereka hanya memutuskan untuk memiliki seorang anak saja. Karena jika memiliki lebih dari satu anak akan memberatkan mereka. Ini dikarenakan biaya perawatan, biaya sekolah, biaya hidup, dan lainnya untuk anak sangatlah mahal.

(13)

27

 Tidak ingin meninggalkan karier dan gaya hidup.

Para pemuda di Jepang cenderung mengulur waktu untuk menikah dan mempunyai anak sebab mereka lebih mementingkan karir dan gaya hidup mereka. Saat menikah dan mempunyai anak mereka tentu akan sedikit kesulitan dalam mempertahankan karir mereka yang sudah dicapai dengan susah payah. Selain itu gaya hidup pada masa muda juga pasti akan berubah seiring dengan adanya anak sehingga mereka merasa harus menjadi orang tua sepenuhnya.

2.3.2 Tingkat mortalitas rendah

Adanya tingkat mortalitas atau tingkat kematian yang rendah menandakan bahwa generasi lanjut usia tetap hidup panjang umur. Mereka yang lanjut usia kebanyakan masih sehat dan bisa hidup sehingga kaum lanjut usia terus menumpuk. Adapun beberapa penyebab tingkat mortalitas rendah adalah :

 Gaya hidup sehat

Di Jepang makanan menjadi faktor penting untuk meningkatkan harapan hidup. Makanan gaya Jepang baik untuk kesehatan dan mengandung banyak nutrisi untuk i, memperlambat penuaan sel, rendah kalori, dan mengandung zat-zat gizi penting. Karena apa yang mereka makan setiap hari sangat baik untuk kesehatan, dan mereka masih membiasakan untuk berolah raga, itulah yang menyebabkan mereka terlihat awet muda dan berumur panjang. Sering dijumpai makanan Jepang yang disajikan mentah. Ini bukan dengan tidak beralasan. Selain lebih segar, nutrisi makanan mentah dipastikan lebih tinggi daripada makanan yang telah mengalami proses pemasakan. Kalau masih segar, makanan tidak

(14)

28

memerlukan bumbu yang banyak atau dimasak dalam waktu yang lama, dan hampir semua vitamin dan nutrisi yang menjadikan tubuh tetap sehat tetap terkandung di dalam makanan tersebut.

 Pola pikir yang dinamis

Merupakan kesalahan besar jika berfikir kalau masa tua adalah masa untuk bersantai, berbaring di tempat tidur dan menghabiskan waktu hanya dengan menonton tv di rumah. Dengan kata lain, jika beranjak tua maka saat itulah melakukan penarikan diri dari dunia yang aktif. Justru, di masa tua itulah setidaknya orang tetap aktif dalam berinteraksi dengan orang-orang, menjalani kehidupan yang membangkitkan semangat dan itu adalah salah satu cara untuk bertahan hidup. Faktor penting bagi masyarakat yang berusia lanjut adalah sikap optimis. Untuk tetap selalu sehat mereka berusaha untuk selalu bahagia. Misalnya dengan rajin merawat kulit, berolahraga, membersihklan pikiran dengan tidak menumpuk rasa stress. Dengan mempunyai pola pikir yang terbuka, sanggup menerima perubahan dari luar, tidak memupuk rasa stres, dapat menghindarkan mereka dari penyakit penyakit yang dapat merenggut nyawa mereka.

 Kemajuan teknologi kesehatan

Kemajuan teknologi kesehatan di Jepang yang semakin canggih menjadi salah satu faktor bertambah panjangnya usia harapan hidup di Jepang. Dengan semakin canggihnya teknologi kesehatan sehingga semakin baik pula tingkat kesehatan di Jepang.

(15)

29 2.4 Kasus – Kasus Koreika Shakai

Meningkatnya populasi lansia di Jepang menyebabkan munculnya beberapa kasus sosial terkait dengan para lansia yang terjadi di masyarakat Jepang seperti kodokushi, pemeliharaan lansia, dll. Salah satu kasus sosial yang sekarang

menjadi sorotan utama bagi pemerintah jepang adalah Kodokushi. Kodokushi

yang dalam bahasa Jepang tertulis 孤独死, dalam bahasa Inggris bisa diartikan

lonely-death, dan dalam bahasa Indonesia adalah mati kesepian. Kodokushi

merupakan fenomena masyarakat di Jepang yang dialami oleh penduduk lanjut usia yang memilih hidup sendiri dan sampai saat ajal menjemputnya, ia meninggal

tanpa diketahui oleh siapapun. Tak jarang jasad orang yang mengalami kodokushi

baru ditemukan dalam jangka waktu berharihari bahkan sampai berminggu-minggu dari waktu meninggalnya.

Peningkatan usia hidup di satu sisi menunjukan hal yang sangat positif,

akan tetapi hal ini ternyata menimbulkan problem sosial baru yaitu masalah perawatan lansia. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Jepang mulai beralih dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Hal ini berdampak pada pola keluarga di Jepang yang semula menganut sistem keluarga luas (dozoku) menjadi keluarga inti (kaku kazoku). Saat ini mayoritas keluarga di Jepang hanya memiliki rata-rata satu sampai dua orang anak. Bahkan muncul kecenderungan para wanita Jepang saat ini untuk tidak menikah demi karier atau menikah namun tidak mau memiliki anak. Kondisi ini memicu masalah baru berkaitan dengan perawatan lansia. Banyak lansia yang akhirnya terpaksa ditempatkan di rumah jompo akibat tidak adanya sanak keluarga yang bisa merawat mereka. Pada beberapa kasus bencana alam, banyak ditemui lansia yang

(16)

30

hidup sebatangkara karena ditinggal meninggal sanak keluarganya. Mereka kemudian banyak yang mengalami depresi karena kesepian dan akhirnya meninggal dunia.

Penyebab meningkatnya jumlah lansia yang hidup sendiri di Jepang dapat dianalisis dari dua segi, yang pertama dari segi status perkawinan, misalnya tidak menikah, ditinggal mati oleh pasangan hidup, dan perceraian. Segi yang kedua adalah dari hubungan atau relasi yang terpisah, yakni banyak yang tidak hidup bersama dengan anaknya (Fujimori 2010 : 41). Kondisi ini menyebabkan mayoritas dari mereka mengalami depresi akibat kesepian. Banyak diantaranya yang akhirnya mengalami ketergantungan alkohol. Sebagian lagi ditemukan meninggal karena kelaparan, kekurangan gizi atau sakit lever. Mayoritas adalah pria berusia 55 tahun-an. Jumlahnya hampir dua kali lipat wanita yang rata-rata berusia 70 tahunan.

Banyak cara yang dilakukan para lansia di jepang untuk mengakhiri hidupnya yang diakibatkan karena rasa kesepian. Beberapa diantaranya adalah

bunuh diri (jisatsu). Kasus-kasus bunuh diri (jisatsu) di Jepang juga merupakan

hal yang tidak bisa dilepaskan dengan masalah kodokushi. Di dalam kasus-kasus

kodokushi yang ditemukan, banyak yang merupakan kasus bunuh diri. Kasus

bunuh diri di Jepang sendiri mengalami peningkatan sejak 1998. Kenaikannya melonjak tajam dari hanya 23.000 kasus di tahun 1997 melonjak menjadi 30.000 kasus di tahun berikutnya.

Beberapa faktor dianggap sebagai pemicunya di antaranya adalah industrialisasi. Industrialisasi mendorong kaum muda di Jepang melakukan urbanisasi dan beralih pekerjaan dari sektor agraris ke sektor industri. Hal ini

(17)

31

meyebabkan desa kekurangan tenaga muda. Yang tertinggal hanyalah para lansia yang hidup sendiri tanpa sanak keluarga. Strukutur keluarga pun mengalami

perubahan yakni dari keluarga luas (dozoku) menjadi keluarga inti (kaku

kazoku). Hal ini menyebabkan banyak lansia yang harus tinggal terpisah dengan anak-anak mereka. Mereka menjalani hari tua sendiri dan kesepian. Kasus kodokushi terbanyak terjadi pada laki-laki berusia 50 sampai 60 tahun yang hidup sendiri tanpa keluarga, pekerjaan dan tujuan hidup. Pada wanita biasanya terjadi di usia 70 sampai 80 an.

Gambar

Gambar 2.1 Rata-rata usia harapan hidup penduduk jepang (Haryati, 2008 : 2)
Tabel  2.1 Perubahan Komposisi Penduduk Lansia (Katsumi, 1995 : 4 ; Statistik  dari Kementrian Kesejahteraan Sosial)
Tabel  2.2 Perubahan Struktur Penduduk (Statistik dari Kementrian Kesejahteraan  Sosial)
Gambar  2.2 Piramida Penduduk Jepang
+2

Referensi

Dokumen terkait

7.2.1.1 Perawat diharapkan melakukan pengkajian lebih dalam mengenai faktor– faktor risiko infeksi saluran kemih pada pasien diabetes melitus perempuan yang berkunjung ke

Bagi siswa melalui penerapan model pembelajaran Advance Organizer dengan Peta Konsep diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X SMK Tritech

4.1 Menganalisis spesifikasi komponen utama pada perangkat keras komputer, notebook, smartphone dan tablet dalam menentukan kebutuhan pekerjaan.. 4.2 Menetapkan

Sementara itu, perkiraan panen raya di bulan Maret 2015 dan kebijakan pemerintah untuk melanjutkan program raskin pada tahun 2015 diperkirakan juga berkontribusi

pcrangkat pembelajaran , heberapa simpulan pcnting dan mcndesak untuk ditanggulangi dalam upaya peningkatan kualitas proses _dan capaian kompetensi fisika umum I di

Dengan menentukan jumlah sirip yang sesuai dengan kebutuhan penggunaan, diharapkan traktor dapat meningkatkan traksi yang dihasilkan dan traktor dapat mengembangkan tenaga

Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas sebenarnya (dengan bagian depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi perbedaan koefisien

Dari permasalahan tersebut diatas maka penulis merancang sebuah prototipe sistem pengukuran konsumsi daya listrik pada setiap kamar dalam satu hunian secara