• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adhyatman Prabowo, M.Psi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Adhyatman Prabowo, M.Psi Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 PSYCHOLOGICAL WELL-BEING NARAPIDANA ANAK

Adhyatman Prabowo, M.Psi

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang adhyatman.umm@gmail.com

Tindak kriminal yang dilakukan anak dan remaja semakin meningkat. Akibatnya mereka harus menerima konsekuensi atas tindakannya dengan menjalani masa pembinaan dalam lembaga pemasyarakatan anak. Faktanya, fungsi intervensi korektif yang dilakukan lembaga permasyarakatan anak juga menyebabkan narapidana anak dan remaja mengalami berbagai masalah psikologis. Psychological well-being adalah merupakan kemampuan individu untuk menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian dalam menghadapi lingkungan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, menetapkan tujuan hidupnya, dan merealisasikan potensi dirinya secara kontinu. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui psychological well-being narapidana anak dan psychological well-being narapidana anak jika ditinjau dari jenis tindak pidana. Subjek penelitian adalah narapidana anak sejumlah 174 orang yang melakukan tindak kriminal dalam kasus pencurian, pembunuhan, tindak asusila, dan penyalahgunaan narkoba. Karakteristik subjek antara lain berjenis kelamin laki-laki dan berusia 7 - 22 tahun. Sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran skala Ryff’s Psychological Well-Being Scale. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif kuantitatif dan menggunakan analisa Z-Score. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan beberapa hal, yaitu pertama Psychological Well-Being narapidana anak secara umum tergolong dalam kategori rendah dengan deskripsi kategori sangat rendah 18,4%, Kategori Rendah 37,4 %. Kedua, jika dilihat berdasarkan skor Psychological Well-Being per aspek maka skor psychological well-being sangat tinggi pada aspek Purpose in Life (5,2%) dan skor psychological well-being kategori tinggi berada pada aspek Self-Acceptance (15.5%). Sedangkan Skor

psychological well-being pada kategori sangat rendah yaitu pada aspek positive relation

(16,7) dan Skor psychological well-being pada kategori rendah yaitu pada aspek aspek

Self-Acceptance (44.1%). Ketiga, jika dilihat dari kategori jenis tindak pidana ditemukan bahwa skor mean Psychological Well-Being pada kategori sangat rendah pada jenis pidana asusila (32,7 %), pada kategori rendah terdapat pada kasus pembunuhan (44,6 %) Sedangkan pada kategori tinggi pada jenis pidana Narkoba (12,9 %) dan kategori yang sangat tinggi pada kasus pencurian (4,3%).

(2)

2 Tindak pidana yang dilakukan anak dan remaja kian menjadi fenomena saat ini. Berdasarkan data UNICEF (2002) tindak pidana yang biasanya dilakukan anak dan remaja antara lain (1) kekerasan seksual dan tindak asusila, (2) penyalahgunaan narkoba, (3) kekerasan, dan (4) pencurian. Data Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat sepanjang Januari sampai Oktober 2013 terdapat 2.792 kasus pelanggaran hak anak. Dari jumlah itu 1.424 adalah kasus kekerasan, dimana 730 diantaranya adalah kekerasan seksual. Sedangkan data dari UNICEF, setidaknya dalam satu tahun terdapat 4.000 anak yang diadili. Lebih dari 90% diantaranya dihukum penjara.

Kehidupan narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak merupakan akibat dari konsekuensi hukuman atas perilaku melanggar hukum yang pernah dilakukan. Berbagai permasalahan dialami narapidana anak dalam menjalani kehidupannya di LP, diantaranya perubahan hidup, hilangnya kebebasan dan hak-hak yang semakin terbatas, hingga perolehan label panjahat yang melekat pada dirinya. Mengingat usia mereka yang masih tergolong remaja, para narapidana tersebut tentunya masih membutuhkan arahan, bimbingan, serta pendampingan dari orangtua agar mereka dapat berkembang ke arah pendewasaan yang lebih positif. Namun keberadaan mereka di Lembaga Pemasyarakatan Anak membuat mereka harus terpisah dari orangtua dan hidup bersama narapidana lain.

Kondisi diatas tentunya akan menyebabkan kondisi psikologis anak di lapas akan terganggu. Menurut hasil penelitiannya Rizki 2013, kondisi psikologis yang dialami narapidana beraneka ragam misalnya pada narapidana kasus narkoba di dalam lapas kehilangan konsentrasi, sering melamun, kesedihan yang mendalam, krisis kepercayaan diri, kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan cemas serta menjadi pribadi yang tertutup, menutup diri dan antisosial.

Lembaga Pemasyarakatan Anak tentunya sudah memberikan pelayanan yang seoptimal mungkin untuk mengatasi berbagai permasalahan psikologis narapidana anak. Namun demikian pelayanan-pelayanan yang diberikan masih belum mampu memberikan solusi atas permasalahan narapidana anak. Hal ini didukung hasil penelitiannya Erik (2011) tentang pelaksanaan pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak belum bisa berjalan kondusif disebabkan karena motivasi yang rendah pada narapidana anak.

Permasalahan psikologis narapidana diatas memiliki hubungan dengan indikator

psychological well being rendah, yaitu merasa tidak bahagia, merasa tertekan dan tidak aman, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, mengalami depresi, memiliki kepercayaan diri yang rendah, mudah curiga pada orang lain, dan sering berperilaku agresif dan destruktif pada lingkungan. Menurut Ryff (1989) psychological well being

merupakan kemampuan individu untuk menerima diri apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian dalam menghadapi lingkungan sosial, mengontrol lingkungan eksternal, menetapkan tujuan hidupnya, dan merealisasikan potensi dirinya secara kontinu. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian (dalam Akhtar, 2009) yang menyatakan bahwa psychological well being dapat membantu remaja untuk menumbuhkan emosi positif, merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaan, mengurangi depresi, dan kecenderungan mereka untuk berperilaku negatif.

(3)

3 Melihat pentingnya psychological well being bagi usia remaja maka peneliti berminat untuk meneliti remaja yang ada di lembaga permsyarakatan anak yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran psychological well being narapidana anak dan mengetahui gambaran psychological well being anak berdasarkan jenis pidana yang dijalani.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi yang membaca penelitian ini, selain itu dari hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menyusun atau mengembangkan kegiatan-kegiatan yang ada di lembaga permasyarakatan anak.

Psychological Well Being

Ryff merumuskan teori psychological well-being pada konsep kriteria kesehatan mental yang positif. Deskripsi orang yang memiliki psychological well-being yang baik adalah orang yang mampu merealisasikan potensi dirinya secara kontinu, mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki kemandirian terhadap tekanan sosial, maupun menerima diri apa adanya, memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal (Papalia., Olds., & Feldman, 2009).

Dari uraian definisi diatas dapat disimpulkan psychological well-being adalah konsep kesejahteraan psikologis individu yang mampu menerima diri apa adanya, selalu memiliki tujuan hidup yang dipengaruhi oleh fungsi psikologi positif berupa aktualisasi diri, penguasaan lingkungan sosial dan perkembangan pribadi.

Konsep psychological well-being yang digambarkan oleh Ryff (1989) terdiri dari enam dimensi, yaitu: penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain

(positive relationship with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan

(environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth) (Papalia et al., 2009).

Dari dimensi tersebut dapat di jelaskan lebih lanjut yaitu: pertama, penerimaan diri merupakan aktualisasi diri yang baik, menuju pada kematangan individu dan pemfungsian diri yang optimal. Kedua, hubungan positif dengan orang lain artinya kemampuan untuk membangun hubungan yang dekat dan hangat dengan orang lain. Selain itu adanya kontak dan hubungan sosial yang memuaskan (Keyes & Waterman, 2003). Ketiga, otonomi merupakan kemampuan individu dalam mengambil sebuah keputusan sendiri, mampu menghadapi tekanan sosial untuk bersikap dengan cara yang benar, berperilaku sesuai dengan standar nilai individu, dan mengevaluasi diri dengan standar personal. Keempat, penguasaan lingkungan adalah terlibat aktif dari lingkungan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan seseorang. Selain itu individu mampu berperan aktif untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dari lingkungan (Keyes & Waterman, 2003). Kelima, tujuan hidup artinya individu yang sehat memiliki tujuan hidup yang jelas yang mengarahkan pada individu untuk memiliki makna, dan merasakan arti dalam hidup saat ini maupun yang akan datang. Dimensi yang terakhir adalah pertumbuhan pribadi yaitu kemampuan membangun dan mengembangkan potensi diri serta terbuka pada hal-hal yang baru (Comton, 2005).

(4)

4 Berdasarkan pada penelitian para ahli, terdapat beberapa faktor yang mempengarui

psychological wellbeing yaitu; pertama, usia hasil penelitian menunjukkan bahwa penguasaan lingkungan dan otonomi meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada saat yang sama, tujuan hidup dan perkembangan pribadi menunjukkan pengurangan yang dramatis seiring dengan usia. Selain itu Pengukuran penerimaan diri dan hubungan positif tidak ditunjukkan oleh perbedaan usia (Keyes & Waterman, 2003). Kedua adalah jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh pada kesejahteraan psikologis seseorang, dimana wanita cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini terkait dengan pola fikir yang berpengaruh terhadap strategi koping dan aktivitas sosial yang dilakukan, dimana wanita lebih cenderung memiliki kemampuan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki (Snyder, 2002). Ketiga adalah dukungan sosial, penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara interaksi sosial dengan kesejahteraan psikologis (Nezar, 2009).

Narapidana Anak

Menurut undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang permasyarakatan adalah narapidana, anak didik permasyarakatan dan klien permasyarakatan, Selanjutnya pasal 1-8 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan menyebutkan bahwa: (1.) narapidana anak adalah berdasarkan putusan pengadilan yang menjalani pidana di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)tahun. (2.) anak negara adalah berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas tahun). (3.) anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

Dalam pasal 1 ke 8 undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan menyebutkan bahwa suatu kegiatan untuk melakukan peminaan kepada warga binaan permayarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam peradilan pidana. Sedangkan dalam pasal 1 ke 3 undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan disebutkan bahwa lembaga permayarakatan yang selanjutnya disebut lapas adalah pranata untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan non-eksperimental dengan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Hal ini didasari perlakuan atau treatment yang akan diberikan dari peneliti tidak sepenuhnya dilakukan sebagai sebuah eksperimental murni, sebagaimana yang dilakukan pada studi kasus desain eksperimental.

(5)

5 Subjek Penelitian

Subjek penelitian yaitu anak yang terjerat kasus pidana yang berada di lapas anak. Adapun kasus pidana antara lain: kasus pencurian, kasus asusila, kasus narkoba, dan kasus pembunuhan. Adapun metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling yaitu teknik yang didasarkan pada karakteristik tertentu.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini mengkaji satu variable yaitu psychological well being dengan enam indikator yaitu Autonomy (Otonomi), Enviromental mastery (Penguasaan Lingkungan),

Personal Growth (Pengembangan Pribadi), Positive Relations with others (hubungan positif dengan orang lain), Purpose in Life (Tujuan Hidup) dan Self-Acceptance

(Penerimaan Diri).

Metode yang digunakan untuk mengukur psychological well being dalam penelitian ini dengan menggunakan skala psikologis yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan model likert dengan lima pilihan jawaban mulai sangat tidak sesuai (6) sampai sangat sesuai (1). Adapun skala psychological well being yang digunakan merupakan adaptasi dari Ryff’s psychological well-being scale yang disusun oleh Caroll D.Ryff (1989) terdiri dari 42 item yang tiap dimensinya diwakili oleh 7 item diantaranya adalah dimensi otonomi (1, 7, 13, 19, 25, 31, 37), penguasaan lingkungan (2, 8, 14, 20, 26, 32, 38), pertumbuhan diri (3, 9, 15, 21, 27, 33, 39), hubungan positif dengan orang lain (4, 10, 16, 22, 28, 34, 40), tujuan hidup (5, 11, 17, 23, 29, 35, 4), penerimaan diri (6, 12, 18, 24, 30,36, 42).

Kualitas instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dilakukan uji validitas dan reliabilitas yang hasilnya sebagai berikut:

Tabel 1 Indeks Validitas Skala Psycological Well - being

Aspek Indeks Validitas

Psycological Well being 0,316 - 0,613

Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat dilihat indeks validitas skala psychological well-being

berkisar antara 0,316 - 0,613. Penghitungan validitas dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 19 for windows. Item yang diuji validitas sebanyak 42 item, sedangkan yang memenuhi uji validitas sebanyak 29 item.

Tabel 2 Indeks Reliabilitas Skala Psycological Well - being

Aspek Alpha Keterangan

Psycological Well being 0,756 Reliabel

Tabel 2 diatas menunjukkan uji reliabilitas skala Psycological Well being hasilnya 0,756, maka dapat disimpulkan bahwa instrument yang dipakai dalam penelitian ini reliabel.

(6)

6 Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Prosedur penelitian diawali oleh menyiapakan istrumen skala Psycological Well – being

yang disusun oleh Caroll D.Ryff (1989). Langkah selanjutnya adalah menyebarkan skala di lembaga permasyarakatan anak di blitar dengan bantuan mahasiswa magister profesi psikologi yang sedang melakukan magang. Penyebaran data dilakukan secara klasikal. Kemudian data hasil penyebaran skala kemudian di skoring dan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Metode analisa data teknik analisa Z-Score untuk menentukan tingkat psycological well-being narapidana anak. Disisi lain peneliti juga melakukan analisa skor psycological well being di tinjau dari jenis pidana.

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada narapidana anak dengan memiliki karakteristik sebagai berikut:

Tabel 3 Deskripsi Subyek Penelitian

Berdasarkan tabel 3 diatas jika dilihat dari jumlah jenis kasus pidana maka pada kasus pidana pembunuhan memiliki jumlah yang paling banyak yaitu 65 anak dengan prosentase 37 %, pada jenis kasus pidana asusila berjumlah 55 anak dengan prosentase 32%, pada jenis kasus pidana narkoba berjumlah 31 anak dengan prosentase 18 % dan yang paling sedikit jumlahnya pada kasus pidana pencurian yaitu 23 anak dengan prosentase 13%. Sedangkan dilihat dari Usia maka pada usia 18-21 tahun memiliki jumlah terbanyak yaitu 92 dengan prosentase 53%, Usia 14-17 tahun berjumlah 66 dengan prosentase 38%, usia 22-23 tahun berjumlah 12 anak dengan prosentase 7% dan jumlah yang paling sedikit berada pada umur 7-13 tahun yaitu 4 anak dengan prosentase 2 %.

Kategori Frekuensi Persentase %

Jenis Pidana Pencurian 23 13 Narkoba 31 18 Asusila 55 32 Pembunuhan 65 37 Usia 7 - 13 tahun 4 2 14 – 17 tahun 66 38 18 - 21 tahun 92 53 22 – 23 tahun 12 7 Total 174 100%

(7)

7 Tabel 4 Skor Psychological Well-Being narapidana anak

Kategori Frequency Prosentase %

SR 32 18 % R 65 37 % S 49 28 % T 22 13 % ST 6 3 % Total 174 100 %

Berdasarkan tabel 4 diatas skor Psychological Well-Being dalam kategori Sangat rendah yaitu 32 anak dengan prosentase 18%, kategori Rendah 65 anak dengan prosentase 37%, kategori sedang 49 anak dengan prosentase 28%, kategori tinggi 22 anak dengan prosentase 13% dan kategori sangat tinggi 6 anak dengan prosentase 3%.

Tabel 5 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan aspek – aspek Psychological Well-Being.

Karegori ASPEK Autonomy Enviromental mastery Personal growth Positive Relations Purpose in Life Self-Acceptance f % f % f % f % f % f % SR 20 11,4 26 14,9 5 2,9 29 16,7 24 13,8 22 12,7 R 70 40,2 63 36,2 71 40,8 70 40,2 62 35,6 77 44,1 S 62 35,6 54 31,1 84 48,2 49 28,1 70 40,2 41 23,5 T 15 8,6 25 14,1 10 5,7 20 11,6 9 5,2 27 15,5 ST 7 4,2 6 3,4 4 2,4 6 3,4 9 5,2 7 4,2 Total 174 100 174 100 174 100 174 100 174 100 174 100

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui skor psychological well-being ditinjau dari aspek-aspeknya adalah skor psychological well-being sangat tinggi pada aspek Purpose in Life (5,2%) dan skor psychological well-being kategori tinggi berada pada aspek Self-Acceptance (15.5%). Sedangkan Skor psychological well-being pada kategori sangat rendah yaitu pada aspek positive relation (16,7) dan Skor psychological well-being pada kategori rendah yaitu pada aspek aspek Self-Acceptance (44.1%)

(8)

8 Grafik 1 Skor Aspek aspek dalam Psychological Well-Being

Berdasarkan grafik 1 diatas dapat diketahui skor psychological well-being sangat tinggi pada aspek Purpose in Life (5,2%) dan skor psychological well-being kategori tinggi berada pada aspek Self-Acceptance (15.5%). Sedangkan Skor psychological well-being

pada kategori sangat rendah yaitu pada aspek positive relation (16,7) dan Skor

psychological well-being pada kategori rendah yaitu pada aspek aspek Self-Acceptance (44.1%)

Tabel 6 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan jenis pidana

Karegori ASPEK

Pencurian Narkoba Asusila Pembunuhan

Mean % Mean % Mean % Mean %

SR 0,017 13,0 0,023 12,9 0,040 12,7 0,046 12,3 R 0,046 34,8 0,063 35,5 0,103 32,7 0,167 44,6 S 0,052 39,1 0,063 35,5 0,126 40,0 0,103 27,7 T 0,011 8,7 0,023 12,9 0,029 9,1 0,046 12,3 ST 0,006 4,3 0,006 3,2 0,017 5,5 0,011 3,1 Total 100 100 100 100

Berdasarkan tabel 6 diatas dapat diketahui skor mean psychological well-being ditinjau dari jenis pidana pada kategori rendah terdapat pada kasus pembunuhan (44,6 %) setelah itu disusul oleh jenis pidana asusila (32,7 %). Pada kategori tinggi terdapat pada kasus Narkoba (12,9 %) dan kategori yang sangat tinggi pada kasus pencurian (4,3%).

0 20 40 60 80 100 Autonomy Enviromental Mastery Personal Growth Positif Relations Purpose In Life Self acceptance 11,4 14,9 2,9 16,7 13,8 12,7 40,2 36,2 40,8 40,2 35,6 44,1 35,6 31,1 48,2 28,1 40,2 23,5 8,6 14,1 5,7 11,6 5,2 15,5 4,2 3,4 2,4 3,4 5,2 4,2 SR R S T ST

(9)

9 DISKUSI

Hasil penelitian menunjukkan, Pertama secara umum skor Psychological Well-Being

narapidana anak dalam kategori rendah. Hal ini berarti kondisi narapidana anak kurang mampu menerima diri kondisi yang terjadi, bingung dengan tujuan hidupnya, kurang mampu mengaktualisasi diri, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan mengembangkan pertumbuhan dirinya.

Menjalani kehidupan di lembaga permasyarakatan tentunya tidak mudah bagi narapidana yang rata-rata mereka berusia remaja. Terjadi perubahan-perubahan dalam kehidupan diri mereka diantaranya; kehilangan kebebasan, dukungan dari orang tua, saudara, teman dan orang-orang yang dicintainya. Ketika narapidana kurang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut maka Ia akan mengalami stres dan bahkan akan berujung pada gangguan psikologis (Nevid, 2005).

Selain itu hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Evans (dkk, 2007) bahwa narapidana remaja di amerika menunjukkan bahwa beberapa mereka mengalami gangguan pasca trauma yaitu selalu terbayang-bayang yang mengganggu dan memiliki pikiran terus menerus terkait perilaku kriminal yang telah dilakukan. Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Yulia, 2008 dalam penelitiannya bahwa adanya rasa penyesalan yang mendalam pada pelaku hingga mereka seringkali memiliki pikiran secara terus menerus tentang perilaku pidana yang telah dilakukan.

Penelitian lain dilakukan oleh Rizki (2013) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kondisi psikologis yang dialami narapidana remaja khusus pada kasus narkoba adalah kehilangan konsentrasi dan sering melamun, kesedihan yang mendalam, krisis kepercayaan diri, kecurigaan yang berlebihan, dendam, tertekan dan menjadi anti sosial. Kedua, hasil penelitian yang lain dapat ditunjukkan dari skor Psychological Well-Being

berdasarkan aspek-aspeknya. Hasil menunjukkan bahwa Skor psychological well-being

pada kategori rendah adalah pada aspek positive relation (16,7) dan Self-Acceptance (44.1%). Hal ini berarti kondisi narapidana anak kurang mampu membangun hubungan yang positif dengan orang lain dan kurang mampu mengaktualisasikan diri dan mengembangkan potensi diri dengan baik.

Menurut Cooke, Baldwin & Howison (2008) menjelaskan bahwa narapidana mengalami kehilangan beberapa hal diantaranya yaitu (1) kehilangan kendali memilih hidup yang dijalani bahkan melakukan fungsi dasar yaitu makan dan tidur hal ini berdampak pada, putus asa dan frustasi. (2) Kehilangan keluarga seperti anak, istri atau suami, orang tua dll. (3) kurangnya stimulasi kegiatan sehari-hari karena hidup di lembaga permasyarakatan cenderung monoton. (4) kehilangan panutan hidup terutama pada usia yang masih muda.

Selain itu kondisi pembinaan di lembaga permasyarakatan juga belum maksimal, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erik (2011) yang menjelaskan bahwa pendidikan formal belum didapatkan secara maksimal di lembaga permasyarakatan. Hal ini menyebabkan kegiatan narapidana anak sia-sia dan hanya melakukan hal-hal yang monoton (Cooke, Baldwin & Howison, 2008). Disisi lain tekanan sosial narapidana anak juga tinggi, mereka khawatir nantinya setelah keluar mereka memiliki stigma yang

(10)

10 negatif dan akan dikucilkan serta tidak ada yang mau menerima kembali di dalam lingkup keluarga atau masyarakat (Tri, 2011).

Ketiga, peneliti juga melakukan analisis skor Psychological Well-Being berdasarkan jenis pidana yang mereka lakukan. Adapun hasilnya menunjukkan bahwa skor

Psychological Well-Being pada kategori rendah adalah pada kasus asusila dan pembunuhan

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa

psychological well being narapidana anak dalam kategori rendah. Selain itu narapidana anak memiliki hambatan dalam hal peyesuaian diri dan kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Jenis kasus pidana yang memiliki skor rendah adalah pada kasus pembunuhan. Implikasi dari penelitian ini adalah sebaiknya lembaga permasyarakatan mampu memberikan kegiatan dan pelatihan kepada narapidana anak tentang soft skill untuk mampu mempersiapkan mental anak ketika kembali dalam sebuah masyarakat.

REFERENSI

Akhtar, Miriam. 2009. Applying positive psychology to alcohol-misusing adolescents. : a pilot intervension. Disertation. United Kingdom : Msc applied positive psychology on University of East London.

Azwar, Saifuddin. 2005. Metode penelitian. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Bornstein, Marc. H, Davidson, L. & Moore, K.A. Well being, Positive development across the life course. London. Laurence erlbaum associates publishers.

Dariyo, A. (2007). Psikologi perkembangan. Bandung: Refika Aditama.

Erik, (2011) Hak-hak anak dalam pendidikan (Study kasus narapidana anak di lembaga permasarakatan Wirogunan Yogyakarta). Skripsi Fakultas Tarbiah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.

Evans, C Ehlers, A.Mezey, G.&Clark, DM. (2007). Intrusive memories and rumination related to violent crime among young offenders: phenomenological characteristic. Journal of Traumatic Stress, Vol 20 No 2.

Carol D. Ryff.1989. Happiness is everything, or is it? explorations on the meaning of psychological well-being Journal American Psychological Association, Vol. 57, No. 6, 1069-1081

Cooke, D.J., Baldwin, P.J.&Howison, J.(2008). Menyikap dunia gelap penjara. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

(11)

11 Compton.C.W.2005. An introduction to positive psychology. United States

America. Wadsworth

C.R. Snyder & S.J. Lopez. 2002. Handbook of positive psychology. oxford university press

Tri, P.H. (2011) Kesejahteraan psikologis narapidana remaja di lembaga permasyarakatan anak kuntoarjo. (Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro)

Kerlinger, F. N. 2003. Asas-asas penelitian behavioral. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Keyes, Corey L. M. & Waterman, M. B. (2003). Dimensions of well-being and mental health in adulthood.

Nezar, R. (2009) Psychological well-being pada lansia di panti jompo. (Skripsi Fakultas psikologi universitas muhammadiyah malang)

Nevid, J.S, Rathus, S.A, & Greene, B (2003). Abnormal psychology in chaging world.

(terjemahan). Medya, R & Kristiaji, C (editor) Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Papalia, D.E., Sterns, H. L., Feldman, R. D., Cameron, C. J. (2002). Adult development and aging – 2nd ed. New York: McGraw Hill.

Papalia, D.E., Sterns, H. L., Feldman, (2009). Humman development New York: McGraw Hill.

Rizki.Y.A. (2013) Penyebab dan kondisi psikologis narapidana kasus narkoba pada remaja. (Skripsi Fakultas psikologi universitas ahmad dahlan)

Snyder, C.R; Lopez, shane J.2002. Handbook of positive psychology.NewYork:Oxford University press

Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang permasyarakatan lembaran negara republik indonesia tahun 1995 nomor 77, tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 3614

(12)

12 DAFTAR ISI

Lembar pengesahan

Kata pengantar i

Daftar isi ii

Daftar tabel iii

Abstrak 1

Latar belakang 1

Kajian Teori

Psychological well being 3

Narapidana anak 4

Metode penelitian 4

Rancangan penelitian 4

Subjek penelitian 5

Variabel dan instrumen penelitian 6

Prosedur dan analisa data penelitian 6

Hasil penelitian 6

Diskusi 9

Simpulan dan implikasi 10

Referensi 10

(13)

13 DAFTAR TABEL

Tabel 1 Indeks Validitas Skala Psycological Well - being 5

Tabel 2 Indeks Reliabilitas Skala Psycological Well - being 5

Tabel 3 Deskripsi Subyek Penelitian 6

Tabel 4 Skor Psychological Well-Being narapidana anak 7

Tabel 5 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan aspek – aspek Psychological Well-Being.

7

Tabel 6 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan jenis pidana

8

(14)

14 KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

Psychological Wellbeing Narapidana Anak ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi terhadap penelitian psikologi khususnya di bidang klinis.

Dalam proses penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra Tri Dayakisni, M.Si Selaku Dekan Fakuktas psikologi yang memberikan dukungan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini dengan baik. 2. Kepada mahasiswa profesi psikologi yang telah membantu dalam penelitian

ini.

3. Kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan modul ini yang tidak dapat saya uraikan satu persatu.

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan penelitian ini sangat penulis harapkan.

Gambar

Tabel 3 Deskripsi Subyek Penelitian
Tabel  5  Skor  Psychological  Well-Being  narapidana  anak  berdasarkan  aspek  –  aspek Psychological Well-Being
Tabel 6 Skor Psychological Well-Being narapidana anak berdasarkan jenis pidana

Referensi

Dokumen terkait

Apabila kita lihat kenyataan tersebut, maka dalam benak kita akan timbul beberapa pertanyaan yang antara lain sebagai berikut: Apa yang menyebabkan para pegawai kurang

Nilai pH akan mempengaruhi kualitas gelatin diantaranya kekuatan gel dan viskositas gel, nilai pH gelatin tidak mempengaruhi pembuatan cangkang kapsul karena pada

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat disimpulkan bahwa studi eksperimen realisasi virtual

2) Early Adopters adalah kategori kedua yang paling cepat mengadopsi adanya inovasi teknologi baru dan memiliki ciri yang hampir sama dengan Innovators. 3)

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan maka diperoleh (1) hasil validasi yang dilakukan oleh kedua validator memiliki nilai rata- rata 3,55 dengan

Oleh karena itu secara implisit identitas lengkap terdakwa yang tercantum dalam halaman pertama putusan dalam perkara tindak pidana penipuan melalui transaksi elektronik yang

Gramedia Asri Media Bandar Lampung sebesar 10.877 satuan.Hal ini menginformasikan bahwa audit manajemen sumber daya manusia yang terdiri dari tujuan dan ruang lingkup